Prosiding Teknik Industri
ISSN: 2460-6502
Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan Kombinasi Strategi Make to Stock & Make to Order (Studi Kasus Produk Kapsul dan Tablet PT “X”) 1
Hilda Syaidatul Ulfah, 2Endang Prasetyaningsih, 3Reni Amaranti 1,2,3
Prodi Teknik Industri , Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak. Perusahaan farmasi yang memproduksi obat dengan variasi jenis dan item produk yang besar, mengalami permasalahan terkait adanya kondisi penumpukan stok dan keterlambatan pemenuhan pesanan pelanggan (backorder) disebabkan karena prosedur perencanaan produksi yang diterapkan perusahaan saat ini. Penelitian ini ditujukan untuk memperbaiki perencanaan produksi saat ini dengan kerangka perencanaan produksi hirarkis yang meliputi tiga tahapan perencanaan diantaranya: tahapan identifikasi dan partisi produk strategi MTS dan MTO; tahapan perencanaan produksi untuk produk MTS terdiri dari peramalan permintaan, penentuan Jadwal Produksi Induk (JPI) melalui perencanaan agregat dan disagregat serta validasi JPI dengan rough-cut capacity planning; serta tahapan perencanaan produksi untuk produk MTO. Berdasarkan hasil simulasi perhitungan, prosedur yang diusulkan dapat menurunkan nilai ongkos total produksi sebesar 9%, tingkatan stok pengaman (safety stock) sebesar 49% dan lead time pemenuhan pesanan sebesar 53%. Hal ini menunjukan bahwa prosedur perencanaan produksi usulan dapat memberi penghematan dan dapat memperbaiki kinerja saat ini. Kata Kunci : Perencanaan Produksi Hirarkis (PPH), Kombinasi MTS-MTO, Perencanaan Agregat, Perencanaan Disagregat.
A.
Pendahuluan
Perencanaan produksi merupakan aktivitas rumit yang memerlukan koordinasi lintas bidang organisasi dan merupakan hasil konsekuensi dari hirarki keputusan menghadapi berbagai isu dalam sistem produksi. Kondisi saat hasil perencanaan produksi tidak mencapai sasaran, hal ini akan berakibat langsung pada tingkatan persediaan produk. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan persediaan (overstock) atau kekurangan persediaan (stockout) (Fogarty, Blackstone dan Hoffman, 1991). Tentunya kedua situasi ini merugikan bagi perusahaan karena akan menghilangkan keuntungan akibat terjadinya lost sale dan peningkatan biaya produksi akibat backorder dan penumpukan stok. Hal ini sebagaimana terjadi pada kasus yang dialami oleh PT “X”. PT “X” adalah perusahaan farmasi milik pemerintah yang memproduksi berbagai produk obat berbentuk tablet, kapsul, injeksi, salep, krim dan suspensi. Masing-masing bentuk produk tersebut memiliki sejumlah famili dan item, dengan total kurang lebih 300 item. Berdasarkan klasifikasi pemasaran, produk tersebut dikelompokan ke dalam kelompok produk OGB (Obat Generik Berlogo), OTC (Over The Counter), herbal, indo, promedik, MIM, dan diagnostik. Saat ini perusahaan menerima permintaan produk berdasarkan permintaan reguler dan tender. Berdasarkan penelitian awal, permasalahan yang dihadapi perusahaan saat ini terkait dengan permasalahan penumpukan produk jadi dan keterlambatan pemenuhan pesanan yang menyebabkan backorder pada beberapa periode terakhir. Kondisi tersebut sering terjadi pada kelompok OGB yang terdiri dari jenis kapsul dan tablet. Pada beberapa item obat OGB tersebut mengalami penumpukan dan sebagian item obat OGB lainnya mengalami backorder. Untuk itu, dilakukan penyusunan kerangka perencanaan produksi hirarkis untuk memberikan usulan perbaikan dalam perencanan 27
28
|
Hilda Syaidatul Ulfah, et al.
produksi saat ini untuk mengatasi permasalahan penumpukan stok dan keterlamatan pemenuhan pesanan (backorder). Kara kteri stik pasa r (perm inta an), produk da n prose s Tahap
- Formasi fa mili pro duk - Pa rt isi MTS-MTO - Pe ne tap an ta rg et ting kat pe la yan an
- Data inte rnal dan e ks te rnal
1: Memisahkan strategi MTSMTO berdasarkan konsep decoupling point
- Kondi si da n as umsi model si stem
Manajemen Perencanaan Produksi / Penerapan Perencanaan produksi hirarkis
Sistem Manufaktur PT Indofarma (Persero), Tbk.
Pe rmintaa n, ka pas itas, wa ktu opera si dan bia ya, data pers edia a ke lompok da n item produk
- Ting kata n o ptimal pro duksi , pe rsedia an, ove rtime da n ou tso urcin g dala m ben tu k ag re ga t - JPI, kua nt it as p ro du ksi fa mili da n ite m
Tahap 2: Perencanaan produksi pola MTS -Peramalan -Penentuan Jadwal Produksi Induk (JPI) melalui perencanaan agregat dan disagregat -Validasi JPI dengan RCCP
Timba l bal ik Keda ta nga n pes ana n
Tahap 3: Perencanaan produksi pola MTO - Pe rb aika n p ro sed ur da n pe ng uran ga n lea d t ime - Ke bijaka n pe ne rimaa n, de lay, pe no lakan un tu k prod uk MTO
Gambar 1.1 Kerangka Perencanaan Produksi Usulan B.
Landasan Teori
1. Perencanaan Produksi Hirarkis Perencanaan produksi hirarkis merupakan sebuah pendekatan untuk memecah keputusan perencanaan kedalam istilah yang lebih terkelola melalui partisi permasalahan tersebut kedalam hirarkis keputusan manajerial. Pendekatan ini menggambarkan hirarkis pemecahan keputusan dari mulai tingkatan level atas terkait keputusan strategi, kemudian diarahkan kepada tingkatan level menengah terkait keputusan taktis hingga kepada tingkatan level bawah untuk memutuskan strategi operasional (Heizer dan Render, 1993, h.533). Gambaran konseptual sistem perencanaan hirarkis terdiri dari tiga tahapan: (1) dilakukan perencanaan agregat pada tipe produk, horizon perencanaan model ini biasanya untuk memenuhi selama periode satu tahun dalam mempertimbangkan fluktuasi permintaan produk; (2) dilakukan disagregasi perencanaan agregat tipe produk untuk menentukan perencanaan pada famili produk; 3) hasil disagregasi famili menentukan jumlah end item yang akan diproduksi. Hingga akhirnya dapat ditentukan laporan status detail. 2. Perencanaan Agregat dan Disagregat Perencanaan agregat merupakan hasil rencana dari pengukuran tenaga kerja dan tingkat produksi dalam kumpulan perencanaan fasilitas yang telah diberikan. Rencana yang dimaksud merupakan rencana umum yang dibuat masing-masing periode untuk periode berikutnya (Bedworth dan Bailey, 1987, h.126). Tujuan perencaaan agregat adalah utilisasi secara produktif dari sumberdaya (pekerja dan peralatan mesin). Kata agregat menunjukan perencanaan diarahkan dari gross level untuk memenuhi total permintaan dari semua produk yang menggunakan bersama sumberdaya terbatas dari fasilitas yang digunakan Bedworth dan Bailey, 1987, h.121). Beberapa macam metode Agregat Planning adalah sebagai berikut (Narasimhan dan McLeavey, 1985): a. Nonquantitative atau Metode Intuitive b. Turnover Ratio c. Charting dan Metode Graphical
Volume 2, No.1, Tahun 2016
Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan … | 29
d. Metode Tabular e. The Linear Programming Method, metode Linear Programming (LP) f. Simulation Method Perencanaan Disagregat adalah aktivitas pengkonversian level produksi yang telah direncanakan ke dalam kuantitas dari masing-masing model produk yang telah dikerjakan pada perencanaan fasilitas (Bedworth dan Bailey, 1987, h.126). Jadwal produksi induk (JPI) merupakan keluaran dari disagregasi sebuah perencanaan agregat. JPI menggabungkan produk-produk yang sama (identik) ke dalam kelompok produk, memecah permintaan dalam bulanan dan kadang-kadang menentukan kelompok atau produk, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap end item dan pelayanan yang harus dijadwalkan secara spesifik pada setiap stasiun kerja. Selain itu, JPI merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk suku cadang) dari suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan untuk memproduksi output yang berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Gaspersz, 2001, h.141). Terdapat dua metode pendekatan algoritma optimasi untuk memecahkan permasalahan disagregasi, diantaranya: a. Hax and Meal Method b. Convex Knapsack Method (Hax and Bitran Method) 3. Konsep Decoupling Point Konsep decoupling point merupakan istilah pemisahan bagian orientasi organisasi kedalam aktivitas-aktivitas untuk memenuhi pesanan pelanggan berdasarkan peramalan dan perencanaan, atau titik yang menunjukan seberapa dalam pesanan pelanggan masuk dalam aliran barang (Hoekstra dan Romme, 1992 dalam van Donk, 2000). Dua faktor utama yang mempengaruhi strategi menentukan posisi decoupling point yaitu rasio leadtime produksi dengan penyerahan (P/D ratio) dan volatilitas permintaan relative atau relative demand volatility (RDV). Apabila kedua faktor ini digambarkan dalam sebuah diagram scatter, maka akan memberikan gambaran empat situasi yang mengarahkan pada pemilihan strategi penyerahan produk (Olhager, 2003). Relative Demand Volatility (RDV)
Tinggi ATO
MTO
Rendah MTO MTS ATO P/D<1
MTS
1
P/D>1
Rasio P/D
Gambar 2.1 Diagram Strategi Posisi Produk (Sumber: Olhager, 2003) C.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Identifikasi Perencanaan Produksi Saat Ini Hasil tahapan ini menunjukan gambaran perencanaan produksi PT “X” selama periode 2014 menghasilkan kondisi penumpukan stok dan terjadinya backorder. Nilai penumpukan stok terjadi rata-rata sebesar Rp 84,53 milyar/bulan dengan kenaikan rata-rata per bulan sebesar Rp 0,67 milyar. Sedangkan nilai keterlambatan pemenuhan pesanan (backorder) rata-rata terjadi sebesar Rp 53 milyar/bulan atau menunjukan
Teknik Industri, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
30
|
Hilda Syaidatul Ulfah, et al.
47,21% pesanan tidak terpenuhi tiap bulan dari total Purchase Order (PO) pelanggan. Kelompok Obat Generik Berlogo (OGB) menyumbang penumpukan stok sebesar 89% dan backorder sebesar 73% dari total penumpukan dan backorder yang terjadi. Perencanaan ditujukan untuk memproduksi dari jenis kapsul dan tablet sebanyak 119 item terdiri dari lima famili kapsul betalaktam/KB (2 item), kapsul non betalaktam/KNB (25 item), kapsul herbal/KH (7 item), tablet betalaktam/TB (3 item) dan tablet non betalaktam/TNB (82 item). Beberapa prosedur perencanaan produksi yang diterapkan selama periode 2014: 1) metode peramalan menggunakan metode kualitatit (pendekatan intuitif) 2) perencanaan produksi dibagi dua bagian, tender dan reguler. 3) metode penentuan stok pengaman menggunakan pendekatan kualitatif (analisa histori). 2. Identifikasi Strategi MTS-MTO Dengan Konsep Decoupling Point Hasil tahapan ini menunjukan informasi persediaan produk hanya bisa dilakukan pada bahan baku dan produk akhir. Adapun persediaan pada produk setengah jadi (ruah) tidak direkomendasikan untuk diadakan persediaan dikarenakan sifat perishable produk. Melihat hasil analisa identifikasi decoupling point, strategi posisi produk yang mungkin pada produk kapsul dan tablet adalah MTS dan MTO. Adapun penerapan ATO beresiko untuk diterapkan karena produk semi manufacturing berbentuk ruah (hasil pencampuran bahan-bahan obat) beresiko terjadinya kontaminasi bahan kimia yang akan menimbulkan kerusakan produk. Hasil penentuan P/D Ratio dan penentuan RDV (Relative Demand Volatility) dipetakan dalam diagram klaster strategi posisi produk kapsul dan tablet dimana teridentifikasi 78 item MTS (terdiri dari 18 item KNB, 53 TNB dan 7 KH) dan 41 item MTO (terdiri dari 18 item 2 KB, 7 KNB, 29 TNB dan 3 TB). TITIK CUSTOMER ORDER DECOUPLING POINT (CODP) PROSES PEMBUATAN OBAT KAPSUL & TABL ET Counting (Penimbangan Bahan Baku) Material (Bahan Baku)
Dispensing (Pencampuran)
Manufacturing (Pemrosesan Mesin)
Counting (Penimbangan obat jadi) Produk Semi Manf. (Ruwah)
Deliver (Pengiriman)
Packaging (Pengemasan) Produk Jadi (Obat Indofarma OI)
Strategi MTS
CODP CODP
Strategi MTO Keterangan : Customer Order- Driven Forecast-Driven
Gambar 3.1 Titik Decoupling Point Produk Kapsul dan Tablet
Gambar 3.2 Diagram Klaster Strategi Produk MTS-MTO (Kapsul)
Gambar 3.3 Diagram Klaster Strategi Produk MTS-MTO (Tablet)
Volume 2, No.1, Tahun 2016
Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan … | 31
3. Perencanaan Produksi Pola MTS (Make to Stock) Dilakukan simulasi perencanaan produksi untuk periode 2014, hasil tahapan perencanaan masing-masing dijelaskan sebagai berikut: a. Perhitungan Unit Konversi Agregat, perencanaan produksi dibagi dua yaitu perencanaan produksi lini satu dengan produk agregat nonbetalaktam (18 item kapsul non -laktam dan 53 item tablet non -laktam) serta perencanaan produksi lini dua dengan produk agregat herbal (7 item). b. Peramalan Permintaan, pola data yang terbentuk dari kedua produk agregat nonbetalaktam dan herbal adalah pola data “tren cenderung horizontal”. Berdasarkan rekapitulasi uji kesalahan pada, metode peramalan terpilih yang memiliki tingkat keakuratan (nilai eror) kecil yaitu metode Single Moving Average (SMA). c. Perencanaan Produksi Agregat, perencanaan dilakukan untuk dua produk agregat yaitu nonbetalaktam dan herbal. Sebelumnya ditentukan ditentukan tingkatan stok pengaman (safety stock) dengan pendekatan probabilitas stockout dan lead time demand, diketahui stok pengaman nonbetalaktam sejumlah 47.459.165 butir dan herbal sejumlah 658.092 butir. Rencana produksi agregat dihitung menggunakan dua pendekatan alternative strategi pengendalian tenaga kerja (TK) (alternatif 1) dan jam lembur (altenatif 2). Pada perencanaan produksi non betalaktam diketahui nilai Ongkos Total Produksi (OTP) dari alternatif 1 sebesar Rp 595.704.207.690,- sedangkan dari alternati2 2 sebesar Rp 691.291.277.229,- dengan masih terdapat nilai backorder. Pada perencanaan produksi herbal dilakukan toll manufacturing (subkontrak penuh) dengan OTP sebesar Rp 1.013.881.880,-
Gambar 3.4 Grafik Rencana Agregat (Non Betalaktam) Alternatif 1
Gambar 3.5 Grafik Rencana Agregat (Non Betalaktam) Alternatif 2 d. Perencanaan Produksi Disasagregat Metode Hax Bitran, pada perencanaan disagregat nonbetalaktam ditetapkan semua famili (KNB dan TNB) diproduksi, kecuali pada famili KNB tidak diproduksi pada bulan April, Juni dan Agustus. Hasil algoritma membagi rencana agregat kedalam kuantitas famili menunjukan alokasi perencanaan agregat periode Jan-2014 sejumlah 132.952.301 butir, jumlah Famili KNB yang akan diproduksi sejumlah 27.215.003 butir dan
Teknik Industri, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
32
|
Hilda Syaidatul Ulfah, et al.
Famili TNB sejumlah 105.737.298 butir. Hasil algoritma membagi kuantitas famili kedalam kuantitas item menghasilkan informasi Jadwal Produksi Induk (JPI). e. Perhitungan Rough-Cut Capacity Planning (RCCP), hasil uji validasi JPI dengan membandingkan kapasitas tersedia dengan kapasitas dibutuhkan dari jumlah JPI pada ketiga stasiun kerja (SK) digambarkan dalam grafik RCCP. Diketahui informasi perlu adanya penambahan kapasitas tersedia dengan melakukan penambahan kapasitas tenaga kerja kontrak pada masing-masing SK. 4. Perencanaan Produksi Pola MTO (Make to Order) Hasil tahapan ini menunjukan informasi evaluasi perbaikan prosedur pola perencanaan produksi MTO dan reduksi lead time pemenuhan pesanan. DIAGRAM PROSES BISNIS (PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI POLA MTO PT INDOFARMA (PERSERO) Tbk.) IGM
SCM
Distribusi dan Operasi Penjualan
PPIC
PURCHASING
Konversi P O menjadi Sales Order (SO)
PRODUCTION
Konfirmasi RPB memperhitungkan kapasitas aktual mesin, personel dan waktu kerja
PPO Sales Order (SO)
Purchase Requisition (PR)
LOGISTIK
Konversi S O menjadi Plan Production Order (PPO)
Evaluasi PP O sesuai kapasitas
Penerbitan Purchase Order (PO)
Kapasitas sesuai?
Tidak
Konversi S PB menjadi Purchase Order (PO) BB
Pengadaan BB
PO Bahan
BB/BK Receive
Kapasitas tersedia?
Tidak
Ya
Konfirmasi RPB dan RP M
Ya RPB dan RPM
Purchase Order (PO) Menerbitkan SPTO ke bidang AD
Konfirmasi ketersediaan BB
SPTO
BB tersedia?
Tidak
Selesai
Production Process
Ya
Evaluasi isue BB
Terbitkan RPB
Terbitkan surat permintaan pesanan barang (SPB)
RPB
SPPB
Reschedule Rencana Produksi Terbitkan P P dan PK PP dan PK Bukti Penyerahan Produk Jadi (BPPJ)
Transito In
Konversi S O menjadi Surat Pengiriman Barang (SPB)
SPB
Pengiriman barang ke gudang IGM
Good Receipt
Gambar 3.6 Urutan Prosedur Perencanan dan Produksi Pola MTO Jan2014 No
Proses
Mulai
Selesai
Feb2014
Mar2014
Apr2014
May2014
Durasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5
1 Pemesanan
1/1/2014
1/3/2014
3d
2 Konfirmasi pesanan
1/6/2014
1/6/2014
1d
3 Konfirmasi rencana produksi
1/7/2014
1/9/2014
3d
4 Pengadaan bahan baku
1/10/2014
4/3/2014
60d
5 Pembuatan massa
4/4/2014
4/18/2014
11d
6 Pembuatan ruah
4/21/2014
5/14/2014
18d
7 Pengemasan
5/15/2014
6/5/2014
16d
8 Warehousing
6/9/2014
6/27/2014
15d
9 Pengiriman
6/30/2014
7/11/2014
10d
A (Prosedur Saat Ini) Jan 2014 No
Proses
Mulai
Selesai
Feb 2014
Durasi 1
1 Pemesanan
1/1/2014
1/3/2014
3d
2 Konfirmasi pesanan
1/6/2014
1/6/2014
1d
3 Konfirmasi rencana produksi
1/7/2014
1/9/2014
3d
4 Pembuatan massa
1/10/2014
1/24/2014
11d
5 Pembuatan ruah
1/27/2014
2/19/2014
18d
6 Pengemasan
2/20/2014
3/13/2014
16d
7 Warehousing
3/14/2014
4/3/2014
15d
8 Pengiriman
4/4/2014
4/17/2014
10d
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
1
B (Prosedur Usulan)
Gambar 3.7 Gant Chart Urutan Prosedur Pola MTO Usulan D.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan informasi pembahasan sebelumnya sebagai berikut:
Volume 2, No.1, Tahun 2016
Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan … | 33
1. Permasalahan perencanaan produksi yang dihadari PT “X” saat ini terkait dengan penumpukan stok dan kekosongan persediaan saat pesanan datang (backorder) diakibatkan karena dampak prosedur perencanaan produksi yang diterapkan saat ini. 2. Kerangka perencanaan produksi hirarkis dipertimbangkan untuk memberikan usulan perbaikan dalam perencanan produksi saat ini. Perencanaan produksi hirarkis yang diusulkan terdiri dari 3 tahapan: 1) Tahapan partisi strategi produk make-to-stock dan make-to-order dengan metode decoupling point. 2) Tahapan perencanaan produksi untuk pola produk MTS terdiri dari peramalan permintaan, agregasi dengan pendekatan metode grafis dan disagregasi dengan pendekatan algoritma Hax Bitran (convex problem) untuk menentukan Jadwal Produksi Induk (JPI) dengan validasi melalui pengukuran RCCP (rough cut capacity planning). 3) Tahapan perencanaan produksi untuk pola MTO. 3. Hasil simulasi perencanaan produksi usulan dengan kasus periode perencanaan produksi 2014 menunjukan, telah terjadi penurunan nilai ongkos total produksi sebesar 9%, tingkatan stok pengaman (safety stock) sebesar 49% dan lead time pemenuhan pesanan sebesar 53% dari nilai hasil prosedur perencanaan produksi yang diterapksan pada periode 2014. Hal ini menunjukan bahwa prosedur perencanaan produksi usulan dapat memberi penghematan dan mengatasi permasalahan penumpukan stok dan backorder dibandingkan dengan prosedur perencanaan produksi yang diterapkan perusahaan saat ini.
Daftar Pustaka Badan POM, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM. Bedworth, D. D., dan Bailey, J. E., 1987. Integrated Production Control Systems: Management, Analysis, Design 2/E. New York: John Wiley & Sons, Inc. Biegel, J. E., et al., 2009. Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: Akademika Pressindo. Fogarty, D, W., Blackstone, J. H., dan Hoffman, T. R. H., 1991. Production and Inventory Management.2nd Ed. Cincinnati: South-Western Publishing Co. Gasperz, 2001. Production Planning and Inventory ControlBerdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ginting, R., 2007. Sistem Produksi.Yogyakarta: Graha Ilmu. Heizer, J., dan Render, B., 1993. Production and Operation Management.3rd Ed. USA: Allyn and Bacon. Makridakis, S., Wheelwright, S. C., dan McGee, V, E., 1993. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jakarta: Erlangga. Narasimhan, S. L., dan McLeavy, D. W., 1985. Production Planning and Inventory Control. 2nd Ed. USA: Allyn and Bacon. Oden, H. W., Langenwalter, G. A., dan Lucier, R. A., 1998. Handbook of Material & Capacity Requirements Planning. USA: The McGraw-Hill, Inc. Sipper dan Bulfin, 1997. Production: Planning, Control, and Integration. USA: The McGraw-Hill Companies. Inc.
Teknik Industri, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016
34
|
Hilda Syaidatul Ulfah, et al.
Bitran, G. R., dan Tirupati, D., 1989. Hierarchical Production Planning. MIT Sloan School Working Paper. Massachusetts Institute of Technology Cambridge. Tersedia online pada http://search.proquest.com dan http://www.springer.com/locate/dsw, 2 April 2015 Gharehgozli, A. H., Rabbani, M., dan Moghaddam, R. T., 2006. A Proposed Hierarchical Production Planning Structure for Combined MTS/MTO Environments. Istanbul: Proceedings of the 9th WSEAS International Conference on Applied Mathematics, pp 146-151. Tersedia online pada, 12 Juni 2015 Kotayet, W., Eltawil, A. B., dan Fors, M. N., 2011. A Hierarchical Production Planning Framework For The Textile Industry With Make to Order and Make to Stock Considerations. 22nd International Conference on Computer Aided Production Engineering, CAPE 2011. Tersedia online pada http://academia.edu.com dan http://www.springer.com/locate/dsw 2 April 2015 Olhager, J., 2003. Strategic Positioning of The Order Point. International Journal of Production Economics, 85(3), 319-329. Tersedia online pada http://search.proquest.com dan http://www.springer.com/locate/dsw, 20 Maret 2015 Olhager, J., 2012. The Role of Decoupling Points in Value Chain Management. Modelling Value Selected Papers of The 1st International Conference on Value Chain Management. Tersedia online pada www.springer.com/978-3-7908-27460 dan http://search.proquest.com, 20 Maret 2015 Rahman, A., 1991. Studi Sistem Perencanaan Produksi Hirarkis dalam Penentuan Tingkat Produksi Detail pada Industri Pertanian. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersedia online pada http://academia.edu.com, 23 Maret 2015 Steffansson, H., dan Shah, N., 2005. Multi-Scale Planning and Scheduling in The Pharmaceutical Industry. European Symposium on Computer Aided Process Engineering-15. London: Department of Chemical Engineering, Imperial College London. Tersedia online pada www.elsevier.com/locate/dsw, 2 April 2015 van Donk, D. P., 2000. Make to Stock or Make to Order: The Decoupling Point in The Food Processing Industries. Groningen: Faculty of Management and Organization, University of Groningen. International Journal of Production Economics. Tersedia online pada www.elsevier.com/locate/dsw, 20 Maret 2015 Venditti, L., 2010. Thesis: Production Schedulling In Pharmaceutical Industry. Roma: Dept. of Computer Science and Automation Roma Tre University. Tersedia online pada http://dspace-roma3.caspur.it/, 20 Maret 2015
Volume 2, No.1, Tahun 2016