Prosiding Prosiding SN SMAP 09
PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP PEMBENTUKAN GUGUS BOROSILOKSAN (B-O-Si) BAHAN KERAMIK BOROSILIKAT BERBASIS SILIKA SEKAM PADI Agus Riyanto, One Meus Ginting, dan Simon Sembiring
Jurusan Fisika Bidang Material FMIPA Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro No.1 Bandarlampung E-mail :
[email protected]
ABSTRACT Telah disintesis keramik borosilikat berbasis silika sekam padi dengan metode sol-gel. Sintesis dilakukan dengan mereaksikan silika sol sekam padi dan B2O3 sol hasil hidrolisis boraks dengan perbandingan massa silika dan B2O3 4:1. Campuran silika sol dan B2O3 sol diaduk menggunakan magnetic stirer dengan ditambahkan HCl 10 % hingga terbentuk borosilikat gel. Borosilikat gel dipanaskan pada suhu 110 oC, selanjunya digerus dan dicetak menjadi pellet. Pellet borosilikat disintering dengan variasi suhu 900 oC, 1000 oC, dan 1100 oC. Karakterisasi gugus fungsi dilakukan menggunakan Spectroscopy FTIR dalam rentang bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1. Hasil analisis menunjukkan pembentukan gugus B-O-Si dari gugus B-O-B boron oksida dan gugus Si-O-Si silika sekam padi sangat dipengaruhi oleh kenaikan suhu sintering. Semakin tinggi suhu sintering maka probabilitas terbentuknya gugus B-O-Si dari gugus B-O-B dan gugus Si-O-Si semakin besar. Berdasarkan hasil analisis spektrum FTIR dapat disimpulkan bahwa pembentukan gugus B-O-Si keramik borosilikat berbasis silika sekam padi optimal pada rentang suhu sintering 1000 – 1100 oC.
Keywords: Silika sol, sekam padi, B2O3 sol, sol-gel, sintering, B-O-Si. PENDAHULUAN Sekam padi merupakan limbah produsi pertanian yang jumlahnya sangat melimpah di Indonesia. Data yang diperoleh Badan Statistik Pusat (2009) tercatat bahwa pada tahun 2008 produksi limbah sekam dari penggilingan padi mencapai 9,82 – 16,87 juta ton (Nugraha dan Setiawati, 2006). Badan Pusat Statistik memprediksikan bahwa pada tahun-tahun mendatang Indonesia akan mengalami peningkatan produksi padi. Peningkatan produksi padi secara otomatis akan memicu peningkatan produksi sekam. Tingginya produksi limbah sekam padi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mengelolahnya secara optimal agar tidak menjadi penyebab timbulnya masalah lingkungan. Dari beberapa penelitian (Houston, 1972; Hara, 1986; dan Shofiatun, 2000) yang telah dilakukan terukap bahwa sekam padi mengandung silika dengan kadar yang tinggi yaitu berkisar 94 – 96 % dari berat abu sekam (Siriluk dan Yuttapong, 2005; dan Houston, 1972). Silika sekam padi bersifat amorf (Harsono, 2002), memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap bahan kimia (Daifullah, 2003), serta memiliki butiran yang halus dan lebih reaktif dibandingkan dengan silika yang diperoleh dari kuarsa. Silika sekam padi juga memiliki keunggulan dibanding silika mineral, yaitu dengan pengontrolan suhu sintering maka karakteristik silika sekam padi dapat dikendalikan yang meliputi jenis kekristalan, porosistas, ukuran partikel, luas permukaan spesifik, homogenitas, dan kestabilan termal (Shinohara dan Kohyama, 2004; Nurhayati, 2006; Ebdiyanti, 2007; dan Karo Karo dkk, 2007). Keunggulan karakteristik silika sekam padi yang terungkap dari penelitian-penelitian sebelumnya (Daifullah, 2003; Shinohara dan Kohyama, 2004; Nurhayati, 2006; Ebdiyanti, 2007; dan Karo Karo dkk, 2007) merupakan pendorong pembuatan keramik borosilikat berbasis silika sekam padi menggunakan metode sol-gel. Keramik borosilikat merupakan bahan dengan karakteristik yang unggul. Bahan tersebut memiliki daya tahan yang tinggi terhadap bahan kimia seperti asam dan FMIPA UNILA, 16 – 17 November 2009
219
Prosi Prosiding siding SN SMAP 09 larutan alkali, daya tahan hidrolik yang tinggi, dapat mentransmisikan cahaya tampak (visible light), memiliki titik lebur yang tinggi, serta memiliki koefisien ekspansi yang rendah (www.bibby-sterilin.com, 2009). Metode sol-gel sering digunakan dalam pembuatan material karena memiliki berbagai keunggulan yaitu dengan metode ini proses pembuatan sampel dapat dilakukan pada suhu rendah (Kurama dan Kurama, 2006) serta hasil yang diperoleh memiliki tingkat kemurnian dan homogenitas yang tinggi (Brinker dan Sherer, 1990). Keunggulan karakteristik silika sekam padi dan kesederhanaan metode untuk mendapatkannya serta ketersediaan sekam padi yang melimpah merupakan pendorong gagasan untuk memanfaatkan silika sekam padi sebagai bahan dasar pembuatan keramik borosilikat bersama dengan B2O3 sol yang diperoleh dari hidrolisis boraks (Na2B4O7.10H2O). Gagasan tersebut juga didukung dengan adanya fakta bahwa silika sekam padi dalam bentuk sol yang diperoleh dengan metode alkalis dapat dengan mudah direaksikan dengan bahan lain dengan metode sol-gel (Kurama dan Kurama, 2006). Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, secara garis besar penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh suhu sintering terhadap pembentukan gugus B-O-Si pada keramik borosilikat berbasis silika sekam padi.
METODE PENELITIAN Preparasi Silika Sol. Preparasi silika sol dilakukan dengan cara mencampurkan 50 gram sekam padi kering dan bebas dari pengotor kedalam 500 ml larutan KOH 5 % kemudian dipanaskan selama 30 menit dengan menggunakan kompor. Filtrat (silika sol) dipisahkan dari sekam padi dengan menggunakan penyaring kemudian didiamkan dalam wadah tertutup selama 24 jam. Preparasi B2O3 Sol. Preparasi B2O3 sol dengan cara menghidrolisis boraks (Na2B4O7.10H2O) menggunakan larutan H2SO4 5 %. Hidrolisis boraks dilakukan dengan mencampurkan 100 gram boraks ke dalam larutan H2SO4 5 % dalam labu kimia hingga volume terukur pada skala menunnjukkan nilai 500 ml. Campuran tersebut selanjutnya dikocok hingga berbentuk larutan boraks, dan kemudian diaduk dengan magnetic strirer selama 8 jam agar terbentuk B2O3 sol yang homogen. Sintesis Keramik Borosilikat. Pembuatan borosilikat dalam penelitian ini menggunakan teknik sol-gel dengan perbandingan massa SiO2 dan massa B2O3 yaitu 4 : 1. Proses pembuatan keramik borosilikat yaitu dengan mencampurkan 166,67 ml silika sol dan 27,62 ml B2O3 sol secara perlahan-lahan, dan kemudian diaduk menggunakan magnetic strirer selama satu jam sambil ditambahkan larutan HCl 10 % secara perlahan hingga terbentuk borosilikat gel. Borosilikat gel didiamkan selama 24 agar terjadi proses penjenuhan (aging). Borosilikat gel selanjutnya dikeringkan menggunakan furnace hingga kering lalu digerus menggunakan mortar dan pastel hingga halus. Borosilikat yang sudah digerus selanjutnya dibuat pellet sebanyak 4 buah dengan bobot per sampel 1 gram. Tiga buah pellet borosilikat selanjutnya disintering pada suhu masing-masing 900 oC, 1000 oC, dan 1100 oC dengan waktu penahanan 180 menit dan heating rate 3 oC/menit. Karakterisasi Gugus Fungsi. Karakterisasi gugus fungsi bahan borosilikat menggunakan FTIR Spectroscopy dilakukan di Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
HASIL DAN PEMBAHAN Hasil analisis FTIR Spectroscopy sampel borosilikat berbasis silika sekam padi tanpa sintering dan dengan perlakuan sintering dengan rentang bilangan gelombang 4000 – 400 cm-1 disajikan pada Gambar 1 (a), (b), (c), dan (d), yang mengindikasikan kehadiran gugus silika atau gugus fungsi pembentuk borosilikat.
220
Kelompok Fisika
Prosiding Prosiding SN SMAP 09
Transmisi (%)
.
Pada spektrum FTIR sampel borosilikat tanpa sintering (Gambar 1 (a)) terdapat beberapa pita serapan utama yang sangat signifikan yang terletak pada bilangan gelombang 3442,70 cm-1, 1095,63 cm-1, dan 471,67 cm-1. Pita serapan tersebut berkaitan dengan vibrasi gugus fungsi yang terdapat pada bahan silika sekam padi (Ebtadiandi, 2007 dan Pandiangan dkk, 2008). Puncak bilangan gelombang 3442,70 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan logam Si yang membentuk Si-OH (silanol). Melalui standar penyerapan inframerah diketahui gugus Si-OH bervibrasi pada rentang bilangan gelombang 3750 – 3311 cm-1 (Silverstain dkk, 1986 dan Thuadaij, 2008). Munculnya vibrasi gugus Si–OH pada sampel borosilikat tanpa perlakuan sintering mengindikasikan terjadinya penyerapan molekul air pada permukaan silika. Hal tersebut diperkuat dengan munculnya puncak bilangan gelombang 1618,98 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus hidroksil (–OH) dari molekul air (Liu dkk, 2001; Sutrisno dkk, 2005; dan Khabuanchlad, 2008). 300 280 260 B-O-BB-O-Si 240 Si-O Si-O-Si 220 200 B-O-B B-O-Si 180 Si-O Si-O-Si 160 140 120 B-O-BB-O-Si B-O 100 Si-O Si-O-Si 80 60 B-O-B B-O B-O-OH B-O 40 20 Si-O Si-O-Si 0 400
800
1200
1600
d C=O
c C=O
b C=O
a
C=O Si-OH
2000
2400
2800
3200
3600
4000
Bilangan Gelombang (1/cm)
Gambar 1. Spketrum FTIR sampel borosilikat berbasis silika sekam padi (a) tanpa perlakuan sintering, (b) sintering 900 oC, (c) sintering 1000 oC, dan (d) sintering 1100 oC Puncak pada bilangan gelombang 1095,63 cm-1 merupakan puncak khas yang dimiliki oleh vibrasi gugus Si-O-Si dari silika (Daifullah dkk, 2003; Adam dkk, 2006, Ebtadianti, 2007; Javed dkk, 2008; dan Pandiangan 2008). Adanya gugus Si-O-Si dalam sampel borosilikat tanpa perlakuan sintering ini diperkuat dengan puncak bilangan gelombang 471,67 cm-1 yang menunjukkan ikatan Si-O (Lin dkk, 2001; Adam dkk, 2006; dan Khabuancalad dkk, 2008). Terdapatnya gugus Si-OH, Si-O-Si, dan Si-O dengan intensitas vibrasi yang signifikan dalam spektrum FTIR mengindikasikan bahwa di dalam sampel borosilikat tanpa perlakuan sintering terdapat bahan silika yang belum berikatan dengan bahan lain dengan kadar yang dominan.Disamping terdapat beberapa pita serapan utama seperti yang dijelaskan sebelumnya, pada spektrum FTIR sampel borosilikat tanpa sintering juga terdapat pita serapan dengan intensitas vibrasi yang cukup kecil yang diprediksi berkaitan dengan vibrasi gugus fungsi pada bahan boron oksida. Pita serapan tersebut terdapat pada bilangan gelombang 1516,05 cm-1, 2361,09 cm-1, 968,16 cm-1, 803,07 cm-1, dan 619,15 cm-1 (Gambar 1 (a)). Puncak pada bilangan gelombang 1516,05 cm-1 menunjukkan vibrasi ikatan B-O dari unit BO3 trigonal (Nakamoto, 1986; Peak dkk, 2003; Siqueira dkk, 2007; dan Kundu dkk, 2008). Puncak pada bilangan gelombang 968,16 cm-1 dan 803,07 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus B-O dari unit BO4 tetragonal bahan boron oksida, sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa gugus B-O tetragonal bervibrasi pada rentang bilangan gelombang 700-1200 cm-1 (Peak dkk, 2003 dan Sillim, 2003). Puncak bilangan gelombang 619,15 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus B-O-B (Sillim 2003 dan Kundu dkk, 2008). Sedangkan puncak bilangan gelombang 2361,09 cm-1 merupakan vibrasi zat pengotor dari gugus C=O (carbon dioksida) (Storozheva dkk, 2006).
FMIPA UNILA, 16 – 17 November 2009
221
Prosi Prosiding siding SN SMAP 09 Munculnya vibrasi gugus Si-O-Si dan B-O-B dalam spektrum FTIR sampel borosilikat tanpa sintering serta diperkuat dengan munculnya vibrasi gugus Si-OH, Si-O, B-O trigonal, dan B-O tetragonal mengindikasikan kemungkinan terjadinya ikatan B-O-Si (borosiloksan) setelah dilakuan proses sintering terhadap sampel borosilikat tanpa sintering yang menandakan telah terjadinya ikatan antara silika dan boron oksida membentuk borosilikat. Perlakuan sintering 900 oC menyebabkan terjadinya penguatan yang signifikan intensitas vibrasi gugus B-O-B pada bilangan gelombang 619,84 cm-1 (Sillim 2003 dan Kundu dkk, 2008) dibandingkan dengan sampel tanpa perlakuan sintering (Gambar 1 (b)). Penguatan intensitas vibrasi yang terjadi pada gugus B-O-B ternyata diikuti dengan melemahnya intensitas vibrasi gugus Si-OH, Si-O-Si, dan Si-O yang diyakini disebabkan oleh peristiwa pengupan molekul air dalam sampel serta kemungkinan terjadinya reaksi antara silika dengan boron oksida. Peristiwa penguatan intensitas vibrasi gugus B-O-B dan melemahnya intansitas vibrasi gugus Si-OH, Si-O-Si, dan Si-O yang terjadi pada spektrum FTIR sampel borosilikat sintering 900 oC ternyata menyebabkan deformasi puncak bilangan gelombang 803,07 cm-1 ke bilangan gelombang 788,08 cm-1. Puncak bilangan gelombang 788,08 merupakan vibrasi gugus B-O-Si (borosiloksan). Sesuai dengan penelitian sebelumnya diketahui bahwa gugus B-O-Si bervibrasi disekitar bilangan gelombang 771 cm-1 (Azzoz, 2008). Munculnya vibrasi gugus B-O-Si pada sampel borosilikat sintering 900 oC mengindikasikan bahwa perlakuan sintering telah menyebabkan terjadinya ikatan antara gugus Si-O-Si silika sekam padi dan gugus B-O-B boron oksida membentuk ikatan B-O-Si (borosiloksan). Fakta yang mendukung telah terbentuk ikatan borosiloksan pada sampel sintering 900 oC yaitu melemahnya intensitas vibrasi dan semakin melebarnya daerah serapan gugus Si-O-Si yang diakibatkan oleh pengaruh ikatan B-O dari unit BO4 tetragonal. Tampak dalam spektrum FTIR borosilikat sintering 900 oC (Gambar 1 (b)) puncak bilangan gelombang 1195,63 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus B-O dari unit BO4 tertragonal (Silim, 2003 dan Siquera dkk, 2007) berhimpit dengan puncak bilangan gelombang 1105,10 cm-1 yang merupakan vibrasi gugus Si-O-Si (Silverstain dkk, 1986; Daifullah dkk, 2003; Ebtadianti, 2007; Javed dkk, 2008; dan Pandiangan 2008). Kenaikan suhu sintering menyebabkan terjadinya perubahan pada spektrum FTIR sampel borosilikat sintering 1000 oC jika dibandingkan dengan sampel tanpa perlakuan sintering maupun sampel sintering 900 oC (Gambar 1 (c)). Perubahan cukup signifikan yang terjadi yaitu melemahnya pita serapan gugus B-O-B (618,35 cm-1) dan gugus Si-O (473,85 cm-1) yang sebelumnya tampak dominan pada sampel borosilikat sintering 900 oC. Perubahan juga terjadi pada melemahnya vibrasi gugus B-O yang semula ditemukan bervibrasi 1195,63 cm-1 pada sampel yang sintering 900 oC. Perubahan yang terjadi pada spektrum FTIR sampel borosilikat sintering 1000 oC mengindikasikan bahwa dengan perlakuan sintering pada suhu 1000 oC bahan gugus Si-O-Si silika sekam padi dan B-O-B boron oksida yang belum berikatan pada perlakuan sintering 900 oC menjadi berikatan. Perlakuan sintering dengan 1100 oC terhadap sampel borosilikat tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada grafik spektrum FTIR jika dibandingkan dengan sampel borosilikat sintering 1000 oC. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pembentukan gugus B-O-Si dari gugus Si-O-Si silika sekam padi telah habis bereaksi dengan gugus B-O-B boron oksida optimal pada rentang suhu suhu sintering 1000 – 1100 oC. Secara lebih terperinci hasil indentifikasi gugus fungsi untuk semua sampel borosilikat dapat dilihat pada Tabel 1.
222
Kelompok Fisika
Prosiding Prosiding SN SMAP 09 Tabel 1. Puncak spektrum gugus fungsi borosilikat berbasis silika sekam padi pada suhu sintering berbeda Tanpa
Sintering
Sintering
Sintering
sintering
900 oC 1105,10 cm-1 471,86 cm-1 2360,58 cm-1 1192,00 cm-1 619,84 cm-1 788,08 cm-1
1000 oC 1104,55 cm-1 473,85 cm-1 2361,78 cm-1 618,35 cm-1 785,37 cm-1
1100 oC 1103,53 cm-1 475,79 cm-1 2362,79 cm-1 618,94 cm-1 786,23 cm-1
3442,70 cm-1 1095,63 cm-1 471,67 cm-1 1624,06 cm-1 2361,09 cm-1 1516,05 cm-1 968,15 cm-1 803,07 cm-1 619,15 cm-1 -
Gugus Fungsi Si-OH Si-O-Si Si-O -OH C=O B-O B-O B-O B-O B-O-B B-O-Si
Berdasarkan Tabel 1 juga diketahui bahwa ikatan B-O-Si dapat terbentuk akibat perlakuan
sintering. Hal tersebut dapat diidentifikasi melalui grafik spektrum FTIR bahwa semakin tinggi suhu sintering maka vibrasi gugus B-O-Si semakin dominan.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari serangkaian percobaan yang dilakukan pada penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa komponen gugus fungsi pembentukan borosilikat berbasis silika sekam padi terdiri atas gugus Si-OH, Si-O-Si, B-O-B, dan B-O. Gugus Si-O-B (borosiloksan) terbentuk akibat pengaruh suhu sintering, semakin tinggi suhu sintering probabilitas pembentukan ikatan Si-O-B semakin besar. Hasil karakterisasi menggambarkan ikatan Si-O-B sangat signifikan terjadi pada suhu sintering 1000 – 1100 oC. Untuk mendapatkan hasil yang lebih rinci disarankan dilakukan karakterisasi dengan menggunakan XRD, DTA dan SEM untuk mendapatkan mengetahui struktur, sifat termal, dan mikrostruktur.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. Pyrex Borosilicate. http://www.bibby-sterilin.com/pyrex-borosilicate.pdf. Diakses : 21 Mei 2009. Adam, F., Kandasamy, K., dan Batakrismanan, S., 2006, Iron Incorporate Heterogeneous Chatalyst From Rice Husk Ash, Journal of Colloid and Interface Science. 304: 137-143. Azzoz, M.A., Aiad, T.H.M.A., ElBatal, F.H., dan Eltabii, G., 2008, Charactization of Bioactifity in Transition Metal Doped-Borosilicate Glasses by Infraread Reflection and Dielecric Studies, Indian Journal of Pure and Applied Physics, Vol. 46, pp 880-888. Badan Pusat Statistik, 2009 Brinker, C.J. dan Scherer, G.W., 1990, Sol-Gel Science : The Physic and Chemistry of Sol-Gel Processing, Academic press, USA, p 108. Daifullah, A.M.M., Girgis, B.S., dan Gad, H.M.H., 2003, Utilization of Agro Residues (Rice Husk) in Small Waste Water treatment Plans, Material Letters 57, 1723-1731. Ebtadianti, L.L.,2007, Karakterisasi Tingkat Kristalinitas Silika sekam Padi,Skripsi, Universitas Lampung. Hara, 1986, Utilization of Agrowastes for Building Materials, International Research and Development Cooperation Division, AIST, MITI, Japan. Houston, D.F., 1972, Rice Chemistry and Technology, American Association of Cereal Chemist. Inc, FMIPA UNILA, 16 – 17 November 2009
223
Prosi Prosiding siding SN SMAP 09 Minnesota. Javed, S.H., Naveed, S., Feroze, N,. Zafar, M., dam Deary, M., 2008, Quality Improvement of Amorphous Silica by Using KmnO4, Journal of Quality and Technology Management, Vol IV, issue II. Karo Karo, P dan Sembiring, S, 2007, “Karakterisasi Silika Sekam Padi Sebagai Bahan Keramik Dengan teknik Sintering”, Laporan Penelitian DIPA,Universitas Lampung Khabuanchalad, S., Khemthong, P., Prayoonpokarach, S., dan Wittayakun, J., 2008, Transformation of Zeolite NaY Synthesized From Rice Husk Silica to NaP During Hidrotermal Synthesis, Suranare J.Sci. Thecnol, 15(3): 225-231. Kundu, V., Dhiman, R.L., Maan, A.S., dan Goyal, D.R., 2008, Structuran and Physical Properties Fe2O3-B2O3-V2O5 Glasses, Advances In Condenced Matter Physics, Vol. 2008. Kurama, S. dan Kurama, H., 2006, “The Reaction Kinetics of Rice Husk Based Cordierite Ceramic”, Ceramic International, 1-4. Lin, M.H. dan Wang, M.C., 1995, Crystallitation Behaviour of β-Spodumene in the Calcination of Magnesiem-alumina-silicate Gels, Mater.Sci. 30(10) 2716-2721. Liu, F., Guo, X.F., dan Yang, G.C., 2001, Crystallization of Gels In The SiO2-ZrO2-B2O3 System, Journal of Material Science, 36 : 579-585. Nakamoto, K., 1986, Infraread and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compounds. Wiley. Nugraha, S. dan Setiawati, J., 2006, Peluang Bisnis Arang Sekam, Balai Penelitian Pascapanen Pertanian, Jakarta. Nurhayati, 2006. Studi Pendahuluan Karakterisasi Silika Sekam Padi Sebagai Alternatif Pembuatan Keramik. Skripsi. FMIPA Fisika Universitas Lampung. Pandiangan, K.D., Suka, I.G., Rilyanti, M., Widiarto, S., Anggraini, D., Arief, S., dan Jamrun, N., 2008. Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam Padi yang Diperoleh dengan Teknik Sol-Gel, Jurnal Sanins dan Teknologi, Universitas Lampung. Peak, D., Luther, G., dan Sparrks., D., 2003, ATR-FTIR Spectroscopic Studies of Boric Acid Adsoption on Hydrous Ferric Oxide, Geochimica et Cosmochimica Acta, Vol. 67, No. 14. pp. 2551-2560. Shofiantun, S., 2000, “Optimasi Sintesa Serbuk Keramik dari bahan Baku Silika Amorf”, Skripsi-FMIPA Universaitas Brawijaya, Malang. Shinohara, Y. dan Kohyama, N., 2004, Quantitieve Analysis of Tridymite ang Cristabolite Critalized in Rice Husk Ask by Heating, Idustrial Helth. 42, 277-285. Silverstain, M., Robert, Bassler Clayton, G., Morril, C., dan Terence. 1998. Penyelidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta : Erlangga. Siqueira, R.L., Yoshida, I.V.P., Pardini, L.C., dan Schiavon, M.A., 2007, Poly(borosiloxanes) as Precursor for Carbon Fiber Ceramic Matrix Composites, Material Research, Vol. 10, No. 2, 147-151. Siriluk, C. dan Yuttapong, S., 2005, Structure of Mesoporous MCM-41 Prepared from Rice Husk Ash, Asian Symposium on Visualization, Chaingmai, Thailand. Storozheva, E.N., Sekushin, V.N. , dan Tsyganenko, A.A., 2006, FTIR Spectroscopy Evidence for The Basicity Induced by Adsorption, Методы и объекты химического анализа, т. 1, № 1, С. 79–83. Sutrisno, H., Arianingrum, R., dan Ariswan., 2005, Silikat dan Titanium Silikat Mesopori-Mesotruktur Berbasis Struktur heksagonal dan Kubik, Jurnal Matematika dan Sains, Vol. 10, No. 2, hal 69-74. Thuadaij, N. dan Nuntiya, A., 2008, Preparation of Nanosilica Powder from Rice Husk Ash by Presipitation Method,Chiang Mai J Sci, 35(1), 206-211.
224
Kelompok Fisika