PROSIDING
SEMINAR NASIONAl BIOTEKNOlOGI2006
Cibinong, 15-16 November 2006 Tema
"Capturing Opportunities through Biotechnology"
Editor Satya Nugroho
Adi Santoso
Asrul M Fuad
Dwi Sulistyaningsih
Endang T. Margawati
Ekayanti M. Kaiin
Puspita Lisdyanti
Wien Kusharyoto
Yopi
Pusat Penelitian Bioteknologi
. Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia
ISBN 978-979-97789-3-2
DAFTARSESIPOSTER Halaman Pertanian dan Pangan
P29. Aplikasi biopestisida mimba untuk pengendalian hama penyakit bawang merah di laban pasir (Ema Damayanti)
160
P30. Aplikasi pupuk kandang pada berbagai varietas pacli gogo (Yunita Barns)
166
P31 . Serangan hama pada tanaman yang diinokulasi Azosprillum (Dewi Rumbaina)
170
P32. Penggunaan irigasi tetes dan keberadaan hama penyakit pada budidaya cabai di kebun percobaan Natar Lampung (Nita Wardani)
174
P33. Pendekatan pengeJolaan penyakit virus kuning dengan sistem pola tanam di Sukau Lampung Bara (Nita Wardani)
179
P34. Pemanfaatan mikoriza dalam upaya penekanan serangan penyakit pada budidaya melon di laban pasir Pantai Selatan (Tri Martini)
184
P35. Potensi agens biokontrol Trichoderma sp untuk menekan penyakit tular tanab pada budidaya krisan di Dataran Medium Kabupaten Sleman (Tri
Martini)
184
P36. Uji pendahuluan beberapa jenis Rhizobacteria serta ekstrak Iipopolisakarida untuk mengendalikan nematode sista kuning (NSK) di rumah kaca (Titik K
Prana)
185
P37. Pemanfaatan tanaman krokot sebagai pengganti pupuk pada persemaian gaharu (Aquilaria malacensis Lamk.) asal Barabay, Kalimantan Selatan
(Dharmawati F. Djam'an)
186
P38. Keragaman tanaman semangka pada pengkajian penggunaan biofertilizer di lahan pasir kawasan pesisir Pantai Selatan Bantul (Reki Hendrata)
193
P39. Evaluasi pertumbuhan dan daya hasil beberapa kultivar harapan mangga di Natar-Lampung Selatan (Rr. Emawati)
194
P40. Karakteristik pala banda (Myristicafragrans Houtt) berdasarkan isozim dan DNA (Ilyas Marzuki)
199
P41. Keragaman produksi tanaman manggis di Jawa Barat (Liferdi)
200
P42. Keragaman genetik bibit sungkai (Peronema canescens jack) hasil kultur jaringan (Maria Imelda)
200
P43. Adaptasi beberapa varietas pisang di propinsi Lampung (Nina Mulyanti)
201
P44. Perbanyakan cepat gloxinia speciosa melalui kultur daun (Deritha Ellfy Rantau)
211
P45. Mikropropagasi tanaman hias Alocasia suhirmaniana (Diah Retno Wulandari)
216
vii
P46. Perkecambahan embryo zigotik mangga (SyarifHusen)
224
P47. Mikropropagasi tanaman terong belanda (Cyphomandra betace) (Andri Fadilah Martin)
230
P48. Upaya pembuatan perpustakaan padi mutan dengan transposon AciDs pembawa activation-tag (Satya Nugroho)
236
P49. Pengembangan protokol regenerasi tanaman pisang melalui embriogenesis somatik (Puspita Deswina)
243
PSO. Pengembangan teknologi pembuatan dekstrin pati ubi jalar secara enzimatik sebagai bahan substitusi pangan (Agus Triyono)
244
PSI. Pembuatan konsentrat kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) terfennentasi sebagai probiotik ingredient melalui membran osmosa batik (Agustin Susilowati)
251
PS2. Pengaruh konsentrasi garam, lama fennentasi dan penambahan L acidophilus terhadap kualitas sauverkraut kubis (Ali Asgar)
262
PS3. Pembuatan hidrolisa protein nabati (HVP) dari ekstrak kacang merah (Phaaseolus vulgaris L.) terfermentasi oleh Aspergillus sp-K3 melalui membran mikrofiltrasi sel berpengaduk (Aspiyanto)
267
PS4. Perolehan asam amino dari ekstrak kaeang hijau (Phaseolus radiatus L) terfennentasi oleh Rhizophus sp-C 1 melalui mikrofiltrasi sel berpengaduk (Aspiyanto)
281
P5S. Esteriftkasi asam lemak dari minyak ikan timbunan lemak abdomen ikan patin (Djumhawan R. Permana)
282
PS6. Kacang merah (Phaaseolus vulgaris L.) terfennentasi sebagai alternatif kaldu nabati menggunakan inokulum Aspergillus sp-K3 (Hakiki Melania)
288
PS7. Kajian penggunaan starter mikroba dalam fermentasi jerami padi sebagai sumber pakan pada petemakan rakyat di Sulawesi Tenggara (Jasmal A Syamsu)
298
PS8 . Deteksi keberadaan Oktratoksin A (OA) pada biji kopi petani Bengkulu dengan kolom imunoafinitas-HPLC (Alvi Yani)
301
P59. Aplikasi karbondioksida (C02) terhadap pertumbuhan dan sporulasi cendawan pasca panen A. Flavus in vitro (Alvi Yani)
308
P60. Studi mikroflora pada proses fermentasi nata de coco santan dan air kelapa (Naniek Nurhayati)
314
P61. Respon kultur mikroalga dalam fotoreaktor tegak berpenyekat terhadap variasi intensitas cahaya (Tjandra Chrismadha)
315
P62. Pengaruh keberadaan carpus luteum dan folikel dominan terhadap perkembangan embrio domba in vitro (Yulnawati)
320
viii
P45
Mikropropagasi tanaman bias Alocasio suhirmaniana
Dyah Retno Wulandari dan Tri Muji Ennayanti
Pusat Penelitian Bioteknologi-L1PI
ABSTRACT Aloeasia suhirmaniana (Araceae) is a new species of genus Aloeasia with beautiful leaves. This plant grows endemic in South-East Sulawesi. A. suhirmaniana colleced from Taman Wisata Alam Mangolo, Kolaka, South East Sulawesi has been grown at the Centre of Plant Conservation, Bogor Botanic Garden-LIPI. This plant is now difficult to be found in their original area and considers as endangered species. Therefore, conservation and multiplication for domestication is needed. The aim of the research was to establish a protocol for micropropagation from bud explant. Surface-sterilized was done by soaking the explants in 3% fungicide for 30 min, 70% ethanol for 5 min and 0.025% HgCI2 for 10 min. After that buds were planted in MS medium containing 2 mgll BAP and 0,5 mgll NAA for 2 months. Shoots were then used for multiplication. Shoot multiplication from single bud was done in MS solid and liquid media containing 0,1, 2 and 3 mg/I kinetin or BAP in combination with 0,5 mg/I NAA or without NAA. Rooting was done in MS solid medium with full or half strength of the macro elements with or without IBA. The results showed that MS liquid medium containing 2 mg/l BAP was the best for shoots multiplication. After 8 weeks a single bud had 7 mUltiple shoots with the total leaves of7. MS medium with half strength oftha macro elements containing 0,5 mgll IBA was the best for rooting. The survival mte of the planlets in the glasshouse was 100%. Keywords: Alocasio suhirmaniana, micropropagation, MS solid and liquid media, BAP, Kinetin, IBA ABSTRAK Alocasia suhirmaniana (famili Amceae) merupakan keladi Was spesies bam berdaun sangat indah. Tumbuhan ini tumbuh endemik di kawasan Sulawesi Tenggara. A. suhirmaniana yang berasal dari Taman Wisata Alam Mangolo, Kolaka, Sulawesi Tenggara telah dikoleksi oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Tumbuhan ini di alam mulai sulit ditemukan sehingga dikhawatirkan menjadi langka bahkan terancam punah. Dengan demikian konservasi dan upaya perbanyakan untuk domestikasi perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah melakukan perbanyakan melalui kultur jaringan (mikropropagasi) dan eksplan mata tunas untuk mendapatkan bibit tanaman secara cepat. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan merendarn rimpang yang mengandung mata tunas dalam larutan fungisida 3% selama 30 menit, etanol 70% selama 5 menit dan HgCIz 0,025% selama 10 men it. Mata tunas kemudian ditanam pada media MS yang mengandung 2 mg/I BAP dan 0,5 mg/I NAA selama 2 bulan. Tunas yang terbentuk dipergunakan sebagai bahan untuk perbanyakan. Multiplikasi tunas dari tunas tunggal dilakukan pada media MS padat maupun cair yang mengandung 0, 1,2 dan 3 kinetin atau BAP yang dikombinasikan dengan 0,5 mgll atau tanpa NAA. Perakaran dilakukan pada media MS padat dengan dengan unsur hara makro penuh atau setengahnya dengan atau tanpa penambahan rnA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media MS cair yang mengandung 2 mg/I BAP merupakan media terbaik untuk multiplikasi tunas. Pada media ini jumlah tunas majemuk mencapai 7 tunas per eksplan dengan 7 daun per tunas setelah 8 minggu. Media MS yang mengandung 0,5 mg/I IBA terbaik untuk pemkaran. Aklimatisasi menunjukkan bahwa semua tanaman tumbuh di rumah kaca Kata kunei: Aloeasia suhirmaniana, m ikropropagas~ media MS padat dan cair, BAP, Kinetin, rnA
PENDAHULUAN A/ocasia suhirmaniana dari famili Araceae (Gambar I) merupakan keladi hias spesies baru yang daunnya indah, tumbuh endemik di Sulawesi Tenggara (Yuzammi & Hay, 1998). A. suhirmaniana telah dikoleksi dari Taman Wisata Alam (TWA) Mangolo Kabupaten Kolaka dan ditanam di Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya Bogor-LIPI. Pennasalahan yang ada pada TWA Mangolo berupa perambahan kawasan untuk kebun (coklat) serta pencurian kayu dan rotan (Departemen Kehutanan, 1999) menjadikan A. suhirmaniana menjadi langka dan mendekati nilai terancam punah (Yuzarruni & Hidayat, 2002).
216 Seminar Nasional Bioteknologi 2006
Gambar 1. Alocasia suhirmaniana. Potensi ekonomi yang tinggi sebagai tanaman hias dan pentingnya konservasi A. suhirmaniana menyebabkan proses domestikasi menjadi hal yang mendesak untuk diJakukan. Proses domestikasi dari alam secara konvensional sampai dapat dibudidayakan tanaman ini masih sulit dilakukan dengan tingkat keberhasilan yang rendah. Melalui program Kompetitiftahun 2004 di Kebun Raya Bogor, telah dicoba dilakukan perbanyakan rimpang, tetapi belum mencapai hasil yang memuaskan, maka perlu metode perbanyakan yang non konvensional yaitu dengan kultur jaringan. Teknik kultur jaringan untuk memperbanyak jenis-jenis Alocasia secara komersial telah berhasil dilakukan (Hay, 1998). Keladi hias Alocasia micholitziana juga telah diperbanyak dengan metode kultur kalus menggunakan penambahan BAP pada media dasar (MS) (Nguyen et al., 2003). Selain BAP, sitokinin yang umum dipakai untuk multiplikasi tunas adalah Kinetin, serta kombinasi sitokinin dengan auksin NAA. Media dasar yang banyak dipakai adalah MS (Murashige & Skoog, 1962) baik padat maupun yang cairo Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbanyakan A. suhirmaniana dengan cepat dan dalam jumlah banyak (efisien) melalui kultur jaringan dari eksplan mata tunas. BAHAN DAN METODA
Induksi tunas in vitro Eksplan berupa rimpang bennata tunas dengan diameter sekitar 2 cm, dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan air mengalir selama 30 menit. kemudian disterilisasi dengan merendamnya dalam fungisida 3% (b/v) selama 30 men it. etanol 70% (v/v) selama 5 menit, HgCIz 0,025% (b/v) selama to menit, secara berurutan. Pada setiap pergantian larutan, eksplan dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Untuk memperoleh stok kultur (tunas), eksplan dikulturkan pada media MS padat yang mengandung 2 mg/I BAP dan 0,5 mg/I NAA selama 8 minggu (Gambar 2). Kultur diinkubasi dalam ruang kultur bersuhu 25-27"C dan pencahayaan lampu TL selama 16 jam per hari. Untuk kultur cair, botol kultur ditempatkan di atas shaker dengan kecepatan pengocokan 80 rpm.
Gambar 2. Kultur stok tunas A. suhirmaniana berumur 8 minggu pada media MS padat yang mengandung 2 mg/I BAP dan 0,5 mg/I NAA.
217 Seminar Nasional Bioteknologi 2006
Multiplikasi Tunas Tunas yang terpilih sebagai eksplan ditanam pada 14 jenis media perlakuan pad at dan eair (Tabel I) masing-masing perlakuan mempunyai 6 ulangan. Penelitian menggunakan raneangan acak lengkap dengan 1 faktor. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tunas dan jumlah daun hijau setiap minggu sampai 8 minggu. Data yang diperoleh dianaIisis dengan Analisis Sidik Ragam untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan. Model tinier yang digunakan adalah (Mattjik & Sumertajaya, 2000). t T a bell Med'l a per lakuan padadan can yang menggumakan kom b'masl. BAP, Kinetin dan NAA. Zat Pengatur Tumbuh (mg/l) No. Kode Media Perlakuan Kinetin BAP NAA I 0 0 0 MSO 0 2 I IB 0 3 2 0 2B 0 0 4 3 0 3B 5 I 0 IBN 0.5 6 2 0 0.5 2BN 7 3 3BN 0 0.5 I 0 8 0 IK 9 0 2 0 2K 10 0 3 0 3K 11 0 I IKN 0.5 12 0 2 0.5 2KN 0 3KN 13 3 0.5 14 0 0 0.5 O.5N
Perakaran Setelah multiplikasi tunas, dipilih eksplan yang berupa tunas tanpa akar dari 14 media perlakuan multiplikasi secara acak, untuk ditumbuhkan pada media perakaran. Empat maeam media perakaran yang digunakan adalah media MS dengan konsentrasi unsur hara makro setengahnya atau penuh, tanpa IBA atau dengan penambahan I mg/I rnA. Setiap perlakuan mempunyai 10 kali ulangan. Pengamatan jumlah akar yang terbentuk dilakukan setiap minggu. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan I faktor, dengan modellinier (Mattjik & Sumertajaya, 2000).
Aklimatisasi Planlet hasil perlakuan 4 jenis media perakaran dan 2 perlakuan tambahan yaitu pengurangan waktu pemeliharan di ruang kultur menjadi 5 dan 4 minggu diamati kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan luar dengan akJimatisasi pada media kompos dan tanah steril (1:1) sampai berumur 6 minggu pada pot berdiameter 8 em di rumah kaca. Pada tahap ini diamati jumlah plan let yang hidup sampai akhir pengamatan.
BASIL DAN PEMBAHASAN Optimalisasi Media uBtuk Multiplikasi TUBas Secara umum, tunas samping mulai terbentuk pada minggu ke-3 dan mulai stabil pertambahannya pada minggu ke-8, baik pada kultur padat maupun cairo Pertambahan jumlah tunas pada media kontrol, baik pada media padat maupun cair, cenderung statis karena media MSO merupakan media dasar tanpa penambahan zat pengatur tumbuh yang dibutuhkan untuk menginduksi tunas, dan penambahan 0.5 mgll NAA tidak mendorong induksi tunas.
218 Seminar Nasional Bioteknologi 2006
Laju pertambahan jumlah tunas pada media cair lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan tunas pada media padat, terlihat dari jumlah tunas majemuk yang terbentuk pada minggu ke-8 (Gambar 3). Rata-rata jumlah tunas pada 14 media padat berkisar 1-4 tunas, dan pada 14 media cair berkisar 2-7 tunas pada umur 8 minggu setelah tanam.
8.00
I
7.00
•
I
I
BAP
I
KINETIN
6.00
c 5.00
.a &. til
E
opadat
4.00
r
;r
3.00
.= ... 2.00
1.00 0.00
.cair
;t
;r
r
MOO
L
[ L
ie 13
29
39
13N
29N
39N
t<
2K
3K
t
2KN
3KN
ci
D.liN
media periakuan Gambar 3. Rataanjumlah tunas yang dihasilkan 14 media perlakuan multiplikasi pada umur 8 minggu setelah tanam (bar menunjukkan galat baku). Menurut George & Sherrington (1984), laju pembentukan tunas selama proses multiplikasi dapat dipengaruhi oleh bentuk fisik media yaitu cair atau padat. Kultur cair pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh penyerapan nutrisi yang lebih efisien karena semakin banyak pennukaan eksplan yang kontak dengan media cair, dan metabolit beracun yang umumnya terakumulasi di sekitar jaringan disebarkan lebih merata keseluruh media oleh cairan. Dan berdasarkan jenis sitokinin yang dipergunakan, SAP mampu menginduksi pembentukan tunas yang lebih banyak dibanding Kinetin, SAP mampu mencapai 7 tunas dan Kinetin hanya mencapai 4 tunas. HasH analisis ragam data pengamatan pada minggu 3-8 dengan peubah jumlah tunas menunjukkan bahwa sumber keragaman 14 media perlakuan multiplikasi padat dan cair berpengaruh nyata pada tarafuji 5 %. Rataan jumlah tunas tertinggi pada media padat adalah 3,67 tunas yaitu pada media 2BN (MS yang mengandung 2 mg/I BAP dan 0,5 mgll NAA) sedangkan pada media cair rataan jumlah tunas tertinggi adalah 6,67 tunas yaitu pada media 2B (MS yang mengandung 2mg/1 SAP). Gambar 4 menunjukkan kultur A. suhirmaniana pada media 2 mgfl SAP cairo
Gambar 4. Kultur tunas A. suhirmaniana pada media 2 mgll SAP cair setelah 10 minggu. 219 Seminar Nasional Bioteknologi 200e
Penggunaan BAP dengan konsentrasi 1,13 mg/I menghasilkan jumlah tunas tertinggi pada multiplikasi Colocasia esculenta selama 12 minggu yaitu mencapai 7 kali Iipat jumlah tunas awal, setara dengan penggunaan TDZ (Chand et al., J 999). BAP juga mampu menginduksi pembentukan tunas dari kalus A. micholitziana sebanyak 7,8 ± 2,2 tunas per eksplan. BAP yang ditambahkan pada media MS adalah 0,5 ~M sedangkan Kinetin lebih digunakan untuk menginduksi kalus dari eksplan tangkai daun (Nguyen et al., 2003).
Optimalisasi Media untuk Peningkatan Jumlah DalUn Secara umum, baik pada kultur padat maupun cair, daun mulai bertambah pada minggu ke-3 dan stabil pertambahannya pada minggu ke-8. Kecenderungan pertambahan jumlah daun pada minggu ke-3 sampai minggu ke-8 pada 14 media padat dan cair pada umumnya harnpir sarna dengan kecenderungan pertambahan tunas, kecuali pada media yang mengandung kombinasi Kinetin dan NAA. baik padat maupun cair pertambahan jumlah daun cenderung meningkat tajarn. Media MSO yang digunakan sebagai kontrol baik padst maupun cair, pertambahan daunnya cenderung statis, tetapi media 0,5 mgll NAA cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa media padat yang menggabungkan Kinetin dan NAA mampu menginduksi daun lebih cepat tetapi tidak pada tunas. Rataan jumlah daun minggu ke-8 pada 14 perlakuan dapat dilihat pada Gambar 5. Media padat dan cair menghasilkan rata-rata jumlah daun yang berbeda pada minggu ke-8. Rata-rata jumlah daun pada 14 media padat berkisar 2-6 helai daun dan pada 14 media cair berkisar 2-12 helai daun pada umur 8 minggu setelah tanam. Dan berdasarkan jenis sitokinin yang dipakai yaitu BAP dan Kinetin, terlihat bahwa kedua jenis sitokinin memiliki kemarnpuan menginduksi daun yang hampir sarna yaitu BAP mampu mencapai J2 helai daun dan Kinetin mencapai 1 J helai daun pada umur 8 minggu setelah tanam. 12,00
I
10,00
c:
~
I
RAP
I
KINI=TIN
I
8,00
III
I[J pa~at
"CI ~
III
E
~
6,00
T'
;r;
4,00
iI:
2,00
f
0,00 MSO 1B
2B
3B
~
r
.calr or
I
1BN 2BN 3BN 1K
2K
3K 1KN 2KN 3KN 0.5N
media perlakuan
Gambar 5. Rataanjumlah daun yang dihasilkan 14 media perlakuan multiplikasi pada umur 8 minggu setelah tanam (bar menunjukkan galat baku). Hasil analisis ragarn data pengamatan pada minggu 3-6 dengan peubah jumlah daun menunjukkan bahwa sumber keragarnan 14 media perlakuan multlplikasi padat dan cair berpengaruh nyata pada tarafuji 5% tetapi berpengaruh tidak nyata terhadapjumlah daun pada minggu ke-7 dan 8 media multiplikasi padat. Hal ini menunjukkan bahwa pada kultur in vitro Alocasia sp. BAP lebih menginduksi pembentukan tunas dan daun jika dibandingkan dengan Kinetin. Gambar 5 juga menunjukkan bahwa pada media cair, jumlah daun yang dihasilkan semakin kecil jika konsentrasi BAP semakin tinggi karena bersaing dengan pembentukan tunas yang semakin tinggi jumlahnya.
220 Seminar Nasional Bioteknologi 2006
Perakaran Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pertambahan jumlah akar 3-8 minggu setelah tanam pada media perakaran MS dan 0.5 MS tanpa IBA cenderung tidak meningkat, media perakaran dengan penambahan I mg/I rnA sedikit meningkat., sedangkan pada media 0,5 MS yang mengandung 1 mg/I IBA meningkat tajam. Kecenderungan pertambahan daun 3-8 minggu setelah tanam pada media perakaran meningkat tajam dan semakin jelas pada rataan jumlah akar minggu ke-8 setelah tanam (Gambar 6).
i
•
j
E .:!.
100
90
80 ·
70 60 50 ~
30
~.
0 0.5 MS(8)
MSO (B)
1 IlA (8)
0.5 MS lIBA (8)
Gambar 6. Rataan jumlah akar yang dihasilkan 4 media perakaran pada umur 8 minggu setelah tanam (bar menunjukkan galat baku). Keempat jenis media perakaran menghasilkan rata-rata jumlah akar yang berbeda pada minggu ke-8 (Gambar 6). Rata-ratajumlah akar berkisar antara 20-90 akar pada umur kultur 8 minggu pengamatan. Hasil analisis ragam data pengamatan minggu 3-8 dengan peubah jumlah akar menunjukkan bahwa sumber keragaman 4 media perakaran berpengaruh nyata pada taraf uji 5%. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa media 0,5 MS yang mengandung Imgll rnA mempunyai rataan akar tertinggi yaitu 86,70 akar sedangkan 0,5 MS dan MS mempunyai rataan yang tidak berbeda nyata, dan media yang mengandung 1 mgll rnA menghasilkan 34,50 akar. Morfologi akar pada media 0,5 MS yang mengandung 1mg/I rnA dapat dilihat pada Gambar 7. Setengah konsentrasi hara makro umum digunakan untuk menginduksi perakaran. Menurut George & Sherrington (1984), penggunaan setengah konsentrasi hara makro adalah untuk mengurangi total konsentrasi ion pada media. Penggunaan auksin untuk menginduksi akar yang sebelumnya terhambat tumbuh karena penambahan sitokinin pada media multiplikasi. Dari percobaan ini dapat dilihat bahwa penggabungan perlakuan konsentrasi hara makro dan penambahan auksin berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan akar. Pada kultur in vitro A. micholitziana dipergunakan media MSO sebagai media perakaran selama 4 minggu dan kemudian planlet siap diaklimatisasi ( Nguyen et al., 2003).
221 Seminar Nasional Bioteknologi 2008
Gambar 7. Akar yang terbentuk pada media perakaran 0,5 MS yang mengandung 1 mgll rnA pada umur 8 minggu. AkJimatisasi Planlet yang sudah dipersiapkan perakarannya dengan media perakaran selama 4-8 minggu. siap untuk proses aklimatisasi dan hasilnya 100% planlet mampu bertahan hidup pada media dan lingkungan akIimatisasi sampai akhir pengamatan ( 6 minggu). Gambar 8 menunjukkan planlet yang diaklimatisasi di rumah kaca.
Gambar 8. Aklimatisasi planIet A. suhirmaniana di rumah kaca. KESIMPULAN Media multiplikasi tunas majemuk dan daun yang memberikan hasil paling efisien adalah media cair yang menambahkan 2 mg/I BAP pada media dasar MS. Untuk menghasilkan sistem perakaran yang baik pada tahap aklimatisasi maka media perakaran yang balk adaIah MS dengan unsur hara makro setengah yang mengandung I mg/I rnA dengan lama kultur 8 minggu. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih diucapkan kepada Ora. Yuzammi, MSc dan staf Kebun Raya Bogor atas informasi dan bahan tanaman untuk penelitian. Dr. Utut Widyastuti dari program studi Bioteknologi Pasca sarjana IPB, Bogor atas bimbingannya untuk meneliti lebih lanjut aspek keragaman A. suhirmaniana secara molekular. DAFTAR PUSTAKA Chand H, Pearson MN, Lovell PH. 1999. Rapid vegetative multiplication in Colocasia esculenla (L) Schott (taro). Plant Cell. Tissue and Organ Culture 55: 223-226. Departemen Kehutanan. 1999. Injormasi Kawasan Konservasi Propinsi Sulawesi Tenggara. Proyek Pengembangan Kawasan Konservasi Propinsi Sulawesi Tenggara TA.I998/1999. Kendari. George EF & Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Ltd. England. Hay A. 1998. The genus Alocasia (Araceae-Colocasieae) in West Malesia and Sulawesi. Gardens' Bulletin Singapore 50: 221-334. Mattjik AA & Sumertajaya M. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. lnstitut Pertanian Bogor. Bogor. Murashige T & Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue cultures. Physiol. Planl15: 473-497. Nguyen TPT, Yukio 0, Hiroshi O. 2003. Callus induction and planlet regeneration in ornamental Alocasia micholitziana. Plant Cell. Tissue and Organ Culture 73: 285-289.
222 Seminar Nasional Bioteknologi 2006
Yuzammi & Hay A. 1998. Alocasia suhirmaniana (Araceae-Colocasieae)-a spectacular new aroid from Sulawesi, Indonesia. Telopea 7(4): 303-306. Yuzammi & Hidayat S. 2002. Flora Sulawesi: Unik, Endemik dan Langka. Pusat Konservasi Tumbuhan KRB-LlPI bekerja sarna dengan Yayasan Sosial Chevron & Texaco Indonesia.
223 Seminar Nasional Bioteknologi 2006