i
PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh DEWI AMBARSARI NIM. E1106064
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi) PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh : DEWI AMBARSARI NIM. E1106064
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, April 2010 Dosen Pembimbing,
PIUS TRIWAHYUDI, S.H.,Msi NIP. 195602121985031004
ii
iii
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh DEWI AMBARSARI NIM. E1106064 Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
: Kamis
Tanggal
: 22 April 2010
DEWAN PENGUJI 1. Lego Karjoko, S.H M.H Ketua
: ...............................................
2. Purwono Sungkowo Raharjo,S.H Sekretaris
:...............................................
3. Pius Triwahyudi, S.H., Msi Anggota
: ............................................... Mengetahui Dekan
( Muhammad Yamin, S.H., M.Hum) NIP. 196109301986011001 iii
iv
PERNYATAAN
Nama Nim
: Dewi Ambarsari : E1106064
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum ( skripsi ) berjudul : PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum ( skripsi ) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum ( skripsi ) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum ( skripsi ) ini.
Surakarta,
Maret 2010
Yang membuat pernyataan
Dewi Ambarsari E1106064
iv
v
ABSTRAK Dewi Ambarsari E1106064. PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang apakah proses dalam penyusunan upah minimum bagi pekerja di Kabupen Sukoharjo sudah sesuai dengan perundang – undangan dan juga Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ), hal – hal atau mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan upah minimum yang berkeadilan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan cyber media. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dan konfirmasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Teknik analisis data yang digunakan yaitu silogisme deduksi dan interprestasi. Upah merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi pekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupannya. Untuk itu pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan tugasnya untuk proses penyusunan upah minimum diharapkan dapat menyusun dan memberikan usulan atau pendapat dalam hal menentukan nilai upah haruslah memperhatikan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo dan melakukan mekanisme penyusunan upah harus sesuai dengan perundang – undangan yang beralaku sehingga dapat terciptanya upah yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo. Kesimpulan dari penelitian ini adalah upah merupakan hal yang sangat penting dalam dunia pekerjaan. Lembaga Tripartite yang terdiri dari unsur pekerja, pengusaha dan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo berperan dalam melakukan penyusunan upah minimum melalui mekanisme dalam survei Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) yang dilakukan didaerah tersebut. Dalam melakukan penyusunan dan memberikan usulan tersebut sudah sesuai dengan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak. Dengan adanya kesesuaian terhadap Undang – Undang dan Kebutuhan Hidup Layak maka sudah terciptanya upah yang berkeadilan bagi pekerja di Kabupaten Sukoharjo. Kata Kunci : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, Upah Minimum, Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )
v
vi
ABSTRACT Dewi Ambarsari E1106064. THE FAIR MINIMUM WAGE ESTABLISHMENT PROCESS IN REGENCY SUKOHARJO. Law Faculty Sebelas Maret University. This research aims to find out whether or not the process of establishing the fair minimum wage for the labors in Regency Sukoharjo has been consistent with the legislation and with the Reasonable Living Needs (KHL), the mechanism the Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo undertakes in establishing the fair minimum wage. This study belongs to a normative law research that is descriptive in nature. The type of data employed was secondary data. The data source employed includes the primary, secondary and tertiary materials. Techniques of collecting data employed were literary study and cyber media. Then the data was consulted and confirmed with the Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo. Techniques of analyzing data used were deduction syllogism and interpretation. Wage is a very important thing for the labors to meet their life needs. For that reason, the implementation of planning, establishing and overseeing functions the Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo does in undertaking its task of establishing the minimum wage is expected to be able to arrange and propose opinion in determining the wage that takes into account the Reasonable Living Need (KHL) in Regency Sukoharjo and in undertaking the mechanism of wage establishment should be consistent with the legislation prevailing so that the fair minimum wage will be achieved in Regency Sukoharjo. The conclusion of research is that wage is a very important thing in the employment field. Tripartite Institution consisting of labors, employers elements and facilitated by the Labor and Transmigration Office (Regency Sukoharjo) contribute to the establishment of minimum wage through the mechanism in the survey of reasonable living needs (KHL) conducted in that area. In establishing and giving the conclusion, it has been consistent with the Act No.13 of 2003 (/f. about the Labors and Ministerial Regulation of Labor and Transmigration Number PER-17/MEN/VIII/2005 about the Component and Implementation of Reasonable Living Stage. With the compatibility to the Legislation and Reasonable living needs, the fair minimum wage has been established for the labors in Regency Sukoharjo. Keywords: Labor and Transmigration Office of Regency Sukoharjo, Minimum Wage, Reasonable Living Needs (KHL)
vi
vii
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang berjudul
“PROSES
PENYUSUNAN
UPAH
MINIMUM
YANG
BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO” Penulisan hukum ini membahas tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo. Penulisan Hukum ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari sepenuhnya tanpa bimbingan, petunjuk, bantuan, maupun saran – saran dari berbagai pihak penulis tidak akan mudah menyelesaikan penulisan hukum ini. Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan hukum ini maka penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Syamsul Hadi, SP.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberi kesempatan menuntut ilmu di Universitas ini. 2. Bapak Muhammad Yamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 3. Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.M. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu dan memberikan ilmu untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunya skripsi ini. 5. Bapak Drs. Sugiyanto, MM selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang telah memberi informasi dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. 6. Ibu Indah Kartikasari selaku Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Perselisihan Ketenagakerjaan yang telah memberi informasi dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. vii
viii
7. Bapak Ibu dosen dan PPH Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan pada penulis selama masa perkuliahan. 8. Ayah Yohanes Sutino dan Ibu Murdiningsih tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, semangat dan memberikan segalanya yang penulis butuhkan. 9. Kakanda Adhi Nugroho, SH dan Krisnawati Handayani, SH yang telah memberikan semangat kepada penulis. 10. Keponakanku tersayang Yeheskiel Bintang Adi Putra yang selalu memberikan keceriaan bagi penulis. 11. Seseorang yang telah mengajari arti cinta dan arti hidup senang dan sedih bagi penulis. 12. Sahabat-sahabat karib di FH UNS antara lain Puput, Susi, Nindya, Ira, Dewi Pertiwi, Eka, Indri, Putri, Ika, Winda, Zheny, Galuh, Dian Ndutz, Dian Pertiwi, Tyaz, Ucuphz, Nazrul, Adi, Pak Api, Yanuar (Pak Ndutz), Adit, Raynaldi....atas persaudaraan dan persahabatan yang sangat berkesan dan menyenangkan terlebih atas dorongan semangat bagi penulis untuk selalu kuat dalam menjalani hidup ini. 13. Seluruh teman-teman angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan hukum ini. Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
viii
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………
iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………...........................
iv
ABSTRAK……………………………………………………….................
v
ABSTRACT.....................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR………………………………………………………
vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...........................................................
1
B. Perumusan Masalah…….…………………………………….
6
C. Tujuan Penelitian……………………………………………..
6
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….
7
E. Metode Penelitian……………………………………………..
8
F. Sistematika Penulisan Hukum………………………………..
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ……………………………………………….
15
1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan..........................
15
2. Tinjauan Umum tentang Pengawasan Ketenagakerjaan….
16
3. Tinjauan Umum Tentang Upah ……………………….....
17
4. Tinjauan Umum Tentang Upah Minimum.........................
22
5. Tinjauan Umum Tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.......................................................................
26
6. Tinjauan Umum Tentang Keadilan ....................................
28
B. Kerangka Pemikiran ………………………………………….
34
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo.………………………………….. ………………. . ix
36
x
B. Struktur Organisansi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo................................................................. 39 C. Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo................................................................................ D.
54
Pendapat dari lembaga tripartite Kabupaten Sukoharjo mengenai Upah Minimum yang berkeadilan sudah sesuai dengan Perundang – undangan dan ketentuan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )...........................................
65
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………… 69 B. Saran……………………………………………………………... 70 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 71 LAMPIRAN
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Lampiran II Lampiran III
Lampiran IV
Surat Ijin Penelitian Bagan Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup layak. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor : 561.4/106/2009 tentang Upah Minimum pada 35 ( Tiga Puluh Lima ) Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa tengah Tahun 2010.
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang besar dan Indonesia juga merupakan salah satu Negara berkembang. Dimana dalam proses perkembangan tersebut banyak pembangunan yang dilakukan disegala bidang. Pembangunan disegala bidang dilakukan secara terarah, terencana dan terpadu berdasar Pancasila dan UUD 1945 khususnya di bidang ekonomi, pemerintah memberikan kesempatan yang luas bagi perkembangan perindustrian. Masuknya dan berkembangnya perindustrian tersebut dapat membantu pemerintah khususnya adanya pemasukkan bagi Negara serta mengurangi
angka pengangguran.
Dalam dunia ketenagakerjaan terdapat pekerja atau sering disebut buruh dan pengusaha. Keduanya mempunyai atau mengadakan suatu hubungan kerja, yang pada dasarnya merupakan hubungan yang mengatur atau memuat hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha dengan takaran hak dan kewajiban masing – masing seimbang. Menurut Pasal 1 UU No. 13 Tahun 2003, yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan dan perintah. Secara umum, pengertian upah yaitu suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian atau peraturan perundang – undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan tenaga kerja, termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya. Dengan terjadinya perjanjian kerja maka menimbulkan hubungan kerja antara buruh dengan majikan/pengusaha yang berisi hak – hak dan kewajiban – kewajiban bagi masing–masing pihak. Hak dari pihak yang satu merupakan kewajiban bagi pihak lainnya, demikian juga sebaliknya kewajiban pihak yang satu merupakan hak bagi pihak lainnya. Adapun kewajiban yang utama bagi
1
2
majikan / pengusaha adalah membayar upah. (F.X Djumialdji. 2001:39). Kondisi ketenagakerjaan di Indonesia yang sejak dulu selalu labour surplus membuat pemerintah harus menempuh kebijakan upah minimum. Kebijakan upah minimum tersebut dimaksudkan sebagai jaring pengaman sosial (social safety net) untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja. Pada pertama kali upah minimum ditetapkan secara normatif tahun 1985, standar kebutuhan hidup pekerja yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan penetapan upah minimum adalah Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) yang sekarang berganti nama dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Standar KFM digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum sampai tahun 1995. Seiring dengan perkembangan pola konsumsi masyarakat, maka pada tahun 1995 standar KFM menjadi KHM (Kebutuhan Hidup Minimum) sekarang disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). One complicating factor is possible monopsony in the labor market, whereby the individual employer has some market power in determining wages paid. Thus it is at least theoretically possible that the minimum wage may boost employment. Though single employer market power is unlikely to exist in most labor markets in the sense of the traditional 'company town,' asymmetric information, imperfect mobility, and the 'personal' element of the labor transaction give some degree of wagesetting power to most firms. ( William M. Boal and Michael R. Ransom, "Monopsony in the Labor Market", Journal of Economic Literature, V.35, March, pgs.86-112 ) diakses pada tanggal 5 April 2010. Permasalahan upah yang timbul hampir sama di setiap negara, akan tetapi cara penanggulangan dan pengaturannya berbeda antar negara. Pekerja, pengusaha, pemerintah pada umumnya mempunyai kepentingan yang sama atas sistem dan kebijakan pengupahan. Pekerja dan keluarganya sangat tergantung pada upah yang diterima untuk dapat memenuhi kebutuhan
3
sandang, pangan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Oleh sebab itu para pekerja/buruh dan serikat pekerja atau serikat buruh selalu mengharapkan upah yang lebih besar untuk meningkatkan taraf hidupnya. Di lain pihak, para pengusaha dan pemberi kerja melihat upah sebagai bagian dari biaya yang harus dikeluarkan, sehingga pengusaha akan meningkatkan upah secara hatihati dan akurat. Pemerintah menetapkan kebijakan upah tidak hanya bertujuan untuk menjamin standar kehidupan yang layak bagi pekerja serta meningkatkan produktivitas dan daya beli, akan tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja, serta menahan laju inflasi. Perdebatan tersebut sebenarnya juga didasari oleh pemahaman yang tidak terlalu sama mengenai konsepsi tentang upah baik dikalangan buruh maupun pengusaha. Kalangan asosiasi pengusaha sebagai pihak pemberi upah memang siap dengan konsep upah yang memadukan antara konpensasi terhadap kerja yang dilakukan oleh buruh dalam suatu hubungan kerja dan usaha untuk memberikan kesejahteraan bagi buruh ( Hendarmin. Jurnal Analisis Sosial. 2002 ) diakses pada tanggal 5 April 2010. Di beberapa negara, upah ditetapkan melalui hasil perundingan antara pengusaha dan pekerja yang bersangkutan dan berlaku secara individual. Di beberapa negara lainnya, upah ditetapkan melalui perundingan bersama di tingkat perusahaan dan diberlakukan untuk seluruh pekerja di perusahaan tersebut. Di negara-negara berkembang dimana perundingan bersama untuk menetapkan sistem pengupahan belum seperti yang diharapkan. Sebagai contoh di Indonesia, kondisi pasar kerja yang timpang sebagai akibat penawaran tenaga kerja (supply labour) jauh melebihi jumlah lapangan kerja produktif yang tersedia (demand labour) tidak hanya menyebabkan tingginya angka pengangguran dan setengah pengangguran, akan tetapi juga menyebabkan relatif tingginya jumlah tenaga kerja yang bekerja pada usahausaha ekonomi informal (sektor marginal). Hal ini menyebabkan lemahnya posisi pekerja dalam hubungan kerja terutama dalam perundingan upah dan
4
syarat-syarat kerja lainnya. Dalam rangka perlindungan tenaga kerja dan menjaga kelangsungan usaha, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan, diantaranya kebijakan upah minimum. Dalam hubungan ketenagakerjaan banyak pihak – pihak yang terkait didalamnya antara lain Dinas Tenaga kerja, Serikat Buruh, Pengusaha, Buruh atau tenaga kerja. Dalam hal hubungan kerja pihak – pihak yang terkait melaksanakan tugas dan fungsinya masing – masing. Tiap – tiap pihak tersebut saling memberikan pendapat dalam penentuan upah yang ada di daerah – daerahnya. Dalam keadaan sekarang ini banyak terjadi masalah – masalah yang menyangkut pekerja/buruh dan demo juga pemberontakan pekerja/buruh terhadap pengusaha atau atasannya. Hal tersebut menunjukkkan tidak harmonisnya hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Hal – hal tersebut terjadi bisa karena pembayaran upah yang tidak sesuai dengan patokan upah minimum daerah setempat atau juga pembayaran upah yang terlambat. Dari hal – hal tersebut maka perlu adanya proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan yang dilandaskan dengan keadaan sekitar masyarakat didaerah yang bersangkutan. Pengupahan termasuk salah satu aspek penting dalam perlindungan pekerja/buruh. Hal ini secara tegas diamanatkan pada Pasal 88 ayat ( 1 ) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yag memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maka penyusunan upah minimum harus berkeadilan dan maksud dari penghidupan yang layak, dimana pendapatan pekerja atau buruh dari hasil pekerjaannya mampu untuk mememuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua dan tabungan. “...no self-respecting economist would claim that increases in the minimum wage increase employment. Such a claim, if seriously advanced, becomes equivalent to a denial that there is even minimum scientific content in economics, and that, in consequence, economists can do nothing
5
but write as advocates for ideological interests. Fortunately, only a handful of economists are willing to throw over the teaching of two centuries; we have not yet become a bevy of camp-following whores” ( James M. Buchanan "Minimum wage addendum". Wall Street Journal: pp. A20. 1996-04-25 ) diakses pada tanggal 5 April 2010. Dengan berpegang teguh dalam Undang – undang Dasar 1945 pasal 27 ayat ( 2 ) telah menentukan landasan hukum sebagai berikut : “ tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”. Dengan demikian maka upah yang harus diterima oleh buruh atau para tenaga kerja kita atas jasa – jasa yang dijualnya haruslah berupa upah yang wajar. Dalam pasal 3 Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menegaskan
bahwa
pembangunan
ketenagakerjaan
diselenggarakan atas asas keterpaduan melaui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah melaui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di daerah melakukan pengawasan dan juga melakukan proses penyusunan upah minimum yang mendasarkan pada beberapa hal dan juga syarat – syarat yang harus diperhatikan pada saat proses penyusunan upah minimum tersebut. Proses penyusunan upah yang baik dan berkeadilan akan membuat kesejahteraan pekerja atau buruh terlaksana dengan baik dan akan membuat hubungan pekerja/buruh dan pengusaha menjadi harmonis dan berjalan secara lancar. Dalam menentukan upah minimum yang melibatkan beberapa pihak, maka masih ada juga permasalahan yang muncul yaitu antara para pihak apakah sudah setuju semua tentang besarnya upah minimum yang ditetapkan. Dewasa ini masalah mengenai upah sangatlah kompleks yang biasa terjadi karena tidak adanya keadilan dalam perundingan – perundingan yang dilakukan sehingga hasil dari perundingan tersebut terkadang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lain. Maka dari itu dalam proses penyusunan upah harus mencakup dan melihat semua pihak bukan hanya salah satu pihak saja.
6
Dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu pihak yang terlibat maka salah satu tugasnya melakukan proses penyusunan upah minimum Kabupaten ( UMK ) bagi pekerja di Kabupaten Sukoharjo. Bertitik tolak dari hal tersebut, penulis tertarik
untuk
membuat
penulisan
hukum
yang
berjudul
“PROSES PENYUSUNAN UPAH MINIMUM YANG BERKEADILAN DI KABUPATEN SUKOHARJO.”
B. Rumusan Masalah Setiap penelitian ilmiah yang akan dilakukan selalu berangkat dari masalah. Rumusan masalah dimaksudkan untuk penegasan masalah – masalah yang akan diteliti sehingga memudahkan dalam pekerjaan serta pencapaian sasaran. Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Cara ini dapat memberikan gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman terhadap permasalahan serta mencapai tujuan yang dikehendaki. ( Sugiyono, 2004 : 25 ) Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan tersebut dengan menitikberatkan pada perumusan masalah berikut ini : 1. Apa mekanisme yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam proses
penyusunan upah
minimum yang berkeadilan di Kabupaten di Sukoharjo sudah sesuai dengan per undang – undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak? 2. Apakah pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah saja sudah sesuai dengan per undang – undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak dan apa kendala – kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan upah minimum tersebut?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dalam suatu penelitian diperlukan untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Berdasarkan permasalahan yang
7
telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten di Sukoharjo b. Untuk mengetahui apakah pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah minimum sudah sesuai dengan ketentuan hidup layak bagi para pekerja dan apa kendala – kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan upah minimum. 2. Tujuan Subyektif a. Menambah pengetahuan penulis mengenai proses penusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo dan juga menerapkan ilmu dan teori – teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri khususnya dan masyarakat pada umunya. b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain : 1. Manfaat teoritis a. Memberikan sumbangan pikiran dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literature dan bahan – bahan informasi ilmiah dalam proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo.
8
2. Manfaat Praktis a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan keemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak – pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian Dalam meneliti suatu masalah atau mencari data mengenai suatu masalah, diperlukan metode penelitian yang baik dan teratur. Metode penelitian yang bersifat ilmiah yaitu metode penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti. Metodologi adalah pengetahuan tentang berbagai cara kerja yang disesuaikan dengan objek studi yang bersangkutan. Dengan kata lain metodologi itu menjelaskan tata cara dan langkah yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan penelitian (koentjaraningrat 1981:61). Metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secara runtut dan bai dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan maupun guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada metode, sistematis dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa.
Adapun
metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penulisan hukum kepustakaan. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian dan kajian bahan-bahan pustaka. Bahanbahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu
9
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13-14). Dalam peneletian ini, penulis menggunakan penelitian hukum normative yang bersifat preskriptif, yaitu maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).
2. Pendekatan Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan ( statute approach ). Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang – undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Untuk itu penelitian harus melihat hukum sebagai system tertutup yang mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : a. Comprehensive artinya norma – norma hukum yang ada didalamnya terkait antara satu dengan yang lain secara logis. b. All – inclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup mampu menampung permasalahan hukum yang ada kekurangan hukum. c. Systematic bahwa disamping bertautan antara satu dengan yang lain, norma – norma hukum tersebut juga tersusun secara hierarkis. ( Haryono, op.cit., hlm 3 ) ( Johnny Ibrahim. 2006 : 302 - 303 )
3. Sifat Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis bersifat preskriptif. Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Disini
10
adalah memberikan saran bagaimana seharusnya penyusunan upah minimum yang berkeadilan.
4. Jenis Data Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan penulis yang merupakan penelitian normatif, maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui study kepustakaan. Data sekunder didapat dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui study kepustakaan yang terdiri dari dokumen-dokumen, bukubuku literatur, laporan hasil penelitian, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
5. Sumber Data Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, yaitu tempat dimana dimana diperoleh data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi : a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13). Yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981, SKB 4 Menteri, Peraturan Mennakertrans Nomor 17 Tahun 2005. b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13). Yang digunakan dalam penelitian hukum ini antara lain buku-buku terkait, karya ilmiah, makalah, artikel dan lain sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Dalam
11
bahan hukum sekunder ini meneliti misalnya dokumen – dokumen, notulensi, naskah – naskah mengenai Upah Minimum Kabupaten. c. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder primer (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13). Bahan hukum tersier seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Kamus Politik, dan Ensiklopedi.
6. Teknik Pengumpulan Data Suatu penelitian pasti membutuhkan data yang lengkap, dalam hal ini dimaksudkan agar data yang terkumpul benar – benar memiliki nilai validita dan reabilitas yang cukup tinggi. Didalam penelitian lazimnya dikenal paling sedikit tiga jenis teknik pengumpulan data yaitu : studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.( Soerjono Soekanto, 2006 : 21 ). Dalam penulisan hukum ini menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka, wawancara dan diklarifikasi dengan Ibu Indah Kartikasari selaku Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Perselisihan Ketenagakerjaan dan juga dicari dalam cyber media. . 7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam sebuah penelitian hukum normatif, pengelolaan data hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1986: 251-252). Dalam penelitian hukum ini permasalahan hukum dianalis dengan metode silogisme dan interpretasi. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik
12
kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umumterhadap permasalahan yang bersifat umum yang dihadapi. Metode interprestasi atau menurut Soedikno Mertokusumo merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan penjelasan gambling tentang teks Undang – Undang, agar ruang lingkup kaidah dalam undang – undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu. Tujuan akhir penjelasan dan penafsiran aturan tersebut untuk merealisasikan fungsi agar hukum positif itu berlaku. ( Johnny Ibrahim. 2006 : 219 ). Interpretasi yang digunakan adalah interpretasi gramatikal yang mempunyai arti merumuskan suatu aturan perundang – undangan atau suatu perjanjian seharusnya menggunakan bahasa yang bisa dipahami oleh masyarakat yang menjadi pengaturan hukum tersebut, atau para pihak yang terkait dengan pembuatan suatu teks perjanjian. Oleh karena itu penafsiran undang – undang pada dasarnya merupakan penjelasan dari segi bahasa yang digunakan, maka menjadi jelas bahwa pembuatan suatu aturan hukum harus terikat pada bahasa. Dalam hal ini interpretasi gramatikal merupakan upaya yang tepat untuk mencoba memahami suatu teks aturan perundang – undangan ataupun suatu teks perjanjian, tentu saja pemahaman tersebut berdasarkan bahasa dan susunan kata – kata yang digunakan. ( Johnny Ibrahim.2006 : 220 ).
F. Sistematika Skripsi Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari bab – bab yang tiap – tiap bab terdiri dari sub – sub bagian yang mempunyai hubungan satu sama lain yang tidak dapat terpisahkan. Dan dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini terdiri dari 4 ( empat ) bab, yaitu :
13
BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis menjelaskan dan mengambarkan mengenai
latar belakang masalah dari hal yang mendorong penulis untuk mengambil pokok masalah tersebut. Latar belakang ini yang mendororong penulis untuk mengadakan penelitian. Pada bab ini berisikan mengenai perumusan masalah yang diangkat untuk diteliti, tujuan penelitian yang merupakan tujuan penulis dalam melakukan penelitian dan dalam menulis skripsi ini, manfaat penelitian merupakan suatu hal yang bermanfaat yang diambil dari hasil penelitian ini, metode penelitian ( metode penelitian terdiri dari jenis penelitian, pendekatan, sifat penelitian, jenis data, sumber data, teknik analisi data dan juga sistematika penulisan hukum ).
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan mengenai kajian pustaka berkenaan
dengan judul dan masalah yang diteliti yang memberikan landasan atau kerangka teori. Teori – teori kepustakaan ini dapat membantu dan mendukung penulis dalam menjawab perumusan masalah yang sudah diangkat. Dalam bab ini terdiri dari : Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan, Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan, Tinjauan Umum tentang Upah, Tinjauan Umum Tentang Upah Minimum, Tinjauan Umum tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, Tinjauan Umum Tentang Keadilan dan juga mengenai kerangka pemikiran.
BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini berisi mengenai bagaimana peranan Dinas Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam hal mengenai penetapan upah minimum yang berkeadilan. Dan juga berisi mengenai laporan hasil penelitian yang diperoleh yang disertai dengan pembahasan yang dikaitkan dengan permasalahan, kerangka teori, kerangka pemikiran, dengan teknik analis data yang telah ditentukan dalam metode penelitian Dalam bab ini berisi hasi penelitian dan pembahasannya, yang merupakan bagian pokok dari
14
keseluruhan penulisan skripsi yang membahas menguraikan dan menganalisa rumusan permasalahan penelitian. Disini akan dibahas mengenai apakah mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam proses
penyusunan upah minimum yang berkeadilan di
Kabupaten di Sukoharjo sudah sesuai dengan per undang - undangan dan mengenai pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah saja sudah sesuai dengan per undang – undangan ketentuan kebutuhan hidup layak dan apa kendala – kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan upah minimum tersebut .
BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini terbagi menjadi dua bagian yaitu simpulan dan saran
yang ditujukan kepada pihak – pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Ketenagakerjaan Menurut Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. hubungan kerja pasti ada pihak – pihak, yaitu : Pengusaha adalah a. Orang
perseorangan,
persekutuan,
atau
badan
hukum
yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b.
Orang perseorang, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dalam berjalannya hubungan kerja maka muncul berbagai hal yang menyangkut mengenai pekerja dan pengusaha adanya hak dan kewajiban yang muncul diantara keduanya. Salah satu yang paling penting yaitu mengenai upah. Dalam hubungan kerja muncul beberapa unsure, antara lain : 1)
Adanya serangkaian peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis.
2)
Peraturan tersebut mengenai suatu kejadikan.
3)
Adanya orang( buruh/pekerja ) yang bekerja pada pihak lain ( majikan )
4)
Adanya upah
15
16
2. Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Pengawasan
ketenagakerjaan
dilakukan
untuk
menjamin
terlaksananya Peraturan Ketenagakerjaan, maka perlu ada suatu system pengawasan guna mengawasi pelaksanaan perundang – undangan ketenagakerjaan. Tugas tersebut menjadi tanggungjawab Pemerintah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja untuk melaksanakannya. ( Darwan Prinst. 2000 ) Pengawasan pemburuhan adalah suatu institute yang sangat penting dalam penyelenggaraan Undang – Undang dan Peraturan – Peraturan Perburuhan. Penjelasan UU No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 ). Berdasar pada ketentuan Pasal 1 UU No. 23 tahun 1948 ditentukan sebagai berikut : 1) Pengawasan Perburuhan diadakan guna : a) Mengawasi berlakunya Undang – Undang dan Peraturan – Peraturan Perburuhan Khususnya; b) Mengumpulkan bahan – bahan keterangan tentang soal – soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas – luasnya guna membuat Undang – Undang dan Peraturan Perburuhan ; c) Menjalankan pekerjaan lain – lainnya yang diserahkan kepadanya dengan Undang – Undang atau peraturan atau peraturan lainnya. 2) Menteri yang diserahi urusan perburuhan mengadakan laporan tahunan tentang pekerjaan pengawasan perburuhan. Pengertian pengawasan ketenagakerjaan berdasar ketentuan pasal 1 ayat 32 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan menegakkan pelaksanaan peraturan perundang – undangan di bidang ketenagakerjaan. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan idependen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. ( pasal 176 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan )
17
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 huruf d Peraturan Menteri Tenaga
Kerja
No
:
Per.03/MEN/1984
tentang
Pengawasan
Ketenagakerjaan Terpadu adalah suatu system pengawasan pelaksanaan peraturan perundang – undangan yang merupakan rangkaian kegiatan : a) Penyusunan rencana; b) Pemeriksaan diperusahaan atau tempat kerja; c) Penindakan korektif baik secara preventif maupun secara represif; d) Pelaporan hasil pemeriksaan. Yang bertugas mengadakan pengawasan ketenagakerjaan adalah Menteri Tenaga Kerja atau Pegawai Dinas Tenaga Kerja yang ditunjuk olehnya. Hal – hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 178 dan pasal 179 Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Guna keperluan pengawasan ketenagakerjaan ini, maka pihak pengusaha maupun pihak tenaga kerja wajib memberikan keterangan sejelas – jelasnya, baik keterangan lisan maupun keterangan tertulis yang dipandang perlu guna memperoleh pendapat yang pasti tentang hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan pada umumnya diperusahaan ini pada waktu itu dan pada waktu lampau. Pegawai pengawas berhak menanyai pekerja dengan tidak dihadiri pihak ketiga, akan tetapi pihak pegawai pengawas dalam menjalankan tugasnya tersebut diwajibkan berhubungan dengan organisasi pekerja yang bersangkutan.
3. Tinjauan Umum Tentang Upah 1) Pengertian Upah Upah memegang peranan penting dan memberikan ciri khas suatu hubungan disebut hubungan kerja, bahwa dapat dikatakan upah merupakan tujuan utama dari seorang pekerja melakukan pekerjaan pada orang atau badan hukum lain. Karena itulah pemerintah turut serta dalam menangani masalah pengupahan ini melalui berbagai kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang – undangan.
18
Pengertian secara umum, upah adalah pembayaran yang diterima buruh selama melakukan pekerjaan atau dipandang melakukan pekerjaan. pengertian upah menurutbPasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan menurut suatu perjanjian atau peraturan perundang – undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan tenaga kerj, termasuk tunjangan baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarga. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 30 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Upah yaitu hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan
perundang
–
undangan,
termasuk
tunjangan
bagi
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Dari uraian diatas jelas upah diberikan dalam bentuk uang, namun secara normatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau peraturan perundangan, dengan batasan nilainya tidak boleh melebihi Dua Puluh Lima Persen dari nilai upah yang seharusnya diterima ( Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 ). ( Abdul Khakim. 2003: Hal. 75 ). Dalam menetapkan besar kecilnya upah, ada teori – teori yang perlu diperhatikan yaitu teori yang dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan upah, antara lain : a) Teori Upah Normal, oleh David Ricardo. Menurut teori ini, upah ditetapkan dengan berpedoman kepada biaya – biaya yang diperlukan untuk mengongkosi segala keperluan hidup buruh / tenaga kerja.
19
Dengan teori ini menegaskan kepada buruh, bahwa sejumlah uang yang diterimanya sebagai upah itu adalah sewajarnya demikian, karena memang demikian saja kemampuannya majikan. b) Teori Undang – Undang Upah Besi, oleh Lassale. Menurut teori ini upah normal di atas hanya memenangkan majikan saja, sebab kalau teori itu yang dianut mudah saja majikan itu akan mengatakan cuma itu kemampuanya tanpa berfikir bagaimana susahnya buruh itu. Oleh karena itu menurut teori ini, buruh harus berusaha menentangnya ( menentang teori upah normal itu ) agar ia dapat mencapai kesejahteraan hidup. c) Teori Dana Upah, oleh Stuart Mill Senior. Menurut teori dana upah buruh tidak perlu menentang seperti yang disarankan oleh teori Undang – undang Upah Besi karena upah yang diterimanya itu sebetulnya adalah bedasarkan kepada besar kecilnya jumlah dana yang ada pada masyarakat. Jika dana ini jumlahnya besar maka akan besar pula upah yang diterima buruh, sebaliknya kalau dana itu berurang maka jumlah upah yang akan diterima buruhpun akan berkurang pula. Menurut teori ini yang dipersoalkan sebetulnya bukanlah berapa besarnya upah yang diterima buruh, melainkan sampai seberapa jauhnya upah tersebut mampu mencukupi segala keperluan hidup buruh beserta keluarganya. Karenanya menurut teori ini dianjurkan, bahwa khusus untuk menunjang keperluan hidup buruh yang besar tanggungannya disediakan dana khusus oleh majikan/ negara yang disebut dana anak – anak. ( Asikin, Zainal / Wahab, Agusfiar H. 2002 : 69 ) 2) Komponen Upah Pemberian uang yang tidak dalam bentuk uang dibenarkan asal tidak melebihi 25% dari nilai upah yang seharusnya diterima. Imbalan / penghasilan yang diterima oleh buruh tidak selama disebut sebagai
20
upah, karena bisa jadi imbalan tersebut bukan termasuk dalam komponen upah. Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 07/MEN/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan pendapatan Non Upah disebutkan bahwa : a) Termasuk Komponen Upah adalah : (1) Upah Pokok; merupakan imbalan dasar yang dibayarkan kepada buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian; (2) Tunjangan tetap; suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk buruh dan keluarganya yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok seperti tunjangan anak, tunjangan kesehatan, tunjangan perumahan,
tunjangan
kemahalan.
Tunjangan
makan,
tunjangan transport dapat dimasukkan dalam tunjangan pokok asalkan tidak dikaitkan dengan kehadiran buruh, dengan kata lain
tunjangna
tersebut
diberikan
tanpa
mengindahkan
kehadiran buruh dan diberikan bersamaan dengan dibayarnya upah pokok; (3) Tunjangan tidak tetap; suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaita dengan buruh dan diberikan secara tidak tetap bagi buruh dan keluarganya serta dibayarkan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok b) tidak termasuk Komponen Upah : (1) Fasilitas; kenikmatan dalam bentuk nyata/natura karena hal – hal
yang
bersifat
khusus
atau
untuk
meningkatkan
kesejahteraan buruh, seperti fasilitas kendaraanantar jemput, pemberian makanan secara cuma – cuma, sarana ibadah, tempat penitipan bayi, koperasi, kantin dan sejenisnya; (2) Bonus; pembayaran yang diterima buruh dari hasil keuntungan perusahaan atau karena buruh berprestasi melebihi target produksi yang normal atau karena peningkatan produktivitas;
21
(3) Tunjangan Hari Raya, dan pembagian keuntungan lainnya. ( Lalu Husni.2000:109-110 ). 3) Pembayaran Upah Dalam pembayaran upah Ketentuan tersebut diatas merupakan pelaksanaan Konvensi ILO ( Organisasi Perburuhan Internasional ) Nomor 100 Tahun 1951 mengenai pengupahan laki – laki dan wanita untuk pekerjaan yan sama nilainya dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dengan Undang – Undang No. 80 Tahun 1957 ( LNRI Tahun 1957 Nomor
171 ).
Adapun isi pokok dari Konvensi ILO No 100 adalah sebagai berikut : a) Yang dimaksud istilah “pengupahan” meliputi upah atau gaji biasa, pokok atau minimum dan pendapatan – pendapatan tambahan apapun juga yang harus dibayar secara tunai atau dengan barang oleh – oleh majikan kepada buruh berhubung dengan barang oleh majikan kepada buruh berhubung dengan pekerjaan buruh. b) Istilah “pengupahan yang sama bagi buruh laki – laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya” dimaksu nilai pengupahan yang diadakan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. c) Pemerintah harus menjamin pelaksanaan pengupahan yang sama antara buruh laki – laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya. d) Pemerintah harus menjamin pelaksanaan pengupahan yang sama antara buruh laki – laki dan wanita dengan jalan : (1) Dimuat dalam peraturan perundangan nasional ( lihat PP No. 8 Tahun 1981 ) (2) Mendirikan badan penetapan upah. (3) Membuat perjanjian perburuhan atau dengan cara lain. Pada setiap pembayaran upah, seluruh jumlah harus dibayarkan. (F.X Djumialdji.2001: 44-45 )
22
4) Dasar Hukum Perlindungan Upah : a) Undang – Undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Internasional Labour Organization ( ILO ) nomor 100 mengenai Pengupahan Bagi Pekerja Laki – laki dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya. b) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( pasal 88 ayat 1 ) c) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah ( Pasal 1 huruf a ) d) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum jo. Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 tentang perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum. e) Surat Edaran Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor SE01/MEN/1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 atahun 1981. ( Abdul Khakim.2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Hal 81,82 )
4. Tinjauan Umum tentang Upah Minimum Upah Pokok Minimum Upah Pokok Minimum sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/MEN/1989 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01/MEN/1996 jo. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/1997 tentang Upah minimum disebutkan Upah Minimum adalah upah pokok sudah termasuk didalamnya tunjangan – tunjangan yang bersifat tetap. Beberapa jenis Upah Pokok Minimum adalah sebagai berikut : 1) Upah Minimum Sub Sektoral Regional
23
Adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sub sector tertentu dalam daerah tertentu; 2) Upah Minimum Sektoral Regional Adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan pada sector tertentu dalam daerah tertentu; 3) Upah Minimum Regional Adalah upah minimum yang berlaku untuk semua perusahaan dalam daerah tertentu. Upah Minimum Regional ( UMR ) di tiap – tiap daerah besarnya berbeda – beda. Besarnya UMR didasarkan pada indeksbutuhan pisik minimum, perluasan kesempatan kerja, upah pada umumnya yang berlaku secara regional, kelangsungan dan
perkembangan
perusahaan,
tingkat
perkembangan
perekonomian regional dan nasional Pengertian Upah Minimum, sesuai Pasal 1 ayat ( 1 ) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 yaitu upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Berdasarkan
Peraturan
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
KEP-
226/MEN/2000 jangkauan wilayah berlakunya upah minimum meliputi : a. Upah Minimum Provinsi ( UMP ) berlaku diseluruh kabupaten/kota dalam 1 ( satu ) wilayah propinsi; b. Upah Minimum Kabupaten / Kota ( UMK ) berlaku dalam 1 ( satu ) wilayah Kabupaten/ Kota. Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan ( Pasal 6 Per Menaker Nomor PER-01/MEN/1999 ), yaitu : a. Kebutuhan Hidup Minimum ( KHM ) b. Indeks Harga Konsumen ( IHK ) c. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan d. Upah pada umumnya yang berlaku didaerah tertentu dan antar daerah. e. Kondisi pasar kerja
24
f. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita. ( Abdul Khakim. Ibid. Hal. 75,76,77 ). Pertimbangan – pertimbangan tersebut menjadi titik ukur penetapan nilai rupiah upah minimum didaerah yang bersangkutan. Oleh karena itu upah minimum yang sudah sesuai dengan hal – hal tersebut akan membuat daerah tersebut berkembang dan ekonomi daerah semakin meningkat. Kesejahteraan pekerja/ buruh akan terpenuhi sehingga hubungan pengusaha dan pekerja berjalan selaras dan seimbang sesuai dengan hak dan kewajiban masing – masing. Pemerintah
memutuskan
penentuan
UMP
berdasarkan
rekomendasi dewan pengupahan daerah dengan memperhatikan kebutuhan hidup layak pekerja, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi daerah ( http://kontan.co.id/../penetapan_upah_minimum_kembali ke Undang undang ) . Penetapan Upah minimum harus sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) maksudnya Didalam menenetapkan upah minimum regional
( UMR ) maupun upah minimum provinsi harus disesuaikan
dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) dahulu disebut dengan Kebutuhan Hidup Minimum ( KHM ). Perkembangan teknologi dan sosial ekonomi yang cukup pesat menimbulkan pemikiran, kebutuhan hidup pekerja berdasarkan kondisi “minimum” perlu diubah menjadi kebutuhan hidup layak. Kebutuhan hidup layak dapat meningkatkann produktivitas kerja
dan
produktivitas
perusahaan
yang
pada
akhirnya
dapat
meningkatkan produktivitas nasional. Pengupahan termasuk sebagai salah satu aspek penting dalam perlindungan pekerja/buruh. Hal ini secara tegas terlihat pada pasal 88 ayat ( 1 ) Undang-undang nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kebutuhan Hidup Layak yang dimaksud dalam Permenakertrans No 17 Tahun 2005 itu adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seseorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, nonfisik maupun sosial untuk kebutuhan satu
25
bulan. Komponen Kebutuhan Hidup Layak adalah kebutuhan dasar yang meliputi pangan (makanan dan minuman) dengan nilai kalori 3.000 Kal per hari, papan (perumahan dan fasilitas termasuk biaya sewa kamar), sandang, pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan tabungan. Adapun regulasi tentang Kebutuhan Hidup Layak itu sendiri sudah dituangkan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Untuk memperjelas
pengertian
dari
Kebutuhan
Hidup
Layak
tersebut,
Depnakertrans juga telah menyususun pedoman survei dan pengolahan data Kebutuhan Hidup Layak yang hasilnya bisa dijadikan dasar pertimbangan dalam penetapan upah minimum sebuah daerah. Terbitnya Peraturan Mennakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL), secara otomatis mendongkrak upah minimum yang berlaku selama ini. Kendati diatur Permennakertrans, penentuan upah minimum ini masih melalui proses berliku dan panjang. Yang Pasalnya, pemerintah kabupaten maupun kota dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tak hanya mengacu pada KHL, tetapi juga ada komponen lain, seperti kemampuan perusahaan dan biaya hidup setempat. Pokok-pokok pikiran yang mendasari perumusan komponen KHL adalah sebagai berikut a)
Perlunya keseimbangan gizi antara karbohidrat dan protein
b)
Semakin banyaknya angkatan kerja wanita yang memasuki pasar kerja, sehingga perlu mengakomodir kebutuhan khusus pekerja wanita.
c)
Kondisi
masyarakat
Indonesia
yang
religius,
sehingga
perlu
mengakomodir kebutuhan perlengkapan ibadah yang juga memerlukan biaya.
26
d)
Perlunya menambahkan beberapa jenis kebutuhan yang secara riil digunakan oleh masyarakat pada semua lapisan. Upah minimum biasanya ditentukan oleh pemerintah dan ini
kadang – kadang setiap tahunnya berubah sesuai dengan tujuan ditetapkannya upah minimum itu. Tujuan utama adanya penentuan upah minimum: a) Untuk Menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja/buruh sebagai sub system dalam suatu hubungan kerja; b) Untuk melindungi kelompok kerja dari adanya system pengupahan yang sangat rendah dan secara materiil kurang memuaskan; c) Untuk mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan nilai pekerjaan yang dilakukan; d) Untuk mengusahakan terjaminnya ketenangan dan kedamaian kerja dalam perusahaan; e) Mengusahakan adanya dorongan peningkatan dalam standar hidup secara normal. ( Asikin, Zainal/ Wahab, Agusfiar H 2002 : 71 )
5. Tinjauan Umum Tentang Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Dalam melaksanakan pemerintahan dari pusat hingga daerah, pemerintah pusat dalam menjalankan tugasnya memerlukan bantuan – bantuan dari aparat – aparat negara yag berada di suatu daerah. Dalam hal penetapan dan proses penyusunan upah, pemerintah di bantu dengan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi di Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No. 19 Tahun 2001 dinyatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Tugas Pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi adalah melaksanakan kewenangan di bidang tenaga kerja dan mobilitas
27
penduduk. Selain adanya tugas pokok, Dinas tersebut mempunyai fungsi : 1) Perumusan kebijakan teknis dalam lingkup tenaga kerja dan mobilitas penduduk; 2) Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum; 3) Pembinaan terhadap UPTD dalam lingkup tenaga kerja dan mobilitas penduduk. Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi maka dibentuk unit Pelaksana Teknis Daerah ( UPTD/BLK ). Didalam SKB 4 menteri dalam pasal 2, menjelaskan : 1) Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan : a) Konsolidasi unsur pekerja/buruh dan pengusaha melalui forum LKS tripartit nasional dan daerah serta dewan pengupahan nasional dan daerah agar merumuskan rekomendasi penetapan upah minimum
yang
mendukung
kelangsungan
berusaha
dan
ketenangan bekerja dengan senantiasa memperhatikan kemampuan dunia usaha khususnya usaha padat karya dan pertumbuhan ekonomi nasional. b) Upaya mendorong komunikasi bipartit yang efektif antar unsur pekerja/buruh dan pengusaha di perusahaan. c) Upaya meningkatkan efektivitas mediasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial secara cepat dan berkeadilan serta pencegahan terjadinya pemutusan hubungan kerja. 2) Menteri Dalam Negeri melakukan a) Upaya agar gubernur dan bupati/walikota dalam menetapkan segala kebijakan ketenagakerjaan di wilayahnya mendukung kelangsungan
berusaha
dan
ketenangan
bekerja,
termasuk
meningkatkan komunikasi yang efektif dalam lembaga kerjasama tripartit daerah, dan dewan pengupahan daerah. b) Upaya agar gubernur dalam menetapkan upah minimum da segala kebijakan
ketenagakerjaan
di
wilayahnya
mendukung
28
kelangsungan berusaha dan ketengakerjaan dengan senantiasa memperhatikan kemampuan dunia usaha khususnya usaha padat karya dan pertumbuhan ekonomi nasional. c) Upaya gubernur dan bupati/walikota mengoptimalkan peran, fungsi dan pelaksanaan tugas pejabat fungsional ketenagakerjaan dan lembaga-lembaga ketenagakerjaan lainnya. Maka dari itu peranan Dinas Tenaga Kerja itu penting dalam proses penyusunan upah minimum di daerah tersebut. Pihak Dinas Tenaga Kerja dalam memainkan perananya itu selalu akan bersifat membina, membimbing dan mengayomi mereka yang terlibat dan terkait dalam hubungan kerja, baik pihak buruh, pengusaha serta kehadiran serikat sekerja dalam perusahaan, dengan tujuan dan usahanya itu agar dapat menciptakan suatu perusahaan yang stabil dan lancer dan selalu terdapat keharmonisan dalam perusahaan tersebut. Dalam terjadinya suatu kemelut dalam perusahaan, akibat tidakan salah satu pihak yang tidak dapat diterima oleh pihak lainnya, atau perselisihan yang timbul, dalam hal ini pihak Dinas Tenaga Kerja akan memainnkan pula peranannya demi masing – masing pihak dan kepentingan masing – masing pihak, secara teratur dan penuh rasa keadilan dan kemanusiaan. ( G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra, Ir.A.G. Kartasapoetra 1994 : 83 )
6. Tinjauan Umum Tentang Keadilan Pengupahan suatu hal yang sangat penting bagi pekerja sehingga proses dalam penentuan besarnya upah sangat penting untuk dibahas. Dalam penentuan upah syarat utama yang diutamakan yaitu besarnya upah yang sudah sesuai dengan keadilan atau belum. Bagi pekerja dalam menerima upah sangatlah dibutuhkan dengan yang namanya keadilan. Keadilan banyak mempunyai arti yang bermacam – macam dan mempunyai ukuran yang berbeda – beda. Istilah keadilan berasal dari kata “ adil ”yang artinya tidak memihak, sepatutnya, dan tidak
29
sewenang – wenang. Maka dari itu dalam proses penetapan upah harus sesuai dengan keadilan bagi pekerja. Dalam literatur keadilan mempunyai banyak pengertian sesuai dengan teori – teori dan pengertian tentang keadilan yang dikemukakan para ahli.
Teori – teori yang mengkaji
masalah keadilan secara mendalam telah dilakukan sejak jaman Yunani Kuno. Konsep keadilan pada masa itu, berasal dari pemikiran Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu : (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate). (http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html) diakses pada tanggal 16 November 2009. Salah satu diantara teori keadilan yang dimaksud antara lain teori keadilan dari Plato yang menekankan pada harmoni atau keselarasan. Dagi Plato keadilan tidak dihubungkan langsung dengan hukum. Baginya keadilan dan tata hukum merupakan subtansi umum dari suatu masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam konsep Plato dikenal adanya keadilan individual dan keadilan dalam negara. Plato melihat bahwa keadilan timbul karena penyesuaian yang memberi tempat yang selaras kepada bagian – bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam suatu masyarakat bilamana setiap anggota melakukan secara baik menurut kemampuannya fungsi yang sesuai atau selaras baginya. Dalam teori keadilan menurut Plato ini menjelaskan fungsi
30
penguasa ialah membagi bagikan fungsi – fungsi dalam negara kepada masing – masing orang sesuai dengan asas keserasian. Pembagian kerja sesuai dengan bakat, bidang keahlian dan ketrampilan setiap orang itulah yang disebut dengan keadilan. Konsepsi keadilan Plato yang demikian ini dirumuskan dalam ungkapan “ giving Each man his due ” yaitu memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya maka untuk itu hukum perlu ditegakkan dan undang – undang perlu di buat. Plato memandangsuatu masalah yang memerlukan pengaturan dengan undang – undang harus mencerminkan rasa keadilan sebab bagi Plato hukum dan Undang – undang bukan semata – mata untuk memelihara ketertiban dan menjaga stabilitas negara, melainkan yang paling pokok dari undang – undang adalah untuk membimbing masyarakat mencapai keutamaan, sehingga layak menjadi warga negara dari negara yang ideal. Jadi hukum dan undang – undang bersangkut erat dengan kehidupan moral dari setiap warga masyarakat. Pembahasan
yang
lebih
dikemukakan oleh Aristoteles.
rinci
mengenai
konsep
keadilan
Aristoteles membedakan keadilan
menjadi keadilan distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya secara proposional. Jadi keadilan distributif berkenaan dengan penentuan hak dan pembagian hak yang adil dalam hubungan dalam masyarakat dengan negara, dalam arti apa yang seharusnya diberikan negara kepada warganya. Keadilan distributif merupakan tugas dari pemerintah kepada warganya untuk menentukan apa yang dapat dituntut oleh wargannya. Sedangkan keadilan komutatif menyangkut mengenai masalah penentuan hak yang adil diantara beberapa manusia pribadi yang setara, baik diatara manusia pribadi fisik maupun antara pribadi non fisik. Keadilan komutatif bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum, sebab disini dituntut adanya kesamaan dan yang dinilai adil ialah apabila setiap orang dinilai sama oleh karena itu
31
sifatnya mutlak. Konsep keadilan Plato berdasar pada aliran filsafat idealisme, sedangkan konsep keadilan Aristoteles bertolak dari aliran filsafat realisme. ( Bahder Johan Nasution. 2004 : 48 – 55 ) Konsep keadilan menurut Bangsa Indonesia tertuang dalam Pancasila yang merupakan Filsafat bangsa. Keadilan dapat dijelaskan dalam 2 arti : 1) Keadilan Dalam Arti Umum Keadilan sering diartikan sebagai ssuatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan. Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku dua dalil, yaitu jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui dan kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”. Untuk mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu. Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan mempertahankan kebahagiaan
32
masyarakat adalah adil. Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilainilai dasar sosial. Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah nilainilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah keadilan, namun sebagai suatu sikap khusus tanpa kualifikasi adalah nilai. Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai ciri utama tindakan yang tidak fair. Keadilan sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu tata nilai sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan ketidakadilan. Sebaliknya suatu tindakan yang bukan merupakan kejahatan
2)
dapat
menimbulkan
ketidak
adilan.
Keadilan Dalam Arti Khusus Keadilan dalam arti khusus terkait dengan beberapa pengertian berikut ini, yaitu: a. Sesuatu yang terwujud dalam pembagian penghargaan atau uang atau hal lainnya kepada mereka yang memiliki bagian haknya. b. Perbaikan suatu bagian dalam transaksi Arti khusus lain dari keadilan adalah sebagai perbaikan (rectification). Perbaikan muncul karena adanya hubungan antara orang dengan orang yang dilakukan secara sukarela. Hubungan tersebut adalah sebuah keadilan apabila masing-
33
masing memperoleh bagian sampai titik tengah (intermediate), atau suatu persamaan berdasarkan prinsip timbal balik (reciprocity). Keadilan sosial ini tidak saja menjadi landasan dalam kehidupan
berbangsa,
tetapi
sekaligus
menjadipedoman
pelaksanaan dan tujuan yang akan dicapai dengan hukum. Keadilan sosial merupakan langkah yang menentukan untuk mencapai Indonesia yang adil dan makmur. Dalam lapangan hukum ketenagakerjaan terlihat dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dapat ditarik kepada pembentuk Undang – Undang diberi tugas untuk
membentuk
hukum
yang
mengatur
bagaimana
mewujudkan cita hukum tersebut. Misalnya dalam menentukan upah minimu dengan mencari suatu kriteria sebagai pangkal tolak upah minimum itu. Tolok ukur yang digunakan adalah prinsip adil atau tidak adil menurut hukum sehingga jelas maksud yang dikehendaki dari penetapan tersebut. Tegasnya nilai dasar dari hukum yang berisi keadilan sosial sebagai tujuan hukum harus merupakan landasan dari pembentukan hukum nasional.
34
B. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan bentuk suatu konsep atau alur dari suatu penelitian yang didasarkan pada permasalahan yang akan diteliti yang dimana nantinya diharapkan dapat menjadikan mengarah pada suatu hipotesis atau jawaban sementara sehingga dapat tercapainya paparan permasalan dan alternative solusinya, serta hasil penelitian seperti yang diharapkan.
INTERPRETASI PREMIS MAYOR PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
1. Undang – Undang Dasar 1945. 2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Upah. 4. SKB 4 Menteri. 5. PeraturanMennakertrans Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen
FAKTA HUKUM
PREMIS MINOR PERISTIWA HUKUM
Penyusunan
Upah
Minimum
di § mekanisme yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan upah minimum. § pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah minimum
Kabupaten Sukoharjo : 1. mekanisme yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam penyusunan upah minimum. 2.pendapat atau usulan dari lembaga
KESIMPULAN Hasil yang diperoleh adalah upah yang sudah ditetapkan tersebut sudah sesuai atau tidak dengan perundang – undangan
dan Kebutuhan Hidup Layak yang sudah
35
Keterangan : Didalam kerangka pikiran dapat dilihat antara premis mayor yaitu peraturan perundang – undangan dengan fakta hukum saling melakukan proses timbal balik. Dalam proses timbal balik tersebut dengan menggunakan intepretasi garamatikal dan dengan menyesuaikan dengan aturan – aturan yang ada dalam Undang – undang dan peraturan yang mengatur mengenai pengupahan agar supaya para buruh dapat mengetahui dengan jelas mengenai proses penyusunan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo dan juga Mencoba menerapkan dan menyesuaikan
antara keadaan dengan berlakunya undang –
undang tersebut apakah sudah sesuai atau belum. Setelah itu antara premis mayor dengan fakta hukum ditarik dan akan diterapkan yang akan menjadi premis minor yaitu peristiwa hukum yang didalamnya akan dilakukan penerapan dan penyesuaian dengan peraturan perundang – undangan dalam proses menyusun dan menentukan upah minimum Di Kabupaten Sukoharjo. Setelah itu ditarik kesimpulan upah yang sudah ditetapkan tersebut sudah sesuai atau tidak dengan perundang – undangan
dan
Kebutuhan Hidup Layak yang sudah disetujui bersama dan juga apakah sudah sesuai sebagai upah yang adil bagi para pekerja di Kabupaten Sukoharjo. Pemerintah sebagai pokok dari segala kegiatan melakukan pembinaan dan pengawasan mengenai dan menentukan suatu patokan upah minimum di Kabupaten Sukoharjo. Maka dengan itu pemerintah melalui Dinas Tenaga Kabupaten Sukoharjo turut serta dalam menentukan upah minimum tersebut bersama dengan pihak – pihak yang berpengaruh antara lain Serikat Buruh, Dinas Tenaga Kerja, pengusaha dan buruh/ pekerja itu sendiri. Didalam pemerintah daerah seorang Kepala Daerah dibantu oleh berbagai lembaga teknis daerah dan perangkat daerah, salah satunya adalah Dinas Tenaga Kerja. Dinas Tenaga Kerja mempunyai berbagai tugas dan fungsi dalam pemerintahan salah satunya menangani masalah pengupahan atau upah, sehingga Dinas ini melakukan pengawasan terhadap ketenagakerjaan yan juga meliputi mengenai proses penyusunan upah minimum di Kabupaten Sukoharjo.
36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo.
1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo terletak di jalan Abutholib Sastrotenoyo No. 03 Sukoharjo. Letak strategis lokasi penelitian yaitu di Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo merupakan Kabupaten terkecil kedua di Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Sukoharjo mempunyai luas daerah 446,666 km2.dan terletak antara 703211711 – 70 491 3211 Lintang Selatan dan 110 421 06, 7911 - 1100 5 T33.711 Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Sukoharjo berbatasan dengan : Batas sebelah utara
: Kota Surakarta dn Kabupaten Karanganyar
Batas sebelah timur
: Kabupaten Karanganyar
Batas sebelah selatan : Gunung Kidul Jogyakarta dan Kab. Wonogiri Batas sebelah barat
: Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten
2. Sejarah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Sejarah berdirinya Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo tidak lepas dari sejarah berdirinya Dinas Tenaga Kerja Surakarta dikarenakan sebelum adanya otonomi daerah merupakan wilayah kerja dari Dinas Tenaga Kerja Surakarta. Sebelum adanya otonomi daerah Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo adalah daerah yang masuk dalam wilayah kerja dan Dinas Tenaga Kerja Surakarta. Sehingga pada praktek kerjanya Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo adalah diistilahkan sebagai anak cabang Dinas Tenaga Kerja Surakarta sampai pada akhirnya dikarenakan adanya otonomi daerah yang memuat tentang kewenangan setiap daerah untuk mengelola sendiri perangkat
36
37
daerah, maka pada tahun 2000 Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo lepas dari wilayah kerja Dinas Tenaga Kerja Surakarta. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952 ) dan juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2000 tentang pedoman Organisasi Perangkat Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 165 ). Pada Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo tidak terjadi pemisahan Ditjen transmigrasi sebagaimana halnya pada Dinas Tenaga Kerja Surakarta, sehingga sampai pada saat ini dari yang namanya Dinas Tenaga Kerja Sukoharjo menjadi Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk berubah lagi menjadi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi ( Disnakertrans )
3. Dasar Hukum, Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Visi Misi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. a. Dasar Hukum Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dan juga berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo.
b. Kedudukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo merupakan unsur pelaksana pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris daerah.
38
c. Tugas Pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan ketentuan pasal 31 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo dinyatakan bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi. Ketentuan mengenai penjabaran tugas pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi seperti yang dimaksud diatas diatur dengan Peraturan Bupati.
d. Fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan ketentuan pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo dan untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyelenggarakan fungsi : 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang tenaga kerja dan transmigrasi; 2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang tenaga kerja dan transmigrasi; 3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang tenaga kerja dan transmigrasi. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi maka dibentuklah Unit Pelaksana Teknis daerah ( UPTD ) yang merupakan unsure pelaksana teknis operasional dalam bidang pelatihan kerja pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
39
e. Visi dan Misi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Visi
: Terwujudnya manusia karya yang berkualitas, sejahtera, dan mandiri.
Misi
:
1. Peningkatan kualitas dan kuantitas penempatan Tenaga Kerja baik Dalam Negeri dan Luar Negeri. 2. Pembinaan dan Perlindungan Tenaga Kerja yang dikelola secara terpadu. 3. Peningkatan Sumber Daya Manusia melalui pelatihan dan ketrampilan kerja. 4. Pemberdayaan, Penataan, Persebaran dan Integrasi Bangsa melalui Proses Perpindahan Penduduk. 5. peningkatan Pelayanan masyarakat dengan melalui peningkatan sarana dan prasarana dinas.
B.
Struktur Organisansi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Struktur Organisasi berdasarkan dasar hukum berdirinya Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dan berdasarkan pasal 2 Perda Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Susunan Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, terdiri atas : a. Kepala Dinas; b. Sekretariat, terdiri atas : a. Sub Bagian Program; b. Sub Bagian Keuangan; c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
40
c. Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Kerja, terdiri atas : a. Seksi Penempatan Tenaga Kerja; b. Seksi Perluasan Kesempatan Kerja; c. Seksi Pelatihan Kerja dan Produktivitas. d. Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri atas : a. Seksi Hubungan Industrial dan Perselisihan Ketenagakerjaan; b. Seksi Pengawasan Norma Kerja; c. Seksi Pengawasan Norma Keselamatan dan Kecelakaan Kerja. e. Bidang Ketransmigrasian, terdiri atas : a. Seksi Pendaftaran, Seleksi dan Penempatan; b. Seksi Kerjasama Antar Daerah; c. Seksi Mobilitas Penduduk. f. UPTD; g. Kelompok Jabatan Fugsional
Keterangan : 1. Kepala Dinas Berdasarkan Pasal 3 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Disnakertrans dipimpin oleh seorang Kepala Dinas. Tugas pokok seorang Kepala Dinas melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah di bidang tenaga kerja dan transmigrasi. Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Dinas mempunyai fungsi : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang tenaga kerja dan transmigrasi; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang tenaga kerja dan transmigrasi;
41
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang tenaga kerja dan transmigrasi; d. Pengoordinasian, fasilitasi dan pembinaan kegiatan dibidang tenaga kerja dan transmigrasi; e. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan keiatan di bidang btenaga kerja da transmigrasi; f. Pengelolaan tata usaha.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Kepala Dinas mempunyai tugas : a. Merumuskan kebijakan Bupati di bidang tenaga kerja dan transmigrasi berdasarkan wewenang dan peraturan perundang – undagan yang berlaku; b. Merumuskan program kegiatan Disnakertrans berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku; c. Mengkoordinasikan kegiatan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku; d. Mengarahkan tugas bawahan sesuai dengan bidang tugasnya baik lisan maupun tertulis guna kelancaran pelaksanaan tugas; e. Melaksanakan koordinasi dengan intansi yang terkait untuk kelancaran pelaksanaan tugas; f. Mengendalikan seluruh kegiatan bidang tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku; g. Membina pelaksanaan kegiatan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku; h. Memberikan rekomendasi dan/atau perizinan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku; i. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi;
42
j. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja pelaksanaan tugas bawahan, k. Membuat laporan pelaksaan tugas kepada pejabat yang berwenag; l. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan di bidang tenaga kerja dan transmigrasi guna kelancaran pelaksaan tugas; dan m. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
2. Sekretariat Berdasarkan pasal 4 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, yang menyatakan bahwa sekretarian dipimpin oleh seorang sekretaris. Tugas pokok seorang sekretaris adalah melaksanakan kebijakan, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan perencanaan, monitoring, evaluasi, keuangan, kepegawaian dan umum. Untuk melaksanakan tugas pokok sekretariat mempunyai fungsi, antara lain : a. Pelaksanaan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan Dinas dan Sekretariat; dan b. Pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, umum dan rumah tangga.
Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut sekretaris mempunyai tugas : a. Menyusun program kegiatan secretariat berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku; b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
43
c. Membagi tugas kepda bawahan sesuai dengan bidang tugasnya, memberikan arahan dan petunjuk guna peningkatan kelancaran pelaksanaan tugas; d. Melaksanakan
koordinasi
dengan
seluruh
Kepala
Bidang
di
lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan, informasi guna mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal; e. Menyiapkan konsep kebijakan Kepala Disnakertrans di bidang kesekretariatan; f. Menyiapkan rumusan kebijakan strategis program kegiatan dalam rangka penyusunan anggaran pendapatan dan belanja Dinas; g. Melaksanakan pelayanan pengelolaan kegiatan administrasi umum, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perpustakaan dan perlengkapan rumah tangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku guna kelancaran tugas; h. Melaksanakan
koordinasi
dalam
rangka
penyusunan
laporan
keterangan pertanggungjawaban Bupati, laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan laporan akuntabilitas kinerja iuntansi pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; i. Melaksanakan
bimbingan
teknis
fungsi
–
fungsi
pelayanan
administrasi perkantoran sesuai pedoman
Sekretariat, terdiri atas : a. Sub Bagian Program ( pasal 5 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Sekretaris dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian kegiatan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan. b. Sub Bagian Keuangan ( pasal 6 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
44
Sekretaris dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan,
pengendalian
kegiatan
administrasi
keuangan
dan
pelaporan pertanggungjawaban keuangan. c. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian ( pasal 7 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Sub
Bagian
yang mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan sebagian tugas sekretaris dalam penyiapan bahan perumusan, kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian kegiatan administrasi umum, organisasi dan tata laksana, pengurusan rumah tangga, perlengkapan, dokumentasi, perpustakaan dan kearsipan, serta pengelolaan administrasi kepegawaian.
3. Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Kerja. Berdasarkan pasal 8 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dipimpin oleh seorang Kepala Bidang. Tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Disnakertras dalam
merumuskan
kebijakan,
mengkoordinasikan,
membina
dan
mengendalikan kegiatan di bidang penempatan, perluasan dan pelatihan kerja. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja mempunyai fungsi: a. Perumusan petunjuk teknis kegiatan penempatan, perluasan dan pelatihan kerja; b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan pelatihan kerja, perizinan lembaga pelatihan, sertifikasi kompetensi dan akreditasi lembaga pelatihan kerja;
45
c. Pembinaan dan penyelenggaraan pelatihan kerja, dan pengukuhan produktifitas;dan d. Pemantauan dan pengendalian kegiatan penempatan, perluasan dan pelatihan kerja Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud diatas Kepala Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan mempunyai tugas: a. Menyusun program kegiatan Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya, memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas; d. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Kepala Bidang dan Sekretaris di lingkungan Disnakertras untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal; e. Merumuskan kebijakan Kepala Disnakertras di bidang penempatan, perluasan dan pelatihan kerja; f. Membina pelaksanaan kegiatan operasional penempatan, perluasan dan pelatihan kerja berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; g. Menyelenggarakan kegiatan operasional di bidang penempatan, perluasan dan pelatihan kerja berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;
46
h. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan operasional di bidang penempatan, perluasan dan pelatihan kerja; i. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja bawahan; j. Membuat laporan pelaksanaan tugas pejabat yang berwenang; k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan di bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja guna kelancaran pelaksanaan tugas;dan l. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan.
Bidang Penempatan Perluasan dan Pelatihan Kerja, terdiri dari : a. Seksi Penempatan Tenaga Kerja ( pasal 9 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian pembinaan kegiatan penempatan tenaga kerja b. Seksi Perluasan Kesempatan Kerja ( pasal 10 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan peemberian pembinaan kegiatan bidang perluasan kesempatan kerja. c. Seksi Pelatihan Kerja dan Produktifitas ( pasal 11 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi,
47
pembinaan, pengendalian kegiatan bidang pelatihan kerja dan produktifitas. 4. Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Berdasarkan pasal 12 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dipimpin oleh seorang Kepala Bidang. Tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Disnakertrans dalam dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan membina dan mengendalikan kegiatan di bidang hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas , Bidang
Hubungan
Industrial
dan
Pengawasan
Ketenagakerjaan
mempunyai fungsi: a. Perumusan petunjuk teknis kegiatan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan; b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan; c. Pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan;dan d. Pemantauan dan pengendalian kegiatan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan. Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud diatas Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas: a. Menyusun program kegiatan bidang hubungan industrial dan pengawasan
ketenagakerjaan
undangan yang berlaku;
berdasarkan
peraturan
perundang-
48
b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya, memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas; d. Melaksanakan koordinasi dengan seluruh Kepala Bidang dan Sekretaris di lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal; e. Merumuskan kebijakan Kepala Disnakertrans di bidang hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan; f. Membina pelaksanaan kegiatan operasional di hubungan industrial da n pengawasan ketenagakerjaan dan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku; g. Menyelenggarakan kegiatan operasional di bidang hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundangundangan yan berlaku h. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan operasional di bidang hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan i. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja pelaksanaan tugas bawahan j. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada pejabat yang berwenang k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai masukan pengambilan kebijakan di bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan guna kelancaran pelaksanaan tugas;dan l. Melaksanakan tugas kedinasan lin sesuai dengan perintah atasan Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, terdiri atas:
49
a. Seksi
Hubungan
Industrial
dan
Pengawasan
Ketenagakerjaan
( pasal 13 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian
pembinaan
hubungan
industrial
dan
pengawasan
ketenagakerjaan. Seksi ini mengurusi masalah pengupahan bagi pekerja. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut pada ayat (1) Kepala Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas: 1) Menyusun program kegiatan Seksi Hubungan Industrial Dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku 2) Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3) Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya, memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas;dan 4) Melaksanakan koordinasi dengan semua Kepala Sub Bagian, kepala Seksi dan kepala UPTD di lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal; 5) Memberikan pembinaan kepada pekerja, pengusaha dalam rangka penyelesaian hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6) Melaksanakan perantaraan perselisihan hubungan industrial dan penyelesaian pemutusan hubungan kerja sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku
50
7) Melaksanakan identifikasi dan pembinaan organisasi pengusaha serta memantau pelaksanaan kesejahteraan pekerja di perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 8) Melaksanakan fasilitasi penyusunan dan pengesahan peraturan perusahaan, pendaftaran perjanjian kerja bersama, perjanjian kerja antara perusahaan pemberi jasa pekerja dengan perusahaan penyedia jasa pekerja dan penerbitan ijin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja dan penerbitan izin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja, dan pencatatan perjanjian kerja waktu tertentu 9) Melaksanaka pencabutan ijin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja; 10) Melaksanakan pencegahan dan fasilitasi penyelesaian penyelesaian prosedur perselisihan hubungan industry, mogok kerja dan penutupan perusahaan; 11) Melaksanakan pembinaan dan pembentukan lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit; 12) Melaksanakan pencatatan dan verifikasi Serikat Pekerja dan/atau Serikat Buruh; 13) Melaksanakan koordinasi penelitian, perumusan dan pengusulan penetapan pengupahan; 14) Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja pelaksanaan tugas bawahan; 15) Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada pejabat yang berwenang; 16) Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan di bidang Hubungan
51
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan guna kelancaran pelaksanaan tugas;dan 17) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan. b. Seksi Pengawasan Norma Kerja ( Pasal 14 ) : dipimpin oleh seorang kepala seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas
Kepala
Bidang
Hubungan
Industrial
dan
Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian pembinaan kegiatan kegiatan pengawasan norma kerja. c. Seksi Pengawasan Norma Keselamatan dan Kecelakaan Kerja ( Pasal 15 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian norma keselamatan dan kesehatan kerja. 5. Bidang Ketransmigrasian. Berdasarkan pasal 16 ayat ( 1 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, yang menyatakan bahwa Bidang Penempatan, Perluasan dan Pelatihan Kerja dipimpin oleh seorang Kepala Bidang. Tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan, mengkoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan di bidang ketransmigrasian. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Bidang ketransmigrasian mempunyai fungsi: a. Perumusan petunjuk teknis kegiatan pendataan dan penyiapan transmigrasi, penempatan transmigrasi dan penanganan mobilitas penduduk;
52
b. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan pendataan dan penyiapan transmigrasi, penempatan transmigrasi dan penanganan mobilitas penduduk;dan c. Pemantauan dan pengendalian kegiatan pendataan dan penyiapan transmigrasi, penempatan transmigrasi dan mobilitas penduduk; Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana kepala bidang ketransmigrasian mempunyai tugas: a. Menyusun program kegiatan bidang ketransmigrasian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku b. Menjabarkan perintah atasan melalui pengkajian permasalahan agar pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku; c. Membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan bidang tugasnya, memberikan arahan dan petunjuk guna meningkatkan kelancaran pelaksanaan tugas; d. Melaksanakan koordinasi dengan Kepala Bidang dan Sekretaris di lingkungan Disnakertrans untuk mendapatkan masukan, informasi serta untuk mengevaluasi permasalahan agar diperoleh hasil kerja yang optimal; e. Merumuskan kebijakan Kepala Disnakertrans di bidang pendataan dan penyiapan, penempatan dan penanganan masalah transmigrasi; f. Membina pelaksanaan kegiatan operasional pendataan dan penyiapan; penempatan dan penanganan masalah transmigrasi; g. Menyelenggarakan kegiatan operasional di bidang pendataan dan penyiapan, penempatan dan penanganan masalah transmigrasi; h. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan operasional di bidang pendataan dan penyiapan, penempatan dan penanganan masalah transmigrasi; i. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan menilai prestasi kerja pelaksanaan tugas bawahan;
53
j. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada pejabat yang berwenang; k. Menyampaikan saran dan pertimbangan kepada atasan sebagai bahan masukan pengambilan kebijaksanaan di bidang ketranssmigrasian guna kelancaran pelaksanaan;dan l. Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan. Bidang Ketransmigrasian, terdiri atas : a. Seksi Pendaftaran, Seleksi dan Penempatan ( pasal 17 ) : Seksi Pendaftaran, Seleksi dan penempatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Ketransmigrasian dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian pembinaan kegiatan pendaftaran, seleksi dan penempatan transmigrasi. b. Seksi Kerjasama Antar Daerah ( pasal 18 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Ketransmigrasian dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian pembinaan kegiatan kerjasama antar daerah. c. Seksi Mobilitas Penduduk ( pasal 19 ) : dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Kepala Bidang Ketransmigrasian dalam penyiapan bahan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengendalian dan pemberian pembinaan kegiatan bidang mobilitas penduduk. 6. UPTD UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas. 7. Kelompok Jabatan Fugsional ( Pasal 20 ) Kelompok Jabatan mempunyai tugas melakukan kegiatan dalam menunjang tugas pokok Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri sejumlah pejabat fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan keahliannya. Jumlah jabatan fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan
54
beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pembinaan terhadap pejabat fungsional dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
C.
Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dalam proses penyusunan upah minimum yang berkeadilan di Kabupaten Sukoharjo. Upah merupakan salah satu unsur penting dalam dunia kerja. Dengan adanya upah pekerja dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dalam penentuan upah minimum dilakukan banyak cara untuk mencapai yang namanya keadilan bagi semua pihak. Upah yang berkeadilan merupakan upah yang diharapkan oleh semua pihak yaitu upah yang bisa digunakan untuk mencukupi dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Dalam penentuan upah minimum Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi berpedoman pada Pasal 27 ayat ( 2 ) Undang – Undang Dasar 1945, telah menentukan landasan hukum sebagai berikut :“ Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ” . Dan juga telihat dalam pasal 88 ayat ( 1 ) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berbunyi : “ Setiap Pekerja / buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ”.Dalam hal menentukan suatu pengupahan perlu adanya mekanisme yang dilakukan. Mekanisme menurut ketentuan normatif adalah suatu hal tata cara yang dilakukan dalam menemukan suatu tujuan yang ada. Mekanisme dilakukan berdasarkan adanya aturan atau undang – undang yang telah disepakati bersama. Sehingga dalam menjalankan mekanisme tidak mungkin keluar jalur dari yang diharapkan dan tidak ada penyalahgunaan dalam melaksanakan mekanisme tersebut. Mekanisme juga dapat diartikan alur kerja atau tata cara, langkah, cara kerja yang ditempuh dalam pelaksanaan pemberian suatu pertimbangan dan
55
langkah – langkah dalam menerapkan suatu cara. Suatu pemerintah dapat dikatakan sudah melakukan mekanisme dengan baik apabila pemerintahan itu melaksanakan mekanisme sesuai dengan Undang – Undang yang berlaku dan semuanya bertujuan hanya untuk kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengupahan di Indonesia ada 3 macam, antara lain : 1. Upah minimum jaring pengaman (ditetapkan tripartit) 2. Upah secara bipartit (dirundingkan antara SB dan pengusaha) 3. Upah secara individual (khusus untuk profesional atau konsultan) Keterangan : 1. Upah minimum jaring pengaman adalah upah terendah yg diterima buruh lajang, kurang dari 1 thn. Upah proteksi sbg tanggung jawab negara terhadap warganya. Ditetapkan
di setiap propinsi/kabupaten/kota.
Mekanisme pengupahan ini dilakukan oleh anggota tripartite. 2. Sistem Pengupahan secara Bipartit (perundingan melalui PKB) Contoh: - Bila margin keuntungan 10 % maka upah naik 10 % - Bila rugi 10 %, maka upah bisa tidak naik, atau bisa turun. Tetapi tdk boleh dibawah Upah Minimum yang ditetapkan Dewan Pengupahan Regional a. Dewan Pengupahan Regional (bertugas merumuskan upah sebagai jaring pengaman di tingkat propinsi, melakukan survey) Komposisi dewan pengupahan : bisa unsur tripartit atau tripartit plus, atau lembaga pengupahan independen. Upah ini meliputi untuk ; sektor informal, buruh lepas, PRT, perusahaan dgn buruh > 10 orang. b. Dewan Pengupahan Nasional Merumuskan
kebijakan
dan
sistem
pengupahan
nasional,
perubahan komponen upah, skala upah, mengumumkan upah jaring pengaman yg dibuat propinsi. Dan dilakukan oleh kelembagaan tripartit plus.
56
c. Periode Penetapan Upah dilakukan 2 tahun sekali (sesuai dengan periode PKB) 3. Pengupahan individual ditetapkan sendiri antara seorang buruh dengan managemen. Dalam proses pentusunan Upah Minimum perlu adanya mekanisme yang dilakukan disuatu pemerintahan. Di Kabupaten Sukoharjo mekanisme tersebut dilakukan dan difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang termasuk dalam tugas dan fungsi Dinas tersebut. Maka Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang menangani masalah proses penyusunan upah minimum ini masuk dalam Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan yang khususnya di Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Berdasarkan Berdasarkan pasal 13 ayat ( 2 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo khusunya pada Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, pada huruf m yang berbunyi :“ Melaksanakan koordinasi penelitian, perumusan dan pengusulan penetapan pengupahan ”. Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam melakukan pengawasan terhadap pemberian upah minimum Kabupaten bagi pekerja di Kabupaten Sukoharjo yaitu dengan memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam hal penerimaan upah yang adil sehingga tercipta ketenangan bekerja dan hubungan industrial yang harmonis antara pekerja dan pengusaha, serta mengawasi ditaatinya peraturan perundang – undangan di bidang Ketenagakerjaan. Mekanisme yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kabupaten Sukoharjo ini ditarik dari 1 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009. Dasar hukum mekanisme yang dilakukan oleh dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo, terdiri dari : 1. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada pasal 88 ayat ( 4 ) dan pasal 89 ayat ( 2 ) dan ( 3 );
57
2. Dikuatkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak. Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo sangat memperhatikan kepentingan pekerja didaerah tersebut. Seperti yang terlihat dalam Pasal 88 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, dalam menentukan besarnya suatu penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja / buruh. Dan dalam Pemerintah menetapkan upah minimum didasarkan pada kebutuhan hidup layak ( KHL ) dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Mekanisme yang diambil pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam mewujudkan upah yang layak dan pekerja dapat terlindungi maka lembaga tripartite Kabupaten Sukoharjo melakukan survey Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) untuk mendapatkan nilai pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Mekanisme yang dilakukan pada tahun 2009, antara lain sebagai berikut : h. Survei Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) Berdasarkan 17/MEN/VIII/2005
Peraturan tentang
Pemerintah
Komponen
dan
Nomor
PER-
Pelaksanaan
Tahapan
Pencapaian Hidup Layak pada pasal 3 ayat ( 1 ) yang dikatakan : “ Nilai KHL diperoleh melaui survey harga ”, survey harga tersebut biasanya disebut dengan seuvei Kebutuhan Hidup Layak. Survey Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) dilakukan setiap bulan yang dilakukan oleh tim survey yang sudah dibentuk oleh Dewan pengupahan. Sesuai dengan pedoman survey harga penetapan nilai kebutuhan hidup layak yang merupakan lampiran dari Peraturan Pemerintah Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak, Kriteria Pasar yang digunakan untuk survey harga adalah merupakan pasar tradisional yang menjual barang secara eceran, bukan pasar induk atau pasar swalayan atau
58
sejenisnya, bangunan fisik pasar yang relative besar, terletak didaerah kota ( ibukota kecamatan ), komoditas / barang yang dijual beragam, banyak pembeli, waktu keramaian berbelanja relative panjang ( bukan pasar krempyeng ). Di Kabupaten Sukoharjo pasar yang sudah sesuai dengan criteria dalam pedoman tersebut yang digunakan untuk melakukan survey yaitu Pasar Sukoharjo dan Pasar Kartasura. Survey tersebut dilakukan pada bulan Januari sampai bulan agustus sebelum puasa karena pada bulan puasa harga – harga barang semua akan naik, sehingga apabila dilakukan survey akan mendapat hasil yang belum sesuai. Waktu Survei : a. Survei dilakukan setiap bulan pad minggu I ( Pertama ) b. Khusus untuk kelompok I ( Kelompok Makanan dan Minuman ) survey dilakukan pada pukul 07.00 s/d 11.00 WIB. c. Waktu survei ( tiap bulan ) ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar ( misalnya antara lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan ) Minuman ) survey dilakukan pada pukul 07.00 s/d 11.00 WIB. d. Waktu survei ( tiap bulan ) ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar ( misalnya antara lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan ) Responden Responden yang dipilih adalah : a. Pedagang yang menjual barang – barang kebutuhan secara eceran, b. Untuk jenis – jenis barang tertentu dimungkinkan memilih responden yang tidak berlokasi di pasar tradisional, seperti meja atau kursi, almari, dipan atau tempat tidur, sewa kamar, dan pendidikan, penyedia jasa seperti tukang cuku atau salon, listrik, air, rekreasi dan angkutan umum ( transport ).
59
c. Pedagang atau penjual atau responden pada tempat yang tetap atau permanent atau tidak berpindah – pindah. d. Pedagang atau penjual atau responden yang mudah diwawancarai, jujur dan tetap atau tidak berganti – ganti. e. Jumlah pedagang atau penjual atau responden yang di survey terdiri dari 3 ( tiga ) pedagang atau penjual atau responden untuk setiap jenis atau item barang.
i. Tim survei terdiri dari lembaga tripartite yaitu Pemerintah, Pengusaha dan Pekerja. Tim survey dibentuk oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/tau Kabupaten atau Kota, yang terdiri dari unsure : Pengusaha
: APINDO
Pekerja
: SPN ( Serikat Pekerja Nasional ) dan SPTSK ( Serikat Pekerja Tekstil Sandang Kulit )
Pemerintah
: BPS ( Badan Pusat Statistik ), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Deperindag, bagian Perekonomian Sekertaris daerah.
Dalam melaksanakan survey ada pedoman – pedoman yang harus diperhatikan, antara lain : 1) Tim Survei a) Dibentuk oleh Ketua Dewan Pengupahan atau Bupati atau Walikota. b) Anggota tim berasal dari anggota Dewan Pengupahan. c) Tim terdiri dari unsure tripartite yang diketuai oleh anggota Dewan Pengupahan dari BPS. d) Daerah yang belum membentuk Dewan Pengupahan, Bupati atau Walikota membentuk tim survei terdiri unsure tripartite diketuai oleh BPS. e) Tim survei dapat membentuk tim pencacah harga apabila sangat diperlukan.
60
f) Tim pencacah harga berada dibawah koordinasi dan tanggung jawab tim survey. g) Tim pencacah harga terdiri dari unsure tripartite, dan tidak harus dari anggota Dewan Pengupahan.
2) Tugas dan tanggung jawab Tim Survei : a) Melakukan survey harga kebutuhan hidup layak. b) Membentuk tim pencacah apabila dipandang sangat perlu. c) Melakukan pelatihan survey kepada tim pencacah sebelum dilakukan kegiatan survei harga kebutuhan hidup layak. d) Melakukan koordinasi pelaksanaan survei. e) Menerima laporan pelaksanaan survey ( form 1 ) dari tim pencacah f) Melakukan verifikasi terhadap hasil survei apabila di perlukan. g) Mengolah data dari tim pencacah ( form 1 )untuyk dimasukkan dalam format KHL ( form 2 ) h) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan hasil survei ( form 1 dan form 2 ) kepada Dewan Pengupahan.
3) Syarat, Tugas dan Tanggung Jawab Tim Pencacah Harga a) Telah mengikuti pelatihan survei KHL. b) Melakukan survei harga kebutuhan hidup layak dan selanjutnya dimasukkan dalam form 1. c) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan hasil survey ( form 1 ) kepada tim survey.
j. Direkap dengan form atau Blangko tersendiri , hasil KHL yang bersangkutan bulan yang bersangkutan. Untuk pengisian form atau blanko tersebut sudah disediakan dan blanko tersebut dibuat oleh pemerintah yang juga merupakan lampiran dari Peraturan Pemerintah Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Hidup Layak.
61
Formulir Survei KHL, ada 2 jenis formulir : 1) Form 1 diisi oleh tim pencacah harga dan/atau tim survey. 2) Form 2 diisi oleh tim survei sebagai rekapitulasi dari hasil survei form 1.
Setelah pengisian form selesai maka dilakukan pengolahan data yang dilakukan dengan beberapa tahap, antara lain : 1) Tahap Pertama adalah mengisi kolom – kolom rata – rata dan kolom penyesuaian satuan pada lembaran kuisioner, kolom rata – rata merupakan rata – rata dari harga 2 ( tiga ) responden. Sedangkan kolom penyesuaian satuan adalah untuk beberapa jenis barang kebutuhan yang satuannya tidak sama. 2) Tahap Kedua adalah mengolah data dari lembar kuisioner untuk dimasukan ke lembar form isian KHL. Angka yang terdapat pada kolom rata – rata dilembr kuisioner dimasukan kekolom harga pada lembar form isian KHL. 3) Tahap Ketiga adalah pengelolaan data untuk mendapatkan angka nilai sebualn pada form isian KHLK ( kolom terakhir ). 4) Tahap ke empat adalah menghitung jumlah nilai komponen kelompok I s/d kelompok VII. Setelah itu ditarik suatu nilai yaitu sebagai nilai Kebutuhan Hidup Layak sebagai angka yang akan diajukan sebagai usulan dalam gubernur menetapkan upah minimum Kabupaten Sukoharjo. Besarnya nilai yang dicapai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) pada tahun 2009 yang akan dijadikan Patokan dalam penetapan upah minimum pada tahun 2010 oleh Gubernur, dikabupaten Sukoharjo nilai Kebutuhan Hidup Layak
itu
sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ). k. Hasil survey yang dilakukan dari bulan januari sampai agustus yang setelah
itu
diprediksikan
sampai
bulan
desember
yang sebesar
Rp. 769.500,00. Untuk ditetapkan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL )
62
disepakati maka hasil survei dibawa dan di bahas dirapat
di dewan
pengupahan atau angka tersebut dibawa di Dewan Pengupahan. Setelah itu Dewan pengupahan menyepakati angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebesar Rp. 769.500,00. l. Dewan Pengupahan melakukan rundingan tentang usulan Upah Minimum Kabupaten dalam melakukan rundingan tersebut ternyata sangat berjalan alot dan rumit karena masing – masing mempunyai usulan besaran nilai Upah Minimum Kabupaten yang berbeda – beda dari unsure pengusaha Rp. 745.110,00 ( 98 % ) dan dari unsure pekerja Rp. 769.500,00 ( 100 % ) terhadap pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Dan akhinya yang diambil Bupati sebagai angka atau nilai Kebutuhan Hidup Layak adalah angka yang lebih tinggi bagi para pekerja yaitu Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ). Apabila sepakat maka akan di rapatkan oleh Dewan Pengupahan daerah dengan Dewan Pengupahan Gubernur. Namun dikarenakan tidak tercapai sepakat satu angka usulan Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) maka kemudian Dewan Pengupahan yang difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyampaikan permohonan kepada Bupati memberikan untuk memberikan rekomendasi angka yang akan diusulkan sebagai Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) Kabupaten Sukoharjo untuk tahun 2010 kepada Gubernur Jawa Tengah. Besar nilai rekomendasi dari Bupati sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ) dan sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). m. Setelah itu hasilnya di ajukan ke Gubernur lalu Gubernur mengesahkan dan menetapkan angka sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ). Sesuai dengan pasal 89 ayat ( 3 ) Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. Sehingga Gubernur menetapkan angka sebesar Rp. 769.500,00 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu lima ratus rupiah ) tersebut sebagai nilai
63
Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) Kabupaten Sukoharjo untuk tahun 2010.
Mekanisme yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo sudah sesuai dengan mekanisme ketentuan normatif karena mekanisme tersebut dilakukan dengan berpedoman Undang – Undang dan mekanisme yang dilakukan sudah sesuai dengan mekanisme pengupahan Upah minimum jaring pengaman adalah upah terendah yg diterima buruh lajang, kurang dari 1 tahun dan di Kabupaten Sukoharjo ini selain mekanisme nya sudah sesuai Upah Minimum disini sudah mencapai standar yang berkeadilan dan sudah sesuai dengan Perundang - undangan. Upah proteksi sebagai tanggung jawab negara terhadap warganya dan ditetapkan di setiap propinsi/kabupaten/kota. Mekanisme pengupahan ini dilakukan oleh anggota tripartite. Hal tersebut telah sesuai dengan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo. Berdasarkan pasal 88 ayat ( 1 ) Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kata penghidupan yang layak dimaksudkan dimana jumlah pendapatan pekerja dari hasil pekerjaannya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Berdasarkan hal tersebut sangat terlihat jelas bahwa pekerja yang juga warga negara berhak mendapat upah yang wajar dan upah yang adil untuk kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Hal tersebut juga sesuai dengan pasal 89 ayat ( 2 ) Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003, yang berbunyi : “ upah minimum yang sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1 ) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak ”. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER – 17 / MEN / VIII / 2005 Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dalam pasal 1 ayat ( 1 ), yang di maksud dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja / buruh lajang untuk dapat hidup
64
layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan 1 ( satu ) bulan. Kabupaten Sukoharjo merupakan wilayah yang banyak mempunyai pekerja. Maka dari perlu adanya penetapan upah yang harus dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Mekanisme yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja yang dan Transmigrasi sebagai salah satu dari anggota lembaga tripartite yang mewakili pemerintah adalah salah satunya dengan cara melakukan survei kebutuhan hidup layak ( KHL ) yang dilakukan guna untuk mengetahui nilai atau prosentase besarnya kebutuhan hidup layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo yang selanjutnya dapat digunakan dalam pertimbangan penetapan upah minimum bagi pekerja di Kabupaten Sukoharjo. Maka dari itu pemberian upah terhadap pekerja harus sesuai dengan ukuran Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo. Dengan itu Kabupaten Sukoharjo melakukan proses mekanisme pengupahan didaerah tersebut. Berdasarkan pada Pasal 4 ayat ( 5 ) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, yang berbunyi : “ Dalam hal Gubernur menetapkan upah minimum Provinsi , maka penetapan upah minimum didasarkan pada nila KHL Kabupaten/ Kota terendah di Provinsi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi dan usaha yang paling tidak mampu ( marginal )”. Walaupun begitu namun disejumlah daerah termasuk Kabupaten Sukoharjo yang selalu menjadi patokan dan ditonjolkan dan paling berpengaruh adalah dengan penetapan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Apabila Upah minimum dapat dikatakan adil bagi pekerja apabila Upah Minimum Kabupaten tersebut sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak didaerah tersebut, dan Kabupaten Sukoharjo telah sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) dan sudah tercapainya keadilan bagi para pekerja.
65
D.
Pendapat dari lembaga tripartite Kabupaten Sukoharjo mengenai
Upah Minimum yang berkeadilan sudah sesuai dengan Perundang – undangan dan ketentuan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo yang diwakili oleh Seksi Hubungan dan Pengawasan Ketenagakerjaan merupakan salah satu bagian lembaga tripartite yang memberikan pendapat atau usulan mengenahi pengupahan. Berdasarkan pasal 13 ayat ( 2 ) Peraturan Daerah Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo khusunya pada Seksi Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan, pada huruf m yang berbunyi :“ Melaksanakan koordinasi penelitian, perumusan dan pengusulan penetapan pengupahan ”. Bedasarkan
hal
tersebut
Seksi
Hubungan
dan
Pengawasan
Ketenagakerjaan berkewajiban untuk memberikan usulan dan pendapat dalam penentuan pengupahan di Kabupaten Sukoharjo. Hal tersebut dilakukan dengan cara melakukan survey harga di 2 pasar yaitu Pasar Sukoharjo dan Pasar Kartasura. Survey dilakukan dengan cara berpedoman pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Setelah melakukan survey harga pasar dan yang digunakan untuk mengukur besarnya pencapaian besarnya nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo yang merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam memberikan pendapat dalam menentukan upah minimum. Hasil dari survey pasar di tentukan nilai Rp. 769.500,00 sebagai pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo. Parameter yang digunakan dalam penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) didaerah tersebut. Berdasarkan pasal 89 ayat ( 2 ) yang berbunyi: “Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak”. Maka terlihat dari hasil survey harga dan hasil angka yang sudah ditetapkan sebagai
66
angka Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) sebesar Rp. 769.500,00 dan angka yang diambil untuk mengusulkan upah minimum juga sesuai dengan angka tersebut maka parameter dalam penetapan upah minimum sudah sesuai dengan pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). Dari data pada 1 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009, data yang ada besarnya nilai KHL Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp. 769.500,00 dan usulan dari lembaga tripartite antara lain dari unsure pengusaha Rp. 745.110,00 ( 98 % ) dan dari unsure pekerja Rp. 769.500,00 ( 100 % ) terhadap pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ), dengan adanya perbedaan usulan tersebut maka diwakili oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi memohon Bupati untuk memberikan rekomendasi dan yang direkomendasikan Bupati kepada Gubernur sebesar Rp. 769.500,00, dapat dilihat : Nilai
Jumlah Dalam Rupiah (Rp)
Pencapaian
terhadap
KHL ( % )
KHL Kabupaten Sukoharjo
Rp. 769.500,00
UMK Kabupaten Sukoharjo
Rp. 769.500,00
100 %
Dengan melihat tabel diatas Usulan dari lembaga tripartite untuk penetapan Upah Minimum Kabupaten adalah 100 % dari pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2009 yang akan digunakan untuk salah satu pertimbangan dalam penetapan Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) pada tahun 2010. Sejalan dengan itu pada tahun 2009 dan 2010 ini antara nilai pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dengan Upah Minimum Kabupaten yang sudah ditetapkan nilainya sama dan 100% pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Sukoharjo. Di Jawa Tengah penentuan upah yang sesuai 100% KHL adalah di 2 daerah yaitu Kabupaten Sukoharjo dan Salatiga, dan pada tahun 2010 ini adalah pertama kalinya terjadi di Kabupaten Sukoharjo adanya Upah Minimum Kabupaten yang sesuai dan bahkan 100% dari pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) karena pada tahun – tahun sebelumnya besarnya nilai upah minimum kabupaten dengan pencapaian nilai Kebutuhan
67
Hidup Layak ( KHL ) tidak sama dan tidak 100% dari Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ).
Maka dengan itu dapat dikatakan usulan dari lembaga
tripartite yang difasilitasi dan diwakili oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo sudah sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) karena dalam memberikan rekomendasi Bupati menggunakan nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) sebagai patokan dan Gubernur juga menetapkan nilai tersebut sebagai nilai Upah Minimum Kabupaten Sukoharjo. Dengan berpedoman dan sesuai pada pasal tersebut Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi selalu melaksanakan tugasnya sesuai dengan Perundangan – undangan dan apabila ada ketentuan yang tidak sesuai maka dapat dikenai sanksi. Sebelum memberikan pendapat atau usulan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi melakukan berbagai mekanisme yang akan digunakan sebagai Patokan atau prosentase dalam memberikan usulan. Salah satunya survey Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) yang kemudian akan ditarik kesimpulan yaitu memilih suatu angka yang dapat menjadi tolok ukur untuk dalam perumusan. Sehingga pendapat yang diajukan sudah sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo dan sesuai dengan Perundang – Undangan. Dalam teori keadilan menurut Aristoteles dalam ajarannya tentang Keadilan distributif. Keadilan distributif adalah keadilan yang menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi haknya secara proposional. Jadi keadilan distributif berkenaan dengan penentuan hak dan pembagian hak yang adil dalam hubungan dalam masyarakat dengan negara, dalam arti apa yang seharusnya diberikan negara kepada warganya. Keadilan distributif merupakan tugas dari pemerintah kepada warganya untuk menentukan apa yang dapat dituntut oleh wargannya. Disini Kabupaten Sukoharjo sudah dapat memberikan keadilan bagi pekerjanya, karena nilai Upah Minimum Kabupaten sudah 100% dari pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) yang ada didaerah tersebut. Maka dari itu dapat dikatakan Usulan dari lembaga tripartite sudah berkeadilan dan sesuai dengan Perundang – Undangan yang berlaku.
68
Kendala – kendala yang di hadapi : 1. Masing – masing dari 2 unsur antara pengusaha ( Apindo ) dan pekerja sangat bertolak belakang; Dalam penentuan upah minimum antara 2 unsur tersebut bertolak belakang. Maksudnya dari pihak pengusaha ( Apindo ) memberikan usulan upah minimum ditekan serendah mungkin sedangkan dari pihak pekerja upah minimum diharapkan setinggiu mungkin. Hal tersebut menyulitkan dalam penentuan suatu upah minimum. 2. Tidak adanya kesepakatan dari lembaga tripartite. Lembaga tripartite mengusulkan nilai atau ukuran masing – masing yang berbeda. Dan dalam menentukan ukuran nilai upah minimum tidak ada kesepakatan bersama yang dapat diambil. Sehingga Bupati harus mengeluarkan rekomendasi untuk itu.
69
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hal – hal yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Mekanisme yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo dalam proses
penyusunan upah minimum yang
berkeadilan di Kabupaten di Sukoharjo telah sesuai dengan per undang – undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak. Mekanisme yang dilakukan dengan jalan melakukan survey nilai Kebutuhan Hidup Layak di Kabupaten Sukohjarjo sudah sesuai dengan mekanisme menurut ketentuan normatif dan pelaksanaanya juga dilakukan berdasar dan berpatokan dengan Undang – Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga sesuai dengan Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). 2. Pendapat atau usulan dari lembaga tripartite di Kabupaten Sukoharjo mengenai upah minimum telah sesuai dengan per undang – undangan dan ketentuan kebutuhan hidup layak. Dapat di lihat Parameter yang digunakan dalam penetapan upah minimum didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) didaerah yang bersangkutan. Hal tersebut dilihat dari besarnya Upah Minimum Kabupaten di Sukoharjo telah sesuai dan menggunakan 100%
dari pencapaian nilai Kebutuhan Hidup Layak
( KHL ) di Kabupaten Sukoharjo. Dilihat dari data pada 1 tahun terakhir yaitu pada tahun 2009, data yang ada besarnya nilai KHL Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp. 769.500,00 dan usulan dari lembaga tripartite yang direkomendasikan Bupati kepada Gubernur dan yang disetujui Gubernur adalah sebesar Rp. 769.500,00 dan angka tersebut yang ditetapkan sebagai besarnya Upah Minimum Kabupaten Sukoharjo pada Tahun 2010. Maka dengan itu Pendapat dari lembaga tripartite Kabupaten
69
70
Sukoharjo mengenai Upah Minimum yang berkeadilan sudah sesuai dengan Perundang – undangan dan ketentuan Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ) dan upah minimum yang berkeadilan sudah terwujud dan terlaksana. Kendala – kendala yang di hadapi : 3. Masing – masing dari 2 unsur antara pengusaha ( Apindo ) dan pekerja sangat bertolak belakang; 4. Tidak adanya kesepakatan dari lembaga tripartite.
B. Saran 1. Sebagai intitusi yang bersifat penting atau berperan dan juga aktif, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan yang meliputi juga mengenai pengupahan. Maka dengan itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi hendaknya lebih serius, teliti dan proaktif dalam usaha meningkatkan pengawasan dan lebih baik dalam melakukan mekanisme Kebutuhan Hidup Layak ( KHL ). 2. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukoharjo harus selalu melaksanakan tugas dengan baik dan sesuai dengan perundang – undangan sehingga tercipta suasana yang adil dalam segala hal. Dan juga dengan adanya kendala yang muncul hendaknya untuk lebih meningkatkan program kerja yang lebih baik lagi, sosialisasi dan penetapan nilai Kebutuhan Hidup Layak diperbaharui kembali.
71 71
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Abdul Rachmad Budiono.1997. Hukum Perburuhan Di Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Asikin, Zainal / Wahab, Agusfiar H. 2002. Dasar – Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta : PT raja Grafindo Persada. Abdul Khakim.2003. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti Bahder Johan Nasution. 2004. Hukum Ketenagakerjaan – Kebebasan berserikat bagi pekerja. Bandung : Mandar Maju. ( diambil mengenai teori keadilan ) Darwan Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti F.X Djumialdji. 2001. Perjanjian Kerja. Jakarta : Bumi Aksara. G
Kartasapoetra,
R.G.
Kartasapoetra.A.G.
Kartasapoetra.1994.
Hukum
Perburuhan Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta : Sinar Grafika. Hendarmin, Ari. 2002. “Kesejahteraan Buruh dan Kelangsungan Usaha : Upah Minimum dari Sisi pandang Pengusaha” dalam Jurnal Analisis Sosial vol.7 no.1 Februari 2002. Bandung : AKATIGA. James M. Buchanan. "Minimum wage addendum". Wall Street Journal: pp. A20. 1996-04-25. Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jawa Timur : Bayumedia. Lalu Husni. 2000. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Peter Mahmud Masduki.2008. Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika Soerjono Soekanto.2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif ( Suatu tinjauan singkat ). Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
72
William M. Boal and Michael R. Ransom, "Monopsony in the Labor Market", Journal of Economic Literature, V.35, March, pgs.86-112
Peraturan Perundang – Undangan : Undang – Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan PP Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan upah Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo No 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Sukoharjo. Peraturan Bupati Sukoharjo Nomor 46 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabnupaten Sukoharjo. Peraturan Mentri Tenana Kerja dan Transmigrasi Nomor PER – 17/MEN/VIII/ 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Putusan 4 SKB itu berdasarkan aturan PER.16/MEN/X/2008, 49/2008, 922.1/MIND/10/2008 dan 39/M-DAG/PER/10/2008 per tanggal 22 Oktober 2008.
Internet : http://kontan.co.id/../penetapan_upah_minimum_kembali ke Undang - undang diakses tanggal 03 oktober 2009. (http://www.bartleby.com/61/83/PO398300.html) diakses pada tanggal 16 November 2009.
LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/108/2009 TENTANG
73
UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan untuk mendorong peningkatan produksi, produktifitas kerja, peran Pekerja/Buruh dalam pelaksanaan proses produksi dan kelangsungan pertumbuhan perusahaan/dunia usaha serta berdasarkan Rekomendasi Bupati/Walikota se Jawa Tengah, perlu ditetapkan besarnya Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan sesuai hasil koordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Jawa Tengah, perlu menetapkan Keputusan Gubernur tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4279); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
74
5. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 4 Seri E Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10); 6. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Daerah Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 6 Seri D Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 12); 7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/Men/2000 tentang Perubahan Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 20 dan Pasal 21 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per01/MEN/1999 tentang Upah Minimum; 8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor PER17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak (KHL); 9. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 65 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi Dan Tata Kerja Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi Dan Kependudukan Propinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 65); 10. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/22/2009 tentang Pembentukan Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah Masa Bhakti 2009-2012;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERTAMA
:
Upah Minimum Pada 35 (Tiga puluh lima) Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2010, yang daftarnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
75
KEDUA
:
Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA adalah upah bulanan terendah, terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap.
KETIGA
:
Upah Minimum hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan tingkat paling rendah yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun.
KEEMPAT
:
Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dapat mengajukan penangguhan upah minimum kepada Gubernur Jawa Tengah atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku paling lama 10 (sepuluh) hari sebelum berlakunya Keputusan ini.
KELIMA
:
Pengusaha yang telah memberikan upah lebih tinggi dari ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, dilarang mengurangi atau menurunkan besarnya upah yang telah diberikan.
KEENAM
:
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah Membentuk Tim Pemantau pelaksanaan upah minimum.
KETUJUH
:
76
Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, maka Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 561.4/52/2008 tanggal 20 November 2008 tentang Upah Minimum Pada 35 (Tiga Puluh Lima) Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
77
KEDELAPAN Keputusan
Ditetapkan pada GUBERNUR
:
ini
mulai
tanggal
ttd. BIBIT WALUYO
berlaku
pada
di 17 JAWA
tanggal
1
November
Januari
2010.
Semarang 2009 TENGAH