PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
M4O-03
PROSES PENGENDAPAN DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN SERPIH FORMASI NANGGULAN, KULON PROGO, YOGYAKARTA BERDASARKAN DATA BATUAN INTI Ahmad Z Al Ansori1*, D. Hendra Amijaya1 1
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika 2, Yogyakarta 55283 *Email :
[email protected] Diterima 20 Oktober 2014
Abstract Indonesia is one country that has big potential of shale gas. Most source rock in the western Indonesia which acts as a potential target of shale gas exploration is synrift sediments Eocene to Oligocene shale. Nanggulan Formation which exposed in Kulon Progo, Yogyakarta is one of the Eocene shale interval known. However, the data about it is still limited. Further studies on the Nanggulan Formation in Kulon Progo is necessary to know depositional process and depositional environment of the Eocene shale more detail. This research uses lithofacies and lithofacies association analysis from core data. Succession of lithofacies Nanggulan shale, Kulon Progo, Yogyakarta based on core data consists of 1. Laminated sandstone facies, 2. Massive sandstone facies, 3. Flaser-Wavy sandstone facies, 4. Massive claystone facies, 5. Massive mudstone facies, 6. Molusca rich mudstone facies, 7. Floatstone facies, 8. Crystalline carbonate facies, 9. Coal facies, 10. Claystone and sandstone interbedded facies, 11. Lenticular mudstone facies. Depositional environment of Nanggulan Formation starts from fluvial, tidal dominant estuarine to shallow marine. In general, depositional environment is deepening. Deposition process in the fluvial and estuarine influenced by river flow and tidal currents. Deposition process in a shallow marine is hypopycnal flow and hyperpycnal flow.
Keywords: Shale Gas, Nanggulan Formation, Lithofacies, Depositional Environment and Depositional Process.
Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai potensi gas serpih yang cukup besar. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya MineralIndonesia mempunyai total cadangan spekulatif gas serpih mencapai 574 TCF [13]. Batuan induk yang berpotensi sebagai target dalam eksplorasi gas serpih di Indonesia bagian barat pada umumnya adalah serpih endapan synrift yang berumur Eosen hingga Oligosen. Formasi Nanggulan yang tersingkap di Kulon Progo, Yogyakarta merupakan salah satu interval serpih yang berumur Eosen [12]. Formasi Nanggulan tersusunoleh batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan kongkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuf [9]. Namun demikian penelitian lebih lanjut mengenai proses pengendapan dan lingkungan pengendapan dari Formasi Nanggulan belum banyak dilakukan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satunya adalah dengan analisis litofasies serpih Formasi Nanggulan dengan menggunakan data batuan inti secara detail, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui proses pengendapan dan lingkungan pengendapan serpih Formasi Nanggulan tersebut. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dalam kegiatan eksplorasi gas serpih dalam kaitannya dengan karakteristik litofasies serpih.
708
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Geologi Regional Secara fisiografi Zona Kulon Progo berupa bentukan Dome (1.022 m) yang terletak di bagian timur Pegunungan Serayu Selatan dan di sebelah selatan dari deretan gunung api (Gambar 1). Secara tatanan tektonik Zona Kulon Progo termasuk dalam Cekungan Jawa Tengah Selatan dan menempati busur gunung api bagian depan[10]. Cekungan Jawa Tengah Selatan dikontrol oleh gaya struktur utama yang berarah Barat laut-Tenggara dan Timur laut-Barat daya(Gambar 2)[7]. Formasi Nanggulan berumur Eosen Tengah-Oligosen Bawah yang terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batulempung dengan kongkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir dan tuf [8]. Bagian atas terdiri atas napal dan batupasir gampingan yang disebut sebagai anggota seputih [9]. Formasi ini tersingkap baik disekitar Kalisonggo dan Kalipuru di bagian timur dari Tinggian Kulon Progo.
Metode Penelitian Data batuan inti diambil dari dua titik lokasi dan dilengkapi dengan data permukaan. Lokasi titik yang pertama (Nanggulan-1) berada di Dusun Ngroto, Desa Pandawarejo, Kecamatan Girimulyo dan lokasi titik yang kedua (Nanggulan-2) berada di Dusun Klepu, Desa Banjararum, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.Batuan inti diambil dengan menggunakan mesin bor tipe Jacro 175 dan menggunakan pipa diameter NQ (2 inchi).Analisis litofasies menggunakan parameter fasies meliputi geometri, litologi, struktur sedimen dan kandungan fosil.Penentuan asosiasi litofasies mengacupada suksesi batuan sedimen di lingkungan pengendapan transisi dan laut dangkal oleh Nichols (2009) [6]. Proses pengendapan serpih diperoleh dari parameter litologi dan struktur sedimen yang mengacu pada proses pengendapan oleh Mulder dkk (2003) [5].
Analisis Data dan Pembahasan Hasil analisis litofasies dari data batuan inti didapatkan 11 jenis fasies yang berbeda (Gambar 3). 1. Laminated Sandstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu kecoklatan, ukuran butir pasir halus, bentuk butir subangular-subrounded, sortasi baik, sementasi baik, grain supported, kekerasan rendah-sedang, struktur laminasi (<1cm), komposisi kuarsa, plagioklas, fragmen moluska, dan material sedimen berukuran pasir halus. 2. Massive Sandstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu terang, brittle, ukuran butir pasir halus sampai kasar, sortasi berkisar baik sampai dengan buruk, struktur sedimen massif, komposisi berupa kuarsa, feldspar dan terkadang terdapat fragmen moluska dan foraminifera besar. 3. Wavy-Flaser Sandstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu terang, ukuran pasir halus sampai kasar, kekerasan rendah, sementasi sedang, sortasi baik sampai sedang, struktur wavy-flaser bedding, komposisi kuarsa, feldspar, muskovit, mineral lempung, fragmen moluska dan foraminifera besar. 4. Massive Claystone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu, ukuran butir lempung, struktur sedimen masif, komposisi berupa mineral lempung, material sedimen ukuran lempung dan terkadang terdapat karbon flek dan fragmen moluska. Secara umum fasies ini bersifat tidak karbonatan. 5. Massive Mudstone Facies, Fasies ini mempunyai warna abu-abu, brittle, ukuran butir matrik lempung, ukuran butir fragmen lanau sampai kerakal, bentuk fragmen lentikuler, concave, sortasi buruk dengan komposisi matrik berupa mineral lempung, sedangkan komposisi fragmen berupa moluska dan pada beberapa kedalaman terdapat nummulites. 709
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
6. Molusca Rich Mudstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu, ukuran butir matrik lanau, ukuran butir fragmen 1-40 mm, sortasi buruk, matrixsupported, komposisi matrik berupa material sedimen ukuran lanau, mineral karbonat, komposisi fragmen berupa nummulites, kuarsa, feldspar, moluska, discocyclina. 7. Floatstone Facies;Fasies ini mempunyai warna abu-abu gelap, ukuran butir lanau, mudsupported, jumlah fragmen yang berukuran >2 mm lebih dari 10%, komposisi berupa material karbonat dan foraminifera besar. 8. Crystalline Carbonate Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu, ukuran butir mud, kristalin, dengan komposisi berupa mineral karbonat, fragmen moluska danterdapat urat kalsit. 9. Coal Facies; Fasies ini mempunyai warna hitam, luster dull, keras masif dan terdapat face cleat dan butt cleat. 10. Claystone and Sandstone Interbedded Facies; Fasies ini mempunyaiwarna dominan abu-abu gelap. Batupasir mempunyai ukuran butir pasir sangat halus sampai kasar, terkadangterdapat matrik berukuran lempung, sortasi jelek sampai baik, komposisimineral lempung, moluska dan litik. Sedangkan batulempung mempunyai ukuran butir lempung, strukturmasif dengan komposisi berupa material sedimen berukuran lempung. 11. Lenticular Mudstone Facies; Fasies ini mempunyai warna abu-abu gelap, ukuran butir matrik lempung sampai lanau, ukuran butir fragmen pasir halus sampai kasar, sortasi buruk, struktur lentikuler dan terkadang terdapat flaser, komposisi berupa kuarsa, feldspar dan fragmen moluska. Lingkungan Pengendapan Berdasarkan 11 litofasies yang terdapat pada daerah penelitian didapatkan 5 asosiasi fasies yang menunjukkan lingkunganpengendapan transisi sampai laut dangkal. 1. Asosiasi Fasies Upper Flow Regime (UFR) Sand Flats Asosiasi fasies ini mempunyai ketebalan 11,5 m.Asosiasi ini tersusun atas laminated sandstone facies, massive sandstone facies, wavy-flaser sandstone facies, lanticular mudstone facies dan massive claystone facies (Gambar 4). Laminated sandstone facies mempunyai ukuran butir pasir halus. Hal ini menunjukkan batuan ini mengalami proses pengendapan pada lingkungan yang memiliki energi pengendapan cukup tinggi dengan kecepatan arus tertentu [2]. Mengacu pada diagram Hjulstrom [6] ukuran butir pasir halus dapat terangkut dengan mekanisme transportasi dasar aliran atau bedload transport. Wavy-flaser sandstone facies mempunyai struktur sedimen wavy-flaser bedding. Struktur sedimen tersebut menunjukkan proses pengendapan dipengaruhi oleh hydrolic yang berubah-ubah. Lenticularmudstone facies mempunyai karakteristik khusus berupa struktur sedimen lentikuler. Struktur sedimen lentikuler menunjukkan lensa struktur sedimen wavy-flaser dan lentikuler menunjukkan proses sedimentasi pada lingkungan pasang surut. Asosiasi fasies UFR sand flats merupakan bagian braided channel dari sebuah estuarin yang luas dan semakin ke arah laut channel menyatu. Fasies ini merupakan bagian pertemuan energi sungai dan pasang surut dari estuarin dominasi pasang surut (Gambar 4). Endapan yang dihasilkan pada fasies ini terdiri batupasir halus dengan struktur laminasi parallel [3]. UFR sand flats merupakan bagian dari tidal channels bagian paling dalam. Fasies ini pada umumnya channel berbentuk meander (Gambar 4) [6]. Pada fasies ini terdapat dua arus yang mempengaruhi sedimentasi yaitu arus sungai dan arus pasang surut. Ketika arus sungai dominan sedimen yang diendapkan berupa ukuran butir pasir. 710
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
2.
3.
4.
5.
Sedangkan apabila arus pasang surut yang dominan sedimen yang diendapkan berupa ukuran butir lempung. Sehingga pada fasies ini kemungkinan terdapat perselingan batulempung diantara batupasir (Gambar 4). Asosiasi Fasies Salt Marsh Pada batuan inti fasies salt marsh ditunjukkan dengan adanya coal facies dan massive claystone facies. Batulempung tersebut menunjukkan adanya struktur sedimen bedding fissility dan bersifat tidak karbonatan. Batubara menunjukkan warna hitam, keras dan terdapat cleat. Fasies salt marsh mempunyai ketebalan 1 m (Gambar 4). Salt marsh merupakan bagian estuarin yang berada disamping dari tidal channels dan tidal bar yang lebih ke arah darat (Gambar 4). Fasies ini didominasi oleh sedimen halus dengan jumlah sedikit material pasir dan material organik. Sedimen yang berukuran lanau sebagian besar merupakan material organik yang tersuspensi dan terendapkan di salt marsh. Sebagian kecil juga merupakan hasil dari tanaman yang hidup di salt marsh. Salt marsh lebih dikontrol oleh aktifitas organik dibandingkan dengan proses sedimentologi [4]. Asosiasi Fasies Tidal Flats Asosiasi fasies tidal flats tersusun oleh dominasi oleh massive sandstone facies dan wavy-flaser sandstone facies pada bagian bawah dan semakin ke atas lebih berkembang massive mudstone facies, claystone and sandstoneinterbedded facies dan massive claystone facies (Gambar 5). Asosiasi fasies tidal flats ini mempunyai 3 siklus tidal flats yang berbeda dengan total ketebalan 104,1 m. Lingkungan tidal flats mempunyai 3 unit suksesi. Suksesi yang pertama pada kedalaman 176,5 m-161,7 m, Suksesi 2 terletak pada kedalaman 161,7 m-109,4 m. Suksesi 3 terletak pada kedalaman 109,4 m-72,4 m (Gambar 5 dan Gambar 6). Asosiasi Fasies Offshore Transition Asosiasi fasies offshore transition didominasi massive mudstone facies dan juga terdapat molusca rich mudstone facies, massive claystone, crystaline carbonate facies dan massive sandstone facies. Ketebalan total dari asosiasi fasies ini adalah 26,4 m (Gambar 6). Pada batuan inti molusca rich mudstone dan massive mudstone facies mempunyai kandungan fragmen moluska yang sangat melimpah dan juga kandungan foraminifera besar yang menunjukkan lingkungan laut dangkal dengan energi cukup tinggi. Crystalline carbonate facies menunjukkan adanya pengaruh laut yang cukup dominan. Asosiasi Fasies Offshore Asosiasi fasies offshore merupakan bagian paling luar dari lingkungan laut dangkal [6]. Asosiasi fasies ini didominasi oleh massive mudstone facies dan floatstone facies dengan sisipan massive claystone facies dan massive sandstone facies. Asosiasi fasies ini mempunyai 2 suksesi dengan ketebalan total 44,5 m (Gambar 7). Dominasi massive mudstone facies dengan sisipan sedikit massive sandstone menunjukkan asosiasi fasies ini diendapkan pada lingkungan yang cukup tenang dan pada lingkungan laut. Floatstone facies dengan kandungan fragmen moluska dan foraminifera besar yang sangat melimpah menunjukkan asosiasi fasies ini dekat dengan lingkungan carbonate platform.
Proses Pengendapan Data geologi regional menunjukkan bahwa Zona Kulon Progo merupakan bagian dari Cekungan Jawa Tengah Selatan yang mempunyai pusat dalaman di sebelah selatan. Cekungan diinterpretasikan terhubung dengan lautan di sebelah selatan. Hal ini menunjukkan bahwa suplai sedimen di cekungan berasal dari sebelah utara.
711
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Proses pengendapan di lingkungan estuarin dipengaruhi oleh arus sungai, arus pasang surut dan arus gelombang laut [4]. Fase awal lingkungan estuarin pada daerah penelitian diawali dengan fasies UFR sand flats. UFR sand flats merupakan titik pertemuan antara aliran sungai dengan arus pasang surut. UFR sand flats ini didomiasi oleh fasies batupasir dengan struktur laminasi dan wavy-flaser. Batupasir dengan laminasi terbentuk ketika arus sungai lebih dominan dibandingkan dengan arus yang lain. Proses transportasi berupa bedload dan suspended load ke arah laut, sedangkan batupasir dengan struktur wavy-flaser terbentuk ketika arus pasang-surut lebih dominan dibandingkan dengan arus yang lain (Gambar 8). Proses sedimensi pada lingkungan tidal flats dipengaruhi oleh proses pasang surut. Tidal flats terletak pada zona intertidal. Pada bagian bawah didominasi oleh fasies batupasir dan semakin ke atas persentase pasir semakin berkurang dan didominasi oleh fasies mudstone. Massive claystone facies dan massive mudstone facies pada umumnya terendapkan secara suspensi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya laminasi tipis, ukuran butir halus dan kandungan skeletal yang sedikit. Material sedimen yang tersuspensi sebagian besar berasal dari dua sumber yaitu hemipelagic mud yang tertransport dari sungai dan dari laut dangkal. Pada lingkungan laut dangkal, proses pengendapan utamanya dipengaruhi oleh aliran Hyperpycnal. Bukti adanya aliran hyperpycnal adalah struktur gradasi terbalik sampai gradasi normal ukuran butir. Kenaikan muka air laut pada lokasi penelitian akan membentuk air yang anoxic dan memungkinkan arus turbit dan aliran hyperpycnal lebih sedikit dan lebih cenderung hypopycnal plume. Molusca rich mudstone facies menunjukkan proses pengendapan berupa hyperpycnal plume. Sedangkan massive mudstone facies proses pengendapan berupa hypopycnal plume (Gambar 8).
Kesimpulan Suksesi litofasies serpih Formasi Nanggulan, Kulon Progo, Yogyakarta berdasarkan data batuan inti meliputi :Laminated sandstone facies, Massive sandstone facies, Wavy-flaser sandstone facies, Massive claystone facies, Massive mudstone facies, Molusca rich mudstone facies, Floatstone facies, Crystalline carbonate facies, Coal facies, Claystone and sandstone interbedded facies, Lenticular mudstone facies. Lingkungan pengendapan Formasi Nanggulan dimulai dari sungai, estuarin dominasi pasang surut dan laut dangkal. Secara umum lingkungan pengendapan mengalami pendalaman. Proses pengendapan yang berlangsung di sungai dan estuarin dipengaruhi oleh arus sungai dan arus pasang surut. Sedangkan proses pengendapan di laut dangkal berupa aliran hypopycnal dan aliran hyperpycnal.
Daftar Pustaka [1]
[2] [3]
[4]
Bhattacharya, J.P dan MacEachern, J.A., Hyperpycnal Rivers and Prodeltaic Shelves in the Cretaceous Seaway of North America, Journal of Sedimentary Research, v.79, pp 184-209, 2009. Boggs, S. J.,Principles of Sedimentology and Stratigrafi, 4th Ed., Merill Publishing Company, Colombus, 2006. Dalrymple, R.W., Brian, A.Z., and Ron, B., Estuarine Facies Models : Conceptual Basis and Stratigraphic Implication, Journal of Sedimentary Petrology, Vol. 62, No. 6, 1992. Dalrymple, R.W., and Davis, R.A., Principles of Tidal Sedimentology, Springer Science+Business Media B.V, 2012. 712
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
[5]
[6] [7] [8] [9] [10] [11]
[12] [13]
Mulder, T., Syvitski, J.P.M., Migeon, S., Faugeres, J.C., dan Savoye, B., Marine Hyperpycnal Flows : Initiation, Behavior and Related Deposits. A Review, Marine and Petroleum Geology 20 (2003), pp. 861-882, 2003. Nichols, G., Sedimentology and Stratigraphy, Wiley-BlackWell, United Kingdom,2009. Patra Nusa Data, Indonesia Basin Summary (IBS), PT. Patra Nusa Data Publisher, Jakarta, hal Frontier II.1-II.12, 2006. Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D.,Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung,1995. Suroso, Rodhi, A., dan Sutanto, Usulan Penyesuaian Tata Nama Litostratigrafi Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Prosiding IAGI ke-15, Yogyakarta, , 1987. Van Bemmenlen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol. IA, General Geology of Indonesia and Andjacent Archipelagos, Martinus Nijhoff, The Hague, hal. 29. Winardi, S., Toha, B., Imron, M. and Amijaya, D.H., The Potency of Eocene Shale of Nanggulan Formation as Hydrocarbon Source Rock, Proceedings Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), 39th Annual Convention, 2010. “Indonesian Shale Gas Potency Reaches 574 TCF”, Available : www.migas.esdm.co.id[Accessed : January, 2014]. “Tide Dominated Estuary”, Available : www.ozcoasts.gov.au.[Accessed : May, 2014].
713
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 1. Digital Elevation Model (DEM) Zona Kulon Progo dan sekitarnya.
Gambar 2. Elemen tektonik Cekungan Jawa Tengah Selatan. Kotak biru merupakan Zona Kulon Progo [6]. 714
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 3. 1)Massive Sandstone Facies; 2) Massive Claystone Facies; 3) Laminated Sandstone Facies; 4) Wavy-Flaser Sandstone Facies; 5) Massive Mudstone Facies; 6) Molusca Rich Mudstone Facies; 7) Crystalline Carbonate Facies; 8) Lenticular Mudstone Facies; 9) Coal Facies; 10) Floatstone Facies. 715
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 4.Ilustrasi lingkungan pengendapan pada kedalaman 189 m-176,5 m. Pada bagian bawah menunjukkan lingkungasn UFR sand flats yang didominasi oleh laminated sandstone facies dan wavy-flaser sandstone facies. Pada bagian atas lingkungan pengendapan berkembang menjadi salt marsh dengan adanya coal facies. 716
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 5. Ilustrasi lingkungan pengendapan tidal flat,suksesi yang pertama pada kedalaman 176,5 m-161,7 m dan suksesi 2 pada kedalaman 161,7 m-109,4 m.
717
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 6. Ilustrasi lingkungan pengendapan tidal flatssuksesi 3 pada kedalaman 109,4 - 72,4 m (bawah) dan Ilustrasi lingkungan pengendapan offshore transition (atas). 718
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
? ?
?
Gambar 7. Ilustrasi lingkungan pengendapan offshorepada kedalaman 72,4 – 3 m.
719
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 8. 1). Ilustrasi proses pengendapan sedimen di lingkungan estuarin dominasi pasang surut[13]. 2). Ilustrasi proses pengendapan hypopycnal plume dan hyperpycnal plume pada laut dangkal [1].
720