PROSES PEMBUATAN TAPIOKA SKALA PILOT DARI VARIETAS SINGKONG MANGGU DAN SINGKONG KARET SERTA APLIKASINYA TERHADAP KERENYAHAN PRODUK PILUS
AGISIO ALYA SUKMA
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Proses Pembuatan Tapioka Skala Pilot dari Varietas Singkong Manggu dan Singkong Karet serta Aplikasinya Terhadap Kerenyahan Produk Pilus” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor Bogor, September 2014
Agisio Alya Sukma NIM F24100069
ABSTRAK AGISIO ALYA SUKMA. Proses Pembuatan Tapioka Skala Pilot dari Varietas Singkong Manggu dan Singkong Karet serta Aplikasinya Terhadap Kerenyahan Produk Pilus. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan ROSITA Kualitas produk akhir menjadi sangat penting untuk diperhatikan bagi industri pangan. Hal ini erat kaitannya dengan kualitas bahan baku yang digunakan. Salah satu aspek terkait dengan kualitas produk akhir adalah karakteristik tekstur produk pangan yang dihasilkan. Tekstur memiliki peranan dalam penerimaan konsumen terhadap suatu produk pangan. Pilus makanan ringan berbentuk bulat yang terbuat dari tapioka. Dengan pengendalian parameter proses pembuatan tapioka dan juga pengaruh perbedaan varietas singkong manggu dan singkong karet dalam pembuatan tapioka terhadap karakteristik tekstur pilus yang diinginkan. Pengambilan data berdasarkan parameter kritis diantaranya kadar pati, profil pasting pati, kadar amilosa amilopektin dan nilai swelling power serta uji produk akhir pilus dengan Texture Analyzer dan organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan parameter yang paling berpengaruh terhadap kerenyahan pilus adalah rasio amilosa amilopektin yang rendah. Serta diperoleh data bahwa perbedaan varietas singkong tidak berpengaruh terhadap pembuatan tapioka. Namun perbedaan varietas berpengaruh terhadap kerenyahan produk pilus. Kata kunci: tapioka, singkong, pati, amilosa, pilus
ABSTRACT AGISIO ALYA SUKMA. Process of Making Tapioca on Pilot Scale from Varieties of Manggu Cassava and Karet Cassava and Applicated to Crispiness of Pilus The quality of the final product becomes very important to attention for the food industry. It is closely related to the quality of the raw materials who used. One of the aspects linked to the quality of the end product is the texture characteristic of final food products. Textures have function in consumer acceptance of a food product. Pilus spherical-shaped snack made from tapioca. With control the process parameters of making tapioca and influence of cassava varieties difference such as manggu cassava and karet cassava in making tapioca flour to the desired texture characteristic of pilus. Take data based on critical parameter such as starch content, profile of starch gelatinization, amylose and amylopectin content , swelling power value and final product with Texture Analyzer as hardness and organoleptic. This research refer to parameter who most influence to crispiness is low rasio amylose-amilopectin. And it is get data that difference of cassava varieties not influence in process of making cassava flour. But difference of varieties cassava influence to crispiness of pilus. keywords : tapioca, cassava, starch, amylose, pilus
PROSES PEMBUATAN TAPIOKA SKALA PILOT DARI VARIETAS SINGKONG MANGGU DAN SINGKONG KARET SERTA APLIKASINYA TERHADAP KERENYAHAN PRODUK PILUS
AGISIO ALYA SUKMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Proses Pembuatan Tapioka Skala Pilot dari Varietas Singkong Manggu dan Singkong Karet Terhadap serta Aplikasinya Kerenyahan Produk Pilus ini berhasil diiselesaikan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan Maret-Juli di Technopark IPB, Laboratorium GarudaFood Putra Putri Jaya dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Penulis mengucapkan terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Bapak Dr Ir Feri Kusnadar M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan saran, kritik dan dorongan selama saya kuliah di ITP. 2. Ibu Wati STP, Ibu Rosita STP M.Sc selaku pembimbing lapang yang telah banyak memberi saran, kesabaran. 3. Ibu Elvira Syamsir STP M.Sc selaku penguji yang telah memberikan saran serta kritik selama sidang. 4. Papah Atang Supendi, mamah Ani Kusmiati, adik Aeska Alya Sukma dan Ashara Alya Sukma , serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. 5. Staff technopark Pak Jaenal, Mang Sadat, dan Mang Ujang yang sudah membantu selama penelitian ini. 6. Staff RnD Garudafood Mas Danur, Mbak Nita, Mbak Uti dan staff yang lain yang selama penelitian sudah membantu. 7. Teman-teman se-magang Andino, Muti, Agit yang seperjuang selama berbulan-bualn selama magang. 8. Sahabat-sahabat Diki, Jae, Lingga, Arief Munandar, Bachtiar 9. Temen sebimbingan Vega, Tomy, dan temen-temen ITP 47 lainnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Agisio Alya Sukma
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Pati
2
Singkong
2
Proses Pembuatan Tapioka
3
Pilus
4
METODE
4
Waktu dan Tempat Penelitian
4
Bahan
4
Alat
5
Tahapan Penelitian
5
Prosedur Analisis Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil SIMPULAN DAN SARAN
11 11 18
Simpulan
18
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR TABEL
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penurunan HCN pada singkong Bahan baku utama Diagram modifikasi proses pembuatan tapioka Pembuatan Tapioka Data tekstur dan sensori kerenyahan produk pilus Parameter pendugaan korelasi terhadap kerenyahan pilus
3 12 13 14 17 18
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Diagram alir pembuatan tapioka (Setyono et al. 1991) Diagram alir pembuatan tapioka Diagram alir pembuatan pilus Kadar Pati, Amilosa, Amilopektin Swelling Power Kurva profil pasting tapioka
6 7 8 14 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Foto proses pembuatan tapioka Trail pembuatan tapioka Tabel pati Kurva standar amilosa Kadar amilosa Swelling Power Tabel Data tekstur Tabel sensori intensitas kerenyahan Tabel sensori hedonik Hasil analisis ANOVA kadar pati Hasil analisis ANOVA kadar amilosa Hasil analisis ANOVA kadar amilopektin Hasil analisis ANOVA swelling power Hasil analisis ANOVA tekstur pilus Hasil analisis ANOVA sensori intensitas kerenyahan Hasil analisis ANOVA sensori kesukaan pilus Hasil analisis ANOVA viskositas puncak Hasil analisis ANOVA setback
21 24 24 24 25 25 26 27 28 30 30 31 31 32 32 33 33 34
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini permintaan akan makanan olahan tinggi, hal tersebut mendorong berkembangnya inovasi. Industri pangan berlomba untuk memenuhi permintaan tersebut, maka terjadi persaingan antar industri pangan. Sekarang ini makanan olahan yang digemari masyarakat yaitu produk snack, salah satunya pilus. Makanan olahan ini digemari karena bisa menjadi teman makan. Produsen yang mengembangkan produk makanan olahan ini adalah PT GarudaFood. Pilus adalah makanan ringan berbentuk bulat yang terbuat dari tepung singkong/tapioka dengan campuran bahan atau pati lain dan bumbu rempah yang diproses dengan atau tanpa menggunakan ekstrusi kemudian dipotong menjadi ukuran kecil dan digoreng (Direktorat Standardisasi Produk Pangan, 2006). Tapioka yang digunakan selama ini masih beragam dan dapat berubah bergantung dari ketersediaan tepung yang ada. Hal itu mengakibatkan tekstur pilus yang dihasilkan tidak konsisten. Karakter pilus yang diharapkan memiliki tekstur renyah dan berpori rapat. Sifat fisikokimia tapioka bisa dipengaruhi oleh umur panen singkong, varietas singkong, dan faktor lingkungan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui paramater yang paling berpengaruh terhadap kerenyahan produk akhir pilus Perumusan Masalah PT Garudafood membutuhkan tapioka yang konsisten untuk memperoleh produk pilus yang renyah dan berpori rapat. Tapioka yang digunakan masih beragam dan dapat berubah bergantung dari ketersediaan tepung yang ada. Keberagaman tapioka yang ada bisa terjadi karena proses pembuatan tapioka tidak sama. Untuk itu perlu dipelajari parameter proses pembuatan tapioka Berdasarkan penelitan sebelumnya tapioka yang dihasilkan dengan pengeringan cabinet suhu 40-60oC memiliki karakter viskositas puncak yang paling rendah diantara perlakuan yang lain dan pilus yang dihasilkan memiliki kerenyahan yang paling tinggi (Kusumawardhani 2013). Data tersebut digunakan sebagai dasar proses pembuatan tapioka dengan skala yang lebih besar. Selain itu dipelajari pengaruh varietas singkong manggu dan varietas singkong karet terhadap karakter tepung dan kerenyahan pilus. Selain itu ditambahkan parameter analisis kadar pati, amilosa, amilopektin, swelling power, dan profil pasting pati serta parameter fisik mengukur kerenyahan pilus secara objektif dengan Texture Analyzer dan secara subjektif dengan oragnoleptik. Penelitian ini dilakukan dua kali pengulangan untuk pembuatan tapioka untuk masing-masing varietas untuk singkong manggu maupun singkong karet. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian magang di PT. GarudaFood Putra Putri Jaya secara umum adalah meningkatkan wawasan berpikir mahasiswa dalam skala industri, meningkatan keterampilan mahasiswa seiring dengan perkembangan industri
2 pangan, dan memberikan pengalaman lapang dalam penerapan ilmu dan teknologi pangan di industri dalam upaya penyelesaian tugas akhir sebagai syarat kelulusan. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengkaji ulang parameter proses pembuatan tapioka. Mengendalikan parameter prosesnya. Mempelajari pengaruh varietas singkong manggu dan singkong karet terhadap karakter tapioka. Mempelajari karakter tapioka yang berpengaruh terhadap kerenyahan pilus Manfaat Penelitian Memperoleh alur proses pembuatan tapioka dengan karakter yang diharapkan. Memperoleh cara pengendalian parameter proses pembuatan tapioka. Memperoleh varietas singkong yang berpengaruh terhadap karakter tapioka. Memperoleh tapioka yang berpengaruh terhadap kerenyahan pilus.
TINJAUAN PUSTAKA Pati Pati termasuk pada bagian dari karbohidrat. Karena sifat fungsional dari pati dapat berperan sebagai pengental, penstabil, pembentuk gel dan pembentuk lapisan film. Sumber pati bisa berasal dari seperti serealia, umbi-umbian, kacangkacangan, biji-bijian maupun buah-buahan. Pati berbentuk granula berwarna putih, tidak berbau dan berasa. Granula pati dibagi dua bagian, daerah pertama yaitu daerah kristalin yang terdiri berdasarkan fraksi amilopektin, sedangkan bagian lainnya yaitu daerah amorf terdapat fraksi dari amilosa (Kusnandar 2010) Amilosa adalah polimer linier dari α-D-glukosa yang terhubung satu sama lain melalui ikatan glikosidik α(1-4). Amilopektin juga merupakan polimer dari αD-glukosa yang memiliki struktur percabangan, dimana terdapat 2 jenis ikatan glikosidik, yaitu ikatan glikosidik α(1-4) dan α(1-6). Ikatan glikosidik α(1-4) membentuk struktur linear, sedangkan ikatan glikosidik α(1-6) membentuk percabangan (Kusnandar 2010) Sifat–sifat fisikokimia pati diantaranya amilosa, amilopektin, viskositas gelatinisasi, Swelling power (Murillo dkk., 2008). Hal-hal tersebut harus diperhatikan. Singkong Singkong atau ubikayu (Manihot utilisima Crantz) merupakan salah satu sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah padi dan jagung. Tanaman ini merupakan bahan baku yang paling potensial untuk diolah menjadi tepung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2.5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0.5% dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein. Singkong segar mengandung
3 senyawa glokosida sianogenik dan bila terjadi proses oksidasi oleh enzim linamarase maka akan dihasilkan glukosa dan asam sianida (HCN) yang ditandai dengan bercak warna biru, akan menjadi toxin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm. (Departemen Pertanian 2011) Berdasarkan kadar amilosa, ubikayu dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu singkong gembur (kadar amilosa lebih dari 20%) yang ditandai secara fisik bila kulit ari yang berwarna coklat terkelupas dan kulit tebalnya mudah dikupas, dan singkong kenyal (kadar amilosa kurang dari 20%) yang ditandai bila kulit ari warna coklat tidak terkelupas (lengket pada kulit tebalnya) dan kulit tebalnya sulit dikupas (Departemen Pertanian 2011) Karakteristik singkong umumnya berdasarkan rasa manis atau pahit yang dapat dihubungkan dengan kandungan HCN (Bokanga 2001). Pengelompokan singkong berdasarkan kadar HCN menjadi 4 kelompok, yaitu (1) singkong manis bila kadar HCN 40 ppm (manis), seperti varietas Adira I, gading, mangi, betawi, mentega, randu ranting dan kaliki (2) singkong agak beracun bila kadar HCN 50 – 80 ppm (3) singkong beracun kadar HCN 80-100 ppm (4) singkong sangat beracun mengandung kadar HCN lebih dari 100 ppm seperti varietas Bogor, SPP dan Adira II. (Departemen pertanian 2011). Singkong manggu termasuk kelompok singkong manis, singkong manggu ini merupakan salah satu varietas singkong unggulan yang sering digunakan untuk olahan seperti keripik maupun tapioka. Sementara itu singkong karet termasuk kadar HCN tinggi dimana biasa digunakan industri untuk membuat tapioka maupun biodiesel. Namun kadar HCN yang tinggi pada singkong karet harus dikurangi hingga batas bisa dikonsumsi. Cara penurunan kadar HCN dengan pencacahan dan pemanasan 37-400C selama 7 jam. Namun dengan pengeringan 3 jam saja cukup untuk singkong karet aman dikonsumsi dengan kadar HCN 33 ppm seperti dikutip di Tabel 1. Tabel 1 Penurunan HCN pada singkong Waktu (jam) Kandungan HCN dalam umbi singkong karet (ppm) 0 289 1 129 2 76 3 33 4 33 5 28 6 22 7 12 (Yuningsih 2009) Proses Pembuatan Tapioka Tapioka adalah pati yang diekstrak dari sumber pati seperti salah satunya singkong. Pembuatan tapioka bisa berasal dari berbagai macam singkong. Proses pembuatan tapioka diawali dengan singkong dicuci bersih, kemudian diparut sambil diberi air. Parutan tersebut dimasukkan dalam air dan disaring, serta diperas sampai patinya keluar semua. Air perasan kemudian diendapkan dan
4 airnya dibuang. Gumpalan pati diremahkan dengan alat molen sehingga bentuknya butiran kasar, selanjutnya dikeringkan dan digiling, serta diayak dengan ukuran 80 mesh. Ampas hasil pengolahan pati tersebut dapat digunakan untuk makanan ternak (Setyono et al. 1991 dalam jurnal departemen pertanian 2011). Menurut Suprapti (2005) rendemen tapioka yang didapat 25% namun jarang sekali industri mencapainya. Biasanya hanya berkisar antara 10-15%. Proses pemarutan menggunakan crusher, lalu untuk ekstraksi dan pemisahan pati secara sentrifugasi dengan alat Auto Brush Strainer dan Nozzle separator dimana berjalan secara kontinyu. Cara kerja Auto Brush Strainer ini untuk ekstraksi dan juga sebagai perlakuan awal sebelum ke Nozzle Separator, sedangkan Nozzle Separator bekerja seperti separator yang lainnya, pemisahan secara kontinyu ari campuran minyak/air/lumpur, memulihkan kembali lemak wol dari air limbah wol, mengembalikan minyak dari jus sawit. Prinsip pemisahan sentrifugasi didasarkan pada perbedaan berat jenis dari komponen-komponen yang ada. Cairan tak larut (fase terdispersi) dalam fase cair kontinyu akan terendap hingga kecepatan konstan akhir tercapai. Umumnya, sentrifugasi digunakan untuk memisahkan komponen tak larut (insoluble) dari media cair (Ford dan Graham, 1991; Ruthven 1997). Menurut Brooker et al. (1973), pengeringan adalah proses pindah panas dari udara pengering ke bahan dan penguapan kandungan air dari bahan ke udara pengering secara simultan. Pengering kabinet (cabinet dryer) terdiri dari suatu ruangan yang terisolasi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas. Pengeringan akan memakan waktu 5-10 jam atau kurang tergantung dari jenis bahan dan tingkat kadar air yang diinginkan (De Leon 1988). Pilus Pilus merupakan salah satu jenis snack tradisional. Pilus banyak ditemui di daerah Jawa Tengah, khususnya di daerah Brebes, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, dan Kebumen. Pilus adalah makanan ringan berbentuk bulat yang terbuat dari tepung singkong/tapioka dengan campuran bahan atau pati lain dan bumbu rempah yang diproses dengan atau tanpa menggunakan ekstrusi kemudian dipotong menjadi ukuran kecil dan digoreng (Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2006). METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juli 2014 di PT Garudafood Putra Putri Jaya, Technopark IPB dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB Bahan Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari bahan produksi dan bahan analisis. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong manggu 1 umur panen 8 bulan, singkong manggu 2 umur panen 9 bulan, singkong karet 1 umur panen 11 bulan, singkong karet 2 umur panen 12 bulan.
5 Bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis meliputi Na2CO3, Akuades, CuSO4.5H2O, HCl 3%, NaOH 3%, KI 20% , Na2S2O3 0.1 N, indikator kanji 0.5%, H2SO4 25%, amilosa murni, etanol 95%, NaOH 1N, asam asetat 1 N, larutan iod Alat Alat-alat yang digunakan terdiri dari Crusher, Raw Starch Milk Tank, Auto Brush Strainer, Nozzle Separator, Cabinet Dryer, Pin Disc Mill, pipet, kondensor, spektrofotometer, hot plate, Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer, serta alat-alat gelas lainnya. Tahapan Penelitian Penelitian ini dibagi tiga tahapan yaitu proses pembuatan tapioka skala pilot seperti diagram alir pembuatan tapioka berdasarkan referensi, kemudian penyusaian diagram alir proses pembuatan tapioka dengan alat-alat di FTechnopark, pengadaan bahan baku, percobaan dan modifikasi proses pembuatan tapioka, dan rekomendasi diagram alir proses pembuatan tapioka skala pilot di TECHNOPARK. Tahapan kedua analisis kadar pati, amilosa-amilopektin, swelling power, profil pasting pati. Serta tahapan aplikasi tapioka pada pilus dengan analisis tekstur secara objektif dan subjektif. Analisis objektif dengan menggunakan Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer dan secara subjektif dengan uji organoleptik rating intesitas dan kesukaan kerenyahan pilus. Proses pembuatan tapioka dikutip (Gambar 1) dimulai dari Proses pembuatan tapioka diawali dengan singkong dicuci bersih, kemudian diparut sambil diberi air. Parutan tersebut dimasukkan dalam air dan disaring, serta diperas sampai patinya keluar semua. Air perasan kemudian diendapkan dan airnya dibuang. Gumpalan pati diremahkan dengan alat molen sehingga bentuknya butiran kasar, selanjutnya dikeringkan dan digiling, serta diayak dengan ukuran 80 mesh. Proses pembuatan tapioka disesuaikan dengan ketersediaan alat-alat di FTechnopark (Gambar 2) singkong yang telah dikupas dan dibersihkan kemudian diparut dengan Crusher sambal ditambahkan air. Parutan singkong tersebut di ekstraksi menggunakan Auto Brush Strainer, dari alat ini keluarannya ampas dan air perasan tersebut yang langsung dialirkan ke Nozzle Separator yang berfungsi sebagai pemisah pati dengan sistem sentrifugasi. Kemudian pati yang keluar dari Nozzle Separator dikeringkan dengan Cabinet Dryer suhu 40-60oC (Kusumawardhani 2013). Pati yang kering tersebut digiling dan diayak 80 mesh menggunakan alat Disc Mill. Ukuran mesh 80 diambil disesuaikan dengan grade tapioka B (Radley 1976). Tapioka dianalisis kadar pati, kadar amilosa-amilopektin, swelling power, dan profil pasting pati. Kemudian tapioka diaplikasikan ke pilus (Gambar 3). Pembuatan pilus diawali pencampuran tapioka dengan modified starch, kemudian ditambahkan bumbu selama pencampuran. Setelah tercampur diuleni sampai kalis sehingga menjadi adonan berbentuk silinder, kemudian dipotong dan digoreng, lalu ditiriskan.
6
Singkong
Pencucian Air
Pemarutan Parutan Penyaringan dan pemerasan
Pati Pengendapan
Gumpalan pati
Peremahan dengan alat molen
Pati butiran kasar Pengeringan Penggilingan dan pengayakan
Tapioka Gambar 1 Diagram alir pembuatan tapioka (Setyono et al. 1991 dalam Departemen Petanian 2011)
7
Singkong Pengupasan dan Pembersihan
Air
Pemarutan dengan Crusher
Parutan Ekstraksi dengan Auto Brush Strainer Pemisahan dengan Nozzle separator Pati Pengeringan dengan Cabinet dryer Penggilingan dan pengayakan Tapioka
Gambar 2 Diagram alir pembuatan tapioka
Ampas
Air
8
Modified Starch
Tapioka
Larutan bumbu
Pencampuran Pengadonan sampai kalis
Adonan
Pembentukan silender Pemotongan Penggorengan Penirisan
Pilus
Gambar 3 Diagram alir pembuatan pilus
9 Prosedur Analisis Data 1. Analisis Tapioka a. Pengukuran rendemen Tapioka yang telah jadi kemudian akan dihitung nilai rendemennya dengan cara sebagai berikut
b. Analisis pasting dengan Rapid Visco Analyzer Analisis pasting pati dilakukan dengan instrumen Rapid Visco Analyzer. Sampel sebanyak 3 - 4 gram (kadar air diketahui) disuspensikan dalam 25 ml air destilata. Suspensi dipanaskan hingga suhu 50 oC dan dipertahankan selama 1 menit, kemudian dipanaskan lebih lanjut hingga mencapai suhu 95 oC dengan kecepatan pemanasan 6 oC/menit dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu dilakukan pendinginan hingga mencapai suhu 50 oC dengan kecepatan pendinginan 6 oC/menit dan dipertahankan suhu tersebut selama 5 menit. Informasi yang dapat diperoleh dari kurva viskograf adalah parameter pasting pati, antara lain: viskositas maksimum (viskositas tertinggi selama proses pemanasan), suhu awal gelatinisasi, waktu untuk mencapai viskositas maksimum, viskositas terendah yang teramati setelah mencapai viskositas maksimum, viskositas akhir, dan viskositas setback. Seluruh nilai dilaporkan dalam menit, oC atau centi Poise (cP). c. Analisis kadar pati metode Luff Schoorl (SNI 01-2892-1992) Pembuatan Larutan Luff Schrool. Sebanyak 71.9 g N2CO3 anhidrat dilarutkan dalam 300 mL akuades yang dipanaskan. Setelah larut, kemudian ditambahkan 25 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 25 mL akuades sedikit demi sedikit. Kemudian di tambahkan 8 g CuSO4.5H2O dalam 100 mL akuades sedikit demi sedikit. Setelah semua bercampur, kemudian penangas diturunkan suhunya dan dibiarkan selama 30 menit, setelah itu larutan ditera sampai 500 mL dan dibiarkan selama satu malam didalam tempat gelap. Analisis sampel. Sebanyak 1 gram sampel tepung dilarutkan dalam 40 mL HCl 3%, dan di refluks selama 3 jam dengan suhu sekitar 200-250°C. kemudian sampel didinginkan dan kemudian dinetralkan dengan menambahkan beberapa tetes NaOH 3% dengan bantuan indikator PP sampai berwarna merah muda dan diasamkan sedikit dengan menggunakan HCl 3% sampai pH nya sedikit asam yaitu sekitar 6, kemudian ditera dalam labu takar 100 mL dengan menggunakan akuades, kemudian disaring. Sebanyak 5 mL filtrat dipipet ke dalam erlenmeyer asah dan ditambahkan 25 mL larutan Luff Schrool dan 20 mL akuades dan direfluks kembali selama 10 menit (dihitung pada saat mulai mendidih). Setelah mendidih, kemudian didinginkan dalam boks es selama beberapa menit. Kemudian sampel yang telah dingin ditambahkan 25 mL H2SO4 25% dan 15 mL larutan KI 20% lalu segera dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N yang telah distandarisasi. Penambahan indikator kanji 0.5% dilakukan pada saat titrasi berlangsung, titrasi dihentikan pada saat larutan berubah warna dari ungu menjadi putih keruh. Penentuan blanko dilakukan dengan mencampurkan 25 mL larutan
10 Luff Schrool dan 25 mL akuades (tanpa sampel). Kemudian direfluks selama 10 menit (dihitung pada saat mulai mendidih ), lalu didinginkan dalam boks es selama beberapa menit. Kemudian ditambahkan 25 mL H2SO4 25% dan 10 mL larutan KI 20%, dan segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0.1N yang telah distandarisasi. Penambahan indikator kanji 0.5% di lakukan pada saat titrasi berlangsung, titrasi dilakukan pada saat larutan berubah warna dari ungu menjadi putih keruh. Kadar pati diukur dengan cara sebagai berikut: G Fp W
= mg glukosa dari tabel (Vol Na2S2O3 Blanko - Vol Na2S2O3 contoh) = faktor pengenceran = bobot contoh (mg)
d. Analisis kadar amilosa (Apriyantono et al. 1989) dan amilopektin Pembuatan Kurva Standar. Timbang 40 mg amilosa murni dan masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Panaskan tabung reaksi tersebut di dalam air mendidih sekitar 10 menit sampai semua amilosa membentuk gel. Setelah didinginkan, pindahkan campuran secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml. Tepatkan dengan air sampai tanda tera. Pipet sebayak masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 ml larutan tersebut ke dalam labu takar 100 ml, setelah itu tambahkan ke dalam labu takar asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8 dan 1 ml. Kemudian tambhakan 2 ml larutan iod masing-masing, tepatkan larutan tersebut sampai tanda tera dengan air. Setelah didiamkan 20 menit, ukur absorbansi dan intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Buat kurva stndar sebagai hubungan antara kadar amilosa (sumbu x) dengan absorbansi (sumbu y). Analisis contoh. Tepung ditimbang 100 mg dan masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Kemudian panaskan tabung reaksi selama 10 menit untuk menggelatinisasi pati. Setelah didinginkan, masukkan pasta pati ke dalam labu takar 100 ml dan tepatkan hingga tanda tera. Pipet sebanyak 5 ml larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 100ml, lalu tambahkan 1 ml asam asetat 1N, 2 ml larutan iod bdan air hingga tanda tera. Setelah didiamkan selam 20 menit, ukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 625 nm
C = konsentrasi amilosa contoh dari kurva standar (mg/ml) V = volume akhir contoh (ml) FP = faktor pengenceran W = berat contoh (mg) kadar amilopektin didapatkan sebagai selisih antara kadar pati dengan kadar amilosa
11 e. Analisis Swelling Power (Leach et al, 1959) Analisa swelling power dengan melarutkan 0,1 gr pati dalam 10 ml o aquadest dan dipanaskan dalam water batch 60 C selama 30 menit dengan pengadukan kontinyu. Kemudian dicentrigufe dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit, memisahkan pasta dari supernatantnya dan menimbang berat pastanya.
2. Tahap Analisis Produk Akhir Pilus a. Analisis secara objektif dengan analisis tekstur Secara objektif menggunakan Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Probe yang digunakan adalah compression. Kerenyahan ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan pertama tertinggi b. Analisis secara subjektif dengan uji organoleptik Analisis sensori secara subjektif menggunakan uji Rating 30 orang panelis umum. Parameter yang diuji adalah tekstur (kerenyahan). Analisis dengan ANOVA dan uji lanjut Duncan Skala 1 2 3 4 5
Tekstur (kerenyahan) Sangat tidak renyah Tidak renyah Netral Renyah Sangat renyah
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembuatan Tapioka Pembuatan tapioka ini dilakukan dengan basis singkong segar sebanyak 40 kg. Singkong yang digunakan yaitu singkong manggu dan singkong karet. Masing-masing singkong memiliki umur panen yang berbeda-beda, singkong manggu 1 berumur panen 8 bulan yang dengan kedatangan 26 Maret 2014 dan singkong manggu 2 umur panen 9 bulan kedatangannya 2 April 2014. Untuk singkong manggu didapatkan di Desa Cikarawang (Belakang Kampus IPB). Sedangkan untul singkong karet berumur 11 dan 12 bulan yang berasal dari Bantar Kambing Bogor dengan kedatangan 20 Mei dan 3 Juni 2014. Setiap kedatangan singkong ini tidak ada masa tunggu, saat kedatangan langsung diproses menjadi tapioka. Dengan begitu kesegaran dari singkong tersebut bisa terjaga.
12 Tabel 2 Bahan baku utama Varietas Singkong manggu 1 Singkong manggu 2 Singkong karet 1 Singkong karet 2
Umur panen (bulan) 8
Tanggal kedatangan
Asal
26 Maret 2014
9
2 April 2014
11
20 Mei 2014
Desa Cikarawang (Belakang Kampus IPB) Desa Cikarawang (Belakang Kampus IPB) Bantar Kambing Bogor
12
3 Juni 2014
Bantar Kambing Bogor
Proses pembuatan dikutip di Tabel 3, dimulai dari pengupasan dan pembersihan singkong, singkong dibagi menjadi tiga bagian per masing-masing umbinya agar memudahkan saat akan diparut. Umbi singkong yang telah dikupas dan dibagi menjadi tiga bagian direndam air sampai tertutupi seluruhnya, hal itu dilakukan untuk mencegah umbi menjadi membiru (racun) serta sampai dibersihkan sampai permukaan tidak licin. Lanjut ke proses pemarutan dengan menggunakan alat Crusher. Pada tahap ini pemasukan umbi singkong ke Crusher tidak bisa sekaligus, secara bertahap sambil ditekan-tekan umbinya ke pemotong alat tersebut menggunakan spatula kayu dan tentunya sambil ditambahkan air dengan perbandingan singkong dengan air (5:1), ditambahkan secara perlahan per 5 liter penambahan air agar bisa mengalir dari dalam alat. Namun tidak seluruh saat pemarutan, sisanya ditambahkan setelah terparut agar tidak terlalu pekat parutannya. Tahap berikutkan setelah menjadi parutan dimasukan ke dalam Raw Starch Milk Tank agar nantinya dialirkan ke Auto Brush Strainer selanjutnya ke Nozzle Separator. Pada Raw Starch Milk Tank diberi pompa untuk mengalirkan parutan tersebut dan diberi juga Agitator untuk mengaduk parutan tersebut. Pada tahapan ini mulai dari Raw Starch Milk Tank, Auto Brush Strainer, dan Nozzle Separator berlaku sistem kontinyu. Sebelum dimasukan parutan singkong, dilakukan CIP (Cleaning in Place) dengan air dan parutan singkong sebagai pembersih awal. Pada alat Auto Brush Strainer ada lubang keluaran ampas yang harus selalu diatur keluarannya agar di dalam alat tidak penuh dengan ampas. Air hasil ekstrasi tersebut di alirkan ke Nozzle Separator, Kecepatan harus 6000rpm agar pati terpisah. Setelah pati keluar dari Nozzle Separator ditampung di ember besar dan ditunggu sekitar 2 jam setelah pati keluar dari alat sampai warna airnya bening dan pati mengendap seluruhnya. Lalu buang airnya dan mulai keringanginkan di rumah kaca selama 2 jam. Selama waktu tersebut harus terus dikontrol dengan dibolak-balikkan panas dalam rumah kaca berkisar antar 35-400C pada waktu optimum diluar saat pukul 10-13 karena lewat waktu tersebut suhu dalam rumah kaca turun. Setelah itu dikeringkan di Cabinet Dryer dengan suhu 500C selama 8 jam. Saat pengeringan di Cabinet Dryer pati ditaruh di empat rak dan setiap satu jam sekali pati yang sedang dikeringkan diratakan dibolak-balikkan agar pengeringannya merata serta jangan sampai ada pati yang menggumpal. Karena
13 pati yang menggumpal saat pengeringan akan menjadi asam saat setelah kering. Hal itu disebatkan kadar air dalam pati yang menggumpal tersebut berbeda. Dan setiap jam rak harus terus disirkulasikan dari bagian bawah ke bagian atas karena udara panas dibagian bawah lebih banyak ketimbang diatas. Setelah kering maka pati telah menjadi tapioka lalu digiling dengan Disc Mill yang didalamnya ada berupa Pin yang bisa mengayak tapioka tersebut, ukuran ayakan Pin tersebut 80 mesh karena 80 mesh sudah termasuk tapioka grade B (Radley 1976). Pembuatan tapioka pada tabel 3 hanya digunakan pada singkong karet 2, sedangkan untuk singkong manggu 1, manggu 2 dan karet 1 menggunakan tanoa alat Raw Starch Milk Tank. Tabel 3 Diagram modifikasi proses pembuatan tapioka ALAT Pisau
PROSES Pengupasan dan Pembersihan
Crusher
Pemarutan
Raw Starch Milk Tank
Penyimpanan parutan
Auto Brush Strainer
Ekstraksi parutan
Nozzle Separator
Pemisahan secara sentrifugasi
Cabinet Dryer
Pengeringan
Disc Mill
Penggilingan dan Pengayakan Tapioka
PARAMETER Sampai permukaan umbi bersih dan tidak licin, dipotong menjadi tiga bagian per umbi singkong untuk memudahkan saat pemarutan Ditambahkan air
KETERANGAN Basis singkong 40 kg
Penambahan air : singkong (5:1) Dialirkan dengan Sistem kontinyu pompa ke Auto Brush Strainer Ampas dibuang Sistem kontinyu Kecepatan 6000 Sistem kontinyu rpm. Pati (yang mengendap di bagian bawah tempat) Suhu 500C ±0.50C Kadar air maks. selama 8-9 jam 15% (SNI 1994), diamati selama pengeringan sambil di diratakan sehingga tidak ada pati yang menggumpal. Pengayakan ukuran Standar 80 mesh kehalusan tapioka grade B (Radley 1976)
14 Penggunaan perbandingan air dengan singkong segar yaitu 5:1. Hasil tapioka seperti Tabel 4 dinyatakan rendemen tertinggi yaitu saat pembuatan tapioka singkong manggu 2 yaitu 12.13 %, dan rendemen terendah saat pembuatan tapioka singkong karet 2 adalah 7.23% , hal itu disebabkan banyaknya loss di alat yaitu terbuang saat di Raw Starch Milk Tank karena penambahan air yang kurang saat akan dilakukan dengan sistem continous maupun saat proses penggilingan pada alat Pin Disc Mill. Sehingga tidak menggambarkan pengaruh varietas terhadap hasil rendemen yang didapatkan. Selain itu, rata-rata pengeringan dilakukan dengan suhu 50oC selama 8 jam dengan Cabinet Dryer, hal tersebut diakibatkan karena udara panas bersirkulasi pada Cabinet Dryer tidak dapat kontak yang signifikan terhadap tapioka sehingga harus setiap jam disirkulasikan keempat rak Cabinet Dryer dari bawah ke atas agar pengeringan merata. Tabel 4 Pembuatan Tapioka Sampel Singkong Manggu 1 Singkong Manggu 2 Singkong Karet 1 Singkong karet 2
berat bersih singkong (gr) 30000 28825 30221 28780
berat tapioka (gr) 4001 4850.32 4117.13 2891.17
kadar air 13.40% 13.15% 12.40% 12.10%
Rendemen 10% 12.13% 10.30% 7.23%
Kadar Pati, Amilosa, Amilopektin Berdasarkan Gambar 4 kadar pati dari masing-masing tapioka tidak berbeda nyata (P>0.05). Sedangkan untuk amilosa didapatkan hasil yang berbeda nyata pada taraf siginifikansi 0.05 (P<0.05). Hal itu memang dikarenakan setiap varietas singkong memilki karakteristik rasio penyusunan amilosa-amilopektin yang berbeda. Maka daripada itu hasilnya yang diperoleh amilopektinnya pun berbeda nyata antar kedua varietas. Kadar amilosa dari tapioka singkong manggu lebih kecil yaitu 19.59% dan 19.63%, sedangkan tapioka singkong karet lebih tinggi dengan nilai 26.38% dan 28.5%.
Tapioka manggu 1
51,4 a b
47,34 b 28,5 b
0
75.84 a
26,38 b
20
77.78 a
56,58 a
40
76.21 a
19,63 a
60
57,02 a
80
76.61 a
19,59 a
peren (%)
100
Tapioka Tapioka karet Tapioka karet manggu 2 1 2 AMILOSA AMILOPEKTIN
Gambar 4 Kadar Pati, Amilosa, Amilopektin
15 Perbedaan nilai kadar pati dan amilosa pada tepung tapioka dapat terjadi karena perbedaan varietas singkong dan waktu panen singkong. Radley (1976) menyatakan bahwa kandungan pati singkong meningkat seiring dengan waktu panen. Waktu yang dibutuhkan umbi singkong untuk mencapai kematangan berbeda tergantung iklim dan lokasi penanamannya. Sriroth et al. (1999) menyatakan bahwa kadar amilosa dan pati singkong pada umumnya akan lebih rendah pada tanaman yang masih dalam fase pertumbuhan (belum siap panen). Swelling Power Gambar 5 menyatakan bahwa nilai Swelling power tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 0.05 (P<0.05). Dengan perbedaan amilosa antar varietas tidak cukup membuat nilai Swelling Power berbeda nyata. Seharusnya Swelling power yang tinggi karena meningkatnya amilopektin pada pati. Swelling power terjadi karena adanya ikatan non-kovalen antara molekul-molekul pati. Bila pati dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Ketika granula pati dipanaskan dalam air, granula pati mulai mengembang (swelling). 4
3.65 a
3.52 a
3.76 a
3.00 a 3 2 1 0
Tapioka manggu 1
Tapioka manggu 2
Tapioka karet Tapioka karet 1 2 SWELLING POWER
Gambar 5 Swelling Power Profil Pasting Pati Berdasarkan Tabel 4 bahwa suhu gelatinisasi terendah ada pada tapioka manggu 1 yaitu 67.650C, sedangkan tertinggi ada tapioka karet 1 adalah 68.250C. Suhu gelatinisasi yang rendah menunjukkan bahwa hidrasi air pada tapioka lebih mudah terjadi, sehingga pada suhu yang lebih rendah garnula pati sudah mulai tergelatinisasi. Viskositas puncak tertinggi ada pada sampel tapioka manggu 1 dan terendah pada tapioka karet 2 dengan nilai 7036.5 cP dan 6834.5 cP. Nilai viskositas tertinggi menyatakan bahwa besarnya terhidrasinya air ke dalam granula pati.
16 Tabel 4 Profil pasting masing-masing tapioka Sampel Tapioka manggu 1 Tapioka manggu 2 Tapioka karet 1 Tapioka karet 2
Suhu gelatinisasi (0C) 67.65
Viskositas puncak (cp) 7036.5
Breakdown (cP)
Setback (cP)
5058.5
1219.5
Viskositas Akhir (cP) 3222.5
68.02
7033
5116
1261.5
3179
68.25
6895
4860.5
1038
3072.5
68.02
6834.5
4968
1074
2940.5
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0
120 80 60 40
Temp (oC)
100
20 0 8 72 136 200 264 328 392 456 520 584 648 712 776 840 904 968 1032 1096 1160 1224 1288 1352
Viscocity (cP)
Nilai breakdown yang besar menunjukkan bahwa granula pati tahan panas. Semakin tinggi nilai setback maka semakin tinggi juga kemampuan pati beretrogadasi (Kusnandar 2010) atau memberikan efek keras. Nilai breakdown besar dimiliki oleh tapioka manggu 2 dengan 5116 cP, sedangkan nilai setback tertinggi yaitu 1261.5 cP. Kurva profil pasting tapioka dilihat di Gambar 6
Time (s) Visc(cp) karet 1
Visc(cp) karet 2
Visc(cp) manggu 2
Temp(C)
Visc(cp) manggu 1
Gambar 6 Kurva profil pasting tapioka Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat pola gelatinisasi pati diantaranya sumber pati, ukuran granula, adanya asam, gula, lemak dan protein, enzim, suhu pemasakannya serta pengadukannya (Kusnandar 2010). Dilihat dari kurva bahwa tidak terlihat perbedaan dari masing-masing tapioka. Hal itu tejadi karena proses pembuatan tapioka yang konsisten dengan pemisahan secara mekanis, tidak dengan pembuatan pengendapan seperti cara tradisional. Hal itu terjadi karena ukuran granula yang ada pada tapioka seragam. Dengan seragamnya ukuran granula granula pati pada tapioka pada saat adanya hidrasi air dan perlakuan pemanasan terjadi gelatinisasi yang serentak pada semua bagian tapioka sehingga hasil pola gelatinisasi terlihat sama.
17 Analisis Produk Akhir Pilus Terhadap kerenyahan Secara objektif menggunakan Stable Micro System TAXT2 Texture Analyzer. Dan analisis sensori secara subjektif menggunakan uji Rating. Berdasarkan Tabel 5 bahwa pilus yang memiliki gaya tertinggi yaitu pada tapioka singkong karet 2 yaitu 10.29 kgf, sedangkan yang terendah yaitu pilus dari tapioka singkong manggu 1 dengan nilai 8.65 kgf. Hasil uji sensori intesitas kerenyahan kepada panelis umum diketahui bahwa pilus dari tapioka singkong karet ulangan memiliki skor intensitas kerenyahan lebih kecil yaitu 2.67 dan tertinggi kerenyahannya yaitu tapioka singkong manggu 1 dengan nilai 3.52 serta menurut analisis statistika dengan SPSS 20.0 skor intensitas kerenyahan masing-masing tapioka berbeda nyata. Sedangkan untuk skor kesukaan tertinggi ada pada tapioka singkong manggu 2 yaitu 3.53, terendah pada tapioka singkong karet 2 dengan skor 2.7. Tabel 5 . Data tekstur dan sensori kerenyahan produk pilus Sampel
Kekerasan (kgf)
Skor kesukaan
8.65a
Skor intensitas kerenyahan 3.52a
Tapioka manggu 1 Tapioka manggu 2
8.94ab
3.43a
3.53a
Tapioka karet 1
9.52ab
2.63b
3.45a
Tapioka karet 2
10.29b
2.67b
2.7b
Pilus existing
10.32b
-
-
3.38a
Maka dari itu terbukti dengan analisis dengan SPSS 20.0 bahwa hanya tapioka singkong karet dua yang berbeda nyata dengan ketiga tapioka yang lainnya. Hal itu berati hasil analisis produk akhir pilus dengan secara objektif dan subjektif menunjukkan bahwa jika gaya tinggi yang diujikan pada Texture Analyzer sejalan dengan hasil sensori dimana menunjukkan hasil yang kerenyahannya kurang. Jika dibandingkan dengan tekstur pilus existing tidak berbeda nyata dengan pilus dari tapioka karet dengan signifikansi 5% (P<0.05). Parameter pendugaan korelasi terhadap kerenyahan pilus Berdasarkan Tabel 6 didapatkan bahwa tapioka manggu 2 memiliki hasil yang baik. Dilihat dari skor sensori kesukaannya (3.53), skor sensori intensitas kerenyahannya (3.43) dengan nilai kekerasan 8.94 kgf, viskositas puncaknya (7033 cP), setback (1261 cP). Viskositas puncak, setback, kekerasan, skor kesukaannya tidak berbeda nyata antara tapioka singkong manggu 1, tapioka manggu 2 dan singkong karet 1 (P<0.05). Berarti untuk mendapatkan kerenyahan pilus yang baik harus memiliki rasio amilosa-amilopektin 0.3–0.5, viskositas puncaknya di interval 6895–7036 cP dengan setback 1038-1219 cP, nilai kekerasannya 8.6–9.5 kgf. Namun pilus existing mirip dengan singkong karet dilihat dari nilai kekerasannya tidak berbeda nyata (P<0.05). Singkong karet 2memiliki rasio amilosa-amilopektin 0.5132-0.6020, viskoitas puncaknya 6834.56895 cP, setbacknya 1038-1074 cP.
18 Tabel 6 Parameter pendugaan korelasi terhadap kerenyahan pilus Parameter Rasio amilosaamilopektin Viskositas Puncak (cP) Setback (cP) Kekerasan (kgf) Skor Intensitas kerenyahan Skor kesukaan
Tapioka manggu 1 0.3436
Tapioka manggu 2 0.3469
Tapioka karet 1 0.5132
Tapioka karet 2 0.6020
Pilus Existing -
7036.5a
7033a
6895ab
6834.5b
-
1219.5a 8.65a
1261.5a 8.94ab
1038ab 9.52ab
1074b 10.29b
10.32b
3.52a
3.43a
2.63b
2.67b
-
3.38a
3.53a
3.45a
2.7b
-
Pemilihan bahan baku yang tepat untuk menghasilkan pilus yang memiliki kerenyahan yang baik menjadi sangat penting. Singkong yang akan dipilih unuk dijadikan tapioka dan selanjutnya tapioka diolah menjadi pilus, harus diperhatikan umur panen singkongnya yang sesuai yaitu berumur 8-9 bulan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Alur proses pembuatan tapioka dengan skala pilot yaitu pengupasan dan pembersihan, pemarutan dengan crusher, diekstraksi dengan auto brush strainer, pemisahan secara mekanis dengan nozzle separator, dikeringkananginkan di rumah kaca selama 2 jam dan pengeringan suhu 500C dengan cabinet dryer selama 8 jam serta penggilingan dan pengayakan 80 mesh dengan disc mill menghasilkan karakter pilus yang renyah. Varietas singkong berpengaruh terhadap karakter tapioka yaitu singkong manggu dengan umur panen 8-9 bulan memiliki nilai tekstur pilus secara sensori kerenyahan yang baik yaitu antara yang memiliki kekerasan 8.65-8.94 kgf dengan karakter tapioka yang rasio amilosaamilopektinnya antara 0.3436-03469., vikositas puncaknya 7033-7036 cP dan setbacknya 1219-1261 cP. Namun pilus dari tapioka singkong karet dengan umur panen 11-12 bulan memiliki kemiripan tekstur dengan pilus existing dengan nilai teksturnya 9.5-10 kgf yang rasio amilosa-amilopektinnya antara 0.5132-0.6020. Parameter penting yang perlu dikendalikan adalah umur panen singkong yang menghasilkan rasio amilosa-amilopektin 0.3436-0.3469 yaitu singkong umur panen 8-9 bulan.
19 Saran Disarankan memilih tapioka yang rasio amilosa-amilopektin yang 0.34360.3469, kekerasan 8.65.8.94 kgf, vikositas puncaknya 7033-7036 cP dan setbacknya 1219-1261 cP. Pengendaliannya dari umur panen singkong, umur panen singkong 8-9 bulan untuk pilus yang disukai. DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. S. Budijanto. 1998. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Balitbang Departmen Pertanian. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan. Jurnal AgroInovasi Sinartani Edisi 4-10 Mei 2011 No.3404 Tahun XLI Bokanga M. 2001. Cassava: Post-harvest biodeterioration. International; Institute of Tropical Agriculture (IITA), Ibadan, Nigeria. [terhubung berkala] http://www.cgiar.org/iita/ (20 Mei 2014) Brooker, D.B., F.W. Bakker dan C.W. Hall. 1973. Drying Cereal Grains. The AVIPublishing Co., Inc. Westport, Connecticut, USA De Leon SY., OC Bravo dan LO Martirez. 1988. Fruits and Vegetables Dehydration Manual. Kalayan Press Mktg. Ent., Inc. Quizon City. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 2006. SK Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No HK. 00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM RI. Jakarta [DSN] Dewan Standardidasi Nasional. 1992. Cara Uji Gula (SNI 01-2892-1992). Dewan Standardidasi Nasional, Jakarta [DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1994. Tepung Tapioka (SNI 01-34511994). Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta. Ford TC dan J M Graham. 1991. An Introduction to Centrifugation. Bios Scientific Publishers, Oxford Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan : Komponen Makro. Dian Rakyat: Jakarta Kusumawardhani, A.R. 2013. Pembuatan Tapioka dengan Pengering Semprot dan Pengering Kabinet serta Aplikasinya pada Produk Pilus di PT.GarudaFood Putra Putri Jaya. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ (1959). “Structure of the starch granules. In: swelling and solubility patterns of various starches”. Cereal Chem. 36: 534 – 544. Murillo CEC, Wang Yi dan Perez LAB 2008. Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches, Starch/ Starke Vol 60, 634-645 Radley JA. 1976. Starch Production Technology. Applied Science Publisher ltd. London. Ruthven DM. 1997. Encyclopedia of Separation Technology Vol. I: A KirkOthmer Encyclopedia. John Wiley and Sons, Inc., New York, USA.
20 Suprapti M Lies. 2005. Teknologi Pengolahan Pangan : Tapioka ; Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Yuningsih. 2009. Perlakuan Penurunan Kandungan Sianida Ubikayu untuk Pakan Ternak. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan Balai Besar Penelitian Veteriner Vol. 28 No. 1
21 LAMPIRAN Lampiran 1 Foto proses pembuatan tapioka
Singkong
Singkong setelah dikupas dan dibersihkan
Crusher: alat pemarut singkong
Parutan singkong
Raw Starch Milk Tank dan Auto Brush Strainer
Nozzle Separator (…lanjut)
22 (…lanjutan)
pati keluar dari Nozzle Separator
pati setelah airnya dibuang
Rumah Kaca
pati setelah dikeringanginkan selama 2 jam di rumah kaca
Cabinet Dryer (…lanjut)
23 (…lanjutan)
Tapioka setelah kering
Disc Mill
Tapioka
24 Lampiran 2 Trail pembuatan tapioka No
Tanggal
rencana kerja
berat kotor singkong (gr) 40000
berat bersih singkong (gr)
tapioka (gr)
kadar air
rendemen
Waktu
suhu ( °c)
1
26/03/2014
Trial singkong manggu 1
30000
4001
13,40%
10%
8 jam
50
2
02/04/2014
Trial singkong manggu 2
40000
28825
4850,32
13.15%
12.13%
8 jam
50
3
21/05/2014
Trial singkong karet 1
40000
30221,61
4117,13
12,40%
10.30%
8 jam
50
4
04/06/2014
Trial singkong karet 2
31500
28780
2891,17
12,10%
7.23%
8 jam
50
Lampiran 3 Tabel pati Sampel
ulangan
pati (%)
Rataan(%)
Deviasi
Tapioka manggu 1
1
78,4699
76,6183
2,6186
2
74,7667
1
78,5423
76,2157
3,2903
2
73,8891
1
77,8572
77,78045
0,1085
2
77,7037
1
75,4799
75,8445
0,5156
2
76,2091
Tapioka manggu 2 Tapioka karet 1 Tapioka karet 2
Lampiran 4 Kurva standar amilosa Absorbansi 0,07
0,008
0,142
0,012
0,213
0,016
0,287
0,02
0,36
0.4 Absorbansi
Kosenstrasi 0,004
kurva standar amilosa y = 18.125x - 0.0031 R² = 0.9999
0.3 0.2 0.1 0 0
0.01
0.02
Konsentrasi
0.03
25 Lampiran 5 Kadar amilosa Sampel
ulangan
Amilosa
Rataan(%)
Deviasi
Tapioka manggu 1
1 2 1 2 1 2 1 2
20,3089 18,8663 20,108 19,1615 28,8878 23,8712 28,8686 28,1454
19,5876
1,0201
19,63475
0,6693
26,3795
3,5473
28,507
0,5114
Tapioka manggu 2 Tapioka karet 1 Tapioka karet 2
Lampiran 6 Swelling Power Sampel
ulangan
Swelling power
Rataan
Deviasi
Tapioka manggu 1
1
3,5854
3,5155
0,0691
2
3,4472
3
3,5139
1
2,8936
3,0022
0,1294
2
3,1454
3
2,9677
1
3,8803
3,6469
0,4728
2
3,9576
3
3,1028
1
3,0785
3,760633
0,8525
2
3,4871
3
4,7163
Tapioka manggu 2
Tapioka karet 1
Tapioka karet 2
26 Lampiran 7 Tabel Data tekstur
No
Tapioka manggu 1
Tapioka manggu 2
Sampel
Tapioka karet 1
Tapioka karet 2
Pilus existing
1
7.548
8.836
8.159
9.997
9.01
2
9.838
8.648
7.411
11.807
13.787
3
9.916
9.333
8.086
9.287
11.187
4
8.554
7.716
12.297
12.249
14.561
5
8.741
10.864
10.603
10.557
13.483
6
8.311
11.042
8.123
9.205
13.987
7
9.741
8.302
9.635
10.884
12.375
8
10.333
9.39
8.993
10.891
12.072
9
7.08
8.997
10.562
10.739
8.584
10
8.66
7.135
10.934
10.708
14.465
11
10.982
8.854
11.303
9.9
7.373
12
11.608
9.659
8.554
9.43
7.174
13
9.224
7.939
11.719
12.056
8.394
14
6.835
8.129
8.098
8.584
7.812
15
11.215
7.316
8.036
11.839
8.77
16
9.188
9.757
9.174
10.88
11.12
17
7.516
6.128
7.292
12.599
11.733
18
7.935
8.192
6.714
9.08
9.128
19
7.831
14.165
8.089
8.721
10.751
20
7.805
9.83
9.426
8.842
12.458
21
7.5
7.366
8.777
11.619
9.056
22
9.718
9.602
10.327
9.898
8.225
23
8.529
8.512
12.94
8.429
12.87
24
6.434
7.741
13.873
9.974
9.089
25
8.179
9.977
8.126
10.981
7.758
26
7.246
7.145
7.183
9.655
7.442
27
8.96
7.569
10.287
7.547
10.222
28
6.888
11.057
9.147
11.582
9.307
29
8.432
8.238
8.495
13.728
8.379
30
8.815
10.971
13.198
7.117
9.287
27 Lampiran 8 Tabel sensori intensitas kerenyahan Sampel Tapioka Tapioka manggu 2 karet 1
No
Tapioka manggu 1
Tapioka karet 2
1
4
3
2
3
2
5
4
3
4
3
2,5
3
2
3
4
4
4
2
3
5
3,5
3
2
2
6
3
3
4
4
7
4
3
2
2
8
4
4
2
3
9
4
4
3
3
10
3,5
4
3
3
11
4
3
3
2
12
3
3
2
2
13
3,5
4
3
3
14
3
3
3
3
15
3
3
2,5
2,5
16
3
4
3,5
3,5
17
3
3
3
3
18
4
3
3
3
19
4
4
2,5
2,5
20
3
3
2
2
21
4
3,5
3
3
22
3
4
2
3
23
3,5
3,5
3
2
24
4
3
3
3,5
25
3
2,5
1
2
26
3,5
4
3
3
27
2,5
3,5
2
2
28
2,5
3,5
3
3
29
2
4
3,5
2
30
4
3
2
2
28 Lampiran 9 Tabel sensori hedonik Sampel Tapioka karet 1 3
No 1
Tapioka manggu 1 4
Tapioka manggu 2 4
2
4
3
3
2
3
4
4
3
2
4
3
3
3
3
5
2
4
4
3
6
4
4
4
2
7
3
4
3
3
8
4
3
4
3
9
3,8
4
4
3
10
2
4
4
3,5
11
2
3
2
2
12
4
3
4
3
13
3,5
3
3
3
14
4,5
3
3
2
15
3
3,5
3
3,5
16
3
4
4
3
17
4
3
4
3
18
3,5
3,5
3
3
19
3
2
4
2
20
3
3,5
3
2
21
3
3
3
3
22
3
4
3
2
23
3
4
4
3
24
3
4
3
2
25
3
4
4
2
26
4
3
4
4
27
4
4
3
3
28
4
3
4
3
29
3
4
3
3
30
4
5
4,5
3
Tapioka karet 2 2
29 Nama : ............................................ Tanggal: .............................................. Sampel : Pilus original Petunjuk Di hadapan Anda terdapat pilus original. Anda diminta untuk memberikan penilaian dari skala 1 – 5 terhadap atribut kesukaan pilus pada kolom penilaian. Kriteria: Tingkat kesulaan kerenyahan pilus 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Antara suka dan tidak suka 4 = Suka 5 = Sangat suka Kode
Penilaian
123 Komentar: 123 ..........................
Nama : ............................................ Tanggal: .............................................. Sampel : Pilus original Petunjuk Di hadapan Anda terdapat pilus original. Anda diminta untuk memberikan penilaian dari skala 1 – 5 terhadap atribut kesukaan pilus pada kolom penilaian. Kriteria: Tingkat kerenyahan pilus 1 = Sangat tidak renyah 2 = Tidak renyah 3 = Netral 4 = Renyah 5 = Sangat renyah Kode 345 Komentar: 345 ..........................
Penilaian
30 Lampiran 10 Hasil analisis ANOVA kadar pati Dependent Variable: Pati Source Type III Sum of Df Squares Corrected Model 4,223a Intercept
F
Sig.
3
1,408
,313
,816
46958,544
1
46958,544
10458,108
,000
4,223 17,961
3 4
1,408 4,490
,313
,816
46980,727
8
22,183
7
Jenis_singkong Error Total
Mean Square
Corrected Total
Pati
Duncan Jenis_singkong
N
Subset
Tapioka karet 2
2
1 75,8445
Tapioka manggu 2
2
76,2157
Tapioka manggu 1 Tapioka karet 1 Sig.
2 2
76,6183 77,7805 ,416
Lampiran 11 Hasil analisis ANOVA kadar amilosa Dependent Variable: Amilosa Source
Type III Sum of Df Squares Corrected Model 127,211a 3 Intercept 4428,238 1 Jenis_singkong 127,211 3 Error 14,333 4 Total 4569,782 8 Corrected Total 141,544 7
Duncan
Amilosa
Jenis_singkong
N
Subset 1
Tapioka manggu 1
2
19,5876
Tapioka manggu 2
2
19,6348
Tapioka karet 1 Tapioka karet 2 Sig.
2 2 ,981
2
26,3795 28,5070 ,324
Mean Square 42,404 4428,238 42,404 3,583
F 11,834 1235,805 11,834
Sig. ,019 ,000 ,019
31 Lampiran 12 Hasil analisis ANOVA kadar amilopektin
Dependent Variable: Amilopektin Source
Type III Sum of df Squares 127,320a 22546,282 127,320 22,305 22695,907 149,625
Corrected Model Intercept Jenis_singkong Error Total Corrected Total
Mean Square 3 1 3 4 8 7
F
42,440 22546,282 42,440 5,576
Sig. 7,611 4043,347 7,611
,040 ,000 ,040
Amilopektin
Duncan Jenis_singkong
N
Tapioka karet 2 Tapioka karet 1 Tapioka manggu 2 Tapioka manggu 1 Sig.
Subset 1 2 47,3375 51,4010 51,4010 56,5810 57,0307 ,160 ,080
2 2 2 2
Lampiran 13 Hasil analisis ANOVA swelling power Dependent Variable: Swelling_power Source
Type III Sum of df Squares
,336
1,384
,316
145,435 1,008 1,944 148,387 2,952
1 3 8 12 11
145,435 ,336 ,243
598,644 1,384
,000 ,316
Duncan
Tapioka manggu 2 Tapioka manggu 1 Tapioka karet 1 Tapioka karet 2 Sig.
Sig.
3
Swelling_power Jenis_singkong
F
1,008a
Corrected Model Intercept Jenis_singkong Error Total Corrected Total
Mean Square
N
Subset 3 3 3 3
1 3,0022 3,5155 3,6469 3,7606 ,115
32 Lampiran 14 Hasil analisis ANOVA tekstur pilus Dependent Variable: Tekstur Source
Type III Sum of Df
Mean Square
F
Sig.
Squares 69.811a
4
17.453
5.519
.000
13673.519
1
13673.519
4323.519
.000
69.811
4
17.453
5.519
.000
Error
458.576
145
3.163
Total
14201.906
150
528.387
149
Corrected Model Intercept Jenis_singkong
Corrected Total
Duncan
Tekstur
Jenis_singkong
N
Subset 1
2
Tapioka manggu 1
30
8.6521
Tapioka Manggu 2
30
8.9470
Tapioka karet 1
30
9.5187
Tapioka karet 2
30
10.2928
Pilus Existing
30
10.3274
Sig.
.076
9.5187
.098
Lampiran 15 Hasil analisis ANOVA sensori intensitas kerenyahan Dependent Variable: intensitas Source Corrected Model Intercept Jenis_singkong Error Total Corrected Total
Type III Sum of df Squares 15,837a 1165,168 15,837 47,252 1224,250 63,089
Mean Square 3 1 3 122 126 125
5,279 1165,168 5,279 ,387
F
Sig. 13,630 3008,347 13,630
,000 ,000 ,000
33 Intensitas
Duncan
Jenis_singkong
N
Subset 1 2 2,6563 2,7188
Tapioka karet 1 Tapioka karet 2
32 32
Tapioka manggu 1
31
3,3871
Tapioka manggu 2
31
3,4032
Sig.
,691
,918
Lampiran 16 Hasil analisis ANOVA sensori kesukaan pilus Dependent Variable: hedonic Source
Type III Sum of df Squares
Corrected Model Intercept Jenis_singkong Error Total Corrected Total
Mean Square
F
Sig.
13,398a
3
4,466
11,998
,000
1300,776 13,398 43,923 1360,940 57,322
1 3 118 122 121
1300,776 4,466 ,372
3494,530 11,998
,000 ,000
Duncan Jenis_singkong
N 1
Subset 2
Tapioka karet 2
30
Tapioka manggu 1
31
3,3645
Tapioka karet 1
30
3,4500
Tapioka manggu 2
31
3,5484
Sig.
2,7000
1,000
,272
Lampiran 17 Hasil analisis ANOVA viskositas puncak Dependent Variable: viskositas puncak Source
Type III Sum Df
Mean Square
F
Sig.
of Squares Corrected Model Intercept
61472.500a 386392200.500
3
20490.833
5.197
.073
1 386392200.500
98000.685
.000
5.197
.073
jenis_singkong
61472.500
3
20490.833
Error
15771.000
4
3942.750
Total
386469444.000
8
77243.500
7
Corrected Total
34 Duncan
Viskositas puncak
Jenis_singkong
N
Subset 1
2
Singkong karet 2
2
6834.5000
Singkong karet 1
2
6895.0000 6895.0000
Singkong manggu 2
2
7033.0000
Singkong manggu 1
2
7036.5000
Sig.
.390
.092
Lampiran 18 Hasil analisis ANOVA setback Dependent Variable: setback Source
Type III Sum of Df
Mean Square
F
Sig.
Squares Corrected Model Intercept
61472.500a
3
386392200.500
20490.833
5.197
.073
1 386392200.500
98000.685
.000
5.197
.073
jenis_singkong
61472.500
3
20490.833
Error
15771.000
4
3942.750
Total
386469444.000
8
77243.500
7
Corrected Total
Setback Duncan Jenis_singkong
N
Subset 1
2
Singkong karet 2
2 6834.5000
Singkong karet 1
2 6895.0000 6895.0000
Singkong manggu 2
2
7033.0000
Singkong manggu 1
2
7036.5000
Sig.
.390
.092
35 RIWAYAT HIDUP
Penulis dengan nama lengkap Agisio Alya Sukma, dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 26 Mei 1992 sebagai putra dari pasangan Atang Supendi dan Ani Kusmiati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis melalui jenjang pendidikan dari TK Tunas PGRI 83 (1997-1998), SDN 1 Karang Tengah (1998-2004), SMPN 1 Cibadak (2004-2007), dan pada tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Cibadak Kab. Sukabumi yang kemudian lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama menajalani studi di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknlogi Pangan (HIMITEPA), seperti IFOODEX (2012), BAUR (2012), ACCESS (2012), HACCP PLASMA (2012 DAN 2013).