PROSES KREATIF PERUPA SAIKONI DI DESA TEGALSARI NGANDONG BANYUWANGI Riza Nur Hanafi, Gede Eka Harsana Koriawan, I Ketut Sudita Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui, (1) latar belakang Saikoni dalam berkarya seni (2) konsep karyanya (3) media yang digunakannya (4) bahan dan peralatan yang digunakan (5) proses berkarya (6) bentuk karya yang dihasilkan. Subjek dan objek penelitian adalah Saikoni. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan (1) proses kretif Saikoni berasal dari pengalamannya mengamati manfaat lain dari kotoran unggas dan barang yang tidak terpakai sebagai media untuk berkarya seni. Tidak semua karya menggunakan kotoran, tetapi hanya topeng yang dibuat dengan menggunakan kotoran unggas, sedangkan karya miniatur taman dibuat menggunakan barang lama yang tidak digunakan lagi (2) Konsep Saikoni lebih menggambarkan tentang bagaimana mewujudkan lingkungan yang bersih. Saikoni ingin mengubah persepsi masyarakat terhadap sampah. (3) media yang digunakan seperti: tembikar, gitar rusak dan kotoran unggas. (4) Bahan yang digunakan Saikoni seperti: semen, kaporit, lem kayu, cat, asesoris. Sementara alat berkarya seperti: cetok, palu, kuas, sterofom, ember. (5) Proses pembuatan topeng dari kotoran unggas: (a) mempersiapkan kotoran bebek, kaporit, lem kayu, cetok (b) membuat adonan dasar topeng (c) membuat bentuk topeng (d) pewarnaan. proses pembuatan miniatur taman: (a) mempersiapkan gentong, semen, cetok (b) membuat lubang di sisi gentong (c) masukkan sterofom ke dalam gentong, lalu tempelkan (d) membuat bentuk dasar taman di dalam gentong (e) pewarnaan. (6) Bentuk karya Saikoni ada beberapa bentuk mulai dari karya miniatur taman yang relatif mengambil pemandangan objek wisata Banyuwangi, sedangkan bentuk topeng yang lebih menggambarkan wajah barong. Kata kunci: Seniman Saikoni, proses kreatif, media.
Abstract This study aims find out, (1) background the Saikoni in making artwork (2) the concept of his work (3) media it uses (4) materials and equipment used (5) process working (6) form of work produced. Subject and object of research is Saikoni. This research is a qualitative descriptive study. The method used is observation, interview, and documentation. The results of study indicate (1) the process kretif Saikoni originated from his experiences observing other benefits from poultry droppings and unused goods as a medium for art work. Not all the works using dirt, but only the mask created using poultry manure, while the work of the garden miniature made using old stuff that is not used anymore (2) The concept Saikoni more describe about how realizing a environment
clean. Saikoni want to change public perception toward trash. (3) the media used is pottery, broken guitar and poultry manure. (4) The materials used Saikoni such as: cement, chlorine, wood glues, paints, accesories. While working tool such as: trowel, hammer, brush, styrofoam, bucket. (5) The process of making a mask of poultry manure: (a) prepare duck droppings, chlorine, timber glue, trowel (b) make a basic dough the mask (c) making a mask shape (d) coloration. The process of creating a the garden miniature: (a) prepare a gentong, cement, shovel. (b) make a hole in the side of gentong (c) insert styrofoam a into gentong, then paste (d) make basic shape the garden in gentong (e) coloration. (6) The form of works Saikoni there are several forms ranging from miniature works of the park relatively taking scenery objects Attraction of Banyuwangi, while the shape mask a more depicts of the barong face. Keywords: Artist Saikoni, the creative process, the media. PENDAHULUAN
Sampah merupakan hal yang sangat mengganggu. Tetapi jika lebih diperhatikan, sampah dapat dijadikan sebagai komoditi yang sangat menguntungkan. Perhatian terhadap sampah dapat dilakukan dengan mendaur ulang sampah. Banyak benda yang dapat dibuat dari sampah baik itu berupa sampah organik maupun anorganik. Hasil daur ulang sampah dapat menjadi produk fungsional hingga produk seni. Stein (dalam E.Koswara 2013:62) menyatakan bahwa kreatifitas sebagai produk yang menghasilkan produk baru dapat disebut kreatif, jika mendapat pengakuan (penghargaan) dari masyarakat pada waktu tertentu. Salah satu orang yang memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai media dalam berkarya adalah Ritta Apriyanti dari Depok, Jawa Barat. Ritta merupakan seniman yang menggunakan gentong bekas sebagai media untuk berkarya. Dia mulai memanfaatkan gentong bekas sejak 2003. Gentong bekas tersebut didesain dengan konsep miniatur taman dan akuarium. Semua bahan yang digunakan Ritta adalah bahan bekas, seperti pecahan asbes, pecahan kaca mika, dan batubatuan. Barang-barang tersebut Ia jadikan sebagai bahan utama untuk membuat miniatur taman (Vina, 2015: bisnis.liputan 6.com). Upaya pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan sampah sebagai
media berkarya tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal. Sean Every, salah satu seniman asing asal Amerika ini juga memanfaatkan barang bekas untuk berkarya seni. Sean memanfaatkan CD (Compac Disc) bekas untuk membuat patung. Kaset CD bekas diubahnya menjadi berbagai macam bentuk patung hewan, seperti dalam karyanya yang berjudul Kolibry Bird. Kolibry Bird adalah karya patung berbentuk burung. Untuk membuat patung burung, Sean menggunakan kaset CD bekas yang Ia potong-potong, kemudian disusun kembali hingga membentuk sebuah patung. Kaset CD yang awalnya tidak terpakai diubah oleh Sean Every menjadi sebuah karya seni. (loexie, 2000: loexie.wordpress.com) Ada juga seniman limbah organik dengan memanfaatkan kulit ceker ayam sebagai media berkarya seni, ceker ayam yang sebelumnya hanyalah limbah. Namun, di kediaman Aan Sudarwanto, pengerajin kulit asal Solo, Jawa Tengah, benda remeh itu disulap menjadi bahan baku kerajian yang menguntungkan. Nilai kerajinan kulit ceker ayam bisa disejajarkan dengan kerajinan berbahan baku kulit ikan pari dan ikan kakap. “Kalau kulit ikan pari dijual Rp 25.000 / inci kulit ceker ayam dijual seharga Rp 45.000 / feet (30 cm x 30 cm). Ia menggunakan kulit ceker ayam sebagai bahan baku pembuatan dompet dan tas. (Sudarwanto, 2009: lumbungusaha.wordpress.com) Sama seperti Ritta Apriyanti, Sean Every, dan Aan Sudarwanto, di Desa
Tegalsari Ngandong, Banyuwangi, Jawa Timur, ada seniman yang membuat karya topeng dan karya miniatur taman dalam gentong. Saikoni (44 tahun) atau yang akrab disapa Eko, merupakan pekerja seni yang berkarya dengan memanfaatkan barang bekas untuk dijadikan media dalam membuat karya seni. Media yang dipilih Saikoni diantaranya adalah kotoran unggas yang digunakan sebagai bahan untuk membuat karya topeng, dan dengan bahan berbeda, Saikoni menggunakan semen memanfaatkan barang bekas lama yang sudah tidak terpakai berupa, tembikar, gitar rusak yang diubah menjadi karya miniatur taman. Salah satu karya yang menarik berupa karya topeng yang dibuat oleh Saikoni. Dia membuat karya dengan menggunakan kotoran unggas sebagai media untuk membuat topeng. Topeng lazimnya dibuat menggunakan kayu atau tanah liat. Ada keistimewaan di desa Tegalsari Ngandong Banyuwangi, ialah Saikoni yang menggagas kotoran unggas sebagai media membuat topeng. kotoran diolah sedemikian rupa menggunakan campuran bahan kimia sehingga akhirya dapat digunakan sebagai media untuk membuat karya topeng. Persepsi masyarakat terhadap kotoran yang awalnya hanya menganggap kotoran tersebut hanya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, dengan tangan kreatifnya, kotoran unggas tersebut dapat diubah menjadi sebuah karya seni rupa berbentuk topeng. Kemampuan Saikoni dalam berkarya seni dipelajari secara otodidak, tanpa melalui pendidikan akademik. Selain menggunakan kotoran Saikoni juga menggunakan barang lama yang sudah tidak terpakai, Barang bekas lama tersebut diubahnya menjadi miniatur taman. Berbeda dengan karya topengnya yang menggunakan kotoran unggas, untuk karya miniatur taman ini Saikoni tidak menggukan campuran kotoran sebagai mediannya. Miniatur taman dibuat hanya menggunakan semen yang dibentuk menyerupai taman didalam gentong. Miniatur taman tersebut dibuat menggunkan campuran pasir dan semen yang dibentuk didalam gentong.
Awalnya Saikoni berkarya hanya menggunakan gentong yang tidak terpakai sebagai media pembuatan miniatur taman, kemudian dia mencoba barang bekas lain seperti gitar rusak yang juga diubah menjadi miniatur taman. Untuk barang bekas seperti gitar rusak, Saikoni masih terkendala bahan yang sulit didapatkan. Sehingga, dia lebih sering menggunakan gentong yang sudah tidak terpakai untuk membuat karya miniatur taman. Keunikan dari media maupun bahan yang dipergunakan Saikoni, begitu juga proses pengolahan bahan sehingga tercipta karya yang awalnya dari limbah menjadi karya yang menarik, membuat peneliti ingin lebih memahami tentang proses kreatif yang dilakukan Saikoni. Belum banyak masyarakat maupun pekerja seni yang mengetahui manfaat lain dari gentong bekas dapat dijadikan media membuat miniatur taman dengan bahan semen, khususnya topeng yang menggunakan bahan kotoran unggas. Di Banyuwangi sendiri, apresiasi terhadap karyanya masih sangat minim, kepedulian pemerintah terhadap pelaku seni rupa masih jarang mendapat perhatian lebih dan masih belum ada buku atau dokumen yang membahas tentang karyanya, padahal Saikoni merupakan salah satu seniman yang cukup memiliki prestasi dalam seni rupa Banyuwangi. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat lain dari limbah sebagai produk seni, membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang kreatifitas Saikoni dalam berkesenian, karena dirasa media dan karya-karya yang dihasilkannya, cukup menarik untuk dijadikan penelitian. Berdasarkan persoalan tersebut peneliti ingin mendokumentasikan perupa Saikoni dan karyannya. Berangkat dari latar belakang di atas, maka penelitian ini dirasa perlu dilaksanakan dengan mengambil judul: “Proses Kreatif Perupa Saikoni di Desa Tegalsari NgandongBanyuwangi”. Penelitian ini relevan dengan bebera-pa penelitian yang pernah ada. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Niky Rohmatullah (2015), dalam skripsinya yang berjudul “Proses Kreatif Mbah Yanto”. Penelitian ini membahas
mengenai proses kreatif Mbah Yanto mengolah kertas dan batu bata menjadi sebuah karya patung. Kertas tersebut dihancurkan sampai menjadi seperti bubur kemudian dicampur dengan batu bata yang sudah dihaluskan. Kemudian dicampur dengan lem kayu. Mbah Yanto mampu membuat berbagai bentuk patung dari bahan tersebut. Kedua, penelitian Gede Nuarsana (2014) yang berjudul “Proses Kreatif Gusti Aji Robed”. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang seniman tradisi yang melukis menggunakan bahan yang berasal dari bahan alami. Semua karyanya menggunakan pewarna yang berasal dari bahan alami, seperti buah-buahan, umbiumbian, daun, tulang, getah, dan kayu dll. Kedua penelitian di atas dikatakan relevan karena sama-sama mendeskripsian proses kreatif seniman dalam memanfaatkan barang-barang unik untuk berkarya. Akan tetapi, penelitian tersebut berbeda dengan yang peneliti lakukan. Perbedaannya terletak pada subjek dan objek penelitian. Dalam penelitian ini subjek dan obyek penelitian adalah Saikoni, seniman yang memanfaatkan barang bekas untuk berkarya. Sehubungan dengan pemaparan pa-da bagian latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) apa yang melatar belakangi Saikoni dalam mengolah sampah menjadi karya seni di desa Tegalsari Ngandong? (2) bagaimana konsep dari karya Saikoni? (3) media apa saja yang digunakan oleh Saikoni dalam berkarya seni? (4) bahan dan alat apa saja yang digunakan Saikoni dalam membuat karya seni? (5) bagaimanakah proses berkarya yang dilakukan Saikoni? (6) apa saja wujud karya seni yang dihasilkan oleh Saikoni? Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui latar belakang Saikoni memilih sampah dalam membuat karya seni. (2) mengetahui konsep dari karya Saikoni. (3) mengetahui media yang digunakan Saikoni dalam membuat karya seni rupa dan ingin mengetahui lebih jauh mengapa Saikoni memilih media yang jarang terpikirkan orang sebagai bahan untuk membuat karya. (4) mengetahui bahan dan alat yang digunakan Saikoni
dalam menciptakan karya seni. (5) mengetahui proses berkarya Saikoni dalam memanfaatkan barang yang tidak terpakai sebagai media berkarya seni. (6) mengetahui wujud dari karya-karya Saikoni. Penelitian ini memberikan manfaat, yakni; (1) bagi penulis, hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagaimana mengolah sampah menjadi karya seni (2) bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tentang proses kretif perupa Saikoni di daerah Desa Tegalsari, Banyuwangi, yang memanfaatkan limbah sebagai media berkreatifitas. Selain itu, masyarakat dapat mengetahui manfaat lain dari sampah (3) bagi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, penelitian ini akan berguna sebagai bahan informasi dan arsip apabila diperlukan dalam perkuliahan. Dengan mengetahui kreativitas seniman Saikoni, diharapkan dapat lebih memberi kesadaran civitas akademika tentang bagaimana memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai disekitar kita. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui proses kreatif perupa Saikoni, maksud atau konsep dalam karya Saikoni, media, alat dan bahan yang dipakai dalam membuat karya, proses dalam pembuatan karya, dan wujud karya Saikoni. subyek dan obyek dalam penelitian ini adalah Saikoni. Untuk selanjutnya diperlukan data mengenai, latar belakang Saikoni menggunakan barang bekas dan kotoran unggas, bahan dan alat pembuatan karya, Proses pembuatan karya-karya, kemudian karya-karya yang dihasilkan oleh Saikoni. teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu; teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. Aktivitas analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua langkah, yaitu (1) analisis domain (2) analisis taksonomik. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Latar Belakang Saikoni dalam Mengolah Sampah Menjadi Karya Seni di Desa Tegalsari Ngandong Mikke Susanto (2011:229) menyatakan “Kreativitas adalah kesanggupan seseorang untuk menghasilkan karya-karya atau gagasangagasan tentang sesuatu yang pada hakikatnya baru atau baru sama sekali tidak diketahui atau belum pernah diciptakan sebelumnya”. Sejak awal berkarir dalam dunia seni rupa, dia sudah menggunakan baranng bekas sebagai media karyanya. Saikoni membuat bangunan kecil di sebelah rumahnya sebagai tempat kerja, dia menyebut tempat usahanya ini dengan nama “Limbah dan Seni”. Di tempat kerja yang sederhana ini dia menghasilkan berbagai karya seni, mulai dari miniatur taman dalam gentong, hingga topeng dari kotoran unggas. Untuk sekarang ini, dia lebih mengutaman pembuatan karya miniatur taman dalam gentong daripada karyanya yang lain. Sebelum menekuni dunia seni rupa Saikoni merupakan seorang gaid master di pantai kuta Bali. Karena merosotnya tawaran untuk menjadi gaid, pada waktu itu dan dia sudah berkelarga, pada akhir tahun 2002, dia memutuskan untuk kembali ke Banyuwangi. Pada awal kepulangnya Saikoni hanya bekerja sebagai buruh bangunan, sampai sekitar bulan Maret tahun 2003, Saikoni memulai usahanya dalam dunia seni rupa. Berawal dari permintaan tetangganya yang ingin dibuatkan sebuah taman yang dapat dimasukkan ke dalam rumah. Tetangga Saikoni tersebut merupakan bekas TKI yang baru pulang dari Taiwan, pada saat di Taiwan, dia mempunyai majikan yang di dalam rumahnya memiliki sebuah taman, kemudian dia ingin memiliki sebuah taman yang sama seperti majikannya itu. Setelah pulang ke Indonesia tetangga tersebut meminta Saikoni untuk dibuatkan sebuah taman yang mirip dengan taman milik bekas majikannya. Permintaan tersebut membuat Saikoni kebingungan, karena rumah tetangga tersebut kecil dan tidak mungkin dibuatkan taman didalam rumah. Dari hal inilah, Saikoni berfikir bagaimana caranya membuat taman di
dalam rumah jika rumah tersebut tidak memungkinkan, hingga kemudian Saikoni melihat sebuah gentong rusak yang memiliki lubang kecil di sisi gentongnya tergeletak begitu saja di sebelah rumahnya, awalnya Saikoni hanya ingin menutup lubang tersebut menggunakan semen agar gentong itu bisa dimanfaatkan kembali, sehingga terfikir bagaimana jika taman permintaan tetangganya tadi dimasukkan kedalam gentong, kemudian Saikoni yang awalnya hanya ingin menutup lubang malah membuat lubang itu bertambah besar, kemudian Saikoni membuat bentuk taman didalam gentong menggunakan semen. Setelah selesai Saikoni menunjukkan taman dalam gentongnya kepada tetangga tadi. Akhirnya tetangga tersebut merasa senang dengan taman dalam gentong buatan Saikoni. Dari hal tersebut, Saikoni kemudian memproduksi miniatur taman dalam gentongnya dalam jumlah banyak. Pada saat itu Saikoni membuat 8 buah miniatur taman dalam gentong, kemudian Saikoni menawarkan miniatur tamannya kepada warga desa Tegalsari Ngandong dan hasilnya sukses. Melihat respon yang baik masyarakat terhadap karyanya, membuat Saikoni ingin menekuni pembuatan miniatur taman dalam gentongnya dengan lebih serius, dan sekitar bulan maret 2003 Saikoni memutuskan untuk beralih profesi menjadi seniman. Belum puas dengan gentong, pada tahun 2005, Saikoni melakukan eksperimen media membuat miniatur taman. Dia menggunakan gitar kayu rusak sebagai media membuat miniatur taman. Ide untuk menggunakan gitar ini diperoleh pada saat Saikoni mendapati gitar anaknya yang rusak dan sudah tidak dapat dipergunakan lagi. Saikoni kemudian ingin merubah alat musik gitar tersebut menjadi kerajinan seni rupa, hingga terfikir untuk membuat gitar tersebut menjadi pengganti dari gentong untuk membuat miniatur taman. Kemudian Saikoni berhasil membuat satu buah karya miniatur taman dengan media sebuah gitar. Untuk media gitar ini Saikoni terkendala dari segi bahan yang sulit didapatkan. Dari proses mengamati dan melihat objek barang yang tidak terpakai,
membuat Saikoni dapat merubah gitar rusak menjadi produk seni. Selain itu rasa bosan menggunakan media yang sama seperti gentong, membuat Saikoni tertarik untuk memanfaatkan media lain menjadi produk seni yang sama. Meskipun Saikoni sering melakukan eksperimen tapi dia tetap fokus pada karya miniatur taman dalam gentongnya. Untuk memperkenalkan miniatur taman dalam gentongnya lebih luas lagi, Saikoni kemudian mengikutkan karyanya ini dalam kegiatan pameran lokal Banyuwangi, dan hasilnya mengejutkan, banyak dari pengunjung pameran yang ingin dibuatkan karya miniatur taman dalam gentongnya. Oleh sesama seniman, Saikoni lebih dikenal dengan sebutan seniman gentong. Banyaknya tawaran terhadap karya miniatur taman dalam gentong, membuat Saikoni sempat fakum selama 2 tahun dalam kegiatan pameran, hingga sekitar bulan Desember tahun 2007, Saikoni mulai mengikuti kegiatan pameran kembali dengan membawa karya berbeda yaitu karya topeng yang terbuat dengan menggunakan bahan kotoran unggas. Karya topeng ini digunakan Saikoni untuk kegiatan pameran. Untuk karya topengnya ini, Saikoni tidak memproduksi dalam jumlah banyak seperti karya miniatur taman dalam gentongnya. Hanya tiga buah yang penah dibuat oleh Saikoni. Karya topeng dari kotoran unggasnya ini dibuat murni sebagai karya seni rupa. Saikoni sering menggunakan karya topengnya dalam pameranpameran seni rupa yang diadakan pemerintah Banyuwangi. Salah satu pameran yang pernah diikuti Saikoni dengan karya topeng dari kotoran unggas ini ialah pameran hari jadi Banyuwangi, pada tahun 2007 yang mengusung tema pameran “Ijo Royo-Royo”. Pada pameran itu Saikoni mendapat apresiasi baik oleh Bupati Banyuwangi, yaitu bapak Azwar Anas, Karena ikut menjaga kebersihan ligkungan dengan karyannya yang tidak lazim yaitu sebuah topeng yang terbuat dari limbah kotoran unggas. Bahkan topeng pertama yang dibuat Saikoni sekarang disimpan di gallery Art Banyuwangi.
Ide untuk menggunakan kotoran unggas ini berawal ketika melihat kotoran dari ternak bebek tetangganya yang dibuang dan tidak dimanfaatkan. Karena bau kotoran yang dihasilkan tersebut menggangu lingkungan, Saikoni mengambil inisiatif untuk memanfaatkan kotoran tersebut sebagai media berkarya seni, hingga tercipta pemikiran untuk merubah kotoran unggas menjadi karya berupa topeng. Karya topeng yang pernah dibuat Saikoni ialah sebuah topeng hiasan dinding menyerupai bentuk wajah barong Banyuwangi. Ketersediaan bahan baku kotoran yang sedikit sulit didapatkan membuat karya yang dihasilkan cukup terbatas, dalam satu minggu Saikoni hanya dapat mengumpulkan satu kresek kecil kotoran unggas basah, kira-kira berbobot ½ kilogram. Jika sudah mengalami proses penjemuran kotoran unggas tersebut dapat menyusut hingga ¼ kilogram. Dalam waktu mendatang selain topeng, Saikoni ingin membuat karya patung menggunakan kotoran unggas dengan perbandingan 1:1 dengan ukuran manusia. Dibutuhkan waktu kira-kira 1 tahun untuk mengumpulkan kotoran kering sebanyak 2 karung. Kesukaanya menggunakan barang yang tidak lazim membuat Saikoni memilih menggunakan kotoran unggas sebagai media berkarya seni, bukan nilai komersil yang diinginkan Saikoni dalam karyannya ini, melainkan rasa cintannya terhadap dunia seni, sehingga dia ingin menunjukan seni dapat dihasilkan dari sesuatu yang dianggap sampah. Sekaligus dengan karya seni Saikoni dapat membuat lingkungan menjadi lebih bersih. Sampai sekarang setiap ada kegiatan pameran Saikoni selalu menggunakan dua karyannya yaitu miniatur taman dan topeng dari kotoran unggas. Pada tahun 2009 Saikoni pernah menggunakan karya miniatur taman dari gitar dan topeng dari limbah kotoran unggas dalam pameran Banyuwangi dan hasilnya sukses. Masyarakat Banyuwangi sangat antusias terhadap karyanya tersebut, begitu banyak tawaran untuk membuat miniatur taman dari gitarnya tersebut. Tetapi Saikoni tidak
menyanggupi dikarenakan bahan gitar yang sulit diperoleh, sehingga Saikoni membatasi pembuatan karya miniatur taman hanya menggunakan media gentong saja. Biasanya masyarakat datang sendiri ke rumah Saikoni untuk memesan miniatur taman gentongnya, dalam satu bulan Saikoni dapat menghasilkan 4-8 miniatur taman dalam gentong. Peminat gentong Saikoni biasanya berasal dari masyarakat banyuwangi, tetapi tidak jarang juga peminat miniatur taman dalam gentong Saikoni berasal dari daerah lain seperti jember, Kediri, blitar. Kebanyakan para pemesan miniatur taman dalam gentong Saikoni memilih miniatur taman yang berdiameter 60 cm dengan tema alam. Harga dari karya miniatur dalam gentongnya ini berkisar antara Rp 400.000-Rp1.500.000 tergantung tingkat kesulitan pembuatan dan ukurannya. Kegunaan dari kerajinan miniatur taman ini, yaitu dapat digunakan sebagai hiasan rumah, baik itu didalam rumah maupun di luar rumah. Untuk saat ini Saikoni lebih fokus pada karya-karya miniatur taman dalam gentong, dibandingkan karya dari kotoran unggasnya. Tidak hanya satu gentong untuk satu minitur taman. Tetapi Saikoni mulai mengembangkan dua gentong yang digabung menjadi satu miniatur taman. Dia terus mengembangkan kreatifitasnya dalam membuat miniatur taman. Tidak menutup kemungkinan pada waktu mendatang Saikoni akan menggabungkan tiga gentong untuk membuat satu minitur taman. b.
Konsep dari Karya Saikoni Bagong suyanto (2007:49), konsep adalah suatu makna yang berada di alam pikiran atau di dunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang, ataupun kata-kata. Konsep yang diangkat Saikoni dalam karyanya hampir relatif sama. Kebanyakan karya-karya Saikoni mengangkat tentang dirinya sendiri terhadap lingkungan sekitarnya. Pemilihan media berupa gentong lama maupun rusak, karena dia ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa karya seni dapat dihasilkan dari barang tidak terpakai. Seperti konsep yang
diangkat dalam karya miniatur tamannya, kebanyakan menceritakan tentang keindahan panorama alam Banyuwangi. Unsur alam yang diambil berupa bukit, tebing, hutan, air terjun, danau, dll. Unsur alam tersebut diwujudkan dalam bentuk miniatur taman, dengan wadah barang bekas dan membuat barang bekas tersebut menjadi barang yang indah. Begitu juga dengan karya kotoran unggasnya. Saikoni menggunakan kotoran unggas jenis bebek. Pemilihan kotoran bebek karena kotoran jenis tersebut mudah diperoleh, kandungan air yang relatif sedikit, berbeda dengan jenis kotoran yang lain. Selain itu pemilihan media berupa kotoran bebek ini, karena Saikoni ingin menunjukkan kepada masyarakat tentang bagaimana cara menjaga kebersihan lingkungan dengan memanfaatkan limbah. Masyarakat desa yang relatif jarang memperdulikan kebersihan lingkungan membuat Saikoni prihatin, sehingga Saikoni ingin membuat karya yang benar-benar membuat masyarakat mengerti tentang kebersihan lingkungannya. Salah satu cara yang dilakukan Saikoni ialah dengan menggunakan barang limbah tersebut menjadi barang yang seni. Hingga tercipta karya berbentuk topeng. Konsep bentuk topeng dipilih Saikoni agar masyarakat dapat berkaca dari topeng tersebut, bahwa sebuah karya yang bagus itu ternyata dapat dihasilkan dari sampah. Sehingga masyarakat tidak menganggap remeh lagi sampah dan membuat masyarakat mengerti tentang menjaga kebersihan lingkungannya, lebih khususnya lagi untuk memanfaatkan sampah sebagai sebuah karya seni. Rata-rata karya yang dibuat oleh Saikoni merupkan karya yang digunakan untuk menghias. Karya gentongnya dibuat sebagai hiasan rumah, sedangkan karya topengnya dibuat sebagai pajangan didnding. Kedua jenis karya tersebuat merupakan karya kriya yang difungsikan sebagai hiasan.
c. Media yang digunakan oleh Saikoni dalam Berkarya Seni
Tabel 4.1 Media yang digunakan oleh Saikoni dalam Berkarya Seni Jenis Bahan Fungsi Organik Kotoran media bebek membuat topeng Anorganik Gentong media membuat miniatur taman Gitar media rusak membuat miniatur taman d. Bahan dan Alat yang digunakan Saikoni dalam Membuat Karya Seni Tabel 4.2 Bahan dan Alat yang digunakan Saikoni dalam Membuat Karya Seni Analis Analis Taksonomik Domain Bahan Kaporit Lem kayu Semen Cat Assesoris Pompa air mini Alat Cetok Palu Sterofoam Kuas Ember Silet e. Proses Berkarya yang dilakukan Saikoni Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry (1994:381), Seni kriya (seni kerajinan tangan, handy craft) dapat diartikan, “suatu bentuk/karya yang dikerjakan secara manual atau dibantu dengan alat lain sebagai benda yang berguna bagi kepentingan manusia”. Saikoni membuat karya berupa topeng dari kotoran unggas dan miniatur taman dalam gentong. Kedua karya tersebut merupakan jenis karya kriya. Berikut proses pembuatan karya tersebut; 1) Topeng dari Kotoratan Unggas Tahap awal (menyiapkan media, bahan, dan alat) Media: Kotoran bebek Bahan: Kaporit Lem kayu (putih)
Cat besi Alat: Cetok Ember Silet cutter Kuas Membuat adonan dasar topeng Mengolah kotoran bebek dengan kaporit untuk mengrangi bau kotoran tersebut. Setelah kotoran bebek dan kaporit tercampur, kemudian campur adonan kotoran dengan lem kayu. Membuat Bentuk Topeng Membuat bentuk dasar topeng. Setelah topeng terbentuk, rapikan bentuk topeng menggunakan silet. Pewarnaan Cat yang digunakan menggunakan cat tembok dan cat kayu. Cat tembok di gunakan sebagai cat dasar pada topeng. Cat kayu digunakan untuk mewarnai topeng. 2) Membuat Miniatur Taman Menyiapkan Media, Bahan, dan alat yaitu, Media: Gentong Bahan: Semen Cat Assesoris Alat Cetok Palu Sterofoam Kuas Membuat Lubang pada Samping Gentong Lubang dibuat disisi gentong, menggunakan palu lubang dibuat sebagai sisi depan dari miniatur taman yang akan dibuat. Menempelkan Sterofoam dalam Gentong Sterofoam berfungsi untuk menyangga adonan semen dan menjaga posisi miniatur taman agar berada di tengah gentong. Agar dapat dibentuk sesuai keinginan. Perhatikan juga ketebalan sterofom. Ketebalan minimal adalah 1 cm agar tidak
patah saat proses pembentukan dasar. Membuat Bentuk Dasar Taman dalam Gentong Bentuk taman dibuat menggunakan adonan semen, dalam proses ini memerlukan kesabaran dan ketelitian untuk menghasilkan miniatur taman yang bagus. Pewarnaan Warna yang digunakan adalah cat kayu. Kat kayu dipilih karena cat jenis ini lebih kuat terhadap jamur dan tahan lama. f. Wujud Karya Seni yang dihasilkan oleh Saikoni Wujud karya yang dihasilkan oleh Saikoni merupakan karya tiga dimensi, baik itu karya miniatur taman maupun karya topengnya. Menurut Wong Wucius (1986:1) Seni rupa tiga dimensi adalah “karya seni rupa yang memiliki tiga ukuran panjang, lebar, dan tinggi atau tebal (mempunyai volume)”. Sebenarnya Saikoni mampu membuat karya dua dimensi, tetapi karena masyarakat lebih tertarik dengan karya tiga dimensi dibandingkan dengan karya dua dimensi membuat Saikoni memilih menekuni pembuatan karya tiga dimensi. Tabel 4.3 Jenis Karya Seni yang dihasilkan oleh Saikoni No. Nama karya Jenis karya 1. Topeng
2.
Miniatur taman dalam gentong
PENUTUP Ada enam hal yang menjadi simpulan dalam penelitian ini. Pertama, Setelah dilakukan penelitian dilapangan, ditemukan bahwa karya yang dihasilkan oleh Saikoni tidak sepenuhnya menggunakan kotoran unggas (bebek). Penggunaan kotoran hanya ditemukan
pada karya topengnya saja, sedangkan karya miniatur tamannya, ternyata dibuat menggunakan material semen dan pasir menggunakan media berupa gentong bekas. Saikoni membagi karyanya kedalam dua jenis yaitu; karya topeng yang digunakan sebagai karya murni dan miniatur taman sebagai karya kerajinan dan produk komersil. Eksperimen media membuat miniatur taman juga pernah dilakukan olehnya, seperti gitar rusak dan menggabungkan 2 gentong dalam satu karya. Dalam karir kesenianya, Saikoni tidak serta merta mendapatkan kesuksesan, tetapi melalui proses yang panjang, karyanya dapat diakui oleh masyarakat. Berbagai kegiatan pameran pernah diikuti oleh Saikoni untuk memperkenalkan karyanya. Hingga sekarang Saikoni selalu menggunakan karya miniatur taman dan topengnya sebagai karya dalam kegiatan pameran. Kedua, Konsep yang dipilih oleh Saikoni dalam karyanya, hampir relatif sama. Karya yang dihasilkan oleh Saikoni lebih mengambarkan tentang bagaimana cara untuk menjaga dan mewujudkan lingkungan yang indah dan bersih, baik itu dengan karya miniatur tamannya maupun karya topengnya. Ketiga, ada beberapa media yang digunakan Saikoni dalam berkarya mulai dari tembikar, gitar rusak maupun kotoran unggas. Media didapat dari ligkungan sekitar tempat tinggalnya. Keempat, bahan yang diunakan dalam membuat karya relatif sederhana. seperti: semen, kaporit, lem kayu, cat, assesories. Sedangkan alat seperti: cetok, palu, kuas, sterofom, timba/ember. Dia menggunakan bahan dan alat tersebut untuk membuat karya miniatur taman dan topeng dari kotoran unggas. Kelima, proses membuat topeng dari kotoran unggas meliputi: (1) Proses mempersiapkan media, bahan, dan alat berupa kotoran bebek, kaporit, dan lem kayu, cetok dan dilanjutkan dengan pengolahan adonan dasar topeng (2) Proses pembuatan bentuk karya menggunakan cetok (3) Proses pewarnaan menggunakan cat. Sedangkan proses membuat miniatur taman meliputi: (1) Proses mempersiapkan media, bahan, dan alat berupa gentong, semen, cetok. (2) Proses pembuatan bentuk karya menggunakan cetok, semen, sterofoam.
(3) Proses pewarnaan menggunakan cat dan memberikan assesoris tambahan. Keenam, wujud karya yang dibuat oleh Saikoni ada beberapa bentuk mulai dari karya miniatur taman yang kebanyakan mengambil unsur pemandangan objek wisata Banyuwangi dengan fungsi sebagai hiasan atau pajangan untuk rumah, sedangkan wujud karya topengnya relatif sama yaitu menggabarkan bentuk wajah barong. Topeng yang dibuat merupakan topeng untuk pajangan didinding. Dari penelitian ini, ada beberapa saran dari peneliti yaitu (1) bagi penulis, dapat menjadi bahan acuan dalam mengadakan penelitian lebih lanjut karena masih banyak hal yang belum bisa dikaji pada penelitian ini. (2) bagi seniman, Untuk kedepannya, diharapkan Saikoni dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam mengolah kotoran unggas sebagai media berkarya, tidak hanya topeng yang dapat dihasilkan dari kotoran unggas, tetapi karya yang lain dapat pula menggunakan kotoran unggas sebagai bahannya, sehingga karya yang dihasilkan Saikoni tidak terkesan monoton. (3) Bagi masyarakat desa Tegalsari Ngandong, dengan mengetahui seniman seperti Saikoni diharapkan dapat mengubah pola pikir masyarakat, semula menganggap kotoran yang awalnya hanya dipandang sebagai barang menjijikkan, dengan adanya karya yang ditunjukkan oleh Saikoni, dapat membuat masyarakat sadar tentang manfaat lain dari kotoran unggas tersebut, sehingga masyarakat akan lebih perduli lagi terhadap kebersihan lingkungannya. (4) Bagi pemerintah kota Banyuwangi, dengan adanya seniman seperti Saikoni, diharapkan kedepanya pemerintah kota Banyuwangi, sadar bagaimana untuk mengembangkan potensi seniman di daerahnya. Proses kreatif yang dilakukan Saikoni dengan mengguanakn kotoran unggas sebagai media, seharunya dapat menjadi contoh yang baik untuk menjaga lingkungan, bahkan jika dapat dikelola dengan baik, hasil dari pemanfaatan kotoran seperti yang dilakukan Saikoni dapat meningkan wisata di Banyuwangi. (5) bagi Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, diharapkan dapat lebih
memberi kesadaran civitas akademika tentang bagaimana memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai menjadi karya seni sehingga ikut menjaga kesehatan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Koswera, E. 2013. Teori Teori Kepribadian. Bandung: PT ERESCO.
Loexie. 2000. “karya-seni-indah-daripotongan-cd/”. Tersedia pada https ://loexie.wordpress.com/2000/06/2 6/. Html, (diakses tanggal 05 Mei 2016) Mulyana, Vina. 2015. “curug-gentongtaman-air-mancur-pemberiuntung”. Tersedia pada http://bisnis.liputan 6.com/read/2199826/. Html, (diakses tanggal 18 Mei 2016). Nuarsana, Gede. 2014. “Proses Kreatif Gusti Aji Robed”.Tugas Akhir (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Undiksha Singaraja. Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry. 1994. Kamus ilmiah popular. Surabaya: ARKOLA. Rohmatullah, Niky. 2015. “Proses Kreatif Mbah Yanto ”.Tugas Akhir (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Undiksha Singaraja Sudarwanto, Aan. 2009. “PengembanganIndustri-Kriya-Kulit”. Tersedia pada http://lumbungusaha.wordpress.com/. Html, (diakses tanggal 12 Mei 2016). Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa. Yogyakarta: Kanisius. Suyanto, Bagong. 2007. Metode Penelitian Sosial: berbagai Alternatif Pend. Jakarta: Kencana. Wucius, Wong. 1989. Beberapa Asas Merancang Tri Matra. Bandung: ITB.