PROSES INTERAKSI BERPIKIR SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD Gusti Firda Khairunnisa*, Rini Nurhakiki** Universitas Negeri Malang E-mail :
[email protected] ABSTRACT: The purpose of this research is to describe the interaction of students’ thinking processes in problem solving through STAD cooperative learning. The subjects in this research is one students group of VII D grade of SMP Negeri 19 Malang which is contain of 4 students that have heterogeneous capabilities in math. The data are collected by recording all of students’ interaction and activities through the learning. This research is a qualitative descriptive research. The results showed that in the group discussion activity, multidirectional interaction occured among students in a group and students with group worksheet. High ability student, acting as a source of ideas when the discussion took place and actively discuss and explain to the other members who do not understand the problem. Average students are likely to balance between asking, answering questions and providing information. Whereas low-ability students get more information from other members. Keywords: thinking interaction process, problem solving, cooperative learning STAD
Belajar matematika pada dasarnya adalah mempelajari cara-cara menyelesaikan masalah (problem solving) secara matematis. The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) juga menghendaki peningkatan perhatian pemecahan masalah sebagai titik sentral dalam kurikulum matematika (Asmawati, 2011:2). Pemecahan masalah membutuhkan cara berpikir yang sistematis, logis, kritis, matematis, kreatif dan konstruktivis. Semua yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah tercakup dalam tujuan pembelajaran matematika yaitu untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerjasama (DEPDIKNAS dalam Asmawati). Untuk itu pendekatan pembelajaran problem solving perlu diterapkan sebagai variasi metode pembelajaran agar siswa terlatih untuk menyelesaikan masalah-masalah baik masalah yang rutin maupun tidak rutin. Beberapa peneliti telah meneliti tentang penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving. Telah banyak pula kesimpulan dari penelitian-penelitian tersebut mengenai keunggulan-keunggulan yang diperoleh ketika melakukan pembelajaran dengan pendekatan problem solving, di antaranya adalah menurut Gallent (1998:77), metode problem solving dapat mengembangkan gagasan-gagasan scientific, kreativitas, dan keterampilan siswa. Sedangkan Chang (2002: 45) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa kemampuan siswa dalam menerapkan langkah-langkah problem solving berkorelasi positif dengan keterampilan sains siswa. Pembelajaran dengan pendekatan problem solving seperti yang telah diuraikan di atas pada penerapannya dapat dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Patricia Heller dkk (1991), pembelajaran problem solving melalui kelompok kooperatif menghasilkan solusi *) Mahasiswa Universitas Negeri Malang jurusan Matematika Prodi Pendidikan Matematika **) Dosen Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang
permasalahan yang lebih baik dibandingkan dengan pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa yang bekerja sendiri. Hal ini disebabkan karena melalui kelompok kooperatif, siswa dapat saling membagi pengetahuan konsep dan prosedur pengerjaan ketika mereka mengerjakan suatu permasalahan bersamasama. Selain itu, siswa dapat mengamati bagaimana strategi teman satu kelompoknya dalam menyelesaikan suatu masalah. Penelitian tentang penerapan paduan model pembelajaran kooperatif dan problem solving telah banyak dilakukan baik di dalam, maupun di luar negeri. Kesimpulan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan antara lain mengenai dampak positifnya terhadap hasil belajar siswa, salah satunya adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2011) penerapan model pembelajaran kooperatif dan problem solving memberikan dampak sebagai berikut: (1) meningkatkan aktivitas siswa, (2) meningkatkan hasil belajar siswa, (3) meningkatkan kualitas proses belajar siswa. Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah STAD (Student Teams Achievement Division). Penulis sebagai peneliti sengaja memilih model pembelajaran STAD untuk dipadukan dengan pendekatan pembelajaran problem solving karena dengan model pembelajaran STAD diharap siswa yang kurang mampu dapat meningkatkan kemampuannya dengan berinteraksi kepada siswa yang pandai, karena kelompok yang dibentuk adalah kelompok yang memiliki anggota dengan kemampuan heterogen. Selain itu, telah banyak penelitian yang menyimpulkan keunggulan-keunggulan dari STAD, di antaranya adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu menumbuhkan kreativitas siswa (Harini, 2011), sedangkan menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Aulia Arditama (2008) model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan keunggulan-keunggulan dari problem solving, STAD, dan keunggulan paduan problem solving dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses interaksi berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini penulis berusaha untuk mendeskripkan proses interaksi siswa kelas VII SMP Negeri 19 Malang dalam menyelesaikan masalah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi himpunan yaitu dalam kompetensi dasar menggunakan konsep himpunan dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu, jenis penelitian ini adalah deskriptif. Menurut Moleong (2001: 6) data yang dikumpulkan dalam penelitian deskriptif berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Pada penelitian ini, peneliti membatasi pengamatan proses interaksi berpikir pada satu kelompok siswa yang beranggotakan empat orang siswa dengan kemampuan matematis yang heterogen. Keempat siswa tersebut terdiri dari satu siswa berkemampuan tinggi, dua siswa berkemampuan sedang, dan satu siswa berkemampuan rendah.
Peneliti dalam penelitian ini bertindak sebagai observer, perencana, pelaksana, dan pemberi perlakuan. Penelitian ini berlangsung selama dua kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dengan aktivitas menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan problem solving pada sintak diskusi kelompok, yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memahami masalah, (2) Merencanakan penyelesaian masalah, (3) Melakukan rencana peyelesaian masalah, dan (4) Melihat/ meninjau kembali penyelesaian. Agenda utama pertemuan 1 adalah siswa berdiskusi dalam menyelesaikan masalah dengan tingkat kesilitan rendah sampai sedang dengan media Lembar Kegiatan Kelompok (LKK 1). Sementara pertemuan 2 beragendakan siswa berdiskusi dalam menyelesaikan masalah dengan tingkat kesilitan sedang sampai tinggi dengan media LKK 2. Data dikumpulkan dari hasil rekaman suara dan aktivitas subyek yang diamati selama proses diskusi untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan pendekatan problem solving. Setelah data diperoleh dari lapangan, langkah selanjutnya adalah mereduksi data dan kemudian menganalis data. Analisis data kualitatif (Patton, 1980) dalam Moleong (2001:103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dikelompokkan menjadi hasil penelitian dari pertemuan pertama dan hasil penelitian dari pertemuan kedua. Pada pertemuan pertama diperoleh data mengenai proses interaksi berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah pada Lembar Kegiatan Kelompok 1 (LKK 1). Proses interaksi yang terjadi meliputi interaksi siswa antar siswa dan interaksi antar siswa dengan LKK. Interaksi antar siswa terlihat dalam aktivitas siswa yang ditunjukkan oleh menyampaikan gagasan, memberikan komentar atas gagasan, menanyakan hal yang belum dimengerti, dan lain-lain. LKK 1 ini berisi dua masalah yang memiliki tingkat kesulitan rendah sampai sedang. Pada pertemuan pertama, S1 yang merupakan siswa dengan kemampuan tinggi menunjukkan sikap aktif dalam berdiskusi. S1 juga terlihat lebih cepat memahami masalah dan merencanakan penyelesaian bagi masalah yang diberikan. Meskipun demikian, S1 mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ideidenya kepada anggota lain dalam kelompoknya. Dalam hal ini, S1 dibantu oleh S2 yang merupakan siswa berkemampuan sedang dan juga menunjukkan sikap aktif saat berdiskusi dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Walaupun S2 lebih lambat dalam memahami masalah dibandingkan S1, S2 dapat menangkap ide yang dikemukakan oleh S1 dan meneruskan informasi tersebut kepada anggota lain. Sementara siswa dengan kode S3 yang merupakan siswa dengan kemampuan sedang terlihat cukup aktif dalam berdikusi. Terkadang S3 melanjutkan penjelasan temannya atau mengomentari gagasan anggota lain. Sedangkan S4 yang merupakan siswa dengan kemampuan rendah terlihat kurang aktif dalam mengkomunikasikan ide-idenya. S4 lebih sering mencatat hasil
diskusi teman-temannya di Lembar Kegiatan Kelompok daripada mengkomunikasikan ide-idenya. Namun, S4 tidak terlihat keberatan untuk bertanya hal-hal yang tidak ia pahami kepada teman-teman satu kelompoknya. Teman-teman kelompoknya pun berupaya membantu S4 dalam memahami cara menyelesaikan masalah seperti yang telah diinstruksikan oleh peneliti. Proses interaksi berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah melalui langkah-langkah problem solving ini dapat digambarkan melalui diagram seperti pada diagram 1 dan diagram 2. PM, MUD, MUT, RPM, MRPM, dan MK merupakan kode yang memiliki arti beturut-turut adalah memahami masalah, menuliskan unsur yang diketahui, menuliskan unsur yang ditanyakan, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan mengecek kembali penyelesaian. Pada diagram 1 dan 2 tersebut terdapat garis dengan dua anak panah dan garis dengan satu anak panah. Garis dengan dua anak panah menunjukkan interaksi yang saling melengkapi antara kedua siswa. Sedangkan garis dengan satu anak panah menunjukkan interaksi memberikan pengetahuan dari siswa yang berada di pangkal garis kepada siswa yang berada di ujung tanda panah.
Diagram 1 Proses Interaksi Berpikir Siswa pada Tahap Diskusi Kelompok pada Soal Nomor 1 LKK 1
Diagram 2 Proses Interaksi Berpikir Siswa pada Tahap Diskusi Kelompok pada Soal Nomor 2 LKK 1
Pada pertemuan kedua diperoleh data mengenai proses interaksi berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah pada Lembar Kegiatan Kelompok 2 (LKK 2). Proses interaksi yang terjadi meliputi interaksi siswa antar siswa dan interaksi antar siswa dengan LKK. Interaksi antar siswa terlihat dalam aktivitas siswa yang ditunjukkan oleh menyampaikan gagasan, memberikan komentar atas gagasan, menanyakan hal yang belum dimengerti, dan lain-lain. LKK 2 ini berisi dua masalah yang memiliki tingkat kesulitan sedang sampai tinggi. Pada pertemuan kedua, S1 yang merupakan siswa dengan kemampuan tinggi tetap menunjukkan sikap aktif dalam berdiskusi. Sedangkan S2 dan S3 banyak melakukan interaksi berupa melengkapi informasi dari S1. Sementara S4 yang merupakan siswa berkemampuan rendah masih belum menunjukkan sikap aktif dalam berdiskusi. Kebanyakan S4 hanya memperoleh informasi dari anggota lain. Proses interaksi berpikir siswa ini dapat digambarkan melalui diagram seperti pada diagram 3 dan diagram 4.
Diagram 3 Proses Interaksi Berpikir Siswa pada Tahap Diskusi Kelompok pada Soal Nomor 1 LKK 2
Diagram 4 Proses Interaksi Berpikir Siswa pada Tahap Diskusi Kelompok pada Soal Nomor 2 LKK 2
Berdasarkan hasil temuan penelitian keseluruhan yang diperoleh dari pertemuan pertama dan pertemuan kedua, terdapat hal-hal menarik yang ditemui oleh peneliti ketika terjadi interaksi antar siswa dalam satu kelompok. Pada kegiatan pembelajaran diskusi kelompok, setiap siswa dalam suatu kelompok saling bekerja sama dan berinteraksi untuk menyelesaikan masalah-masalah tidak rutin yang diberikan dalam Lembar Kegiatan Kelompok dengan menggunakan langkah-langkah problem solving. Interaksi yang dilakukan oleh setiap anggota kelompok ini dapat berupa mengemukakan ide, melengkapi atau memberi masukan terhadap komentar anggota lain, bertanya hal yang belum dimengerti, memberi penjelasan, dan lain-lain. Saat interaksi berlangsung, terjadi proses pemberian bantuan dari siswa yang berkemampuan lebih tinggi kepada siswa
yang berkemampuan sedang atau rendah. Proses pemberian bantuan juga terjadi dari siswa berkemampuan sedang ke siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah. Dari hasil interaksi antar siswa ini, terlihat bahwa interaksi yang terjadi sesuai dengan pandangan Vygotsky (dalam Susanti, 2009: 4) mengenai scaffolding, yaitu satu anak bisa lebih membimbing anak yang lain dalam melewati ZPD (Zone of Proximal Development). Hasil interaksi menunjukkan bahwa S1 yang merupakan siswa berkemampuan tinggi bertindak aktif saat diskusi berlangsung. S1 juga lebih cepat dalam memahami suatu masalah dan mengemukakan ide mengenai rencana menyelesaikan masalah dibandingkan dengan S2 dan S3 yang merupakan siswa berkemampuan sedang, juga S4 yang merupakan siswa dengan kemampuan rendah. Dalam pertemuan pertama maupun pertemuan kedua, S2 bersikap aktif menjelaskan pemahamannya kepada anggota lain yang belum memahami suatu permasalahan. Sementara S3 yang juga merupakan siswa berkemampuan sedang juga cukup aktif dalam menjelaskan maupun bertanya hal-hal yang belum dipahami, bahkan dalam pertemuan kedua S3 juga mulai memberikan gagasan mengenai cara menyelesaikan masalah kepada anggota lain. Sedangkan S4 yang merupakan siswa berkemampuan rendah, baik pada pertemuan 1 maupun pertemuan 2 terlihat pasif dan jarang memberikan pengetahuan kepada anggota lainnya. Namun, S4 tidak keberatan untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti. Keaktifan masing-masing anggota dalam kelompok yang diteliti ini sesuai dengan yang dikemukakan Mufidati (2007) yang menyatakan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi berperan sebagai sumber dalam diskusi, siswa berkemampuan sedang berkemampuan sedang beperan sebagai penyeimbang, dan siswa berkemampuan rendah berperan sebagai penerima informasi. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa interaksi berpikir antar siswa berlangsung secara multi arah yaitu antar siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah dengan dibantu oleh media Lembar Kegiatan Kelompok. Siswa berkemampuan tinggi aktif ketika berdiskusi dan berperan sebagai sumber gagasan ketika diskusi belangsung. Siswa dengan kemampuan sedang cenderung seimbang antara bertanya dan memberikan informasi kepada anggota lain. Sementara siswa yang memiliki kemampuan rendah lebih banyak menerima informasi dari anggota lain. Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. 1. Bagi guru, dalam membentuk suatu kelompok belajar, guru perlu memperhatikan kemampuan setiap siswa. Kemampuan setiap siswa dalam suatu kelompok belajar diusahakan diatur secara heterogen agar muncul suatu
2.
interaksi pemberian dan penerimaan informasi saat diskusi berlangsung. Selain itu, guru dapat menerapkan aktivitas problem solving melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk membuat siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Bagi peneliti lain, sebaiknya dikritisi lebih lanjut mengenai perbedaan interaksi berpikir siswa dan interaksi belajar-mengajar. Untuk perkembangan penelitian, penelitian ini masih terbatas pada proses interaksi berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kompetensi dasar menggunakan konsep himpunan dalam menyelesaikan masalah. Pendekatan problem solving dapat pula dipadukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe yang lain, sehingga masih perlu diteliti mengenai proses interaksi berpikir siswa dengan variasi model pembelajaran kooperatif dan materi yang lain. Selain itu, interaksi yang diteliti dalam penelitian ini hanya terbatas pada interaksi siswa dalam suatu kelompok, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat diteliti mengenai interaksi siswa dengan guru atau interaksi siswa antar kelompok yang berbeda.
DAFTAR RUJUKAN Asmawati. 2011. Pengembangan Komik Matematika sebagai Media Pembelajaran Problem Solving untuk Siswa Kelas VIII SMP pada Pokok Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Azizah, Inayatul. 2011. Perbedaan Hasil Belajar Siswa antara Penerapan Pembelajaran Kooperatif STAD Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah dengan Penerapan Pembelajaran Ekspositori. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Chang, C.Y. 2002. An Exploratory Study on Student Problem Solving Ability in Earth Science. International Journal of Science Education, 24(5) :441-451. Gallent, C. 1998. Problem Solving Teaching in the Chemistry Laboratory: Learning the Cooks. Journal of Chemical Education, 75(1):72-77. Harini, Susie. 2011. Pembelajaran Kooperatif STAD (Student Teams Achievement Divisions) untuk Menumbuhkan Kreativitas Siswa pada Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. Tesis. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Heller, P., Keith, Ronald & Anderson, Scott. 1991. Teaching Problem Solving through Cooperative Grouping Part 1: Group Versus Individual Problem Solving. American Association of Physics Teachers, 60(7): 627-637. Lutfiyah. 2009. Proses Berpikir Siswa dalam Mengkonstruksi Pengetahuan Himpunan melalui Aktivitas Think Pair Share. Tesis. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Schoenfeld, Alan H. 1985. Mathematical Problem Solving. California: Academic Press, Inc.
Susanti, Rika. 2009. Proses Interaksi Berpikir Siswa dalam Mengkonstruksi Konsep Persamaan Garis Lurus melalui Aktivitas TAI (Team Assisted Individualization). Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Negeri Malang. Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.