Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
PENINGKATAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN APRESIASI MATEMATIKA SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD Nurrahmah Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Taman Siswa Bima E-mail:ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk 1). mendeskripsikan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau kemampuan koneksi matematika maupun apresiasi terhadap matematika siswa kelas SMP Negeri 5 Kota Bima; 2). menyelidiki perbedaan yang signifikan aspek kemampuan VIII koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Bima. Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu dengan desain nonequivalent (Pretest and Post-test) group design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Bima dengan sampel penelitian adalah dua kelas yang ditentukan dari seluruh kelas VIII dengan perlakuan kelas VIII 1 berupa model pembelajaran berbasis masalah dan kelas VIII 2 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes yaitu instrumen kemampuan koneksi matematika dan instrumen nontes yaitu instrumen apresiasi matematika. Uji normalitas yang digunakan adalah dengan pendekatan univariat yaitu uji Kolmogorov Smirnov, lalu dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Box’M untuk menguji kesamaan matriks varians-kovarians. Untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau kemampuan koneksi maupun apresiasi terhadap matematika, data dianalisis dengan uji one sample. Untuk menyelidiki perbedaan yang signifikan aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi matematika siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, data dianalisis dengan menggunakan uji T2 Hotelling. Kemudian untuk melihat model pembelajaran yang lebih berpengaruh pada masing-masing variabel digunakan Uji Univariat (Uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika maupun apresiasi terhadap matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Bima ; 2). Pembelajaran berbasis masalah lebih efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa maupun apresiasi terhadap matematika siswa dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Bima . Kata Kunci: Kemampuan Koneksi dan Apresiasi Matematika, Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. PENDAHULUAN Untuk menghadapi tantangan zaman yang dinamis, berkembang dan semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan intelektual tingkat tinggi yang melibatkan kemampuan penalaran yang logis, sistematis, kritis, cermat, dan kreatif dalam mengkomunikasikan gagasan atau dalam memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui pendidikan yang pada dasarnya, merupakan suatu proses membantu manusia dalam mengembangkan dirinya. Dengan demikian segala perubahan dan permasalahan dapat dihadapi dengan sikap terbuka dan kreatif tanpa kehilangan identitas dirinya seperti yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah suatu proses terus-menerus manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang hayat. Dalam penyelesaian suatu masalah, kita seringkali dihadapkan pada suatu hal yang kadang-kadang pemecahannya tidak dapat diperoleh dengan segera. Dengan demikian tidak berlebihan bila pendekatan berbasis masalah dalam matematika menjadi suatu strategi belajar-mengajar yang penting untuk dilakukan di sekolah-sekolah. Guru matematika hendaknya menguasai kumpulan pengetahuan masa lalu yang kemudian diteruskan kepada peserta didik dan juga menguasai proses, pendekatan dan metode matematika yang sesuai sehingga mendukung peserta didik berpikir kritis, menggunakan nalar secara efektif dan efisien,
137
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
serta menanamkan benih sikap ilmiah, disiplin, Untuk memperoleh kemampuan bertanggung jawab, keteladanan, dan rasa koneksi matematika yang baik, maka percaya diri disertai dengan iman dan taqwa. diperlukan suatu pembelajaran yang Oleh karena itu, betapa pentingnya pendidikan merangsang adanya partisipasi aktif dari siswa matematika diberikan di sekolah baik pada sehingga dalam proses pembelajaran lebih jenjang pendidikan dasar maupun menengah. efektif antara guru dengan siswa dan antara Bahkan ukuran prestasi siswa pun sering siswa itu sendiri. Dalam hal ini, siswa diberi digambarkan dengan prestasinya dalam mata banyak peluang untuk lebih mamahami suatu pelajaran matematika. Hal ini mungkin karena konsep matematika dan keterkaitannya untuk pelajaran matematika kebanyakan terlibat berbagi ide antara siswa itu sendiri. Adapun dengan mata pelajaran lainnya sehingga bila guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan seorang siswa memiliki pemahaman konsep yang dapat memancing siswa berpikir kritis matematika yang baik, maka ia akan dengan untuk memecahkan suatu permasalahan. mudah dapat mempelajari mata pelajaran Kenyataan di lapangan menunjukkan lainnya. Belajar dan menggunakan matematika bahwa kemampuan siswa dalam melakukan merupakan aspek yang penting dalam koneksi dan apresiasi matematika masih keseluruhan mata pelajaran di sekolah. tergolong rendah. Hal ini didasarkan pada Cockroft (Abdurrahman, 2003: 253) tentang obeservasi awal yang menunjukkan belum perlunya pelajaran matematika diberikan di adanya proses pembelajaran yang mengarah sekolah karena selalu digunakan dalam segala kepada koneksi dan apresiasi matematika. segi kehidupan, dan semua bidang studi Proses pembelajaran berlangsung secara biasa, memerlukan keterampilan matematika yang dan bertolak belakang dengan harapan di atas. sesuai. Sebagai contoh anak mengenal konsep Sementara itu, siswa hanya mendengarkan, segitiga sebagai suatu bidang yang dikelilingi mencatat dan menghafal apa yang dijelaskan oleh tiga garis lurus. Pemahaman anak tentang guru. konsep segitiga dapat dilihat pada saat anak Berikut ditunjukan pada tabel 1 mampu membedakan berbagai bentuk geometri tentang daya serap siswa SMP Negeri 5 Kota lain dari segitiga. Contoh lain adalah, ketika Bima hasil ujian nasional (UN) yang berkaitan anak menghitung perkalian 2x10 = 20, 3x10 = dengan materi sistem persamaan linear dua 30, dan 4x10 = 40, anak memahami konsep variabel pada dua tahun terakhir. perkalian 10, yaitu bilangan tersebut diikuti dengan 0. Tabel 1. Daya Serap Siswa SMP Negeri 5 Kota Bima Tahun Kemampuan yang di uji Daya Serap 2009 Menentukan himpunan penyelesaian persamaan 78,86 linear dua variabel 2010 Menentukan hasil operasi dari penyelesaian sistem 67,65 persamaan linear dua variabel Dari tabel tersebut di atas menunjukan memperhatikan permasalahan yang dihadapi bahwa daya serap siswa antara dua tahun anak didik dalam belajar matematika. Dari terakhir cenderung menurun. Hal tersebut hasil observasi awal pada SMP Negeri 5 Kota menggambarkan bahwa kemampuam koneksi Bima menunjukkan bahwa kurangnya dan apresiasi matematika siswa SMP Negeri 5 pemahaman siswa akan pentingnya upaya kota Bima masih rendah. pemecahan masalah dalam matematika, Dalam pembelajaran matematika, diantaranya: terdapat berbagai macam pendekatan yang 1. Siswa kurang berlatih dalam menyelesaikan dapat diterapkan, misalnya pembelajaran soal yang menuntut kemampuan pemecahan kooperatif (Cooperatif Learning, pembelajaran masalah. berbasis masalah (Problems-Based Learning), 2. Siswa lebih mengutamakan soal yang dapat pembelajaran berbasis proyek (Project-Based diselesaikan dengan menggunakan prosedur Learning), pembelajaran dengan pemetaan rutin. konsep, pembelajaran berbantuan komputer 3. Siswa sangat mudah menyerah ketika (ICT), pembelajaran dengan bantuan internet, diberikan permasalahan nonrutin. serta pembelajaran dengan pemecahan masalah 4. Siswa belum mampu menggunakan strategi (Problem Solving). Setiap pendekatan tersebut yang tepat dalam pemecahan masalah. memiliki karakteristik tersendiri dan dapat Dalam proses pembelajaran, perlu dimanfaatkan sesuai dengan masukan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk instrumental sekolah serta dengan merangsang agar siswa lebih kritis dan kreatif
138
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, siswa diberi banyak peluang untuk lebih memahami suatu konsep matematika dan keterkaitannya untuk berbagi ide antara siswa itu sendiri. Adapun guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memancing siswa berpikir untuk memecahkan suatu permasalahan. Pembelajaran seperti itu dapat dilaksanakan dengan menerapkan pendekatan Problem Based Learning. Pemecahan masalah secara umum disetujui sebagai cara untuk mempercepat keterampilan berpikir. Sebagai contoh, NCTM (2000: 52) dalam Pehkonen menyatakan bahwa ”Solving problems is not only a goal of learning mathematics but also a major means of doing so. … In everyday life and in the workplace, being a good problem solver can lead to great advantages. … problem solving is an integral part of all mathematics learning”. Ini memberikan makna bahwa menyelesaikan masalah bukan hanya tujuan dalam belajar matematika tetapi merupakan cara utama untuk mengerjakannya. Dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja, menjadi pemecah masalah yang baik akan memberikan manfaat yang luar biasa. Oleh karena itu, pemecahan masalah merupakan bagian integral dari setiap pembelajaran matematika. Semakin berbeda jenis masalah yang dihadapi oleh siswa dan semakin besar keinginannya untuk memikirkan pemecahannya, maka siswa tersebut akan semakin besar kesempatannya untuk mampu manghadapi soal-soal kehidupan nyata. Siswa pun akan lebih mampu mentransfer keterampilan dan pengetahuan mereka pada situasi yang baru. Hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa pemecahan masalah dapat menumbuhkan kreativitas siswa. Kreativitas yang muncul pada diri siswa meliputi kreativitas siswa untuk mengaitkan satu topik dengan topik lainnya, mengaitkannya dengan mata pelajaran lainnya, dan dapat mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Sehubungan dengan hal tersebut pendekatan yang selayaknya diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah adalah pendekatan yang menekankan pada proses pemecahan masalah, yaitu pendekatan pemecahan masalah atau pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) membantu siswa untuk
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri. Pendekatan berbasis masalah (Problem Based Learning) ini dapat dikaitkan dengan upaya peningkatan kemampuan melakukan koneksi dan apresiasi matematika siswa, sehingga pemahaman siswa terhadap matematika juga meningkat, dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Salah satu model pembelajaran dengan pendekatan masalah adalah melalui pembelajaran kooperatif, yang tentu saja model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa secara lebih mendalam. Salah satu model pembelajaran yang akan diterapkan disini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Salah satu keinginan yang diharapakan dari hasil pembelajaran matematika adalah kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematika. Melalui koneksi matematika, konsep pemikiran dan wawasan siswa terhadap matematika akan semakin luas, tidak hanya terfokus pada satu topik tertentu yang sedang dipelajari. METODE 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi Eksperiment). Peneliti menggunakan kelompok-kelompok untuk perlakuan karena peneliti tidak dapat memilih individu-individu secara acak. Kelompok-kelompok yang diberikan perlakuan adalah kelas-kelas yang di SMP Negeri 5 Kota Bima. 2. Desain Penelitian Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan koneksi matematika siswa dan apresiasi terhadap matematika siswa sedangkan variabel bebas yaitu pembelajaran berbasis masalah (kelompok perlakuan) dan pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelompok kontrol). Desain penelitian yang digunakan adalah QuasiExperiments dengan Nonequivalent (pretest and post-test) group design. Kelompok A diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan kelompok B menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada kedua kelompok tersebut dilakukan pretes dan post-tes. Rancangan penelitian disajikan pada Gambar 1 berikut:
139
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Y1
Pe
G.A
X1
Po
Y2
G.B
Y1
Pe
Po
Y2
Gambar 1. Nonequivalent (pretest and post-test) group design Keterangan: G.A : Kelompok perlakuan G.B : Kelompok kontrol X1 : Perlakuan dengan pembelajaran berbasis masalah X2 : Kontrol dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD Pe : Pretes (tes awal) Po : Posttes (tes akhir) Y1 : Kemampuan koneksi matematika Y2 : Apresiasi terhadap matematika (modifikasi Creswell, 2003: 169) lain, mengembangkan langkah sendiri, 3. Teknik dan Instrumen Pengumpulan mengevaluasi, ataupun mengurangi Data Teknik pengumpulan data tentang langkah-langkah tertentu. Dengan kemampuan koneksi matematika, dilakukan adanya penunjukkan langkah-langkah dengan memberikan tes uraian kepada pengerjaan suatu tes uraian, maka siswa dalam batasan waktu tertentu. Untuk tingkat kemampuan koneksi matematika kemampuan apresiasi terhadap matematika siswa yang mengerjakan tes tersebut siswa digunakan angket. Instrumen yang dapat diukur. Tes ini mencakup materi digunakan dalam penelitian ini adalah pokok Sistem Persamaan Linear Dua instrumen tes dan instrumen nontes sebagai Variabel. berikut: b. Instrumen Apresiasi terhadap a. Instrumen Tes Matematika Instrumen tes merupakan Data mengenai apresiasi terhadap instrumen atau prosedur sistematik matematika siswa diperoleh dengan untuk mengukur sampel tingkah laku menggunakan angket. Angket yang yang dimiliki individu. Tes juga dapat dibuat menggunakan skala Likert didefinisikan sebagai prosedur dengan 4 alternatif jawaban, yaitu sistematik untuk membandingkan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan tingkah laku dari dua atau lebih sangat tidak setuju. Skor untuk masingindividu. Tes yang digunakan dalam masing alternatif jawaban adalah 4, 3, 2, penelitian ini berupa tes uraian. dan 1. Penggunaan tes uraian cukup beralasan 4. Validitas dan Reliabilitas Instrumen karena memberikan indikasi yang baik a. Validitas Instrumen untuk mengungkap kemampuan koneksi Bukti validitas instrumen tes matematika siswa dan mengetahui diperlukan validitas isi adalah dengan sejauh mana siswa mendalami suatu memvalidasi instrumen kepada ahli masalah yang disajikan. Disamping itu, (expert judgment) yaitu guru bidang menyatakan bahwa tes bentuk uraian studi matematika. Sedangkan bukti layak dipergunakan untuk mengevaluasi validitas instrumen nontes yang kemampuan siswa dalam memecahkan diperlukan adalah validitas isi (expert masalah untuk bidang tertentu dan juga judgment) dan validitas konstrak untuk mengevaluasi aspek tertentu dari (contruct validity). Untuk memperoleh proses pemecahan masalah. Di samping bukti validitas konstrak menggunakan itu, tes uraian harus dijawab dengan analisis faktor dengan cara ujicobakan langkah-langkah tertentu, baik langkah kepada 30 orang siswa dengan yang mengikuti langkah-langkah orang kemampuan hampir sama dengan
140
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
sampel penelitian. Siswa yang dijadikan memuat lebih dari satu faktor atau butir responden untuk uji coba instrumen tersebut mengukur lebih dari satu adalah siswa kelas VIII3 SMP Negeri 5 dimensi teoritis. Kota Bima. Berdasarkan hasil analisis faktor Teknik validitas konstruk yaitu instrumen apresiasi terhadap matematika dengan analisis faktor confirmatory. menunjukkan bahwa indeks determinan Prosedur analisis confirmatory menurut tidak sama dengan nol, KMO sebesar Muller (1978) adalah penentuan 0,521 dan uji bartlett’s signifikan. variabel (butir item) yang termasuk Berdasarkan eigen values terdapat 5 dalam faktor tertentu berdasarkan pada faktor yang dapat dianalisis. hasil analisis empirik. Menurut Muller Berdasarkan nilai MSA maka instrumen (1978: 54) kriteria yang dapat apresiasi terhadap matematika dapat digunakan untuk menetapkan suatu butir dilanjutkan analisisnya. Adapun instrumen yang dinyatakan baik apabila: rangkuman hasil analisis faktor seperti a) korelasi antar butir faktor atau amatan pada Tabel 5 di bawah ini: faktor > 0,30 atau= 0,30; b) suatu bukti Tabel 2. Hasil analisis faktor instrumen Apresiasi terhadap matematika Kumulatif Varians muatan No Nama faktor No. Item Jumlah (%) faktor (%) 1 Persepsi terhadap 22, 2, 11, 15 4 17,301 17,301 matematika 2 Tanggapan tentang 3, 21, 9 3 15,715 33,016 metode mengajar 3 Menilai cara mengajar 10, 18 2 14,366 47,383 guru 4 Sikap terhadap soal27, 28 2 12,553 59,936 soal koneksi matematika 5 Tanggapan tentang 25, 24 2 10,270 70,206 koneksi matematika Total 13 Tabel 2 di atas menunjukkan item pernyataan yang tidak valid adalah bahwa faktor Persepsi terhadap 1, 4, 14, 16, 12, 6, 17, 5, 19, 7, 26, 20, 8, matematika memiliki varians 17,301%. 23, dan 13 yang berjumlah 15, karena Artinya faktor Persepsi terhadap korelasi antar faktor atau muatan matematika 17,301% yang diwakili oleh faktornya kurang dari 0,30. Item- item item nomor 22, 2, 11, dan 15. Sementara tersebut dilakukan revisi pernyataan faktor tanggapan tentang metode sehingga instrumen ini layak digunakan mengajar memiliki varians 15,715%, dalam penelitian ini. artinya faktor tanggapan tentang metode Menentukan daya beda dari item mengajar 15,715% yang diwakili oleh juga diuji. Daya beda isi dari suatu item item nomor 3, 21, dan 9. Faktor yang tes dapat dinyatakan dalam suatu lain dapat dijelaskan seperti cara koefisien korelasi. Untuk mengetahui menjelaskan faktor pertama dan kedua daya beda suatu tes dapat ditentukan dengan melihat nama faktor, varians dan dengan mencari koefisien korelasi skor nomor butir pernyataan yang mewakili item tertentu dengan skor item total faktor yang bersangkutan. menggunakan formula koefisien korelasi Kumulatif muatan faktor Pearson Product Moment. Adapun berdasarkan rotation sums of squared rumus yang digunakan adalah sebagai loading sebesar 70,206% artinya berikut: instrumen tentang apresiasi terhadap 𝑁 𝑋𝑌 − 𝑋 𝑌 matematika dapat dijelaskan oleh 5 rxy = 2− 2 𝑁 𝑌2 − 𝑁 𝑋 𝑋 𝑌 2 faktor dan konstruk teoretis yang Dengan, tercermin dalam butir pernyataan yang rxy = koefisien korelasi mewakili faktor ada sebesar 70,206%. X = Skor Item Tes Berdasarkan rotated faktor matrix, butir
141
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
Y = Jumlah Skor Total N = Banyaknya peserta tes (Ebel & Frisbie, 1986: 64) Selanjutnya, untuk mengetahui baik atau tidak baiknya item tes dan non tes tersebut digunakan uji t dengan rumus: 𝑟 t = 𝑥𝑦 1−𝑟 2 𝑥𝑦 𝑛 −2
Hasil thitung kemudian dibandingkan dengan ttabel pada taraf signifikansi (α) dan derajat kebebasan (dk) = n – 2. Apabila nilai thitung > ttabel maka item tersebut baik dan sebaliknya. Daya beda suatu item tes dan non tes dilakukan analisis dengan manual (bantuan program Excell). Berdasarkan hasil perhitungan dibandingkan dengan ttabel untuk α = 0,05 dan dk = 28, yaitu 1,701. Berdasarkan perhitungan tersebut, jumlah item instrumen kemampuan koneksi matematika yang daya bedanya baik pada pretest dan posttest untuk digunakan dalam penelitian berjumlah 10 item, begitu pula dengan jumlah item pada instrumen apresiasi terhadap matematika berjumlah 28 item. Perhitungan terhadap masing-masing variabel pengukuran dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 183. b. Estimasi Reliabilitas Instrumen Reliabilitas instrumen tes dan non tes berhubungan dengan kepercayaan dan keajegan hasil ujicoba. Suatu ujicoba dapat dikatakan mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi jika ujicoba tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Untuk instrumen ini dilakukan analisis dengan mencari indeks reabilitas menggunakan rumus Alpha Cronbach. Adapun rumus Alpha Cronbach yang digunakan yaitu: r11 =
𝑛 𝑛−1
1−
𝜎𝑖2
𝜎𝑡2
Keterangan: r11 = koefisien reliabilitas n = jumlah butir tes
2 i
= jumlah varian skor
tiap-tiap butir tes
T2
= varian total Jika memungkinkan untuk melakukan tes terhadap siswa secara berulang-ulang dengan menggunakan tes yang sama, maka tentu akan
menghasilkan hasil tes yang bervariasi. Bervariasinya skor tes yang diperoleh berkaitan dengan tingkat reliabilitas tes. Reliabilitas yang kecil pada umumnya mengindikasikan perbedaan yang mencolok pada skor tes peserta didik, sebaliknya reliabilitas yang kuat cenderung berakibat pada variasi yang kecil. Walaupun pada prakteknya jarang untuk melakukan tes yang sama secara berulang-ulang pada sekelompok siswa, namun memungkinkan untuk mengestimasi besarnya variasi yang mungkin akibat pemberian tes tertentu. Nilai dari estimasi inilah yang dikenal sebagai Standar Eror Pengukuran (SEM). SEM bisa ditentukan dengan melakukan tes berulang-ulang kepada sekelompok siswa, kemudian menentukan rata-rata nilainya. Namun, karena hal tersebut tidak memungkinan untuk dilakukan maka SEM dapat dhitung dengan menggunakan persamaan berikut:
SEM = 𝑆𝐷𝑥 1 − 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 Dimana: SEM : Standart Eror Measurement SDx : Standar deviasi (Nitko, 2007: 76) Berdasarkan hasil analisis menggunakan SPSS 16 for window didapat nilai koefisien reliabilitas pada instrumen kemampuan koneksi matematika dengan Alpha Cronbach adalah 0,739 dengan nilai SEM adalah 4,255. Sedangkan pada instrumen apresiasi terhadap matematika adalah 0,799 dengan nilai SEM adalah 4,964. 5. Teknik Analisis Data Data penelitian yang dianalisis adalah data kondisi awal dan akhir pada aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika. Data kondisi awal untuk mengetahui gambaran awal kedua kelompok siswa kemudian selanjutnya kondisi akhir untuk mendeskripsikan data keefektifan pembelajaran berbasis masalah. Adapun yang dianalisis adalah sebagai berikut: a. Analisis Deskriptif Keefektifan pembelajaran ditentukan berdasarkan indeks keefektifan. Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar matematika di SMP Negeri 5 Kota Bima yaitu siswa dikatakan tuntas belajar apabila
142
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram mencapai nilai minimal 6,50 untuk skala 10 atau 65,00 untuk skala seratus, maka kriteria pencapaian tujuan pembelajaran aspek kemampuan koneksi matematika ditetapkan lebih dari 64,99. Kategori keefektifan model pembelajaran aspek afektif yaitu apresiasi terhadap matematika siswa ditetapkan rata-rata siswa mencapai skor apresiasi terhadap matematika siswa lebih dari 74,99. Kategori keefektifan model pembelajaran aspek afektif didasarkan pada pedoman kategorisasi yang tertera pada tabel 5 berikut: Tabel 3. Kategorisasi apresiasi terhadap matematika siswa No. Skor siswa Kategori 1. Sangat baik M 𝑥 + 1. SBx 2. Baik 𝑥 + 1. SBx > M 𝑥 3. Kurang 𝑥 > M 𝑥 - 1. SBx 4. Sangat M < 𝑥 - 1. SBx kurang Keterangan: M adalah apresiasi terhadap matematika siswa SBx adalah simpangan baku skor keseluruhan 𝑥 adalah rata-rata skor keseluruhan Skor yang diberikan siswa terhadap pernyataan-pernyataan dalam angket apresiasi terhadap matematika siswa dibuat dengan ketentuan adalah (1). untuk pernyataan dengan kriteria positif: 1 = sangat baik, 2 = baik, 3 = Kurang, 4 = sangat kurang. (2). untuk pernyataan dengan kriteria negatif: 4 = sangat kurang, 3 = kurang, 2 = baik, 1 =sangat baik. b. Analisis inferensial 1) Analisis keefektifan model pembelajaran Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: a) Ho : 𝜇1 ≤ 64,99 (pembelajaran berbasis masalah tidak efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa) Ha : 𝜇1 > 64,99 (pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa) b) Ho : 𝜇2 ≤ 74,99 (pembelajaran berbasis masalah tidak efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa)
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Ha : 𝜇2 > 74,99 (pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa) Selanjutnya dilakukan uji one sample t test dengan menggunakan bantuan SPSS 16 for window yaitu untuk melihat keefektifan model pembelajaran terhadap apresiasi terhadap matematika siswa maupun kemampuan koneksi matematika siswa. Rumus statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut: t=
𝑥 −𝜇 0 𝑆 𝑛
Keterangan: 𝑥 adalah nilai rata-rata yang diperoleh 𝜇0 adalah nilai yang dihipotesiskan 𝑆 adalah standar deviasi sampel yang dihitung 𝑛 adalah jumlah sampel Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika nilai signifikansi (α) lebih kecil 0,05. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS 16 for window. 2) Analisis perbedaan pembelajaran Untuk menyelidiki perbedaan aspek apresiasi terhadap matematika siswa dan kemampuan koneksi matematika siswa yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan uji multivariat kemudian dilanjutkan uji univariat yaitu uji t untuk menentukan variabel mana yang berkontribusi terhadap perbedaan keseluruhan. Analisis dilakukan dua tahap yaitu analisis kondisi awal dan analisis kondisi akhir. Adapun tahapan pengujian adalah sebagai berikut: a) Uji Normalitas Uji normalitas digunakan data kondisi awal maupun data kondisi akhir. Uji normal multivariat dilakukan dengan pendekatan univariat yaitu dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan kriteria jika nilai siginifikansi lebih besar dari 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal. Uji normalitas digunakan pada data kondisi awal maupun data kondisi akhir. Uji normalitas menggunakan bantuan SPSS 16 for window.
143
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram b) Uji homogenitas Uji homogenitas digunakan data kondisi awal maupun data kondisi akhir. Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan matriks varians-kovarians dari variabel dependen pada penelitian ini. Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan terhadap masing-masing variabel dependen dan terhadap keseluruhan variabel dependen. Data yang digunakan adalah data kondisi awal maupun data kondisi akhir. Uji homogenitas terhadap kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa secara bersama-sama menggunakan Uji Box’s M. Jika angka signifikansi (probabilitas) yang dihasilkan baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri lebih besar dari 0.05, maka matriks varians-kovarians pada variabel dependen adalah homogen. Apabila tidak homogen, maka salah satu variabel diubah dengan transformasi ke dalam bentuk log atau akar. Apabila data telah berdistribusi normal dan variannya homogen, maka dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Uji homogenitas menggunakan bantuan SPSS 16 for window. c) Uji hipotesis Uji Multivariat Kondisi Awal Pengujian hipotesisnya sebagai berikut: H0 : kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas A tidak berbeda dengan kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas B. Ha : kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas A berbeda dengan kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas B. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah H0 diterima jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 atau Fhitung ≥ Ftabel pada taraf signifikansi 5%. Karena itu disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematika
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas A tidak berbeda dengan kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas B, atau dengan kata lain kondisi awal subjek penelitian pada kedua kelompok sama ditinjau dari kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS 16 for window Uji Multivariat Kondisi Akhir Pengujian hipotesis tahap pertama dengan hipotesis sebagai berikut: H01 : Tidak terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa. Ha1 : Terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: 𝜇𝐻𝑃 𝜇𝐻𝐾 = 𝜇𝑆𝑃 𝜇𝑆𝐾 𝜇𝐻𝑃 𝜇𝐻𝐾 Ha1 : ≠ 𝜇𝑆𝑃 𝜇𝑆𝐾
H01 :
Dimana 𝜇𝐻𝑃 menyatakan rerata (mean) dari kemampuan koneksi matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan 𝜇𝑆𝑃 menyatakan rerata (mean) dari kemampuan koneksi matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Sedangkan 𝜇𝐻𝐾 menyatakan rerata (mean) dari apresiasi terhadap matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan 𝜇𝑆𝐾 menyatakan rerata
144
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram (mean) dari apresiasi terhadap matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perhitungan untuk menguji hipotesis di atas, dapat menggunakan uji multivariat. Uji multivariat menggunakan statistic T2 Hotelling dengan mentransformasikan nilai dari distribusi F. T2 =
𝑛1 𝑥 𝑛2 𝑛1+ 𝑛2
𝑦1 − 𝑦2 ′ 𝑆 −1 𝑦1 − 𝑦2
Keterangan: T2 = Hotelling Trace n1 = besar sampel dari populasi I n2 = besar sampel dari populasi II 𝑦1 = vektor rerata skor sampel I 𝑦2 = vektor rerata skor sampel II S = matriks dispersi Selanjutnya ditransformasi untuk memperoleh nilai dari distribusi F dengan menggunakan formula adalah F=
𝑛 1 + 𝑛 2 −𝑝−1 (𝑛 1 + 𝑛 2 −2)𝑝
T2 (Steven, 2002: 177)
Kriteria pengujiannya adalah H01 ditolak jika Fhitung ≥ F(p,n1 + n2 – p – 1;0.05 = 2, 49;0,05 ) atau angka signifikansi (probabilitas) yang dihasilkan lebih kecil dari 0.05. Uji hipotesis pertama menggunakan bantuan SPSS 16 for window. Uji Univariat Berdasarkan hasil uji hipotesis tahap pertama bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika, maka dilakukan statistik uji t untuk menentukan variable tertentu yang berkontribusi terhadap perbedaan secara keseluruhan. Kriteria yang digunakan adalah kriteria Bonferroni dengan taraf siginfikansinya adalah α/p (p = 2) jadi untuk α = 0,05% untuk masing-masing uji t digunakan kriteria 0,05/2 = 0,025. Rumus yang digunakan dalam menguji hipotesis tersebut dengan menggunakan statistik uji t. Rumus yang digunakan adalah:
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 t=
𝑦1 −𝑦2 2 𝑛 1 −1 𝑆 2 1 + 𝑛 2 −1 𝑆 2 𝑛 1 + 𝑛 2 −2
1 1 + 𝑛1 𝑛2
(Stevens, 2002: 176) Keterangan: 𝑦1 = Nilai rata-rata sampel I 𝑦2 = Nilai rata-rata sampel II 𝑆12 = varian sampel kelompok I 𝑆22 = varian sampel kelompok II 𝑛 = jumlah anggota sampel. Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika thitung ≥ t(0,025;n1+n2-2) atau nilai signifikansi lebih kecil 0,025. Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS 16 for window. Pengujian hipotesis tahap kedua, dengan hipotesis sebagai berikut: H02 :Pembelajaran berbasis masalah tidak lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. Ha2 : Pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H02 : 𝜇𝐻𝑃 ≤ 𝜇𝐻𝐾 Ha2 : 𝜇𝐻𝑃 ˃ > 𝜇𝐻𝑘 Di mana 𝜇𝐻𝑃 menyatakan rerata (mean) dari kemampuan koneksi matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah, sedangkan 𝜇𝐻𝑃 menyatakan rerata (mean) dari kemampuan koneksi matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Perhitungan untuk menguji hipotesis tahap kedua, dapat menggunakan statistik uji t dua sampel bebas. Kriteria pengujiannya adalah jika thitung ≥ t(0,025;n1+n2-2) atau nilai signifikansi lebih kecil 0.025. maka H02 ditolak. Uji hipotesis kedua menggunakan bantuan SPSS 16 for window. Pengujian hipotesis tahap ketiga, dengan hipotesis sebagai berikut: H03 :Pembelajaran berbasis masalah tidak lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap apresiasi terhadap matematika siswa. Ha3 : Pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe
145
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram STAD terhadap apresiasi terhadap matematika siswa. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H03 : 𝜇𝑆𝑃 ≤ 𝜇𝑆𝐾 Ha3 : μSP ˃ > μSK Di mana 𝜇𝑆𝑃 menyatakan rerata (mean) dari apresiasi terhadap matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah, sedangkan 𝜇𝑆𝐾 menyatakan rerata (mean) dari apresiasi terhadap matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 untuk masing-masing variabel penelitian. Untuk itu dapat diuraikan sebagai berikut: a. Data tes kemampuan koneksi matematika siswa Data kemampuan koneksi matematika siswa yang dideskripsikan adalah data pretes dan data post-test. Pretes merupakan data tes kemampuan koneksi matematika siswa yang diberikan kepada kedua kelompok sebelum perlakuan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi yang dieksperimenkan. Post-test merupakan tes kemampuan koneksi matematika siswa setelah perlakuan dengan tujuan mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kemampuan koneksi matematika siswa. Secara singkat, hasil tes kemampuan koneksi matematika siswa pada kedua kelompok disajikan pada tabel 4 sebagai berikut:
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Data Berdasarkan data yang terkumpul, untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik data dilakukan perhitungan nilai tertinggi (maximum), terendah (minimum), rerata (mean), simpangan baku (standard deviation), dan varians (variance) Tabel 4. Data tes kemampuan koneksi matematika siswa kedua kelompok PBL STAD Karakteristik n=25 n=27 Pretes Post-test Pretes Post-test Skor tertinggi 59 86 57 85 Skor terendah 34 58 31 65 Rerata 42,88 75,88 40,59 71,44 Standar deviasi 6,43 6,56 5,74 4,94 Varians 41,44 43,11 33,02 24,48 Berdasarkan hasil analisis data Berdasarkan kriteria ketuntasan statistik deskriptif, seperti yang hasil belajar, rata-rata hasil belajar kedua ditunjukkan tabel 7, secara keseluruhan kelas ekperimen sudah memenuhi nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah standar ketuntasan minimal (65) dan 86 dan nilai terendah adalah 31. Hasil cukup jauh dari standar ketuntasan analisis deskriptif pretes dan post-tes minimal. Data selengkapnya dapat selengkapnya dapat dilihat pada dilihat tabel 5 dibawah ini. lampiran 14 hal 197. Tabel 5. Perbandingan persentase ketuntasan pretes dan post-tes kedua kelompok Group Pretes Post-tes PBL Tidak ada siswa yang tuntas atau 24 siswa yang tuntas atau 96% 0% STAD Tidak ada siswa yang tuntas atau 27 siswa yang tuntas atau 100% 0% Dari perbandingan nilai tes pada b. Data apresiasi terhadap matematika tabel 8 dapat disimpulkan bahwa ada siswa peningkatan kemampuan koneksi Data apresiasi terhadap matematika siswa pada kelas perlakuan matematika siswa yang dideskripsikan dan kelas kontrol. Dari hasil post-tes adalah data kondisi awal dan data kelas perlakuan, siswa sudah memenuhi kondisi akhir. Kondisi awal merupakan standar ketuntasan minimal dengan data awal tentang apresiasi terhadap jumlah siswa yang tuntas sejumlah 96%. matematika siswa yang diberikan kepada Sedangkan pada kelas kontrol yaitu kedua kelompok sebelum perlakuan dengan peningkatan 100%. dengan tujuan untuk mengetahui kondisi awal siswa pada materi yang
146
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358
dieksperimenkan. Kondisi akhir terhadap matematika siswa. Secara merupakan data akhir tentang apresiasi singkat, data tentang apresiasi terhadap terhadap matematika siswa setelah matematika siswa pada kedua kelompok perlakuan dengan tujuan mengetahui (PBL dan STAD) disajikan pada tabel 9 pengaruh perlakuan terhadap Apresiasi sebagai berikut: Tabel 6. Data Apresiasi terhadap matematika pada PBL dan STAD Karakteristik
PBL
STAD
Awal Akhir Awal Akhir Skor tertinggi 91 105 91 99 Skor terendah 67 75 56 60 Rata-rata 77,76 93,60 73,70 82,48 Standar deviasi 6,46 7,57 7,01 9,32 Varians 41,85 57,41 49,14 86,95 Berdasarkan hasil analisis data dan 91, dan nilai terendah kedua model statistik deskriptif, seperti yang pembelajaran PBL maupun STAD ditunjukkan tabel 6, secara keseluruhan masing-masing adalah 75dan 60. Hasil nilai tertinggi yang dicapai siswa pada analisis deskriptif pretes dan post-tes kondisi awal menggunakan model selengkapnya dapat dilihat pada pembelajaran PBL dan STAD masinglampiran 14 hal 197. masing adalah 91 dan nilai terendah Data persentase Apresiasi kedua model pembelajaran PBL maupun terhadap matematika siswa di kelas PBL STAD masing-masing adalah 67 dan 56. dan STAD kondisi awal maupun akhir Sedangkan pada kondisi akhir dapat dilihat pada tabel 7 sebagai menggunakan model pembelajaran PBL berikut: dan STAD masing-masing adalah 105 Tabel 7. Apresiasi terhadap matematika Apresiasi Awal Apresiasi Akhir Kriteria PBL STAD PBL STAD F % F % F % F % Sangat baik 14 56 3 11,11 3 12 5 28,52 Baik 6 24 11 40,74 10 40 9 33,33 Kurang baik 5 20 2 40,74 9 36 8 29,63 Sangat kurang baik 0 0 2 7,41 3 12 5 18,52 Total 25 100 27 100 25 100 27 100 Pada tabel 7 di atas apresiasi awal 1) Keefektifan pembelajaran berbasis siswa menggunakan model masalah ditinjau dari kemampuan pembelajaran yang menggunakan PBL koneksi matematika. yang berkriteria baik dan sangat baik Untuk melihat keefektifan pembelajaran 80% sedangkan pada pembelajaran yang berbasis masalah ditinjau dari menggunakan STAD yang berkriteria kemampuan koneksi matematika siswa baik dan sangat baik 51,85%. dilakukan uji one sample t test. Adapun Kemudian pada kondisi akhir, apresiasi hipotesis yang diuji adalah sebagai terhadap matematika siswa berikut: menggunakan model pembelajaran yang H0 : Pembelajaran berbasis masalah menggunakan PBL yang berkriteria baik tidak efektif ditinjau dari dan sangat baik 62% sedangkan pada kemampuan koneksi matematika pembelajaran yang menggunakan STAD siswa. yang berkriteria baik dan sangat baik H1 : Pembelajaran berbasis masalah 61,58%. Dapat disimpulkan bahwa efektif ditinjau dari kemampuan model pembelajaran yang menggunakan koneksi matematika siswa. STAD mengalami peningkatan apresiasi Secara statistik, hipotesis di atas dapat terhadap matematika dibandingan disimbolkan sebagai berikut: dengan model pembelajaran yang H0 : µ0 ≤ 64,99 menggunakan PBL. H1 : µ0 > 64,99 Dari hasil analisis menggunakan SPSS 2. Analisis Data 16 for window diperoleh thitung = 8,293 a. Analisis Keefektifan pembelajaran dengan nilai signifikansi 0,000. Jika
147
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram dikaitkan dengan kriteria pengujian dengan nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa atau dengan kata lain bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 200. 2) Keefektifan pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari apresiasi terhadap matematika. Untuk melihat keefektifan pembelajaran berbasis masalah ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa dilakukan uji one sample t test. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 : Pembelajaran berbasis masalah tidak efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa. H1 : Pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : µ0 ≤ 74,99 H1 : µ0 > 74,99 Dari hasil analisis menggunakan SPSS 16 for window diperoleh thitung = 12,280 dengan nilai signifikansi 0,000. Jika dikaitkan dengan kriteria pengujian dengan nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa, atau dengan kata lain bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan apresiasi terhadap matematika siswa. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 200. 3) Keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kemampuan koneksi matematika. Untuk melihat keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa dilakukan uji one sample t test. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa. H1 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 kemampuan koneksi matematika siswa. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : µ0 ≤ 64,99 H1 : µ0 > 64,99 Dari hasil analisis menggunakan SPSS 16 for window diperoleh thitung = 6,778 dengan nilai signifikansi 0,000. Jika dikaitkan dengan kriteria pengujian dengan nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa atau dengan kata lain bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika siswa. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 200. 4) Keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari apresiasi terhadap matematika. Untuk melihat keefektifan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa dilakukan uji one sample t test. Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H0 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa. H1 : Pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H0 : µ0 ≤ 74,99 H1 : µ0 > 74,99 Dari hasil analisis menggunakan SPSS 16 for window diperoleh thitung = 4,175 dengan nilai signifikansi 0,000. Jika dikaitkan dengan kriteria pengujian dengan nilai signifikansi 0,05, maka H0 ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari apresiasi terhadap matematika siswa, atau dengan kata lain bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan apresiasi terrhadap matematika siswa. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran 16 halaman 200.
148
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram b. Analisis Perbedaan Keefektifan Pembelajaran 1) Analisis Kondisi Awal a) Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan hasil menggunakan SPSS 16 for window, diperoleh nilai signifikansi dari pretes adalah 0,634 dan apresiasi terhadap matematika adalah 0,858. Karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05, maka skor hasil pengukuran kemampuan koneksi matematika dan Apresiasi terhadap matematika siswa berdistribusi normal. Uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 198. b) Uji Homogenitas matriks varians-kovarians Pengujian homogenitas untuk uji multivariat menggunakan uji Box’s M test. Hasil perhitungan SPSS 16 for window diperoleh signifikansi 0,776 > 0,05 maka disimpulkan bahwa matriks varians-kovarians kedua populasi adalah sama atau homogen. Uji homogenitas multivariat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 198. c) Uji Multivariat Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas serta telah memenuhi kriteria normal dan homogen yang menyatakan bahwa data tersebut adalah berdistribusi normal dan homogen, maka dilanjutkan uji hipotesis multivariat sebagai berikut: Hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0 : kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas A tidak berbeda dengan kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas B. Ha : kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas A berbeda dengan kemampuan koneksi matematika dan apresiasi
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 terhadap matematika siswa di kelas B. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah H0 ditolak jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 atau Fhitung ≥ Ftabel pada taraf signifikansi 5%. Hasil perhitungan dengan SPSS 16 for window menunjukkan bahwa angka signifikansi 0,069. Jika dikaitkan dengan kriteria penerimaan, angka signifikansi > 0,05, maka H0 diterima. Karena itu disimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas A tidak berbeda dengan kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa di kelas B, atau dengan kata lain kondisi awal subjek penelitian pada kedua kelompok sama ditinjau dari kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa. Uji hipotesis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 201. 2) Analisis Kondisi Akhir Data hasil penelitian berupa skor kemampuan koneksi matematika (posttes) dan skor apresiasi terhadap matematika setelah perlakuan, akan dianalisis untuk menguji hipotesis penelitian. Sebelum dilakukan uji hipotesis, maka dilakukan uji Normalitas dan uji Homogenitas. a) Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan hasil uji menggunakan SPSS 16 for window, diperoleh nilai signifikansi dari kemampuan koneksi matematika adalah 0,465 dan apresiasi terhadap matematika siswa adalah 0,650. Karena nilai signifikansinya lebih dari 0,05, maka skor hasil pengukuran kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa berdistribusi normal. Hasil analisis uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 199. b) Uji Homogenitas matriks varianskovarians Pengujian homogenitas untuk uji multivariat menggunakan uji Box’s M test. Hasil perhitungan SPSS 16 for window diperoleh signifikansi
149
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram 0,378 > 0,05 maka disimpulkan bahwa matriks varians-kovarians kedua populasi adalah sama atau homogen. Uji homogenitas multivariat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 199. c) Uji Homogenitas Variansi Uji homogenitas terhadap kemampuan koneksi matematika (post-tes) dan apresiasi terhadap matematika (apresiasi akhir) secara sendiri-sendiri, dengan menggunakan levene test. Hasil pengujian terhadap masing-masing variabel dengan menggunakan SPSS 16 for window, menunjukkan nilai signifikansi pada aspek kemampuan koneksi matematika adalah 0,156 dan pada aspek apresiasi terhadap matematika adalah 0,343, karena nilai signifikansi masing-masing variabel lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka disimpulkan varians kedua populasi adalah sama, yang berkenaan dengan variabel dependen kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika. Uji homogenitas univariat selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 15 halaman 199. d) Uji Hipotesis Uji Multivariat Untuk menyelidiki perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika dilakukan dengan uji multivariat dengan data berdistribusi normal dan homogen. Pengujian hipotesis tahap pertama dengan hipotesis sebagai berikut: H01 : Tidak terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika. Ha1 : Terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H01 : Ha1 : ≠ Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan program SPSS 16 for window diperoleh nilai F = 13,645 atau nilai signifikansi 0,000. Jika dikaitkan dengan taraf signifikansi 5% maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika. Hasil analisis data dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 201. Uji Univariat Berdasarkan hasil uji hipotesis tahap pertama bahwa terdapat perbedaan keefektifan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika, selanjutnya dilakukan statistik uji t untuk menentukan variabel yang berkontribusi terhadap perbedaan secara keseluruhan dengan data berdistribusi normal dan homogen. Untuk itu dilakukan uji hipotesis selanjutnya yaitu: Pengujian hipotesis tahap kedua, dengan hipotesis sebagai berikut: H02 : pembelajaran berbasis masalah tidak lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika. Ha2 : pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD
150
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H02 : Ha2 : Kriteria yang digunakan adalah kriteria Bonferroni dengan taraf siginfikansinya adalah α/p (p = 2) jadi untuk α = 0,05% untuk masing-masing uji t digunakan kriteria 0,05/2 = 0,025. Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika thitung ≥ t(0,025;n1+n2-2) atau nilai signifikansi lebih kecil 0,025. Hasil Uji hipotesis menggunakan bantuan SPSS 16 for window menunjukkan nilai t = 2,764 atau nilai signifikansi adalah 0,008. Jika dikaitkan dengan nilai signifikansi 0,025 maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika, atau dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah lebih meningkatkan kemampuan koneksi matematika. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18 halaman 202. Pengujian hipotesis tahap ketiga, dengan hipotesis sebagai berikut: H03 : pembelajaran berbasis masalah tidak lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek apresiasi terhadap matematika. Ha3 : pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek apresiasi terhadap matematika. Secara statistik, hipotesis di atas dapat disimbolkan sebagai berikut: H03 : Ha3 :
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Kriteria yang digunakan adalah kriteria Bonferroni dengan taraf signifikansinya adalah α/p (p = 2) jadi untuk α = 0,05% untuk masing-masing uji t digunakan kriteria 0,05/2 = 0,025. Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika thitung ≥ t(0,025;n1+n2-2) atau nilai signifikansi lebih kecil 0,025. Hasil Uji hipotesis menggunakan bantuan program SPSS 16 for window menunjukkan nilai t = 4,696, atau nilai signifikansi adalah 0,000. Jika dikaitkan dengan nilai signifikansi 0,025 maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari aspek apresiasi terhadap matematika, atau dengan kata lain pembelajaran berbasis masalah lebih meningkatkan apresiasi terhadap matematika. Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 18 halaman 202. 3. Pembahasan Sebelum mengikuti pembelajaran, kedua kelompok siswa (kelompok kontrol dan eksperimen) memiliki kemampuan awal yang sama dengan menggunakan uji multivariate dan data berdistribusi normal serta populasi data homogen. Hal ini ditunjukkan dari kondisi awal kemampuan koneksi matematika diperoleh rata-rata skor kelompok kontrol sebesar 40,59 sedangkan kelas eksperimen sebesar 42,88. Kondisi akhir menunjukkan apresiasi terhadap matematika diperoleh rata-rata skor kelompok kontrol sebesar 73,70 sedangkan kelas eksperimen sebesar 77,76. Setelah diberi perlakuan yang berbeda terhadap kelompok kontrol dan kelompok eksperimen kemudian diberikan tes akhir, terjadi peningkatan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar ini dianggap sebagai prestasi belajar untuk kedua kelompok. Dari hasil analisis dengan uji T2 hotelling pada perbedaan kedua kelompok menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keefektifan kelas perlakuan dengan kelas kontrol ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa. Selanjutnya dilakukan uji t untuk menyelidiki variabel yang
151
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram berkontribusi terhadap variabel dependen, hasil analisis menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah lebih meningkatkan ditinjau dari aspek kemampuan koneksi matematika maupun apresiasi terhadap matematika siswa. Dari hasil analisis uji-t untuk skor tes akhir, setelah diberi perlakuan, nampak bahwa kemampuan koneksi matematika siswa kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel berbeda secara signifikan pada taraf kepercayaan α = 0,05. Hal ini dapat terlihat dari skor ratarata tes akhir yang diperoleh kelompok eksperimen sebesar 38,85 dan rata-rata kelompok kontrol sebesar 29,56. Dengan kata lain, kemampuan koneksi matematika siswa yang mengikuti Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Untuk mengetahui efektivitas Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dalam penelitian ini, perhatian dipusatkan pada aspek kemampuan koneksi matematika dan apresiasi terhadap matematika siswa menggunakan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah). Berdasarkan deskripsi hasil penelitian, apresiasi terhadap matematika siswa dengan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) adalah positif, dengan rincian menunjukkan apresiasi terhadap matematika siswa bahwa 52% siswa baik, 48% siswa kurang. Artinya bahwa apresiasi terhadap matematika siswa dengan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) mengalami peningkatan. Dengan apresiasi terhadap matematika siswa yang baik dan kemampuan koneksi matematika meningkat melalui Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah), maka pembelajaran matematika dengan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Russeffendi (1991: 82) yang menyatakan bahwa sikap positif siswa berpengaruh terhadap hasil belajar karena dalam pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) kolaborasi siswa mendorong penyelidikan dan dialog besama dan pengembangan keterampilan berpikir
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 dan keterampilan sosial. Demikian pula menurut Berlin dan Hillen (Yaniawati, 2001: 82) menyatakan sikap positif akan menjadi langkah awal untuk menuju kepada kebiasaan belajar yang efektif. Guru pada umumnya belum banyak mengetahui Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah). Mereka berpendapat bahwa pembelajaran ini baik untuk dilaksanakan, walaupun memerlukan waktu. Selain itu pada umumnya guru masih belum banyak menggunakan soalsoal koneksi matematika. Namun demikian mereka berpendapat bahwa koneksi matematika sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa memahami konsep-konsep matematika. Hambatan penerapan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) adalah pengetahuan prasyarat yang dimiliki siswa rendah, keterbatasan waktu yang tersedia dan ketidakberanian siswa mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan kepada guru. Ruseffendi (1991: 10) mengemukakan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat termasuk salah satu dalam komponen kecerdasan. Sedangkan yang mendukung Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) adalah rendahnya ketidakhadiran siswa dalam setiap pembelajaran dan mereka merasa senang mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dengan penerapan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah), siswa dapat belajar banyak mengenai interaksi sosial, berbagi tanggung jawab diantara sesama teman, saling membantu, saling menghargai pendapat orang, belajar mengemukakan pendapat, dan menjadi lebih berdisiplin, sehingga siswa termotivasi untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis mengenai peningkatan kemampuan koneksi dan apresiasi matematika siswa dalam pembelajaran pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD, ditemukan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) mengalami peningkatan walaupun berdasarkan beberapa teori bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki banyak sisi positif dan yang paling sederhana. Guru yang menggunakan
152
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kapada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Guru membagai siswa menjadi kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dan terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi sedang dan rendah. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan temuan yang diperoleh di lapangan selama menerapkan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah), pada SMP Negeri 5 Kota Bima, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan pembelajaran sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari kemampuan koneksi matematika maupun apresiasi terhadap matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Bima. 2. Pembelajaran berbasis masalah lebih efektif ditinjau dari kemampuan koneksi matematika siswa maupun apresiasi terhadap matematika siswa dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas VIII SMP Negeri 5 Kota Bima. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan hal-hal berikut: 1. Ada baiknya guru mencoba menerapkan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam matematika materi pokok persamaan linear dua variabel. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pembelajaran dengan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematika pada tingkatan yang berbeda, misalnya di SD atau SMP. 3. Bagi guru yang akan menerapkan Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) perlu memperhatikan hal-hal berikut: a. Guru hendaknya memberikan pembelajaran remedial kepada siswa yang mempunyai kemampuan rendah agar pengetahuan prasyarat dapat dimiliki oleh siswa, sehingga seluruh siswa dapat terlibat aktif dalam kerja kelompok. b. Guru hendaknya menguasai betul Problem Based Learning (Pembelajaran
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Berbasis Masalah), agar pembelajaran berjalan sesuai dengan tahapan-tahapan yang semestinya. Adapun cara yang dapat ditempuh adalah melalui penataran, studi lanjut, penganekaragaman proses pembelajaran di dalam kelas. Untuk LPTK kurikulum untuk calon guru harus diperbaiki agar mengikuti perkembangan praktikpraktik baru pengajaran. c. Guru harus merancang dengan betul materi yang akan diberikan dalam kegiatan pembelajaran Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah). DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, Mulyono (2003). Pendidikan bagi siswa berkesulitan belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Agus Suprijono. (2009). Cooperative learning: teori dan aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arends, R.I & Kilcher, A. (2010). Teaching for student learning “becoming an accumplhised teacher”. New York: Published in the Taylor & Francis eLibrary. Arends, R.I. (1997). Classroom instruction and management. United States of America: The McGraw Hill Companis, inc. _______. (2007). Learning to teach “belajar untuk mengajar”. (Terjemahan Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto). Yogyakarta: Pustaka belajar. Becker, J.P dan Shimada, S. (1997). The openended approach: a new proposal for teaching mathematics. Virginia: National Council of Teachers Of Mathematics. Borich, G.D. (2007). Effective teaching methods “research-based practice”. Ohio: Pearson Education Inc. Churchman, SL. (2006). Bringing math home: a parent’s guide to elementary school math. Chicago: Zephyr Press. Cohen, E.G. Brody, C.M. & Mara, S.S. (2004). Teaching cooperative learning “the challenge for teacher education”. New York: State University of New York Press. Dzakiria, H., Idrus, RM., Atan, H., & Sulaiman, F. (2004). Problem-based learning: a study of the web-based synchronous collaboration. Malaysia: Malaysian Online Journal of Instructional Technology (MOJIT).
153
Jurnal Ilmiah IKIP Mataram Gillies, R.M. Adrian, A & Jan, T. (2008). The teacher’s role in implementing cooperative learning in the classroom. Australia: Springer. Gronlund, NE. (1977). Constructing achievement tests. London: Prentice Hall International, inc. House, A.P. & Coxford, A.F. (1995). Connecting mathematics across the curriculum. University of Michigan. Ismail, Z., Kasmin, MK., & Alias, N. (2005). The mathematics carnival: a platform to appreciate mathematics. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia. Jarrett, JL. (1991). The teaching of values: caring and appreciation. New York: Routledge London and New York. Joyce, B & Weil, M. (1996). Models of teaching. Boston: Allyn and Bacon. Khan & Kyle. (2002). Effective learning & teaching in mathematics & its applications. Francis: Stylus Publishing Inc. King & Paterson. (2002). Problem-based learning in higher education: theory into practice. Portsmouth: University of Portsmouth. Knight, J. (2009). Instructional coaching. Diunduh tanggal 12 Agustus 2010, dari http//(www.instructionalcoach.org,) Lee, C. (2006). Language for learning mathematics: assessment for learning in practice. New York: Open University Press. Leikin, R & Zazkis, R. (2010). Learning through teaching mathematics “development of teacher’s knowledge and expertise in practice”. New York: Springer. Lesh, R., & Doerr, HM. (2003). Beyond constructivism: models and modeling perspectives on mathematics problem solving, learning, and teaching. London: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers. Marsh, C. (2004). Becoming a teacher. Australia: Pearson Education Australia. Nakatsu R. (2010). Diagrammatic reasoning in ai. Canada: A John Wiley & Sons, Inc., Publication. NCTM. (2000). Principles and standars for school mathematics. United States: National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Ollington GF. (2008). Teachers and teaching strategies: innovations and problem solving. Italy: Nova science publisher, inc.
Vol. 1. No. 2 ISSN:2355-6358 Savery, JR. (2006). Overview of problem-based learning: definitions and distinctions. Akron: The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. Slavin, R.E. (2005). Cooperative learning “theory, research and practice. London: Allyn and Bacon. ________. (2006). Education psychology “theory and practice”eighth edition. Johns Hopkins University: Pearson Education International. Sriraman B & English L. (2010). Theories of mathematics education. New York: Springer. Szabados T. (1996). Why do we appreciate mathematics. Hungary: University of Budapest – Hungary. Tomei, L. A. (2010). Designing instruction for the traditional, adult, and distance learner “ A new engine for tecnology – based teaching”. New York: Information Science reference. Walz, C & Lincoln, N.E. (2008). Exploring the connections between math journals and the completion of homework assignments. Lincoln: University of Nebraska-Lincoln. Wina Sanjaya. (2006). Strategi pembelajaran: berorentasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media group. Zakaria E, & Iksan Z. (2007). Promoting cooperative learning in science and mathematics education: a malaysian perpective. Malaysia: Eurasia Journal of mathematics.
154