PROSES BERPIKIR SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH OPTIMALISASI DENGAN SCAFFOLDING
Mokhamad Yusuf Santoso Abadi, Toto Nusantara, dan Subanji Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK: Meneliti proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah dapat mengetahui penyebab kesulitan siswa sampai pada hal yang sangat mendasar. Penelitian ini mengkaji proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah optimalisasi, sebelum dan sesudah dilakukan scaffolding. Dalam melakukan Scaffolding pada penelitian ini mengacu pada pendapat yang dikemukakan Angileri (2006) yang mempunyai tiga tingkatan yaitu tingkat pertama environmental provisions, tingkat kedua explaining, reviewing, and restructuring dan tingkat ketiga adalah developing conceptual thinking. Proses berpikir subjek dalam memecahkan masalah bersifat unik dan setelah dilakukan scaffolding proses berpikir siswa berkembang. Kesulitan memahami masalah, menghubungkan konsep matematika dan langkah memeriksa kembali hasil pekerjaan dan membuat model matematika dialami oleh beberapa subjek. Scaffolding dilakukan sesuai dengan keperluan subjek. Saran kepada guru agar memberikan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dan memahami proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah, sehingga dapat memberikan bantuan yang diperlukan siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Kata kunci: proses berpikir, Pemecahan masalah optimalisasi, scaffolding.
Tujuan pembelajaran matematika diberikan di sekolah adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan. Melalui penyelesaian masalah siswa dapat berlatih mengintegrasikan konsep dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut (Hudojo, 2001:123), (Siswono, 2008:34). Siswono (2008:35) mengartikan pemecahan masalah adalah suatu proses
759
atau upaya invidu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Menurut Cooney (dalam Hudojo 2005:126), mengajar siswa untuk menyelesaikan masalah, memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan. Lebih lanjut menurut Hudojo (2005:126) matematika yang disajikan kepada siswa– siswa yang berupa masalah akan memberikan motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut. Menurut Travers, (dalam Hudojo, 2005:129) bila guru tidak berhati-hati di dalam memilih soal, pemecahan masalah yang diajarkan sebagai latihan untuk ketrampilan belaka yang sebenarnya hanya mengulang proses. Polya (2004) mengatakan bahwa dalam proses pemecahan masalah ada empat
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 760
tahapan yaitu ;1) memahami masalah, dalam hal ini harus melihat dengan jelas apa yang dibutuhkan, 2) membuat rencana, kegiatan pada tahapan ini yaitu melihat bagaimana hubungan dari berbagai item , bagaimana hal-hal yang tidak diketahui terkait dengan data, sehingga mendapatkan ide dari solusi, 3) melaksanakan rencana yang telah dibuat, 4) melihat kembali solusi yang sudah selesai, meninjau dan mendiskusikannya. Sesuai dengan pemikiran di atas maka pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pemecahan masalah semestinya dilaksanakan di sekolah. Demikian juga dengan pembelajaran matematika di SMK Negeri 4 Tanah Grogot, soal-soal yang diberikan kepada siswa masih merupakan soal rutin belum merupakan soal pemecahan masalah. Pada pembelajaran standar kompetensi program linier terutama dalam mencari nilai optimalisasi, di sekolah biasanya diajarkan dengan algoritma tertentu, sebagai berikut : 1) Mengubah soal verbal menjadi kalimat matematika (menentukan fungsi kendala dan fungsi tujuan), 2) Menggambar fungsi kendala dan fungsi tujuan, 3) Menentukan titik ekstrim 4) menentukan titik optimum dengan cara menguji titik ekstrim pada fungsi tujuan atau menggunakan garis selidik. Materi program linier sebagai obyek penelitian ini dikarenakan program linier merupakan materi yang diajarkan di SMK apapun program keahliannya, disamping itu diharapkan siswa tidak terlalu asing dengan adanya soal pemecahan masalah dalam materi program linier karena mayoritas soal rutinnya berupa soal cerita. Dengan diberikannya soal pemecahan masalah dalam materi program linier diperkirakan siswa akan mengalami kesulitan. Ketidakmampuan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah program linier khususnya yang menyangkut optimalisasi, di SMK
salah satunya dikarenakan lemahnya siswa mengkoneksikan kemampuan dasar yang sudah miliki dengan konsep yang akan bangun. Dalam Isabella (2007:3), Scaffolding atau mediated learning diartikan sebagai dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai suatu hal yang penting dalam pemikiran konstruktivisme. Amiripour dkk (2012: 3328) menyatakan bahwa Scaffolding adalah arah proses pembelajar untuk melewati segala pengetahuan yang akan dipelajari, dalam scaffolding peran guru atau siapa saja terlebih dahulu memiliki tanggung jawab dalam proses belajar dan ketika belajar berlangsung dengan pelanpelan tanggung jawab dalam proses belajar berpindah, ke pembelajar. Larkin (dalam Yamin, 2011:167) menyatakan Scaffolding salah satu prinsip pembelajaran yang effektif yang memungkinkan para pembelajar untuk mengakomodasikan kebutuhan peserta didik masing-masing. Demikian juga Piaget berpendapat bahwa peserta didik akan mendapat pencerahan ide-ide baru dari seseorang yang memiliki pengetahuan atau memiliki keahlian (dalam Yamin, 2011:167). Dalam teori Vygotsky adalah mengenai Zone of proximal development (ZPD) yang didefinisikan sebagai jarak antara level perkembangan actual yang ditandai melalui pemecahan masalah secara mandiri dan level potensi perkembangan yang ditandai melalui pemecahan masalah dengan bantuan orang dewasa atau dengan kerjasama dengan teman-teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky dalam Schunk, 2012: 341). Dalam ZPD seorang guru dan seorang siswa bekerja sama menghadapi sebuah tugas yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh si siswa karena tingkat kesulitannya. Scaffolding yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar sering dilakukan tetapi tidak
761, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
terencana dan tercatat, sehingga gambaran pola pemikiran siswa yang diperoleh pada saat scaffolding tidak dianalisa lebih lanjut. Akibatnya kurang bermakna dalam perbaikan pembelajaran pada periode berikutnya. Santrock (2009: 55), memberi saran dalam memberikan scaffolding yaitu cari situasi yang memungkinkan untuk mengaplikasikan scaffolding di dalam kelas, berusahalah untuk memberikan jumlah bantuan yang tepat, hindari membantu siswa untuk hal yang bisa mereka lakukan sendiri dan pantaulah usaha mereka serta berilah mereka dukungan dan bantuan yang dibutuhkan. Wood (dalam Anghileri, 2006) mengatakan bahwa Gagasan mengenai Scaffolding digunakan untuk mencerminkan cara dukungan orang dewasa pada anak belajar yang telah disesuaikan dan akhirnya dihapus ketika pelajar bisa berdiri sendiri. Anghileri mengemukakan tiga tingkat scaffolding sebagai serangkaian strategi pengajaran yang mungkin efektif di dalam kelas. Tiga tingkatan tersebut meliputi level pertama environmental provisions (perlengkapan lingkungan), level kedua explaining, reviewing, and restructuring (menjelaskan, meninjau, dan restrukturisasi) dan level ketiga adalah developing conceptual thinking (mengembangkan pemikiran konseptual). Dalam psikologi belajar, proses berarti cara-cara atau langkah–langkah khusus yang dengannya beberapa perubahan ditimbulkan hingga tercapainya hasilhasil tertentu (Reber dalam Syah, 2008:109). Berpikir adalah kegiatan memanipulasi dan mentransformasi informasi dalam memori. Dalam berpikir dapat membentuk konsep, bernalar, berpikir secara kritis, membuat keputusan, berpikir secara kreatif, dan memecahkan masalah (Santrock, 2009:7). Pengertian proses berpikir dapat diartikan sebagai urutan atau langkah-langkah berpikir untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam hal ini adalah langkah-langkah berpikir siswa dalam menyelesaikan soal. Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi (Suparno, 2003). Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata (Suparno, 2003). Akomodasi merupakan proses pengintegrasian stimulus baru melalui pembentukan skema baru untuk menyesuaikan dengan stimulus yang diterima. Akomodasi terjadi ketika belum ada struktur yang sesuai, sehingga perlu membentuk struktur baru agar sesuai dengan stimulus yang diterima (Kearsley dalam Subanji, 2011). Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 762
keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan Proses Berpikir Siswa dalam Pemecahan Masalah Optimalisasi dengan Scaffolding. Pada penelitian ini akan memperoleh gambaran mengenai proses scaffolding pada siswa dalam pemecahan masalah maka penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut : Sebagai acuan dalam pembelajaran materi program linier pada waktu berikutnya, Sebagai salah satu alternative dalam pemberian remidi pada pembelajaran matematika, Sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan pemberian scaffolding pada pembelajaran matematika, Sebagai bahan pertimbangan dalam membuat perangkat pembelajaran. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 4 Tanah Grogot Kabupaten Paser Kalimantan Timur pada semester genap tahun pelajaran 2012–2013. Subjek penelitian dipilih empat orang siswa kelas X program keahlian akomodasi perhotelan (APH) di sekolah tersebut, yaitu siswa yang sudah mempelajari konsep Program linier. Subjek penelitian ditetapkan dengan rincian: satu orang siswa yang kemampuan matematikanya baik; dua orang siswa yang kemampuan matematikanya sedang; dan satu orang siswa yang kemampuan matematikanya rendah. Penentuan subjek penelitian juga mempertimbangkan kemungkinan kelancaran komunikasi siswa dalam mengemukakan gagasannya berdasarkan masukan guru pengajar dan wali kelas. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan dua masalah untuk diselesaikan oleh seluruh siswa di salah satu kelas X program keahlian akomodasi perhotelan (APH) yang ada di sekolah tersebut. Siswa diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan secara individu dengan
menuliskan langkah-langkah kerja secara jelas, setelah itu peneliti memeriksa pekerjaan siswa dan mendiskusikan hasilnya dengan guru pengajar matematika di kelas tersebut. Siswa yang sudah dapat menjawab dengan benar untuk semua masalah yang diberikan tidak dijadikan sebagai subjek penelitian, sebaliknya siswa yang belum dapat menjawab dengan benar untuk semua masalah yang diberikan dipertimbangkan untuk dijadikan subjek penelitian. Siswa yang ditetapkan sebagai subjek penelitian diberi kesempatan untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dikerjakannya, selanjutnya siswa tersebut diminta membuat peta pemikiran siswa tersebut dalam menyelesaikan soal tersebut, kemudian peneliti mengajaknya untuk berdiskusi tentang apa yang telah ia kerjakan. Diskusi ini dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah, serta mengarahkan agar siswa tersebut dapat memperbaiki pekerjaannya. Ketika siswa memperbaiki pekerjaanya, siswa diminta untuk menyuarakan dengan keras apa yang dipikirkannya (Think Out Louds). Arahan dari peneliti dimaksudkan untuk mendorong perkembangan kognitif siswa sehingga ia dapat menyelesaikan masalah yang tingkat kesulitannya lebih tinggi dari kemampuan dasarnya. Dari 4 orang siswa yang telah ditetapkan sebagai subjek penelitian, selanjutnya disebut subjek 1 . subjek 2 subjek 3 dan subjek 4 . Proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah dengan scaffolding dapat dilihat pada rincian sebagai berikut: masalah yang diberikan kepada subjek dibuat struktur masalahnya oleh peneliti, kemudian dari hasil pekerjaan subjek peneliti membuat struktur berpikir subjek dalam menyelesaikan masalah tersebut. Kemudian dibandingkan antara struktur masalah dengan struktur berpikir subjek, selanjutnya dilakukan scaffolding pada
763, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
langkah subjek yang salah dalam memecahkan masalah. Kemudian peneliti menggambarkan struktur berpikir subjek setelah dilakukan scaffolding. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir siswa yang menjadi subjek penelitian dalam menyelesaikan masalah program linier, selanjutnya akan dipaparkan proses berpikir masing-masing subjek penelitian. Proses berpikir dalam memecahkan masalah tiap-tiap subjek penelitian yang dideskripsikan sebelum dilakukan scaffolding maupun setelah dilakukan scaffolding. Setelah itu digambarkan struktur berpikir subjek sesudah scaffolding dan digambarkan juga proses asimilasi dan akomodasi dari subjek setelah scaffolding. Masalah yang diberikan pada subjek menjadi masalah yang tidak rutin, terletak pada harga yang diperlukan dalam menentukan fungsi sasaran tidak ditunjukkan secara tersurat tetapi harus dicari terlebih dahulu. Semua subjek mengalami kesulitan pada langkah ini. Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 1, melakukan kesalahan dalam hal membuat tabel , membuat model matematika, cara menentukan titik potong garis pada sumbu X dan Y dan dalam menentukan fungsi sasaran. Tetapi setelah dilakukan scaffolding, S1 dapat menyelesaikan masalah nomor 1. Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:
Gambar 1 Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 Tabel. 1 Arti Kode Struktur Masalah Nomor 1
Kode
Arti kode
PL
Masalah program linier Diketahui akan dibuat roti jenis I dan jenis II Diketahui persediaan tepung sebanyak 3 Kg Diketahui persediaan gula 1,8 Kg Diketahui persediaan mentega 3 Kg Diketahui kebutuhan membuat sebuah roti jenis I adalah tepung 20 gram, gula 20 gram dan mentega 40 gram Diketahui kebutuhan membuat sebuah roti jenis II memerlukan tepung 100 gram, gula 40 gram dan mentega 20 gram Pendapatannya Rp. 26.250,00 jika hanya membuat roti jenis I sebanyakbanyaknya. Pendapatannya Rp. 24.000,00 jika hanya membuat roti jenis II sebanyakbanyaknya. Mencari pendapatan maksimum Memisalkan x = banyak roti jeis I yang dibuat, y = banyak roti jeis II yang dibuat Membuat tabel Menentukan fungsi kendala, dan Menentukan fungsi kendala
F1 F2 F3 F4 F5
F6
F7
F8 F9 V TB K1 K2 K3 K4 T1
Menentukan fungsi kendala, Menentukan fungsi kendala Menentukan titik potong sumbu X dan
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 764
Kode
Arti kode
G
Y Menggambar daerah layak hasil Menentukan titik pojok/titik kritis
T2 H1 H2 Z U O KS S
Menentukan harga jual roti jenis I , yaitu Rp. 350,00 Menentukan harga jual roti jenis II yaitu Rp. 800,00 Menetukan fungsi tujuan, Uji titik kritis Menentukan titik optimum Menarik kesimpulan Selesai dan benar
Keterangan: = Subjek melakukan kesalahan Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 1 sebagai berikut:
Gambar 2 Struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 1setelah scaffolding
Proses asimilasi dan akomodasi S1 dalam menyelesaikan masalah nomor 1 sebagai berikut:
Gambar 3 Proses asimilasi dan akomodasi S1 dalam memecahkan masalah 1 Tabel. 2 Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S1 dalam pemecahan masalah 1 Jenis Kode Kesalahan Arti kode Subjek 1 Scaffolding 1, meminta S1 membedakan pengertian vaiabel Membuat dan bahan serta Sc 1 tabel memisalkan variabel yang ditentukan sebagai wakil dari apa Scaffolding 2, meminta S1 Membuat mengubah satuan Sc 2 tabel dari Kilogram ke gram dengan benar Scaffolding 3, Membuat meminta S1 Sc 3 model meneliti kembali matematika arah dari pertidaksamaan Scaffolding 4, meminta S1 Membuat mencermati Sc 4 model apakah model matematika matematika yang dibuat sudah cukup Sc 5 Menentukan Scaffolding 5,
765, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Kode
Sc 6
Jenis Kesalahan Subjek 1 titik potong sumbu X dan Y
Menentukan fungsi sasaran
Arti kode meminta S1 meneliti kembali cara mencari titik potong pada sumbu X dan Y serta cara menentukan titik potong dua garis Scaffolding 6, meminta S1 memahami kembali kalimat dalam soal dan menghubungkan dengan gambar grafik dalam menentukan fungsi sasaran
Selanjutnya S1 dalam menyelesaikan masalah nomor 2 melakukan kesalahan dalam hal menentukan titik potong dua garis lurus dan dalam menetukan fungsi sasaran. Setelah dilakukan scaffolding proses berpikir S1 berubah dan berkembang sehingga mampu menyelesaikan masalah nomor 2 dengan benar. Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:
Tabel. 3 Arti Kode Struktur Masalah Nomor 2
Kode
Arti kode
PL
Masalah program linier x = banyak kamar deluxe yang disewakan dan y = banyak kamar VIP yang disewakan Diketahui gambar daerah layak hasil Diketahui pada titik A penghasilan hotel Rp. 1.000.000,00 Diketahui pada titik B penghasilan hotel Rp. 2.200.000,00 Memcari penghasilan maksimum dan banyak yang disewakan masingmasing jenis kamar Menentukan persamaan garis AE yaitu Menentukan persamaan garis AB yaitu Menentukan persamaan garis BC yaitu Menentukan persamaan garis CD yaitu Menentukan persamaan garis ED yaitu Menentukan titik kritis Menentukan titik Menentukan titik kritis Menentukan titik kritis Menentukan titik kritis Menentukan persamaan garis 1,
F1 F2 F3 F4 F5 H1 H2 H3 H4 H5 TI T2 T3 T4 T5 L1 L2 P Z U O KS S
Menentukan
persamaan
garis
2,
Menentukan harga kamar Deluxe dan VIP yaitu Rp. 300.000,00 dan Rp. 400.000,00 Menentukan fungsi tujuan, Menguji titik kritis Menentukan titik optimum Menentukan kesimpulan Jawaban selesai dan benar
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut: Gambar 4 Struktur berpikir Subjek 1 (S1) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 766
Gambar 5 Struktur berpikir S1 dalam memecahkan masalah 2setelah scaffolding
membuat tabel, cara menentukan titik potong sumbu X dan Y, menggambar daerah layak hasil, dan dalam menulis lambang matematika (S2 menulis (0,300)=26.250(0)+24.000(300)=7.200.00 0). Setelah scaffolding, proses berpikir S2 berkembang dan mampu menyelesaikan masalah 1 dengan benar. Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:
Berikut gambar proses asimilasi dan akomodasi pemecahan masalah nomor 2 oleh S1.
Gambar 7 Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1
Gambar 6 Proses asimilasi dan Akomodasi S1 dalam memecahkan masalah 2 Tabel 4. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S1 dalam pemecahan masalah 2 Jenis Kode kesalahan Arti kode subjek 1 Scaffolding 1, Menentukan meminta S1 titik potong Sc 1 memperhatikan lagi antara dua garis yang melalui garis titik D Scaffolding 2, meminta S1 agar menghubungkan Menetukan informasi pada titik Sc 2 fungsi sasaran A dan B dengan informasi dari soal yang ada di bawah gambar.
S2 dalam memecahkan masalah nomor 1, melakukan kesalahan dalam hal
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 1 sebagai berikut:
Gambar 8 Struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 1setelah scaffolding
Adapun proses asimilasi dan akomodasi S2 dalam memecahkan masalah
767, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
nomor 1 ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut:
Kode
Sc 5
Gambar 9. Proses asimilasi dan akomodasi S2 dalam memecahkan masalah 1 Tabel 5. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S2 dalam pemecahan masalah 1 Jenis Kode kesalahan Arti kode subjek 2 Scaffolding 1, meminta S2 membedakan pengertian vaiabel Sc 1 Membuat tabel dan bahan serta mengubah satuan dari Kilogram ke gram dengan benar Scaffolding 2, meminta S2 Menentukan memperbaiki cara Sc 2 titik potong menentukan titik sumbu X dan Y potong garis dengan sumbu X dan Y Scaffolding 3, meminta S2 Menggambar menggambar grafik Sc 3 daerah layak dengan jarak antar hasil dua titik dengan skala yang sama Scaffolding 4, meminta S2 memahami kembali Menentukan Sc 4 kalimat dalam soal fungsi sasaran dan menghubungkan dengan gambar
Jenis kesalahan subjek 2
Menulis lambang matematika
Arti kode grafik dalam menentukan fungsi sasaran Scaffolding 5, meminta S2 menuliskan simbol matematika dengan benar
Sedangkan pada masalah nomor 2, S2 melakukan kesalahan dalam hal menentukan harga yang diperlukan dalam membuat fungsi sasaran. . Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:
Gambar 10 Struktur berpikir Subjek 2 (S2) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut:
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 768
Gambar 11 Struktur berpikir S2 dalam memecahkan masalah 2 setelah scaffolding
struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:
Setelah dilakukan scaffolding proses asimilasi dan akomodasi S2 dalam menyelesaikan masalah nomor 2, digambarkan sebagai berikut:
Gambar 13 Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 1 sebagai berikut:
Gambar 12. Proses asimiasi dan akomodasi S2 dalam memecahkan masalah 2 Tabel 6. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S2 dalam pemecahan masalah 2 Jenis Kode Arti kode kesalahan S2 Scaffolding 1, meminta S2 agar menghubungkan Menentukan informasi pada titik Sc 1 harga sewa A dan B dengan kamar informasi dari soal yang ada di bawah gambar. Scaffolding 2, meminta S2 agar Membuat memilih titik Sc 2 kesimpulan optimum dan membuat kesimpulan
S3 dalam menyelesaikan masalah nomor 1, melakukan kesalahan dalam hal menentukan fungsi sasaran, membuat tabel, cara menentukan titik potong sumbu X dan Y, dan menulis lambang matematika pada saat menentukan fungsi tujuan. Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan
Gambar 14 Struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 1 setelah scaffolding
Setelah dilakukan scaffolding, proses asimilasi dan akomodasi S3 dalam menyelsaikan masalah nomor 1 digambarkan sebagai berikut:
769, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
membatasi daerah layak hasil. Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:
Gambar 15. Proses asimilasi dan akomodasi S3 dalam memecahkan masalah 1 Tabel 7. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S3 dalam pemecahan masalah 1 Jenis Kode Arti kode kesalahan S3 Sc 1 Membuat tabel Scaffolding 1, meminta S3 mengubah satuan dari kilogram ke gram dengan benar dn membedakan pengertian vaiabel dan bahan Sc 2 Menentukan Scaffolding 2, titik potong meminta S3 meneliti sumbu X dan Y kembali cara mencari titik potong pada sumbu X dan Y Sc 3 Membuat meminta S1 fungsi sasaran memahami kembali kalimat dalam soal dan menghubungkan dengan gambar grafik dalam menentukan fungsi sasaran Sc 4 Menuliskan Scaffolding 4, lambnag dalam meminta S3 matematika mencermati apakah sama antara titik koordinat dengan nilai suatu hasil perhitungan
Dalam menyelesaikan masalah nomor 2, S3 melakukan kesalahan dalam hal menentukan fungsi sasaran dan dalam menentukan persamaan garis yang
Gambar 16 Struktur berpikir Subjek 3 (S3) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut:
Gambar 17 Struktur berpikir S3 dalam memecahkan masalah 2 setelah scaffolding
Sedangkan proses asimilasi dan akomodasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 770
Gambar 19 Struktur berpikir Subjek 4 (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 Gambar 18. Proses asimilasi dan Akomodasi S3 dalam memecahkan masalah 2 Tabel 8. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S3 dalam pemecahan masalah 2 Jenis Kode Arti kode Kesalahan S3 Scaffolding 1, Menentukan meminta S3 persamaan memahami kembali Sc 1 garis yang pengertian melalui titik persamaan garis dan tertentu cara menulisnya Scaffolding 2, meminta S3 agar menghubungkan Menentukan Sc 2 informasi pada fungsi sasaran gambar dengan informasi verbal pada soal
S4 dalam menyelesaikan masalah nomor 1 melakukan berbagai macam kesalahan antara lain adalah salah dalam membuat gambar, salah dalam menentukan cara menentukan titik potong sumbu X dan Y, salah dalam melakukan perhitungan pada saat menentukan titik potong antara dua garis , salah dalam menentukan fungsi sasaran, salah dalam menulis lambang matematika pada saat melakukan uji titik kritis serta salah dalam menentukan kesimpulan. Struktur berpikir Subjek 4 (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 1 dan struktur masalah nomor 1 sebagai berikut:
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 1 sebagai berikut:
Gambar 20 Struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 1 setelah scaffolding
Setelah dilakukan scaffolding, proses berpikir S4 dapat digambarkan sebagai berikut:
771, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Kode
Sc 6
Gambar 21. Proses asimilasi dan akomodasi S4 dalam memecahkan masalah 1 Tabel 9. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S4 dalam pemecahan masalah 1 Jenis Kode kesalahan Arti kode subjek 4 Scaffolding 1, meminta S4 membedakan Sc 1 Membuat tabel pengertian vaiabel dan bahan serta memberikan satuan pada data yang ada Scaffolding 2, meminta S4 Menentukan menggunakan Sc 2 titik potong persamaan dalam sumbu X dan Y menentukan titik potong sumbu X dan Y Scaffolding 3, Menentukan meminta S4 Sc 3 titik pojok menentukan titik pojok dengan benar Scaffolding 4, meminta S4 menghubungkan Menentukan Sc 4 informasi dari fungsi sasaran kalimat verbal dengan informasi pada gambar Menuliskan Scaffolding 5, Sc 5 lambang meminta S4 matematika memperhatikan cara
Jenis kesalahan subjek 4
Menentukan kesimpulan
Arti kode menulis lambang dalam matematika dengan benar Scaffolding 6, meminta S4 agar membuat kesimpulan sesuai dengan apa yang dari masalah
Dalam menyelesaikan masalah nomor 2, S4 melakukan kesalahan dalam hal penghitungan titik potong antara dua garis dan menentukan fungsi sasaran. Setelah dilakukan scaffolding, proses berpikir S4 berkembang. Struktur berpikir Subjek (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2 sebagai berikut:
Gambar 22 Struktur berpikir Subjek 4 (S4) dalam menyelesaikan masalah nomor 2 dan struktur masalah nomor 2
Setelah diberi scaffolding struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 2 sebagai berikut:
Gambar 23 Struktur berpikir S4 dalam memecahkan masalah 2 setelah scaffolding
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 772
Adapun Proses asimilasi dan akomodasi S4 dalam memecahkan masalah nomor 2 ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 24. Proses asimilasi dan Akomodasi S4 dalam memecahkan masalah 2 Tabel 10. Keterangan Scaffolding yang dilakukan pada S4 dalam pemecahan masalah 2 Jenis Kode kesalahan Arti kode subjek 4 Scaffolding 1, Menentukan meminta S4 titik potong mengingat lagi cara Sc 1 antara dua mengurangi garis bilangan dengan bilangan negatif Scaffolding 2, meminta S4 agar menghubungkan Menentukan Sc 2 informasi pada fungsi sasaran gambar dengan informasi verbal pada soal
PENUTUP Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa proses berpikir subjek dalam menyelesaikan masalah sebelum dilakukan scaffolding berbeda-beda. Tetapi semua subjek mengalami kesulitan dalam menentukan fungsi sasaran baik pada masalah nomor 1 maupun nomor 2. Proses
berpikir subjek dalam menyelesaikan masalah pada langkah yang merupakan masalah rutin, masih salah. Hal ini disebabkan oleh faktor kelupaan, ketidakcermatan dan tergesa-gesanya subjek dalam menyesaikan masalah. Oleh karena itu pada saat dilakukannya scaffolding pada kesalahan tersebut, subjek dapat dengan cepat memahaminya. Beberapa saran sebagai berikut: Proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah, hendaknya dipahami oleh peneliti khususnya dan guru pada umumnya, sehingga dapat memberikan bantuan yang diperlukan siswa untuk meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Kesalahan yang dilakukan siswa pada masalah cara menentukan titik potong dua garis yang menggunakan pertidaksamaan dan dalam cara menuliskan lambang matematika pada langkah uji titik kritis yang menyamakan titik dengan hasil hitungan, hal ini merupakan konsep dasar dalam matematika oleh karena itu agar guru jeli dan segera mengingatkan siswa mengenai kesalahan tersebut. Kemampuan siswa dalam memecahkan dapat ditingkatkan dengan sering berlatih memecahkan masalah, untuk itu agar peneliti pada khususnya dan guru pada umumnya pada setiap kompetensi yang diajarkan ke siswa diberi pemecahan masalah. Karena kesulitan siswa dalam memecahkan masalah terkait dengan kemamampuan menghubungkan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelumnya dialami oleh semua kelompok siswa, maka dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran guru hendaknya selalu melatih siswa untuk menghubungkan apa yang sedang dipelajarinya dengan pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. Kajian proses berpikir siswa dalam penelitian ini masih terbatas, untuk itu perlu adanya penelitian dengan kajian yang lebih mendalam dengan masalah yang lain.
773, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
DAFTAR RUJUKAN Abdurrahman, M. 2012. Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnosis dan Remidiasinya). Jakarta: PT Rineka Cipta. Ali, A.A. & Reid, N. 2012. Understanding Mathematic: Some Key Factors. European Journal of Educational Research, 1 (3): 283-299. Anghileri, J. 2006. Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education, 9: 33-52. Arends, R.I. 2007. Belajar untuk Mengajar. Terjemahan Soetjipto,P.H., & Mulyantini, S. 2008. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Amiripour, P., Mofidi S.A., Shahvarani A. 2012. Scaffolding as Effektive Method for Mathematical Learning. Indian Journal of Science and Tehnology, 5 (9): 3328-3331. Depdiknas. 2007. Peraturan Mentri Pendidikan Nomor 20 Tahun 2007 tentang standart Penilaian. Jakarta: Depdiknas Depdiknas. 2006. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. Eisenmann, B.A.H. & Otten, S. 2011. Mapping Mathematics in Classroom Discourse. Journal for Research in Mathematics Education, 42(5): 451-585. Gal, H. & Linchevski, L. 2010. Analyzing Difficulties in Geometry from The Perspective of Visual Perception. Journal Educ Stud Match, 74: 163183. Goos, M., Stillman G. & Vale, C. 2007. Teaching Secondary School Mathematics, Allen &Unwinn: Cross Nest NSW. Geller, L.R., dkk. 2008. Making Connections in Mathematics : Conceptual
Mathematics Intervention for LowPerforming Students. Journal Remedial and Special Education, 29(1): 33-45. Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang Press. Hyerle, D.N. & Alper L. 2012. Peta Pemikiran. Terjemahan Cahayani, A. Jakarta: PT Indeks. Isabella, U. 2007. Scaffolding Pada Program Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Penabur, 08. Wu, M. & Adams, R. 2006. Modelling Mathematics Problem Solving Item Responses Using a Multidimensional IRT Model. Mathematics Education Research Journal, 18( 2): 93 -113. Mousley, J. 2004. An Aspect of Mathematical Understanding: The Notion Of Connected Knowing. Journal the Psychology of Mathematics Education, 3: 377384. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics, Reston: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Polya, G. 2004. How to Solve It a new aspect of mathematical method. Princeton: Princeton University Press. Purwanto, M.N. 2011. Psikologi Pendidikan, cetakan ke dua puluh lima, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rahadi, A. 2004. Media Pembelajaran. Jakarata: Dirjen Dikdasmen Depdiknas. Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa Unversity Press. Rudiyati ,S., Pujaningsih & Ambarwati U. 2010. Penanganan Anak
Abadi, dkk, Proses Berpikir Siswa, 774
Berkesulitan Belajar Berbasis Akomodasi Pembelajaran. Jurnal Kependidikan, 40(2): 187-200. Santrock, J. W. 2009. Psikologi Pendidikan (jilid 2). Terjemahan Angelica, D. Jakarta: Salemba Humanika Schunk, D.H. 2012. Teori-Teori Pembelajaran: Perspektif Pendidikan. Terjemahan Hamdiah, E. & Fajar, R. 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,Jakarta: Rineka Cipta. Siswono, T.Y.E., 2008, Model Pembelajaran matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press. Subanji. 2011. Teori Berpikir Pseudo Penalaran Kovarial. Malang: Universitas Negeri Malang Subanji. 2011b. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Sujiati, A. 2011. Proses Berpikir Siswa Dalam Pemecahan Masalah Dengan Pemberian Scaffolding. Tesis Tidak diterbitkan. Malang: PPs UM.
Sumarmo, U. 1994. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi matematika pada Guru dan Siswa SMP. Laporan penelitian Tidak diterbitkan. Bandung: IKIP Bandung. Suparno, P. 2003. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius Suryadi. 2012. Membuat Siswa Aktif Belajar. Bandung: CV Mandar Maju. Suwatno. 2008. Mengatasi kesulitan belajar melalui klinik pembelajaran. Makalah tidak diterbitkan. Padang: Fakultas Ekonomi Negeri Padang. Syah, M. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Syah, M. 2011. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group. Trianto. 2011. Model – model Pembelajaran Inovatif berorientasi Kontrukivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Tarmidi. 2008. Kesulitan Belajar Learning Dissability dan Masalah Emosi, (Online), (http://tarmidi.wordpress.com/200 8/02/20/kesulitan-belajar-learningdissability-dan-masalah-danemosi/"), diakses 18 juni 2012. Yamin, M. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada Press