PROSES BERPIKIR SISWA KELAS VIII SMPN 2 BLITAR DALAM PEMECAHAN MASALAH HIMPUNAN DENGAN PEMBERIAN SCAFFOLDING
Prasis Indahwati, Subanji, Sisworo Mahasiswa S-2 Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Universitas Negeri Malang, Dosen Matematika Universitas Negeri Malang ABSTRAK: Pemecahan masalah menjadi inti pembelajaran matematika, tetapi kemampuan siswa dalam pemecahan masalah masih rendah. Menurut Vygotsky, siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi ketika mendapat bimbingan (scaffolding) dari seorang yang lebih ahli untuk memecahkan masalah. Penelitian ini mengkaji proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah ketika mendapat bimbingan (scaffolding). Pemberian scaffolding mengacu pada tingkatan scaffolding Anghileri. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kelompok siswa yang berkemampuan rendah dan sedang tidak menggunakan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya secara lengkap dalam menyelesaikan masalah yang melibatkan dua himpunan dan tiga himpunan. Kelompok siswa berkemampuan tinggi mengalami kesulitan pada langkah memeriksa kembali hasil perhitungan dan mengkomunikasikan jawaban. Scaffolding yang diberikan pada masing-masing individu tidak sama. Guru disarankan dalam memberi scaffolding perlu memperhatikan proses berpikir siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Kata kunci: proses berpikir, pemecahan masalah, pemberian scaffolding.
Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Kesulitan siswa disebabkan oleh: (1) pemahaman terhadap masalah masih kurang, (2) kemampuan menelaah soal masih terjadi kesalahan, (3) langkah-langkah penyelesaian soal tidak sistematis. Maka untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, menurut Polya (1973) perlu dikembangkan keterampilan: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) menyelesaikan, (4) mengecek kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan (Suherman, 2001). Upaya guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas telah banyak dilakukan. Namun pendekatan pembelajaran guru masih kurang sesuai. Guru terus berupaya untuk memberikan bantuan kepada siswa pada proses berpikir dalam
367
pemecahan masalah. Proses berpikir siswa mengacu pada Mapping Mathematics in Classroom Discourse ( Herbel and Otten, 2011). Untuk membangun proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah ada dua konsep penting dalam teori yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sejawat yang lebih mampu (Lambert, 2011). Scaffolding merupakan sejumlah bantuan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Praktek pemberian scaffolding sudah
Prasis, Proses Berpikir Siswa, 368
sering diberikan bahkan dalam setiap proses pembelajaran matematika di kelas. Namun praktek pemberian scaffolding yang telah dilakukan tidak terencana, sehingga tidak diperoleh suatu gambaran mengenai pola pikir siswa ketika memperoleh scaffolding selama pembelajaran berlangsung. Uji pendahuluan dilakukan pada siswa kelas VIII B di SMP Negeri 2 Blitar. Pada uji pendahuluan ini peneliti memberikan 1 masalah terkait dengan penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah. Dari penelusuran berpikir menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah bagi anak tersebut masih lemah. Selanjutnya peneliti akan melakukan penelitian kualitatif eksploratif yang berjudul “Proses Berpikir Siswa Kelas VIII B SMP Negeri 2 Blitar dalam Pemecahan Masalah Himpunan dengan Pemberian Scaffolding”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah himpunan dengan pemberian scaffolding. Harapan yang ingin dicapai adalah memperoleh gambaran mengenai proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah himpunan dengan pemberian scaffolding, yang selanjutnya dengan gambaran tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan untuk melakukan perbaikan perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Blitar, yaitu pada enam orang siswa kelas VIII di sekolah tersebut. Subjek penelitian terdiri dari tiga kelompok siswa yang ditetapkan dengan rincian dua orang siswa yang berkemampuan tinggi; dua orang siswa yang berkemampuan sedang; dan dua orang siswa yang berkemampuan rendah. Proses berpikir siswa dimaksudkan sebagai aktivitas kognitif siswa
ketika menyelesaikan masalah matematika, masalah matematika dimaksudkan sebagai soal matematika yang menarik siswa untuk menyelesaikannya dan bersifat tidak rutin, yang menuntut siswa untuk menggunakan gabungan beberapa konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya. Pemecahan masalah dimaksudkan sebagai aktivitas melakukan langkah-langkah kerja dalam pemahaman masalah; menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai; menggunakan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelumnya; dan memeriksa kembali hasil perhitungan yang telah diperoleh dan mengkomunikasikan jawaban. Sedangkan pemberian scaffolding dimaksudkan sebagai upaya pemberian bantuan (berupa pancingan pertanyaan) seminimal mungkin dari peneliti kepada siswa ketika siswa tersebut mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah. Hudojo (2005), mengemukakan ”Suatu pertanyaan akan merupakan masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut”. Menurut Polya (1973) terdapat dua macam masalah di dalam matematika, yaitu: 1) masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau kongkrit, dan 2) masalah untuk membuktikan, adalah untuk menunjukan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah atau tidak kedua-duanya. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah masalah tentang penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah dan pertanyaan dirumuskan dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami oleh siswa. Hal ini disesuaikan dengan kesiapan berpikir siswa tingkat SMP. Menurut Polya (1973) untuk memecahkan suatu masalah matematika ada ada empat langkah yang dapat
369, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
dilakukan, yakni: 1) memahami masalah (the problem understand), 2) merencanakan penyelesaian (device a plan), 3) melaksanakan rencana (carry out the plan), dan (4) periksa kembali (look back). Sedangkan menurut Hudojo (1979) dengan belajar memecahkan masalah memungkinkan siswa lebih maksimal dalam mengambil keputusan dalam kehidupan. Subanji (2009), menyatakan bahwa rendahnya kemampuan pemecahan masalah sebagai akibat dari pembelajaran yang “kurang” bermakna. Siswa mampu untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan satu konsep yang baru dipelajarinya, namun menemui kesulitan
untuk menyelesaikan masalah yang menuntut mereka untuk menggunakan kemampuan lain yang telah mereka pelajari sebelumnya. Hal ini tampak dari hasil uji pendahuluan yang telah peneliti lakukan. Pada uji pendahuluan, peneliti menyajikan masalah yang bertujuan untuk menguji kemampuan pemecahan masalah siswa dalam hal kecermatan memperoleh informasi dan kemampuan siswa dalam penggunaan konsep himpunan dalam pemecahan masalah yang telah dipelajari di kelas VII semester 2. Rumusan masalah yang dimaksud adalah seperti di bawah ini.
SOAL 1 Dari hasil survey siswa SMPN 2 Blitar kelas 7 tentang kegiatan Exstra Kurikuler, Dede memperoleh data sebagai berikut:Banyak anak yang gemar bola volley 132 siswa. Banyak anak yang gemar bola basket 120 siswa. Banyak anak yang tidak gemar volley dan bola basket 9 siswa. Jika jumlah siswa kelas 7 ada 250 orang, maka bantulah Dede untuk menggambar Diagram Venn dari data yang diperoleh diatas dan menghitung banyak siswa yang gemar a. Bola volley dan basket. b. Bola Volley saja c. Bola Basket saja Berikut ini adalah contoh pekerjaan siswa yang muncul.
Dari hasil pekerjaan siswa menunjukkan bahwa siswa tersebut belum bisa mempresentasikan masalah menggunakan konsep himpunan khususnya
Diagram Venn dengan benar, hal ini tampak pada bagian tulisannya berikut:
Prasis, Proses Berpikir Siswa, 370
Dalam pekerjaan berikutnya siswa sudah dapat menggunakan konsep himpunan tetapi masih terjadi kesalahan terutama dalam menentukan yang banyak siswa
gemar bola voli saja dan yang gemar bola basket saja, hal ini tampak pada bagian tulisannya berikut:
Maka dapat disimpulkan bahwa siswa tersebut belum bisa menyelesaikan masalahnya dengan benar sebagaimana
ditunjukkan Gambar 2.1 struktur berpikir siswa seperti berikut.
Diagram Venn Gemar A
n(A)=132
Gemar B
Tidak gemar A atau B
n(B)=120
Gambar 2.1
Struktur berpikir siswa diatas menggambarkan proses berpikir siswa sebagai mana yang dikemukakan oleh Lemke dalam Herbel and Otten (2011) the mathematics controued in the classroom discours (i.e., the content made available to and articulated by student) can be identified through an analysis “thematic patterns” in diologue. Dalam pemberian scaffolding, peneliti mengacu pada tingkatan scaffolding yang dikemukakan Anghileri (2006), adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan tingkat 2 dan tingkat 3. Karena poin pada tingkat 1 adalah environmental provisions, yaitu penataan lingkungan belajar, bermain bebas dan kerjasama dengan teman sebaya (cocok untuk anak SD atau TK). Poin-poin pada tingkat 2 yaitu (1) explaining pada kegiatan ini siswa diminta memahami
masalah, (2) reviewing pada kegiatan ini siswa diminta melakukan refleksi dan memperbaiki jawabannya (3) restructuring pada kegiatan ini siswa diminta menyusun kembali rancangan jawaban yang lebih tepat untuk masalah yang dihadapi. Poin pada tingkat 3 yaitu developing concepttual thinking pada kegiatan ini siswa diminta untuk mencari alternative lain guna menyelesaikan masalah dan diskusi tentang jawaban yang telah dibuat siswa. Sedangkan dalam memberi pancingan pertanyaan kepada siswa, peneliti mengacu pada Teacher Gestures in Questioning and Revoicing (Shein, 2012).
METODE Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif eksploratif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Blitar pada semester gasal tahun pelajaran 2012 –
371, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
2013. Subjek penelitian dipilih enam orang siswa kelas VIII B yaitu siswa yang sudah mempelajari konsep himpunan. Subjek penelitian ditetapkan dengan rincian: dua orang siswa yang berkemampuan tinggi yaitu subjek a dan subjek b ; dua
orang siswa yang berkemampuan sedang yaitu subjek c dan subjek d ; dan dua orang siswa yang berkemampuan rendah yaitu subjek e dan subjek f . Peneliti memberikan dua masalah yaitu:
SOAL 1 Dari hasil survey siswa SMPN 2 Blitar kelas 7 tentang kegiatan Exstra Kurikuler, Dede memperoleh data sebagai berikut:Banyak anak yang gemar bola volley 132 siswa. Banyak anak yang gemar bola basket 120 siswa Banyak anak yang tidak gemar volley dan bola basket 9 siswa. Jika jumlah siswa kelas 7 ada 250 orang, maka bantulah Dede untuk menggambar Diagram Venn dari data yang diperoleh diatas dan menghitung banyak siswa yang gemar a. Bola volley dan basket. b. Bola Volley saja c. Bola Basket saja
SOAL 2 Dari hasil pendaftaran lomba Matematika, Science dan Bahasa Inggris, data yang diperoleh Panitia sebagai berikut. 38 siswa mendaftar pada lomba Matematika, 43 siswa mendaftar pada lomba Science dan 32 siswa mendaftar pada lomba Bahasa Inggris. 16 siswa mendaftar pada lomba Matematika dan Science, 19 siswa mendaftar pada lomba Matematika dan Bahasa Inggris,18 siswa mendaftar pada lomba Science dan Bahasa Inggris, 7 siswa mendaftar pada lomba Matematika, Science, dan Bahasa Inggris. Tentukan banyaknya siswa yang mendaftar pada lomba lomba. Dalam menyelesaikan masalah tersebut, didiagnosis kesulitan siswa dan diberi scaffolding. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mendeskripsikan proses berpikir siswa dalam pemecahan masalah, yaitu tahap-tahap (langkahlangkah) berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika tentang himpunan dengan menggunakan beberapa konsep himpunan yang sudah dipelajari sebelumnya. Deskripsi proses berpikir siswa dipaparkan menurut masalah yang ada di lembar tugas, yaitu masalah nomor 1 dan masalah nomor 2. Penyajian paparan
proses berpikir masing-masing siswa baik sebelum pemberian scaffolding maupun dengan pemberian scaffolding dari peneliti. Selanjutnya struktur berpikir siswa dalam pemecahan masalah sebelum pemberian scaffolding, dan setelah pemberian scaffolding juga digambarkan disbandingkan dengan struktur masalah yang diberikan. Untuk masalah nomor 1 proses berpikir mereka dapat berkembang hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah. Sedangkan untuk masalah nomor 2, ada seorang siswa yang proses berpikirnya tidak dapat berkembang sehingga struktur berpikirnya tidak sesuai dengan struktur masalah setelah
Prasis, Proses Berpikir Siswa, 372
mendapatkan scaffolding sesuai dengan kemampuan berpikir masing-masing. Kesulitan yang dialami oleh kelompok siswa berkemampuan matematika tinggi dalam hal memeriksa kembali hasil perhitungan yang diperoleh dan mengkomunikasikan jawaban. Kesulitan ini dialami oleh subjek a (Sa) ketika menyelesaikan masalah nomor 1 dan subjek b (Sb) ketika menyelesaikan
masalah nomor 2. Subjek a (Sa) dan subjek b (Sb) dapat menyempurnakan proses berpikirnya hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian scaffolding sebanyak satu kali. Selanjutnya struktur berpikir Sa dalam menyelesaikan masalah no. 1 sebelum dan sesudah pemberian scaffolding dapat digambarkan sebagai berikut.
Sebelum diberi scaffolding
Struktur berpikir Sb dalam menyelesaikan masalah no.2 sebelum dan sesudah
pemberian scaffolding digambarkan seperti di bawah ini. Sebelum pemberian scaffolding
Kesulitan yang dialami oleh kelompok siswa berkemampuan matematika sedang dalam hal menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai dan menggunakan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelumnya. Kesulitan dalam hal menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai dialami oleh subjek d (Sd) ketika menyelesaikan masalah nomor 1 dan subjek c (Sc) ketika
menyelesaikan masalah nomor 2. Subjek d (Sd) dan subjek c (Sc) dapat menyempurnakan proses berpikirnya hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian scaffolding sebanyak 3 kali. Selanjutnya struktur berpikir Sd dalam menyelesaikan masalah no.1 sebelum dan sesudah pemberian scaffolding dapat digambarkan sebagai berikut
373, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Struktur berpikir Sd sebelum pemberian scaffolding
Struktur berpikiir Sc dalam menyelesaikan masalah no.2 sebelum dan sesudah
pemberian scaffolding dapat digambarkan seperti di bawah ini. Struktur berpikir Sc sebelum pemberian scaffolding
Kesulitan yang dialami oleh kelompok siswa berkemampuan matematika rendah pada langkah memahami masalah, menyatakan fakta dalam kalimat-kalimat matematika yang sesuai, menggunakan konsep-konsep metematika yang telah dipelajari sebelumnya dan memeriksa kembali hasil perhitungan yang diperoleh dan mengkomunikasikan jawaban. Kesulitan ini dialami oleh subjek e (Se) ketika menyelesaikan masalah nomor 1 dan subjek f (Sf) ketika menyelesaikan masalah nomor 2. Subjek e (Se) dapat menyempurnakan proses berpikirnya
hingga struktur berpikirnya sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian scaffolding sebanyak 4 kali. Sedangkan subjek f (Sf) belum dapat menyempurnakan proses berpikirnya, sehingga struktur berpikirnya belum sesuai dengan struktur masalah dengan pemberian scaffolding sebanyak 7 kali. Selanjutnya struktur berpikir Se dalam menyelesaikan masalah no. 1 sebelum dan sesudah pemberian scaffoiding dapat digambarkan
Prasis, Proses Berpikir Siswa, 374
sebagai berikut.
.
Struktur berpikiir Sf dalam menyelesaikan masalah no.2 sebelum dan sesudah
pemberian scaffolding dapat digambarkan sebagai berikut.
Struktur berpikir Sf sebelum pemberian scaffolding.
PENUTUPAN kesimpulan dan saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1) kelompok siswa berkemampuan matematika rendah mengalami kesulitan pada langkah pemahaman masalah, menyatakan fakta dalam kalimat matematika, menggunakan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan memeriksa kembali hasil perhitungan dan mengkomunikasikan jawaban, 2) kelompok siswa berkemampuan matematika sedang mengalami kesulitan pada langkah menyatakan fakta dalam kalimat matematika, menggunakan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari sebelumnya dan memeriksa
kembali hasil perhitungan dan mengkomunikasikan jawaban, 3) kelompok siswa berkemampuan matematika baik mengalami kesulitan pada langkah memeriksa kembali hasil perhitungan dan mengkomunikasikan jawaban. Hal-hal yang dapat sisarankan adalah 1) guru dalam memberi scaffolding perlu memperhatikan proses berpikir siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah, 2) Kajian proses berpikir siswa dalam penelitian ini masih terbatas, untuk itu perlu adanya penelitian dengan kajian yang lebih mendalam dengan masalah yang lain.
375, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
DAFTAR RUJUKAN Anghileri, Julia. 2006. Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education, 9: 33 – 52 Bell, Frederick H. 1978. Teaching and Learning Mathematics. Wm.C. Brown Company. Herbel and Otten. 2011. Mapping Mathematics in Classroom Discourse. Journal for Researh in Mathematics Education, Volume 42: 451 – 481 Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.Malang. Universitas Negeri Malang. Hudojo, H. 1979. Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya. Usaha Nasional. Pat Shein, Paichi 2012. Seeing With Two Eyes: A Teacher’s Use of Gesture in Questioning and Revoicing to Engage English
Language Learners in the repair of Mathematicall Error. Journal for Reasearch in Mathematics Education, 43: 182 Polya, G. 1973. How To Solve It. Princeton University Press. Ron Tzur and Matthew Allen Lambert. 2011. Intermediate Participatory Stages as ZPD Correlate in CountructingOn: A Plausible Conseptual Source for Children’s Transitory “Regress” to counting-All. Journal for Reasearch in Mathematics Education, 42: 418 – 447 Subanji. 2009. Mengembangkan Pembelajaran Matematika Yang Berorientasi Pada Problem Solving Melalui Meaning Based Appoach. Makalah Disajikan dalam Seminar Nasional. Suherman, E. dkk.2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI