PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN ARBITRASE DI INDONESA Oleh: Suwardjo Dosen Kopertis VI Jateng Dpk. Pada Fakultas Hukum Universitas Surakarta.
ABSTRAK Dunia bisnis merupakan dunia yang harus ditangani secara cepat, tepat dan efisien termasuk pula di bidang hukumnya, agar tidak menghambat tujuan dari bisnis tersebut, yaitu mencari untung yang sebanyak-banyaknya. Di dalam bidang hukum penyelesaian sengketa melalui Pengadilan Umum sering kali mengalami hambatan karena prosedurnya yang berbelit-belit. Untuk mengatasi persoalan hukum yang berbelit-belit dan .memakan waktu yang sangat lama maka perlu penyelesaian sengketa dengan cara lain yaitu melalui arbitrase. Kata kunci ; Sengketa, Arbitrase
Latar Belakang Masalah Makin maju bidang usaha perindustrian dan perdagangan
makin luas
hubungan hukum yang diadakan oleh para pebisnis, tentu saja tidak dapat dipungkiri kemungkinan terjadi sengketa dalam pemenuhan kewajiban dan hak mereka. Dunia bisnis merupakan dunia yang harus ditangani serba cepat, tepat, serta efisien termasuk pula di bidang hukum sebab bila tidak demikian maka para Pebisnis akan tertinggal oleh keadaan sehingga apa yang diharapkan dari semula yaitu keuntungan yang sebanyak-banyaknya tidak akan terealisir. Di Indonesia sampai saat ini penyelesaian persoalan hukum termasuk bidang hukum bisnis yang melalui lembaga peradilan umum biasanya memakan waktu yang panjang sehingga bagi para Pebisnis bila menghadapi permasalahan hukum akan mencari penyelesaiannya melalui jalur diluar peradilan umum. Salah satu cara penyelesaian sengketa diluar peradilan umum adalah dengan cara arbitrase, adapun alasan-alasan mengapa orang-orang dalam dunia bisnis cenderung memilih Arbitrase dalam memyelesaikan sengketa yang dihadapi
63
menurut M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono, yang dikutip Rachmadi Usman (1999: 86) adalah sebagai berikut : a. Pemilihan arbitrase memberikan prediktabilitas serta kepastian dalam proses penyelesaian sengketa. b. Selama arbiternya adalah seorang yang memang ahli dalam bidang bisnis yang sedang disengketakan, maka para pihak yang bersengketa memiliki kepercayaan terhadap arbiter dalam memahami permasalahan yang disengketakan. c. Privasi adalah merupakan factor penting dalam proses arbitrase dan masing-masing pihak memperoleh privasi tersebut sepanjang proses masih merupakan proses yang tertutup bagi umum dan putusan hanya ditujukan kepada para pihak yang bersengketa. d. Peranan pengadilan dalam proses arbitrase pada umumnya terbatas sehingga terjamin penyelesaiannya secara final. e. Secara ekonomis proses arbitrase dianggap lebih cepat dan lebih murah dibandingkan proses berpekara di pengadilan Menurut Roedjiono (1996: 5-6) daya tarik relative dari arbitrase adalah refleksi dari kelemahan-kelemahan letigasi. Arbitrase apabila dilaksanakan secara tepat akan menjanjikan party otonomi yang maksimal, campur tangan yang minimal dari pengadilan, arbiter dipilih sendiri oleh para pihak, adanya keterbatasan upaya hokum atas putusan arbiter.
Pengertian Arbitrase; Menurut UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, pengertian arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Menurut Subekti yang dikutip oleh Moch. Faisal Salam (2007:142) arbitrase adalah suatu penyelesaian suatau perselisihan (perkara) oleh seorang wasit atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama-sama ditunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat pengadilan.
64
Dari uraian diatas dapat disimpulkan arbitase adalah peradilan yang diadakan oleh para pihak guna menyelesaikan sengketa diantara mereka berdasarkan perjanjian yang telah mereka adakan sebelumnya. Sengketa tersebut penyelesaiannya di luar pengadilan yang dilakukan oleh arbiter/para arbiter yang telah dipilih oleh para pihak. Penyelesaian sengketa secara arbitrase timbul karena adanya perjanjian antara para pihak yang menghendaki perkaranya tidak diselesaiakan
melalui
pengadilan akan tetapi melalui wasit atau arbiter. Perjanjian arbitrase ini pada hakekatya adalah merupakan perjanjian asesor yang ditambahkan pada perjanjian pokok, berupa persyaratan khusus untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin timbul dari perjanjian yang mereka buat. Jenis- jenis Arbitrase Menurut Munir Fuady (2002:318) terdapat macam-macam arbitrase yaitu sebagai berikut: 1. Arbitrase Mengikat Arbitrase Mengikat (binding arbitration) yaitu arbitrase yang putusannya bersifat final, jadi mirip dengan putusan pengadilan yang sudah inkracht. 2. Arbitrase Tidak Mengikat Arbitrase tidak mengikat (nonbinding arbitration, advisory arbitration), yaitu arbitrase yang putusannya boleh diikuti dan boleh tidak diikuti oleh para pihak. 3. Arbitrase Kepentingan Arbitrase kepentingan (interest arbitration), yaitu arbitrase yang tidak memutus untuk suatu sengketa, tetapi para pihak memakai jasa mereka untuk menciptakan provisi-provisi dalam kontrak yang oleh para pihak telah mengalami jalan buntu. 4. Arbitrase Hak Arbitrase hak (right arbitration) yaitu arbitrase yang memberi keputusan terhadap sengketa para pihak, jadi bukan sekedar membuat provisi dalam kontrak.
65
5. Arbitrase Sukarela Arbitrase sukarela (voluntary arbitration) adalah arbitrase yang dimintakan sendiri oleh para pihak, baik yang dimintakan dalam kontrak yang bersangkutan ataupun dalam kontrak tersendiri. 6. Arbitrase Wajib Arbitrase wajib (compulsory arbitration), yaitu arbitrase yang oleh undangundang diwajibkan untuk dilakukan. Misalnya penyelesaian sengketa di bidang perburuhan yang wajib dilaksanakan dalam menyelesaikan sengketa yang timbul dalam hubungan perburuhan. 7. Arbitrase Ad Hoc Arbitrase ad hoc yaitu arbitrase yang tidak ada badannya, tetapi hanya penunjukan orang-orang secara bebas oleh para pihak sesuai kesepakatan antara para pihak dengan memberlakukan aturan hukum tertentu. 8. Arbitrase Lembaga Arbitrase lembaga adalah model arbitrase yang sudah ada lembaga/badannya, serta sudah ada aturan mainnya, sehingga para pihak tinggal memilih badan tersebut serta memilih arbiter-arbiternya. Misalnya: Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) dan International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID). 9. Arbitrase Nasional Arbitrase nasional adalah arbitrase di mana para pihak yang bersengketa adalah para pihak dalam 1 (satu) negara. Kadang-kadang ada juga arbitrase badan/lembaga yang dimaksud untuk para pihak yang nasional. Misalnya Badan rabitrase Nasional Indonesia (BANI). 10. Arbitrase Internasional Arbitrase internasional adalah arbitrase dimana para pihak yang bersengketa adalah berasal dari negara-negara yang berbeda. Para pihak dapat membentuk arbitrase nasional (ad hoc) dengan mengacu kepada peraturan arbitrase internasional tertentu, misalnya memilih arbiter yang mereka kehendaki atau dengan memilih peraturan United Nation Commission on international Trade Law (UNITRAL) misalnya.
66
11. Arbitrase Kualitas Arbitrase kualitas adalah arbitrase yang menyangkut dengan fakta-fakta, sehingga
arbitrase
harus
jeli
memilah-milah
fakta
tersebut
serta
menginterprestasi dan menganalisanya. 12. Arbitrase Teknis Arbitrase teknis adalah arbitrase yang menyangkut dengan hal-hal yang timbul dari penyusunan dan penafsiran suatu kontrak. 13. Arbitrase Umum Arbitrase umum adalah suatu arbitrase yang berbentuk badan yang mempunyai ruang lingkup di semua bidang hukum. Misalnya, Badan Arbitrase Nasional Indonesia. 14. Arbitrase Bidang Khusus Arbitrase bidang khusus adalah suatu arbitrase yang berbentuk badan yang tidak mempunyai ruang lingkup di semua bidang hukum, tetapi hanya hanya mempunyai ruang lingkup di bidang hukum tertentu saja. Misalnya di Indonesia ada arbitrase muamalat, yang khusus menyelesaikan sengketa terhadap atau dengan bank yang berdasarkan pada syariat Islam.
Prosedur Penyelesaian Sengketa Secara Arbitrase Indonesia telah membentuk Undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu pada tanggal 12 Agustus 1999 akan tetapi sebelumnya telah dibentuk Badan Arbitrase Nasinal Indonesia (BANI) pada tahun 1977 dan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) pada tahun 1993 maka uraian tentang tata cara penyelesaian sengketa arbitrase adalah sebagai berikut ; 1. Menurut UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ; Pemeriksaan sengketa oleh Arbiter atau Majelis Arbitrase dilakukan secara tertutup dengan menggunakan bahasa Indonesia kecuali atas persetujuan Arbitrase atau Majelis Arbitrase, para pihak dapat memilih bahasa lain yang digunakan.
67
Dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Arbiter atau Majelis Arbitrase ditentukan pemohon harus menyampaikan surat tuntutan kepada Arbiter atau Majelis arbitrase yang isinya: nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak, uraian singkat sengketa dilampiri bukti-bukti dan isi tuntutan. Selanjutnya Arbiter atau Majelis arbitrase menyampaikan salinan tuntutan kepada termohon disertai perintah bahwa termohon harus menanggapi dan menjawabnya secara tertulis paling lama 14 (empat belas) hari setelah tuntutan diterima. Salinan jawaban tersebut diserahakan kepada pemohon dan memerintahkan kepada kedua belah pihak atau kuasanya menghadap di muka sidang arbitrase paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung mulai dikeluarkannya perintah tersebut. Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, Arbiter atau Majelis Arbitrase terlebih dulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa, bilaman perdamaian tercapai maka Arbiter atau Majeles Arbitrase membuat akta perdamaian yang bersifat final dan mengikat serta harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, jika tidak tercapai maka pemeriksaan dilanjutkan. Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Arbiter atau Majelis Arbitrase terbentuk. 2. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Secara Arbitrase Menurut Badan Arbitrase Nasinal Indonesia (BANI) Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) didirikan pada tanggal 3 Desember 1977 yang diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Tujuan didirikannya BANI adalah untuk memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa perdata yang timbul mengenai masalahmasalah perdagangan, industri dan keuangan baik yang bersifat nasional maupun yang internasional. Selain itu tanpa adanya sengketa, BANI dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian, untuk memberikan suatu pendapat (legal opinion) yang mengikat mengenai sesuatu persoalan berkenaan dengan perjanjian-perjanjian tersebut.
68
Dalam menjalankan tugasnya BANI bersifat otonom dan tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan lain. Susunan organisasi BANI terdiri atas ketua, wakil ketua dan beberapa orang anggota tetap dan tidak tetap serta dibantu oleh sebuah sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. Ketua, wakil Ketua dan para Anggota tetap merupakan pengurus BANI dan sekaligus menjadi arbiter. Ketua umum KADIN Indonesia adalah secara ex officio sebagai penasehat. Dalam menjalankan fungsi ini ia dapat dibantu oleh anggota-anggota Dewan Pengurus Harian KADIN Indonesia. Tata cara penyelesaian arbitrase pada BANI dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan mengadakan arbitrase dalam register BANI oleh sekretaris. Surat permohonan tersebut harus memuat nama lengkap dan tempat tinggal (tempat kedudukan) kedua belah pihak, suatu uraian singkat tentang duduknya sengketa dan isi tuntutan. Pada surat permohonan tersebut harus dilampirkan salinan naskah atau akta perjanjian yang dimuat dalam klausula arbitrase. Pemohon dapat menunjuk atau memilih seorang arbitrator atau menyerahkan penunjukan arbitrator kepada Ketua BANI. Apabilla para pihak tidak menunjuk seorang arbiter, maka Ketua BANI akan menunjuk suatu team terdiri atas 3 (tiga) orang arbiter yang akan memeriksa dan memutus sengketa atau menunjuk seorang arbiter tunggal bila sengketanya dianggap sederhana dan mudah untuk memeriksa dan memutusnya. Arbiterarbiter yang ditunjuk oleh Ketua BANI tersebut dipilihnya dari para anggota BANI, apabila ada pihak yang mempunyai keberatan terhadap seorang arbiter yang ditunjuk , wajib disertai dengan mengajukan alasannya. Apabila alasan itu diterima, Ketua BANI akan menunjuk arbiter lain. Setelah lewat 30 (tiga puluh) hari, juga apabila si termohon tidak menyampaikan jawabannya, Ketua akan memerintahkan pemanggilan kedua pihak dengan cara seperti yang telah diuraikan di atas. Dalam jawabannya atau paling lambat pada hari sidang pertama si termohon dapat mengajukan suatu tuntutan balasan. Tuntutan balasan ini oleh majelis arbiter akan diperiksa dan diputus bersama-sama dengan tuntutan asli si pemohon.
69
3. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Secara Arbitrase Menurut Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). Badan Arbitrase Muamalat Indonesia didirikan pada tanggal 21 Oktober 1993 atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia. Tujuan didirikannya BAMUI adalah sebagai lembaga arbitrase institusional yang bertugas menyelesaikan sengketa yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain dimana para pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan kepada BAMUI sesuai dengan peraturan prosedur BAMUI. Selain itu BAMUI dapat memberikan suatu pendapat yang mengikat bagi para pihak tanpa adanya suatu sengketa mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian atas permintaan para pihak. Peraturan Prosedur BAMUI mensyaratkan kalau kesepakatan klausula arbitrase seperti itu bisa dicantumkan dalam perjanjian atau dalam suatu akta tersendiri.setelah sengketa timbul. Lahirnya BAMUI yang berdasar Syariat Islam dilatar belakangi maraknya kesadaran dan keinginan umat terhadap pelaksanaan hukum Islam serta didorong oleh kebutuhan riil adanya praktek peradilan perdata secara perdamaian selaras dengan perkembangan kehidupan ekonomi keuangan dikalangan umat Islam. Selanjutnya surat permohonan tersebut akan diperiksa oleh BAMUI yang berwenang memeriksa dan memutuskan sengketa arbitrase yang dimohonkan tersebut. Dalam hal perjanjian arbitrase atau klausula arbitrase dianggap tidak cukup dijadikan kewenangan BAMUI untuk memeriksa sengketa yang diajukan, maka BAMUI akan menyatakan permohonan itu tidak dapat diterima yang dituangkan dalam sebuah penetapan yang dikeluarkan Ketua BAMUI dan disampaikan kepada pihak yang bersangkutan selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penetapan. Penetapan tentang dapat diterimanya permohonan juga dapat dilakukan ole Arbiter tunggal atau Arbiter Majelis yang telah ditunjuk dalam hal pemeriksaan telah dimulai. Ketua BAMUI segera menetapkan dan menunjuk arbiter tunggal atau majelis yang akan memeriksa dan memutus sengketa berdasarkan berat ringannya sengketa.
70
Sebelum meneruskan pemeriksaan terhadap sengketa arbitrase yang dimohon, arbiter tunggal atau majelis terlebih dahulu akan mengusahakan tecapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut berhasil, maka arbiter tunggal atau majelis akan membuatkan akta perdamaian dan menghukum kedua belah pihak untuk menaati perdamaian tersebut. Sebaliknya apabila perdamaian tidak berhasil, maka arbiter tunggal atau majelis akan meneruskan pemeriksaan terhadap sengketa yang diminta. Dalam hal diteruskan, para pihak dipersilahkan untuk menjelaskan dalil dan pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang dianggap perlu untuk menguatkannya, pemeriksaan dilakukan secara tertutup. Dalam tempo 40 (empat puluh) hari sejak permintaan pembatalan diterima sekretaris. Ketua Dewan Pengurus harus segera membentuk Komite Ad hocyang terdiri dari 3 (tiga) orang yang akan bertindak memeriksa dan memutus permintaan pembatalan. Anggota komite ditunjuk oleh Ketua Dewan Pengurus dan salah satu orang dari mereka bertindak sebagai ketua dan merangkap sebagai anggota dan tidak boleh ditunjuk arbiter yang ikut dalam majelis putusan yang diminta pembatalannya. Selama pemeriksaan pembatalan berlangsung, komite dapat memerintahkan penundaan eksekusi putusan jika hal itu diperlukan. Jika komite mengabulkan pembatalan, sengketa dapat dibuka kembali dan atas permintaan salah satu pihak dapat diajukan penyelesaian dengan membentuk arbiter baru.
KESIMPULAN Penyesaian sengketa melalui arbitrase sangat menguntungkan bagi pihakpihak yang bersengketa karena mereka bebas untuk menentukan siapa yang akan menyelesaikan sengketa yang dihadapi. Para pihak dapat menentukan dimana penyelesaian sengketa melalui arbitrase itu akan dilaksanakan. Penyelesaian sengketa melalui Arbitrase adalah merupakan jalan yang paling tepat khususnya bagi dunia bisnis, karena waktunya tidak terlalu lama, karena petusan arbitrase bersifat
final dan
71
mengikat sehingga tidak
dimungkinkan untuk banding dan kasasi yang biasanya memakan waktu yang lama selain itu proses pemeriksaan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan harus sudah selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Fuady Munir, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Faisal Salam Moch, Penyelesaian Sengketa Bisnis Secara Nasional dan Internasional, CV. Mandar Maju, Bandung 2007. Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Jambatan, Jakarta ,2000. ----------------------, Hukum Arbitrase Nasional, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2002. Roedjiono,
Alternanative
Dispute
Resolutions
(Pilihan
Penyelesaian
Sengketa),Makalah pada Penataran Dosen Hukum Hukum perdata Seluruh Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta 1966. Rahmat Rosyadi A.,Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2002. Undang-undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta 1999.
72