PROPOSAL PENELITIAN
PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA
TAHUN 2017
[Type the document title] BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di
dunia, terdiri atas 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.791 km, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, ikan, mamalia, reptilia, krustasea dan berbagai jenis moluska. Sumberdaya alam laut tersebut merupakan salah satu potensi ekonomi dan lingkungan yang dapat menjadi modal dasar dalam pembangunan nasional. Potensi ekonomi dan lingkungan tersebut antara lain adalah ekosistem mangrove, wisata bahari,
penangkapan
ikan,
budidaya
perikanan,
pelabuhan,
pertambangan, pembangkit energi dan lain sebagainya. Besarnya potensi tersebut
mengundang
berbagai
pihak
untuk
melakukan
upaya
pemanfaatan potensi-potensi tersebut. Pemanfaatan kawasan pesisir yang cukup intensif dan beragam menjadikan ekosistem pesisir sebagai kawasan yang mempunyai potensi tingkat kerusakan yang cukup tinggi khususnya bagi ekosistem mangrove di wilayah pesisir Jawa Tengah. Oleh karena itu Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah bersama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
melakukan
PENYIAPAN
PENYUSUNAN
BAKU
KERUSAKAN
MANGROVE JAWA TENGAH yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam
upaya
rehabilitasi
serta
pengelolaan
pesisir
yang
berkelanjutan di Provinsi Jawa Tengah khususnya Kepulauan Karimunjawa.
1.2
Tujuan Penyusunan Tujuan dari Penyiapan Penyusunan Baku Kerusakan Mangrove Jawa
Tengah adalah sebagai berikut :
a.
Dapat diketahuinya kondisi eksisting dan tingkat kerusakan
ekosistem mangrove. b.
Tersedianya rekomendasi untuk pengelolaan ekosistem mangrove
yang berkelanjutan Bab I - 2
[Type the document title] BAB II STUDI LITERATUR 2.1
Pengertian Mangrove Definisi mangrove telah banyak dilaporkan oleh para ahli, antara lain
Macnae (1974), Chapman (1976),
Lear dan Turner (1977), Soerinegara dan
Indrawan (1982), Saenger et al. (1983), Nybakken (1992), Odum (1993), Tomlinson (1994), dan Kusmana (2002) yang secara umum digunakan untuk menunjukkan tumbuhan golongan pohon dan semak yang telah mengembangkan adaptasi pada lingkungan pasang surut air laut (intertidal). Mangrove merupakan hutan dengan pohon-pohon yang selalu hijau, toleran terhadap kadar garam tinggi, tumbuh subur pada pantai yang terlindung dari hempasan ombak besar, muara-muara sungai, dan delta pada negara-negara tropis dan sub tropis. Vegetasi mangrove telah mengembangkan pola adaptasi secara morfologi dan fisiologi untuk hidup pada daerah pasang surut (intertidal).
2.2
Zonasi Mangrove Flora vegetasi mangrove menurut Tomlinson (1994) terbagi menjadi tiga
elemen berdasarkan ciri morfologi dan tempat tumbuh, yaitu:
a)
Mangrove Mayor (true mangrove) Mangrove
yang
masuk
kategori
ini
biasanya
membentuk
spesialisasi morfologis seperti akar udara dan mekanisme fisiologis khusus lainnya untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi terhadap lingkungan mangrove. Secara taksonomi, kelompok tumbuhan ini berbeda dengan kelompok tumbuhan darat. Kelompok ini hanya terdapat di hutan mangrove dan membentuk tegakan murni, tidak pernah bergabung dengan kelompok tumbuhan darat. Contoh: Avicennia sp., Sonneratia sp., Rhizophora sp., b)
Mangrove Minor Mangrove tipe ini biasanya tidak membentuk elemen vegetasi yang
mencolok, tetapi hanya dijumpai di tepian habitat tersebut dan jarang membentuk suatu tegakan murni, contohnya Pemphis acidula, Aegiceras sp, Excoecaria agallocha dan Xylocarpus sp.
c)
Mangrove Asosiasi Tipe mangrove yang terakhir ini jarang ditemukan tumbuh didalam Bab I - 3
[Type the document title] komunitas mangrove yang sebenarnya dan terkadang hanya terdapat pada vegetasi terrestrial atau banyak ditemui sebagai hutan pantai contohnya Barringtonia asiatica, Sesuvium sp, Ipomoea sp, Casuarina sp. (cemara laut) atau Calotropis gigantea (widuri), Nypa fruticans (Nipah) (Tomlinson, 1994; Kitamura et al., 1997).
2.3
Fungsi Mangrove Vegetasi mangrove memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah fungsi
fisik, ekologis dan sosial ekonomi yang sangat penting bagi ekosistem pesisir dan laut maupun masyarakat di sekitarnya. Secara fisik, tegakan mangrove dapat menahan hempasan ombak atau angin saat terjadi badai amukan angin taufan dan tsunami sehingga mampu menjaga dan melindungi keberadaan pantai, sebagai penahan abrasi, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut dan lain sebagainya (Saenger et al., 1983 dalam Anggono, 2005), selain itu juga berperan sebagai penjebak sedimen, sehingga dapat mempercepat akresi daratan karena mangrove mampu mengembangkan wilayahnya ke arah laut, sehingga terjadi pembentukan lahan baru (Suhardjono dan Adisoemarto, 1998; Rusila Noor et al., 1999).
Bab I - 4
[Type the document title] BAB III METODOLOGI 3.1 Beberapa Konsep Penting Beberapa konsep penting hal yang perlu dipahami dalam pelaksanaan penyusunan, sebagai berikut : 1.
Wilayah Pesisir
Menurut Ketchum dalam Kay (1999) mendefinisikan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya. Soegiarto (1976) dan Dahuri et al. (1996) secara jelas menyatakan bahwa wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana batas kearah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sementara itu batas kearah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun disebabkan oleh aktivitas manusia di darat, seperti penggundulan hutan, pertanian dan pencemaran. Akibat pengaruh sifat-sifat laut tersebut, maka pesisir sering mengalami proses abrasi dan akresi. 2.
Vegetasi Pantai
Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati daerah intertidal mulai dari daerah pasang surut hingga bagian dalam pulau atau daratan dimana masih terdapat pengaruh laut. Hutan mangrove atau mangal didefinisikan sebagai kelompok tumbuhan berbunga yang tumbuh di kawasan pasang surut dan banyak dijumpai di sepanjang delta, estuaria, atau laguna yang terlindung, sering tumbuh dalam tegakan padat dengan sistem perakaran yang kompleks, didominasi tumbuhan berhabitus pohon dan semak, dengan tanah anaerob dan asam (Tomlinson, 1994). Tomlinson (1994) juga membagi mangrove berdasarkan karakteristik lingkungan menjadi tiga komponen, yaitu : a.
Komponen mangrove mayor, yakni mangrove yang berkemampuan
membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Terdiri dari 5 famili dengan 9 genera, yaitu : Avicennia (Avicenniaceae),
Bruguiera
(Rhizophoraceae),
Rhizophora
(Rhizophoraceae), Bab IV-5
[Type the document title] Kandelia
(Rhizophoraceae),
Sonneratia
(Sonneratiaceae),
Nypa
(Palmae),
Lumnitzera (Combretaceae), dan Laguncularia (Combretaceae). b.
Komponen mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak
mampu membentuk tegakan murni. Komponen minor terdiri dari 11 genera dari famili yang berbeda. Contohnya adalah Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera, Aegiceras, Aegialitis, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis, Osbornia dan Pelliciera. c.
Komponen asosiasi mangrove, tidak tumbuh pada komunitas
mangrove yang sesungguhnya dan dapat tumbuh pada tanah daratan (terrestrial). Komponen asosiasi terdiri dari 29 famili dengan 40 genera, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus, Calamus, dan lain-lain.
3.2 Pengumpulan Data Ekosistem Mangrove ➢
Metode Pengukuran Studi struktur dan komposisi mangrove dilakukan dengan menggunakan
metode yang merupakan modifikasi dari cara yang digunakan oleh Mueller Dumbois dan Ellenberg (1974). Pada tiap stasiun ditetapkan 3 titik pengambilan sampel yang diharapkan dapat mewakili stasiun tersebut. Selanjutnya pada masing-masing plot berukuran 10 m x 10 m atau 5 m x 20 m (menyesuaikan dengan kondisi mangrove yang ada di lokasi sampling), dilakukan pengambilan data pohon (dbh ≥ 4 cm). Sedangkan untuk data sapling (1 cm ≤ dbh < 4 cm) diambil dalam subplot berukuran 5 m x 5 m dan seedling (anakan) dengan ketinggian < 1m diambil dalam subplot 1m x 1m (Gambar 5).
✓
Pohon (Tree) Pada pekerjaan ini, data pohon (dbh ≥ 4 cm) yang diambil dari masing-
masing plot 10 m x 10 m berupa spesies, diameter pohon, ketinggian pohon dan keterangan lain yang berhubungan seperti ujung pohon patah, pohon ditebang sebagian dan lain-lain. Khusus untuk mangrove, karena mempunyai bentuk yang unik, kadangkala menimbulkan kesulitan untuk menentukan posisi pengukuran diameter, maka dengan sedikit modifikasi rekomendasi Cintron dan Novelli (1984) digunakan dalam pekerjaan ini, yaitu: ✓
Anakan (Sapling) Sampel sapling berupa vegetasi mangrove yang memiliki diameter batang 1
≤ dbh < 4 dan tingginya > 1 m. Data yang diambil berupa spesies, diameter batang, ketinggian sapling dan keterangan penting lainnya mengenai individu sapling Bab IV-6
[Type the document title] tersebut. Data yang diambil kemudian dianalisis untuk diketahui nilai indeksnya. Nilai indeks tersebut antara lain nilai Kerapatan (K), Basal Area (BA), Kerapatan Relatif
(KR),
Dominasi Relatif
(DR),
Indeks
Nilai Penting
(INP),
Indeks
Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (J’). ✓
Semai (Seedling) Sampel seedling berupa vegetasi mangrove dengan ketinggian < 1 m pada
subplot 1m x 1m. Data yang dicatat dalam data sheet adalah berupa spesies, jumlah spesies dan persentase penutupan terhadap subplot 1m x 1m. Penutupan seedling diklasifikasikan dalam enam kelompok yaitu: <5%, 5-10%, 10-25%, 2550%, 50-75% dan 75-100% (Setiawan, 2001). Indeks Dominasi Relatif (DR) didapatkan dari persentase penutupan spesies seedling dalam subplot 1m x 1m. Nilai indeks lain yang didapatkan dari data tersebut adalah Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Dominasi Relatif (DR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (J’).
3.3 Peta Penelitian Mangrove Karimunjawa
Bab IV-7