PROPOSAL PENELITIAN KUALITATIF Oleh: Rustam “The proposal must be so convincing that the reviewers are made to feel that they will be doing irreparable harm if they do not fund the study”1 (Proposal harus ditulis dengan begitu meyakinkannya sehingga para penilai akan merasa melakukan kesalahan fatal andaikan mereka tidak mendanai penelitian yang diusulkan tersebut)
Pendahuluan
B
agaimana menulis sebuah proposal penelitian? Pertanyaan seperti ini senantiasa terlintas dalam fikiran setiap orang yang baru mulai merambah ke dunia
penelitian. Mahasiswa yang ingin menyelesaikan perkuliahannya, dosen junior yang ingin
meningkatkan
tradisi
akademisnya
atau
yang hanya
sekedar
ingin
mengumpulkan nilai kredit untuk kenaikan pangkat/golongan kepegawaiannya, dan individual (dosen, aktifis LSM atau siapa saja) yang ingin mendapatkan proyek penelitian dari penyandang dana mungkin adalah orang yang paling sering mengajukan pertanyaan diatas. Jawaban atas pertanyaan diatas bisa menjadi sangat mudah dan sebaliknya sangat merepotkan tergantung dari dalam tataran apa pertanyaan tersebut akan dijawab. Pada tataran teoritis, pertanyaan tersebut dapat terjawab dengan mudah karena dua alasan. Pertama, penjelasan tentang penulisan proposal penelitian telah banyak diungkapkan dalam berbagai dokumen mulai dari buku referensi, diktat, makalah, dan manual yang jumlahnya mungkin tidak terhitung (meskipun kadang terbukti bahwa penulis sendiri belum pernah melakukan penelitian atau bahkan menulis proposal penelitian). Kedua, setiap funding agency/ donor biasanya telah membuat penjelasan tersendiri tentang apa yang harus ditulis seorang applicant/ pengusul dalam proposal penelitiannya. Namun dalam tataran praktis pertanyaan tentang bagaimana menulis sebuah proposal penelitian tidak dengan gampang dapat terjawab. Tradisi menulis yang kurang berkembang, keterbatasan pengetahuan tentang topik yang akan diteliti, dan minimnya data yang relevan atau bahan referensi yang dapat menjelaskan fenomena yang akan diteliti biasanya menjadi kendala besar bagi calon peneliti dalam mempersiapkan proposalnya. Tulisan ini coba mengulas jawaban terhadap pertanyaan apa, bagaimana dan mengapa berkaitan dengan penulisan proposal penelitian kualitatif. Uraian awal akan 1
Caplovitz, David (1983). The Stages of Social Research. New York: John Willey & Sons, hal. 11.
129
bersifat lebih umum, dan bagian selanjutnya akan mendiskusikan elemen proposal kualitatif secara spesifik.
Apa Tujuan Proposal Penelitian? Proposal penelitian jelas bukan merupakan bagian formal seremonial dari proses penelitian. Sebuah proposal penelitian merupakan refleksi kualitas peneliti sekaligus kualitas penelitian yang akan dilakukan. Oleh karena itu di dalam proposal penelitian, calon peneliti harus mengembangkan argumentasi yang logis dan relevan untuk mendukung topik yang diusulkan, mengemukakan data aktual dan relevan untuk mendukung argumentasi yang dikemukakan, serta menunjukkan bahwa seluruh entri yang tertulis dalam proposal terintegrasi secara konseptual.2 Dari berbagai referensi yang ada, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya sebuah proposal penelitian bertujuan untuk: Menjawab pertanyaan What/Who, Why, How. Ketidakjelasan dan ketidaktegasan dalam fokus penelitian, rasionalisasi penelitian dan langkah yang akan ditempuh dalam melakukan penelitian tersebut merupakan poin negatif bagi sebuah proposal penelitian. Mengkomunikasikan keinginan peneliti tentang rencana penelitiannya. Ibarat seorang sales yang menjajakan dagangannya, seorang peneliti memasarkan gagasannya dalam sebuah proposal. Ketertarikan pembeli (dalam hal ini penyandang dana, donor atau sponsor) akan sangat tergantung kepada bagaimana narasi dan argumentasi yang dikemukakan dalam proposal dapat meyakinkan mereka bahwa topik penelitian tersebut menarik dan penting diteliti. Proposal penelitian yang tidak memiliki selling point (nilai jual) sukar diharapkan mendapatkan grant. Menunjukkan bahwa masalah penelitian tersebut layak diteliti (worth doing) dan dapat diteliti (feasible). Kelayakan sebuah penelitian terlihat dari signifikansi, relevansi dan daya tarik topik yang diusulkan. Akan tetapi tidak semua permasalahan penelitian yang memiliki kriteria ini dapat diteliti. Bisa atau tidaknya data berkaitan dengan topik tertentu diakses dan dianalisis bisa menyebabkan sebuah masalah yang layak diteliti menjadi tidak feasible.
2
Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman (1989). Designing Qualitative Research. California: Sage Publication Inc., hal 12.
130
Menunjukkan bahwa peneliti memiliki kompetensi melakukan penelitian yang diusulkan. Uraian peneliti dalam latar belakang masalah mengenai data terkait dengan permasalahan yang akan diteliti serta analisa peneliti tentang penelitian terdahulu (termasuk penelitian yang pernah ia lakukan berkaitan dengan topik yang diusulkan) dapat menjadi indikasi apakah peneliti memiliki kapasitas atau tidak untuk melakukan penelitian tersebut. Menunjukkan bahwa penelitian tersebut terencana dengan baik. Ini antara lain terlihat dari kejelasan metode yang digunakan termasuk gambaran setting penelitian, subjek penelitian, detil prosedur pengumpulan data serta analisa data. Ketidakjelasan dalam poin ini merupakan indikasi bahwa penelitian yang diusulkan belum terancana dengan baik.
Karakteristik Proposal Penelitian Kualitatif “The design of a naturalistic inquiry cannot be given in advance; it must emerge, develop, unfold”3 (Rancangan penelitian kualitatif tidak bisa ditulis sebelum penelitian dilakukan; rancangan tersebut harus muncul dalam proses penelitian, kemudian berkembang dan terbuka) Pernyataan Lincoln & Guba diatas sering dijadikan rujukan dalam menjelaskan karakteristik proposal penelitian kualitatif. Opini yang kemudian terbangun adalah bahwa proposal penelitian kualitatif sangat ringkas, spekulatif, tentatif, tidak banyak memuat kajian literatur, berisi pernyataan umum tentang pendekatan dan metode, serta bisa ditulis setelah data terkumpul. Pernyataan diatas menyisakan pertanyaan mendasar: Jika sebuah proposal tidak memiliki kejelasan dalam fokus, konsep serta prosedur yang akan dilakukan, dari sisi mana penyandang dana dapat menentukan untuk memberikan dukungan finansial bagi pelaksanaan penelitian tersebut? Dalam penjelasannya tentang strategi penulisan proposal kualitatif, Morse menyatakan: “The proposal must make a case for the funding agency that the research is interesting, that the study is important, and most importantly, that it should be funded. Thus, the proposal must be written persuasively. … The proposal must be complete, with all major authors listed. It must be clear, interesting to read, technically neat, and professional in appearance. … Funding agencies must have good
3
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba (1985). Naturalistic Inquiry. California: Sage Publication Inc. hal. 225.
131
reasons for funding a study. …It is the responsibility of the proposal writer to provide these reasons.”4 Dengan uraian seperti ini maka tidak rasional jika sebuah proposal penelitian kualitatif ditulis dengan berpedoman kepada karakteristik yang dikemukakan oleh Loncoln & Guba diatas. Pernyataan Lincoln & Guba tersebut harus difahami dalam konteksnya sendiri. Untuk penelitian antropologis/ etnografis yang bersifat eksploratif (grounded research) karakteristik seperti itu sangat relevan. Namun untuk jenis penelitian kualitatif lainnya, terutama ketika penelitian tersebut diharapkan mendapat dukungan finansial dari penyandang dana, proposal yang ditulis dengan karakteristik yang disebutkan Lincoln & Guba tersebut kemungkinan besar tidak akan dipertimbangkan.
Format Proposal Penelitian Kualitatif Tidak ada format yang baku untuk penulisan proposal penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Variasi dan modifikasi format proposal senantiasa muncul pada hampir setiap proposal penelitian meskipun penelitian yang diusulkan tersebut sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Secara umum ketidakseragaman format proposal tergantung kepada beberapa faktor berikut: Jenis penelitian; berbagai jenis penelitian yang ada berdasarkan klasifikasi analisa data (kualitatif dan kuantitatif), tujuan penelitian (exploratif, explanatory, atau verifikatif), orientasi penelitian (teoritis atau praktis) atau berdasarkan klasifikasi lainnya sedikit banyak akan mempengarui format proposal penelitian. Institusi pelaksana penelitian (PT, LSM, Lembaga Riset, dll); proposal penelitian dari institusi pendidikan tinggi dan lembaga penelitian biasanya lebih bernuansa teoritis, konseptual dan formal (baik dalam penjelasannya maupun dari segi tujuan dan manfaat penelitiannya), sementara proposal dari LSM lebih bernuansa praktis, personal dan persuasif. Kualifikasi dan selera peneliti; format proposal skripsi yang ditulis seorang mahasiswa S1 jelas akan berbeda dalam berbagai hal dengan proposal disertasi yang ditulis seorang calon doktor.
4
Morse, Jenice M (1994), “Designing Funded Qualitative Research,” dalam Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln (Eds.) (1994). Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publication, Inc., hal. 226-227.
132
Penyandang dana; penyandang dana seperti Toyota Foundation, Ford Foundation, Asia Foundation, Bread for the World, dll., menyediakan format proposal tersendiri yang tidak mesti sama dengan format proposal lainnya. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan penulis proposal adalah adaptasi format proposal penelitiannya dengan: (1) penyandang dana/ sponsor. Untuk memudahkan penilaian terhadap proposal yang diusulkan, biasanya pihak sponsor telah menyediakan format tersendiri yang harus diikuti oleh setiap pengusul. Dalam banyak kasus, penyandang dana bahkan telah menjelaskan kriteria penilaian mereka terhadap proposal yang masuk. (2) Tujuan, pendekatan dan orientasi penelitian yang diusulkan. Proposal penelitian yang bertujuan untuk merumuskan model intervensi terhadap permasalahan sosial tertentu, atau yang lebih berorientasi pada penyelesaian masalah dari pada kajian konseptual, misalnya, akan memberikan uraian detail tentang output penelitian serta indikator yang dapat dijadikan ukuran ketercapaian setiap output.
Contoh Format Proposal Kualitatif 5 Halaman Judul - Judul lengkap - Nama (para) peneliti, afiliasi, telp, fax, e-mail - Total budget dan tanggal pelaksanaan proyek - Nama dan alamat institusi Halaman Abstrak Tubuh Proposal - Introduction (pendahuluan) - Statement of purposes (tujuan) - Review of literature (kajian pustaka) - Importance of project (kegunaan) - Research question (rumusan masalah) - Metode - Description of setting and participants (gambaran lokasi dan subjek) - Data collection (pengumpulan data) - Procedure for data collection (prosedur pengumpulan data) - Data analysis (analisa data) - Human subject protection - Timeline (schedule for plan of work) Referensi Lampiran - Investigators’ vita (CV peneliti) – tidak lebih dua halaman per orang - Concent forms (Formulir persetujuan) - Interview schedule (jadwal wawancara) - Publications (penelitian sebelumnya yang terkait dengan topik yang diusulkan)6 5
Morse, Jenice M (1994), “Designing Funded Qualitative Research,” dalam Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln (Eds.) (1994). Ibid., hal. 228.
133
ENTRI UMUM PADA RANCANGAN PROPOSAL KUALITATIF 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ada dua kekeliruan yang umumnya terdapat pada entri Latar Belakang Masalah sebuah proposal penelitian kualitatif maupun kuantitatif.7 Pertama, uraian pada beberapa paragraf awal terlalu umum sehingga tidak relevan atau tidak menyentuh permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, uraian tentang misi penciptaan manusia di bumi dalam Latar Belakang Masalah sebuah proposal penelitian dengan topik “Peran Orang Tua dalam Membentuk Kepribadian Anak” terkesan terlalu mengada-ada. Kedua, data aktual tentang besaran masalah yang akan diteliti sangat sedikit, atau bahkan tidak dicantumkan sama sekali, dalam Latar Belakang Masalah. Misalnya, kalimat yang menyatakan ”Perdagangan anak untuk exploitasi seksual merupakan masalah serius” akan terkesan tidak objektif jika tidak diikuti dengan penjelasan detail tentang jumlah kasus yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Kegagalan penulis proposal dalam mengungkapkan gambaran permasalahan yang akan diteliti beserta data terkini yang menunjukkan bahwa permasalahan tersebut masih aktual dan serius menyebabkan ia gagal pula dalam meyakinkan bahwa penelitian tersebut menarik dan penting dilakukan. Padahal, ini lah yang menjadi poin sentral yang harus dikembangkan dalam entri Latar Belakang Masalah. Secara umum, beberapa poin yang harus didiskusikan dalam Latar Belakang Masalah mencakup: Gambaran umum permasalahan What It Should be (Teoritis) dan What It Is (Empiris; Kemukakan data lapangan);
kesenjangan
permasalahan
yang
diantara
keduanya
membutuhkan
menunjukkan
jawaban
adanya
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara metodologis yaitu melalui penelitian. Apa yang telah dilakukan peneliti lain dan bagaimana posisi penelitian yang diusulkan diantara penelitian yang telah ada (konteks penelitian) Mengapa peneliti tertarik meneliti topik tersebut? 6
Empat contoh proposal yang mendapat grant + analisa tentang kebagusannya, dan satu contoh proposal yang ditolak + analisa tentang kekurangannya dapat dilihat di Caplovitz, David (1983). The Stages of Social Research. New York: John Willey & Sons. pp. 19-75. 7 Pada entri Latar Belakang Masalah, tidak ada perbedaan antara propsoal penelitian kualitatif dan kuantitatif.
134
Mengapa peneliti merasa penelitian tentang topik tersebut penting dilakukan: konsekuensi negatif seperti apa yang mungkin muncul jika permasalahan tersebut tidak diteliti? 2. FOKUS DAN PERTANYAAN PENELITIAN Sebuah penelitian tidak mungkin dapat mencakup segala dimensi dari suatu masalah. Keterbatasan waktu, dana dan sumber daya manusia akan membuat sebuah penelitian yang mencoba untuk membahas segalanya sebagai sebuah impossible mission. Oleh karena itu, permasalahan yang secara umum telah dikemukakan dalam Latar Belakang Masalah harus dispesifikasikan dalam entri Fokus Penelitian. Lincoln & Guba8 menyebutkan ada dua tujuan penulisan fokus penelitian. Pertama, untuk memjelaskan cakupan penelitian. Cakupan penelitian yang dimaksud dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori: (1) ruang lingkup persoalan yang akan diteliti; (2) ruang lingkup subjek penelitian, dan (3) ruang lingkup wilayah/ lokasi penelitian. Kedua, untuk menentukan kriteria data yang akan dikumpulkan (inclusion-exclusion criteria), karena banyak data menarik yang mungkin ditemukan selama proses penelitian tapi tidak relevan dengan fokus masalah yang sedang diteliti. Fokus permasalahan selanjutnya dinyatakan secara lebih tegas di dalam kalimat pertanyaan. Dua atau tiga pertanyaan biasanya sudah memadai untuk mengungkapkan secara spesifik tentang permasalahan apa yang persisnya ingin dijawab melalui penelitian yang diusulkan. Jenis pertanyaan serta jumlah pertanyaan yang diajukan akan berpengaruh terhadap elemen proposal pada bagian selanjutnya (misalnya metode pengumpulan data dan tehnis analisis data). Tuckman9 memberikan dua prinsip dalam merumuskan pertanyaan penelitian. Pertama, pertanyaan tersebut harus memungkinkan pengumpulan data empiris dalam kurun waktu yang ditetapkan dalam proposal atau dalam batasan waktu yang diberikan penyandang dana. Pertanyaan seperti “Apakah hidup sendirian dalam waktu yang sangat lama mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang?” akan
sangat
merepotkan
peneliti
dalam
mengumpulkan
data
empiris
penelitiannya. Kedua, pertanyaan yang diajukan tidak menunjukkan posisi moral 8
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba (1985). Naturalistic Inquiry. California: Sage Publication Inc., hal. 226-228. 9
Tuckman, Bruce W. (1972) Conducting Educational Research. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc., hal. 22.
135
atau etika (value judgement). Misalnya: “Bagaimana sebaiknya mengajar di perguruan
tinggi?”
Kata-kata
sebaiknya
dalam
rumusan
masalah
ini
menunjukkan adanya penilaian baik-buruk terhadap objek yang akan diteliti, sementara penelitian harus bersifat non-judgemental. 3. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian dituliskan sejalan dengan pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada bagian diatas. Apakah tujuan tersebut akan bersifat eksploratif, deskriptif, atau eksplanatory akan sangat tergantung dari rumusan pertanyaan sebelumnya. Oleh karena itu, sebagian format proposal hanya mencantumkan salah satunya (pertanyaan penelitian atau tujuan penelitian), karena pada kenyataannya sering kali pernyataan tujuan penelitian hanya merupakan perulangan dari pertanyaan penelitian. Perbedaannya terletak hanya pada struktur kalimat yang digunakan: permasalahan penelitian diungkapkan dalam bentuk pertanyaan, sementara tujuan penelitian diungkapkan dalam bentuk pernyataan. 4. KEGUNAAN PENELITIAN Ada perbedaan yang jelas antara kegunaan penelitian dengan tujuan penelitian. Tujuan penelitian adalah sesuatu yang ingin dicapai melalui proses pengumpulan dan analisa data, dan merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang dicantumkan dalam Rumusan Masalah. Manfaat penelitian adalah kontribusi yang ditawarkan dari temuan penelitian. Yang harus dipertanyakan dalam entri ini adalah siapa saja yang berkepentingan dengan temuan penelitian tersebut? Siapa yang akan mendapatkan manfaat dari hasil penelitian tersebut dan apa bentuk manfaat yang akan mereka peroleh? Sejalan dengan dua orientasi yang ada dalam penelitian (teoritis dan penyelesaian masalah), manfaat penelitian juga dapat dikategorikan kedalam dua dimensi: teoritis/ konseptual dan praktis/ penyelesaian masalah. Penelitian yang berdimensi praktis tidak bisa dipaksakan untuk memberikan kontribusi teoritis, misalnya untuk mengembangkan atau membantah sebuah teori. Secara lebih rinci, pada entri Manfaat Penelitian peneliti harus memberikan penjelasan yang realistis tentang apa kontribusi penelitian tersebut terhadap: ilmu pengetahuan (Mengembangkan konsep? Menguji teori? Menegaskan generalisasi?) 136
pembuat kebijakan (Masukan apa yang dapat diberikan penelitian ini kepada policy
maker
untuk
menghasilkan
kebijakan
yang
lebih
dapat
dipertanggungjawabkan?; bagaimana temuan penelitian ini dapat dijadikan dasar perumusan kebijakan?) praktisi (informasi apa yang dapat diberikan penelitian ini dlm kaitannya dengan upaya pemecahan masalah tertentu? Mengapa praktisi memerlukan informasi yang akan ditemukan penelitian ini?10
5. TELAAH LITERATUR Hampir setiap fenomena dan permasalahan yang muncul sekarang ini telah pernah menjadi kajian peneliti, dan kemungkinan besar berbagai teori yang relevan telah dikemukakan dan dikembangkan untuk menjelaskannya. Oleh karena itu, pernyataan calon peneliti tentang orisinalitas penelitian yang ia usulkan, atau klaim bahwa belum ada teori yang dapat menjelaskan fenomena tertentu bisa menjadi indikasi kenaifan calon peneliti tentang topik yang akan diteliti. Review dan diskusi tentang penelitian relevan yang pernah dilakukan serta teori yang dapat menjelaskan fenomena yang akan diteliti diuraikan dalam entri Telaah Literatur (Review of Related Literature). Dalam sebuah proposal penelitian, telaah literatur memiliki empat fungsi utama: (1) menunjukkan adanya asumsi yang mendasari pertanyaan penelitian; (2) membuktikan bahwa peneliti memiliki pengetahuan tentang penelitian terkait serta tradisi intelektual seputar topik yang akan dibahas yang dapat mendukung penelitian tersebut; (3) menunjukkan bahwa peneliti telah mengidentifikasi adanya sisi yang kurang disentuh dalam penelitian terdahulu; dan (4) membantu dalam merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesa.11 Oleh karena itu, pada entri ini peneliti harus menjawab beberapa pertanyaan seperti: Apa yang telah dikatakan peneliti lain tentang topik ini? Teori apa yang berkaitan dengan topik ini dan apa penjelasan teori-teori tersebut tentang topik ini? Penelitian apa yang pernah dilakukan sebelumnya dan apa temuan penelitian tersebut? Apakah temuan tersebut konsisten atau berbeda? Jika berbeda, dimana perbedaannya dan mengapa itu terjadi? Apa kritikan yang dapat dikemukakan terhadap penelitian terdahulu? Bagaimana posisi penelitian yang diusulkan ini dalam konteks penelitian terkait yang pernah dilakukan? 10
Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman (1989). Opcit., hal. 31.
11
Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman (1989). Ibid., hal. 34-35.
137
6. METODE PENELITIAN Penjelasan tentang metode penelitian merupakan suatu keniscayaan dalam sebuah proposal penelitian. Tidak akan ada proposal penelitian tanpa uraian metodologis tentang bagaimana dan dimana penelitian tersebut dilakukan, dari mana data diperoleh, siapa yang dilibatkan, serta prosedur seperti apa yang dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yang disebutkan pada bagian proposal sebelumnya. Sayangnya, banyak peneliti yang gagal mengkomunikasikan hal ini secara jelas, sistematis dan logis dalam proposal penelitian yang diusulkan. Kelemahan ini biasanya lebih nyata terlihat ketika tim penilai ingin mendapatkan penjelasan, justifikasi atau alasan, misalnya, mengapa penelitian yang diusulkan menggunakan pendekatan tertentu, mengapa tidak menggunakan pendekatan yang lain; mengapa menggunakan tehnik pengumpulan data tertentu dan mengapa tidak dengan tehnik yang lain.
Kesesuaian metode yang digunakan dengan sifat permasalahan yang
dirumuskan merupakan suatu keharusan. Bagi tim penilai, kegagalan peneliti dalam mengkomunikasikan hal ini dalam proposal penelitiannya menunjukkan bahwa peneliti tidak memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian tersebut, dan ini sekaligus dapat menjadi alasan utama penolakan proposal penelitian yang diusulkan. Setidaknya ada empat hal yang harus dijelaskan dalam proposal penelitian berkaitan dengan metode: pendekatan (approach), lokasi penelitian (setting) dan sumber data (subjek dan informan), dan tehnik pengumpulan data. Makalah ini mendiskusikan masing-masing poin ini dan bagaimana poin tersebut dijelaskan dalam sebuah proposal penelitian kualitatif.
6.1 Pendekatan Pada bagian ini, peneliti harus memberikan justifikasi mengapa pendekatan kualitatif dianggap paling tepat untuk mencari jawaban terhadap permasalahan penelitian. Cara paling tepat untuk melakukan hal ini adalah dengan menjelaskan kelebihan pendekatan kualitatif sesuai dengan pertanyaan penelitian yang diajukan. Marshall & Rossman12 menyebutkan beberapa keadaan dimana pendekatan kualitatif lebih tepat digunakan. Lima diantaranya adalah:
12
Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman (1989). Op.cit., hal. 46.
138
Penelitian yang tidak dapat dilakukan secara eksperimen karena pertimbangan praktis dan etis Penelitian yang meyelami kedalaman compleksitas dan proses Penelitian dimana variabel terkait belum teridentifikasi Penelitian yang mencari jawaban dimana dan mengapa kebijakan tertentu tidak berfungsi Penelitian terhadap masyarakat yang belum diketahui atau terhadap sistim pembaruan
Dengan mengutip pendapat Williams,13 Sanafiah Faisal juga mencantumkan jenisjenis tujuan penelitian yang lebih tepat dicapai dengan pendekatan kualitatif:
Memahami makna yang mendasari tingkah laku partisipan Mendeskripsikan latar dan interaksi yang kompleks Mengindentifikasi informasi baru Memahami keadaan yang terbatas jumlahnya dengan fokus yang mendalam dan rinci Mendeskripsikan fenomena guna melahirkan suatu teori Mempersoalkan variabel menurut pandangan dan defenisi partisipan Menghendaki deskripsi dan konklusi yang kaya tentang konteks Terfokus pada interaksi manusia dan proses yang dilakukan
Proses (process), pemaknaan (meaning making) dan pemahaman (verstehen/ understanding) merupakan tiga hal penting mengapa penelitian harus dilakukan secara kualitatif. 6.2 Setting dan Sumber Data Setting adalah tempat, latar atau situasi dimana penelitian kualitatif dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data lapangan harus dilakukan dari latar alamiah tanpa intervensi dari peneliti baik dalam bentuk rekayasa, eksperimentasi atau pengkondisian tertentu. Pengumpulan data tentang kehidupan gelandangan, misalnya, akan dilakukan di emperan toko, di bawah kolong jembatan, di daerah pinggiran rel kereta api atau di mana gelandangan biasa berada dalam kesehariannya. Proses pengumpulan data seperti ini jelas lebih menantang, dinamis dan membutuhkan keahlian husus yang bersifat praktis. Peneliti kualitatif dituntut untuk mampu berbaur dengan komunitas yang ia teliti, berkomunikasi dalam bahasa mereka, dan berpenampilan seperti mereka. Dalam proposal kualitatif, peneliti harus menggambarkan dalam setting sosial seperti apa penelitian tersebut akan dilakukan dan mengapa data harus digali dari setting alamiahnya.
13
Williams, David C. (1988). Naturalistic Inquiry Materials. Bandung: FPS IKIP, sebagaimana disebutkan dalam Faisal, Sanafiah (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang: YA3, hal. 22.
139
Penjelasan tentang setting terkait dengan subjek (pelaku) dan informan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, subjek (pelaku) adalah seseorang yang menjadi objek pengamatan dalam suatu setting alamiah,14 sementara informan adalah siapa saja yang dapat memberikan keterangan atau data berkaitan dengan topik yang sedang diteliti. Pada umumnya, seorang subjek dapat sekaligus berperan sebagai informan dalam sebuah penelitian kualitatif. Pemilihan informan didasarkan atas kompetensi mereka dan bukan atas representativeness (keterwakilan).15 Oleh karena itu, kepedulian peneliti kualitatif bukan pada banyaknya jumlah informan tapi pada kapasitas informan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan. Dua orang penduduk desa yang terlibat langsung dengan permasalahan yang diteliti, memahami realitas yang ada serta dapat mengkomunikasikannya dengan peneliti akan lebih berharga dari pada 20 orang lain yang tinggal di desa yang sama tapi tidak dapat diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan. Keadaan inilah yang menyebabkan mengapa penelitian kualitatif tidak lazim menggunakan tehnik probability sampling seperti random sampling, dimana setiap individu yang ada dilokasi penelitian berkesempatan untuk dijadikan unit analisa. Sebaliknya, penelitian kualitatif biasanya menggunakan non probability sampling seperti purposive sampling dan snowball sampling.16 Dengan tehnik sampling seperti ini, peneliti tidak mempermasalahkan apakah jumlah sample yang diambil telah mewakili jumlah populasi penelitian. Kepedulian peneliti adalah pada siapa yang paling mungkin memberikan data dan apakah data yang mereka berikan sudah memadai atau belum untuk menjelaskan permasalahan yang sedang diteliti.
14
Spradley, James P (1997). Metode Etnografi. Terj oleh Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: PT Tiara Wacana, hal. 44. 15
Bernard, H. Russell (1995). Research Methods in Anthropology: Qualitative and Quantitative Approaches. Walnut Creek: AltaMira Press, hal. 165. 16
Babbie, Earl (1998). The Practice of Social Research. California: Wadsworth Publishing Company, hal. 194-196.
140
6.3 Instrumen Pengumpulan Data Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrument.17 Berbeda dengan penelitian kuantitatif dimana data yang akan diperoleh lebih tergantung kepada daftar pertanyaan yang telah dirancang dan dibatasi sedemikian rupa - dan daftar pertanyaan tersebut bisa saja disampaikan ke responden melalui kurir, post atau telefon - dalam penelitian kualitatif kepiawaian seorang peneliti lapangan lah yang menentukan keberhasilan proses pengumpulan data. Sejalan dengan pandangan human-as-instrument ini, metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif merupakan perpanjangan dari kegiatan yang lazim dilakukan manusia dalam kesehariannya seperti membaca, melihat, mendengar, berbicara, dst. Dalam bahasa metodologis, kegiatan seperti ini disebut observasi dan interviu. Kedua jenis metode ini merupakan aktifitas utama yang pada umumnya dilakukan peneliti dalam proses pengumpulan data kualitatif. 6.3.a Observasi Dalam konteks penelitian, observasi dimaksudkan sebagai kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terencana untuk menggambarkan kejadian, perilaku, dan benda artifak yang ada di setting penelitian yang diteliti. Kegiatan ini menuntut peneliti untuk turun langsung ke lapangan penelitian, berinteraksi dengan komunitas yang diteliti, dan mungkin terlibat langsung dalam kegiatan yang mereka lakukan. Yang terakhir ini tergantung kepada jenis observasi yang diterapkan peneliti. Berdasarkan tingkat keterlibatan peneliti dalam observasi yang dilakukan, observasi dapat dikategorikan kedalam dua kelompok: observasi tidak terlibat (non participant observation), observasi terlibat (participant observation); dan berdasarkan tingkat kerahasiaan pelaksanaannya, observasi terbagi kedalam dua kelompok lain yaitu observasi terang-terangan (obstrusive observation) dan observasi tersamar (unobtrusive observation). Observasi dapat juga dibedakan menurut tahapan pelaksanaannya: observasi deskriptif (descriptive observation), observasi terarah (focused observation), dan observasi terseleksi (selected observation).18
17
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba (1985). Op.cit., hal. 199.
18
Penjelasan detail tentang masing-masing jenis observasi ini dapat dilihat di berbagai sumber, misalnya Faisal, Sanafiah (1990). Op.cit., hal. 77-81; Bernard, H. Russell (1995). Op.cit., hal. 136-164, dan 310-331; dan Bodgan, Robert & Steven J. Taylor (1975). Introduction to Qualitative Research
141
6.3.b Interviu Berdasarkan garis kontinum yang menggambarkan tingkat kontrol peneliti terhadap jawaban informan, interviu dapat dikelompokkan kedalam empat jenis19: 1. Wawancara informal (Informal interviewing); interviu seperti ini biasanya terjadi masa-masa awal kehadiran peneliti di lokasi penelitian untuk menciptakan rapport (hubungan dekat, kesan simpatik) dengan informan, atau pada saat peneliti ingin mencari topik menarik yang sebelumnya mungkin terlewatkan. 2. Wawancara tidak terstruktur (Unstructured interviewing); berbeda dengan wawancara informal yang merupakan obrolan bebas yang tidak terencana dengan baik dan tanpa tujuan yang tegas, wawancara tidak terstruktur merupakan “perbincangan bertujuan,” memiliki perencanaan dan target yang jelas, meskipun dalam prakteknya peneliti tidak perlu membawa interview guide, dan tidak terkesan mengontrol jawaban yang diberikan informan. 3. Wawancara semi-terstruktur (Semistructured interviewing); tehnik ini grey zone (jalan tengah) antara wawancara tidak terstruktur dengan wawancara terstruktur. Cara seperti ini digunakan ketika peneliti ingin mengontrol informasi apa yang ingin ia peroleh dari informan tetapi tetap memberikan peluang kepada informan untuk berbicara dengan caranya sendiri. 4. Wawancara terstruktur (Structured interviewing); tehnik ini tidak populer dalam penelitian kualitatif karena bentuknya persis sama dengan kuesioner. Perbedaan antara keduanya adalah: kuesioner diisi oleh responden, sementara pertanyaan terstruktur dibacakan oleh peneliti. 6.3.c Diskusi Kelompok Terfokus (Focused Group Discussion/ FGD)20 Karakteristik FGD:
Digunakan dalam penelitian kualitatif Peserta berjumlah 6-12 dalam setiap kelompok/sesi (idealnya 8 orang)
Methods: A Phenomenological Approach to Social Sciences. New York: John Willey & Sons, hal 4176. 19
Bernard, H. Russell (1995). Opcit., hal. 208-255.
20
Poin yang disebutkan dibawah ini disarikan dari Bernard, H. Russell (1995). Op.cit., hal. 224-229; Bungin, Burhan (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa; dan Singarimbun, Masri (1987). “Fokus Group Research”. Catatan ceramah Lokakarya Kelangsungan Hidup Anak. Yogyakarta: PPK UGM, 14-26 September 1987.
142
Peserta setiap kelompok bersifat homogen (umur, jenis kelamin, status sosial, agama – tergantung kepentingan) Peserta adalah orang yang secara pribadi terlibat dalam fokus masalah, dan sebaiknya belum saling kenal satu sama lain Informasi yang diperoleh adalah informasi kelompok, sikap kelompok, pendapat kelompok dan keputusan kelompok Diskusi berjalan secara informal Setiap sesi berlangsung antara 90-120 menit Moderator adalah peneliti Diskusi biasanya direkam dengan tape recorder atau mini recorder, kemudian ditranskrip secara lengkap (disertai catatan tambahan dari moderator tentang konteks pembicaraan, jika ada)
Keunggulan:
Dalam waktu yang singkat dapat memperoleh data bervariasi Memungkinkan terjadinya koreksi informasi Kebenaran informasi tidak bersifat subjektif, tapi intersubjektif Memungkinkan terungkapnya hal-hal baru yang belum terpikirkan sebelumnya Memungkinkan menggali data etnografis yang kaya Dapat membantu peneliti dalam penyusunan/modifikasi angket atau interview guide (jika diperlukan) Efektif untuk penelitian tentang issu yang sedang trend atau topik yang belum banyak diketahui
Desain Diskusi Kelompok Terfokus: 1. Persiapan & pendahuluan
Tempat diskusi, posisi peserta, recorder, dan label nama peserta Sambutan singkat, dilanjutkan dengan penjelasan tentang tujuan pertemuan, topik yang akan dibahas, waktu, keuntungan bagi peserta, dan mekanisme diskusi (peran moderator dan peran partisipan)
2. Pertanyaan dan diskusi
Peserta (atau moderator) menyebutkan namanya sebelum bicara (untuk memudahkan penulisan transkrip) Diskusi lebih banyak berlangsung antara peserta, bukan antara peserta dengan moderator (group interview) “Don’t lead too much and don’t put words in people’s mouths” Peserta didorong mengungkapkan kesepakatan/ketidaksepakatan-nya dengan pendapat peserta lain Moderator membuat ringkasan tentang hasil diskusi pada setiap akhir diskusi mengenai satu topik 3. Penutup (Ucapan terima kasih kepada para peserta)
Pada entri Instrumen Pengumpulan Data pada proposal penelitian kualitatif, peneliti harus menjelaskan empat hal penting: 143
1. Jenis instrumen apa saja yang akan digunakan. Jika observasi sebagai salah satu alternatif, peneliti harus menjelaskan observasi jenis apa saja yang akan digunakan. 2. Mengapa harus menggunakan instrumen tersebut. Pemilihan instrumen tertentu bukan sebuah faktor kebetulan. Oleh karena itu, peneliti bertanggung jawab untuk memberikan alasan yang logis mengapa jenis instrumen tertentu harus digunakan dalam proses pengumpulan data. 3. Siapa yang akan dilibatkan dalam penggunaan instrumen tertentu. Ini berkaitan dengan subjek dan informan penelitian. Andai FGD merupakan salah satu instrumen yang akan digunakan, peneliti harus menjelaskan berapa sesi FGD akan dilakukan, berapa orang dalam tiap sesi, siapa peserta pada masing-masing sesi, dan mengapa mereka yang direkrut. 4. Data apa yang ingin diperoleh dari penggunaan instrumen tertentu. Beberapa instrumen mungkin digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian yang sama, tapi sangat mungkin juga setiap instrumen digunakan untuk mengumpulkan data spesifik berkaitan dengan pertanyaan penelitian tertentu. Ini harus dikomunikasikan dengan jelas di dalam proposal.
7. ANALISA DATA “Within the naturalistic paradigm … data are not viewed as given by nature but as stemming from an interaction between the inquirer and the data sources (human and nonhuman). Data are, so to speak, the constructions offered by or in the sources; data analysis leads to a reconstruction of those constructions.”21 Analisa data adalah tehnik yang dapat digunakan untuk memaknai dan mendapatkan pemahaman dari ratusan atau bahkan ribuan halaman kalimat atau gambaran perilaku yang terdapat dalam catatan lapangan.22
21 22
Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba (1985). Opcit., hal. 332. Bodgan, Robert & Steven J. Taylor (1975). Opcit., hal. 79.
144
Siklus analisis data kualitatif menurut Miles & Huberman23:
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Prosedur analisa data menurut Marshall & Rossmann24: 1. Mengorganisasi data 2. Membuat kategori, tema dan pola 3. Menguji „hipotesa‟ yang muncul dengan data 4. Menulis laporan
Reduksi data & Interpretasi
Analisa data kualitatif menurut Spradley25: 1. Analisis domain 2. Analisis taksonomi 3. Analisis komponensial 4. Analisis tema budaya
8. PENJAMINAN KEABSAHAN DATA Permasalahan: 1. Bagaimana meyakinkan penilai bahwa temuan penelitian adalah benar? 2. Bagaimana meyakinkan penilai bahwa temuan penelitian tersebut dapat diterapkan dalam konteks yang lain? 3. Bagaimana meyakinkan penilai bahwa jika penelitian tersebut diulang kembali akan menghasilkan temuan dan kesimpulan yang sama? 4. Bagaimana meyakinkan penilai bahwa temuan penelitian adalah berdasarkan apa yang ditemukan di lapangan dan bukan karena bias, motivasi, kepentingan dan perspektif peneliti? Strategi: 1. Kredibilitas a. memperpanjang keterlibatan di lapangan penelitian b. melakukan pengamatan terfokus c. triangulasi (sumber, metode, peneliti, teori) 23
Miles, M.B. & A.M. Huberman (1984) Qualitative Data Analysis: A source book for new methods. Beverly Hills CA: Sage Publication Inc 24 Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman (1989). Op.cit., hal.114-115. 25 Spradley, James P (1997). Op.cit.
145
2. Transferabilitas – thick description 3. Dependabilitas – penjelasan tentang adanya perubahan metode 4. Konfirmabilitas – audit kesesuaian analisa dengan data mentah, audit interpretasi dengan informan/ subjek (Lincoln & Guba, 1985)
Concluding Remark Ibarat seorang salesman, penulis proposal dituntut mampu menunjukkan bahwa rencana penelitian tersebut memiliki selling point. Justifikasi yang lugas, tujuan yang tegas, manfaat jelas, metode yang tepat dan prosedur yang sistematis merupakan syarat mutlak. Calon pembeli, dalam hal ini penyandang dana, tidak akan bertindak bodoh mendanai penelitian yang tidak terencana dengan baik, yang tidak memiliki tujuan dan manfaat yang jelas, yang tidak akan menimbulkan kerugian apapun andaikan penelitian tersebut tidak dilaksanakan. Berbeda dengan pendapat sebagian orang bahwa proposal penelitian kualitatif bersifat sederhana dan tentatif, saya melihat penulisan proposal kualitatif sebagai proses membangun argumentasi untuk meyakinkan penilai proposal bahwa penelitian yang diusulkan tersebut bernilai dan menarik dan bahwa peneliti memiliki kapasitas untuk menyelesaikan penelitian tersebut dengan sukses.
PUSTAKA ACUAN Babbie, Earl (1998). The Practice of Social Research. California: Wadsworth Publishing Company Bernard, H. Russell (1995). Research Methods in Anthropology: Qualitative and Quantitative Approaches. Walnut Creek: AltaMira Press Bodgan, Robert & Steven J. Taylor (1975). Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to Social Sciences. New York: John Willey & Sons Bodgan, Robert & Steven J. Taylor (1993). Kualitatif: Dasar-Dasar Penelitian. Terj. Oleh A. Khozin Afandi. Surabaya: Usana Offset Printing Brannen, Julia (Ed.) (1992). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research. Alsershot: Avebury Caplovitz, David (1983). The Stages of Social Research. New York: John Willey & Sons Crabtree, Benjamin F & William L. Miller (Eds.) (1992). Doing Qualitative Research. California: Sage Publication, Inc. Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln (Eds.) (1994). Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publication, Inc. Faisal, Sanafiah (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang: YA3 Firman, M.S. (1997). Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Padang 146
Fraenkel, Jack R. & Norman E. Wallen (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw-Hill Inc. Hamel, Jacques, et.al. (1993). Case Study Methods. California: Sage Publication Inc. Koentjaraningrat (1983). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Lincoln, Yvonna S. & Egon G. Guba (1985). Naturalistic Inquiry. California: Sage Publication Inc. Marshall, Catherine & Gretchen B. Rossman (1989). Designing Qualitative Research. California: Sage Publication Inc. Miles, M.B. & A.M. Huberman (1984) Qualitative Data Analysis: A source book for new methods. Beverly Hills CA: Sage Publication Inc. Morse, Jenice M (1994). “Designing Funded Qualitative Research,” dalam Denzin, Norman K & Yvonna S. Lincoln (Eds.) (1994). Handbook of Qualitative Research. California: Sage Publication, Inc. Mulyana, Deddy (2001). Methodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Patton, Michael Quinn (1990). Qualitative Evaluation and Research Methods. California: Sage Publication Inc. Poerwandari, E. Kristi (1998). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia Spradley, James P (1997). Metode Etnografi. Terj oleh Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Sternberg, David (1981). How to Complete and Survive a Doctoral Dissertation. New York: St. Martin‟s Press
147