PROPOSAL PENELITIAN
DETERMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI DAERAH PEDESAAN (STUDI DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG)
KERJASAMA DINAS KESEHATAN JAWA TENGAH DENGAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG 2013
1
DAFTAR ISI Daftar Isi ……………………………………………………………………..
2
Daftar Tabel ………………………………………………………………….
3
Daftar Gambar ……………………………………………………………….
4
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...
5
A. Latar Belakang Dan Permasalahan ………………………………….
5
B. Tujuan Khusus ……………………………………………………….
6
C. Urgensi Penelitian ……………………………………………………
7
D. Lingkup Penelitian…….. ……………………………………............
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………
8
A. Penyakit Tuberkulosis ……………………………………………….
8
B. Penularan dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis ………………....
8
C. Diagnosis Tuberkulosis ………………………………………………
9
D. Program Penanggulangan Tuberkulosis… …………………………..
12
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………...
14
A. Alur Penelitian ……………………………………………………….
14
B. Populasi dan Sampel …………………………………………………
14
C. Rancangan Penelitian ………………………………………………..
15
D. Pengumpulan Data ………………………………………………… ..
16
E. Penyajian dan Analisa data …………………………………………..
16
F. Jadwal Pelaksanaan …………………………………………………..
17
Daftar Pustaka ………………………………………………………………… Lampiran-Lampiran
2
18
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………………………………………..
3
17
DAFTAR GAMBAR
Bagan 1. Alur Penelitian ……………………………………………………
4
14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dan Permasalahan Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis (WHO, 2000). Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28% (Depkes RI, 1997). Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 (data 2010) angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positip sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari (WHO. 2011). Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect (tersangka) masih jauh dari target. Sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan suspect hanya berkisar 53%. Angka tersebut sangat jauh dari target sehingga diperkirakan penularan penyakit tuberkulosis akan semakin meluas (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010). Jumlah penderita tuberkulosis di Puskesmas Mijen tahun 2010 dari triwulan pertama berjumlah 8 penderita, triwulan ke dua berjumlah 11, triwulan ke tiga berjumlah 31 penderita dan triwulan ke empat berjumlah 9 penderita. Sedangkan pada tahun 2011 pada triwulan pertama terdapat 20 penderita. Kumulatif penderita dari triwulan pertama sampai triwulan ke empat tahun 2010 dan triwulan pertama 5
tahun 2011 berjumlah 61 penderita sehingga mengindikasikan penyakit ini perlu penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita yang cukup besar Menurut HL. Blum, faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: lingkungan (mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing – masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan
juga
mempengaruhi
perilaku,
dan
perilaku
sebaliknya
juga
mempengaruhi lingkungan. Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik penderita Tb paru di kecamatan Mijen? 2. Bagaimana gambaran lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru di kecamatan Mijen? 3. Bagaimana gambaran praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru di kecamatan Mijen? 4. Bagaimana peran keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan dalam upaya penanggulangan TB paru di Kecamatan Mijen?
B. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan karakteristik penderita Tb paru meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status gizi, dan status ekonomi. 2. Mendeskripsikan lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru yang meliputi kepadatan penghuni, pencahayaan, ventilasi, dan jenis lantai. 3. Mendeskripsikan praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru. 4. Mendeskripsikan peran keluarga penderita Tb paru dalam pencegahan dan penanggulangan Tb paru. 5. Mendeskripsikan
peran
tokoh
masyarakat
dalam
pencegahan
dan
kesehatan
dalam
pencegahan
dan
penanggulangan Tb paru. 6. Mendeskripsikan
peran
petugas
penanggulangan Tb paru.
6
C. Urgensi Penelitian Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam kajian penyakit TB Paru di daerah pedesaan. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan dilakukan untuk pencegahan dan penguatan program penanggulangan Tb paru khususnya di daerah pedesaan.
D. Lingkup Penelitian 1. Lingkup Materi Penelitian tentang determinasi penyakit Tb paru ini akan dibatasi pada karakteristik individu, perilaku pencegahan penularan dan pengobatan, serta kondisi lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru. Selain itu juga peran keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas dalam penanggulangan Tb paru 2. Lingkup Metode Metode yang akan digunakan adalah eksploratif dengan pendekatan kualitatif. 3. Lingkup Sasaran Sasarn penelitian adalah penderita Tb paru, lingkungan tempat tinggal, keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. 4. Lingkup Lokasi Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Mijen Kota Semarang. 5. Lingkup Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan, April – Mei 2013
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat memasuki tubuh barsama butir-butir debu atau percikan dahak (Droplet) yang menyebar keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999). Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali diwarnai, tetapi sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan baik sekali dan tidak dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang ada di dinding selnya yang menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini dapat diatasi bila digunakan zat warna yang melunturkan lilin sambil dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai kuman ini lazimnya digunakan zat warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat dormant (tertidur/ tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996).
B.
Penularan dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah sembarangan. Selain itu, kebersihan lingkungan juga dapat mempengaruhi penyebaran virus. Misalnya, rumah yang kurang baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya virus (Singh MM. 1999). Oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut. Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan
8
perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru. Bila penderita baru pertama kali tertular kuman tuberkulosis terjadi suatu proses dalam paru-parunya yang disebut infeksi primer. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler bronkus dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembangbiak dengan pembelahan diri di paru-paru yang berakibat peradangan di dalam paru-paru. Terjadi sel eksudasi dari sel karena proses dimakannya kuman tuberkulosis oleh sel makrofag. Lesi dapat terjadi pada kelenjar limfe yang disebabkan lepasnya kuman pada saluran limfe, saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut komplek primer (Crevel RV, et al. 2001). Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besar respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis, meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi yaitu waktu yang di perlukan mulai terinfeksi kuman tuberkulosis sampai dengan timbulnya gejala penyakit, diperkirakan 6 bulan. Proses pemusnahan kuman tuberkulosis oleh sel makrofag menimbulkan kekebalan spesifik terhadap kuman
tuberkulosis.
Memperhatikan
proses
patofisiologi
tersebut
maka
dibutuhkan suatu standar deteksi dini bagi
C. Diagnosis Tuberkulosis Diagnosa tuberkulosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologist dan tes tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999). 1. Anamnesa Penderita biasanya mengeluh batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih, dahak bercampur darah, rasa nyeri dada dan sesak nafas. 9
2. Gejala klinis penyakit tuberkulosis Gejala klinis pada penderita tuberkulosis adalah wajah tampak pucat, batuk berdahak, badan lemah, berat badan turun, badan berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, malaise, suhu badan sedikit meningkat siang atau sore hari yang berlangsung selama empat minggu. 5. Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosa yang paling pasti untuk penyakit tuberkulosis adalah dengan cara mengisolasi kumannya. Bahan spesimen dapat berupa dahak segar, cairan lambung, urine, cairan pleura, cairan otak, cairan sendi dan biopsi (Crevel RV, et al. 2001). Pemeriksaan mikroskopis
bahan
dilakukan
sampel
dengan
dahak
penderita
menggunakan
tersangka
pewarna
Ziel
secara Neelsen.
Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis adalah cara termudah, tercepat dan termurah. Konfirmasi bakteriologis tidak mungkin dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis primer karena kuman tuberkulosis belum ada dalam dahak penderita. Pada tuberkulosis milier sulit dilakukan konfirmasi bakteriologis tetapi dapat dilakukan dengan cara usap tenggorokan sedangkan pada tuberkulosis pasca primer. Hal ini merupakan salah satu upaya yang penting untuk konfirmasi diagnosis (Kresno SB. 2001). 4. Pemeriksaan Radiologis Apabila dari tiga kali pemeriksaan dahak hasilnya negatif sedangkan secara klinis mendukung sebagai tersangka penderita tuberkulosis, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (Kresno SB. 2001). 5. Tes Tuberkulin Pada tes tuberkulin diagnosis ditegakkan dengan melihat luasnya daerah indurasi pada kulit tetapi saat ini di Indonesia, tes tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis tuberkulin pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis karena tingginya prevalensi tuberkulosis. Hasil tes tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang dites pernah terpapar dengan kuman tuberkulosis dan tes bisa negatif meskipun orang tersebut menderita penyakit tuberkulosis,
10
misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, tuberkulosis milier dan morbili (Yoga. Tjandra. 1999). 6. Interferon Gamma Interferon merupakan sekelompok sitokin yang berfungsi sebagai kurir (pembawa berita) antar sel. Interferon dilepaskan berbagai macam sel bila distimulasi oleh berbagai macam penyebab seperti polinukleotida, beberapa sitokin lain serta ekstrak virus, jamur dan bakteri. Berdasarkan sifatnya terhadap antigen, IFN manusia terbagi menjadi 3 tipe utama yaitu a (diproduksi lekosit), b (diproduksi fibroblas) dan g (diproduksi limfosit T). Interferon a dan b struktur dan fungsinya mirip selanjutnya disebut interferon tipe I. Interferon g mempunyai reseptor berbeda dan secara fungsional berbeda dengan IFN a dan b selanjutnya disebut IFN tipe II (Duggan DB. 1994). IFN-ɤ diketahui menjadi inhibitor antara replikasi virus dan regulasi fungsi ketahanan tubuh (immunological).
Mempengaruhi tingkat produksi antibody oleh sel B,
peningkatan regulasi tingkat I dan II MHC kompleks antigen dan peningkatan efisiensi fungsi sel makrofag terhadap parasit. (Paludan S. et all, 2001). Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul tersebut diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC kelas I atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida dipresentasikan bersama molekul MHC kelas I kepada sel T CD8⁺, sedangkan MHC kelas II kepada sel T CD4⁺. Sel Th CD4⁺ yang telah mengenal peptida tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda berdasarkan konsep proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi mikroorganisme tertentu mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi dengan mikobakterium tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari pada Th2. Namun dalam perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2 dapat saling bergeser (switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya keparahan penyakit, pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe Th1 menghasilkan pola produksi sitokin antara lain IFN-ɤ, sedangkan fenotipe Th2 menghasilkan sitokin antara lain IL-4. Pada penelitian ini dikaitkan dengan kesembuhan dalam pengobatan dengan strategi DOTS selama 2 bulan awal (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001). 11
Hubungan produksi atau kadar sitokin di dalam serum dengan pengobatan telah banyak diteliti, di Indonesia telah diteliti di Yogyakarta dengan hasil produksi IFN-ɤ pada PBMC penderita TBC paru aktif yang distimulasi dengan PPD dan mikobakterium sonicate jauh lebih rendah dibanding kontrol sehat dan penyakit paru non tuberkulosis. Tidak terdapat perbedaan pada stimulasi dengan PHA, hal ini menunjukkan penderita tuberkulosis mempunyai defisiensi yang sifatnya spesifik dalam kapasitasnya memproduksi IFN-ɤ. Ditemukan produksi IL-13 tidak terdapat perbedaan dengan kontrol. Pada evaluasi terhadap penderita dengan pengobatan strategi DOTS didapatkan produksi IFN-ɤ
yang rendah sebelum terapi, menjadi
normal secara cepat setelah pengobatan, sejalan dengan perkembangan penyakit secara klinis, tetapi tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada produksi IL-13 (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001).
D. Program Penanggulangan Tuberkulosis (Depkes RI, 2004) Penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. 1. Tujuan Penanggulangan Tuberkulosis a) Jangka Panjang Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit tuberkulosis dengan cara memutus rantai penularan, sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. b) Jangka Pendek 1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan 2) Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif 3) Mencegah MDR-TB MDR-TB adalah keadaan resistensi tuberkulosis terhadap isoniazid (H) dan rifampisin (R) dengan atau tanpa obat tuberkulosis (OAT) lainnya.
12
2. Kebijakan Operasional (Depkes RI, 2001) Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan kebijakan operasional sebagai berikut : a) Penanggulangan tuberkulosis dilaksanakan dengan desentralisasi
sesuai
kebijakan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. b) Penagulangan tuberkulosis dilaksankan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) meliputi puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, BP4 serta praktek dokter swasta dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu. c) Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan penanggulangan tuberkolosis, prioritas rujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS. d) Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA positif dengan pemeriksaan dahak dengan kesalahan maksimal 5%. e) Pemberian obat anti Tuberkulosis kepada penderita secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya. f) Untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program diperlukan sistem pemantauan, supervisi, dan evaluasi program. g) Menggalang kerja sama dan kemitraan dengan program terkait sektor pemerintah dan swasta.
13
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alur Penelitian
Karakteristik Penderita Tb paru
Kondisi Tempat Tinggal
Peran Keluarga
Peran Tokoh Masyarakat
Peran Petugas Kesehatan
Bagan 1 Alur Penelitian
B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini terdiri dari penderita Tb paru, anggota keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. 1. Penderita Tb paru yang menjadi sasaran adalah yang tercatat di Puskesmas Mijen Kota Semarang sampai bulan Maret 2013. Sampel akan ditentukan secara purposive dengan kriteria sebagai berikut: 14
a. Terdiagnosa Tb paru positif dan tercatat di register penderita Tb puskesmas Mijen b. Berdomisili di wilayah Puskesmas Mijen minimal 2 tahun. c. Sedang dalam masa pengobatan d. Tidak sedang mengalami penyakit yang berat (masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari). Jumlah sampel yang akan diambil dilakukan dengan kuota yaitu 7 penderita Tb paru. 2. Anggota keluarga penderita Tb paru yang akan menjadi sasaran adalah anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 2 tahun dan mengetahui riwayat penyakit penderita. Jumlahnya masing-masing 1 tiap penderita Tb paru, jadi ada 7 orang. 3. Tokoh masyarakat yang akan menjadi sasaran penelitian ini adalah orang yang berpengaruh yang berada di wilayah sekitar penderita Tb paru tinggal. 4. Petugas kesehatan yang dimaksud adalah kepala Puskesmas Mijen dan pemegang program Tb di Puskesmas Mijen
C. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif, dimana tujuan riset kualitatif adalah pengembangan konsep yang dapat membantu memahami fenomena sosial dalam setting atau lingkungan yang alami (bukan percobaan/eksperimen), yang dengan demikian memberi penekanan pada makna-makna pengalaman dan pandangan semua peserta risetnya.(Kusnanto, 2003). Dengan metode ini, akan didapat jawaban mendalam dibanding metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan lain, yakni : Pertama, luwes karena rancangan studi ini bisa dimodifikasi, meskipun sedang dilaksanakan. Kedua, berhubungan langsung dengan khalayak sasaran. Teknik kualitatif memberi kesempatan pada peneliti untuk mengamati dan berhubungan langsung dengan khalayak sasaran.(Debus, 1998) Ketiga, analisis induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi (make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri. Keempat, perspektif, holistik, yakni berusaha memahami secara menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti.(Poerwandari, 2004) 15
D. Pengumpulan Data a. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, antara lain : 1) Data Primer Hasil wawancara mendalam dengan sasaran penelitian menggunakan pedoman pertanyaan yang telah disusun. 2) Data Sekunder Data sekunder yaitu merupakan data penunjang atau pelengkap dari data primer yang diperoleh, yaitu gambaran lokasi tempat subyek penelitian tinggal dan masalah-masalah yang berkaitan dengan program penanggulangan Tb paru di Puskesmas Mijen. b. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dilakukan adalah Wawancara Mendalam yaitu percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. (Poerwandari, 2004)
E. Penyajian dan Analisa data Analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif yang bersifat terbuka yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif, dimana dalam pengujiannya bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Data kualitatif yang diperoleh, diolah dengan menggunakan metode pengolahan analisa deskripsi isi (content analysis). Metode pengolahan analisa deskripsi isi terdiri dari :(Moleong, 1989) a. Pengumpulan Data Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil wawancara. b. Reduksi Data Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan,
membuang
yang
tidak
perlu
dan
mengorganisasikan data-data yang telah direduksi serta memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan. c. Penyajian Data 16
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, chart atau grafis sehingga peneliti dapat menguasai data. d. Verifikasi atau Kesimpulan. Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dalam pengambilan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara yang disebut tahap pengumpulan data, karena data yang dikumpulkan banyak, maka diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi. Validitas data dalam penelitian kulitatif dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara mendalam dengan hasil cross check dari anggota keluarga penderita Tb paru yang tidak menjadi sasaran penelitian.
F. Jadwal Pelaksanaan
Kegiatan
Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Minggu Ke1
Perijinan
X
Pengembangan Kuesioner
X
Pengambilan Data
X
Pengolahan Data Analisis data Penulisan Laporan Penulisan artikel ilmiah
2
3
4
5
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
6
7
X
X
8
X 17
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular.1997. Modul Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Tingkat Puskesmas. Depkes RI. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009, Semarang Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 141 Duggan DB. 1994. Cytokines: intercellular messengers of proliferation and function. In: Sigal LH, Ron Y, editors. Immunology and inflammation: basic mechanisms and clinical consequences 2 nd ed. New York: McGraw-Hill;.p.185-207 Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. ECG, Jakarta, Kresno SB. 2001. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta;: 83-95 M. Sopiyudin Dahlan, 2002. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Arkans, Jakarta. Paludan SR, Malmgaard L, Ellermann-Eriksen S, Boscá L, Mogensen SC . 2001. Interferon (IFN)-gamma and Herpes simplex virus/tumor necrosis factor-alpha synergistically induce nitric oxide synthase 2 in macrophages through cooperative action of nuclear factor-kappa B and IFN regulatory factor-1.. Eur Cytokine Netw. Apr-Jun;12(2):297-308. PMID: 11399519 [PubMed – indexed for MEDLINE Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub; Sudigdo S. & Sofyan ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinis. Edisi ke 2. Sagung Seto Jakarta World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report WHO. Geneva WHO. 2011 WHO Report 2011-Global Tuberculosis Control. . www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 12 Januari 2012. Yoga. Tjandra. 1999. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Permasalahannya, Lab. Mikrobiologi RSUP Persahabatan. Jakarta
18
KISI-KISI KUESIONER
Sasaran
Penderita Tb Paru
Cara Pengambilan Data Wawancara Mendalam
Item Pertanyaan/Observasi Nama (Inisial) Alamat Tinggal di Mijen:...tahun Umur:...tahun Jenis kelamin Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Keluarga Status Gizi (IMT) Tb paru berapa lama Bagaimana praktik pencegahan/ Bagaimana pengobatan? Kendala/kesulitan? Pencahayaan (jendela) Ventilasi (luas) Jenis lantai
Kondisi Tempat Observasi Tinggal Penderita Tb Paru Keluarga Penderita Wawancara Tb paru Mendalam
Jadi PMO? Apa yang dilakukan? Kendala/kesulitan?
Tokoh Masyarakat
Wawancara Mendalam
Jadi PMO? Apa yang dilakukan? Kendala/kesulitan?
Petugas Kesehatan
Wawancara Mendalam
Program apa yang dijalankan? Kendala/kesulitan?
19