LAPORAN PENELITIAN
DETERMINASI PENYAKIT TUBERKULOSIS DI DAERAH PEDESAAN (STUDI DI KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG)
KERJASAMA DINAS KESEHATAN JAWA TENGAH DENGAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG 2013
1
DAFTAR ISI Daftar Isi ……………………………………………………………………..
2
Daftar Tabel ………………………………………………………………….
3
Daftar Gambar ……………………………………………………………….
4
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...
5
A. Latar Belakang Dan Permasalahan ………………………………….
5
B. Tujuan Khusus ……………………………………………………….
6
C. Urgensi Penelitian ……………………………………………………
7
D. Lingkup Penelitian…….. ……………………………………............
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………
8
A. Penyakit Tuberkulosis ……………………………………………….
8
B. Penularan dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis ………………....
8
C. Diagnosis Tuberkulosis ………………………………………………
9
D. Program Penanggulangan Tuberkulosis… …………………………..
12
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………………...
16
A. Alur Penelitian ……………………………………………………….
16
B. Populasi dan Sampel …………………………………………………
16
C. Rancangan Penelitian ………………………………………………..
17
D. Pengumpulan Data ………………………………………………… ..
18
E. Penyajian dan Analisa data …………………………………………..
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................
20
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................
37
Daftar Pustaka …………………………………………………………………
39
Lampiran-Lampiran
2
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………………….. 21 Tabel 4.2. Kondisi Rumah Subjek Penelitian........................................................22
3
DAFTAR GAMBAR
Bagan 1. Alur Penelitian ……………………………………………………
4
14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dan Permasalahan Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberkulosis dan bersifat menular. WHO menyatakan bahwa
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis (WHO, 2000). Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun 1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short Course Chemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun 2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28% (Depkes RI, 1997). Berdasarkan Global Tuberkulosis Kontrol tahun 2011 (data 2010) angka prevalensi semua tipe TB adalah sebesar 289 per 100.000 penduduk atau sekitar 690.000 kasus. Insidensi kasus baru TBC dengan BTA positip sebesar 189 per 100.000 penduduk atau sekitar 450.000 kasus. Kematian akibat TB di luar HIV sebesar 27 per 100.000 penduduk atau 182 orang per hari (WHO. 2011). Salah satu pilar penanggulangan penyakit tuberkulosis dengan startegi DOTS adalah dengan penemuan kasus sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk mengefektifkan pengobatan penderita dan menghindari penularan dari orang kontak yang termasuk subclinical infection. Kenyataannya di Kota Semarang, data menunjukkan jumlah penemuan kasus suspect (tersangka) masih jauh dari target. Sejak tahun 2007 sampai tahun 2009 kuartil ke 1, angka pencapaian penemuan suspect hanya berkisar 53%. Angka tersebut sangat jauh dari target sehingga diperkirakan penularan penyakit tuberkulosis akan semakin meluas (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010). Jumlah penderita 5riteria55is di Puskesmas Mijen tahun 2010 dari triwulan pertama berjumlah 8 penderita, triwulan ke dua berjumlah 11, triwulan ke tiga berjumlah 31 penderita dan triwulan ke empat berjumlah 9 penderita. Sedangkan pada tahun 2011 pada triwulan pertama terdapat 20 penderita. Kumulatif penderita dari triwulan pertama sampai triwulan ke empat tahun 2010 dan triwulan pertama 5
tahun 2011 berjumlah 61 penderita sehingga mengindikasikan penyakit ini perlu penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita yang cukup besar Menurut HL. Blum, faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan baik individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: lingkungan (mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing – masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan
juga
mempengaruhi
perilaku,
dan
perilaku
sebaliknya
juga
mempengaruhi lingkungan. Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik penderita Tb paru di kecamatan Mijen? 2. Bagaimana gambaran lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru di kecamatan Mijen? 3. Bagaimana gambaran praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru di kecamatan Mijen? 4. Bagaimana peran keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan dalam upaya penanggulangan TB paru di Kecamatan Mijen?
B. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan karakteristik penderita Tb paru meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status gizi. 2. Mendeskripsikan lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru yang meliputi kepadatan penghuni, pencahayaan, ventilasi, dan jenis lantai. 3. Mendeskripsikan praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru. 4. Mendeskripsikan peran keluarga penderita Tb paru dalam pencegahan dan penanggulangan Tb paru. 5. Mendeskripsikan
peran
tokoh
masyarakat
dalam
pencegahan
dan
kesehatan
dalam
pencegahan
dan
penanggulangan Tb paru. 6. Mendeskripsikan
peran
petugas
penanggulangan Tb paru.
6
C. Urgensi Penelitian Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam kajian penyakit TB Paru di daerah pedesaan. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan dilakukan untuk pencegahan dan penguatan program penanggulangan Tb paru khususnya di daerah pedesaan.
D. Lingkup Penelitian 1. Lingkup Materi Penelitian tentang determinasi penyakit Tb paru ini akan dibatasi pada karakteristik individu, perilaku pencegahan penularan dan pengobatan, serta kondisi lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru. Selain itu juga peran keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas dalam penanggulangan Tb paru 2. Lingkup Metode Metode yang akan digunakan adalah eksploratif dengan pendekatan kualitatif. 3. Lingkup Sasaran Sasarn penelitian adalah penderita Tb paru, lingkungan tempat tinggal, keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. 4. Lingkup Lokasi Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Mijen Kota Semarang. 5. Lingkup Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan, April – Mei 2013
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat memasuki tubuh barsama butir-butir debu atau percikan dahak (Droplet) yang menyebar keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999). Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali diwarnai, tetapi sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan baik sekali dan tidak dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang ada di dinding selnya yang menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini dapat diatasi bila digunakan zat warna yang melunturkan lilin sambil dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai kuman ini lazimnya digunakan zat warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat dormant (tertidur/ tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996).
1.
Penularan dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang meludah sembarangan. Selain itu, kebersihan lingkungan juga dapat mempengaruhi penyebaran virus. Misalnya, rumah yang kurang baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya virus (Singh MM. 1999). Oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut. Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan
8
perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru. Bila penderita baru pertama kali tertular kuman tuberkulosis terjadi suatu proses dalam paru-parunya yang disebut infeksi primer. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler bronkus dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi dimulai saat kuman tuberkulosis berhasil berkembangbiak dengan pembelahan diri di paru-paru yang berakibat peradangan di dalam paru-paru. Terjadi sel eksudasi dari sel karena proses dimakannya kuman tuberkulosis oleh sel makrofag. Lesi dapat terjadi pada kelenjar limfe yang disebabkan lepasnya kuman pada saluran limfe, saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut komplek primer (Crevel RV, et al. 2001). Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besar respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis, meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman dormant. Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa inkubasi yaitu waktu yang di perlukan mulai terinfeksi kuman tuberkulosis sampai dengan timbulnya gejala penyakit, diperkirakan 6 bulan. Proses pemusnahan kuman tuberkulosis oleh sel makrofag menimbulkan kekebalan spesifik terhadap kuman
tuberkulosis.
Memperhatikan
proses patofisiologi
tersebut
maka
dibutuhkan suatu standar deteksi dini bagi
2.
Diagnosis Tuberkulosis Diagnosa tuberkulosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui
jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologist dan tes tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999).
9
a. Anamnesa Penderita biasanya mengeluh batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih, dahak bercampur darah, rasa nyeri dada dan sesak nafas. b. Gejala klinis penyakit tuberkulosis Gejala klinis pada penderita tuberkulosis adalah wajah tampak pucat, batuk berdahak, badan lemah, berat badan turun, badan berkeringat pada malam hari walaupun tanpa kegiatan, malaise, suhu badan sedikit meningkat siang atau sore hari yang berlangsung selama empat minggu. c. Pemeriksaan Bakteriologis Diagnosa yang paling pasti untuk penyakit 10riteria1010is adalah dengan cara mengisolasi kumannya. Bahan 10riteria dapat berupa dahak segar, cairan lambung, urine, cairan pleura, cairan otak, cairan sendi dan 10riter (Crevel RV, et al. 2001). Pemeriksaan mikroskopis
bahan
dilakukan
sampel
dengan
dahak
penderita
menggunakan
tersangka
pewarna
Ziel
secara Neelsen.
Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis adalah cara termudah, tercepat dan termurah. Konfirmasi bakteriologis tidak mungkin dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis primer karena kuman tuberkulosis belum ada dalam dahak penderita. Pada tuberkulosis milier sulit dilakukan konfirmasi bakteriologis tetapi dapat dilakukan dengan cara usap tenggorokan sedangkan pada tuberkulosis pasca primer. Hal ini merupakan salah satu upaya yang penting untuk konfirmasi diagnosis (Kresno SB. 2001). d. Pemeriksaan Radiologis Apabila dari tiga kali pemeriksaan dahak hasilnya negatif sedangkan secara klinis mendukung sebagai tersangka penderita tuberkulosis, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (Kresno SB. 2001). e. Tes Tuberkulin Pada tes tuberkulin diagnosis ditegakkan dengan melihat luasnya daerah indurasi pada kulit tetapi saat ini di Indonesia, tes tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis karena tingginya 10
prevalensi 11riteria1111is. Hasil tes 11riteria1111 positif hanya menunjukkan bahwa yang dites pernah terpapar dengan kuman 11riteria1111is dan tes 11rit 11riteria meskipun orang tersebut menderita penyakit 11riteria1111is, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, 11riteria1111is milier dan morbili (Yoga. Tjandra. 1999). Interferon Gamma Interferon merupakan sekelompok sitokin yang berfungsi sebagai kurir (pembawa berita) antar sel. Interferon dilepaskan berbagai macam sel bila distimulasi oleh berbagai macam penyebab seperti polinukleotida, beberapa sitokin lain serta ekstrak virus, jamur dan bakteri. Berdasarkan sifatnya terhadap antigen, IFN manusia terbagi menjadi 3 tipe utama yaitu a (diproduksi lekosit), b (diproduksi 11riteria1111) dan g (diproduksi limfosit T). Interferon a dan b struktur dan fungsinya mirip selanjutnya disebut interferon tipe I. Interferon g mempunyai reseptor berbeda dan secara fungsional berbeda dengan IFN a dan b selanjutnya disebut IFN tipe II (Duggan DB. 1994). IFN-ɤ diketahui menjadi inhibitor antara replikasi virus dan regulasi fungsi ketahanan tubuh (immunological). Mempengaruhi tingkat produksi antibody oleh sel B, peningkatan regulasi tingkat I dan II MHC kompleks antigen dan peningkatan efisiensi fungsi sel makrofag terhadap parasit. (Paludan S. et all, 2001). Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul tersebut diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC kelas I atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida dipresentasikan bersama molekul MHC kelas I kepada sel T CD8⁺, sedangkan MHC kelas II kepada sel T CD4⁺. Sel Th CD4⁺ yang telah mengenal peptida tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda berdasarkan konsep proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi mikroorganisme tertentu mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi dengan mikobakterium tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari pada Th2. Namun dalam perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2 dapat saling bergeser (switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya keparahan penyakit, pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe Th1 menghasilkan pola produksi sitokin antara lain IFN-ɤ, sedangkan fenotipe Th2 menghasilkan 11
sitokin antara lain IL-4. Pada penelitian ini dikaitkan dengan kesembuhan dalam pengobatan dengan strategi DOTS selama 2 bulan awal (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001). Hubungan produksi atau kadar sitokin di dalam serum dengan pengobatan telah banyak diteliti, di Indonesia telah diteliti di Yogyakarta dengan hasil produksi IFN-ɤ pada PBMC penderita TBC paru aktif yang distimulasi dengan PPD dan mikobakterium sonicate jauh lebih rendah dibanding kontrol sehat dan penyakit paru non tuberkulosis. Tidak terdapat perbedaan pada stimulasi dengan PHA, hal ini menunjukkan penderita tuberkulosis mempunyai defisiensi yang sifatnya spesifik dalam kapasitasnya memproduksi IFN-ɤ. Ditemukan produksi IL-13 tidak terdapat perbedaan dengan kontrol. Pada evaluasi terhadap penderita dengan pengobatan strategi DOTS didapatkan produksi IFN-ɤ
yang rendah sebelum terapi, menjadi
normal secara cepat setelah pengobatan, sejalan dengan perkembangan penyakit secara klinis, tetapi tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada produksi IL-13 (Chackerian AA, Perera TV, Behar SM. 2001).
Program Penanggulangan Tuberkulosis (Depkes RI, 2004) Penanggulangan penyakit 12riteria1212is dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. 1. Tujuan Penanggulangan Tuberkulosis a) Jangka Panjang Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit 12riteria1212is dengan cara memutus rantai penularan, sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia. b) Jangka Pendek 1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan 2) Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari perkiraan semua penderita baru BTA positif 3) Mencegah MDR-TB
12
MDR-TB adalah keadaan resistensi 13riteria1313is terhadap isoniazid (H) dan rifampisin ® dengan atau tanpa obat 13riteria1313is (OAT) lainnya.
2. Kebijakan Operasional (Depkes RI, 2001) Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan kebijakan operasional sebagai berikut : a) Penanggulangan 13riteria1313is dilaksanakan dengan desentralisasi sesuai kebijakan Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. b) Penagulangan 13riteria1313is dilaksankan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) meliputi puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, BP4 serta praktek dokter swasta dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu. c) Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan penanggulangan tuberkolosis, prioritas rujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan, penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS. d) Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA positif dengan pemeriksaan dahak dengan kesalahan maksimal 5%. e) Pemberian obat anti Tuberkulosis kepada penderita secara Cuma-Cuma dan dijamin ketersediaannya. f) Untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program diperlukan 13riter pemantauan, 13riteria13, dan evaluasi program. g) Menggalang kerja sama dan kemitraan dengan program terkait 13riter pemerintah dan swasta.
E. Rumah Sehat Rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
829/Menkes/SK/VII/1999. 13
Republik
Indonesia
No.
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut: 1. Bahan bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: a. Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi; b. Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam; c. Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan; d. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme 14riteria. 2. Komponen dan penataan ruangan a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan; b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan; c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan; d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir; e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya; f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap 3. Pencahayaan Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata. 4. Kualitas udara a. Suhu udara nyaman, antara 18 – 30 oC; b. Kelembaban udara, antara 40 – 70 %; c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam; d. Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni; e. Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam; f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik. 5. Ventilasi Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai. 6. Vektor penyakit Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah. 7. Penyediaan air a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter per orang setiap hari; 14
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002. 8. Pembuangan Limbah a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah; b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah. 9. Kepadatan hunian Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.
BAB III METODE PENELITIAN 15
A. Alur Penelitian
Karakteristik Penderita Tb paru
Kondisi Tempat Tinggal
Peran Keluarga
Peran Tokoh Masyarakat
Peran Petugas Kesehatan
Bagan 1 Alur Penelitian
B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini terdiri dari penderita Tb paru, anggota keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan. 1. Penderita Tb paru yang menjadi sasaran adalah yang tercatat di Puskesmas Mijen Kota Semarang sampai bulan Maret 2013. Sampel akan ditentukan secara purposive dengan kriteria sebagai berikut: a. Terdiagnosa Tb paru positif dan tercatat di register penderita Tb puskesmas Mijen 16
b. Berdomisili di wilayah Puskesmas Mijen minimal 2 tahun. c. Sedang dalam masa pengobatan d. Tidak sedang mengalami penyakit yang berat (masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari). Jumlah sampel yang akan diambil dilakukan dengan kuota yaitu 7 penderita Tb paru. 2. Anggota keluarga penderita Tb paru yang akan menjadi sasaran adalah anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 2 tahun dan mengetahui riwayat penyakit penderita. Jumlahnya masing-masing 1 tiap penderita Tb paru, jadi ada 7 orang. 3. Tokoh masyarakat yang akan menjadi sasaran penelitian ini adalah orang yang berpengaruh yang berada di wilayah sekitar penderita Tb paru tinggal. 4. Petugas kesehatan yang dimaksud adalah kepala Puskesmas Mijen atau pemegang program Tb di Puskesmas Mijen
C. Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif, dimana tujuan riset kualitatif adalah pengembangan konsep yang dapat membantu memahami fenomena sosial dalam setting atau lingkungan yang alami (bukan percobaan/eksperimen), yang dengan demikian memberi penekanan pada makna-makna pengalaman dan pandangan semua peserta risetnya.(Kusnanto, 2003). Dengan metode ini, akan didapat jawaban mendalam dibanding metode kuantitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan lain, yakni : Pertama, luwes karena rancangan studi ini bisa dimodifikasi, meskipun sedang dilaksanakan. Kedua, berhubungan langsung dengan khalayak sasaran. Teknik kualitatif memberi kesempatan pada peneliti untuk mengamati dan berhubungan langsung dengan khalayak sasaran.(Debus, 1998) Ketiga, analisis induktif karena peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami situasi (make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut menampilkan diri. Keempat, perspektif, holistik, yakni berusaha memahami secara menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti.(Poerwandari, 2004) D. Pengumpulan Data a. Jenis dan Sumber Data 17
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, antara lain : 1) Data Primer Hasil wawancara mendalam dengan sasaran penelitian menggunakan pedoman pertanyaan yang telah disusun. Kemudian hasil observasi tempat tinggal subjek penelitian. 2) Data Sekunder Data sekunder yaitu merupakan data penunjang atau pelengkap dari data primer yang diperoleh, yaitu gambaran lokasi tempat subyek penelitian tinggal dan masalah-masalah yang berkaitan dengan program penanggulangan Tb paru di Puskesmas Mijen. 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang dilakukan adalah Wawancara Mendalam yaitu percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2004). Selain itu, teknik observasi langsung dilakukan untuk pengambilan data kondisi rumah
E. Penyajian dan Analisa data Analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif yang bersifat terbuka yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif, dimana dalam pengujiannya bertitik tolak dari data yang terkumpul kemudian disimpulkan. Data kualitatif yang diperoleh, diolah dengan menggunakan metode pengolahan analisa deskripsi isi (content analysis). Metode pengolahan analisa deskripsi isi terdiri dari Moleong, 1989) a. Pengumpulan Data Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil wawancara. b. Reduksi Data Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan,
membuang
yang
tidak
perlu
dan
mengorganisasikan data-data yang telah direduksi serta memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan.
18
c. Penyajian Data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, chart atau grafis sehingga peneliti dapat menguasai data. d. Verifikasi atau Kesimpulan. Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dalam pengambilan keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara yang disebut tahap pengumpulan data, karena data yang dikumpulkan banyak, maka diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi. Validitas data dalam penelitian kulitatif dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara mendalam dengan hasil cross check dari anggota keluarga penderita Tb paru yang tidak menjadi sasaran penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
19
A. Gambaran Lokasi Penelitian Puskesmas Mijen terletak di bagian Barat Kota Semarang, berlokasi di Kecamatan Mijen yang mempunyai 14 kelurahan. Di satu Kecamatan Mijen terdapat dua Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Mijen dan Puskesmas Karang Malang. Wilayah kerja Puskesmas Mijen meliputi 10 kelurahan dari 14 kelurahan yang ada di Kecamatan Mijen. Kesepuluh kelurahan binaan mempunyai luas wilayah 1.623.282,4 KM2 dengan batas-batas wilayah : 1. Utara
: Kecamatan Ngaliyan
2. Selatan
: Kecamatan Boja / Kab. Kendal
3. Barat
: Kabupaten Kendal
4. Timur
: Kabupaten Gunungpati
Letak geografis di dataran tinggi membuat hawa pegunungan sangat terasa karena dominasi floranya yaitu hutan karet dan hutan jati yang tersebar di hampir seluruh wilayah mijen dan 86.860 ha merupakan tanah sawah. Puskesmas Mijen Semarang memiliki 10 kelurahan untuk tahun 2012 akhir dan mempunyai jumlah penduduk 40.985 jiwa dan jumlah kepala keluarga 11.191 KK. Kesepuluh kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kedungpane, Jatibarang, Pesantren, Wonolopo, Wonoplumbon, Jatisari, Mijen, Tambangan, Cangkringan, dan Kelurahan Ngadirgo. Upaya Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular meliputi Tb Paru, Malaria, Kusta, Pelayanan Imunisasi, Diare, ISPA, DBD, PMS, HIV&AIDS serta Sistem Kewaspadaan Dini. Khusus untuk upaya pencegahan dan penanggulangan Tb Paru, kegiatannya meliputi penemuan suspek, penemuan dan pengobatan penderita Tb Paru (DOTS) BTA Positif maupun BTA Negatif. Guna menunjang kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular di atas, maka puskesmas Mijen juga melakukan kampanye perilaku hidup bersih dan sehat pada sasaran tatanan rumah tangga, institusi pendidikan sekolah, institusi tempat-tempat umum, dan tempat kerja. Upaya tersebut juga didukung dengan mendorong terbentuk dan berperannya masyarakat yang berwawasan kesehatan melalaui tokoh masyarakat, pembinaan poskestren, posyandu aktif, dan kader kesehatan aktif. Puskesmas Mijen juga melakukan pelayanan terhadap keluarga miskin melalui program jamkesmas dan jampersal.
B. Karakteristik Subjek Penelitian 20
Subjek
penelitian
diambil
secara
purposive
sampling.
Prosedur
pengambilan subjek penelitian berdasarkan kriteria subjek lapangan yaitu pasien penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Mijen Semarang yang melakukan pengobatan di Puskesmas Mijen Semarang, bersedia dan mampu berpartisipasi menjadi subyek penelitian. Subjek penelitian yang di wawancara mendalam berjumlah 7 orang penderita TB Paru. Adapun karakteristik subjek penelitian meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan. Seperti ditampilkan tabel berikut ini: Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian Kode Subjek Penelitian
Umur (Tahun)
Jenis kelamin
Pendidikan
SP 1 SP 2 SP 3 SP 4 SP 5 Sp 6 Sp 7
19 tahun 17 tahun 24 tahun 21 tahun 41 tahun 52 tahun 25 tahun
Laki-laki Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan Laki-laki Perempuan
SMA SMA SMA SMP SMP SD SMA
Adapun satuan ukuran pada penelitian ini adalah : 1. Sebagian besar jika jumlah subjek penelitian 6 -7 orang 2. Rata – rata jika jumlah subjek penelitian 4 – 5 orang 3. Sebagian kecil jika jumlah subjek penelitian 0- 2 orang Sebagian besar subjek penelitian bekerja sebagai buruh, pendapatan mereka rerata Rp. 900.000,00 dan status gizi sebagian besar normal, hanya ada seorang subjek penelitian yang termasuk gizi kurang. Rerata Pendapatan subjek penelitian masih di bawah UMR. Hal ini dapat mempengaruhi jumlah asupan gizi yang semestinya. Buktinya sudah ada seorang subjek penelitian yang gizi kurang. Pada kenyataannya, di lapangan tidak ada program khusus pemberian makanan tambahan untuk penderita Tb paru yang kurang mampu.
C. Lingkungan Tempat Tinggal Penderita Tb Paru Yang Meliputi Kepadatan Penghuni, Pencahayaan, Ventilasi, Dan Jenis Lantai Berikut adalah hasil observasi atau pengamatan langsung yang dilakukan oleh peneliti terhadap lingkungan tempat tinggal atau rumah subyek penelitian.
21
1. Rumah yang diamati oleh peneliti berlokasi di Desa Kahuripan RT 1 RW 2 Mijen Semarang yaitu pondok pesantren dimana terdapat 3 subjek penelitian yang tinggal, dimana observasi atau pengamatan dilakukan pada siang hari antara pukul 12.00 – 13.30. Tabel 4.2. Kondisi Rumah Subjek Penelitian No
Obyek observasi Kepadatan hunian
Suhu
Kelembapan
Pencahayaan
Ventilasi
Dinding
Jenis lantai
Hasil observasi a. ruangan kamar 1 - Jumlah penghuni : 25 orang - luas ruangan : 5 x 4 = 20 m2 b. ruangan kamar 2 - jumlah penghuni : 23 orang - Luas ruangan : 5 x 4 = 20 m2 Ruangan kamar 3 - jumlah penghuni : 15 orang - Luas ruangan : 7 x 4 = 35 m2 - ruangan kamar 1 : 32 oC - ruangan kamar 2 : 34 oC - ruangan kamar 3 : 30 oC - ruangan kamar 1 : 59 % - ruangan kamar 2 : 59 % - ruangan kamar 3 : 56 % - Sumber cahaya : cahaya matahari - ruangan kamar 1 : 19.4 lux - ruangan kamar 2 : 20.4 lux - ruangan kamar 3 : 18.6 lux a. ruangan kamar 1 - luas lantai : 20 m2 - luas ventilasi : 1,7 x 1,3 = 2.21 m2 b. ruangan kamar 2 - luas lantai : 20 m2 - luas ventilasi : 1 x 2 = 3 m2 c. ruangan kamar 3 - luas lantai : 35 m2 - luas ventilasi : 3.25 m2 - ruangan kamar 1 : tembok - ruangan kamar 2 : tembok - ruangan kamar 3 : kayu - ruangan kamar 1 : plester/semen - ruangan kamar 2 : keramik -ruangan kamar 3 : plester/semen
2. Rumah yang diamati oleh peneliti berlokasi di Desa Wonolopo RT 1 RW 9 Mijen Semarang, dimana observasi atau pengamatan dilakukan pada siang hari antara pukul 12.00 – 13.30. No 1
Obyek observasi Kepadatan hunian
2
Suhu
Hasil observasi - Jumlah penghuni : 6 orang - luas rumah : 8 x 12 = 96 m2 - ruang kamar 1 : 320C
22
3
Kelembapan
4
Pencahayaan
5
Ventilasi
6
Dinding
7.
Lantai
- ruang kamar 2 : 32 0C - ruang kamar 3 : 31 0C - ruang keluarga : 33 0C - ruang kamar 1 : 58 % - ruang kamar 2 : 57 % - ruang kamar 3 : 57 % - ruang keluarga : 59% -Sumber cahaya : cahaya matahari - ruang kamar 1 :18 lux - ruang kamar 2 : 15 lux - ruang kamar 3 : 15 lux - ruang keluarga : 50 lux Ruang Kamar 1 - Luas lantai : 6.5 m2 - Luas ventilasi : 2.3 m2 Ruang Kamar 2 - Luas lantai : 6.5 m2 - Luas ventilasi : 2.6 m2 Ruang Kamar 3 - Luas lantai : 9 m2 - Luas ventilasi : 2.6 m2 Ruang tamu/keluarga - Luas lantai : 22.5 m2 - Luas ventilasi : 4.2 m2 - ruang kamar 1: tembok - ruang kamar 2: tembok - ruang kamar 3: tembok - ruang keluarg : tembok - ruang kamar 1: tegel - ruang kamar 2: tegel - ruang kamar 3: tegel - ruang keluarga : tegel
3. Rumah yang diamati oleh peneliti berlokasi di Desa Kedungpane RT 2 RW 3 Mijen Semarang, dimana observasi atau pengamatan dilakukan pada siang hari antara pukul 12.00 – 13.30. No
Obyek observasi
1
Kepadatan hunian
Hasil observasi - jumlah penghuni : 4 orang - luas rumah : 91 m2
23
2
Suhu
3
Kelembapan
4
Pencahayaan
5
Ventilasi
6
Dinding
7
Lantai
- ruang kamar : 33 0C - ruang keluarga : 32 0C - ruang kamar : 56 % - ruang keluarga : 57 % - Sumber cahaya : cahaya matahari - ruang kamar tidur: 19 lux - ruang keluarga : 20 lux Kamar tidur - Luas lantai : 16 m2 - Luas ventilasi : 3 m2 Ruang tamu/keluarga : - Luas lantai : 32 m2 - Luas ventilasi : 8 m2 - ruang kamar tidur: tembok - ruang keluarga : tembok - ruang kamar tidur: plester - ruang keluarga : plester
Berdasarkan tabel kondisi lingkungan rumah, disimpulkan bahwa ratarata keadaan rumah subyek penelitian belum memenuhi syarat rumah sehat dan sangat berisiko terjadinya kejadian TB Paru, karena berdasarkan hasil observasi atau pengukuran diketahui keadaan rumah subyek penelitian sebagian berada dalam kondisi berisiko, karena : 1. Dari hasil observasi dan pengukuran yang telah dilakukan diketahui bahwa sebagian kepadatan hunian rumah subyek penelitian tidak memenuhi syarat. 2. Dari hasil observasi dan pengukuran yang telah dilakukan diketahui bahwa rata-rata suhu ruangannya adalah 32.11 0C maka dikatakan tidak memenuhi syarat rumah sehat, hal tersebut disebabkan karena dari hasil observasi diketahui bahwa subyek penelitian jarang membuka jendela rumah setiap hari, dan sebagian genteng tidak memakai genteng kaca, sehingga sinar cahaya matahari tidak masuk ke dalam rumah. 3. Dari hasil observasi dan pengukuran yang telah dilakukan diketahui bahwa rata-rata pencahayaan adalah 21.7 lux, maka dikatakan tidak memenuhi syarat rumah sehat, hal tersebut dipengaruhi karena subyek penelitian tidak membuka jendela rumah setiap hari, dan letak ventilasi tidak strategis sehingga sinar matahari tidak dapat masuk ke dalam rumah. Program pemerintah untuk memperbaiki rumah warga yang kurang mampu sebaiknya juga mulai dialihkan sebagian anggarannya untuk membantu merombak rumah hunian penderita Tb paru agar lebih sehat. Khususnya di pondek pesantren tradisional di pedesaan yang notabene tidak mempunyai cukup 24
dana untuk membangun tempat tinggal yang sehat, seharusnya mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pemerintah dapat membuat kamar khusus bagi santri yang menderita Tb paru agar memperkecil penularan.
D. Praktik Pencegahan Dan Pengobatan Penderita Tb Paru 1. Pengetahuan responden tentang penyakit TB Paru a. Penyebab penyakit TB Paru : Mungkin dari kuman atau bakteri Rata – rata subyek berpendapat bahwa penyebab TB Paru itu adalah karena kuman. Berikut hasil wawancara peneliti dengan subyek penelitian seperti yang ditampilkan pada kotak 1 berikut di bawah ini : Kotak 1 Apakah anda tahu apa penyebab penyakit TB Paru? ...mungkin penyebabnya dari kuman
WM, SP1, 19 Th
...dari kuman atau bakteri.
WM, SP2, 17 Th
‘setahu saya karena kontak langsung dengan orang yang mengidap TB Paru itu’
WM, SP3, 24 Th
‘nggak ta’
WM, SP4, 21 Th
...kalau saya kira ya, mungkin dari debu, apa dari luarlah, ...mungkin juga lingkungan yang kurang sehat. WM, SP5, 41 Th ...mungkin dari kuman
WM, SP6, 52 Th
...eeh, kuman atau bakteri gitu ya mbak ya.
WM, SP7, 25 Th
b. Penularan TB Paru Iya tahu……..saat berbicara, batuk, dan meludah juga bisa Sebagian besar subjek penelitian berpendapat bahwa penularan Penyakit TB Paru bisa melalui dahak, batuk dan saat berbicara Seperti yang ditampilkan pada kotak 2 berikut di bawah ini : Kotak 2 Apakah anda tahu TB Paru bisa menular?Bagaimana cara penularan TB Paru?Bila ya,jelaskan? tau, eeh melalui dahak juga bisa,langsung ”iya berbicara/berhadapan dengan orang lain juga bisa. ” 25
WM, SP1, 19 Th “ iya tau, saat batuk, berbicara dengan oranglain, juga dari WM, SP2, 17 Th dahak ”. “iya tau, dari saat berbicara dengan orang, bergantian WM, SP3, 24 Th piring/gelas, dari napas. ” ”iya tau,lewat makanan bisa,maemnya berdua atau satu piring berdua itu bisa, lewat omongan juga bisa gitu setaunya saya. ” WM, SP4, 21 Th ”iya bisa menular, dari dahak, air liur, trus juga kalau kita ngomong. ” WM, SP5, 41 Th ”iya bisa mba...ya saya..dari meludah, hati-hati meludah kalau bisa meludah itu dikasih air, atau ke kalen. ” WM, SP6, 52 Th ” iya tahu mbak,kalau lagi ngomong mbak, meludah, trus batuk juga bisa ”. WM, SP7, 25 Th Tidak berbeda dengan penelitian-penelitian di daerah lain, bahwa dengan pendidikan yang cukup (menengah) saja, subjek penelitian yang menderita penyakit Tb paru sebagian besar bahkan hampir seluruhnya, pengetahuannya tentang hal yang berkaitan dengan Tb paru sudah bagus. Namun konsistensi dengan praktik pencegahan penularan Tb paru masih memprihatinkan. Oleh karena itu, petugas kesehatan yang bertanggungjawab terhadap masyarakat masih tetap diperlukan untuk membantu penderita Tb paru agar melakukan tindakan yang memperbesar kemungkinan penyebaran Tb paru ke orang lain. Petugas kesehatan dapat melakukan tindakan pendidikan, pengawasan dan pemberian motivasi.
2. Perilaku subjek penelitian Hasil wawancara mendalam mengenai perilaku sehari-hari subyek penelitian meliputi perilaku pencegahan, penularan, maupun pengobatan TB Paru. a. Pengobatan TB Paru 26
Iya….rutin berobat Sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa mereka melakukan pengobatan secara rutin. Seperti yang ditampilkan pada kotak 3 berikut di bawah ini : Kotak 3 Apakah anda melakukan pengobatan TB Paru secara rutin? Ya atau tidak? Berikan alasan? ” rutin. ” WM, SP1, 19 Th “ iya, biar cepat sembuh ” WM, SP2, 17 Th “iya rutin,karena saya kepingin sembuh to mbak. ” WM, SP3, 24 Th “oh ya rutin, ya alasannya ya biar cepat sembuh to mbak. ” WM, SP4, 21Th ”rutin, ndak pernah telambat. Ya karna saya pingin sembuh. ” WM, SP5, 41 Th ”rutin, pokoknya begitu obat habis saya periksa langsung. Ya WM, SP6, 52 Th alhamduliah lancar. ” “ iya rutin mbak, pingin sembuh.” WM, SP7, 25 Th
b. Apakah anda meminum obat secara teratur Iya….teratur minum obat Sebagian
besar
subjek
penelitian
menyatakan
bahwa
merekameminum obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 4 berikut dibawah ini : Kotak 4 Apakah anda meminum obat secara rutin/teratur? ”iya , obat yang merah 2 bulan, yang kuning 4 bulan” WM, SP1, 19 Th “ iya” WM, SP2, 17 Th WM, SP3, 24 Th “iya selalu rutin”. iya rutin tiap hari”. WM, SP4, 21 Th ”rutin, anak saya juga rutin”. WM, SP5, 41 Th “iya rutin minum obatnya.” WM, SP6, 52 Th “ ya…teratur tapi kadang-kadang ya nda mbak, ow sibuk mbak WM, SP7, 25 Th dipabrik mbak. ”
27
c. Apakah anda menutup mulut saat bersin / batuk? Ya atau tidak? Berikan alasan? Iya….kalau batuk menutup mulut Rata –rata subjek penelitian menyatakan bahwa saat bersin atau batuk penderita menutup mulut, karena tidak ingin menulari orang lain dan sebagian kecil subyek penelitian menyatakan hanya menutup mulut saat batuk atau bersin kadang-kadang saja jika sedang ingat. Seperti yang ditampilkan pada kotak 5 berikut di bawah ini : Kotak 5 Apakah anda menutup mulut saat anda bersin/batuk? Ya/tidak? Berikan alasan? ”iya... tutup mulut menggunakan masker, karana apa, hmm karna WM, SP1, 19 Th menghindari apa,,penularan” “ iya….tapi kadang-kadang saya juga lupa, biar nggak menulari WM, SP2, 17 Th yang lain” “kadang-kadang,eeh.., ya kalau saya lagi ingat ya saya tutup WM, SP3, 24 Th mulut kalaulagi batuk” WM, SP4, 21 Th ” ya...biar nggak nular” ”ya.. tutup pake tisu, ya takutnya menular ya keorang lain” WM, SP5, 41 Th ”waktu saya riak, saya tutup. Karena dirumah banyak anak-anak WM, SP6, 52 Th biar nggak nular” ” yo to mbak...biar ndak muncrat-muncrat” WM, SP7, 25 Th
d. Apakah anda membuang ludah sembarangan?ya/tidak?berikanalasan? Biasanya meludah dikamar mandi trus disiram atau ditempat yang panas, ada sinar mataharinya. Rata-rata subjek penelitian menyatakan bahwa mereka membuang ludah tidak disembarang tempat. Seperti yang ditampilkan pada kotak 6 berikut dibawah ini : Kotak 6 Apakah anda membuang ludah secara sembarangan? Ya/tidak? Berikan alasan? 28
”kalau saya, dibuang di ruas-ruas pot kayak aqua, kalau ada WM, SP1, 19 Th panas dijemur biar kering”. “ tidak, biasanya dikamar mandi…ditempat yang panas yang ada WM, SP2, 17 Th cahaya matahari” “biasanya saya membuang ludahnya di kamar mandi mba trus WM, SP3, 24 Th langsung saya siram pake air”. ”ya kadang sembarang, kalu lagi ada panas ya dibawah panas WM, SP4, 21 Th atau jauh dari kamar”. ”kalau kemarin saya dikantong plastik gitu trus saya buang ke WM, SP5, 41 Th' tempat sampah”. ’nggak, biasanya saya buang dalam kaleng trus saya buang ke WM, SP6, Th kalen gitu”. ” ya...biasanya kalau saya mau meludah saya ke kamar mandi, trus disiram air. Katanya biar kumane mati” WM, SP7, 25 Th
e. Apakah anda mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat
5
sempurna? Ya….kadang-kadang saja Sebagian besarsubjek penelitian menyatakan bahwa mereka mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna hanya kadang-kadang saja. Seperti yang ditampilkan pada kotak 7 berikut dibawah ini : Kotak 7 Apakah anda mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna? WM, SP1, 19 Th ”iya, kadang-kadang” WM, SP2, 17 Th “ ya…kadang-kadang” WM, SP3, 24 Th “iya, kadang-kadang mbak” WM, SP4, 21 Th “kadang-kadang” ”makanannya iya,tapi kalu untuk susu itu kadang-kadang nggak WM, SP5, 41 Th setiap hari” ”hmmmm iya, kalau sayur itu tiap hari” WM, SP6,52 Th WM, SP7, 25 Th “ kadang-kadang mbak,..ndak mesti ow”
f. Apakah anda menjemur kasur,bantal dibawah sinar matahari terutama pada pagi hari? 29
jarang….kira-kira sebulan sekali Sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa menjemur kasur dan bantal dilakukan hanya kadang-kadang saja. Seperti yang ditampilkan pada kotak 8 berikut dibawah ini : Kotak 8 Apakah anda menjemur kasur, bantal dibawah sinar matahari terutama pada pagi hari? ”iya...biasanya dijemur,cuman waktunya nggak tentu” WM, SP1, 19 Th “iya sih kadang-kadang” WM, SP2, 17 Th “iya dijemur, kira-kira mungkin sebulan sekali” WM, SP3, 24 Th ”iya jarang,dijemur mungkin sebulan sekali” WM, SP4, 21Th ”ya kadang di jemur” WM, SP5, 41 Th ”kalau kasur iya kadang sebulan sekali ,kalau seprei itu diganti WM, SP6, 52 Th seminggu sekali” ”kadang-kadang mbak nek inget, paling yo sebulan sekali. ” WM, SP7, 25 Th
g. Apakah anda selalu membuka jendela rumah setiap hari? Iya, dibuka Rata-rata subjek penelitian menyatakan bahwa jendela rumah tidak dibuka setiap hari namun hanya kadang-kadang saja, dan sebagian kecil subyek penelitian menyatakan membuka jendela rumah setiap hari. Seperti yang ditampilkan pada kotak 9 berikut di bawah ini :
30
Kotak 9 Apakah anda selalu membuka jendela rumah setiap hari? ”kalau dibuka ya belum pasti, kadang dibuka, kadang nggak gitu” WM, SP1, 19 Th “ nggak tentu juga, kadang-kadang aja” WM, SP2, 17 Th “hmm,,untuk jendela mungkin nggak ya mbak, karena untuk kamar yang saya tempati itu tidak ada jendelanya” WM, SP3, 24 Th ”buka” WM, SP4, 21 Th ”dibuka” WM, SP5, 41 Th ”iya dibuka” WM, SP6, 52 Th ” kadang dibuka, kadang ndak” WM, SP7, 25 Th
h. Apakah anda melakukan olah raga setiap hari? Nggak…..jarang berolah raga Sebagian besar subjek penelitian menyatakanjarang melakukan olah raga. Seperti yang ditampilkan pada kotak 10 berikut dibawah ini: Kotak 10 Apakah anda melakukan olah raga setiap hari? ”iya alhamdulilah” WM, SP1, 19 Th WM, SP3, 17 Th “ kadang-kadang aja” “kadang,seminggu sekali olah raga” WM, SP3, 24 Th WM, SP4, 21 Th “jarang” ”kalau olah raga ndak ya” WM, SP5, 41 Th ” dulu waktu saya belum sakit TB Paru saya sering lari pagi, tapi WM, SP6, 52 Th setelah sakit nafas saya sesak” “ nggak mbak jarang, paling jalan kaki” WM, SP7, 25 Th
i. Apakah anda merokok? Dulu merokok,..tapi sekarang setelah sakit sudah nggak Rata – rata subjek penelitian menyatakan bahwa sebelum menderita penyakit TB Paru subyek penelitian merokok, dan sebagian kecil subyek penelitian menyatakan tidak merokok. Seperti yang ditampilkan pada kotak 11 berikut ini : 31
Kotak 11 Apakah anda merokok? ” dulu merokok tapi setelah sakit TB Paru saya berhenti merokok” WM, SP1, 19 Th “dulu sih iya….tapi sekarangsudah nggak” WM, SP2, 17 Th “dulu sebelum sakit merokok, tapi sekarang sudah nggak.” WM, SP3, 24 Th “nggak” WM, SP4, 21 Th WM, SP5, 41 Th ”nggak,nggak” ”nggak, tapi dulu sebelum sakit merokok” WM, SP6, 52Th “ nggak,..ndak merokok” WM, S7. 25 Th j. Apakah anda tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain ? ya / tidak? Berikan alasan? Iya….tidur sekamar dengan yang lain Rata – rata subjek penelitian menyatakan bahwa subyek tetap tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain. Seperti yang ditampilkan pada kotak 12 berikut dibawah ini : Kotak 12 Apakah anda tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain?ya/tidak?berikan alasannya? ”iya, tapi setelah saya difonis kena penyakit ini kata dokter tidak boleh, lalu ambil alternatif saya dipindah ke kamar sendiri selama dalam masa pengobatan” WM, SP1, 19 Th WM, SP2, 17 Th “ iya, bareng dengan teman-teman juga” WM, SP3, 24 Th “iya, tidur satu kamar dengan yang lain” “iya” WM, SP4, 21 Th ”aah memang dari dulu kita itu, ah tidur pasti bareng cuman setelah tahu kena penyakit itu suami, anak seluruh keluarga ikut periksa, sampai sekarang tidurnya tetep bareng” WM, SP5, 41 Th “nggak,setelah saya sakit saya tidurnya sendirian.biar tidak menulari keluarga yang lain karena saya juga semanagat pingin sembuh” WM, SP6,52 th “ dulu iya….tapi sekarang sudah ndak” WM, SP7, 25 Th Informasi di atas menunjukkan bahwa perilaku subyek penelitian tentang pencegahan dan penularan TB Paru belum sepenuhnya baik karena : a. masih ada subyek penelitian yang tidak menutup mulut saat batu atau bersin, perilaku tidak menutup mulut saat batuk atau bersin merupakan faktor risiko penularan TB Paru. 32
b. masih ada subyek penelitian yang membuang ludah di sembarang tempat c. Sebagian besar subyek penelitian menyatakan jarang menjemur kasur atau bantal dibawah sinar matahari. d. masih ada subyek penelitian yang tidak membuka jendela rumah setiap hari. e. Rata – rata subyek penelitian menyatakan pernah merokok, dan berhenti merokok setelah menderita penyakit TB Paru dan sebagian kecil subyek penelitian menyatakan tidak merokok. f. Subyek penelitian tetap tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain
Kalau hal tersebut dibiarkan maka program pengobatan Tb paru (DOTS) hanya akan menyembuhkan subjek penelitian saja. Tetapi masalah Tb paru akan tetap besar karena penularan ke orang lain masih terjadi begitu mudahnya. Perilaku subjek penelitian yang dapat menularkan Tb parunya sebenarnya tidak dapat dibenarkan. Untuk penguatan hal tersebut maka diperlukan dasar hukum bagi petugas kesehatan untuk mengingatkan sampai menindak tegas bagi penderita tb paru yang melakukan tindakan yang tidak aman (menularkan Tb parunya ke orag lain). Hasil crosccek dengan PMO menunjukkan bahwa infromasi yang disampaikan subjek penelitian mempunyai validitas yang cukup tinggi, hasil crosccek terlampir.
E. Peran Tokoh Masyarakat Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Tb Paru Permasalahan Tb paru di wilayah Puskesmas Mijen belum menjadi kesadaran publik secara luas. Para tokoh masyarakat di wilayah Puskesmas Mijen seperti Pak Lurah, RW, RT, dan yang ditokohkan belum ada yang menjadi penggerak dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Tb paru. Hanya mengandalkan peran PMO, progam DOTS di Puskesmas Mijen dapat berjalan. Seperti hasil wawancara dengan subjek penelitian, sebagai berikut: Apakah anda selalu diingatkan oleh PMO untuk minum obat dan kunjungan/pengobatan rutin? Siapa PMO anda? Iya….selalu diingatkan periksa dan minum obat
33
melakukan
Sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa PMO selalu mengingatkan subyek penelitian untuk rutin melakukan pengobatan dan minum obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 13 berikut dibawah ini : Kotak 13 Apakah anda selalu di ingatkan oleh PMO untuk minum obat dan melakukan kunjungan/pengobatan rutin? Siapa PMO anda?
”iya, tapi saya membuat tanggalan sendiri, biar selalu ingat, teman”. WM, SP1, 19 Th “ Iya kadang-kadang diingatkan. ” WM, SP2, 17 Th “iya.teman sekamar saya”. WM, SP3, 24 Th “iya..teman”. WM, SP4, 21 Th ”iya suami sering mengingatkan”. WM, SP5, 41 Th ” iya, mengingatkan, tapi kadang saya malas minum obat, obatnya banyak, kadang saya minum pake pisang”. WM, SP6, 52 Th “ iya….diingatkan, tapi kadang nggak sih. ” WM, SP7, 25 Th Permasalahan Tb paru seharusnya sudah menjadi prioritas para tokoh masyarakat khususnya di pedesaan. Para tokoh masyarakat di pedesaan masih dijadikan panutan bagi masyarakat sekitarnya. Jika para tokoh masyarakat tersebut ikut ambil bagian dalam upaya pencegahan dan penanggulangan Tb paru, maka program pemerintah akan semakin kuat dengan program DOTS nya. Oleh karena itu perlu ada upaya yang selama ini belum dilakukan secara sungguh-sungguh yaitu mengajak dan menjadikan para tokoh/pemuka masyarakat menjadi ujung tombak program pemberantasan Tb paru di daerah pedesaan.
F. Peran Petugas Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Tb Paru Koordinator TB Paru di Puskesmas Mijen dipegang oleh seorang dokter, berumur 41 tahun. Tugas dari Koordinator TB Paru membantu kepala puskesmas melakukan pencegahan dan pengobatan penyakit TB Paru. Berdasarkan hasil
34
wawancara beliau mengatakan bahwa pengobatan TB Paru yang ada di Puskesmas Mijen dilakukan setiap minggu yaitu pada hari selasa, pihak Puskesmas tidak rutin melakukan penyuluhan kepada masyarakat yang ada di wilayah kerja Puskesmas Mijen namun hanya melakukan penyuluhan mengenai penyakit TB Paru jika diminta oleh pihak tertentu misalnya dari kelurahan, dari wawancara yang dilakukan diketahui bahwa dari koordinator atau petugas kesehatan tidak melakukan kunjungan rutin terhadap pasien TB Paru yang tidak melakukan pengobatan rutin. Selain itu informan juga mengatakan dari pihak koordinator TB Paru atau petugas yang ada tidak melakukan penemuan kasus baru secara aktif, namun hanya melakukan penemuan kasus baru secara pasif. Berikut hasil wawancara dengan koordinator TB Paru yang ada di Puskesmas Mijen Semarang. Kotak 14 Apakah Koordinator TB Paru selalu melakukan penyuluhan tentang bagaimana bahaya, penularan, pencegahan/pengobatan TB paru kepada pasien ? ”untuk penyuluhan tentunya pasti ada. Bagaimana cara melakukan penyuluhan/media apa yang digunakan? ”cara penyuluhannya biasanya menggunakan gambar dan LCD. Kapan biasanya penyuluhan dilakukan? “kita melakukan penyuluhan biasanya pada kegiatan posyandu yang ada, namun juga tergantung dari permintaan, misalnya dari pihak kelurahan meminta dari pihak puskesmas untuk melakukan penyuluhan ya baru kita melakukan penyuluhan.” Kapan biasanya pengobatan TB Paru dilakukan? ” setiap minggu, pada hari selasa. “ Apakah dari petugas/koordinator TB Paru selalu melakukan kunjungan berkala ke rumah-rumah pasien? “nggak ada mbak,cuman jika ada suspek baru kita mencari atau mendatanginya. 35
Tindakan apa yang dilakukan oleh petugas/koordinator TB Paru jika ada pasien penderita TB Paru yang tidak melakukan pengobatan secara rutin? “hmmm…tindakan yang kita lakukan paling menelefon agar kembali melakukan pengobatan.” Apakah petugas/koordinator TB Paru memberikan motivasi/dukungan kepada pasien TB paru? “iya,memberikan.” Bentuk dukungan yang bagaimana yang petugas berikan? “ eeh..dukungan yang kita berikan mungkin hanya dukungan moral saja.” Apakah dari petugas/koordinator TB Paru melakukan active case finding /penemuan kasus baru? “ kita tidak melakukan, karena biasanya jika ada kasus baru tetapi tidak melakukan pengobatan ke puskesmas baru kita mendatanginya. “ Apakah dari pihak puskesmas menyedikan tenaga kader untuk membantu petugas / koordinator TB Paru? “untuk kader sementara ini kita belum ada ya mbak, tapi kita sedang merencanakan pembentukan kader ke depannya.”
Keterbatasan tenaga dan cakupan wilayah yang luas menjadikan petugas kesehatan (koordinator program Tb paru) belum melakukan penjangkauan terhadap orang yang berisiko dan pencarian penderita baru secara aktif. Namun demikian, petugas kesehatan telah merencanakan akan melakukan pembentukan kader Tb ke depannya. Hal ini perlu didukung dengan kebijakan operasional dan penganggaran. Pemerintah juga harus membuat sistem penjangkauan terhadap suspek dan penderita tb paru baru yang lebih efektif dan efisien.
36
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan 1. Sebagian besar penderita Tb paru di daerah pedesaan berpendidikan menengah, dalam masa usia produktif, dan dalam kategori kurang mampu dari sisi ekonomi. 2. Tempat tinggal sebagian besar penderita Tb paru di daerah pedesaan belum memenuhi kriteria rumah sehat baik dari sisi kepadatan hunian, pencahayaan, ventilasi, dan kelembaban. 3. Pengetahuan hampir semua penderita Tb paru sudah cukup baik, namun masih ada sebagian yang masih berperilaku buruk yaitu tidak menutup mulut saat batuk. 4. Peran tokoh masyarakat di pedesaan belum menunjang program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb paru. 5. Peran petugas kesehatan (koordinator Tb paru) masih terbatas melaksanakan pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan pencarian kasus baru secara aktif.
B. Saran 1. Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan tentang pemberian bantuan makanan tambahan bagi penderita Tb paru yang tidak mampu. 2.
Pemerintah seharusnya memprioritaskan program perbaikan rumah bagi tempat tinggal penderita Tb paru yang tidak mampu baik per keluarga maupun di tempat-tempat pemondokan seperti pondok pesantren.
3.
Petugas kesehatan tetap memberikan motivasi dan penguatan terhadap penderita agar perilakunya lebih baik lagi untuk mencegah penularan Tb paru ke orang lain.
4.
Pemerintah sebaiknya melaksanakan program perberdayaan tokoh masyarakat pedesaan untuk menjadi penguat program pencegahan dan penanggulangan Tb paru.
37
5.Pemerintah seharusnya membuat sistem yang efektif tetapi efisien untuk melaksanakan case finding secara aktif. 6.Penelitian selanjutnya sebaiknya berupa penelitian tindakan untuk mencoba suatu upaya penguatan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb paru di pedesaan baik intervensi terhadap penderita, tempat tinggal, tokoh masyarakat, maupun sistem case finding.
38
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular.1997. Modul Pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Tingkat Puskesmas. Depkes RI. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009, Semarang Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 141 Duggan DB. 1994. Cytokines: intercellular messengers of proliferation and function. In: Sigal LH, Ron Y, editors. Immunology and inflammation: basic mechanisms and clinical consequences 2 nd ed. New York: McGraw-Hill;.p.185-207 Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. ECG, Jakarta, Kresno SB. 2001. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta;: 83-95 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999. Tentang Persyaratan rumah Sehat. M. Sopiyudin Dahlan, 2002. Statistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Arkans, Jakarta. Paludan SR, Malmgaard L, Ellermann-Eriksen S, Boscá L, Mogensen SC . 2001. Interferon (IFN)-gamma and Herpes simplex virus/tumor necrosis factor-alpha synergistically induce nitric oxide synthase 2 in macrophages through cooperative action of nuclear factor-kappa B and IFN regulatory factor-1.. Eur Cytokine Netw. Apr-Jun;12(2):297-308. PMID: 11399519 [PubMed – indexed for MEDLINE Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub; Sudigdo S. & Sofyan ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinis. Edisi ke 2. Sagung Seto Jakarta World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report WHO. Geneva WHO. 2011 WHO Report 2011-Global Tuberculosis Control. . www.who.int/tb/data. diunduh tanggal 12 Januari 2012. Yoga. Tjandra. 1999. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan Permasalahannya, Lab. Mikrobiologi RSUP Persahabatan. Jakarta 39
Lampiran 1 Alasan peneliti mengetahui informasi crosschek adalah PMO (pengawas menelan obat) oleh anggota keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat subyek penelitian atau orang-orang yang ada serumah dengan subyek penelitian, karena dukungan keluarga berpengaruh pada kesembuhan penderita dan keluarga juga lebih mengetahuiperilaku / perubahan diri pada subyek penelitian. Berikut adalah hasil dari wawancara dengan crosschek : 1. Apa hubungan anda dengan penderita? Kotak 1 Apa hubungan anda dengan penderita?
” Teman satu kamar. ” ” Teman satu kamar. ” ” Teman satu kamar. ” ” Teman satu kamar. ” ” saya suaminya ” ” istri . ” ” ibu ”
WM,PMO,SP1 WM,PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
2. Apakah penderita melakukan pengobatan secara rutin? Dari hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar PMO mengatakan penderita rutin melakukan pengobatan. Seperti yang ditampilkan pada kotak 2 berikut dibawah ini : Kotak 2 Apakah penderita selalu melakukan pengobatan secara rutin? ” iya rutin ” ” setahu saya ya rutin ” ” iya...rutin. ” ” rutin ” ” ya...rutin ” ” rutin ” ” ya...rutin ”
WM, PMO,SP1 WM, PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
40
3. Apakah penderita meminum obat secara rutin dan teratur? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita meminum obat secara rutin dan teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 3 berikut dibawah ini : Kotak 3 Apakah penderita selalu meminum obat secara rutin dan teratur?
” iya ” ” iya teratur” ” ya rutin ” ” rutin ” ” teratur. ” ” iya. ” ” iya ”
WM,PMO,SP1 WM,PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
4. Apakah penderita selalu menutup mulut saat bersin/batuk? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita menutup mulut saat sedang bersin atau batuk. Seperti yang ditampilkan pada kotak 4 berikut dibawah ini : Kotak 4 Apakah penderita selalu menutup mulut saat bersin/batuk?
” ya ditutup. ” ” setahu saya ditutup ” ” ya....kadang ya ditutup. ” ” iya ditutup. ” ” iya ditutup.” ” nggak ” ” kayaknya ya ditutup ”
WM,PMO,SP1 WM,PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
41
5. Apakah penderita membuang ludah disembarang tempat?ya/tidak?dimana biasanya menbuang ludah? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita tidak membuang ludah disembarang tempat. Seperti yang ditampilkan pada kotak 5 berikut dibawah ini : Kotak 5 Apakah penderita tempat?ya/tidak?Jelaskan?
membuang
ludah
disembarang
” nggak ” WM,PMO,SP1 ” kadang sembarang tempat ” WM,PMO,SP2 ” ya biasanya dikamar mandi, kan kamar mandinya dekat dengan kamar tidur. ” WM,PMO,SP3 ” biasanya di luar ” WM,PMO,SP4 ” biasanya dikamar mandi ” WM,PMO,SP5 ” biasanya di depan, kan ada comberan ” WM,PMO,SP6 ” didepan ” WM,PMO,SP7
6. Apakah penderita menjemur kasur,bantal di bawah sinar matahari pagi? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita jarang menjemur kasur atau bantal. Seperti yang ditampilkan pada kotak 6 berikut dibawah ini : Kotak 6 Apakah penderita menjemur kasur, bantal dibawah sinar matahari? ” jarang ” ” jarang ” ” iya dijemur. ” ” kadang, sebulan satu kali ” ” dijemur, kadang seminggu sekali ” ” iya dijemur. ” ” iya dijemur. ”
42
WM,PMO,SP1 WM,PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
7. Apakah penderita mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna? Dari hasil wawancara yang dilakukan rata-rata PMO mengatakan bahwa penderita jarang mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Seperti yang ditampilkan pada kotak 7 berikut dibawah ini : Kotak 7 Apakah penderita mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna? ” hmm jarang” WM,PMO,SP1 ” kadang-kadang aja” WM,PMO,SP2 ” iya, tapi kadang ya ndak, soalnya di pondok, tapi insya allah ya 4 WM,PMO,SP3 sehat 5 sempurna. ” ” nggak terlalu, mungkin kadang-kadang ” WM,PMO,SP4 ” Oow kalau sayuran sering, tapi kalu susu itu jarang ” WM,PMO,SP5 ” iya ” WM,PMO,SP6 ” iya ” WM,PMO,SP7
8. Apakah penderita selalu melakukan olah raga setiap hari? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita jarang melakukan olah raga. Seperti yang ditampilkan pada kotak 8 berikut dibawah ini : Kotak 8 Apakah penderita selalu melakukan olahraga teratur?
” kadang-kadang ” WM,PMO,SP1 ” kadang -kadang” WM,PMO,SP2 ” iya...satu minggu sekali, kalu nggak salah hari jumat pas pondok libur. ” WM,PMO,SP3 ” jarang mbak ” WM,PMO,SP4 ” kalau ibu tuh jarang olah raga. ” WM,PMO,SP5 ”waktu sakit ya nggak, jalan saja dah sempoyongan”WM,PMO,SP6 ” nggak ” WM,PMO,SP7
43
9. Apakah penderita merokok? Dari hasil wawancara yang dilakukan rata-rata PMO mengatakan bahwa penderita merokok sebelum sakit. Seperti yang ditampilkan pada kotak 9 berikut dibawah ini : Kotak 9 Apakah penderita merokok? ” dulu merokok ” WM,PMO,SP1 ” iya merokok, tapi sekarang nggak” WM,PMO,SP2 ” kalau saya lihat...sebelum sakit itu merokok tapi tidak terus, jarak gitu, namanya juga anak muda, ngumpul sama temen gitu kan kadang merokok. Tapi setelah terkena penyakit ini ya berhenti total. ” WM,PMO,SP3 ” nggak ” WM,PMO,SP4 ” nggak ” WM,PMO,SP5 ” dulu sebelum sakit ya merokok ” WM,PMO,SP6 ” nggak ” WM,PMO,SP7
10. Apakah penderita tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain. Seperti yang ditampilkan pada kotak 10 berikut dibawah ini : Kotak 10 Apakah penderita tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain?
” iya ” ” iya ” ” iya..ha’a tidur dengan yang lain ” ” iya ” ” iya tidur bareng keluarga yang lain ” ” nggak tidur sendiri ” ” tidur sendiri ”
44
WM,PMO,SP1 WM,PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
11. Apakah penderita selalu membuka jendela rumah setiap hari? Dari hasil wawancara yang dilakukan rata-rata PMO mengatakan bahwa penderita jarang membuka jendela rumah. Seperti yang ditampilkan pada kotak 11 berikut dibawah ini : Kotak 11 Apakah penderita selalu membuka jendela rumah setiap hari? ” jarang” WM,PMO,SP1 ” nggak, jarang ” WM,PMO,SP2 ” karena dikamar itu nggak ada jendela ya...nggak dibuka,tapi ruangannya sudah sangat terbuka mbak. tapi kalau kamar yang lain WM,PMO,SP3 ya ada. ” ” dibuka setiap hari ” WM,PMO,SP4 ” iya dibuka” WM,PMO,SP5 ” kalau pagi-pagi dibuka” WM,PMO,SP6 ” iya kalau pagi-pagi dibuka ” WM,PMO,SP7
12. Apakah anda selalu mengingatkan penderita untuk rutin melakukan pengobtan dan minum opbat secara teratur? Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian kecil PMO mengatakan bahwa mereka rutin mengingatkan penderita untuk melakukan pengobatan dan minum obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 12 berikut dibawah ini : Kotak 12
Apakah anda selalu mengingatkan penderita untuk rutin melakukan pengobtan dan minum obat secara teratur?
” kadang-kadang ” WM, PMO,SP1 ” iya kalau saya lagi ingat, ya saya ingetin” WM, PMO,SP2 ” ya jarang-jarang sih mbah, soalnya dia sudah dewasa” WM,PMO,SP3 ” iya mengingatkan ” WM,PMO,SP4 ” iya diingetin ” WM,PMO,SP5 ” iya rutin saya ingetin ” WM,PMO,SP6 45
” iya rutin ”
WM,PMO,SP7
13. Apakah penderita menurut saat anda mengingatkan penderita untuk rutin melakukan pengobtan dan minum obat secara teratur? Dari hasil wawancara yang dilakukan Sebagian besar PMO mengatakan bahwa penderita menurut saat PMO mengingatkan untuk melakukan pengobatan rutin dan meminum obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 13 berikut dibawah ini : Kotak 13 Apakah penderita menurut saat anda mengingatkan penderita untuk rutin melakukan pengobtan dan minum opbat secara teratur? ” iya ” “ iya nurut” ” menurut. ” ” nurut ” ” ya....nurut” ” iya nurut ” ” iya nurut ”
WM, PMO,SP1 WM, PMO,SP2 WM,PMO,SP3 WM,PMO,SP4 WM,PMO,SP5 WM,PMO,SP6 WM,PMO,SP7
46