KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
KAJIAN POTENSI TUMBUHAN GELAM (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK BAHAN BAKU INDUSTRI PULP : ASPEK KANDUNGAN KIMIA KAYU Oleh AHMAD BUDI JUNAIDI & RAHMAT YUNUS Program Studi Kimia FMIPA Unlam Jln. Ahmad Yani Km 35,8 Banjarbaru ABSTRACT A research on determination of chemical content of the wood from “gelam” plant (Melaleuca cajuputi Powell) has been conducted in order to examine its potency to be used as raw material for pulp industry. The research was done by using gravimetric analysis method based on the manual of pulp chemical analysis issued by Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas Bandung. The result of this research showed that the sample of gelam wood contained some chemical substances, which are α-cellulose, holocellulose, lignin, extractive substances, and ash, each having the composition of 37; 75,39; 22,85; 18,85; 4,58 dan 0,92%, respectively. Compared to the classification of quality of the woods to be used as raw material for pulp industry based on the chemical composition, then generally wood of gelam plant has a medium quality. Key word : chemical content of the wood, “gelam” plant (Melaleuca cajuputi Powell), pulp. PENDAHULUAN Kebutuhan kertas dunia yang sangat besar (320 juta ton/tahun) dengan laju peningkatan kebutuhan sekitar 2 % pertahun menjadikan industri kertas merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Peningkatan kebutuhan sebesar 2 % pertahun dapat dipenuhi dengan berdirinya 5-7 buah industri pulp baru setiap tahun. Negara-negara NORSCAN sebagai pemasuk utama kebutuhan kertas dunia sudah tidak mampu lagi memenuhi peningkatan kebutuhan kertas dunia karena pemanfaatan hutan bahan baku di negara-negara tersebut sudah optimal. Ditinjau dari segi ketersediaan lahan, hanya ada tiga negara saja yang memungkinkan memenuhi tambahan kebutuhan tersebut. Negara-negara tersebut adalah Kongo, Brazil dan Indonesia (Cahyono, 2005). Karakteristik dan perkembangan teknologi dalam industri pulp menjadikan industri ini merupakan industri dengan skala yang sangat
besar (kapasitas produksi minimal di negara NORSCAN 500 ton/hari, di Indonesia sekarang ini 1000 ton/hari) (Cahyono, 2005). Hal ini selain sangat potensial membuka lapangan pekerjaan bagi banyak tenaga kerja, juga merupakan tantangan dari aspek penyediaan bahan baku. Bahan baku industri pulp pada dasarnya adalah serat selulosa. Ditinjau dari aspek kandungan fisikokimia, sebenarnya masih banyak bahan baku alternatif non kayu yang dapat digunakan dalam industri pulp, seperti ; tandan kelapa sawit, Kenaf, kapas pisang, jerami, bambu, rami, eceng gondok (Sugesty, 2004). Namun karena kebutuhan bahan baku dalam skala besar (500 ton pulp/hari, 1 ton pulp membutuhkan sekitar + 5 m3 kayu), maka hanya kayu yang dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp secara kontinyu. Kayu yang biasa digunakan dalam industri pulp adalah jenis kayu yang tumbuh di daerah dataran tinggi seperti Acacia
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
284
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
mangium, Eucalyptus sp, Albizia sp, Lamtorogung, Pinus merkusii, Aghatis sp, dan Araucaria sp.( Kasmudjo, 1981 ; Harun, 2005) Terkait aspek penyediaan bahan baku yang membutuhkan areal yang sangat luas (satu buah industri pulp membutuhkan areal hutan untuk bahan baku minimal 100 ribu hektar), maka wilayah Indonesia yang memungkinkan untuk berdirinya industri pulp baru hanyalah Pulau-pulau di luar Pulau Jawa seperti Kalimantan, Sumatera, Irian Jaya. Di pulau Kalimantan sendiri sampai saat ini baru ada satu industri pulp yang berdiri, yaitu PT. KIANI Kalimantan Timur dengan areal HTI 180.000 Hektar dan kapasitas produksi 525.000 ton/tahun (Cahyono, 2005). Sedangkan di daerah Kalimantan lainnya belum ada. Padahal Kalimantan Selatan dan kalimantan Tengah serta Kalimantan Barat memiliki wilayah (lahan tidur) yang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi areal HTI pulp. Disamping memiliki wilayah pegunungan (dataran tinggi) yang cocok untuk HTI Pulp, beberapa wilayah Indonesia, khususnya Pulau Kalimantan (khususnya Kalimantan Selatan dan Tengah serta Barat) sebetulnya sebagian besar wilayahnya adalah areal gambut dan daerah rawarawa yang sangat luas dan sampai saat ini potensinya belum banyak termanfaatkan. Lahan gambut di Indonesia merupakan lahan gambut terbesar nomor 4 di dunia setelah Kanada, Rusia dan Amerika. Secara keseluruhan potensi lahan gambut Indonesia sekitar 26 juta hektar atau sekitar 7% dari total gambut di dunia dan merupakan terbesar di seluruh negara tropis (Mathur dan Farnham, 1982). Dari 26 juta hektar yang
tersedia, hanya sekitar 5 – 5,5 juta hektar saja atau sekitar 20% yang digunakan sebagai lahan pertanian (Santosa, 2002). Kayu yang selama ini cocok digunakan sebagai bahan baku pulp adalah kayu yang tumbuh di daerah dataran tinggi. Berdasarkan kenyataan ini, pengembangan Industri Pulp di wilayah Kalimantan (dan daerah lain yang memiliki lahan gambut) jika ditinjau dari aspek bahan baku tentunya harus menggunakan jenis kayu yang sesuai dengan karakteristik lahan gambut itu sendiri dan yang tak kalah penting adalah kayu tersebut memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pulp. Salah satu jenis kayu yang cocok dan selama ini merupakan “penghuni” daerah gambut dan rawarawa di Kalimantan adalah kayu gelam (Melaleuca cajuputi Powell). Gelam merupakan salah satu tumbuhan yang unik karena jenis ini sangat toleran terhadap kondisi tanah yang ekstrim, seperti keasaman, salinitas dan genangan air. Di Indonesia penyebaran tumbuhan gelam secara alami terdapat di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah, Bali, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah serta Irian Jaya (Masripatin, 2003). Batang kayu gelam di Kalimantan Selatan biasanya digunakan untuk cagak penopang pembangunan konstruksi beton dan siring penahan abrasi sungai serta mal pondasi konstruksi bangunan beton. Secara ekonomis, harga kayu gelam sangat murah dibanding kayu lainnya. Salah satu parameter terpenting dalam mengkaji kelayakan suatu jenis kayu tertentu untuk dapat dijadikan bahan baku industri pulp adalah aspek kandungan kimia kayunya.
METODOLOGI PENELITIAN Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : gelas piala 100 dan 400 ml, pengaduk gelas, cawan saring, blinder, ayakan 100 dan
200 mesh kertas saring, erlenmeyer 300 ml, desikator, penangas air, seperangkat alat distilasi, kompor, cawan saring, gelas ukur 500 ml,
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
285
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
Corong, timbangan analitik, cawan porselin, furnace. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : kayu gelam, akuades, Etanol, benzena, H2SO4 72%, NaOH, NaClO2, HCl 12%, Aseton, phloroglucinol, Ca(OCl)2. Batang kayu gelam dibersihkan dari kulitnya dan dipotong kecil-kecil serta diserpihkan (chips) serta dikeringanginkan selama 1 minggu kemudian diserbukkan menggunakan blinder. Serbuk kayu dilewatkan pada ayakan rangkap untuk menghomogenkan ukuran partikel serbuk sekitar 80 - 40 mesh. adalah
analisis kimia pulp Laboratorium Balai Besar Pulp dan Kertas Bandung dengan langkah-langkah sebagai berikut : Penentuan kadar air dilakukan dengan menyiapkan 2,0 gram serbuk kayu dimasukkan ke dalam botol dan ditimbang (penyimpangan ± 0,1 gram) untuk mengetahui berat awal. Selanjutnya serbuk kayu dikeringkan dalam tanur 105 0C selama ± 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama ± 20 menit. Pengeringan dilanjutkan dengan setiap 2 jam dilakukan penimbangan sampai dicapai berat yang konstan untuk mengethui berat kering tanur.
Metode analisis yang digunakan berdasarkan pada manual Kadar air (%) =
berat awal (gr) - berat kering tanur (gr) x 100% berat kering tanur (gr)
Penentuan Kadar ekstraktif/sari dilakukan dengan menyiapkan 2 gram serbuk kayu dimasukkan ke dalam kertas saring lalu dimasukkan dalam labu soxhlett. Ekstraksi dilakukan Kadar ekstraktif (%) =
berat ekstraktrif (gr) x 100% berat sampel kering tanur (gr)
Untuk menentukan kadar lignin dilakukan dengan cara 1 gram serbuk kayu diekstrak dengan alkoholbenzena, serbuk hasil ekstrak dimasukkan ke gelas piala 1000 ml dicerna dengan 400 ml air panas di atas penangas air selama 3 jam. Kemudian disaring dengan cawan porselin dan dibiarkan sampai kering angin. Ditambahkan 15 ml H2SO4 72 % Kadar Lignin (%) =
dengan 200 ml larutan alkohol-benzena (alkohol ; benzena = 1 ; 2) selama 4 jam kemudian di cuci dengan 50 ml alkohol, selanjutnya sampel di oven pada suhu 105 0C.
dengan suhu 12-15 0C kemudian dibiarkan selama 2 jam sambil sekalikali di aduk. Serbuk dicuci dengan akuades kemudian dididihkan di bawah pendingin tegak selama 4 jam Menyaring dengan cawan porselin lalu dicuci dengan air panas. Sampel dikeringkan dalam open bersuhu 105 0 C kemudian ditimbang.
berat lignin (gr) x 100% berat sampel kering tanur (gr)
Penentuan kadar pentosan dilakukan dengan menyediakan 1 gram sampel ditambahkan 100 ml HCl 12 % lalu didistilasi dan ditambahkan 30 ml HCl 12% setiap diperoleh distilat 50 ml. distilasi dihentikan jika sudah diperoleh
360 ml distilat. Pada distilat ditambahkan phloroglucinol-HCl sambil diaduk kemudian didiamkan distilat selama 16 jam. Residu disaring dan dikeringkan dalam oven selama 2,5 jam kemudian ditimbang.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
286
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
Kadar Pentosan (%) =
berat pentosan (gr) x 100% berat sampel kering tanur (gr)
Untuk menentukan kadar abu dilakukan dengan menyiapkan cawan porselin kosong dikeringkan dalam tanur 600 0C Cawan kemudian dimasukkan dalam desikator, setelah dingin lalu ditimbang. 5 gram serbuk Kadar Abu (%) =
kayu dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu dimasukkan oven 600 0C selama 1 hari. Cawan diambil dan dimasukkan dalam desikator, setelah dingin lalu ditimbang.
berat abu (gr) x 100% berat sampel kering tanur (gr)
Kadar Holoselulosa dilakukan dengan menyiapkan 2 gram serbuk kayu dibebaskan dari ekstraktif, kemudian ditambahkan 10 ml larutan A (campuran 60 ml asam asetat dan 20 ml NaOH per-liter akuades). Campuran dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 70 0C selama 4 jam. Tiap 1/2 jam digoyang, tiap ¾ jam Kadar holoselulosa (%) =
ditambahkan larutan NaClO2. Kemudian ditambahkan 15 ml akuades dan masukkan dalam cawan porselin. Hasil yang diperoleh dicuci dengan asam asetat 1 %, dilanjutkan dengan aseton dan dikeringanginkan selama 4 hari kemudian di oven sampai berat konstan.
berat holo selulosa (gr) x 100% berat sampel kering tanur (gr)
Hasil analisis holoselulosa ditambahkan 3 ml NaOH 17,5 % Dicuci Kadar α-selulosa (%) =
dengan air sambil di saring, kemudian dicuci dengan aseton.
berat α - selulosa (gr) x 100% berat sampel kering tanur (gr)
Analisis data dilakukan dengan cara membandingkan data hasil penelitian dengan klasifikasi kualitas kayu secara umum (Sutopo, 2005) sehingga dapat diketahui tingkat
kelayakan kayu gelam (Melaleuca cajuputi Powell) menjadi bahan baku industri pulp ditinjau dari aspek kandungan senyawa kimianya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu dari karakteristik utama kayu adalah sifat kimianya. Unsur-unsur kimia yang menjadi penyusun utama kayu adalah C, H, O dan N. Secara umum kandungan kimia kayu daun dan kayu jarum menunjukkan persentase dari unsur C = 49-50 % ; H = 6% ; O = 44-45% dan N = 0,1-1%, disamping itu terdapat juga unsur-unsur mineral dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu Ca, K dan Mg. Kimia kayu bukan merupakan zat
tunggal melainkan suatu kelompok senyawa yang kompleks (Prawirohatmodjo, 1997). Terkait dengan penggunaan kayu sebagai bahan baku pulp, salah satu yang menentukan kualitas kayu adalah komposisi zat kimia. Hasil penelitian mengenai komposisi kimia kayu gelam dibandingkan dengan klasifikasi komposisi kimia kayu menurut Sutopo (2005) dapat dilihat dalam tabel berikut:
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
287
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
Klasifikasi Komposisi kayu daun Komposisi • • • • • •
α-Selulosa % holoselulosa Lignin % Pentosan % Zat ekstraktif % Abu %
Tinggi > 45 > 75 > 33 > 24 > 3 > 6
Sedang 40-44 65-75 18-32 2-24 2-3 0,2-6
Kadar Air Kayu Gelam Secara umum untuk iklim di Indonesia, kadar air kayu kering udara adalah sebesar 15 % (Prawirohatmodjo,1997). Sedang dari hasil penelitian yang dilakukan, untuk kadar air kayu gelam diperoleh sebesar 8,16 %. Padahal kayu gelam tumbuh di dataran rendah bahkan umumnya di daerah yang tergenang air (daerah berair). Hal ini mengindikasikan kayu gelam memiliki sifat higroskopis yang rendah, sehingga walaupun tergenang air tumbuhan gelam masih dapat bertahan hidup. Kadar air kayu gelam yang relatif rendah menunjukkan bahwa ditinjau dari segi kadar air, kayu gelam potensial dijadikan bahan baku industri pulp. Meskipun kadar air bukan merupakan faktor utama dalam penentuan kualitas bahan baku industri pulp. Kadar Ekstraktif Kayu Gelam Zat ekstraktif atau komponen luar (extraneous components) bukan merupakan bagian integral dari dinding sel, tetapi diendapkan di dalam ronggarongga mikro dalam dinding sel. Oleh karena itu komponen-komponen ini mudah dipisahkan dari dinding sel dengan pelarut yang sesuai tanpa menimbulkan perubahan pada susunan kimia kayu maupun struktur fisik dinding selnya. Dalam menentukan kadar eksraktif digunakan pelarut alkohol-benzen karena di dalam suatu kayu terdapat bermacam-macam jenis zat ekstratif dengan susunan kimia yang berbeda antara satu dengan
Rendah < 40 < 40 < 18 < 21 < 2 < 0,2
Komposisi kimia kayu gelam Kadar Klasifikasi rendah 37,99 tinggi 75,39 sedang 22,85 rendah 18,85 rendah 4,58 sedang 0,92
lainnya misalnya damar, lemak, lilin, resin, gula, minyak, pati, alkaloid, tanin dll. Hasil penelitian terhadap kadar ekstraktif dalam kayu gelam dengan menggunakan pelarut alkohol-benzen didapatkan sebesar 4,58 %. Untuk kelompok kayu daun berdasarkan pengklasifikasiannya, kadar ekstraktif kayu gelam ini tergolong tinggi (> 3%). Kadar ekstraktif yang tinggi tidak diinginkan dalam industri pulp karena pada pembuatan kertas, zat ekstraktif akan menyebabkan terjadinya pitch, foam dan self sizing (Sutopo, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi kadar ekstraktif, kayu gelam kurang layak sebagai bahan baku industri pulp. Namun pada proses pemasakan kayu (dalam industri pulp) komponen-komponen ekstraktif ini sebagian besar akan terbuang dengan sendirinya. Kadar Lignin Kayu Gelam Lignin dalam kayu berfungsi sebagai perekat antar sel kayu sehingga kadar lignin tertinggi dijumpai dalam lamela tengah dan sedikit pada dinding sekunder. Namun demikian, jumlah lignin terbesar tetap ada dalam dinding sel karena besarnya dinding sel. besarnya kadar lignin umumnya berbanding terbalik dengan besarnya kadar selulosa artinya semakin tinggi kadar ligninnya maka semakin rendah kadar selulosanya. Dalam industri pulp dan kertas, lignin adalah komponen kayu yang harus dihilangkan agar selsel kayu dapat terurai, maka dari itu kayu yang mempunyai kadar lignin
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
288
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
yang tinggi kurang baik untuk industri pulp dan kertas. Berdasarkan hasil penelitian, kadar lignin kayu gelam adalah sebesar 22,85 %. Untuk kelompok kayu daun berdasarkan pengklasifikasiannya, kadar lignin kayu gelam ini tergolong sedang (18 – 32 %). Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi kadar ligninnya, kayu gelam cukup layak sebagai bahan baku industri pulp. Kadar Pentosan Kayu Gelam Pentosan merupakan salah satu fraksi karbohidrat yang termasuk dalam golongan polisakarida yaitu polimer monosakarida yg saling dihubungkan dengan ikatan glikosida. Rumus umum pentosan : (C₅H₈O₄)ƞ. Dari hasil percobaan diperoleh untuk kadar pentosan dari kayu gelam adalah sebesar 18,85 %. Untuk kelompok kayu daun berdasarkan pengklasifikasiannya, kadar pentosan kayu gelam ini tergolong rendah (< 21 %). Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi kadar pentosannya, kayu gelam kurang layak sebagai bahan baku industri pulp. . Kadar Abu Kayu Gelam Kadar abu adalah besarnya jumlah mineral (senyawa-senyawa anorganik) yang ada di dalam kayu, jenisnya bisa berupa garam-garam logam misalnya karbonat, silikat, oksalat, fosfat, kalsium, kalium dan magnesium. Besarnya kadar abu dalam suatu kayu umumnya lebih kecil daripada 1 % dari berat kayu keringnya, jarang yang lebih besar (Fengel dan Wegener, 1995). Kayu yang mempunyai kadar abu yang tinggi kurang disukai dalam industri pulp dan kertas karena akan berpengaruh negatif pada waktu pengelantangan sehingga dapat merendahkan derajat putih pulp. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan besarnya kadar abu dari kayu gelam adalah sebesar 0,92 %. Berdasarkan pengklasifikasiannya, kadar abu kayu gelam ini tergolong
sedang (0,22-6 %). Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi kadar abunya, kayu gelam cukup layak sebagai bahan baku industri pulp. Kadar Holoselulosa Kayu Gelam Holoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan pektin yang semuanya merupakan fraksi-fraksi dari karbohidrat. Kadar holoselulosa pada umumnya berbanding terbalik dengan besarnya lignin. Semakin besar kadar holoselulosa suatu kayu maka kadar ligninnya akan semakin kecil. Holoselulosa diperoleh dengan proses delignifikasi. Delignifikasi yang ideal adalah penghilangan total lignin tanpa adanya serangan bahan kimia terhadap polisakarida, namun tidak ada prosedur delignifikasi yang dapat memenuhi persyaratan tersebut. Secara umum kayu mempunyai kadar holoselulosa sebesar 60-80% (Prawirohatmodjo, 1997) dan dari hasil penelitian diperoleh kadar holoselulosa kayu gelam sebesar 75,39 %. Untuk kelompok kayu daun berdasarkan pengklasifikasiannya, kadar holoselulosa kayu gelam ini tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari kadar holoselulosanya, kayu gelam sangat layak sebagai bahan baku industri pulp. Kadar α-Selulosa Alfa-selulosa merupakan bagian dari holoselulosa yang mempunyai derajat polimerisasi ± 10.000 sehingga ia tidak larut dalam NaOH 17,5 %, sedangkan bagian yang larut, artinya yang derajat polimerisasinya lebih pendek disebut sebagai beta dan gama selulosa. α-selulosa merupakan selulosa murni. α-selulosa bukanlah molekul yang homogen, tetapi mengandung molekul-molekul selulosa dengan berat molekul yang berbedabeda tetapi umumnya tinggi. Alfaselulosa sangat penting dalam industri pulp dan kertas karena derajt polimerisasinya yang panjang akan menyebabkan kekuatan serat naik,
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
289
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
lebih tahan dari efek panas, efek kimia dan serangan-serangan biologis. Secara umum kayu mempunyai kadar selulosa sebesar 40-50% (Fengel dan Wegener, 1995), angka tersebut sama untuk kayu daun lebar maupun kayu jarum. Hasil penelitian menunjukkan besarnya kadar αselulosa kayu gelam adalah sebesar 37,99 %. Berdasarkan pengklasifikasiannya, kadar α-selulosa kayu gelam ini tergolong rendah (< 40). Hal ini menunjukkan bahwa ditinjau dari segi kadar α-selulosanya, kayu gelam akan menghasilkan kualitas pulp yang relatif rendah jika digunakan sebagai bahan baku industri pulp. Analisis Sumatif
Kesukaran utama dalam analisis kayu pada umumnya tidak terletak pada jumlah komponen, tapi terletak pada kenyataan bahwa ada hubungan ultrastruktur dan kimia antara makro-makro molekul dinding sel. Kesukaran-kesukaran pemisahan secara selektif terhadap komponen utama dalam penelitian ini dapat terlihat dari data penelitian yang diperoleh jika diberlakukan analisis sumatif, terlihat total perolehan hasil analisis semua komponen lebih dari 100 %. Hal ini terutama disebabkan oleh sulitnya reaksi delignifikasi sehingga dalam beberapa analisis komponen makro, lignin selalu terikut dalam perhitungan. Selain itu, analisis gravimetri yang diterapkan sangat rentan terhadap adanya kesalahan analisis.
KESIMPULAN Kandungan senyawa kimia dalam kayu gelam sampel masingmasing adalah α-selulosa 37 %, holoselulosa 75,39 %, lignin 22,85 %, pentosan 18,85 %, zat ekstraktif 4,58 % dan abu 0,92 %. Jika dibandingkan dengan klasifikasi kualitas kayu daun sebagai bahan baku industri pulp berdasarkan komposisi zat kimia yang terkandung dalam kayunya, maka
secara umum kayu tumbuhan gelam tergolong memiliki kualitas yang cukup bagus (sedang). Analisis sumatif terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa total prosentase masing-masing komponen kayu lebih dari 100 %. Hal ini mengindikasikan bahwa isolasi terhadap masing-masing komponen belum sempurna.
SARAN Penetapan tentang kelayakan kayu gelam sebagai bahan baku industri pulp perlu penelitian lebih
mendalam lagi terutama mengenai nilai dimensi seratnya.
DAFTAR PUSTAKA Cahyono Y., 2005, Potensi Industri Pulp, Makalah Pelatihan Industri Pulp dan Kertas, Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung. Fengel, D. dan Wegener, G. 1995. Kimia, ultrastruktur, reaksireaksi. Gadjah Mada university press. Jakarta.
Harun
W. K., 2005, Pengetahuan Bahan Baku Pulp, Makalah Pelatihan Industri Pulp dan Kertas, Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung
Kasmudjo, 1981, Laporan Penelitian Komponen Kimia Beberapa Kayu Jenis, Tanaman Cepat
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
290
KAJIAN POTENSI ……(28): 284-291
Tumbuh Sebagai Bahan Pulp dan Kertas. Yogyakarta. Masripatin, 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Gelam., Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Yogyakarta. Prawirohatmodjo, S., 1997. Kimia Kayu. Fak. Kehutanan UGM, Yogyakarta. Santosa, S. J., 2002, Peat, Its Chemistry and Utilization, Makalah Utama Simposium
Nasional Kimia Banjarmasin.
I,
Unlam,
Sugesty S. dan W.Pratiwi, 2004, Kraft Pulping of Oil-palm Empty Fruit Bunches By Addition of Surfactan, Berita Selulosa 39 ; 1-7 , Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung. Sutopo
R. S., 2005, Karakteristik Industri Pulp, Makalah Pelatihan Industri Pulp dan Kertas, Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 10 No. 28, Edisi Desember 2009
291