PROGRAM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DALAM MEWNJANG PEREKONOMIAN KOTA DUMA1 PROPINSI RIAU
%q
?
ZAFRUL ILYAS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHlR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini s a p menyatakan bahwa tugas akhir Program Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit dalam Menunjang Perekonomian Kota Durnai Propinsi Riau. Adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tifiggi nlatiG pun. Sun~berinformasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbikan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam dafiar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, November 2005
ZAFRUL ILYAS NIM. A.015010125
ZAFRUL ILYAS, Dampak Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Terhadap Perekonomian Kota Dumai, dibawah bimbingan Anny Ratnawati sebagai ketua komisi dan Lusi Fausia Ssbagai anggota. Hampir semua CPO dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit yang berada di Propinsi Riau dan sebagian Propinsi Sumatra Utara diekspor melalui Pelabuhan Dumai dengan rata-rata nilai ekspor setiap tahun 2,9 juta ton, Untuk meningkatkan nilai tambah dari CPO sejak tahun 1995 Pemerintah Kota Dumai mengembangkan industri hilir dari CPO tersebut, akan dapat meningkatkar! perekonomian Kota Dumai disamping itu dapat meyerap tenaga kerja. Kajian ini bertujuan ~ntukmenganalisis profil agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit, menganalisis dampak terhadap perekonomian dan menganalisis distribusi pendapatan masyarakat, Metoda kajian untuk profil agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit memakai teori basis kuoesion lokalisasi, kuoesien spesialisasi, indeks material sedangkan untuk dampak terhadap perekonomian menggunakan efek penggandaan pendapatan dan kerja, adapun distribusi pendapatan memakai indek gini ratio. Data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder dengan mengambil sampel masyarakat di sekitar lokasi agroindustri pengolahan minyak sawit Kota Dumai secara random sebanyak seratus lima puluh kepala keluarga. Hasil kajian menunjukkan profil agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan sektor basis, berorientasi ke pasar menyebar pada Jua kecamatan dan tidak ada spesialisasi produksi. Sedangkan dampak terhadap perekonomian Kota Dumai adalah positif mempunyai efek penggandaan pendapatan terhadap daerah sebesar 27,02 dan efek penggandaan tenaga kerja sebesar 1,51 dengan pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 4,60%. Adapun distribusi pendapatan masyarakat baik kerena nilai indeks gini ratio (IGR) sebesar 0,44. Untuk memperbesar dampak agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit terhadap perekonomian Kota Dumai , maka pemerintah Kota Dumai perlu mengembangkan lebih banyak lagi jumlah agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit dengan memanfaatkan 2,9 juta ton CPO yang diekspor dengan mendatangkan investor.
O Hak Cipta mflik Zafntl Ilyas, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi
Dilarang menyutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari lnstitut Pertanian Bogor, sebagian atau selunrhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
PROGRAM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWlT DAMM MENUNJANG PEREKONOMIAN KOTA DUMA1 PROPlNSl RlAU
ZAFRUL ILYAS
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembagunan Daerah
SEKOLAHPASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul Tugas Akhir
: Program Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak
Kelapa Sawit dalarn Menunjang Perekonomian Kota Dumai Propinsi Riau Nama
: Zafrul Ilyas
NIM
: A.015GlGi25
DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING
U
Dr. Ir. Annv Ratnawati. MS Ketua
Ir. Lusi Fauzia, I d ~ c Anggota
Ketua Program Studi
Tanggal Ujian : 8 Februari 2005
Tanggal Lulus : 0 7 F E 8 2006
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, kerena akhirnya Tugas Akhir ini dapat diselesaikan. Kajian ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasajana Jnstitut Pertaniaan Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya terutama kepada B a p a ~cr.ii. Y u s ~ a r :Syaiikat &.Ec selakii keiua program stuai Manejemen Pembangunan Daerah yang memberikan perhatian cukup besar dan berbagai pengarahan selama penulis mengikuti Pendidikan Pascasarjana. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ibu Dr.lr. Anny Ratnawati. MS, sebagai ketua pembimbing dan Ibu Ir. Lusi Fausia M.Ec, sebagai anggota pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis sejak penyusunan dan pembuatan proposal saat penuiisan awal sampai penyelesaian tugas akhir ini . Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah rnembantu penyelesaian penelitian ini baik selama melakukan penelitian di lapangan (Kota Dumai) mau pun selama penulisan dan penyelesaian tugas akhir di Bogor. Akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang berrnanfaat bagi pembaca.
Bogor, November 2005
Penulis
Penulis dilahirkan di Desa Airtiris, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar Propinsi Riau pada tanggal 3 Maret 1954 dari pasangan H.llyas Majid dan H. Rahmia, Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1964 di Airtiris, Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menegah Pertama (SMP) di Kabupaten Kampar tahun 1968, dan menyelesaikan Sekolah Menegah Atas (SMA) di Kota Bangkinang pada tahun 1973, serta menyelesaikan pendiaikan Strata Satu, Sajana Perkebunan pada Sekolah Tinggi Perkebunan Yogyakarta pada tahun 1980. Sampai saat ini penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Dumai Propinsi Riacr.
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. v I.
PENDAHULUAN ............................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4 1.3. Tujuan Kajian .............................................................................. 5 1.4. Manfaat Kajian ............................................................................ 5
.
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2.1 Pengembangan Agroindustri........................................................ 2.2 PerekonomianWlayah................................................................ 2.3 Pengembangan Ekonomi Daerah ................................................
IV
.
METODA KAJIAN .............................................................................. 4.1 . Lokasi Kajian............................................................................... 4.2. Pengumpulan dan Jenis Data ..................................................... 4.3. Analisa Data................................................................................ 4.3.1 Kuosien Lokasi .................................................................. 4.3.2 Kuosien Lokalisasi............................................................. 4.3.3 Kuosien Spesialisasi.......................................................... 4.3.4 lndeks Material (Bahan Baku)............................................ 4.3.5 Angka Penggandaan (Multiplier) dan Penggandan Tenaga Kerja .................................................................... 4.3.6 Pertumbuhan Kqsernpatan Kerja ....................................... 4.3.7 Penggadaan (Multiplier) dan Efek Penggandaan (Efek Multiplier) Pendapatan ............................................. 4.3.8 Distribusi Pendapatan ......................................................
V.
DlSKRlPSl WlLAYAH DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DUMA1 ...... 24 5.1. Keadaan Fisik Wilayah Dumai..................................................... 24 5.2. Keadaan Ekonomi....................................................................... 25 5.3. Keadaan Demografi .................................................................... 27 5.4. Profil lndustri ...............................................................................30 5.5. Kebijakan Tata Ruang................................................................. 33 5.6. Kebijakan Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit ................................................................... 36 5.6.1 Arah Kebijakan ............................................................... 36
II
6 7 8 9
5.6.2 Prioritas Daerah .............................................................. 5.6.3 Program dan Kegiatan Prioritas Daerah .......................... V1. HASlL DAN PEMBAHASAN............................................................... 6.1. Hasil Kajian ............................................................................... 6.2. Analisa Profil Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit ...... 6.2.1. Kucisien Lokasi (LQ) ........................................................ 6.2.2. Kuosien Lokalisasi........................................................... 6.2.3. Kuosien Spesialisasi........................................................ 6.2.4. FaMor Bahan Baku .......................................................... 6.3. Agroindustri Pengolahan minyak Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Kota Dumai ......................................... 6.3.1. Penggandaan daii Perkumbuha!?Kessmpa?=nKeda ....... 6.3.2. Penggandaan (Multiplier) dan Efek Pendapatan (multiplier) Pendapatan .................................................. 6.3.3. Distribusi Pendapatan...................................................... VII. RANCANGAN PROGRAM PEGEMBANGAN KOMODlTl CPO ......... 7.1. Konsep Dasar Pengembangan Agroindustri............................... 7.1.1 Upstream Agribisnis ........................................................ 7.1.2 Downstream Agribisnis .................................................... 7.1.3 Supporting Institution ....................................................... 7.2. Program Pengembangan Agroindustri Hilir ................................. 7.2.1. Sosialisasi Program Pengembangan............................... 7.2.2. Aplikasi Pengembangan Program ...................................
.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 8.1 Kesimpulan .................................................................................... 8.2 Saran ............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Produksi lndustri Pengolahan Besar dan Menengah di Kota Dumai Berdasarkan Tahun 2000 .......................................................
.
2 . Nama Kecamatan Kelurahan dan Jumlah Sampel Kajian ..................
2 I6
3. Tujuan. Jenis dan Sumber Data. Metode Analisis dan Output Kajian Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa SawIt .................................. 17 4. Jumlah Kecamatan. Desa RWlRK dan RT Tahun 2001 di Kota Dumai ................................................................................................
24
........................... 25 6. Distribusi Presentase PDRB Dumai Tahun 1998-2001 ...................... 26 5. Laju Pertumbuhan PDRB Dumai Tahun 1998-2001
7. Banyak Penduduk Kota Dumai Menurut Kecamatan Atas Dasar Sensus Penduduk Tahun 1999-2000 .................................................
27
8. Presentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian .............................
28
9. Jurniah Penduduk. Tenaga Kerja dan Tenaga Kerja lndustri di Kota Dumai Tahun 1998-2001 ...................................................................
29
10. Jumlah lndustri Berdasarkan Kelompok lndustri di Kota Dumai Tahun 1998-2001 ..........................................................................................
30
11. Pertumbuhan Perusahaan. Tenaga Kerja Output lndustri Tahun 1998-2001 (%) ................................................................................... 30 12. Jumlah Bahan Baku Yang Diolah Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Tahun 1999 -2002 ......................................................... 31 13. Jumlah Produksi Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Tahun 1999 . 2002..........................................................................
31
14. Jumlah Ekspor CPO dan Turunannya Melalui Pelabuhan Dumai ......
32
15. Rencana Pembagian ClVilayah Kota Dumai .........................................
33
16. Jumiah Perusahaan Ilndustri di Kota Dumai Menurut Jenis Usaha Tahun 2001 ......................................................................................
38
17. Jumlah lndustri Pengolahan Besar dan Menegah di Kota Dumai Berdasarkan Klasifikasi Kelompok lndustri Tahun 2002 ......................
39
18. Jumlah Tenaga Kerja lndustri Pengolahan Besar dan Menegah di Kota Dumai Berdasarkan Klasifikasi Kelompok lndustri Tahun 2002 ..
41
19. Kuosieon Lokasi (LQ) lndustri Kota Dumai Tahun 2002......................
41
20. Kuosien Lokalisasi lndustri Kota Dumai Tahun 2002 ..........................
43
21 . Kuosien Spesialisasi lndustri Kota Dumai Tahun 2002 .......................
45
22. Nilai lndeks Material Berdasarkan Klasifikasi Kelompok lndustri Tahun 1999 - 2002 di Kota Dumai......................................................
43
23. Nilai Efek Multiplier Tenaga Kerja Sektor lndustri Kota Dumai Tahun 2002 ........................................................................................
47
24. Analisis Efek Multiplier Pendapatan Jangka Pendek Agroindustri Perkebunan Dumai Tahun 2002 .........................................................
49
25. Pendapatan Rata-Rata Penduduk di Daerah Agroindustri Pengclahan FvlinyakKelapa Sawi?dl Bukit !+pr Tahun 2003 ............
51
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Agroindustri ...........................................................................
7
2. Segi Tiga Weber ................................................................................
10
3 . Alur Kerangka Kajian .........................................................................
15
5. Kuna Pendapatan Masyarakat di Sekitar Agroindustri Minyak Kelapa Sawit ..................................................................................... 52 6. Keterkaitan Antar Klaster dalam Sektor lndustri CPO sebagai lndustri Inti .......................................................................................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Halarnan
..............................................................
67
2. Analisis Kuoesion Lokasi Agroindustri Miilyak Knlapa Sawit Kota Duma! ............................................................................................
68
1. Peta Lokasi Kota Durnai
3. Analisis Kuoesion Lokalisasi ( Penyebaran ) Lokasi Agroindustri Minyak Kelapa Sawit.......................................................................... 70 4. Analisis Kuosieon Kuoesion Spesialisasi Agroindustri Minyak Kelapa Sawit Kote Dumai .............................................................................
72
5. Jumlah Bahan Baku (Input) dan Produksi (Output) Perkebunan Per Kecarnatan Tahun 1999 sld 2002 Kota Durnai ............................
73
6. Nilai lndeks Material Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit ..
74
7. Jumlah Bahan Baku (Input) dan Produksi (Output) dalam Rupiah Agroindustri Kehutanan per Kecamatan Tahun 1999 sld 2002 Kota Dumai ................................................................................................ 8. Penggandaan dan Perturnbuhan Kesempatan Kerja .........................
75 76
............
77
10. lndeks Gini ratio Distribusi Pendapatan rnasyarskat ..........................
78
9. Analisa Efek Multiplier Pendapatan Agroindustri Kota Dumai
11. Urutan Pendapatan Penduduk di Sekitar Lokasi Agrobisnis Minyak Sawit tahun 2003 ................................................................................ 79
I. PENDAHULUAN
1.I. Latar Belakang Berbagai kerjasama ekonomi
yang
mengarah
pada
liberalisasi
perdagangan sepetti AFTA (tingkat Asia Tenggara), APEC (tingkat Asia Pasifik) serta WTO (tingkat dunia)-masih menghadapi iantangan besar karena fenomena asimetri yang dilakukan negara-negara maju. Perdagangan internasional tentu saja tidak hanya sekedai pergerakan barang dan jasa karena perbedaan keuntungan komparatif di negara-negara yang ada di dunia, melainkan juga hubungan diplomasi serta pergaulan ekonomi dan politik antar negara. Perdagangarl intemasional secara teoritis dapat menciptakan nilai tambah bagi negara peserta, untuk memperbaiki tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan warganya. Perjanjian AFTA yang merupakan perdagangan bebas antar negara ASEAN merupakan perjanjian yang paling cepat diimplementasikan, yaitu tahun 2003, bahkan untuk beberapa komoditas tertentu telah dilakukan sejak tahun 2002. Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia termasuk negara yang lambat dalam perkembangan. Dengan demikian sektor industri yang berbasis produk pertanian harus dikembangkan lebih jauh dengan pertimbangan bahwa kontribusi sektor pertanian sangat dominan dalam pembentukan produk domestik bruto. Di sisi lain dari perkembangan global yang terjadi saat ini, pembangunsn daerah harus dilakukan sesuai dengan kemampuan daerah itu sendiri, dalam bentuk keunggulan komparatif dan sekaligus kompetitif teihadap produk yang dihasilkan. Salah satu sektor perekonomian yang mendapat perhatian dalam dekade ini adalah sektor industri pengolahan yang berbasis pertanian dan terbukti dalam
masa krisis ekonomi sektor tersebut mampu cukup bertahan dalam goncangan ekonomi. Di samping itu sektor industri yang berbasis pertanian sangat berkaitan langsung dengan pembangunan wilayah. Demikian pula di Kota Dumai pada saat ini telah banyak muncul berbagai industri kecil, menengah dan besar tidak terkecuali industri yang yang mengolah hasil pertanian, khususnya agroindustri perkebunan yang mengolah bahan baku dari sektor pertanian. Agroindustri ini mempunyai potensi yang cukup besar
datm menun+ng e k s p non migas. Haf ini tertihat &Fi. jumtah ekspor CP3 dan produk tunrnanrrya serta industri ksyu dan sejenisnya dimma pada tatrun 1999 sampai dengan 2002, idustri tersebut mengalami pertmiwhan yang relatif
baik. Pada Tabd 1 dapat dWat perkembangan produksi industri pc3ngiW%andi Kota Durnai. Tabel 1. Jumlah Produksi lndustri Pengolaban Besar dan Menengah di Kota Dumai EWdasarkan Tahun 2002 I
No
Tahun
/- 1
1999
i
I
Prduksi lndustri Pengoiahan .-
f
CPO (ton) 114.344
I
I
Kayu (M3) 23.467
Sumber : Dinhutbun Dumai d a h BPS Kota Durnai Tahun 2002
1
Dari Tabel 1 di atas terlihat bahwa industri pengolahan CPO mengalami
perkcmhgan .lyang rdatif baik jika dtbandingkan industri pengdahan kayu. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya produksi Mihutan industri yang ada
di wikyah Kota Dumai. Kehadiran industri ini tidak hanya berperan dalam ekspor, disamping itu juga menciptakan nilai tambah industri dan perluasan lapangan kerja di Kota Dumai. Hasil sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk kota Dumai
sebesru 65.663 jiwa merupakan angkatan keja atau s e k k 37,58 persen. Dari @ah angkatan kerja tersebut, bequmbh 174.706 j h dengan rincian bahwa
yang bekerja sebesar 58.858 jiwa atau 89.63 persen sedangkan yang rnencari pekerjaan sebanyak 6.805orang atau 10.37 persen. Jwnlah tenaga kerja y m g terserap pada industri pengolahan besar &n menengah yang berbasis pada sektor pertanian ini sekitar 1.685 jiwa atau s e k i 19.12 persen dari total tenaga kerja industri di Kota Dumai. Secara umum perkembangan
sektor industri dapat rnengakibatkan
terjadinya kesenjangan ekonomi, disamping kemajuan yang telah dicapai. Untuk itu dalarn meningkatbn peranan industri di Kata Dumai perhatian pada
pembukaan tapangan keja dan rneningtratkan efrspor dan nitai tarnbatr dari industri tersebut perhr mendapat perhatian.
Saragih (2000) mengemukakan bahwa dengan adanya globalisasi ekonomi, memungkinkan terjadinya aliran faktor produksi seperti tenaga kerja, modal atau keunggulan faktor sumber daya bawaan negqra lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa keunggulan komparatif suatu negara atau daerah akan semakin kabur, meskipun memiliki sumber daya yang melimpah. Salah satu tujuan dari pembangunan industri adalah untuk memacu pertumbuhan ekonomi sebagai syarat perbaikan kesejahteraan masyarakaf dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Dalam perkembangannya industri mempunyai dampak positif seperti pernbangunan terhadap wilayahtkota. Alternatif bagi pengembangan suatu wilayah adalah dengan penciptaan suatu pusat pertumbuhan. Penciptaan pusat pertumbuhan ini sebaiknya memperhatikan keuntungan komparatif yang dimiliki daerah yang bersangkutan, dilain pihak juga juga harus dapat rnemanfaatkan kaitan antar industri. Strategi
pusat
pertumbuhan
dapat
diterapkan
untuk
mencapai
pertumbuhan ekonomi yang optimum, maka konsentrasi investasi tempat yang dipilih untuk menjadi pusat pertumbuhan akan lebih efektif dari pada investasi yang mate. Selain itu penghematan ekstern akan lebih modal terjadi pada investasi yang terkonsentrasi secara spesial dari pada yang tersebar. Konsep kota industri merupakan salah satu jalan keluar dan upaya menghadapi kendala pengembangan sektor industri.
Kota industri ini
dititikberatkan untuk menyediakan segala kebutuhan industri di kawasan itu antara lain meliputi bahan baku, tenaga kerja, transportasi, fasilitas umum dan sosial, pelabuhan yang lancar, serta pemukiman. Dumai sebagai
kota yang
mulai berkembang dengan aktivitas
perekonomian yang mengalami peningkatan, yang sekaligus juga mendorong meningkatnya migrasi yang ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang selalu meningkat. Pertumbuhan penduduk yang pesat akan menimbulkan berbagai masalah, seperti penyediaan tapangan keja, masalah perumahan, masalah pertanahan, masalah infrastruktur, masalah kriminalitas, masalah kependudukan dan masalah lingkungan. Permasalahan ini mendorong Pemerintah Kota Dumai melakukan usaha penataan wilayah antara lain melalui pemekaran wilayah Kecamatan menjadi lima wilayah Kecamatan. Selanjutnya langkah lain yang ditempuh adalah dengan mengembangkan pusat pertumbuhan baru secara terencana dan terarah pada daerahdaerah sekitar pusat Kota Dumai seperti adanya Dumai Industrial Park dengan luas 50
Ha dan kawasan industri Lubuk Gaung yang berlokasi di Dumai Barat dan Bukit Kapur. Pengembangan Kota Dumai dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga kehidupan sosial dan skonomi dapat lebih mendorong kegiatan yang berkaitan dengan daerah lain terutama daerahdaerah yang secara langsung berdekatan dengan Kota Dumai. 1.2. Perurnusan Masalah
Apabila dilihat dari perkembangan jumlah angkatan kerja di Kota Dumai pada tahun 2000 sebesar 65.663 jiwa dan yang bekerja sebesar 58.858 jiwa dengan demikian masih terdapat sebanyak 6.805 jiwa yang belum memperoleh kesempatan kerja atau pekerjaan. Jumlah angkatan keja yang relatif besar tersebut merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Kota Dumai. Relatif besarnya jurnlah angkatan kerja sebagai akibat dari besarnya pertumbuhan penduduk. Untuk itu kehadiran industri di Kota Dumai diharapkan dapat membuka lapangan kerja baru bagi angkatan kerja. Jika dilihat perkembangan industri yang ada, kecenderungannya semakin membaik namun di lain pihak terlihat bahwa keberadaan industri tersebut belum sepenuhnya seperti yang diharapkan yakni perluasan kesempatan kerja bagi penduduk di Kota Dumai, dengan demikian dapat merupakan hambatan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan pandangan diatas masalah yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan industri di Kota Dumai apakah dengan kehadiran industri besar dan menengah telah membuka kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat serta perkembangan wilayah secara keseluruhan. Disamping itu apakah industri tersebut memberikan kontribusi pendapatan yang cukup bagi penerimaan daerah, produk domestik regional bruto. Dari uraian di atas dapat diperkirakan perrnasalahan yang muncul yaitu : 1. Bagaimana profil industri besar dilihat dari jenis industri yang ada dan
seberapa besar penyerapan tenaga kerja yang terjadi di industri tersebut. 2. Dengan adanya industri tersebut, bagaimana dampak yang diberikan terhadap pembangunan daerahl wilayah Kota Dumai 3. Bagaimana distribusi pendapatan masyarakat di sekitar agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit.
I.3. Tujuan Kajian
Seiring dengan heberapa permasalahan yang cfihadapj, maka beberapa tujuan kajian yang ingin dicapai yaitu: tujuan utarna gdalnh ufituk menyusun rancangan program pengembangan agroindustri mirqqk kelapa sawit dalam perekonomian Kota Dumai. Sedangkan tujuan khusug : 1.
Menganalisis profil dan jenis agroindustri pengolahan minyak ketapaaa*
2.
Menganalisis dampak agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit terhadap perekonomian Kota Durnai
3.
Menganalisis distribusi pendapatan masyarakat di sekitar agroindustri pengolahan minyak kelapa sayit
I.4. Manfaat Kajian 1. Merupakan masukan bag! para pengambil keputusan di daerah rnaupun
pusat dalam perencanaaq pemhangunan daerah, terutarna yang berkaitan secara langsung di sektqr industri
2. Alternatif bagi rnasyarqbat ( s e w swasta) dalarn rnempertimbngkan jenis investasi yang akan dikecnban@c~n 3. Menambah khasanah.infom)api ilmiah Qbidaqg; pembangunan daerah.
2.1
Pengembangan Agroindustri Agroindustri merupakan sektor yang dapat tumbuh yang positif selama
tejadinya krisis ekonomi sementara sektor yang lain terpuruk dalam pertumbuhannya. Lebih jauh lagi agroindustri memiliki potensi yang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyerap tenaga kerja,
meningkatkan pemerataan pembangunan dan
mempercepat pembangunan daerah. Lebih jauh mengatakan bahwa agroindustri adalah a leading sector dalam perekonomian nasional Indonesia (Saragih, 2001). Agroindustri merupakan bagian dari agribisnis dan dalam agribisnis teraapat 3 unsur yaitu, (Handaka dan Paramawati, 2002) : 1. lndustri Hulu pertanian, yakni industri-industri yang menghasilkan sarana
produksi (input) pertanian. Termasuk didalam industri ini adalah industri kimia seperti pupuk, pestisida dan obat-obat untuk komoditas pertanian, industri perbenihanlpembibitanserta industri alat dan mesin pertanian 2. Budi daya pertanian dalarn arti luas, mencakup aspek budidaya atau produksi tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, perternakan dan perikanan. Pertanian dimulai dari persiapan seperti pengolahan lahan hingga panen. 3. lndustri hilir atau agroindustri, yakni kegiatan industri pengolahan hasil
pertanian menjadi produk olahan, bbik produk antara (Intermediate product) maupun produk akhir (final product). Dengan diberlakukannya otonomi daerah, masing-masing daerah harus semakin memahami potensi daerahnya masing-masing, tidak semua daerah harus menjadi penghasil berbagai komoditas namun lebih fokus bila tiap daerah membangun agroindustrinya berdasarkan keunggulan komoditas lokalnya. Handaka dan Paramawati (2002) menyatakan bahwa campur tangan pemerintah dalam bentuk kebijakkan (pusat atau daerah) msupun pengaruh permintaan pasar harus menjadi acuan dalam menerapkan agroindustri yang mengedepankan budaya mutu. Bagan ini dapat memperjelas bagaimana tiaptiap faktor pada akhimya akan mempengaruhi hasil akhir (mutu) agroindustri.
-
Masukkan (input)
Kebijakkan Pemerintah ( PusaVDaerah)
Proses (Agroindustri) :
Teknologi Proses perlakuan
I
-Produk primer -Produk antara
-
I
Garnbar 1. Proses Agioindustri
2.2
Perekonomian Wilayah Kernarnpuan ekonorni suatu daerah tidak terlepas dari sumber daya yang
dirniliki, baik surnber daya alarn rnaupun sumber daya rnanusia. Sumber daya yang tersedia tersebut harus dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan daerah rnaupun rnasyarakat secara keseluruhan. Pernbangunan ekonorni rnerupakan bagian penting dari pernbangunan nasional dengan tujuan akhir adalah meningkatkan kesejahteraan rnasyarakat yang dapat diukur antara rnelalui tingkat pendapatan ril perkapita yang tinggi, (Tarnbunan, 1996). Disarnping itu pernbangunan juga dapat dilihat secara regionallwilayah dan pendekatan yang dilakukan dalarn pembangunan suatu wilayah dapat dilihat rnelalui pendekatan sektoral maupun pendekatan regional. Pendekatan sektoral lebih rnepitikberatkan kepada sektor apa yang akan dikembangkan, sedangkan pendekatan regional lebih melihat kepada daerah rnana yang akan dikernbangkan. Dari kedua pendekatan tersebut, pada urnumnya dilakukan secara bersarnaan sesuai dengan prioritas yang akan dilakukan. Dalam ruang lingkup kegiatan ekonomi pada umumnya diperhatikan adalah beberapa kornponen yaitu : 1. Bahan baku (lokal input) yang tersedia, yakni bahan baku yang tidak dapat dipindahkan seperti : lahan yang tersedia, iklim pelayanan umurn, dan lain sebagainya. 2. Permintaan lokal, yaitu adanya permintaan terhadap output yang tidak dapat dipindahkan seperti tenaga kerja lokal 3. Bahan baku yang dapat dipindahkan (transfer output) 4. Permintaan dari luar
2.3
Pengembangan Ekonomi Daerah Menurut Hischman dalam Streeten (1976) bahwa pad? prinsipnya
pengembangan atau lebih tepatnya pefl~fpbuhanekonomi merupakan suatu proses yang tidak seimbang. Selanjutnya ia mengatakan bahwa hubungan antar kedua sektor akan menimbulkan trickle down effect, suatu mekanisme dimana hasil yang dicapai oleh sektor unggulan akan merembes ke sektor lainnya. Keberadaan sektor industri dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan, meskipun tidak secara khusus sektor industri merupakan tulang punggung dari kemajuan daerahlwilayah. Perkembangan perekonomian daerahlwilayah harus dilihat secara menyeluruh dan kemampuan dari satu sektor harus dapat memberikan efek terhadap kemajuan sektor lainnya, terutama sekali dampak yang ditimbulkan dari suatu sektor secara eksplisit akan menyentuh kehidupan masyarakat seperti tingkat pendapatan, kesempatan kerja, produksi dan distribusi barang dan jasa. Pada kurun waktu pertengahan tahun 1990-an, sektor industri sangat berperan
dalam
pencapaian
daerahlwilayah di Indonesia.
pertumbuhan
ekonomi
dari
beberapa
Namun disisi lain kemampuan sektor tersebut
masih belum memiliki keunggulan kompetitif, ha1 ini terlihat dari lemahnya sektor tersebut terhadap gejolak perekonomian yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dengan terjadinya krisis ekonomi. Sektor yang sang@ dominan dalam pembentukkan PDB di Indonesia adalah sektor pertqnigg dan saat ini telah terjadi perubahan paradigma pembangunan pertanian dari menghasilkan produk primer menjadi produk olahan (Baharsyah, 1999).
Dengan latar belakang jumlah penduduk yang terbesar
masih bekerja pada basis pertanian, maka industrialisasi yang ditempuh harus berbasis pertanian (agroindustri) yang dapat menunjang pembangunan regional. Menurut Todaro (1997), tujuan pembangunan regional pada dasarnya adalah untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang lebih cepat, menyediakan kesempatan kerja yang
cukup, pemerataan pendapatan,
mengurangi perbedaan kemakmuran antar daerah serta mendorong perubahan struktur perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dan industri. Salah satu unsur yang tidak dapat ditinggalkan dalam pembangunan suatu wilayah adalah pengambilan keputusan untuk menentukan lokasi yang tepat bagi suatu kegiatan baik dari sisi rumah tangga, perusahaan maupun pemerintah.
Djojodipuro (1992) tentang teori lokasi yang berkaitan dengan industri menyatakan bahwa terdapat beberapa faktQr yang menentukan dalam penentuan suatu lokasi yakni, biaya transpofl dan biaya tenaga kerja serta kekuatan aglomerasi atau deglomerasl. Teori
lain yang juga
berhubunggp dengan
kemampuan suatu
daerahlwilayah dengan adanya sektor yang berf<emampuanuntuk menggerakan perekonomian wilayah adalah teori Basis Ekonomi. Teori ini menjelaskan tentang kemampuan suatu daerahlwilayah dalam suatu sektor terhadap perkembangan wilayah, dirnana teori basis ini menyederhanakan perekonomian wilayah menjadi dua sektor kegiatan, yaitu sektor basis dan sektor bukan basis dan juga wilayah dibagi menjadi wilayah yang bersangkutan dan wilayah lain. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk melihat seberapa jauh keberadaan suatu industri bagi pendapatan masyarakat dan pengembangan wilayah, yaitu melalui pendekatan teoritis maupun pendekatan empiris. Teori tentang industri yang berkaitan dengan wilayah yang dikemukakan oleh Glasson, 1977 yang bertumpu kepada pendekatan : a. Biaya minirr~umterhadap faktor- faktor b. Analisis pasar yang berdasarkan kepada permintaan c. Keuntungan maksimal (profit maximum) Disamping teori yang dikemukan diatas ada beberapa tokoh lain seperti Weber yang melihat kedypukan industri dalam suatu wilayah yang melihat kepada pendekatan segi \iqa lokasi, dimana titik keseimbangan dari kedudukan industri terletak pad3 titik optimum sumber bahan baku dan konsumen. Dalam pendekatan ini dikemukakan bahwa pemilihan tempat berdirinya industri oleh psmilik modal adalah dengan terdapatnya biaya yang minimum terhadap biaya transportasi dan biaya tenaga kerja yang merupakan faktor regional umum (Sihotang 1977). Menurut Werber biaya transportasi merupakan faktor utama dalam menentukan lokasi sedangkan faktor lainnya merupakan faktor yang dapat menyesuaikan lokasi. Dengan asurnsi yang dipakai untuk faktor biaya transportasi adalah bahwa biaya transportasi bertambah secara proposional dengan jarak angkut, dirnana biaya transport terendah adalah titik yang menunjukkan biaya minimum untuk angkutan bahan baku dan distribusi hasil produksi (Gambar 2).
X
Ketqpngan : T = Lokasi optimum
MI dan M2 = Sumber bahan baku Mk = Pasar y,x,z
= Bobot
input-output
a,b,c = Jarak input-output
Gambar 2. Segi Tiga Lokasi Weber Dari gambar tersebut untuk menenr~kanapakah lokasi optimum lebih dekat dengan kepasar atau bahan baku, Werber merumuskannya sebagai berikut : Bobot bahan baku lokal IM = --------------------Bobot produk akhir Jika : IM > 1 lndustri berorientgsi pada bahan baku IM
IM = lndeks Material Teori dan analisa yarq berkaitan dengan wilayah juga dikemukakan oleh Walter dalam Sihotang, 1977 di dalam teorinya dengan mengembangkan konsep aglomerasi dengan mengikuti klasifikasi faktor-faktor aglomerasi yang telah di identifikasi yaitu : 1. Faktor skala usaha ekonomis yaitu suatu besaran skala usaha yang ekonomis dari suatu perusahaan tertentu sebagai akibat dari perluasan perusahaan di lokasi 2. Faktor lokasi yang ekonomis yaitu lokasi yang ekonomis bagi sekelompok
perusahaan industri yang sejenis sebagai akibat dari peningkatan produksi total pada satu lokasi 3. Faktor urbanisasi yang ekonomis yaitu suatu lokasi yang ekonomis bagi
semua perusahaan dari berbagai jenis industri.
Sedangkan Struk dalam Tambunan (1990) melihat tempat industri berada kepada zona kota dan keuntungan. Menurutnya penyebaran industri dibagi dalam tiga wilayah yaitu a. Central Zone (wilayah inti kota) di sekitar CBD b. lnternediate Zone (wilayah peralihan kota) dipertengahan kota c. Outer Zone (wilayah pinggiran kota) diluar kota Di wilayah inti kota, luas lahan relatif sempit sehingga sering menimbulkan persoalan antara satu kegiatan dengan kegiatan lain dan dampaknya adalah harga lahan semakin tinggi, namun jenis indusiri sangat tinggi. Di wilayah peralihan, lahan yang ada relatif lebih luas dan kepadatan penduduk relatif rendah, disini industri menempati areal yang lebih luas. Sedangkan yang luas dipinggiran kota memungkinkan industri menempati areal yang luas hanya saja keragaman industri IePih rendah dibandingkan dengan di dalam kota. Menurut Richardson dalam Sihotang, 1977 beberapa teknik analisa regional yaitu multiplier regional, ekonomi basis, analisa input output, analisis biaya dan manfaat. Dari beberapa konsep tersebut salah satu konsep yang dapat menjelaskan pertumbuhan ekonomi wilayah adalah dengan konsep basis ekonomi. Teknik ini merupakan ptqndekatan yang dapat menjelaskan pertumbuhan wilayah melalui kajian sektor industri basis, dengan demikian konsep basis ekonomi ini dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan daerah (wilayah) terutama untuk peqyvbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja wilayah melalui efek multiplier. Glasson dalam Sihotang, 1977 mengemukakan bahwa kegiatan sektor basis dalam suatu daerah akan menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor basis dan akan menaikkan volume kegiatan pada sektor non bssis. Dengan demikian kegiatan sektor basis mempunyai peranan sebagai penggerak pertama dimana setiap perubahan dalam aktivitas ekonomi tersebut akan mempunyai efek pengganda terhadap perubahan perekonomian suatu wilayah. Kadariah (1977), lebih jauh menyatakan bahwa pekembangan regional biasanya disebabkan karena kemampuan wilayah yang bersangkutan untuk menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan dalam perekonornian nasional
dan mengekspornya dengan tetap mempertimbangkan faktor keunggulan komparatif wilayah tersebut terhadap wilayah lain. Penggunaan konsep basis ekonomi dalam mengukur pertumbuhan wilayah mempunyai kelebihan diantaranya adalah : (1) Konsepnya sederhana, (2) Mudah diterapkan, (3) Menjelaskan struktur perekonomian guna peramalan pertumbuhan suatu wilayah. Disamping itu kelemahan yang ada dalam konsep basis ekonomi diantaranya yaitu : (a) Adanya perubahan unit lokasi harus disesuaikan dengan penentuan kegiatan basis dan bukan basis, (b) Adanya investasi Pemerintah yang rrrasuk kedalam akan rnengurangi peranan dari eksporlsektor basis, (c) Terjadinya kebocoran wilayah akan mengurangi peranan sektor basis, dan (d) Konsep basis ekonomi tidak dapat menjelaskan tingkat pertumbuhan keseimbangan suatu wilayah dan juga hubungan antara tingkat pendapatan dengan kapasitas ekspor.
Ill. KERANGKA PEMIY(RAN
Keberadaan sektor industri dalam pen~apaianpertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan. Meskipun tidak secara khusus sektor industri merupakan tulang punggung dari kemajuan daerah. Perkembangan perekonomian daerah harus dilihat secara menyeluruh dan kemampuan dari satu sektor harus dapat memberikan efek terhadap sektor iain, ieruiama sekali dam pa^ yang dit~mbuikandari suatii sekto~secata eksplisi: akan menyentuh kehidupan masyarakat seperti tingkat pendapatan, kesempatan kerja, produksi, dan distribusi barang dan jasa. Pada kurun waktu pertengahan sebelum tahun 1990, sektor industri sangat berperan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi dari beberapa daerah di Indonesia, namun disisi lain kemarnpudn sektor tersebut belum didasarkan kepada keunggulan kompetitif ha1 ini terlihat dari lemahnya sektor tersebut terhadap gejolak perekonomian yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dengan terjadinya krisis akonomi. Sektor agroindustri yang ada di Kota Dumai pada saat krisis ekonomi menyentuh sebagian besar kehidupan masyarakat Kota Dumai di Ptopinsi Riau. Untuk itu kemampuan sektor pertanian lebih diarahkan kepada industri pengolahan hasil pertanian yAhg cukup memberikan pengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyatakat. Salah satu jenis [flustri yang memberikan pengaruh yang signifikan pada saat itu adalah industri rjengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri, seperti industri pengolahan perkebunan (kelapa sawit), industri pengolahan hasil hutan (kayu), industri pengolahan kelapa dan berbagai industri pengolahan lainnya yang berbasis h?sil pertanian, secara langsung telah memberikan pengaruh bagi peningkatan kehidupan masyarakat yang sebagian besar masyarakat yang bergantung kehidupannya kapada sektor pertanian. Perrnasalahan yang dialami oleh sektor agroindustri minyak sawit : 1) Belum optimalnya menyerap tenaga kerja sehingga tingginya tingkat
pengangguran, 2) Rendahnya kontribusi terhadap daerah, 3) Belum dapat menyerap semua bahan baku berupa CPO, 4) Banyaknya pungutan tidak resmi, dan , 5) Ketergantungan bahan baku dari luar Kota Dumai.
Dari perrnasalahan yang ada di atas periu dilakukan evaluasi terhadap agroindustri pengolanan minyak sawit dengan menganalisis agroindustri tersebut dengan teknik Location question, spesialisasi, indeks material dan menganalisis ekonomi wilayah (kota) dengan teknik multiplier tenaga kerja, efek multiplier pendapatan, multiplier pendapatan, dan distribusi pendapatan, sehingga dapat diketahui berpotensi atau tidaknya untuk dikembangkan. Apabila agroindustri minyak sawit berpotensi untuk dikembangkan, maka harus disesuaikan dengan kebijakan daerah yang telah tertuang dalam rencana
stratzgis (RENST!X4) Pembangunan Kcta Duxai Tahun 2001-2005. Maka salah satu strategi pengembangan industri lebih di arahkan kepada industri yang berbasis pada keunggulan komparatif dan kompetitif, terutama pada skala industri menengah dan kecil yang berbasis pada industri pengolahan hasil-hasil pertanian dan ha1 ini terbukti relatif lebih mampu bertahan dalam menghadapi gejolak perekonomian. Kenyataan yang terjadi dari perkembzngan suatu wilayah dengan kegiatan industri yang dominan adalah lokasi industri yang berada di pusat kota akan mengalami aglomerasi dan ha1 ini tentunya akan berpengaruh positif dan negatif terhadap wilayah tersebut. Perkembangan selanjutnya dari adanya dampak positif, maka peran pemerintah dalam kebijakan yang strategis sangat diperlukan. Dengan tujuan akhir adalah memberikan rekomendasi pengembangan agroindustri minyak sawit kepada pemerintah daerah, yang diarahkan untuk menjawab permasalahan. Untuk lebih jelasnya Bagan Alur Kerangka Metodologi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 berikut di bawah ini:
Analisis Agroindl-lstri Location Questien Spesialisasi Lokalisasi lndek Material
I,
Perrnasalahan Pengembangan Agroindustri Minyak sawit
a
C '
knalisis Ekonomi Wilayah (Kotal Multiplier Tenaga kerja Effek Multiplier Pendapatan Multiplier Pendapatan Distribusi Pendapatan
P~tensiPengembangan broindustri Minyak Sawit
Pengembangan Agroindustri Minyak
Gambar 3. Bagan Alur Kerangka Metodologi Penelitian
IV. METODE KAJiAN
4.1 Lokasi Kajian Wilayah kajian meliputi seluruh wilayah/Kota Dumai, dengan alasan pemilihan Dumai sebagai wilayah kajian adalah bahwa Kota Dumai merupakan salah satu kota di Propinsi Riau yang terrnasuk dalam kegiatan agroindustri yang sangat potensial dimasa yang akan datang. Disamping itu Kota Dumai merupakan pelabuhan ekspor terbesar di wilayah daratan Riau dengan pertimbangan prasarana dan sarana pelabuhan yang memadai. 4.2 Pengumpulan dan Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada para responden, dimana yang menjadi responden dalam kajian ini adalah masyarakat di sekitar lokasi Agroindustri pengolahan minyak sawit. Dapat di lihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Nama Kecamatan, Kelurahan dan Jumlah Sampel untuk Kajian I No
Kecamatan
Dumai Timur Bukit Kapur Jumlah Sumber : Data Primer Diolah 1
2
Kelurahan Bulu Kasat, Kayu Kapur
Populasi
Sampel
229 357
60 90 150
604
Dari Tabel 2 diatas diambil sampel kecamatan adalah Kecamatan Dumai Timur dengan kelurahan Bulu Kasap dan kecamatan Bukit Kapur dengan Kelurahan Kayti Kapur, kerena didaerah ini terdapat agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit. Dari setiap kelurahan ditetapkan populasi dengan kriteria kepala keluarga mempunyai pekerjaan bidang jasa, perdagangan dan buruh yang berhubungan langsung dengan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit.
Dari populasi tersebut diambil sebagai responden secara random
sampling untuk Kelurahan Bulu Kasap sebanyak 60 kepala keluarga, dan Kelurahan Kayu Kapur sebanyak 90 kepala keluarga.
Data seitunckr diperofeh dari inslansi-instansi anbra laifi Dinas Penndustrian dan Perdagsngan, Bappeko Dumai, Rmerhbh Kota Oumai dm Kantor Sbtistik D u d serta pihak fain yang terkait dengan kajian ini. 4.3. Analiis Data
Didatam mefakukan kajian ini, target yang akan dicapai dengan mefahi beberapa analisis data diantaranya adalah arialisis deskriptif dan analisis
kusntitatif. Anaiisis desktitif yang dibksanakan addah untuk memperoleh gambarar! mengenai penyerapan tenaga keja, pendapaian :*.i!syan, iokasi industri, jenis industri dan hal lain yang tidak dijebkan secara kuantitatif. Sedangkan anakisi Inmntitatif yang ditalrukan adatatr metatui bebetapa cam dapat di lihat pada Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Tujltan, Jenis dan Sumber Data, Metode Analisis dan Output Kajian Program PertgembanganAgroindustri Peqpfahan Minyak Kebpa Sawit di Kata Durnai Sumber Metode Output Tujuan No Jenis Data data
7
JumW fenaga ' kerja Produksi dan bahan baku
Menganabs~s profil agroindustn
l0sW1 Pemerintah Swasta
analibis UxaIim
W o r basis
quotient Kwsien
Spestaltsaa
a
S~esiatisasl KuOsien Lokalisasi lndeks material
-
produk Penyebaran Iokasi
* Kedekatan pasarbahan baku
2
3
Mengsnatisis dampak agroindustn terhadap monomian
Menganatisis distribusi pendapatan
6
Pmduksi dan 6 hstansi bahan baku Pemerintah Jumlah tenaga ~Swasta kerja ~endapatan daerah
.
Perxiapatan masyarakat
r Mukiptier efek Tenaga kerja Mult@ijr efek pendapatan
6
Penyerapan tenaga kerja sektor lain
Penambatran pendapatan daerah
~~a
ttukks Gini
dengan masyarakat
Ratio
Ketimpangan pendapatan masyarakat
rnasyamkat
4.3.1. Kuosien Wi (Location Qm&mf= LQ) Kuosien tokasi adaM untuk merrentukan apakat~selrtor indushitersetnR termasuk dahm kegiatan basis atau bukan basis. Tidak meratanya penyebaran
MridiKdaDwnai)tangpadawnumrvyahan)ra~asipadabebempa kewnatan saja. Ini m e n g i r u i i i bahwa produk industri rnerupakan komoditi
ekspor. Dengan demikian dampak komoditi ekspor terhadap wilayah produsen dapat ditelaah dengan konsep basis ekonomi. Berdasarkan konsep ini pendapatan dari sektor basis akan memberikan dampak positif yang luas dahm pertumbuhan ekonomi wilayahlkota. Kuosien tokasi dihitung dengan rumus sebagai berikut :
.
SiINi Si/S LQi = -atau S/N Ni/N
.......................................................................................
Dimana : LQi = Besaran kuosien lokasi industri Si = Jumlah ten@a kerja agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kecamatan j S = Jumlah seluruh tenaga kerja industri di Kecamatan j
Ni = Jumlah tenaga kerja di agroindustri pengotahan minyak kelapa sawit i di Kota Dumai N = Jurnlah seluruh tenaga kerja industri di Kota Dumai
Dimana : LQ > 1 menyatakan industri i merupakan sektor basis dan wilayah yang bersangkutan mempunyai kemampuan lebih dari padd wilayah, secara keseluruhan, artinya wilayah tersebut mempunyai potenii &lam memproduksi suatu kegiatan tdientu. LQ =1 menyatakan wilayah yang b & ~ & n ~ k u t mempunyai an kemampuah sama dengan wilayah secara keseluruhan, artinya wilayah yang bersangKCdan memperlihatkan kecendrungan sebagd! polbnsi suatu wilayah dalam kegiatan tertentu. LQ < 1 mehyatakan industri i bukan sektor basis dan wilayah yang bgrsangkutan mempunyai kemampuan lokal, artinya dalam kegiatan tertentu wilayah tersebut mempunyai produksi dibawah wilayah secara keseluruhan. 4.3.2. Kyosien Lokalisasi Kuosien lokalisasi adalah indikator untuk mengetahui apakah industri tersebut menyebar secar& merata atau tidak dalam suaty wilayahlKota. Perhitungannya adalah s k h a i berikut :
Dimana: a = i
dengan nilai 0 < a < 1 artinya : a = 1 apabila agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit berkumpul di satu
wilayah
cr < 1 apabila agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit tidak berkumpul di satu wilayah Si = Jumlah tenaga kerja agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit ; di Kecamatan j Ni = Jumlah tenaga kerja agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit i di Kota
Dumai
tsi
= Total tenaga keja semua industri di Kecarnatanj
i=l
n
Ni = Total tenaga kerja industri di Ksta Dumai 1=1
n = Jumlah jenis industri di wilayah kajian. 4.3.3. Kuosien Spesialisasi
Dengan adanya aglomerasi industri, maka dapat diketahui tingkat spesialisasi industri pada masing-masing wilayah kajian dan perhitungannya adalah sebagai berikut : n
n
pi = (~iz ~ i- ( ) ~ i~ xi ..). ... ... ...................... ............ ... ........ ... ...... ....... (3) i=l
i=l
pi = Kuosien spesialisasi diperoleh dengan menjumlahkan pi yang bertanda positif dengan harga 0 > pl > lartinya adalah pi = 1 Apabila industri di wilayah kajian ada spesialisasi pi < 1 Apabila industri di wilayah kajian tidak ada spesialisasi Si = Jumlah tenaga kerja agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit i di Kecamatan j Ni = Jumlah tenaga kerja agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai
CSi = Total tenaga kerja semua agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di
n
Z N i = ibtai tenaga kerja industri di Kota Dumai r=l
4.3.4 lndeks Material (Faktor Bahan baku)
lndeks material dapat menentukan apakah agroindustri pengolahan minyalc kelapa sawit lebih dekat dengan sumber bahan baku atall dengan pasar, maka dapat diczri dengan formula sebagai berikut :
Im = lndeks material A = Jumlah bahan baku (CPD ) B = Jumlah produksi akhir Dirnana : Im > 1 agro industri pengolahan minyak kelapa sawit dekat dengan bahan baku Im < 1 agro industri pengolahan rninyak kelapa sawit dekat dengan pasar 4.3.5. Penggandaan (Multiplier) dan Efek Penggandaan Tenaga Kerja
Digunakan untuk memproyeksi jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oieh perekonomian, khususnya sektor basis. Formulanya
Dimana: K
= Pengganda
X
= Jumlah Tenaga Kej a yang Terserap dalam SeMor Basis
Y
= Jumlah Tenaga Kerja yang Terserap dalam SeMor Non Basis
4.3.6. Pertumbuhan Kesempatan Kerja
Digunakan untuk memprediksi jumlah total kesempatan kerja di wilayah Jurnlah Tenaga Keja yang Terserap dalam Sektor yaitu T = B (k) .......................................................................(5)
Dimana: B = Perubahan jumlah tenaga kerja dalam kegiatan basis
k = Multiplier Tenaga Kerja T = Perubahan ji~mlahseluruh tenaga kerja di sektor basis dan non basis. 4.3.7. Penggandaan (Multiplier) dan Efek Penggandaan (Efek Multiplier) Pendapatan
Perhitungan efek multiplier pendapatan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawii jangka pendek (MS) mengacu kepada petunjuk Budiharsono (1969').
Diamana : MS = Efek multiplier pendapatan jangka pendek YN = Pendapatan sektor non basis Y
= Pendapatan wilayah Kota Dumai
Efek multiplier ini dapat digunakar~untuk meramalkan perubahan dalam total pendapatan wilayah Kota Dumai (Y) atas dasar analisa jangka pendek dengan formula sebagai berikut :
Dimana : Y
= Pendapatan wilayah kota Dumai
Yb = Pendapatan sektor basis Yn = Pendapatan sektor non basis 4.3.8. Distribusi Pendapatan
Untuk mencari distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan metode Index Gini Ratio (IGR), persamaan yang dilakukan dalam mencari IGR ini oleh Lorentz dengan bantuan kurva yang disusun dalam suatu skala absis dan ordinat yang sama. Absis menggambarkan presentase atau persentil populasi
dan ordinat menggambarkan persentase atau persentil pendapatan. Selanjutnya ditarik diagonal bersudut 45 derajat sebagai batas.
Dan besar tingkat
kernerataan dan ketidakmerataan ini dihitung dari luas wilayah yang dibentuk oleh sua?u fungsi yang menggarnbarkan tingkat pendapatan masyarakat dan garis diagonal 45 derajat.
Persamaan matematis untuk menghitung IGR ini
adalah sebagai berikut: 100
IG=% .
.
ir- f ( x ) ................................................................................ (9)
n=l
Dimana :
= lndeks Gini
IG
f ( x ) = fungsi yang menggambarkan persentase pendapatan penduduk berdasarkan persentasejumlah penduduk. lndeks Gici mempunyai selang antara 0 dan 1. Bila lndeks Gini bernilai 0 berarti distribusi masyarakat berada pada tingkat yang sangat merata, sedangkan bila nilai 1 berarti distribusi pendapatan berada pada tingkat yang sangat timpang. Todaro (1997) menyatakan bahwa bila Koefisien Gini kerada di antara 0,2 sampai 0,35 maka distribusi pendapatan masyarakat dikatakan merata. Bila Koefisien Gini berada di antara 0,35 sampai 0,5 maka distribusi pendapatan dikatakan tidak merata. Bila Koefisien Gini berada di antara 0,5 sampai 0,7 maka dikatakan distribusi pendapatan sangat tidak merata. Lebih jauh dapat digambarkan dalam Kurva Lorentz: (B)
Kesejahteraan Secara Kumulatif
(%I
(0)
Jumlah Responden Kurnulatif (%)
(*)
Gambar 4. Kurva Lorentz dan Perkiraan Koefisien Gini Dari Gambar 4 di atas dengan lndeks Gini adalah rasio antara luas daerah yang diarsir atau integral dari f ( x ) dengan luas segitiga OAB.
V. DESKRIPSI WlLAYAH DAN KEBlJAKAN PEMERINTAH KOTA DUMA1
5.2. Keadaan Fisik Wilayah
Kota Dumai yang terletak di pesisir timur pantai Sumatera atau tepatnya mempakan salah satu kota di wilayah Propinsi Riau dengan luas wilayah 1.727,38 KmZ dengan batas administrasi sebagai berikut : ;u Sebelah Ll'ira beri>atasan dengan Seiai Rupai 9 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis 9 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis
>
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir Kondisi sebahagian dari daratan rendah yang terletak dibagian Utara dan
sebagian daratan yang tinggi terletak di sebebh Selatan, dengan fenis tanah umumnya terdiri dari jenis organosol humus dan podzolik merah kuning. Jenis tanah organosol adalah jenis taneh yang miskin unsur hara tetapi sesuai untuk tanaman kelapa, padi dan sagu. Jenis tanah podzolik yang berasal dari aluvial merupakan jenis tanah yang h i k untuk bercocok tanam, sedangkan jenis tanah podzolik merah kuning sesuai untuk perkebunan. Luas Oumai skitar
230.699 Ha, yang terdiri dari lahan terbangun dart
lahan tidak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari beberapa jenis fungsi yang meliputi lahan perumahan dan industri sekitar 3.976 Ha, sedangkan lahan tidak terbangun terdiri dari pertanian, perkebunan, hutan dan lahan terbuka. Dari kondisi lahan tersebut dapat terlihat bahwa penggunaan lahan di Kota Dumai retatif belum mengalami perkembangan fisik yang signifikan, dimana luas i~utanyang yang masih ada sekitar terjadi kebakaran 4%. Kondisi Lahan di Kota Dumai hampir 60% mNpak817gmbot m a n kedalarnan 2 sampai 7
meter. Kondisi ini yang rneyebabkan sepanjang musin kemarau terbakar. Kuta Dumai yang sebelumnya masih berstatus sebagai Kota Administratif sampai dengan tahun 1998, namun pada tahun 1999 dengan Undang-Undang No 16 Tahun 1999 telah berubah dari kota administratif menjadi Kota Dumai
dengan jurnlah wilayah kecamatan sebanyak lima kecamatan dan 32 Kelurahan (Tabel 4):
Tabel 4. Jumlah Kecamatan, DesaIKelurahan, RWIRK dan RT Tahun 2001 di Kota Dumai Jumiah Penduduk Luas wilayah hsdKeiurAan Kecamatan (Jim) (Km2) 21.122 4 I 250 1. Bukit Kapur I
2. Medang Kampai
4
373
5.613
3. Sungai Sembilan
5
970,38
18.677
4. Oumai Barat
10
120
63.220
5. Dumai Timur
9
59
69.493
32
1.772,38
Total
178.125
1
I
Sumber : BPS Kota Durnai Tahun 2002 Dari Tabel 4 tertihat dengan jelas bahwa dua wilayah kecarnatan yakni Kecamatan Dumai Barat dan Dumai T i u r merupakan wilayah yang terpadat jumlah penduduk dan luas wilayah relatif lebih kecil dibandicgkan dengan tiga kecarnatan lainnya. Dari jumlah penduduk yang terkonsentrasi pada dua kecamatan tersebut dapat diindikasikan bahwa konserrtrasi kegiatan ekonomi maupun fasilitas yang tersedia lebih cendrung pada kedua wilayah tersebut.
5.2. Keadaan Ekonomi
Sebagai kota yang baru tumbuh dan berkembang serta awal dari pelaksanaan Otonomi Daerah, Kota Dumai bangkit dengan kegiatan industri yang berska!a besar dan menengah serta akses ke berbagai daerah dan manca negara melalui transportasi darat, laut dan udara telah menambah M i i t a s ekonomi. Stnrktw p e r e k m i a n Kota Dumai yang lebih didominasi oleh MOT transportasi dan komunikasi dan sektor perdagangan telah memberikan penganrh pada sektw Jain d m sektor tersebut telah memberikao sumkmgan
yang besar bagi perekmmian Kota Dumai secara langsung. Tingkat
pertumbuhan ekonorni suatu daerah dapat dilihat dari
pertumbuhan Produk Domistik Regional Brutonya. Pertumbuhan ekonomi Kota Dumai selama rentang waktu 5 tahun terakhir telah menunjukkan kecendrungan yang positif, meskipun sebelurnnya terjadi krisis ekonomi. Secara sektoral perkembangan PDRB Kota Dumai setelah terjadinya krisis ekonorni dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Laju Perturnbuhan PDRB Durnai Tahun 1998 - 2001
I
2. Pertarnbangan dan Galian
I
14.61
I
3. lndustri pengolahan
1
[I
4. Listrik dan Air Bersih 5. Bangunan
i
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
I
I
I
1
8. Keuangan
8,15 6,19
10,53
1
12,05
I
1 434 1
-25,"
I
1 I
-26,89
1
I
1,02 I
1I
i 1
433 9.97
I
1
1
6,091 10,62
I
1 5,78 1 5.87 / 5.90 1 6.49 1 ,
6.12
8.62
1
7,81
1
5,23
]I
1,07
I
5,26
I
1
7,55
1
2,41
I
-55,19
I
6.95
Produk Domistik Regional Bruto
(
1
I
9. Jasa
10.77
I
16.90
7. Transportasi dan Kornunikasi
i
4.28
7.24
1 -54,43 1 -118,75 I
7,75
1
1I
I
I
5,06
II
4.96
1
I
Surnber : BPS Kota Dumai tahun 2002 Dari Tabel 5 diatas terlihat bahwa laju perturnbuhan PDRB selarna 4 tahun secara urnurn inengalami perbaikan.
Narnun jika dilihat per sektor
lapangan usaha perturnbuhannya rnasih fluktuatif.
Laju pertumbuhan sektor
yang rnasih negati terjadi hanya pada sektor keuangan. Sektor tersebut sangat rentan sekati dengm gejolak ekonomi terutama pada fembaga perbankan. Dari sernbilan
sektor
lapangan usaha
tersebut
hanya sektor
perdagangan, hotel dm restoran yang mengalami tingkat pertwnbuhan yang lebih baik, ha1 ini diduga berkaitan dengan nilai ekspor barang hasil pertanian yang mengalami peningkatan akibat dari nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutarna dollar Arnarika Serikat yang cukup tinggi. Jika dilihat lebih jauh lagi struktur perekonornian Kota Durnai berdasarkan kontribusinya terhadap pernbentukkan PDRB, temyata bahwa sektor unggulannya adalah sektor perdagangan, transportasi dan komunikasi dan sektor jasa (Tabel 6). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa selama kurun waktu 4 tahun terakhir sektor perdagangan, transportasi, jasa dan bangunan rnerupakan sektor yang terbesar dalam kontribusinya terhadap PDRB Kota Durnai. Dari empat sektor tersebut jika dilihat perannya setiap tahun terjadi fluktuasi kontribusinya terhadap PDRB tatat Yota Dumai dan hanya sektor pertanian mengalami sumbangan yang
terus rneningkat rneskipun dalam persentase yang relatif kecil.
H Tabel 6 Distribusi Persentase PDRB Dumai Tahun 1998-2001
Lapangan Usaha 1. Pertanian
t
1998
-?
7,44
1 1
Tahun 1999 1 2000 7,66 1 7,86 1 1,12 1,00
1 1
2001 8,17 1,05
2. Pertambangan dan Galian
1,28
3. lndustri pengolahan
337
3.23
3,08
3,03
4. LisMk dan Air Bersih
1,w
1,53
1,38
1,32
5. Bangunan
4
1n
18,lO
16,58
16.12
6. P~rdagangaflotel dan Restoran
22,28
28,21
27,73
28,59
7. Transportasi dan Komunikasi
26,76
24,89
25,65
25,63
5,51
0.45
0,09
-?,I2
11,83
14,82
16,79
17,17
400,OO- 100,00
100,OO
8. Keumgan
9. Java
Domistik Regional Bmto
Pr&
100,00
Sumber : BPS Kota Dumai Tahun 2002
Kemampuan sektor pertanian dalam merespon gejolaklkrisis ekonomi dapat dikatakan lebih kuat dan mampu menciptakan produksi yang lebih dibandingkan dengan sektor lain meskipun perannya relatif kecil. Hal ini menandakan bahwa sektor pertanian harus lebih mendapat perhatian dimasa yang akan datang dan perlunya strategi pembangunan pertanian yang terpadu dan terkait dengan sektor lainnya.
5.3. Keadaan Demografi
Ada kecendrungan yzng tejadi di Kota Durnai di sisi kependudukan yaitu semakin besarnya pertambahan jumlah penduduk dalarn waktu sepuluh tahun terakhir.
Kecendrungan ini'antara lain disebabkan oleh semakin terbukanya
wilayah Kota Dumai terhadap migran yang rnasuk, terutama oleh penduduk yang mernang melakukan migrasi dengan motif ekonomi yaitu perubahan dalam pernenuhan tingkat pendapatan. Dari perkembangan jurnlah penduduk tersebut pada iabel 7 berikut ini dapat dilihat perkembangan penduduk antar sensus pendw.
Tabel 7. Banyak Penduduk Kota Dumai Menurut Kecamatan Atas Dasar Sensus PendudukTahun1990dan2000 Kecamatan
I
t
1990 1-
2000
Laju Pertumbuhan
Tahun
1. BukitKapw
21369
42.402
Sr8Q
2. Dumai Barat
50.845
62.817
2,14
I
,
I
Sumber : BPS Kota Dumai Tahun 2002 Melihat perkembangan penduduk Kota Dumai antar sensus 1990 dan 2000 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan relatif Wsar bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan Propinsi Riau, sekitar tiga persen. Laju Pertumbuhan penduduk terbesar tejadi di Kecamatan Bukit Kapur mencapai 6,80%, sedangkan di dua kecamatan pertumbuhannya retatif kecil Besainya pertumbuhan penduduk di Kecamatan Buki Kapur, disebabkan salah satunya adalah dari besamya migrm masuk dengan tujuan p e w k k a n kehidupan dan faktor ekcnomi seperti tersedianya peluang keja di sektor industri. Sedangkan pada dua kecarnatan lainnya thgkat pertumbuhannya relatif kecil, salah satu faktomya adalah terlaksana dengan baik program keluarga berencana dan tingkat kesehatan yang semakin baik bagi rnasyarakat atau dapat juga dikatakan bahwa tingkat kelahiran yang rendah dari ibu usia muda. Hal yang mendapat perhatian dari proses pertumbuhan penduduk di Kota Dumai adalah kebijakan dalam penataan ruang dan perluasan wilayah. Tahun 1990 wilayah perkotaan di Kota Dumai terkonsentrasi pada tiga kecamatan
dengan beberapa wilayah pinggirannya. Namun pada tahun 1999 Sei SemMan dan Medang Kampai sudah tergabung dalam wilayah Kota Dumai, ha1 ini
disebabkan oleh semakin besamya podah penduduk dan tejadinya pengembangan beberapa wilayah dan kemudahan akses dari satu tempat ke tempat yang lain (hinterland) di Kota Dumai. Pada saat ini boleh dikatakan bahwa Indonesia secara umum berada dalam kondisi transisi demografi, dimana tingkat tingkat kelahiran yang tinggi menuju ketingkat kelahiran yang rendah. Hal ini merupakan suatu pertanda atau penting karena akan memberikan efek terhadap keberlanjutan pembangunan dalam ha1 ini pembangunan ekonomi.
Namm demikian tingkat kelehiran @a tiiak cukup untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk selama persoalan pemerataan dan kesempatan kej a
belum terwujud. FaMor dari pemerataan kesempatan kerja inilah yang mendorong terjadinya migrasi terutama di daerah perkotaan. Dumai akan menjadi daya tarik bagi pendatang barn terutama dengan alasan ekonomi dan kondisi ini akan tetap terjadi selama rnasih ada rencana pembangunan seperti pembangunan kawasan induslri dan diikuti oleh pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik untuk masuknya migrasi ke Kota Dumai. Oleh karena itu pengembangan witayah barn atau pusat pertMnbuhan baru penting dilakukan tidak hanya oleh Kota Dumai namun juga terhadap wilayah disekitar Dumai yang berbatasan s e w a lan~sung(kabupa!en/kota).
Pada iirnumnya mata pencaharian penduduk menurut lapangan usaha di Kota Dumai masing-masing terdistribusi pada sektor perdagangan, yaitu sekitar 25,10%, jasa 20,96% dan lainnya 22,10%. Pada Tabel 8 berikut ini dapat dilihat mata pencaharian penduduk Kota Dumai hasil sensus penduduk tahun 2000. Tabel 8. Persentase Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kota Durnai Tahun 2000 Mata Pencaharian Pertanian
No 1.
Persentase 12.27
- -P
1.15
- Perikanan - Peternakan
0.71
- Lainnya
5.02
2.
industri
6.51
3.
Perdagangan
L
0.14
25.10 I
4.
Jasa
5.
Angkutan
20.96 4.23 I
I3i-I
Lainnya
22.10 I
1
Jumlah
100.00 Sumber : Sensus Penduduk 2000 dalam BPS Kota Durnai Tahun 2000 Melihat Tabel 8 diatas terlihat bahwa sektor perdagangan merupakan mata pencaharian penduduk tert3esar di Kota Dumai yakni sekiiar 25,10%, jasa 20,96% dan lainnya 22,10%.
5.4. Profil lndustri
Keberadaan industri disuatu tempat merupakan salah satu bahagian dari semakin besamya perkembangan penduduk yang ditandai oleh tingkat migrasi masuk ke daerah tersebut. Sementara itu daya tarik Kota Dumai sebagai pusat kegiatan industri yang berorientasi ekspor di wiiayah Propinsi Riau dengan infrastruktur transportasi khususnya pelabuhan, telah menjadikan Kota Dumai &gai
satah satu piiihm dari beberapa witayah sekitarnya datarn kegiatan lalu
lintas eksporlimpsr. K&j&an ma s&w Mwtri diwatMtan pada terc@tsrnya nilai bmbah dari produk yang dihasilkan terhadap peningkatan pendapatan wilayah Kota Dumai. Disarnping itu juga dengan kehadiran industri akan memberikan penciptaan lapangan kerja baru bagi masyarakat setempat. Dengan kata lain bahwa industri juga telah mendorong sektor lainnya ikut berkernbang. Pada Tabel 9 berikut ini perkembangan penduduk, tenaga kerja dan tenaga kerja industri di Kota Dumai. Tabel 9. Jumlah Penduduk, Tenaga Kerja dan Tenaga Kerja lndustri di Kota Dumai Tahun 1998-2001 Tahun 1998
L
Tenaga Kerja 51.915
Jumlah Penduduk 154.099
I
1
Tenaga Kerja lndustri 7.601
I
I
Sumber : Dinas Perindag Dumai dalam BPS Kota Dumai Tahun 2002 Pada Tabel 9 diatas dapat Wet bahwa dafi selwuh tenaga kej a yang bekerja pada sektor perekonornian, persentase yang bekeja di sektor industri hanya sebesar 14,64%. Jika dilihat lebih jauh lagi persentase untuk hdustri besar dan menengah relatif lebih kecil yakni hanya sekiar 4,32% dan ini membuktikan bahwa kesenpatan kerja yang tersedia di sektor industri besar dan menengah sangat terbatas. Hal ini menyebabkan sektor industri besar dan menegah merupakan industri dalam bentuk teknologi Secara umum industri di Kota Dumai dapat dikatakan mengalami peningkatan tenttama dalarn penyerapan tenaga kerja, produksi dan investasi. Tabef 10 W u t ini akm rnefnpeMMm jtmlah Wi yang ada di Dumai.
Kota
Tabl10 Jumlah lndustri Berdasarkan Kelompok lndustri di Koh Dumai Tahun 1998-2001 I Tahun Kelompok industri
v
66 50 20 L~,AAesin~Kimis! 22 9 22 IndustriAneka 203 176 189 lndustri Hasil Pertanian & Kehutanan 3 291 241 205 Total Sumber : Dinas Perindag Dumai dalam BPS Kota Dumai Tahun 2002
I 2
t
78 98 220
,
396
Dari Tabel 10 diatas terlihat bahwa selama 4 tahun masing-masing kelompok industri tersebut mengalami peningbtan dalam jumlah yang relz!ir besar. Jumlah industri yang cukup signifikan adalah kelompok lndustri Hasil Pertanian dan Kehutanan, pada tahun 1998 jumlah industri hanya mencapai 176 unit namun pada tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 220 unit. Besamya ketompok industri hasil pertanian dan kehutanan di Kota Dumai,
mengindikasikan bahwa faktor sumber bahan baku yang tersedia baik di dalam maupun Muar Kota Dumai merupgkan faMoF penentu dari besamnya k e h p o k industri tersebut berkembang. selama tahun 1998-2001 dalam persentase pertumbuhannya menunjukkan peningkatan, namun ada kecendrungan menurun dalam tenaga kerja dan output yang dihasilkan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11 Pertumbuhan Perusahaan, Tenaga Kecja dan Output lndustri Tahun 19982001 (%) Perusahaan I~dustri Tenaga Kerja Tahun Output 1998 622 45,OO 8,27 1999 27,32 934 13,51 2000 11,49 4,42 9.20 2001 36,08 1,54 7,90 Sumber : Dinas Perindag Durnai dalam BPS Kota Dumai Tahun 2002 Pertumbuhan kesempatan keja (dicerminkan dalam pertumbuhan perusahaan) dari Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan perusahaan industri mengalami peningkatan yang cukup signifikan namun pertumbuhan kesempatan kerja mengalami penurunan dari tahun 1998-2001. Hal ini menunjukkan bahwa industri yang muncuVdidirikan adatah industri padat modal dan padat teknologi.
Agroindustri perkebunan yang ada dikota Dumai di dominasi oleh Agro industri pengolahan minyak kelapa sawit, bahan bakunya berupa CPO dan PKO. Adapun jumlah bahan baku yang diolah dapat di lihat pada Tabel 12 berikut ini: Tabel 12.Jumlah Bahan Baku yang Di'olaii oleh Agroindustri Pengolahan Minyat Sawit 1999 sampai dengan 2002 (Ton)
No
Kecamatan
1
Buki Kapur
2
- Dumai Timur
Jumlah 2002 2000 2001 1999 394.478 1.303.820 255.266 298.809 355.273 f-.248.00 1.360.000 1.360.00 1.360.000 5.088.000 f
-a-
-
Sumber : Dishutbun KO! Dumai dalam BPS Kota Dumai Tahun 2002 Bahan baku kebutuhan agro industri minyak sawn tersebut di datangkan dari PKS-PKS yang berada di kabupaten-kabupaten Propinsi Riau dan sebagian Propinsi Sumatra Utara, sebagian besar merupakan milik perusahaanperusahaan agroindustn pengolahan rninyak kelapa sawit yang berada di Kota Dumai . Agr~industripengotahan minyak ketapa sawit merupakan agroindustri hitir
dari minyak CPO dan PKO, adapun produksinya dapat di lihat pada Tabel 13. jenis
produksi ymg dihasifkm oleh egroindustri tersebut m p a k a n t u r ~ t a n dari
minyak CPO dan PKO dalam bentuk minyak goreng, minyak inti, olien dan saterin yang dipergunakan untuk konsumsi, farmasi, kosmetik dan industri lainnya.
TebeJ 13. Amkh Pcoduksi Agroinduski Pengolahan Jlllinyak Kelapa Sawit T a b 1999 sampai dengan 2002 (Ton) Kecamatan BukitKapur
No
2000 134.737 1.338.520 1.346.400
2001 2002 Jumlah 1 159.420 178.147 586.644 2 Dumai Timur 1.188.000 1.267.200 5.037.120 Suinber : Dishutbun Kota Dumai dalam BPS Kota Dumai Tahun 2002 1099 114.34
Sebagian besar produksinya di Ekspor ke Eropa, Timur Tengah, Asia, dan pemasaran dalam negei dapat di lihat pada Tabel 14 berikut ini:
Tabel 14 Jumlah Ekspor CPO dan fwunannya melakri PelaQuhan Dumai (Ton) / No I Kecamatan [ 1999 1 2000 I 2001 I 2002 I
1
I Clude Palm Oil
I
1.1 83.474 1.792.878 1.454.808 1.548.390 2.638.202 3.3.41.268
1.706.203 1.940.891 3.647.094
1.739.679 2.117.001 Jumlah 3.856.680 Sumber : PT. Pelabuhan Indonesia dalam BPS Kota Dumai Tahun 2003 2
1 Turunan
5.5. Kebijakan Tata Ruang
Pada awalnya Kota Dumai secara administrasi Pemerintahan hanya brbentuk
Kota Administratif dan berdasarkzn dengan Undang-undang
Pernerintah No 16 tanggal 20 April Tahun 1999 status Durnai dirubal: rnenjadi Kota Dumai. Dari perubahan status Kota tersebut dan antisipasi perkembangan yang akan data, Pemerintah Kota Durnai rnelakukan beberapa kebijakan diantaranya adalah penyusunan dokumen tata twang witayah Kota Dumai yang bertujuan untuk rnengatur pernanfaatan twang secara -efektii dan efsien agar terdapatnya keterpdan dalam pemhngunan. Dilatarbelakangioleh adanya potensi dan problematika yang tejadi, rnaka diharapkan pada masa yang akan datang beberapa pernasalahan yang ada di Kota Durnai dapat dikurangi. Dari beberapa potensi yang dapat di identifikasi antara lain: posisi geografis yang menguntungkan, pelabuhan yang dipunyai, potensi pengembangan agroindustri, jurnlah penduduk dan kepariwisataan. Dernikian pula dilihat dari beberapa persoalan yang ada yang rnernberikan darnpak temadap perkembangan Kota Dumai diantaranya adatah; kondisi topografi, geologi dan hidrologi yang berkaitan dengan drainase, kondisi air bersih, masatah pertanahan, tntnportasi, akses transportasi ant% modd yang belurn efisien. Atas kondisi yang ada sekarang di Kota Dumai, langkah yang ditempuh oleh Pernerintah Kota Dumai yaitu rnelakukan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Durnai yang mengacu kepada Tata Ruang Propinsi Riau. Dengan rnelihat dan rnemperhatikan potensi yang ada,
rnaka
pembangunan Kota Durnai diarahkan dengan visi menjadikan Kota Durnai sebagai k d a petabutran, industri dan perdagangan yang berwawasan Iingkungan dan dapat rnernberikan pelayanan yang optimal dan rnerata bagi masyarakat. Di
sEtmping itu juga misi y m g &an dilakukrtn adalah mengo@im&an pemmfaatan ruang secara terpadu dalarn pengaturan surnberdaya alam dan sumberdaya
buatan serta membangun dan melengkapi infrastruktur pendukung guna rnendorong dan memperlancar percepatan aktivitas ekonomi. Sebagai daerah yang termasuk dalarn konstelasi segi tiia perturnbuhan ekonorni (IMS-GT) kawasan ASEAN, Kota Durnai berfungsi sebagai pusat koleksi, distribusi dan pernasaran bagi wilayah belakangnya oleh karena itu sasaran pokok yang akan ditakukan antara lain : 1. Pengernbangan fungsi Kota Dumai sebagai kota pelabuhan
2. Pengembangan sebagai kota industri kilang yang terbesar di daerah Propinsi Riau 3. Pengembangan industri dasar dan pengolahan kelapa sawit di Kecamatan
Bukit kapur. Untuk mencapai trill tersebut diatas, maka penetapan kebijakan tata ruang Kota Dumai diimplementasikan dengan sub pusat Bagian Wilayah Kota (BWK) yang term dafi sak! pusat primer dm tiga pusat s&u&
(subpus&
BWK), yaitu : BWK A (pusat kota) : Dumai Kota BWK B
:Bum Kapur
BWK C
: Teluk Makrnur
BWK D
: Lubuk Gaung
Secara lebih jelas tentang pembagian wilayah dalam Kota Dumai untuk
sepuluh tahun yang akan datang dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini Tabel 15. Rencana Pembagian Wilayah Kota Dumai
I
Pembagian BWKl an?; Pusat BWK AlDumai Kota
( Cakupan Wilayah ~e~umhan
I
I
1
Hirarki Pusat
1 Dumai Kota. Buluh I Pusat Primer
Kasap, Teluk Binjai, Jap Rllukti, Sukajadi Pusat Sekunder BWK BIBukit Kapur Bukit Kaput I Bagan &sar I BWK CKeluk Makmur 1 Teluk Makmur, I Pusat Sekunder I Mundam, Guntung I Sumber :Tzta Ruang Wilayah Kota Dumai 2001
I 1
Fungsi ~ -
e
g
1 - Pelabuhan.lndustri
'
~erdagangan,~asa
- Perkantoran
I - Pemukiman 1 - Pariwisata I - Permukiman
Dari Tabel 15 diatas terlihat bahwa Bagian Wilayah Kota (BWK) Dumai sebagai hirarki pusat rnendominasi seluruh fungsi kegiatan dan BWK lainnya hanya merupakan pusat sekunder yang terbatas pada fungsi kegiatan tertentu. Dengan demikin alokasi pemanfaatan ruang Kota Dumai sampai dengan tahun 2010 berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi :
Kawasan linddng ; yaitu kawasan yang ditetapken dengan fungsi utarna melindungi keiestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan Kawasan Budidaya ; adalah kawasan yang diietapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, Kawasan lindung Kota Dumai terbagi atas :
r
I
l
1. Kawasan lindung bergambut 2. Kawasan hutan wisata 3. Kawasan sempadan sungai
4. Kawasan sekiir danauhnraduk 5. Kawasan sempadan pantai
6. Kawasan pantai berhutan bakau budidaya Kda Dumai meliputi : 1. Kawasan budidaya pertanian
2 Kawasan industri 3. Kawasan pariwisata 4. Kawasan perumahan
5. Kawasan pelabuhan
6. Kawasan Pertamina dan PT CPI 7. Kawasan perdagangan dan jaw pelayanan 8. Kawasan perkantoren
9. K a w a m k f h k a h & u Selain dari itu, dalam rangka mewujudkan dan mengoptimalkan sumber daya dan mengatasi probkmatika yang ada di Koia D
m maka kawasan lain
yang dikembangkan adalah kawasan dengan potensi yang perlu diprioritaskan pengembangan dan penanganannya dalam rangka mempercepat visi pembangunan. Penilaian suatu kawasan prioritas dasar segi kawasan yang mempunyai potensi idah apabiia kawasan tersebut berpotensi sebagai pusat pertumbuhan, sehingga akan dapat mernpercepat pertumbuhan ekonomi kota dan memberikan PetlgrnterhadapwilayahdiM~.
Kawasan yang berpotensi berkembang di Kota Dumai dilihat dari daya
dLlkLlng Jahan, kecenc!mngan pmkmkmgannya seda atas dasar k&pkan pemerintah dan minat investor. Kawasan pengembangan Pelabuhan Dumai di Keluruhan Buluh Kasap dan Pumama dan Kawasan Pengembangan lndustri Lubuk Gaung.
Dalam arah pengembangan Kota Dumai sebagai wilayah daratan terdepan di Propinsi Riau dengan pengembangan bidang industri, penfagangan dan jasa serta pariisata dengan industri sebagai prioritas utama, maka diherapkan w a n k a w m industri Lubuk Gaung &an memberikan dampak bagi pengembangan Kota Dwnai secara keseluruhan. Adapun jenis
industri yang akan dikemhngkan di k m a s i f ~ itemebA i#f;3kh qr&Ftbtisf~i pengofahan CPO, Pisang dan Nenas. Kawasan
pengembangan
pelabuhan
Dumai
dikembangkarr sebagai peiabuhan internasional.
yang
juga
akan
Kyiatan sekarang periu
dikembangkan seiring dengan rneningkatnya laju pergerakkan barang rnaupun
penurnpang dan seiring dengan pengembangan kawasan strategis k h u s ~ sdi Kota Dumai dan Propinsi Riau umumnya.
5.6.
Kebijakan Pengembangan Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Kebijakan dan pengembangan agroindustri pengolahan minyak kelapa
sawit dikota Durnai t&h
dituangkan daiam rencana strategis (RENSTRA)
pembangunan kota Dumai tahun 2001 sampai 2005 sebagai berikut:
Untuk melaksanakan visi pembangunan daerah yang menjadikan kota Dumai sebagai pusat peiayanan dikawasan pantai timur Sumatra, maka ditetapkan strategi dan arah kebijakan agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit sebagai becikut : a) Memantapkan tata ruang Kota Dumai yang ditempuh melalui percepatan pembagunan kawasan industri dan mempsapkan pembangunan sarana dan prasarana. b) Memberdayakan ekonomi kerakyatan berbasis agrobisnis dan agroindustri meiaiui Wrnbangunan industri yang berorientasi bisnis dan agroindustri pada wilayah interlined Kota Durnai, mengembangkan keanekaragarn hasil olahan
produksi kornditas hasil pedanian. c) Meningkatkan kegiatan rnelalui prornosi investasi di dalarn dan diluar negri,
memberi kemudahan pelayanan perizinan dan jaminan hukum, membangun jaringan informasi pasar, dan mendorong investor untuk memanfaatkan secara optimal Pelabuhan Dumai.
5.6.2. Prioritas daerah
Menetapkan prioritas pembangunan daerah sebagaimana dirumuskan dalsrn strategi, kebijakan dan program selama kr~rungwaktu lima tahun bertujuan untuk rnengatasi kberapa masaiah utama yi!rl3 diperkliakan sedang ban akan berkernbang. Seiain itu memiliki derajat yang signifikan yang tinggi dalam proses mewujstkan visi dan misi pemhzgunan kota maka, ditetapkan prioritas pembangunan sebagai berikut : a) Pemberdavaan ekonomi berdasarkan kerakvatan melalui pengembangan sektor unggulai; meliputi industri pengolahan, perdagafigafi dan jasa. b) Memperbesar arus investasi swasta dalam mengelola potensi dan petuang investasi dengan menciptakan iklim yang kondusif.
cf Meningkatkan kualitas pelayanan publik.
5.6.3. Program dan Kegiatan Prioritas Daerah Untuk
merealisasikan
rumusan
melaksanakan misi ditempuh melalui
strategi
sebagai
langkah-langkah taktis
piranti
guna
dalarn bentuk
strategi dan arah kebijakan yang selanjutnya diturunkan daiam bentuk kegiatan : a) Program agrobisnis dengan strategi mernberdayakan ekonorni kerakyatan yang berbasis agrobisnis dan agro industri pada Mayah interlined dengan arah kebijakan mendorong pengembangan industri pada wilayah interlined melalui kegiatan memfasilitasi perkembangan agrobisnis melalui penyediaan peta komoditi dan peta potensi, meningkatkan pemanfaatkan sumber daya pertanian secara efisien mengembangkan pernodalan agrobisnis , mefakukan pengembangan industri pengofahan, dan mendorong tumbuh kembangnya kemitraan agrobisnis. b) Program peningkatan peluang investasi melalui strategi meningkatkan investasi swasta dengan kegiatan melakukan promosi investasi didalam dan luar negri dengan kegiatan pemberian kemudahan perizinan, pernbangunan jaringan transportasi, telekomunikasi, listrik, air bersih.
c) Program peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan peningkatan mutu hasil produksi perkebunan rakyat, peningkatan ekspor komoditi perkebunan yang berkualitas tinggi dengan tetap menjaga keseirnbangan lingkungan dan perlindungan sumberdaya alam melalui pendekatan agrobisnis
d) Program pengembangan kawasan industri yang berbasis agrobisnis dan agro industri dengan kegiatan rnernbangun kawasan industri yang bebas polusi dan rama lingkungan, memfasilitasi berkembangnya infrastruktur agrobisnis.
VI. HASlL DAN PEMBAHASAN
6.1. Profil Agroindustri
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000 penduduk yang bekej a pada berbagai lapangan usaha berjumlah sekitar 58.858 jiwa, namun jika dilihat Qenyerapan di masing-masing sektor ternyata sektor industri memberikan kesempatan kerja sebesar 3.833 atau 6,5lpersen dari seluruh tenaga kerja di Kota Dumai. Jika dilihat lebih jauh lagi sektor agroindustri minyak keiapa sawit dan kehutanan dengan skala besar dan menengah hanya berperan sebesar 2,86 persen dari total tenaga kerja keseluruhan. Pengembangan sektor industri di Kota Dumai selama empat tahun terakhir menunjukkan sisi yang positif dari sisi kuantitas, namun perkembangan tersebut belum diiringi oleh penyerapan tenaga kerja yang diharapkan. Hal ini dapat terlihat dari Tabel 16. Apabila dilihat lebih jauh lagi sebanyak 39,44 persen perusahaan yang terdapat di Kota Dumai bergerak di bidang industri pengolahan. Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabd 16. Tabel 16. Jumlah Perusahaan !Industri di Kota Dumai Menurut Jenis Usaha Tahun 2001 Jumlah Kategori Jenis Usaha Perusahaan A
Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
3
B
Pertambangan dan galian
2
C
lndustri Pengolahan
28
D
Listrik, gas dan air
1
Perda~anganbesar & eceran,reparzsi mobil, sepeda motor, barang keperluan rumah tangga Penyediaan akomodasi, makan dan minum Transportasi, pergudangan & komunikasi Jasa keuangan
I real estate, usaha dan jasa perusahaan 1
Total umber : Base Line lnvestasi Dumai Tahun 2002
1
1
11,41 I
I
71
100,OO
1
Dari Tabel 16 diatas dapat di~etahui bahwa jenis usaha industri merupakan jenis yang dominan di Kota Dumai yaitu sebesar 39,44% dan selanjutnya oieh jenis usaha perdagangan besar dan eceran dan barang keperluan rumah tangga sebesar 19,72% dan selanjutnya pada jenis usaha penyediaan akomodasi, makan dan minum sebesar 15,49%, sedangkan pada jenis usaha lainnya dibawah 10%. Hal ini dapat di indikasikan bahwa sektor industri pengotahan baik dengan klasifikasi besar, menengah maupun ke,cil merupakan jenis usaha yang dapat diandalkan dalam penyerapan tenaga. kerja, meskipun d&ikian
jenis usaha
lainnya juga merupakan potensi yang dapat diharapkan dalam penyerapan tenaga kerja. Tabel 17. Jumlah Agroindustri Pengolahan Besar dan Menengah di Kota Durnai Berdqsarkan Klasifikasi Kelompok lndustri Tahun 2002 Klasifikasi Kelompok lndustri No Kecamatan Agroindustri Perkebunan Agroindustri Kehutanan 1 Bukii Kapur I 3
1
1
I
I
2
1 Dumai Timur
3
Dumai Barat
4
Medang Kampai
-
5
Sei Sembilan
-
1
1 I
Total
I
1
1 1 I
4
4
umber : Dinas Kehutanan & Perkebunan 2001 (diolah) Secara umum terlihat pada Tabel 17 diatas, bahwa hanya dua kelompok agroindustri industri besar dan menengah yang terdapat di Kota Dumai yakni agroindustri yang mengolah hasil pertanian dan kehutanan. Dari kedua jenis agroindustri tersebut, agroindustri perkebunan terletak pada dua Kecamatan yakni Kecamatan Bukit Kapur dan Kecamatan Dumai Timur, sedangkan untuk agroindustri kehutanan berada pada seturuh kecamatan yang ada di Kota Dumai, terkecuali hanya pada Kecamatan Dumai Timur. Besarnya usaha industri pengolahan yang berbasis pada sektor hasil pertanian, khususnya pada agroindustri perkebunan dan kehutanan mengindikasikan bahwa di Kota Dumai, peluang untuk mengembangkan sektor tersebut cukup prospektif dimasa yang akan datang. Selama kurun waktu tiga tahun terakhir ini perkembangan agroindustri pengolahan minyak sawit menunjukkan perkembangan yang lebih
baik bila dibandingkan dengan daerah sekitar Kota Dumai. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh : 1) Faktor jarak, yaitu relatif lebih dekat dengan tujuan ekspor, yakni Singapura 2) Infrazrtuktur pelabuhan yang mendukung baik pada pelabuhan samudera maupun pada pelabuhan antara pulau, 3) Faktor historis dari pelabuhari yang sejak dahulu sebagai pelabuhan yang mengangkut hasil barang primer (pertanian) yang selanjutnya muncul sebagai pelabuhan Samudera bagi ekspor barang bagi daerah disekitar Dumai maupun luar Propinsi Riau, dan 4) Faktor iklim yang kering dan topografi yang datar sangat sesuai dengan lokasi d2ri si;ztu industri.
6.2. Analisis Profil Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit 6.2.1. Kuosien Lokasi (LQ)
Dalam teori basis akan diketahui arah dari perkembangan suatu wilayah yang dapat dilihat dari indikator ekspor wilayah yang bersangkutan, dalam hal ini ekspor dilihat dari barang dan jasa termasuk tenaga kerja. Fungsi pennintaan dari luar dapat diketahui melalui variabel tenaga kerja dan pendapatan, dimana perrnintaan dari luar akan mengakibatkan adanya ekspor dari wilayah tersebut. Dari sektor basis tersebut juga terdapat sektor non basis dan kedua sektor tersebut akan mendukung dalam pertumbuhan wilayah, seperti kegiatan dari sektor basis misalnya dalam bentuk perdagangan dan pelayanan akan dapat dipenuhi oleh sektor non basis. Dapat dikatakan sektor basis mempunysi hubungan langsung dan sektor non basis secara tidak langsung dan dalam teori basis ini penggolongan sektor ekonomi dibagi dalam dua bagian. Sektor basis merupakan sektor yang melayani pemasaran barang dan jasa keluar batas perekonomian wilayah sedangkan sektor non basis adalah sektor yang melayani pemasaran barang dan jasa di dalam batas perekonomian wilayah yang bersangkutan, sementara itu pendapatan yang diperoleh oleh sektor basis dan non basis disebut sebagai pendapatan basis dan pendapatan non basis. Pengukuran kuosien lokasi (LQ) ini dimasudkan untuk mengetahui apakah sektor industri di wilayah Kota Dumai merupakan kegiatan basis atau kegiatan bukan basis. Pengukuran ini menggunakan data tenaga kerja agroindustri pengolahan menurut jenis dan tenaga kerja secara keseluruhan di wilayah kecamatan dan Kota Dumai yang tercantum pada Tabel 18 berikut ini :
Tabel 18. Jumlah Tenaga Kerja lndustri Pengolahan Besar dan Menengah di Kota Dumai Berdasarkan Klasifikasi Kelompok lndustri Tahun 2002 Jumiah Tenaga Kej a Agroindustri 1I Total Tenaga oran Kerja lndustri Kecamatan No Perkebunan K k u t a i A n ~ d u s t rkimia i (orang) 1 Bukit Kapur 14.768 169 376 2
Dumai Timur
738
-
3
Dumai Barat
-
196
4
M Kampai
-
5
Sei Sembilan
1.114
Total
918
20.649 20.874
142
-
571
918
58.858
. 64
i.964
603
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Tahun 2001 Dari Tabel 18 terlihat bahwa keiompok agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit hanya terdapat di dua kecamatan yakni Kecamatan Bukit Kapur dan Dumai Timur dengan jumlah tenaga kerja sebesar 1.114 jiwa, sedangkan pada agroindustri kehutanan merata pada seluruh kecamatan dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sebesar 571 orang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri pengolahan kimia adalah sebesar 918 orang pada Kecamatan Dumai Timur. Dari total jumlah tenaga kerja industri secara keseluruhan terlihat bahwa agroindustri minyak sawit lebih besar penyerapan tenaga kerjanya dibandingkan dengan agroindustri kehutanan dan industri kimia. jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan tenaga kerja industri yang ada di Kota Dumai hanya sebesar 2,8% yzng terserap pada agroindustri. Tabel 19 berikut ini dapat dilihat dari masing-masing kelornpok agroindustri, yang merupakan sektor basis di masing-masing Kecamatan yang ada di Kota Dumai. Tabel 19. Kuosien Lokasi (LQ).Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Kota Dumai Tahun 2002 No
Kecamatan
1
Bukit Kapur
Si 376
2
Dumai Timur
738
S 14768 20640
Nilai LQ Ni N 1114 58858 1114
58858
LQ 1,17 1,91
-
Sumber : Data diolah Berdasarkan Tabel 19 dapat terlihat bahwa hanya dua kecamatan dari seluruh kecamatan yang terdapat disekiar Kota Dumai yang merupakan sektor
basis yaitu agroindustri minyak kelapa sawit pada Kecamatan Bukit Kapur dan Dumai Timur. ilengan demikian bahwa agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan satu-satunya kegiatan basis pada Kecamatan Bukit Kapur dan Dumai Timur di Kota Dumai, karena nilai kuosien lokasi menunjukkan angka yang lebih besar dari 1 dengan nilai LQ sebesar 1,17 dan 1,91 menunjukkan bahwa wilayah Bukit Kapur dan Dumai Timur dalam industri ini, merupakan jenis usaha basis artinya bahwa produksi yang dihasiikan oleh kedua wilayah tersebut dapat diekspor ke luar wilayah tersebut. Agroindustri rninyak ke!apa sawit rebzgai .sektor bzsis di K ~ t aDuinai yang mengt~asilkanproduk yang dapat memenuhi kebutuhan dalam wilayah yang bersangkutan maupun di luar wilayah melalui perdagangan wilayah antar pulau maupun luar negeri akan mempengaruhi pendapatan dari daerah tersebut. Pendapatan yang diterima dari sektor basis akan memperbesar aliran pendapatan didalam wilayah yang selanjutnya akan mendorong permintaar, masyarakat terhadap sektor itu sendiri (basis) maupun bagi sektor lainnya yang bukan basis dan selanjutnya akan memperbesar nilai investasi pada sektor agroindustri minyak sawit yang selanjutnya juga dapat nreningkatkan pendapatan kota secara keseluruhan. Agroindustri sebagai sektor yang basis, dimana produk yang dihasilkan di ekspor keluar wilayah Kota Dumai terutama bagi pasaran luar negeri, ha1 ini juga mengindikasikm bahwa perekonomian Kota Dumai khususnya agroindustri minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh permintaan akan produk hasil perkebunan tersebut dari luar wilayah Kota Dumai. Jika faktor perrnintaan dari luar Kota Dumai diasurnsikan telah dicerminkan dari volume ekspor agroindustri yang bersangkutan, maka volume ekspor agroindustri dianggap sebagai permintaan ekspoi yang cendrung meningkat. Hal ini terlihat dari kondisi ekspor produk agroindustri minyak sawit Kota Dumai yang beberapa tahun terakhir meningkat, dimana pada tahun 1999 output yang dihasilkan dalam bentuk produk Palm Kernel Oil (PKO) sebesar 114.344 ton dan pada tahun 2002 meningkat sebesar 178.143 ton atau rata-rata terjadi peningkatan sebesar 55,80%, sedangkan pada produk minyak goreng tahun 1999 sebesar 1.235.520 ton dan pada tahun 2002 sebesar 1.267.200 atau terjadi
peningkatan rata-rata sebesar 236%. Jika angka volume ekspor agroindustri perkebunan Kota Dumai pada kurun waktu tersebut yang mengalami peningkatan cukup berarti maka untuk sementara dapat dikatakan bahwa dari
aspek pemasaran produk agroindustri perkebunan ke mancanegara cukup memberikan penerimaan devisa yang relatif baik. Dilain pihak aktivitas agroindustri minyak sawit dengan produksi yang dihasilkan berupa output, menggunakan sejumlah input tenaga kerja yang berasal dari Kota Dumai maupun dari luar Kota Dumai, maka oleh karena itu tenaga kerja yang digunakan akan mendapatkan balas jasa berupa upah dan gaji. Dari perolehan gajilupah yang diterima tersebut akan digunakan kembali untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dari sektor tadi, maka dengan demikian sektor teisebu: akan terangsang uniuk nseningicatkan piduksi. Galan upaya peningkatan produksi tersebut, maka penambahan tenaga kerja pada sektor tersebut cendrung akan bertambah, sehingga terjadi peningkatan pendapatan rumah tangga yang tejadi secara berulangkali sehingga terjadi mekanisme dalam suatu perekonomian, sehingga apabila perrnintaan suatu barang dan jasa meningkat maka akan diikuti pula oleh penggunaan input yang meningkat sehingga melibatkan seluruh sektor dalam suatu perekonomian. Pada kondisi lanjutan dari proses perrnintaan akan baranglproduk agroindustri, aktivitas agroindustri minyak sawit akan memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja serta perekonomian secara menyeluruh di Kota Dumai.
6.2.2. Kuosien Lokalisasi
Untuk mengetahui tingkat penyebaran lokasi agroindustri di suatu wilayah, maka kriteria yang digunakan adalah kuosien lokalisasi agroindustri. Jika kuosien lokalisasi nilainya lebih kecil dari 1 berarti lokasi industri tidak terkonsentrasi di satu wilayah, sebaliknya bila nilainya sama dengan 1, maka lokasi agroindustri terkonsentrasi dalam satu wilayah. Perhitungan nilai kuosien lokalisasi dengan menggunakan data jumlah tenaga kerja industri berdasarkan Tabel 19 diatas, maka akan dapat dilihat hasil dari perhitungan kuosien lokalisasi pada Tabel 20.
Tabel 20. Kuosien Lokalisasi Agroindustri Kota Dumai Tahun 2002 Kouesion Lokalisasi
No
Kecamatan
Ni
~i r=l
FN~
a
r=l
1
Bukit Kapur
376
595
1114
2603
0.03
2
Dumai Timur
738
1650
1114
2603
0.02
Sumber . Data Primer diolah Untuk mengetahui tingkat penyebaran lokasi agroindustri dalam suatu wilayah, maka kriteria yang digur;akan adalah kuosien lokslisasi industri, jika nilainya lebih kecil dari 1 (a
Analisis tentang kuosien spesialisasi bertujuan untuk mengetahui apakah agroindustri minyak sawit di wilayah Kota Dumai mempunyai spesialisasi atau tidak ditunjukkan oleh nilai P. Apabila nilai P=l artinya agroindustri minyak sawit di wilayah penelitian mempunyai spesialisasi, sebaliknya jika nilai Pel maka industri di wilayah penelitian tidak mempunyai spesialisasi.
Untuk mengetahui nilai kuoesien spesialilisas~agrolnausrri pengolanari minyak kelapa sawit sebagai mana Tabel 21 berikut ini:
Tabel 21. Kuosien Spesialisasi Agroindustri Kota Dumai Tahun 2002 Nilai Kuosien Spesialisasi No
Kecamatan
~i
t
1
~
i Ni
t
I
~
i Bi
1
Bukit Kapur
376
1114
2603
8812
0.12
2
Dumai Timur
169
571
2603
8812
0.44
Sumber : Data Primer diolah Berdasarkan Tabel 21, hasil perhitungan kuosien spesialisasi per kecamatan menunjukkan bahwa agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit yang ada di wilayah penelitian tidak terspesialisasi. Begitu juga hasil perhitungan kuosien spesialisasi menurut Kecamatan di Kota Dumai mernberikan hasil yang
,
sama. Berarti dalam satu wilayah atau satu kecamatan industrinya adalah beragam atau tidak terdapat satu wilayah pun yang mengkhususkan pada industri tertentu. Dari lima kecamatan yang terdapat di Kota Dumai, spesialisasi dalam agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit tidak ditemuk~n. Berdasarkan hasil analisis untuk kuosien spesialisasi, dapat diindikasikan bahwa biaya sumberdaya domestik dalam proses produksi pada agroindustri minyak sawit relatif masih besar atau dengan kata lain bahwa biaya-biaya produksi yang ditanggung oleh pihak industri dalam rnenghasilkan produk belum ekonomis. Dilain pihak dari tidak terspesialisasinya agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai juga disebabkan oleh keragaman jenis produk yang sama dan dihasilkan oleh daerah lain diluar Kota Dumai atau daerah sekitamya, seperti misalnya pada daerah Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak dan diluar Propinsi seperti Propinsi Sumatera Utara, terutama pada daerah perbatasan.
6.2.4. Faktor Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku merupakan faktor yang sangat menentukan di dalarn suatu industri. Biaya yang rendah dalam angkutan bahan baku dan distribusinya sangat berarti dalam pertimbangan untuk melakukan investasi dari suatu perusahaan pada suatu wilayahldaerah.
Berdirinya
suatu
industri
secara
implisit
telah
memperkirakan
ketersediaan bahan baku yang dapat diperoleh dan pasar bagi produk yang telah dihasilkan. Dalam mempertimbangan lokasi yang optimum bagi suatu industri untuk berdiri adalah yang dekat dengan bahan baku atau pasar dapat dilihat rnelalui indikator indeks material. Jika nilai indeks material (IM) lebih besar dari 1 maka industri akan berada dekat dengan bahan baku, namun jika IMc1 maka industri akan berorientasi ke pasar. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat perhitungag indeks material agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai. Pada Tabei 22 berikut ini dapat dilihat nilai indeks material di masingmasing kecamatan di Kota Dumai. Tabel 22. Nilai lndeks Material Berdasarkan Klasifikasi Kelompok lndustri Tahun 1999 - 2002 di Kota Dumai Nilai lndeks Material Kecamatan 2000 2001 2002 1999 1. Bukit Kapur 0.81 0.95 0.88 0.89 I
2. Dumai Timur
0.88
0.95
0.91
0.99
Sumber : Data Primer Diolah Dari hasil perhitungan indeks material pada Tabel 22 terlihat bahwa secara keseluruhan agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit maupun agroindustri kehutanan menunjukkan nilai indeks material lebih kecil dari satu dalam rentang waktu empat tahun, ha1 ini menunjukkan bahwa industri yang terdapat dimasing-masing Kecamatan dalam Kota Dumai lebih berorientasi kepada pasar. Faktor jarak dan ketersediaan infrastruktur merupakan pertimbangan bagi agroindustri di Kota Dumai untuk lebih berorientasi kepada pasar. Sarana transportasi darat dan laut dengan daya angkut yang besar dan biiya angkutan persatuan yang bbih murah merupakan faktor yang lebih unggul bagi Kota Dumai dibandingkan dengan daerah lain untuk kemampuan bersaing dalam menghasilkan p i ~ d u kindustri yang berorientasi ekspor.
-.
6.3. Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit terhadap Perekonomian Kota Dumai 6.3.1. Penggandaan dan Pertumbuhan Kesempatan Kej a
Efek multiplier tenaga keja adalah perubahan jumlah tenaga kerja di suatu wilayah akibat dari tejadinya pertambahan jumlah tenaga keja di sektor
basis. Metde ini dapat digunakan untuk memproyeksi perubahan jumlah tenaga Kerja bila terjadi pertamabahan jumlah tenaga kerja pada kegiatan basis. Efek multiplier tenaga kerja (K) dihitung dengan cara menjumiahkan tenaga kerja pada
(v) dibagi dengan
kegiatan basis (X) dengan jumlah tenaga kerja bukan basis jumlah tenaga kerja basis dapat di lihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Nilai Penggandaan Multiplier Tenaga Kerja Sektor Agroindustri di Kota Dumai Tahun 2002 Tenaga Kerja Tenaga Kerja Penggandaan Kecarnatan 1. Buki Kapur
376
? 69
2. Durnai Tirnur
738
-
3. Dumai Barat
-
196
4. Medang Karnpai
-
64
-
5. Sei Sembilan L
I
1,51
142 I
I
1
Sumber : Data Primer Diolah Dari Tabel 23 dapat diketahui bahwa nilai efek tenaga kerja di sektor
industri tersebut rnenunjukkan suatu garnbaran bahwa besarnya peningkatan kesempatan kerja suatu sektor akan mengakibatkan peningkatan permintaan akhir sektor tersebut sebesar satu-satuan. Juga diketahui bahwa proses produksi dari sektor basis akan membutuhkan input produksi tenaga kerja rnaka melalui proses permintaan akhir rnasyarakat rnengkonsumsi barang-barang dari sektor basis. Kemudian sektor tersebut bentpaya dalam meningkatkan produksinya dan lanjutannya adalah perminfaan tenaga kerja akan rneningkat. Peningkatan tenaga kerja pada sektor basis ini, juga berpengaruh pada peningkatan tenaga kerja pada sektor non basis. Dampak kesempatan kerja dari sektor industri sebagai sektor basis terhadap wilayah Kota Dumai dapat diukur dengan nilai indeks koefisien multiplier tenaga kerja dari sektor basis yang bersangkutan. Koefisien multiplier tenaga kej a rnempunyai arti penting terutama untuk dipergunakan dalam memprediksi jumlah kesempatan kerja. Nilai efek multiplier tenaga kerja sektor industri ter-hadap kesempatan kerja di Kota Durnai sebesar 1,51 yang mernberi arti bahwa, jika terjadi penambahan tenaga kerja sebesar 100 jiwa pada sektor industri, maka jurnlah tenaga kerja di sektor non basis akan bertarnabah sebesar 51 jiwa dengan total tenaga kej a yang tejadi di Kota Dumai sebesar 151 jiwa. Semakin besar angka
koefisien efek multiplier tenaga keja rnaka semakin besar kemampuan sektor basis dalam membuka kesempatan kerja di Kota Dumai. Jika diperhatikan nilai koefiien efek multiplier tenaga kerja yang ditimbulkan oleh agroindustri minyak sawit sebagai sektcr basis dalam membuka kesempatan kerja di Kota Dumai, rnaka sektor ini baru rnampu memberikan pengaruh senilai 1,51 terhadap kesempatan kerja secara keseluruhan. Sedangkan tersedianya kesempatan kerja pada suatu wilayah akan berarti meningkatkan kondisi sosiai ekonomi masyarakat. Oleh sebab itu penyediaan kesempsiao keija rnernpiinyai nilai tersondiri dalam perenknaan pembangunan suatu wilayah, mengingat sernakin besarnya laju pertumbuhan angkatan kerja. Dengan demikian perluasan kesempatan kerja pada agroindustri minyak sawit terutama dalam penyerapan tenaga kerja seternpat periu mendapat perhatian, dalam rangka upaya meningkatkan pendapatan rnasyarakat dan perturnbuhan ekonomi wilayah Kota secara keseluruhan. Berdasarkan nilai atau koefisien penggandaan tenaga kerja dari sektor basis dan angka pertumbuhan tenaga kerja sektor basis, dapat diprediksi atau ditentukan pertumbuhan kesernpatan kej a wilayah atau kota Durnai. Dimana pertumbuhan kesempatan kerja disektor basis selama data pengamatan rata-rata sebesar 3,1% dan nilai koefisien penggandaan (multiplier) sebesar 1,51 sehingga didapat pertumbuhan kesernpatan kerja wilayah sebesar 4,46% yang berarti jika dengan nilai penggandaan sebesar 1,51 dan perturnbuhan tenaga keja disektor basis sebesar 3,1% maka akan mengakibatkan pertumbuhan kesempatan keja diseluruh sektor pada wilayah
Kota Dumai sebesar 4,68%.
6.3.2 Penggandaan (Multiplier) dan Efek Penggandaac (Efek Multiplier) Pendapatan
Berdasarkan konsep basis ekonoini wilayah disebutkan bahwa tumbuhnya ekonomi dari suatu wilayah adalah akibat dari adanya efek multiplier pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui penjualan barang yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan keluar wilayah. Maka oleh karena itu efek multiplier pendapatan menjelaskan tentang besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat rneningkatnya permintaan output dari sektor tersebut.
Kemampuan dari efek multiplier tersebut yang mendorong
tumbuhnya ekonomi wilayah, dilihat oleh besarnya nilai koefisien multiplier yang
dihasilkan. Dari hasil perhitungan efek multiplier pendapatan jangka pendek agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit pada tabel berikut ini adaiah sebesar 27,02. Pada Tabel 24 berikct ini akan dilihat bssarnya dari efek multiplier pendapatanjangka pendek dari agroindustri ~ n g o l a h a nminyak kelapa sawit di Kota Dumai tahun 2003: Tabel 24. Analisis Effek Penggandaan Multiplier Pendapatan Jangka Pendek Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Dumai Tahun 2002 Nilai . . Penggandaan Fendapatsil Uraiac No Hp. 000.000.jangka pendek Pendapatan wilayah Kota 388.371,34 1 Dumai (Y)
2
Pendapatan agroindustri 12.055,70 minyak sawit Kota Dumai sebagai sektor basis
3
Pendapatan sektor non 316.315,64 basis Kota Dumai (YN)
I
I
I
I
I
Sumber : Data Primer Diolah Dari Tabel 24 diatas dapat terlihat bahwa koefisien pendapatan jangka pendek agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit
terhadap pendapatan
wilayah relatif besar, juga diketahui bahwa pendekatan dengan menggunakan model basis ekonomi adalah dari sisi penawaran yang berarti diasumsikan bahwa semua barang dan jasa yang diproduksi pada suatu wilayah itu dapat memenuhi kebutuhan lokal dan ekspor. Dalam kata lain dapat dikatakan bahwa pendekatan dengan atas analisa ekonomi basis mengacu kepada Average Propensity to Consume terhadap produk agroindustri pengolahan minyak kelapa
sawit. Besarnya nilai koefisien dampak pendapatan mengindikasikan bahwa perminhan dari luar wilayah terhadap produk agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit cukup besar, dan ha1 ini juga menunjukkan bahwa ekspor dari wilayah Kota Dumai merupakan salah satu faktor perrnintaan sehingga dampak bagi pendapatan wilayah cukup besar. Pendekatan dari sisi permintaan pada dasarnya mengacu kepada analisis kecendrungan mengkonsumsi marginal, dimana peningkatan pendapatan seseorang atau wilayah tidak seluruhnya digunakan untuk meningkatkan
konsumsinya atau kecendrungan peningkatan konsumsi barang dan jasa dari seseorang selalu lebih kecil dari kenaikan pendapatan. Dalam penelitian mi tidak dilakukan analisa kecendrungan mengkonsumsi majinal oleh karena didasari bahwa nilai rlugaan dampak pengembangan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai terhadap pendapatan Kota Durnai cenderung lebih besar. Perkembangan agroindustri pengo!ahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai telah memberikan efek multiplier pendapatan masyarakat sebesar 2,57
fizrnun efek ysng ditirnbulkar! Ir?irelatif kecil, karena sebahagian dari pendapatan masyarakat tidak seluruhnya dikonsumsi dalam wilayah Kota Dumai, melainkan ada sebagian dari pendapatan masyarakat yang dikonsumsi di luar wilayah Kota Dumai mengingat jumlah tenaga keja yang terserap pada agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit tidak seluruhnya berasal dari wilayah Kota Dumai.
6.3.3 Distribusi Pendapatan Pendapatan adslah sejumlah penerimaan yang diperoleh sebagai hasil balas jasa atas penggunaan faktor-faktor produksi, seperti sewa, bunga, dividen, upah dan gaji serta penerimaan lainnya berupa transfer payment seperti penerimaan dari pemerintah maupun perusahaan yang berupa pensiun, jaminan sosial dan penerimaan lainnya. Perhitungan pendapatan ini dapat dilihat dari dua
cara yaitu pendapatan nasional yang dihitung secara nasional malalui perkiraan terhadap Sross National Product (GNP) yang terdiri dari perusahaan dan rumah tangga.
Sedangkan untuk
pendapatan perorangan (penduduk) adalah
pendapatan nasional yang dikurangi dengan keuntungan perusailaan dan asvransi sosial serta ditambahkan dengan transfer payment dari pemerintah dan peusahaan, bunga dan deviden. Sesuai dengan tujuan dari kajian ini adalah untuk melihat dampak dari agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit terhadap pembangunan daerah, khususnya di Kota Dumai, maka analisis pendapatan masyarakat dilakukan di sekitar lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit yang berada pada daerah Kecamatan Bukit Kapur, yang terdiri dari atas Desa Kayu Kapur dan Teluk Binjai. Sedangkan untuk daerah Dumai Timur hanya terdapat satu daerah, yaitu Kelurahan Bulu Kasap yang merupakan kelurahan terpadat penduduknya di tingkat kelurahan di Kota Dumai, serta berdekatan dengan pelabuhan samudra.
Dalam menghitung pendapatan rata-rata masyarakat di sekiir lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit berada adalah rnencari perbedaan antam jumlah pendapatan yang paling rendah dengan jumlah pendapatan yang paling tinggi, dalam ha1 ini adalah antara Rp 3.G90.0!l0,00 adalah
Rp
35.400.000,OO.
Kemudian
langkah
dan Rp 38.400.000,OO selanjutnya
adalah
mengelompokkan masing-masing golongan pendapatan kedalam 5 kelompok (terlampir), dari pengelompokkan tersebut dapat ditentukan batas dari masingmasing golongan pendapatan seperti yang terlihat pada Tabel 25 berikut ini: Tabel 25. Pendapatan Rata-rata Penduduk di Daerah Sekitar Lokasi Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit di Kecamatan Bukit Kapur dan Dumai Timur Kota Dumai Tahun 2003 Nilai Rata-Rata (X) 5.212.500
Batas Pendapatan 3000000
-
7425000
Frekuensi (F) 7
36.487.500
F.X
- 11850000 11850000 - 16275000 16275000 - 20700000
9.637.500
51
491.512.500
14.062.500
48
675.000.000
18.487.500
20
369.750.000
20700000
-
25125000
22.912.500
8
183.300.000
25125000
-
29550000
27.337.500
12
328.050.000
29550000
-
33975000
31.262.500
2
62.525.000
33975000
-
38400000
7425000
36.1 87.500
72.375.000
2
I
I
I
I
I
150
Jumlah Rata-rata
1
2.236.000.000
I
14.906.667
Sumber : Data Primer Diolah Dari Tabel 25 di atas dapat diketahui bahwa pendapatan rata-rata masyarakat di sekitar lokasi agroindustri minyak sawit adalah sebesar Rp. 14.906.667,OO. Perlu diketahui bahwa pendapatan rata-rata diatas hanya
merupakan nilai representatif dari seluruh nilai pengamatan. Dari pendapatan rata-rata masyarakat di sekitar lokasi agroindustri minyak sawit berada, juga dapat dilihat bagaimana pola dari distribusi pendapatan tersebut yang diketahui melalui perhitungan lndeks Gini Ratio (IGR). Dalam ha1 ini IGR berhubungan erat dengan soal-soal yang bersangkut paut dengan perbandingan secara persentasi. Maka dalam kaitan itu frekuensi distribusi periu dinyatakan dalam bentuk persentase atau proporsi. Hasil IGR
diperoleh sebesar 0,44 yang berarti distribusi pendapatan masyarakat di sekitar agroindustri minyak sawit dikategorikan dalam ketimpangan sedang. Dengan kurva Lorentz dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Kurva Pendapatan Masyarakat di Sekiar Agroindustri Minyak Kelapa Sawit Pendapatan masyarakat yang di hitung tersebut adalah masyarakat yang aktiitasnya berhubungang langsung dengan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit antara lain : masyarakat sebagai buruh pabrik, tukang ojek, jaga kos untuk karyawan dan perdagangan serta suplier kebutuhan operasional pabrik. Berdasarkan tingkat pendapatan rata-rata kepala keluarga pertahun di daerah penelitian dapat dihitung pendapatan perkapita, dari pendapatan perkapita dapat ditentukan apakah masyarakat di sekiar lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit termasuk kedalam kelompok miskin atau tidak. Xemiskinan merupakan perrnasalahan yang mendesak saat ini, baik ditingkat nasional
maupun
ditingkat
ditingkat
propinsi
yang
hams
dicarikan
pemecahannya. Angka kemiskinan di Propinsi Riau cukup tinggi, dimana sebesar 40 % masyarakat Riau beradz pada kondisi miskin (Badan Perencanaan Daerah
Propinsi Riau, 2003). Tingkat kemiskinan merupakan suatu parameter untuk mengetahui kernampuan masyarakat. Untuk menentukan masyarakat berada pada kondisi miskin atau tidak dapat dilakukan berbagai caralalat pengukur tingkat kemiskinan. Salah satu alat untuk mengukur kemiskinan antara lain pengukur kemiskinan absolute dengan konsep garis kemiskinan, seperti kriteria Sayogyo
\'""",,
. -.-.-.----.--..-
I..-
\ - . - I
-
-
-
(i991/1992), yaitu dengan mengelompokkan kedalam lima tingkat jumlah pengeluaran perkapita pertahun. Tingkatan tersebut adalah : paling miskin, miskin sekali miskin, nyaris miskin dan tidak miskin yang dihitung berdasarkan pengeluaran setara beras perkapita pertahun. Konsep Direktorat Pembangunan Desa pada Tahun 199111992 menetapkan kriteria kemiskinan sebagai berikut : 1. Paling miskin, bila pengeluarannya setara beras kurang dari 240 kg perkapita pertahun. 2. ivliskii, sekaii, jika pngelusrsn setara berzs antara 241 kg - 300 kg
perkapita pertahun. 3. Miskin, bila pengeluaran setara beras antara 301 kg
-
360 kg
perkapita pertahun. 4. Nyaris miskin, jika pengeluaran setara beras antara 361 kg
- 480 kg
perkapita pertahun. 5. Tidak miskin, jika pengeluaran setara beras lebih besar dari 480 kg perkapita pertahun. Dari seluruh kepala keluarga sample, hanya 7 kepala keluarga yang berada pada tingkat distribusi pendapatan yang paling rendah, yaitu batas pendapatan Rp.3.000.000,OO - 7.425.000,OO perkepala keluarga pertahun. Dari pehitungan pendapatan perkapita hanya dua kepala keluarga yang berada pada kondisi masking, yai!u dua kepala keluarga yang mempunyai pendapatan keluarga sebesar Rp. 3.000.000,00 pertahun dengan jumlah anggota keluarga sebanyak tiga orang per kepala keluarga sehingga pendapatan perkapita hanya Rp. 1.000.000.00. Pendapatan perkapita yang diperolehnya dibandingkan dengan harga beras yang umum yang dikomsumsi oleh masyarakat disekitar lokasi penelitiar, yaitu sebesar Rp. 3.000/kg, maka demean pendapatan perkapita sebesar Rp. 1.000.000,00 pertchun hanya dapat memenuhi kebutuhannya dengan setara beras sebanyak 333,33 kg. dua orang sebesar 1,33% sampel yang berada pada kondisi miskin sebesar 98,67% sampel tidak miskin. Hadirnya industri di suatu tempat tidak terlepas dari kemudahan yang diberikan, disamping faktor jarak yang dekat dengan pasar merupakan alasan yang diterima oleh setiap pelaku usaha di dalam menanamkan investasinya. Hal ini dapat terlihat dari semakin besarnya minat investasi dari industri pengolahan
yang berbasis pertanian untuk melakukan usaha di Kota Dumai. Ketersediaan bahan baku dan pasar hasil produksi yang berorientasi keluar dari wilayah ternpat barang tersebut di hasilkan, akan mamberikan nilai tambah bagi wilayah yang bersangkutan baik dari pendapatan wilayah maupun penyerapan tenaga kerja. Kernampuan dari industri tersebut untuk dapat menghasilkan produk yang kornpetitii dan berdaya saing tinggi tidak terlepas dari usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk kemudahan dalam ha1 ini perizinan dan rangsangan dalam bentuk keringanan dalam bentuk fiskal. Analisis yang berkaitao denge:: s e k t ~industri r dalem suati! dlayah dalam bentuk perhitungan Location Questien rnenunjukkan bahwa jenis industri pengolahan yang
berbasis sektor pertanian yakni agroindsutri perkebunan
mempunyai nilai LQ yang lebih besar dari satu yang berarti kegiatan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit merupakan kegiatan basis di Kota Dumai. Hal ini menunjukan bahwa secara umum peningkatan penyerapan tenaga kerja yang terjadi di sektor basis akan mendorong peningkatan daya serap tenaga kerja di sektor non basis di Kota Dumai. Keberadaan agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit sebagai sektor basis bahwa hasil atau output yang dihasilkan dapat di ekspor keluar wilayah Kota Dumai, dengan meningkatnya kegiatan ekspor kewilayah lain akan terjadi pemasukkan pendapatan ke wilayah kegiatan basis atau Kota Dumai. Hal lainnya adalah meningkatkan konsumsi maupun investasi serta kesempatan kerja di Kota Dumai. Dapat dikatakan bahwa kegiatan agroindustri di Kota Dumai perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan lebih jauh terutama pada kegiatan industri hilirnya. Secara teoritis pemilihan lokasi industri adalah usaha untuk menetukan lokasi optimal bagi suatu perusahaan dengan biaya pengangkutan yang lebih minimal berdasarkan jarak fisik maupun jarak ekonomi. Selain harga lahan yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga lahan di luar Dumai, ketersediaan infrastruktur merupakan alasan yang kuat dalam pemilihan lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai. Kondisi ini terlihat dari pada pola penyebaran lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit yang berada di sekitar akses dari dan ke wilayah pelabuhan laut antara lain disekitar jalan yang menuju ke pelabuhan laut yaitu wilayah Kecamatan Dumai Timur. Oleh sebab itu penyebaran lokasi agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit yang tidak sesuai dengan rencana umum tata ruang daerah sudah dapat
diduga sebelumnya karena alasan penyebaran lokasi adalah berdasarkan pertimbangan ekonomi semata. Sementara itu Undang-Undang tentang penataan ruang, baru pada tahun 2000, ha1 ini dapat terjadi bahwa lokasi industri yang tertuang dalam RUTR disesuaikan dengan fakta lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit yang sudah terbentuk sebelumnya. Pergeseran lokasi industri yang hanya berdasarkan pertimbangan ekonomi secara individu mengakibatkan industri di suatu wilayah beragam jenisnya dan ha1 ini sesuai dengan perhitungan kuosien spesialisasi bahwa lokasi agroindustri di Kota Dumai tidak terkonsentrasi pada sati ;;.i!aysh
dar! tidak terdapat spesialisasi
produk yang dihasilkan. Analisis yang berkaitan dengan aspek lokasional terhadap lokasi agroindustri di Kota Dumai dihitung melalui indeks material menunjukkan bahwa lokasi agroindustri perkebunan di Kota Dumai mempunyai kecendrungan untuk mendekati pasar (market oriented). Faktor kedekatan jarak dengan pasar dan ketersediaan infrastruktur yang relatif memadai merupakan salah satu alasan lokasi agroindustri pengolahan minyak kelapa saw~tcendrung mendekati pasar. Dampak multiplier tenaga kerja menunjukan bahwa tentang besarnya peningkatan kesempatan kerja suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir dari sektor tersebut satu satuan. Agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit sebagai sektor unggul di Kota Dumai baru mampu memberikan efek multiplier tenaga kerja terhadap wilayah Dumai sebesar 1,51 yang berarti jika terjadi penambahan tenaga kerja pada agroindustri perkebunan sebagai sektor unggul sebanyak 100 jiwa, maka akan memberikan tambahan tenaga kerja pada sektor non basis sebanyak 51 jiwa dengan total tenaga kerja yang terjadi sebanyak 151 jiwa di Kota Dumai. Pengaruh multiplier pendapatan suatu sektor yang diukur dengan nilai koefisien, dimana semakin besar nilai koefisien tersebut maka semakin besar pula peningkatan pendapatan wilayah yang diperoleh dari sektor tersebut. Effek multiplier pendapatan yang yang ditimbulkan oleh agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit yaitu sebesar 27,02 yang berarti setiap Rp.1 pendapatan agroindustri di Kota Dumai akan menghasilkan pendapatan wilayah Dumai sebesar Rp27,02. Untuk itu, semakin besar efek multiplier yang ditimbulkan dari suatu aktivitas agroindustri/sektor basis, maka makin besar pula dampak dari keberadaan agroindustri terhadap wilayah setempat, baik bagi perluasan kesempatan kerja maupun terhadap perubahan konsumsi dari
masyarakat akibat adanya peningkatan pendapatan. Dalam upaya untuk memberikan efek multip!ier yang lebih besar dari keberadaan agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Dumai terhadap wilayah setempat perlu ditingkatkan, karena ha1 ini akan menimbulkan efek penggganda. Jika dilihat nilai koefisien multiplier pendapatan masyarakat dari agroindustri minyak sawit ini maka nilai tersebut masih relatif kecil, sehingga perubahan konsumsi masyarakat juga kecil, ha1 ini karena tenaga kerja yang terlibat pada aktivitas agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit tidak seluruhnya berasal dari w i l ~ j s hDumai, maka bemufigkinan tejadi sebahagian dari pendapatan tenaga kerja di konsumsi keluar wilayah Dumai atau dengan lain perkataan terjadi kebocoran wilayah. Adanya kebocoran wilayah ini akan memungkinkan terjadinya pengurangan efek pengganda pendapatan lokal. Disamping itu, kondisi ini menunjukkan bahwa agroindustri di Kota Dumai mempunyai ketergantungan yang besar terhadap daerah luar Kota Dumai. Dari hasil perhitungan distribusi pendapatan masyarakat di sekitar lokasi agroindustri berada menunjukan bahwa perbandingan pendapatan rata-rata masyarakat
yang
berpenghasilan
rendah
dengan
pendapatan
yang
berpenghasilan tinggi cukup tinggi, ha1 ini mencaminkan bahwa tingkat perbedaan yang sangat mencolok sekali. Namun demikian jika dilihat berdasarkan indeks gini ratio distribusi pendapatan penduduk di sekitar lokasi agroindusti perkebunan agak merata, begitu juga halnya dengan kriteria Bank Dunia ternyata 40% penduduk yang berpenghasilan rendah telah menerima 25,97% dari jumlah pendapatan keseluruhan. Untuk itu dapat dikatakan bahwa
kehadiran dari agroindustri di Kota Dumai, dari sisi pendapatan masyarakat telah memberikan dampak yang cukup baik.
VII. RANCANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWlT
7.1. Konsep Dasar Pengembangan Agroindustri Menurut paradigma baru dalam pembangunan pertanian, pertanian harus dipandang sebagai sistem agribisnis. Agribisnis adalah kegiatan pertanian yang dimuiai dari hulu hingga niiir. Sistem agribisnis terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem upstream agribisnis, subsistem onfann agribisnis dan
dorrnstream agribisnis. Agar kegiatan agribisnis bisa mendatangkan hasil yang optimal, maka seluruh subsistem agribisnis hams terdapat pada satu wilayah. Sebaliknya jika melakukan pengembangan witayah dengan komoditas pertanian merupakan komoditas unggulan, maka pada wilayah tersebut harus terdapat selunth subsistem agribiinis (Saragih, 2002). Menurut Baharsyah (1999), paradigma baru pembangunan pertanian bukan orientasi produksi primer lagi, orientasi produksi pada kegiatan pertanian adalah produksi sekunder dan tersier.
Produksi sekunder dan tersier yang
dihasilkan tergantung dari permintaan pasar, atau produksi primer, sekunder dan tersier yang dihasilkan adalah yang diminta pasar.
Produkai sekunder dan
tersier adalah produk hasil olahan komoditas pertanian (primer) berupa produk agroindustri hulu dan hilir. Dilihat dari situasi dan kondisi Kota Dumai pada saat ini, memiliki potensi
onfarm agribisnis yang cukup banyak dari komoditas unggulan sawit. Selain onfann agribisnis, juga sudah behembang downstream agribisnis kelapa sawit dalam bentuk agroindustri hulu, yaitu industri yang menghasilkan CPO dan agroindustri hilir, yaitu agroindustri pengdahan CPO. Berdasarkan kondisi objektif Kota Dumai, berikut ini akan dijelaskan secara terpisah kegiatan agribis~isyang diperlukan untuk pengembangan
komoditas unggulan di Kota Dumai. 7.1 .l.Upstream Agribisnis
Upstream agribisnis adalah lembaga atau industri-industri yang dibutuhkan untuk menyediakan dan menghasilkan sarana produksi pertanian seperti
koperasi,
industri
pupuk,
pestisida,
obat-obatan,
pembenihanlpembibitan, industri alat dan mesin pertanian, dan lain-lain.
industri
agribisnis (kelompok usaha agribisnis), potensi yang paiing besar untuk Kota Durnai adalah kelompok usaha agroindustri hilir.
Pasar
penolong
kimia
pewmasan
Gambar 6. Keterkaitan Antar #laster dalam Sektor dengan IndustriCPO sebagai lndustri inti Sumber: Soepadiyono dan Haryono (2000) Agroindustri hilir yang berpeluang untuk dikernhangkan di Kota Dumai dalam rangka memanfaatkan CPO yang diekspor saat ini adalah olein, streali, soap stock, asam lemak (fatty acid), beta karoten, tokoferd, minyak goreng, minyak makan, minyak salad, margarin, shortening, minyak padat, oleo kimia, sabun, giiserin, asam lemak dan lainnya.
7.1.3. Suporting institution
lalah lembaga penunjang yang diperlukan untuk kegiatan dan pengembangan agribisnis, seperti iembaga keuangan, iembsga wnyuluhan dan pendampingan, lembaga informasi, lembaga transportasi, lembaga penyedia sarana dan prasarana lainnya.
Kehadiran lembaga penunjang ini sangat
diperiukan untuk dapat merealsasikan dan mengembangkan komod;ti unggulan
di Kota Durnai. Salah satu lembaga lainnya yang haak kalah penting dibandingkan dengan lembaga lainnya adalah lembaga penyedia sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan dan pengembangan usaha agroindustri CPO di Kota Dumai. 7.2.
Program PengembanganAgroindustri Hilir
Program pengembangan agroindustri hilir merupakan kurnpulan yang sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Adawn program kerja merupakan proses penentuan jumlah dan jenis surnberdaya yang diperlukan dalam usaha pelaksanaan suatu rencana. Program pengembangan agroindustri hilir adalah program kedepan agar dapat memberikan dan meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian Kota Dumai, terutama masyarakat dan wilayah secara keseluruhan. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pecgembangan agroindustri kedepan adalah melakukan penambahan pabrik pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO beserta produk turunannya, penambahan industri yang menghasilkan CPO juga diperlukan karena masih tersedianya tandan buah segar
(TBS) untuk bahan baku. Disamping itu produk yang dihasilkan tidak hanya terkonsentrasi pada satu jenis produk, namun bervariasi dengan bahan bakrt yang tersedia. Atas dasar pengembangan agroindustri kelapa sawit, perlu dilakukan strategi untuk dapat tercapainya tujuan yang diharapkan, yaitu melakukan sosialisasi baik jangka pendek maupun jangka panjang serta pengaplikasian strategi tersebut.
Untuk itu perlu peran Pemerintah Kota Dumai sebagai
fasilitator dalarn pengembangan agroindustri kelapa sawit melalui beberapa kegiatan. seperti:
7.2.1. Sosialisasi Program Pengembangan
Untuk dapat rnengenalkan produk yang dihasilkan, lokasi memegang peranan yang sangat penting dalam pengenalan suatu usaha.
Lokasi yang
mudah dijangkai: akan sangat membantu daiam ,pmasaran prodlik atatl iasa, artinya dengan sudah diketahuinya lokasi usaha, akan berpeluang untuk didatangi oleh pihak-pihak yang berkeinginan untuk melakukan investasi. Untuk itu peran Pernerintah Kota Durnai sebagai fasilitator dalarn sosizlisasi pe~gembang agroindustri sangat menentukan, oleh karena itu sosial~sasiyang dapat dilakukan aiantarsnya dalam bentuk:
1. Promosi dalam dan luar negeri dalam bentuk road show ke berbagai wilayah yang berpotensi untuk menarik investor dalam bidang usaha agroindustri kelapa sawit, terutama agroindustri hilir.
2. Melakukan pameran di dalam dan luar negeri dalam bentuk pengerialan secara langsung wilayah prcjspektif dan beberapa kernudahan yang akan diperoleh dalarn rnelakukan investasi pada sektor agroindustri di Kota Dumai.
3. Pembuatan brosur-brosur dan publikasi yang ditayangkan, melalui media cetak ataupun media elektronika dalam wilayah propinsi maupun luar Propinsi Riau.
4. Melakukan studi komparatif ke wilayah yang memiliki kemampuan agroindustrikelapa
saeit,
sebagai
input
untuk
dapat
lebih
mengembangkan Kota Durnai sebagai kota industri yang krbasis pada sektor pertanian (perkebunan).
.
\
I
d
7.2.2. Aplikasi Pengembangan Program Sebagai tindak lanjut sosialisasi program agroindustri kelapa sawit, perlu dilakukan penerapan program dalam bentl~kkegiatan terstruktur dan terarar sesuai dengan kebijakan pengembangan agroindustri yang menitikberatkan terciptanya nilai tambah agroindustri kelapa sawit terhadap perekonomian Kota Dumai. Daya tarik suatu daerah dalam upaya merangsang investasi masuk kp daiam negeri dilakukan dengan berbagai teknik dan cara yang sesuai dengan kondisi wilayah setempat.
Hal utama yang perlu dilakukan adalah dengan
memperkenalkan kelebihan dan keuntungan komparatif dari daerah tersebut, misalnya tenaga keja yang tersedia, lahan peruntukkan bagi investor dengqn
kepastian hukum yang jelas dan berbagai ha1 lainnya yang berhubungan dengan
.
iangsangan wilayah yang krsangkutan.
Seiain keuntungan kornparatif yang dimiiiki, yang t~dakkalah pentingnya adafah adanya kepastlan berusaha dan beberap& kemudahan yang dapat 4 diperoleh, seperti: 2 . Mekanisrne adrninistrasi perizinan yang terkendati dan terarah,
I
disertai pengurusan yang tidak berkelit-kelit daiam suatu siste kepengurusan.
--
--C
2. Ketersediaan iahan yarig tersedia untuk kegiatan agroindtistri yang
sesuai dengan prinsip ekonomi, yaitu tidak tejadinya biaya tingi dalarn peruntukkan lahan.
3. infrastruktur yang dibutuhkan dalam operasional kegiatan industri seperti jaringan kornunikasi, transport dan tenaga listrik yang dapat menjamin pasekannya ke wilayah industri. 4. Kepastian hukurn yang jelas dan tidak berubah-ubah disertai dengan
peraturan pemerintah yang tidak memberatkan pihak investor dalam melakukan aktivitasnya.
5. Lembaga keuangan yang tersedia dan akses permodalan yang mendukung kegiatan agroindustri.
6. Adanya kemudahan fiskal dalam bentuk tax hdiday, pajak impor barang modal yang rendah dan tidak tejadinya tumpang tindih
.
perpajakan.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ?. Profil agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit di Kota Durnai merupakan
sektor basis kerena LQ lebih besar dari satu, artinya disamping bisa memenuhi kebutuhan Kota Dumai juga bisa mernenuhi kebutuhan diluar Kota Durnai. Sedangkan lokalisasi industri menunjukan bahwa agroindustri tersebut tidak terkonsentrasi pada satu tempat dengan arti terjadi pernerataan pembangunan dan di samping itu agroindustri tersebut tidak terspesialisasi, serta lebih dekat dengan pasar. Hal ini disebabkan Kota Durnai mempunyai pelabuhan laut berskala internasional dan rnemudahkan untuk ekspor. 2 Agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit mernberikan dampak yang
positif terhadap perekonomian Kota Durnai karena rnernpunyai efek rnultipleier terhadap tenaga kerja sebesar 1,51 dengan pertumbuhan kesernpatan kerja 4,68% dan disamping itu rnernberi efek rnultipleier pendapatan terhadap daerah sebesar 27,02 ha1 ini menunjukan bahwa perrnintaan dari luar wilayah Kota Durnai terhadap produk agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit cukup besar.
3. Disamping itu terjadi perubahan pada distribusi pendapatan rnasyarakat di sekitar agroindustri yang di indikasi dari nilai lndeks Gini Ratio sebesar 0,44 dan berdasarkan kriteria Bank Dunia ketahuan bahwa 40% penduduk yang berpenghasilan rendah telah menurun 25,90% dari jumlah pendapatan, ha1 ini menunjukan bahwa pada distribusi pendapatan adalah baik dalam kondisi masyarakat tidak rniskin dari 150 sampel 98,67% diantaranya tidak miskin. 4. Program pengembangan Agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit
adalah menarnbah jumlah agroindustri baru pada kawgsan industri, karena masih tersedianya bahan baku berupa CPO sebesar 1,7 juta tonltahun. 8.2. Saran
1. Untuk rnernacu pertumbuhan ekonomi wilayah
melalui peningkatan
pendapatan masyarakat, rnaka persentase jurnlah tenaga kerja tempatan yang terserap pada agroindustri pengolahan rninyak kelapa sawit perlu lebih ditingkatkan. Dalarn rangka meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang
kurang trampil, pihak industri agar mengadakan kursus-kursus sehingga mereka mempunyai peluang untclk memperoieh jenjang karir yang lebih baik. 2. Agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit dalam proses produksinya
dengan menggunakan bahan baku CPO yang cukup besar, maka sebaiknya pendirian industri baru pengolahan CPO pada lokasi perkebunan baru dapat dilakukan oleh swasta lainnya yang di fasilitasi oleh Pemerintah Kota Dumai. 3. Mengurangi pungutan resmi ataupun yang tidak resmi, serta melengkapi
sarana dan prasarana ekspor di pelabilhan
Ebdan Penanaman Modal Kota Dumai, 2002. Base Line Dab dan Peluang InvestasiKota W a i Bahacsjah, Sjatthddin. 1999. Paradigma Pembangmm Pettanlan. Badan Litbmg DeeQatn. Jakarta. BAPPEKO 8 BPS. 2001. Pendapatan Regional MenuDumai 1998-2x1.
Capangan Usaha Kota
BAPPEKO & BPS. 2001. Dumai Datam Angka 2001.
BAPPEKO & BPS. 2001.Dumai Dalam Angka 2002. BAPPEKO & BPS. 2001. Dumai Dalam Angka 2003. Budi S,H .2001.Perencanaan Pembangunan Wilayah Djojodipuro, AAarsu&. 1926. Teal Lokasi. Lembaga P Universitas Indonesia. Jab&.
W F a k u b Uror\omi
Glasson, John 1997. Pengantar Perencaman Regional. Terjemahan Lembaga PeneM Fakukas Ekoftomi Unffetsitas fndonesia. Jakarta Hanafiah,T. 1989, Aspek Ldcasi Dalarn Analisis Ekonomi Wrlayah. Junrsan Smhf Ekonomi P m n h n . Fakuftas Pertartian f&ut Pertanian Bogor.
Handaka dan Raffi Par2mawati. 2002. Pengembangan Agroindustri Berbasis Keunggulati Sumber Daya CokaJ. D m W u s i Fakultas Pertanian Unand 6 Agustus 2002 Padang Kadariah. 1977. Pengwtar Ekonomi Regionat. tembaga Penerbit Fakuttzrs Ekonmi Urriversitas fndanesia. Jakarta.
Mahdi 1999, d a m Agung, 1.G N, N, Haidy A. Pasay dan Sugiharso. Teori Ekmomi Mikrt3. Suatu Analisis M u l r s i Tempan Cembaga f e n d i t Fakuttas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sihotang, Paul. 1977. D-r-Dasar I h u Ekonoml Regional (Terjemahan Richardson, HW). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Saragih Bungaran. 2001. Suaw dari Bogor. Mernbangun Sistim Agribisnis. Edisi Kedua.Pustaka Wirausaha Muda. Bogor
Saragih Bungaran. 2001. Agribisnis. Paradigm E b i Pembangunan Ekonomi Berbasis Per!!nian. Edisi Kedua. Pustaka WiramRs Muda. Bogor. Soepadiyo, M dan Harym. 2000. Agroindustri Minyak S M . Departemen
Perhius-
dan Perdagangan. Jakarta.
Streeten, Paul. 1976. Balanced Versus Unbalanced Gram in Meier, GeraM, (ed), Leadkg lssues In Economic Devekopmt, (3 ed), Oxford University Press, New York. Tambunan, Tulus TH. 1996. Perekonomian Indonesia. Gklia. Jakarta. Tambunen, Mangapul Parlindungan. 1990. Penyebaran lndustri di Kota Aarninisbatip Tangemng. Thesis. JuGeografi. FakuW Matm&a d m thu Pengekhuat~Akm Unhmsbs hdmaii.Jstkatta. Todam, M.P. 1997. Pernbangunan Ekonomi Di Ounia Ketiga Bwhanuditz AWufM). Penerbit Edangga. Jakarta
(Tejemahan
ZOOZ UnWl s!s!leuVI!seH ne!a !su!~o~d epaddeg !ecuna oyaddeg leueunsoyeg !wng edna Qad - : Jaqluns
-
Lampiran : 2 Analisis Kuosien iokasi Agroindustri Minyak Sawit Kota Dumai Agroindustri Minyak Sawit Kt Bukit Kapur :
Lq
SiiS Ni/hT
=-
Agroindustri Mir~yakSawit Kecamatrin Dumai Timur :
- 738/1.114
20.64/58.858 = 1,91 Agroindustri Kehutanan kecamatan Bukit Kapur :
Agroindustri Kehutanan Kecamatan D~imaiBarat :
Agroindustri Kehutanan Kecamatan Medang Kampai :
Agroindustri Kehutanan Kecamatan Sei - Sembilan :
Lampiran : 3 Analisis Kuosien Lokalisasi (Penyebawn) Kota Durnai Agroindustri Minyak Sawit Kecamatan Bukit Kapur :
= 0,03
A~roindustriMinvak sawit Kecarna9n Oumai tirnur :
Agroindustri Kehutanan Kecarnatan Bukit Kapur :
Agroindustri Kehutanan Kecarnatan Dumai Barat :
= 0,03 Agroindustri Kehutanan Kecamatan Medang Kampai :
Agroindustri Kehutanan Kecamatan Sei-Sernbilan :
Lampiran : 4 Analisis Kuosien Spesialisasi Agroindustri Minyak sawit Kota Dumai Agroindustri Minyak Sawit kecamatan Bukit Kapur :
Agroindustri Minyak Sawit Kecamatan Dumai Timur :
-
Agroindustri Kehutanan Kecamatan Bukit Kapur :
Agroindutstri Kehutanan kecamatan 3umai Barat :
Agroindutstri Kehutanan kecamatan Medang kampai:
Lampiran 5 Jumlah Bahan Baku (Input) dan Produksi (out put) Per Kecamatan Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Tahun 1999 - 2002 di Kota Dumai
KEC.BUKIT KAPUR NO TAHUN
INPUT
KEC.DUMAI TlMUR
OUTPUT
TON
RUPIAH
TON
RUPIAH
INPUT
OUTPUT
TON
RUPIAH
TON
1
1999
255.266
242.502.700
114.344
30.301.I00
2
2000
298.809
351.370.800
134.737
370.748.752
1.360.000
3.672.000
1.346.400
3.847.020
3
2001
355.273
30.800.300
159.42
446.376.000
1.200.000
3.480.000
1.188.000
3.835.240
4
2002
394.478
473.373.600
178.143
531.142.770
1.280.000
3.975.600
1.267.200
4.01 9.635
Jurnlah
1.303.826
1.458.047.400 586.644
1.378.568.622
5.088.000
14.497.200
5.037.120
15.513.411
Lampiran 6 Nilai lndeks Material Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Tahun
Bukit Kapur
Dumai Timur
I
Lampiran 7 Jumlah Bahan Baku (Input) dan Produksi (Out put) dalam Rupiah Per Kecamatan Agroindustri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
No
-
TAHUN
KEC.BUKIT KAPUR Bahan Baku Produksi (RP) (RP)
KEC.SEI SEMBILAN Bahan Baku Produksi (RP) (RP)
KAMPAI Bahan Baku ( RP
Produksi (RP)
KEC.DUMAI BARAT Bahan Produksi
.-
-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
1999
7.530.920
13.727.500
1.489.920
2.715.000
3.754.500
6.842.500
3.318.720
6.048.750
2
2000
7.706.600
14.257.500
1.304.640
2.377.500
3.575.520
6.517.500
1.825.680
3.265.000
3
2001
6.315.250
11.490.700
1.268.000
2.307.500
3.307.000
4
2002
6.602.250
12.209.400
1.242.000
2.433.200
3.138.000
28.155.020 51.685.100
5.304.560
9.833.200
1,3.775.020
Jumlah
Lampiran 8. Penggadaan dan Pertumbuhan Kesempatan kerja 1. Multiplier tenaga kerja (Pengganda)
2. Pertumbuhan kasempatan kerja
Lampiran : 9 Analisis Effek Multiplier Pendapatan Agroindustri Kota Dumai 1. Multiplier Pendapatan Basis Kota Dumai
MS=-
1 I-YN
2. Analisa Multiplier Pendapatan Masyarakat Sekitar Agroindustri Minyak Sawit
C = Co + bY + CTx + dl1 C = Bo + BAY + B2T + 631 + 61DY +62DT + 63D1 + aD
Atau 63905 + 0,45441Y + 0,30166T - 0,26172 + 0,05982 DY + 0,06854DT 0,2528Dl- 6534 R4 = 7231 C = (Bo + a) + (BI + 61)Y + (82 + 62)T + ( 83 +63)1
C = (65905 - 6534) + (0,45448 + 0,05982)Y + (0,30166 + 0,06854)T + (-0,26172 - 0,29528)l C = 59371 + 0,5148 + 0,37021 - 0,55780
Multiplier Pendapatan :
piran 10. Hasil Analisis Distribusi Tingkat Pendapatan Masyarakat disekitar kawasan Agroindustri (Analisis lndeks Gini Ratio)
Lampiran : 11 Urutan Pendapatan Penduduk di Sekitar Lokasi Agrobisnis Minyak Sawit tahun 2003 No
1 2 3 4 5
9 7 8
9
Pendapatan RP
No
3.000.000 3.000.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 7.200.000 8.400.000 8.400.000
31 32 33 34 35 36 37 38 39
' Pendapatan
No
RP
1
/
1
1
9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.600.000 9.900.000 9.900.000 IU.200.000 10.200.000 10.500.000
I
61 62 63 64 65 66 67 68 69
Pendapatan RP 1~0.000 12000.000 12.000.000 12.000.000 12.000.000 ?2.000.852 12.000.00G 12.000.000 12.000.000
No 91 92 93 94 95 96 97 98 99
I
Pendapatan RP
No
Pendapatan RP
15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.600.000 ?5.60Q.000 15.600.000 15.600.000 15.600.000
121 122 123 124 125 ?26 127 128 129
19.500.000 19.500.000 19.800.000 19.800.000 20.400.000 20.400 000 -21-.600.U00 21.600.000 21.600.000