PROGRAM PASCASARJANA S3 (DOKTOR) UNIVERSITAS BRAWIJAYA Teknik Sipil Transportasi
USULAN DISERTASI
MODEL KEJADIAN KECELAKAAN MENURUT KATEGORI RESIKO BERDASARKAN DEFISIENSI ELEMEN ALINEMEN HORISONTAL UNTUK DESAIN GEOMETRIK JALAN LUAR KOTA
DIUSULKAN OLEH: Ir. I DEWA MADE ALIT KARYAWAN, MT
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCASARJANA MEI 2015
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, keselamatan infrastruktur jalan dapat diartikan sebagai upaya dalam menanggulangi kecelakaan yang terjadi di jalan raya (road crash). Kecelakaan di jalan raya tidak hanya disebabkan oleh faktor kondisi kendaraan maupun pengemudi. Namun ada faktor lain, yaitu: (1) kondisi alam (cuaca); (2) desain ruas jalan (alinyemen vertikal dan horizontal); (3) jarak pandang pengemudi; (3) kondisi kerusakan perkerasan; (4) kelengkapan rambu atau petunjuk jalan; (5) pengaruh budaya dan pendidikan masyarakat sekitar jalan; dan (6) bahkan peraturan / kebijakan lokal yang berlaku, dapat secara tidak langsung memicu terjadinya kecelakaan di jalan raya (Mulyono dkk, 2009). Namun keamanan dari sisi geometrik sepenuhnya menjadi tanggung jawab perencana, mengingat semua persyaratan teknis dalam desian harus dipertimbangkan. Geometrik merupakan salah satu faktor penyebab terjadi kecelakaan. Dalam penelitian tentang alinyemen horisontal, Alit dan Widianty (2014a), menghasilkan bahwa dari semua sampel tikungan mayoritas menunjukkan Jarak Pandangan Henti masih kurang dari Jarak Pandang Henti yang ada di lapangan. Demikian juga untuk kelandaian melintang jalan, dari tikungan berbahaya, ditemukan lebih banyak kelandaian melintang di lapangan kurang, dibandingkan dengan yang disyaratkan (Alit dan Widianty, 2014b). Pada lokasi studi terindikasi tikungan rawan kecelakaan dengan adanya rambu peringatan kecepatan, marka tidak terputus bahkan rambu peringatan daerah rawan kecelakaan. Macam-macam dampak dapat ditimbulkan dalam suatu kecelakaan. Sehingga ada beberapa kategori kecelakaan, mulai dari cukup berbahaya, berbahaya hingga sangat berbahaya. Katagori tersebut dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk menentukan prioritas penanganan. Dalam upaya meminimalisasi kejadian kecalakaan di jalan raya, perlu dilakukan evaluasi keselamatan jalan. Namun untuk melakukan evaluasi detail memerlukan waktu yang cukup lama. Ide untuk menjawab hal tersebut yang belum pernah dilakukan diusulkan dalam proposal ini, yaitu mendapatkan cara sederhana dan dapat membantu dalam mendapatkan simpulan dalam waktu yang cepat, khususnya kejadian yang diakibatkan oleh defisiensi elemen alinyemen horisontal. Metode yang diusulkan adalah dengan membuat model. Model dibentuk dengan melakukan analisis data dari beberapa tikungan yang digunakan sebagai sampel.
1.2. Rumusan Masalah Defisiensi atau ketidaksesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan di lapangan terhadap elemen alinyemen horisonal, berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu alinyemen horisontal yang merupakan unsur geometrik sangat menentukan keamanan jalan ketika dioperasikan. Elemen dimaksud antara lain: Jarak Pandangan Henti, Radius Tikungan (R), Kelandaian melintang (e), Panjang lengkung (L) dan Kecepatan (V). Defisiensi yang menimbulkan resiko mulai
dari cukup berbahaya,
berbahaya hingga sangat berbahaya, perlu dicarikan solusinya. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan pengklasifikasian defisiensi berdasarkan kategori resiko, untuk mencari solusi penanganannya. Model dapat menjelaskan hubungan antar satu variabel dengan variabel lain. Model yang terbentuk dari analisis regeresi juga dapat menjelaskan seberapa kuat hubungan antar variabel tersebut. Model juga dapat dibuat untuk mengetahui kemungkinan kejadian kecelakaan dengan defisensi dalam implemntasi dengan rencana. Model yang terbentuk akan menjawab pertanyaan tersebut sekaligus mengetahui seberapa kuat dampak defisiensi terhadap timbulan kecelakaan, untuk dapat dicarikan solusinya. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai berkaitan dengan permasalahan dan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut : 1) Pengklasifikasian defisiensi berdasarkan kategori resiko 2) Membuat model hubungan antara kejadian kecelakaan dengan defisensi elemen geometrik alinyemen horisontal 3) Menentukan dampak defisiensi terhadap timbulan kecelakaan 1.4. Urgensi atau Keutamaan Penelitian Ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu faktor penunjang perekonomian. Jalan yang dimaksud adalah jalan yang menjamin keselamatan, keamanan bahkan kenyamanan. Karena itu penelitian ini sangat perlu (urgen) dilakukan sebab memiliki kriteria unggulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini akan turut memberi manfaat, sebagai bahan masukan utuk memberikan rekomendasi dalam upaya menyelesaikan masalah jangka pendek untuk mencapai keinginan tersebut di atas. Produk penelitian berupa model yang dapat
dijadikan landasan dalam pembahasan untuk mencari solusi dalam rangka mengurangi angka kecelakaan. 2. Merupakan kewajiban dari Perguruan Tinggi melalui para penelitinya untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam membuat kebijakan. Sehingga penelitian ini sangat strategis dan perlu dilakukan dimana hasilnya dapat digunakan dalam mengambil kebijakan dalam penanganan jalan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Tentang Keselamatan Infrastruktur Jalan Hasil audit keselamatan jalan oleh Mulyono, dkk (2009) menunjukkan bahwa beberapa aspek harus diperhatikan untuk memperkecil potensi terjadinya kecelakaan, salah satunya adalah aspek geometrik yang meliputi jarak pandang menyiap, posisi elevasi bahu jalan terhadap elevasi tepi perkerasan, radius tikungan. Beberapa riset di luar negeri menghasilkan model-model yang menunjukkan ketika konsistensi desain geometri diperhatikan maka keselamatan lalu lintas akan meningkat. Menurut Agah dan Siregar (2003), jarak pandang merupakan salah satu komponen dasar dalam perencanaan geometrik jalan. Terdapat dua jenis jarak pandang pada jalan raya yaitu jarak pandang henti dan jarak pandang menyiap. Jalan raya harus mempunyai jarak pandang menyiap yang memadai apabila terdapat pertimbangan efisiensi panjang jalan disamping unsur keselamatan dan keleluasaan henti yang disediakan oleh jarak pandang henti. Penelitian yang mengambil lokasi Ruas Jalan Mataram-Lembar, Alit dan Desi (2014a) mendapatkan bahwa sebagian besar Jarak Pandangan Henti (JPH) yang ditinjau tidak memenuhi persyaratan. JPH yang ada memliki panjang lebih kecil dari yang dibutuhkan, sehingga pelayanannya menjadi kurang maksimal, karena pengendara harus menurunkan kecepatannya untuk masuk ke tikungan. Sedangkan untuk kelandaian melintang jalan pada tikungan Alit dan Desi (2014b) menyimpulkan bahwa berdasarkan kecepatan rencana maupun kecepatan berdasarkan hasil survai, hampir pada semua tikungan mempunyai kelandaian melintang lebih kecil dari yang disyaratkan. Ini berarti bahwa jalan tidak dapat memberikan pelayanan maksimum, khususnya terhadap kemampuan untuk mereduksi gaya sentrifugal. Pujiastuti (2006), pada penelitian tentang keselamatan jalan dari sisi geometrik menyatakan bahwa nilai tertentu pada lengkung horisontal dan naik serta turun vertikal sangat berpengaruh
terhadap
nilai
angka
kecelakaan. Berdasarkan hasil penelitian nilai lengkung horisontal antara 0.004 rad/km dan 0.006 rad/km terjadi titik aman dimana angka kecelakaan pada nilai terendah. Sedangkan untuk naik serta turun vertikal nilai 5.000 m/km merupakan nilai dimana angka kecelakaan pada posisi terendah. Angka tersebut di atas diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan perencanaan geometrik jalan. Menurut Sumarsono, dkk (2010), kecelakaan lalulintas di tikungan
disebabkan
pengaruh konsistensi alinyemen
horisontal. Model menunjukkan bahwa hubungan antara keselamatan dengan konsistensi desain geometri tikungan yang diwakili oleh nilai Curve Radius Ratio (CRR) ada pada
jalur yang benar. Dapat dilihat bahwa jika rasio radius kurva individual meningkat (mendekati atau lebih dari 1), maka tingkat kecelakaan akan turun. Sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat kecelakaan akan turun jika radius
tikungan
lebih tinggi
daripada rata-rata radius tikungan dari segmen jalan tinjauan, dan akan meningkat ketika radius tikungan lebih rendah daripada rata-rata radius tikungan segmen jalan yang ditinjau. 2.2. Audit Infrastruktur Jalan
Menurut Pedoman Audit Keselamatan Jalan (Departemen Pekerjaan Umum, 2005), audit keselamatan jalan merupakan bagian dari strategi pencegahan kecelakaan lalu lintas dengan suatu pendekatan perbaikan terhadap kondisi desain geometri, bangunan pelengkap jalan, fasilitas pendukung jalan yang berpotensi mengakibatkan konflik lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas melalui suatu konsep pemeriksaan jalan yang komprehensif, sistematis dan independen. Klasifikasi nilai dampak keparahan korban kecelakaan dan klasifikasi untuk mengukur penyimpangan desain bagian-bagian fasilitas jalan terhadap standarnya, didasarkan pada tingkat kemungkinan dan tingkat ancaman. Tingkat kemungkinan digunakan untuk menilai temuan defisiensi yang tidak memiliki atau tidak diketahui adanya riwayat kecelakaan sebelumnya di tempat yang diaudit. Sedangkan tingkat ancaman digunakan untuk menilai titik defisiensi yang telah secara nyata mengakibatkan kecelakaan (memiliki riwayat kecelakaan). Matriks untuk menentukan klasi- fikasi peluang kejadian kecelakaan dan dampak keparahan
korban
berdasarkan
tingkat
kemungkinan dan ancaman, dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Nilai peluang defisiensi keselamatan jalan dapat diukur secara kualitatif dari kemungkinan kejadian kecelakaan pada suatu lokasi yang dianggap rawan kecelakaan atau black spot. Mulyono, dkk (2008) telah membuat klasifikasi nilai peluang berdasarkan distribusi normal dari semua pengamatan data sekunder atau catatan anatomi kecelakaan kepolisian, antara lain: (1) nilai 1, jika kemungkinan kecelakaan “amat jarang” terjadi; (2) nilai 2, jika kemung- kinan kecelakaan “jarang” terjadi; (3) nilai 3, jika kemungkinan kejadian kecelakaan “sedang”; (4) nilai 4, jika kemungkinan kecelakaan “sering” terjadi; dan (5) nilai 5, jika kemungkinan kecelakaan “amat sering” terjadi.
Peluang Kemungkinan hampir pasti Kemungkinan besar Kemungkinan sedang Kemungkinan kecil Kemungkinan amat kecil Ancaman amat jarang Ancaman jarang Ancaman sedang Ancaman cukup sering Ancaman kerap
Nilai
-100
-70
-40
-10
-1
5
-500
-350
-200
-50
-5
4
-400
-280
-160
-40
-4
3
-300
-210
-120
-30
-3
2
-200
-140
-80
-20
-2
1
-100
-70
-40
-10
-1
1
Pada bagian ini tidak dilakukan penilaian
Nilai positif menunjukan resiko yang telah menjadi permasalahan riil dengan adanya riwayat kecelakaan sebelumnya di titik defisiensi tersebut
5
Ancaman Amat Besar
Ancaman Besar
Ancaman Sedang
Ancaman Kecil 40
70
100
Nilai negatif menunjukan adanya resiko yang masih berupa potensi karena tidak adanya riwayat kecelakaan sebelumnya di titik defisiensi tersebut
3 4
10
Pada bagian ini tidak dilakukan penilaian
1 2
Ancaman Amat Kecil
Kemungkinan Amat Kecil
Kemungkinan Kecil
Kemungkinan Sedang
Kemungkinan Besar
Kemungkinan Amat Besar
Matrik Dasar Penentuan Klasifikasi Peluang Kejadian dan Dampak Keparahan Korban Kecelakaan Berdasarkan Tingkat Kemungkinan dan Ancaman
Konsekuensi
Tabel 2.1.
1
10
40
70
100
2
20
80
140
200
3
30
120
210
300
4
40
160
280
400
5
50
200
350
500
Sumber : Mulyono, dkk (2009)
Model penilaian tersebut sangat tergantung subyektivitas auditor jalan sehingga dikhawatirkan adanya penilaian “bias” dan sulit diklarifikasi ketepatannya. Oleh karenanya perlu dibuat model penilaian
yang bersifat kuantitatif, artinya
penilaian peluang
berdasarkan data ukur di lapangan, yaitu data ukur penyimpangan geometric jalan, kerusakan perkerasan jalan, dan ketidakharmonisan fasilitas perlengkapan jalan. Berdasarkan pendalaman dan pencermatan data anatomi kecelakaan berkendaraan di jalan dapat dicari hubungan antara potensi kemungkinan kejadian kecelakaan dan penyimpangan penera- pan dimensi dan tata letak bagian infrastruktur jalan terhadap standar teknisnya yang tidak harus berdistribusi Beberapa
normal
(Mulyono
dkk,
2009).
ruas jalan semula dianggap black spot, selanjutnya diperbaiki bagian
infrastrukturnya untuk dikembalikan sesuai standarnya, ternyata tidak pernah terjadi lagi kecelakaan di tempat tersebut, misalnya: memperbaiki jarak pandang dan radius tikungan agar sesuai dengan standar layak fungsi jalan, membangun harmonisasi rambu batasan kecepatan pada tikungan yang substan- dar agar pengemudi lebih berhatihati. Berdasarkan asumsi yang dibangun dari olah data kejadian kece- lakaan pada lokasi black spot di beberapa wilayah di Indonesia, maka dapat diklasifikasikan nilai peluang
defisiensi keselamatan infrastruktur jalan terhadap kejadian kecelakaan di jalan raya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Peluang Defiseinsi Keselamatan Infrastruktur Jalan Terhadap Kejadian Kecelakaan Berkendaraan di Jalan Raya Berdasarkan Data Ukur Lapangan Hasil ukur dimensi dan tata letak bagian infrastruktur jalan Perbedaaan yang terukur di lapangan lebih kecil dari 10% terhadap standar teknisnya Perbedaaan yang terukur di lapangan antara 10%40% terhadap standar teknisnya Perbedaaan yang terukur di lapangan antara 40%70% terhadap standar teknisnya Perbedaaan yang terukur di lapangan antara 70%100% terhadap standar teknisnya Perbedaaan yang terukur di lapangan lebih besar dari 100% terhadap standar teknisnya Sumber : Mulyono, dkk (2009)
Nilai kualitatif Tidak pernah kecelakaan Terjadi kecelakaan kali pertahun Terjadi kecelakaan per tahun Terjadi kecelakaan per tahun Terjadi kecelakaan 15 kali per tahun
Nilai kuantitatif terjadi 1 sampai 3 2 5-10 kali 3 10-15 kali 4 lebih dari 5
Nilai dampak keparahan korban kecelakaan berkendaraan tidak dapat dianalisis dengan pendekatan distri- busi normal karena kemungkinan kejadian dan fatali- tas kecelakaan tidak dapat diprediksi dengan tepat, artinya peluang kejadiannya sangat tidak tentu. Data fatalitas kecelakaan didapatkan dari catatan polisi, catatan rumah sakit dan asuransi, serta informasi masyarakat di lokasi kejadian. Oleh karenanya Mulyono, dkk (2008) telah membuat kriteria sederhana sebagai pendekatan untuk mendefinisikan nilai dampak secara kuantitatif dan kualitatif keparahan korban kecelakaan di jalan raya berdasarkan tingkat fatalitas kecelakaan. Kriteria tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3. Dampak Keparahan Korban Kecelakaan Berkendaraan di Jalan Raya Berdasarkan Tingkat Fatalitas dan Kepentingan Penanganannya Hasil evakuasi korban kecelakaan berkendaraan di jalan raya Korban tidak mengalami luka apapun kecuali kerugian material Korban mengalami luka ringan dan kerugian material Korban mengalami luka berat dan tidak berpotensi cacat anggota tubuh, serta ada atau tidak kerugian material Korban mengalami luka berat dan berpotensi meninggal dunia dalam proses perawatan di rumah sakit atau tempat penyembuhan, serta ada atau tidak ada kerugian material Korban meninggal dunia di tempat kejadian kecelakaan, serta ada atau tidak ada kerugian material Sumber : Mulyono, dkk (2009)
Nilai kualitatif Amat ringan
Nilai Kuantitatif 1
Ringan Sedang
10 40
Berat
70
Amat berat
100
Nilai resiko pada tiap defisiensi yang telah ditemukan dapat mengindikasikan seberapa besar urgensi respon penanganannya yang harus dilakukan. Nilai Resiko merupakan perkalian antara nilai peluang suatu defisiensi yang dapat mengkontribusi potensi kejadian kecelakaan (Tabel 2.2) dan nilai konsekuensi atau dampak yang paling mungkin diterima korban jika kecelakaan terjadi (Tabel 2.3). Nilai dan kategori resiko beserta tingkat penanganan defisiensi keselamatan infrastruktur jalan untuk memperkecil kejadian kece- lakaan berkendara, dapat dilihat dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4. Nilai dan Katagori Resiko Beserta Tingkat Penanganan Defisiensi Keselamatan Infrastruktur Jalan Analisis resiko Nilai Kategori resiko resiko Tidak berbahaya <125 (TB) Cukup berbahaya 125-250 (CB) 250-375
Berbahaya (B)
>375
Sangat berbahaya (SB)
Tingkat kepentingan penanganan Monitoring rutin dengan inspeksi keselamatan jalan yang terjadwal pada titik-titik yang berpotensi terhadap kejadian kecelakaan Perlu penanganan teknis yang tidak terjadwal berdasarkan hasil inspeksi keselamatan jalan di lokasi kejadian sekitarnya Perlu penanganan teknis yang terjadwal maksimum 2 bulan sejak hasil audit keselamatan jalan disetujui Perlu penanganan teknis secara total dengan stakeholder terkait maksimal 2 (dua) minggu sekali sejak hasil audit keselamatan jalan disetujui
Sumber : Mulyono, dkk (2009) 2.5. Kecepatan Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi waktu tempuh. Biasanya dinyatakan dalam km/jam. Kecepatan ini menggambarkan nilai gerak dari kendaraan. Perencanaan jalan yang baik tentu saja haruslah berdasarkan kecepatan yang dipilih dari keyakinan bahwa kecepatan tersebutsesuai dengan kondisi dan fungsi jalan yang diharapkan (Sukirman, 1994). Morlok (1985), memberikan definisi keepatan dalam kaitannya sebagai suatu vektor, dimana kecepatan sebagai suatu vektor akan menyinggung jalur gerak yang diikuti oleh kendaraan. Oleh karena itu kecepatan sesaat suatu kendaraan yang melalui jalur gerak adalah suatu vektor yang meninggung jalur gerak tersebut pada titik yang ditinjau. Besarnya sesuai dengan besarnya disebut kecepatan (speed ). Speedometer pada kendaraan akan menunjukkan kecepatan kendaraan tadi pada jalur geraknya, tetapi tidak menunjukkan arah yang ditempuh. Sedangkan Hoobs (1995), mendefinisikan kecepatan setempat (spot speed) adalah kecepatan kendaraan pada suatu saat diukur dari suatu tempat yang ditentukan. Kecepatan bergerak (running speed) adalah kecepatan kendaraan rata-rata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan membagi panjang jalur dengan lama waktu kendaraan bergerak menempuh
jalur tersebut. Kecepatan perjalanan (journey speed) adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat, dan merupakan jarak antara dua tempat dibagi dengan lama waktu bagi kendaraan untuk menyelesaikan perjalanan antara dua tempat tersebut, dengan lama waktu
ini mencakup setiap waktu berhenti yang
ditimbulkan oleh hambatan dan penundaan lalu lintas. Pada prinsipnya pengetian yang diberikan oleh Sukirman (1994), Morlok (1985) dan Hobbs (1995) tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Sukirman (1994) memberikan definisi kecepatan secara umum, sedangkan Morlok (1985) dan Hobbs (1995) membedakan definisi kecepatan sebagai kecepatan setempat/ sesaat dan kecepatan bergerak. Dari pengertian-pengertian yang diuraikan di atas dapat diambil suatu rumusan sebagai berikut : s V = ........................................................................................................... (2.1) t dimana:
v = kecepatan kendaraan (km/jam) s = jarak tempuh kendaraan (km) t = waktu tempuh kendaraan (jam)
Kecepatan rencana adalah kecepatan untuk menentukan elemen-elemen geometrik jalan raya. Hampir semua bagian jalan dipengaruhi oleh kecepatan rencana, baik secara langsung, seperti jari-jari lengkungan, superelevasi, jarak pandangan, maupun secara tidak langsung seperti lebar lajur, lebar bahu, kebebasan melintang dan sebagainya. Dipandang dari
segi
pengemudi,
kecepatan
rencana
dinyatakan
sebagai
kecepatan
yang
memungkinkan seorang pengemudi berketerampilan sedang dapat mengemudi dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu lintas lenggang dan tanpa pengaruh lainnya yang serius. Dengan perkataan lain perencanaan geometrik standar mempunyai batas keamanan. Oleh karena itu kecepatan rencana dapat diampaui pada saat mengemudi jika alinyemen, sebagai tambahan kondisi tersebut diatas, baik keadaannya. (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990). Pengaruh tikungan atau alinemen horizontal pada suatu ruas jalan terhadap kecepatan operasi kendaraan berpedoman pada beberapa faktor, diantaranya sudut pembentuk tikungan dan panjang radius tikungan. Faktor-faktor ini akan menunjukkan besar kecilnya perubahan kecepatan operasi kendaraan yang dapat dilakukan oleh pengemudi jika melewati suatu kondisi tikungan tertentu. Pengoperasian kendaraan oleh seorang operator cendrung dipengaruhi oleh hambatan dan rintangan di jalan. Geometrik
jalan seperti tanjakan serta tikungan merupakan gangguan bagi operator kendaraan untuk dapat mengatur kendaraan dalam kondisi operasi dengan biaya minimum. Kondisi kendaraan, kodisi jalan dan lingkungannya serta batas kecepatan akan mempengaruhi pengaturan kecepatan oleh setiap operator kendaraan. Kecepatan yang diinginkan pengemudi akan tergantung pada persepsi pengemudi dalam menilai semua faktor pengaruh tersebut (Sulistio, 1997). 2.4. Jarak Pandangan Jarak pandangan adalah panjang bagian jalan di depan pengemudi yang dapat dilihat dengan jelas, diukur dari tempat kedudukan mata pengemudi. Kemampuan untuk dapat melihat kemuka dengan jelas merupkan hal yang penting untuk keselamatan dan pemakaian kendaraan yang efisien bagi pengemudi di jalan. Lintasan dan kecepatan kendaraa di jalan sangat dipengaruhi oleh kontrol pengemudi, seperti kemampuan, keterampilan dan pengalaman pengemudi (Sidharta, dkk., 1997). Menurut Sukirman (1994) jarak pandangan berguna untuk : 1. Menghindarkan terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan kendaraan dan manusia akibat adanya benda yang berukuran cukup besar, kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki, atau hewan-hewan pada jalur jalannya; 2. Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan yang lain yang bergerak dengan keepatan lebih rendah dengan mempergunakan lajur di sebelahnya; 3. Menambah efisiensi jalan tersebut, sehingga volume pelayanan dapat dicapai semaksimal mungkin; 4. Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam menempatkan rambu-rambu lalu lintas yang diperlukan pada setiap segmen jalan. Dilihat dari kegunaannya jarak pandang dapat dibedakan atas jarak pandangan henti dan jarak pandangan menyiap. Jarak pandangan henti adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk dapat menhentikan kendaraannya. Guna memberikan keamanan pada pengemudi kendaraan, maka pada setiap panjang jalan haruslah dipenuhi paling sedikit jarak pandangan sepanjang jarak pandangan henti minimum (Sukirman, 1994). Jarak pandangan henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur jalannya. Rintangan itu dilihat dari tempat duduk pengemudi dan pengemudi mengambil keputusan untuk berhenti.
setelah menyadari adanya rintangan,
Rumus umum dari jarak pandangan henti minimum adalah: d = d1 + d2 ................................................................................................... (2.2) Waktu yang dibutuhkan pengemudi dari saat dia menyadari adanya rintangan sampai dia mengambil keputusan disebut waktu PIEV (perception, intellection, emotion, and volition). Jadi waktu PIEV adalah waktu yang diperlukan untuk proses deteksi, pengenalan dan pengambilan keputusan. Untuk perencanaan mengambil waktu PIEV sebesar 1,5 detik. Setelah pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pedal rem. Rata-rata pengemudi membutuhkan waktu 0,5 detik, kadangkala ada pula yang membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari saat dia melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut waktu reaksi adalah 2,5 detik. Jarak yang ditempuh selama waktu tersebut adalah (d1) yaitu: d1 = kecepatan x waktu = V.t …................................................................................................ (2.3) Jika V dalam Km/jam, t dalam detik, untuk mendapatkan d dalam meter, maka: d1 = 1000/3600. V.t d1 = 0,278 . V.t ..................... .................................................................... (2.4) Jarak mengerem (d2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari saat pengemudi menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti. Pada sistim pengereman kendaraan, terdapat beberapa keadaan yaitu menurunnya putaran roda dan gesekan antara ban dengan permukaan jalan akibat terkuncinya roda. Untuk perencanaan hanya diperitungkan akibat adanya gesekan antara ban dan muka jalan. GV2 G.ƒm.d2 = ................................................................................... 2g
(2.5)
V2 d2 = ............................................................................................. (2.6) 2g.ƒm maka : V2 d2 = ............................................................................................... (2.7) 254 . ƒm
Dengan mensubstitusikan persamaan 2.4. dan persamaan 2.7. pada persamaan 2.2., maka rumus umum jarak pandangan henti minimum dapat ditulis sebagai berikut : V2 d = 0,278V. t + ...............................................................................(2.8) 254 . ƒm Tabel 2.1. menunjukkan besarnya jarak pandangan henti minimum yang dihitung berdasarkan kecepatan rencana. Tabel 2.1. Jarak Pandangan Henti Minimum. Kecepatan Rencana (km/jam) 80 60 50 Jarak Pandangan (m) 120 75 55 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga (1990)
40 40
30 25
20 15
Tinggi rintangan pada lajur jalan dan tinggi mata pengemudi diukur dari tempat duduk pengemudi mobil penumpang sesuai dengan yang diberikan oleh AASHTO ’90 dan Bina Marga (luar kota) adalah seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Tinggi rintangan dan Mata Pengemudi Standar Tinggi rintangan, h1 (cm) Tinggi mata, h2 (cm) AASHTO ’90 15 (6 ft) 106 (3,5 ft) Bina Marga (luar kota) 10 120 Biina Marga (urban) 10 100 Sumber : Sukirman (1994). Besarnya tahanan pengeremen ini dinyatakan dalam ”koefisien gesekan memanjang” jalan, ƒm atau bilangan geser, N. Koefisien gesekan memanjang
jalan, ƒm adalah
perbandingan antara gaya gesekan memanjang jalan dan komponen gaya tegak lurus muka jalan, sedangkan bilangan geser, N, adalah 100 ƒm. Koefisien gesekan atau bilangan geser lebih rendah pada kodisi jalan basah, sehingga untuk perencanaan sebaiknya mempergunakan nilai dalam keadaan basah. Sedangkan kecepatan pada kondisi basah dapat diambil lebih kecil ( 90%) atau sama dengan kecepatan rencana, khususnya pada jalan dengan kecepatan tinggi (Sukirman, 1994). Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan untuk jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. Dengan demikian persamaan 2.5 akan menjadi : G.V2 G.ƒm .d2 G.L.d2 = ............................................................................... (2.9) 2.g
G.d2 (ƒm L)
G.V2 = ..........................................................................(2.10) 2.g
d2
V2 = ................................................................(2.11) 2g (ƒm L)
Sehingga Persamaan 2.8. di atas akan menjadi : V2 d = 0,278V . t + ....................................................................(2.12) 254 (ƒm L) 2.5. Perencanaan Alinyemen Horisontal Hadiwardoyo (1995) menyatakan alinyemen horisontal adalah garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang datar peta (trase). Trase jalan biasa disebut situasi jalan, secara umum menunjukan arah dari jalan yang bersangkutan. Alinyemen horisontal terdiri dari garis-garis lurus (tangent) yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung (curve) (Sukirman, 1994). Pada Gambar 2.1. ditunjukkan bahwa garis-garis lengkung tersebut dapat terdiri dari lengkung lingkaran (circle/circular curve) ditambah dengan lengkung spiral (transition curve), lengkung lingkaran saja ataupun lengkung spiral saja. Desain alinyemen horizontal sangat dipengaruhi oleh kecepatan rencana yang ditentukan berdasarkan tipe dan kelas jalan. Pada bagian lurus, kecepatan kendaraan cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan pada bagian lengkung. Kecepatan tersebut akan menurun ketika kendaraan melintasi bagian lengkung dan kembali meningkat ketika kendaraan melintasi bagian lurus.
(a) Lengkung Lingkaran
(b) Lingkaran dan Lengkung Spiral Gambar 2.1. Alinyemen Horisontal
c) Spiral Spiral
Penjelasan dari masing-masing bentuk lengkung tersebut (Saodang, 2004) adalah sebagai berikut: a) Lengkung Busur Lingkaran Sederhana Digunakan untuk lengkung dengan radius yang besar. Walaupun disebut lingkaran sederhana/lingkaran penuh namun dalam perencanaannya harus ada lengkung peralihannya, disini disebut sebagai lengkung peralihan fiktif (Ls’). Ditempatkan 1/3 bagian di daerah lengkung dan 2/3 di daerah tangent untuk metode AASHTO, serta ¼ bagian di daerah lengkung dan 3/4 di daerah tangent untuk metode Bina Marga. Parameter lengkung full circle: Tc =
R.tg (1/2)........................................................................................(2.13)
E
=
R/cos (1/2)-R = Tc. tg (1/4).........................................................(2.14)
Lc =
(/180).R ......................................................................................(2.15)
Dimana: Tc =
panjang tangen dari PI (Point of Intersection), m Titik awal peralihan dari posisi lurus ke lengkung
R
=
jari-jari alinyemen horisontal, m
=
sudut alinyemen horisontal (0)
E
=
jarak PI ke sumbu jalan arah pusat ingkaran, m
Lc =
panjang busur lingkaran, m
b) Lengkung Busur Lingkaran dengan Lengkung Peralihan (S-C-S) Digunakan untuk lengkung dengan radius yang lebih kecil namun masih perlu menggunakan busur lingkaran. Spiral yang digunakan disini adalah lengkung peralihan yang sebenarnya (Ls). Ditempatkan di antara daerah tangent dan lingkaran. Parameter lengkung spiral-circle-spiral: s =
90.Ls/ .R ..........................................................................................(2.16)
Lc =
(-2s)..R/ 180 ..............................................................................(2.17)
p
=
Ls2/6.R-R(1-cos s) .........................................................................(2.18)
k
=
Ls- Ls2/40.R2-R.sin s .....................................................................(2.19)
E
=
(R+p)/cos1/2- R .............................................................................(2.20)
Ts =
(R+p) tg s + k ..................................................................................(2.21)
Xs =
Ls(1-Ls2/40.R2) .................................................................................(2.22)
Ys =
Ls2/6.R ......................................................................................... .....(2.23)
Dimana: s =
sudut spiral pada titik SC, 0
Ls =
panjang lengkung spiral, m
R
=
jari-jari alinyemen horisontal, m
=
sudut alinyemen horisotal, 0
Lc =
panjang busur lingkaran, m
Ts =
jarak titik TS dari PI, m Titik awal mulai masuk ke daerah lengkung
E
=
Xs,Ys=
jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat lingkaran, m koordinat titik peralihan dari spiral ke circle (SC), m
c) Lengkung Spiral-Spiral (S-S) Digunakan untuk lengkung dengan radius yang sangat kecil atau tikungan tajam. Disini tidak ada lengkung busur lingkaran sehingga tidak ada panjang busur lingkaran (Lc), atau Lc=0 (SC berimpit dengan CS). Parameter lengkung spiral-spiral: s =
1/2
p
=
Ls2/6.R-R(1-cos s) ...................................................................... ...(2.25)
k
=
Ls- Ls2/40.R2-R.sin s ......................................................................(2.26)
Ts =
(R+p) tg s + k .................................................................................(2.27)
E
(R+p)/cos s-R .........................................................................................(2.28)
=
Dimana: s =
sudut spiral pada titik SC, 0
Ls =
panjang lengkung spiral, m
R
=
jari-jari alinyemen horisontal, m
=
sudut alinyemen horisotal, 0
Ts =
jarak titik TS dari PI, m
E
jarak dari PI ke sumbu jalan arah pusat lingkaran, m
=
d) Kemiringan Melintang pada Lengkung Horizontal (Superelevasi - e) Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal diperoleh dengan membuat kemiringan melintang jalan, ini disebut dengan Superelevasi dengan simbol e. Semakin besar superelevasi semakin besar juga komponen berat kendaraan yang
diperoleh. 8 Bentuk diagram superelevasi 3 bentuk lengkung alinyemen horisontal dapat dilihat pada Gambar 2.2.
(a) Lengkung Lingkaran
(b) Lingkaran dan Lengkung Spiral
c) Spiral Spiral
Gambar 2.2. Diagram Seperelevasi 2.6. Model Matematika (Mathematical Modeling) Model adalah representasi penyederhanaan dari sebuah realita yang complex (biasanya bertujuan untuk memahami realita tersebut) dan mempunyai feature yang sama dengan tiruannya dalam melakukan task atau menyelesaikan permasalahan. Model adalah karakteristik umum yang mewakili sekelompok bentuk yang ada, atau representasi suatu masalah dalam bentuk yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan. Selanjutnya (Sukarno, 2013) menyatakan, teori model diawali dengan asumsi keberadaan obyekobyek matematika dan kemudian mencari dan menganalisis keberadaan operasi-operasi, relasi-relasi, atau aksioma-aksioma yang melekat pada masing- masing obyek atau pada obyek-obyek tersebut. Model
matematika
yang diperoleh
dari
suatu
masalah
matematika yang diberikan, selanjutnya diselesaikan dengan aturan-aturan yang ada. Penyelesaian yang diperoleh, perlu diuji untuk mengetahui apakah penyelesaian tersebut valid atau tidak. Hasil yang valid akan menjawab secara tepat model matematikanya dan disebut solusi matematika. Jika penyelesaian tidak valid atau tidak memenuhi model matematika maka solusi masalah belum ditemukan, dan perlu dilakukan pemecahan ulang atas model matematikanya. Model dapat dibentuk dari analisis regresi. Menurut Putri, dkk (2013), analisis regresi merupakan teknik statistika yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X) dengan variabel terikat (Y). Pada
analisis regresi
terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi yang dikenal dengan asumsi linier klasik yang menyatakan bahwa galat εi ,i = 1, 2, ..., n merupakan suatu peubah acak
yang saling bebas yang menyebar menurut sebaran normal dengan nilai tengah nol dan ragam σ 2 . Dengan kata lain, εi bˆsi N (0, σ 2 ). Soleh (2005) menegaskan bahwa langkah pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan persamaan regresi adalah penentuan peubah (variabel) bebas dan peubah terikat. Karena yang akan diamati adalah pasangan data dan sampel pebgamatan dan bukan data yang berasal dari populasi, maka model tersebut akan ditaksir sehingga dapat digunakan untuk menghitung data yang berasal dari sampel. Adapun yang ditaksir adalah nilai koefisien regresinya. Ada beberapa persamaan regresi antara lain: 1) Exponensial, 2) Linier Sederhana, 3) Linier berganda, 4) Logaritma, 5) Polinomial, 6) Power, dll. Model regeresi dapat dibentuk dengan bantuan software microsoft office exel, dengan menampilkan persamaan, nilai koefisien regresi (R) dan koefisien Determinasi (R2). 2.7. Road Map Penelitian Pengusul Penelitian ini mengacu pada Road Map penelitian peneliti, yang merupakan anggota Tim Kelompok Peneliti Rekayasa Jalan dan Jembatan, Fakultas Teknik Universitas Mataram. Rujukan dalam road map adalah Rencana Induk Penelitian Universitas Mataram serta Program Pemerintah utamanya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Tujuan yang diinginkan adalah mewujudkan sinergitas, efektivitas, integrasi penyelenggaraan kegiatan penelitian dan untuk pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan untuk meningkatkan nilai manfaat hasil penelitian dan pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan secara optimal. Penelitian pada usulan disertasi ini adalah merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya. Pada tahun 2013 sampai dengan 2014, telah dilakukan penelitian yang mengkajian kecukupan Jarak Pandangan Henti dan Kelandaian Melintang pada tikungan. Meskipun kajian masih terbatas, namun dapat menjembatani ke tahap penelitian berikutnya sesuai dengan road map. Sebagai kelanjutan penelitian tersebut, pada usulan penelitian disertasi ini, pengusul akan melakukan pendalaman sehingga dapat membantu meningkatkan keamananan dari sisi alinyemen horisontal. Penelitian direncanakan selama 18 bulan mulai bulan ke-7 tahun anggaran 2016 sampai dengan bulan ke-12 tahun 2017. Prospek ke depan (fokus penelitian pasca 2017) adalah peningkatan pelayanan infrastruktur jalan untuk meningkatkan semua sektor penunjang perekonomian sehingga dapat meningkatkan nilai manfaat hasil penelitian dan pengembangan infrastruktur jalan dan jembatan secara optimal.
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam usulan ini adalah tikungan-tikungan berbahaya dengan indikasi jumlah kejadian kecelakaan yang tinggi berdasarkan data sekunder dari kepolisian, rumah sakit dan asuransi kecelakaan. 3.2. Desain Penelitian Desain penelitian disusun untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan penelitian. Kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai target penelitian adalah melakukan
formulasi
dan
desain
survey,
melakukan
penelitian
pendahuluan,
mengumpulkan data baik data primer maupun data sekunder, menganalisis data yang sudah dukumpulkan, membahas hasil analisis, dan terakhir adalah mendapatkan hasil/ keluaran dari penelitian. Tujuan penelitian dapat dicapai dengan melakukan analisa terhadap data primer dan sekunder. Data primer yang diperlukan adalah: data kecepatan, jari-jari lengkung, kelandaian melintang, panjang lengkung, Jarak Pandangan Henti (JPH), dan data hasil pengukuran situasi lapangan. Sedangkan data sekunder adalah data kejadian kecelakaan, data ruas jalan. Data didapatkan dengan melakukan survey di lokasi sampel serta dengan melakukan pengukuran. Pengambilan sampel dilakukan mengacu pada kategori dampak resiko kecelakaan. Uraian detail tentang data dan cara mendapatkannya diuraikan pada pengumpulan data, sub bab 3.3.1. Analisis terhadap data yang diperoleh meliputi: analisis hasil survey lapangan untuk mendapatkan kecepatan, jarak pandangan henti, kelandaian melintang, panjang lengkung, dan jari-jari lengkung. Analisis terhadap hasil pengukuran situasi untuk mendapatkan ketersedian di lapangan untuk elemen alinyemen horisontal meliputi: jarak pandangan henti, kelandaian melintang, panjang lengkung, dan jari-jari lengkung. Berdasarkan data tersebut kemudian dilakukan analisis defisiensi masing-masing elemen. Selanjutnya dicari hubungan dalam bentuk model antara kejadian kecelakaan dengan nilai defisiensi elemen geometrik. Pembahasan terhadap hasil analisis manghasilkan kategori resiko pada masingmasing lokasi sampel, model berdasarkan masing-masing kategori dan dampak defisiensi terhadap timbulnya kecelakaan.
3.3. Tahapan Kegiatan Penelitian Tahapan kegiatan penelitian ditunjukkan dalam Gambar 3.1. Tahapan kegiatan menjelaskan mulai dari permasalahan hingga hasil penelitian.
Gambar 3.1. Tahapan Penelitian
3.3.1. Data yang dibutuhkan Data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data tersebut diambil untuk menghitung variabel-variabel yang diperlukan dalam analisis dan pembahasan sebagai berikut: a. Data untuk analisis kategori resiko Data kecelakaan dari kepolisisan, rumah sakit dan asuransi. Data tersebut meliputi: lokasi kejadian, frekwensi kejadian, dan kondisi korban b. Data untuk analisis model Model dibentuk dengan variabel terikat (y) berupa data kecelakaan, sedangkan variabel bebas (x) dari elemen-elemen alinyemen horisontal. 1) Data elemen geometrik alinyemen horisontal, meliputi: (a) data kecepatan (V), didapatkan dari data jarak tempuh dan waktu tempuh dengan melakukan survey, (b) jari-jari lengkung, kelandaian melintang, panjang lengkung dan Jarak Pandangan Henti (JPH), berdasarkan data kecepatan dan data hasil pengukuran situasi lapangan dengan alat ukur (theodolit). 2) Data jumlah kejadian kecelakaan dari kepolisian, rumah sakit dan asuransi. 3) Data sekunder seperti data ruas jalan dari Dinas Pekerjaan Umum dan dari Dinas Perhubungan atau dari berbagai informasi termasuk dari penjelajahan di internet. 3.3.2. Cara Pengumpulan Data Data yang pertama kali diambil adalah data kecelakaan. Berdasarkan data ini maka dapat ditetapkan sampel tikungan yang akan dianalisis sebagai wakil dalam penetapan model. Kategori untuk tikungan diketahui setelah dilakukan analisis terhadap data kecelakaan tersebut. Berdasarkan hasil analisis ini didapatkan beberapa lokasi tikungan sebagai sampel. Berikut adalah cara pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian: a. Pengumpulan data untuk analisis kategori resiko Data kecelakaan meliputi: lokasi kejadian, frekwensi kejadian, dan kondisi korban (meninggal dunia, luka berat, luka ringan, berpotensi cacat, berpotensi meninggal dunia dan kerugian material) didapatkan dari kepolisisan, rumah sakit dan asuransi. Sebelumnya dilakukan koordinasi dengan instansi tersebut baik melalui surat maupun komunikasi lisan, serta datang langsung ke instansi tersebut untuk bertemu dengan pihak yang berkompeten.
b. Pengumpulan data untuk analisis model 1) Data kecepatan (V), didapatkan dengan melakukan survey waktu tempuh dan jarak tempuh. Cara pengambilan data kecepatan kendaraan adalah sebagai berikut: Jumlah pengamat lapangan (surveyer) yang terlibat dalam pengambilan data ini adalah 5 orang. Dimana masing-masing pengamat akan ditempatkan pada titik tertentu pada bagian lengkung tikungan, penempatannya dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Lokasi Penempatan Masing-masing Pengamat pada Lengkung Tikungan. Data yang akan diambil adalah waktu tempuh pada area di luar lengkung (sebelum masuk titik TS) dengan penggal 50 meter, pada area lengkungan dengan panjang sesuai dengan panjang lengkung. Sebelum memulai pengukuran waktu tempuh, maka harus dibuat penggal-penggal dimaksud dengan memberi tanda (dengan cat) posisi titik 0 dan titik 50 meter atau panjang lengkungnya. Cara pelaksanaan dan Tugas masing-masing surveyor dalam pengukuran waktu tempuh adalah sebagai berikut : Empat orang surveyor yang diberi nama penanda 1, 2, 3 dan 4 membawa tongkat bendera sebagai tanda bahwa kendaraan yang diamati sudah berada pada titik yang diamati. Ketika kendaraan melintas di titik yang diamati dia akan mengangkat bendera.
Dua orang surveyor membawa stopwatch yang diberi nama pencatat waktu, untuk mengamati waktu tempuh. Pencatat waktu 1 harus memastikan stopwatch dalam posisi 0. Ketika penanda 1 mengangkat bendera (kendaraan berada di titik pengamatan) maka pencatat waktu 1 menekan (menjalankan) stopwatch, kemudian ketika kendaraan berada di titik pengamatan penanda 2, maka penanda 2 akan mengangkat bendera, bersamaan dengan itu pencatat waktu 1 menghentikan stopwatch. Hasilnya kemudian dicatat oleh pencatat waktu 1. Kendaraan akan tetap berjalan menuju titik pengamatan penanda 3, ketika berada di titik pengamatan 3 maka penanda 3 akan mangangkat benderanya pada saat yang bersamaan pencatat waktu 2 menekan (menjalankan) stopwatch, kemudian ketika kendaraan berada di titik pengamatan penanda 4, maka penanda 4 akan mengangkat bendera, bersamaan dengan itu pencatat waktu 2 menghentikan stopwatch. Hasilnya kemudian dicatat oleh pencatat waktu 2. Alat- alat yang dibutuhkan dalam pengambilan data ini adalah sebagai berikut : Stopwatch Tongkat bendera Alat tulis dan lembar kerja Meteran Alokasi waktu yang diperlukan adalah 1 (dua) hari untuk setiap lokasi lengkung yang digunakan sebagai sampel. 2) Jari-jari lengkung, kelandaian melintang, panjang lengkung dan Jarak Pandangan Henti (JPH), berdasarkan data kecepatan dan data hasil pengukuran situasi lapangan dengan alat ukur (theodolit). Data kecepatan sudah dijelaskan pada uraian di atas. Data yang akan dicari pada pengukuran situasi adalah titik-titik yang dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk lengkung tikungan, panjang lengkung tikungan, elevasi permukaan tepi luar, sumbu dan tepi dalam dalam perkerasan pada tikungan, dll. Pengambilan data dilakukan dengan mengambil potongan melintang (crossing) tiap jarak 25 meter, untuk mendapatkan elevasi titik-titik kiri dan kanan jalan serta sumbu jalan. Cara pengambilan data topografi jalan/ kelengkungan jalan adalah sebagai berikut: jumlah pengamat lapangan (surveyor) yang dilibatkan dalam pengambilan data ini adalah 3 (tiga) orang. Pengukuran dilakukan pada tepi jalan karena kelandaian dan kelengkungan pada as jalan dengan tepi jalan adalah sama,
selain itu juga agar tidak mengganggu lalu lintas pada jalan tersebut. Adapun tugas dari masing-masing surveyor adalah : Pengamat 1 sebagai pembidik, yaitu yang mengoperasikan pesawat theodolit. Pengamat 2 sebagai pencatat data hasil pengamatan/ pengukuran. Pengamat 3 untuk memegang bak ukur. Adapun alat-alat yng dibutuhkan dalam pengambilan data ini adalah : Theodolit Meteran Alat tulis dan lembar kerja. Kemampuan pengambilan data oleh 1 tim dengan 1 alat diperkirakan 2 sampel tikungan per hari. 3) Data kejadian kecelakaan dari kepolisisan, rumah sakit dan asuransi, sudah dijelaskan di atas, yang digunakan dalam pembuatan model hanya frekwensi kejadiannya saja. 4) Data sekunder seperti data ruas jalan dari Dinas Pekerjaan Umum dan dari Dinas Perhubungan atau dari berbagai informasi termasuk dari penjelajahn di internet. Untuk pengambilan pada instansi dilakukan dengan cara yang sama dengan pada saat pengambilan data kecelakaan. 3.3.3. Analisis Data Analisis dilakukan terhadap data yang sudah dikumpulkan dan ditabulasi untuk keperluan pembahasan adalah: a. Analisis kategori resiko Data yang dianalisis untuk menentukan kategori resiko adalah: Data kecelakaan meliputi: lokasi kejadian, frekwensi kejadian, dan kondisi korban (meninggal dunia, luka berat, luka ringan, berpotensi cacat, berpotensi meninggal dunia dan kerugian material). Berdasarkan data tersebut maka dilakukan analisis untuk mendapatkan kategori resiko. Tentukan nilai kuantitatif nilai peluang, dengan Tabel 2.2., berdasarkan perbedaan terukur di lapangan terhadap persyaratan. Jika perbedaan yang terukur di lapangan antara 70%-100% terhadap standar teknisnya, maka nilai kualitatifnya adalah tidak pernah terjadi kecelakaan, dan nilai kuantitatifnya= 4. Demikian selanjutnya untuk yang lebih besar. Nilai dampak keparahan korban kecelakaan berkendaraan di jalan raya berdasarkan tingkat fatalitas dan kepentingan penanganannya dapat ditentukan dengan Tabel 2.3.
Jika hasil evakuasi korban
kecelakaan berkendaraan di jalan raya menunjukkan korban mengalami luka berat dan tidak berpotensi cacat anggota tubuh, serta ada atau tidak kerugian material maka nilai kualitatifnya sedang, dan nilai kuantitatifnya adalah 40. Nilai dan katagori resiko beserta tingkat penanganan defisiensi keselamatan infrastruktur jalan dapat ditentukan dengan Tabel 2.4. berdasarkan nilai hasil kali antara nilai peluang dengan nilai dampak keparahan korban. Jika hasil kalinya 4x40 = 160, maka kategori tikungan cukup berbahaya (CB) dan perlu penanganan teknis yang tidak terjadwal berdasarkan hasil inspeksi keselamatan jalan di lokasi kejadian sekitarnya b. Analisis data model Analisis variabel tak bebas (terikat) pembentuk model dengan notasi Y merupakan jumlah dan lokasi kejadian kecelakaan yang bersumber dari catatan polisi, rumah sakit, asuransi, dan informasi masyarakat. Analisis variabel bebas pembentuk model dengan notasi X adalah sebagai berikut: 1) Analisis data kecepatan (V), didapatkan dengan melakukan survey waktu tempuh dan jarak tempuh. Kecepatan dapat dicari dengan menggunakan persamaan 2.1., menggunakan data waktu tempuh dan jarak tempuh. Lakukan cara yang sama untuk seluruh sampel yang didapatkan. Kemudian cari nilai rata-ratanya, pada masingmasing sampel tikungan. 2) Analisis jari-jari lengkung, kelandaian melintang dan panjang lengkung yang dibutuhkan dapat dilakukan berdasarkan data kecepatan tempuh dan data pengukuran situasi. Dari data pengukuran situasi didapatkan sudut antar tangen (). Berdasarkan kecepatan dan
dan sudut antar tangen () dengan menggunakan
persamaan 2.13 sampai 2.28, maka Jari-jari lengkung, kelandaian melintang dan panjang lengkung dapat ditentukan. Sedangkan analisis Jarak Pandangan Henti (JPH) menggunakan persamaan 2.12, berdasarkan data kecepatan dan kefisien gesekan. Variabel tersebut dicari untuk seluruh sampel pada masing-masing tikungan. 3) Analisis Jari-jari lengkung, kelandaian melintang dan panjang lengkung yang ada di lapangan (existing) dapat dilakukan dengan hasil analisis pengukuran situasi. Karena variabel bebas (X) lebih dari satu, maka model yang terbentuk adalah regresi linier berganda (multiple linear regression). Persamaan regresi dari parameterparameter yang ada akan didapatkan dengan menggunakan bantuan software dari microsoft office excel.
3.3.4. Pembahasan dan Pengambilan Kesimpulan (Keluaran Penelitian Tahap I). Kategori resiko kejadian kecelakaan didapatkan dengan melakukan pembahasan terhadap hasil analisis yang didapatkan berdasarkan nilai peluang dan nilai dampak. Nilai tersebut adalah merupakan hasil audit keselamatan infrastruktur jalan dari sisi geometrik, yang bertujuan untuk merumuskan aksi reduksi defisiensi. Hasil analisis diverifikasi berdasarkan kejadian pada lokasi sampel tersebut untuk menyatakan sesuai dengan kategori tersebut. Model yang dihasilkan adalah model hubungan antara jumlah kejadian dan 4 elemen alinemen horisontal yang dianalisis. Empat model yang dihasilkan adalah model yang mewakili kategori resiko yaitu: tidak berbahaya, cukup berbahaya, berbahaya hingga sangat berbahaya. Model yang terbentuk adalah model yang dapat memberikan informasi yang paling sesuai apabila digunakan dalam evaluasi terhadap ruas jalan. Sehingga dari beberapa model yang terbentuk dibahas untuk mendapatakan model yang paling tepat mewakili hubungan antara jumlah kecelakaan dengan elemen geometrik dalam hal ini alinyemen horisontal. Pembahasan dilakukan dengan melakukan analisis logis dari nilainilai koefisien regresi (R) dan kefisien determinasi (R 2). Pemilihan didasarkan pada hubungan yang kuat antara kejadian dan faktor penyebab kecelakaan yang dinyatakan oleh nilai koefisien regresi serta kedekatan keterwakilan data terhadap persamaan yang terbentuk yang dinyatakan dengan koefisien determinasi. Namun analisis tentang logika kejadian yang sebenarnya tetap dipertimbangkan, karena tidak selamanya hasil secara matematis menunjukkan kenyataan, terlebih jika konstanta yang terbentuk dalam persamaan nilainya tinggi, yang berarti tidak semua variabel penyebab kecelakaan yang digunakan berpengaruh segnifikan. 3.4. Jadwal Penyusunan Disertasi Diagram batang (bar chart) pada Tabel 3.1 di bawah, adalah Jadwal Penelitian yang merupakan disertasi pengususl. Penelitian direncanakan dilaksanakan sesuai dengan Jadwal Pelaksanaan selama kurang lebih 18 bulan, mulai bulan ke-7 tahun 2016 hingga bulan ke-12 tahun 2017.
Tabel 3.1. Jadwal Kegiatan Penyususnan Disertasi No
Kegiatan
Tahun 2016 Bulan Ke7 8 9
4.1. 1. 2. 3.
4.3.
Pra Poposal Tugas khusus oleh Promotor Kegiatan Seminar Publikasi Jurnal Ilmiah Nasional Publikasi Jurnal Ilmiah Internasional diakui Proposal Disertasi Penyusunan Proposal Penelitian Ujian Proposal Penelitian Pelaksanaan Penelitian
1. 2. 3. 4. 5. 4.4.
Persiapan Penelitian Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan Data Primer Analisis Data Diskusi hasil/ Pembahasan/ Kesimpulan Seminar Hasil Penelitian
4.5. 4.6.
Ujian Tahap I Ujian Tahap II
4. 4.2.
1. 2.
1 1 1 1 2 3 4 0 1 2
Tahun 2017 Bulan Ke5 6 7
8 9
1 1 1 0 1 2
DAFTAR PUSTAKA Agah,H.R., dan Siregar, M.L., 2003. Analisis Jarak Pandang Menyiap Kendaraan Pada Kondisi Arus Lalulintas Dinamis Jalan Tanpa Median Jurnal Teknologi Edisi: No. 2/ Vol.17 / June 2003, Universitas Indonesia, Jakarta Alit, K.I.D.M. dan Widianty, D., 2014a, Analisis Jarak Pandangan Henti sebagai Elemen Geometrik pada Beberapa Tikungan Ruas Jalan Mataram-Lembar, Jurnal Penelitian Lembaga Penelitian Universitas Mataram, Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014. Alit, K.I.D.M. dan Widianty, D., 2014b, Analisis Kelandaian Melintang sebagai Elemen Geometrik pada Beberapa Tikungan Ruas Jalan Mataram-Lembar, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Departemen Pekerjaan Umum, 2005, Pedoman Konstruksi Bangunan Audit Keselamatan Jalan, Pd T-17-2005-B, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Marga, 1990. Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir), Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta Hadiwardoyo, S.P., 1995. Perencanaan Geometrik Jalan, Laboratorium Jalan dan Survey, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Jakarta Hobbs, F.D., 1995. Perencanaan dan Teknk Lalu Lintas, Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Morlok, E.K., 1985. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi Penerbit Erlangga, Jakarta. Mulyono, A.T., Kushari, B. Dan Gunawan, H.E., 2009, Audit Keselamatan Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Jalan Nasional KM 78-KM 79 Jalur Pantura Jawa, Kabupaten Batang), Jurnal Teknik Sipil, Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil ISSN 0853-2982. Vol. 16 No. 3 Desember 2009. Pujiastutie, E.T., 2006, Pengaruh Geometrik Jalan Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Tol (Studi Kasus Tol Semarang dan Tol Cikampek), Tesis Program Magister Teknik Sipil Universitas Diponegoro Http://Eprints. Undip.Ac.Id/15504/1/Elly_Tri_Pujiastutie.Pdf. Putri, N.U., Maiyastri dan Yozza, H., 2013, Permasalahan Autokorelasi pada Analisis Regresi Linier Sederhana, Jurnal Matematika Unand Vol. 2 No. 2 Hal. 26 – 34 ISSN : 2303–2910 Saodang, H., 2004. Konstruksi Jalan Raya (Buku 1 Geometrik Jalan Raya), Penerbit Nova, Bandung. Sidharta, S.K. dkk., 1997. Rekayasa Jalan Raya (ISBN : 979-8382-47-1), Gunadarma, Jakarta.
Soleh, A.Z., 2005, Ilmu Statistika Pendekatan Teoritis dan Aplikatif Disertai Contoh Penggunaan SPSS, Rekayasa Sains, Bandung Sukarno, L. D. M., 2013, Pemodelan Beban Internal dan Beban Eksternal pada Konstruksi Menara Kincir Angin, Fakultas Mipa, Universitas Lampung, http://digilib.unila.ac.id/. Sukirman, S., 1994. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Penerbit Nova, Bandung Sulistio, H., 1997. Hubungan antara Kelengkungan Jalan dan Kecepatan Operasi Kendaraan (Studi Keras pada Beberapa Ruas Jalan di Malang), Jurnal Teknik, Volume IV No.8-Agustus 1997 ISSN 0854-2139, Universitas Brawijaya, Malang Sumarsono, A., Pramesti, F.P. dan Sarwono, D., 2010, Model Kecelakaan Lalulintas di Tikungan karena Pengaruh Konsistensi Alinyemen Horisontal dalam Desain Geometri Jalan Raya, Media Teknik Sipil, Volume X, Juli 2010, ISSN 1412-0976, http://Eprints.Uns.Ac.Id/1529/1/104-390-1-Pb.Pdf