1
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
OPTIMALISASI PENCEGAHAN KORUPSI MELALUI PEMBATASAN DANA KAMPANYE GUNA MENCIPTAKAN PEMERINTAH YANG BERSIH
Bidang Kegiatan: PKM-GT
oleh: Imam Nasrodin Shinta Eka Utami
207431412390/2007 207431412372/2007
UNIVERSITAS NEGERI MALANG MALANG 2010 LEMBAR PENGESAHAN USULAN PKM-GT
2
1. Judul Kegiatan
2. Bidang Kegiatan
: Optimalisasi Pencegahan Korupsi melalui Pembatasan Maksimal Dana Kampanye guna Menciptakan Pemerintah yang Bersih. : ( ) PKM-AI
3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Universitas/Institut/Politeknik e. Alamat Rumah dan No. HP f. Alamat e-mail 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar b. NIP c. Alamat Rumah dan No. Telepon
(√) PKM-GT
: Imam Nasrodin : 207431412390 : Ekonomi Pembangunan : Universitas Negeri Malang : Jl. Cikampek 2 A Malang HP. 085646752686 :
[email protected] : 1 orang
: Drs. Prih Hardinto, M.Si : 195606221982031003 : Perum Bukit Cemara Tidar A37 Malang (0341) 563997
Menyetujui Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Malang, 09 Maret 2010 Ketua
Dr. Hari Wahyono, M.Pd NIP. 195712261983031002
Imam Nasrodin NIM. 207431412390
Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
Dosen Pendamping
Drs. Kadim Masjkur, M.Pd NIP. 195412161981001001
Drs. Prih Hardinto, M.Si NIP. 195606221982031003
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
3 Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Optimalisasi Pencegahan Korupsi melalui Pembatasan Maksimal Dana Kampanye guna Menciptakan Pemerintah yang Bersih”. Karya tulis ini disusun dalam rangka mengikuti program kreativitas mahasiswa gagasan tertulis (PKM-GT) yang diadakan oleh Universitas Brawijaya Malang. Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sumbangsih pemikiran terhadap perbaikan konsep pembangunan bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan. Dalam penulisan karya tulis ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang membantu proses pembuatan karya tulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Prih Hardinto, M.Si selaku dosen pembimbing 2. Kedua orang tua kami tercinta, atas segala do’a, pengorbanan serta kasih sayangnya yang selalu menyertai langkah kami. 3. Kawan-kawan LP3ME seperjuangan, semoga menghasilkan karya-karya yang bisa mengharumkan nama Universitas Negeri Malang (UM). Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih sangat sederhana dan masih banyak kekurangannya. Namun, besar harapan kami agar tulisan ini dapat diterima dan nantinya dapat dipakai oleh semua pihak. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ini. Wassalamualaikum Wr.Wb.
Malang, 09 Maret 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... KATA PENGANTAR ............................................................................
i ii iii
4 DAFTAR ISI ........................................................................................... ` RINGKASAN .........................................................................................
iv 1
PENDAHULUAN ................................................................................. Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penulisan ..................................................................................... Manfaat Penulisan ...................................................................................
2 2 3 3
GAGASAN ............................................................................................. Kondisi kekinian pencetus gagasan... ..................................................... Solusi yang pernah ditawarkan............ ................................................... . Seberapa jauh kondisi kekinian pencetus gagasan dapat diperbaiki..…………………................................................................... Pihak-pihak yang dipertimbangkan dapat membantu Mengimplementasikangagasan............................................................ ... Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengimplementasi-kan gagasan .......................................................... ..
4 4 5
KESIMPULAN ....................................................................................... Gagasan yang diajukan ........................................................................ Teknik implementasi yang akan dilakukan........................................ Prediksi yang diperoleh ……………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
8 8 8 10 10
6 7 7
5 OPTIMALISASI PENCEGAHAN KORUPSI MELALUI PEMBATASAN DANA KAMPANYE GUNA MENCIPTAKAN PEMERINTAH YANG BERSIH Imam Nasrodin Shinta Eka Utami Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang
RINGKASAN Rendahnya pendapatan penyelenggara negara merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi. Sebab, hal ini berhubungan dengan pengembalian modal saat kampanye, baik untuk 'money politics’ maupun lainnya. Selain itu, budaya memberi upeti (balas jasa) kepada ‘sponsor’ juga merupakan akar masalah terjadinya korupsi, karena pihak-pihak ini secara tidak tersurat mendapat persenan. Padahal, gaji pokok dan tunjangan untuk kebutuhan hidup pejabat masih belum seimbang dengan pengeluaran setiap bulan, apalagi pejabat yang terpilih dengan jalan pintas: money politics. Dengan demikian, korupsi di negeri ini seperti hilang satu tumbuh seribu meskipun kinerja komisi pemberantasan korupsi sudah mati-matian memberantasnya. Untuk itu, pembatasan dana maksimal untuk kampanye sangat tepat digunakan untuk solusi permasalahan ini, karena dengan adanya pembatasan ini, maka para calon tidak akan mengeluarkan modal kampanye banyak, sehingga sangat sedikit kemungkinan untuk mengembalikan modal dengan korupsi. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah kajian pustaka dengan pendekatan penulisan deskriptif kuantitatif. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini merupakan data skunder yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang relevan dengan topik yang ditulis, baik dari buku, makalah, hasil penelitian, ataupun internet. Analisis data dalam penulisan ini adalah dengan cara bahan yang telah terkumpul kemudian diolah, ditelaah, dan direduksi, lalu dianalisis dengan analisis deskriptif untuk disarikan dalam sebuah karya yang memfokuskan ”Optimalisasi pencegahan korupsi melalui pembatasan maksimal dana kampanye guna menciptakan pemerintah yang bersih.” Kesimpulan dalam karya tulis ini adalah (1) tindakan pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini sudah bagus, tapi belum maksimal. Sepanjang tahun 2008 KPK telah berhasil melakukan penyelidikan sebanyak 70 kasus dan tahun 2009 semester pertama 3,4 triliun uang negara yang diselamatkan, (2) Rendahnya pendapatan penyelenggara negara merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi, karena hal ini berhubungan dengan pengembalian modal ‘pribadi’ saat kampanye, dan (3) Polanya sebagai berikut: KPU menentukan batasan maksimal dana untuk kampanye, ada team pengawas independent (KPK/bawaslu/lainnya), menyerahkan bukti arus penggunaan dana kampanye.
6 Rekomendasi yang diberikan penulis adalah (1) bagi pemerintah (KPK), tingkatkanlah pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya, supaya bangsa ini bisa bersih dari tindakan yang memalukan, yaitu korupsi, (2) Bagi calon pemimpin, janganlah menodai keindahan demokrasi kita dengan menggunakan money politics, karena hal ini akan bisa menjerumuskan pada tindakan korupsi, dan (3) Bagi masyarakat, hati-hatilah dalam memilih calon peminpin, supaya pemimpin yang terpilih nanti benar-benar mampu dan siap menjalankan amanah rakyatnya.
PENDAHULUAN Latar Belakang Korupsi merupakan hal yang paling menarik untuk dijadikan sebagai jalan pintas dalam mengembalikan modal saat pemilu (modal kampanye). Di negeri ini yang namanya korupsi sudah dijadikan sebuah hobi, bahkan sudah menjamur dan membudaya, baik di tingkat daerah maupun pusat. Hal ini merupakan salah satu indikator degradasi moral para pejabat bangsa ini, sehingga muncul pertanyaan besar: apakah korupsi ini disebabkan pelaksanaan demokrasi yang kurang dewasa bangsa ini yang selalu mengedepankan uang untuk meraih kekuasaan (tahta). Arya Maheka (2006: 23-24) mengatakan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi diantaranya; rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Seharusnya pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, sehingga mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, dan adanya budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah. Kutipan di atas menunjukkan suatu hal yang menarik untuk dibahas, yaitu rendahnya pendapatan penyelenggara negara dan adanya budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi. Sebab, hal ini berhubungan dengan pengembalian modal ‘pribadi’ saat kampanye, baik untuk 'money politics’ maupun lainnya. Selain itu, budaya memberi upeti (balas jasa) kepada sponsor (pihak-pihak yang dianggap membantu dalam mensukseskan pemilu juga) merupakan akar masalah terjadinya korupsi, karena pihak-pihak ini secara tidak tersurat mendapat persenan. Padahal, gaji pokok dan tunjangan untuk kebutuhan hidup pejabat masih belum seimbang dengan pengeluaran setiap bulan, apalagi pejabat yang terpilih dengan jalan pintas: money politics. Amzulian Rifai (2003: 18) menjelaskan bahwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara bekerjasama dengan United States Agency for International Development (USAID) mengadakan survei tentang politik uang di Sumatra Utara. Hasilnya, sebanyak 67,9 persen dalam pemilihan Kepala Daerah Tingkat II di enam kota yang ada di Provinsi Sumatra Utara diyakini telah melakukan politik uang. Sebanyak 26,9 persen kurang yakin dan hanya 5,2 persen saja yang tidak yakin. Selain itu, isu politik uang ini juga diibaratkan seperti ‘hebohnya’ orang yang sedang membuang angin di tengah keramaian. Baunya merebak kemana-mana, tetapi sangat sulit untuk menunjuk orang yang membuang angin tersebut.
7 Pendapat di atas menunjukkan bahwa ada indikasi pencorengan nilai-nilai luhur sistem demokrasi yang sesungguhnya bangsa ini. Seolah sistem demokrasi hanya sebuah ’simbol’ yang bisa diperjual-belikan oleh penguasa rupiah, sehingga sangat wajar jika banyak masyarakat kita yang mendadak gila karena uangnya habis untuk modal kampanye pemilu. Akibatnya, orang yang benar-benar siap dan mampu menjadi pemimpin tidak bisa memimpin hanya karena tidak mempunyai uang banyak. Seharusnya demokrasi bisa membentuk warganegara yang memiliki keadaban demokratis dan demokrasi keadaban seperti dalam pendidikan kewarganegaraan. Murray Print (dalam Ubaidillah, dkk, 2000) mengatakan bahwa pembentukan warganegara yang memiliki keadaban demokratis dan demokrasi keadaban paling mungkin dilakukan secara efektif hanya melalui pendidikan kewargaan (civic education). Civic education, dengan demikian, merupakan sarana pendidikan yang dibutuhkan oleh negara-negara demokrasi baru untuk melahirkan generasi muda yang mengetahui tentang pengetahuan, nilai-nilai dan keahlian yang diperlukan untuk mengaktualisasikan, memberdayakan, dan melesatrikan demokrasi. Dari gambaran di atas terlihat adanya degradasi moral para pejabat yang berujung pada tindakan korupsi yang digunakan sebagai jalan pintas untuk mengembalikan modal kampanye saat pemilu, sehingga pembatasan dana kampanye sangat strategis untuk mencegah terjadinya korupsi tersebut. Untuk itu, tulisan ini bertujuan untuk melakukan tinjauan terhadap langkah-langkah strategis yang dapat ditempuh dalam melakukan optimalisasi pencegahan korupsi melalui pembatasan dana maksimal kampanye guna menciptakan pemerintah yang bersih.
TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Tujuan 1. Gagasan ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau wacana dalam memberantas korupsi di negeri ini. 2. Gagasan ini dapat dijadikan sebagai solusi untuk mencegah terjadinya korupsi. 3. Masyarakat, khususnya lembaga pemerintah, melalui gagasan ini bisa mengetahui pola mengoptimalkan pencegahan korupsi melalui pembatasan maksimal dana kampanye guna menciptakan pemerintah yang bersih.
Manfaat 1.
Masyarakat Menambah wawasan tentang cara mengoptimalkan pencegahan terhadap tindakan korupsi melalui pembatasan maksimal biaya kampanye guna menciptakan pemerintah yang bersih. Hal ini jika ditangani secara benar dan tepat, maka alternatif ini bisa mengentaskan kita dari degradasi moral para oknum pejabat kita yang korupsi. Akhirnya, penyelenggara pemerintah kita
8 bisa benar-benar bersih dari tindakan korupsi, sehingga mereka bisa fokus dalam menjalankan amanah dari rakyatnya. 2.
Calon pemimpin Memberikan kontribusi (cara) bagi calon pemimpin mendatang dalam membentengi dirinya dari terjerumusnya ke dalam tindakan korupsi. Selain itu, supaya calon pemimpin yang mempunyai uang hanya pas-pasan, tetapi mampu dan siap tidak berkecil hati untuk memimpin negeri ini. Dengan demikian, jalan pintas (korupsi) untuk mengembalikan modal kampanye segera terhapus berlahan-lahan dan minimal bisa meminimalisir tindakan korupsi karena mencegah korupsi lebih baik dari pada mengobati korupsi.
3.
Lembaga pahlawan rakyat kecil (KPK/pemerintah) Menambah wacana bahwa mencegah korupsi lebih baik dari pada mengobati korupsi. Harapannya, buku ini bisa dijadikan sebagai bahan acuan atau pertimbangan dalam hal pemberantasan korupsi, karena korupsi sulit diberantas sebelum akarnya (penyebab dasar) ditebas terlebih dahulu. Selain itu, siapa lagi yang diharapkan rakyat untuk bisa memberantas tuntas sampai ke akar-akarnya korupsi di negeri ini selain KPK.
GAGASAN Kondisi kekinian pencetus gagasan Survei membuktikan bahwa para pejabat bangsa ini seringkali terlibat dengan tindakan korupsi, bahkan tidak sedikit juga yang masuk penjara karena hal ini. Salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya pendapatan penyelenggara Negara, karena hal ini ada hubungannya dengan pengembalian modal saat kampenye, yaitu saat sebelum menjadi pejabat. Arya Maheka (2006: 23-24) mengatakan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi diantaranya; rendahnya pendapatan penyelenggara Negara. Seharusnya pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, sehingga mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, dan adanya budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah. Dari Kutipan di atas, ada suatu hal yang menarik untuk dibahas, yaitu rendahnya pendapatan penyelenggara negara dan adanya budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya korupsi. Sebab, hal ini berhubungan dengan pengembalian modal ‘pribadi’ saat kampanye, baik untuk 'money politics’ maupun lainnya. Selain itu, budaya memberi upeti (balas jasa) kepada sponsor (pihak-pihak yang dianggap membantu dalam mensukseskan pemilu juga) merupakan akar masalah terjadinya korupsi, karena pihak-pihak ini secara tidak tersurat mendapat persenan. Padahal, gaji pokok dan tunjangan untuk kebutuhan hidup pejabat masih belum seimbang dengan pengeluaran setiap bulan, apalagi pejabat yang terpilih dengan jalan pintas: money politics.
9 Korupsi merupakan hal yang paling menarik untuk dijadikan sebagai jalan pintas dalam mengembalikan modal saat pemilu (modal kampanye). Di negeri ini yang namanya korupsi sudah dijadikan sebuah hobi, bahkan sudah menjamur dan membudaya, baik di tingkat daerah maupun pusat. Hal ini merupakan salah satu indikator degradasi moral para pejabat bangsa ini, sehingga muncul pertanyaan besar: apakah korupsi ini disebabkan pelaksanaan demokrasi yang selalu mengedepankan uang untuk meraih kekuasaan (tahta). Amzulian Rifai (2003: 18) menjelaskan bahwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara bekerjasama dengan United States Agency for International Development (USAID) mengadakan survei tentang politik uang di Sumatra Utara. Hasilnya, sebanyak 67,9 persen dalam pemilihan Kepala Daerah Tingkat II di enam kota yang ada di Provinsi Sumatra Utara diyakini telah melakukan politik uang. Sebanyak 26,9 persen kurang yakin dan hanya 5,2 persen saja yang tidak yakin. Selain itu, isu politik uang ini juga diibaratkan seperti ‘hebohnya’ orang yang sedang membuang angin di tengah keramaian. Baunya merebak kemana-mana, tetapi sangat sulit untuk menunjuk orang yang membuang angin tersebut. Hal tersebut juga bias dicontohkan sebagai berikut: misalnya kita asumsikan seorang bupati gaji pokoknya 6 juta/bulan dan tunjangannya 9 juta/bulan, sedangkan modal kampanyenya 1 milyar dengan masa jabatan 4 tahun (48 bulan). Jumlah total yang diterima selama menjabat sebagai bupati adalah 720 juta. Padahal modalnya 1 milyar, sehingga hal ini rawan untuk mencari jalan pintas, yaitu korupsi. Sebab, jumlah itu masih belum seimbang dengan jumlah modal yang dikeluarkan saat kampanye dan jumlah tersebut dipotong keperluan rumah tangga yang ‘tidak terduga’ lainnya
Solusi yang pernah ditawarkan atau diterapkan sebelumnya untuk memperbaiki keadaan pencetus gagasan Herdiansyah Hamzah (2009) mengatakan bahwa sejak periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla, program pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama dalam program kerja pemerintahannya. Upaya ini harus kita apresiasi dengan memberikan bentuk penghargaan yang tinggi atas upaya yang dilakukan tersebut. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun pemerintahan SBY-JK telah berhasil mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat Negara (seperti kasus KPU, kasus Bulog, kasus Abdullah Puteh di Aceh, serta kasus-kasus yang melibatkan pejabat pemerintah di beberapa daerah), tetapi upaya pemberantasan korupsi ini belum mampu menyentuh para koruptor kelas kakap (dari era Soeharto sampai sekarang) yang sampai saat ini masih bebas berkeliaran dan tidak pernah sedikitpun tersentuh oleh hukum. Jika pemerintah mampu memberikan bukti nyata dari komitmen pemberantasan korupsi, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan kembali pulih, bahkan akan lebih partisipatif dalam setiap masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa dan Negara, dan demikian juga sebaliknya. Dari pendapat di atas dapat diambil benang merah bahwa pemerintah sudah berusaha untuk memberantas korupsi. Salah satu buktinya adalah dengan
10 dibentuknya lembaga yang khusus memberantas korupsi, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Prestasi lembaga ini sudah bisa dikatakan bagus. Hal ini bisa dibuktikan dengan tertangkapnya beberapa mafia hukum, seperti Artalita Suryani (Ayin). Arbie Haman (2009) menjelaskan bahwa sepanjang tahun 2008 KPK telah berhasil melakukan penyelidikan sebanyak 70 kasus di bidang penindakan, dan perkara yang sudah inkracht sebanyak 7 perkara. Ironisnya sebagian besar dari terpidana korupsi yang dijebloskan KPK berasal dari DPR. Pada tahun 2009 semester pertama sudah 3,4 triliun uang negara yang diselamatkan KPK. Namun, kinerja yang dilakukan lembaga ini masih sebatas memberantas, belum bisa melakukan pencegahan secara maksimal. Sehingga masih banyak para koruptor yang belum disentuhnya. Survei membuktikan bahwa hanya sebagian kecil para mantan pejabat atau pejabat aktif yang terjerat kasus korupsi, baik masih dalam tahap tersangka maupun sudah terdakwa. Hal ini sangat wajar, karena para pejabat juga perlu mengembalikan uang modal kampanyenya saat pemilu. Untuk itu, pembatasan maksimal dana kampanye sangat cocok jika diterapkan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi.
Seberapa jauh kondisi kekinian pencetus gagasan dapat diperbaiki melalui gagasan yang diajukan Amzulian Rifai (2003) menjelaskan bahwa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara bekerjasama dengan United States Agency for International Development (USAID) mengadakan survei tentang politik uang di Sumatra Utara. Hasilnya, sebanyak 67,9 persen dalam pemilihan Kepala Daerah Tingkat II di enam kota yang ada di Provinsi Sumatra Utara diyakini telah melakukan politik uang. Sebanyak 26,9 persen kurang yakin dan hanya 5,2 persen saja yang tidak yakin. Selain itu, isu politik uang ini juga diibaratkan seperti ‘hebohnya’ orang yang sedang membuang angin di tengah keramaian. Baunya merebak kemana-mana, tetapi sangat sulit untuk menunjuk orang yang membuang angin tersebut. Dari kutipan di atas sangat jelas bahwa modal untuk menjadi pejabat sangat besar, karena sebagian besar menggunakan politik uang, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah presentase modal kampanye, ayitu lebih besar modalnya. Akhirnya, setelah menjadi pejabat para pejabat terpilih berlombalomba untuk mengembalikan modal, dan karena gaji bulanan tidak seimbang dengan jumlah yang harus dipenuhi, maka jalan pintas yang ditempuhnya, yaitu korupsi. Dari gambaran di atas terlihat adanya degradasi moral para pejabat yang berujung pada tindakan korupsi yang digunakan sebagai jalan pintas untuk mengembalikan modal kampanye saat pemilu. Dengan demikian, pembatasan dana kampanye sangat strategis untuk mencegah terjadinya korupsi tersebut. Sebab, mereka tidak terbebani dengan pengembalian modal yang besar.
11 Pihak-pihak yang dipertimbangkan dapat membantu mengimplementasikan gagasan dan uraian peran atau kontribusi masing-masing Pemerintah Pemerintah dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu sebagai lembaga independen yang selalu menindak para pejabat yang terlibat tindakan korupsi. Lemabaga ini dipilih karena memang pada dasarnya lembaga ini dibuat untuk menghilangkan korupsi. Selain itu, lembaga ini merupakan lembaga yang independen sehingga sangat sedikit adanya campur tangan pihak-pihak yang berkepentingan tertentu. Dengan demikian, lembaga ini sangat tepat jika dipilih untuk membantu menjalankan gagasan ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) KPU ini merupakan lembaga yang bertanggung jawab atas kesuksesannya pemilihan umum, baik dalam hal menentukan permainan dalam pemilihan umum maupun hal lainnya, sehingga perannya sangat membantu dalam merealisasikan gagasan ini. Meskipun demikian, hal ini juga harus didukung lebih oleh semua pihak, khususnya masyarakat, karena keberhasilan KPU dalam melaksanakan pesta demokrasi tidak akan pernah tercapai atau berhasil dengan maksimal tanpa dukungan dari masyarakat. Pengawas Independen Pengawas independen ini bertugas untuk mengawasi jalannya pemilihan umum, khususnya dalam hal menerapkan gagasan ini, yaitu mengawasi arus keuangan kampanye setiap calon yang telah disetujui atau ditetapkan oleh KPU jumlah maksimalnya. Team ini nantinya akan menerima laporan dari masingmasing calon atas arus keuangan yang ada, agar tidak terjadi penyimpangan, yaitu menghabiskan dana untuk kampenye melebihi jumlah maksimal (jumlah yang ditetapkan KPU). Akan tetapi, anggota dari team ini tidak diperbolehkan dari anggota partai tertentu. Tujuannya, agar tidak terjadi budaya mementingkan kepentingan golongannya di atas kepentingan bangsa dan negara. Anggotanya bisa diambilkan dari LSM atau ICW.
Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan gagasan sehingga tujuan atau perbaikan yang diharapkan dapat tercapai Sebanyak 67,9 persen dalam pemilihan Kepala Daerah Tingkat II di enam kota di Provinsi Sumatera Utara diyakini melakukan politik uang. Sebanyak 26,9 persen kurang yakin dan hanya 5,2 persen tidak yakin. Keenam kota yang disurvei adalah Medan, Binjai, Sibolga, Pematangsiantar, Tebingtinggi, dan Tanjungbalai. Demikian hasil survei Fisib USU bekerjasama dengan United State Agency for International Devlopment (USAID) (Amzulian Rifai, 2003)
12 Hasil survei tersebut menyebabkan pola pikir seorang calon harus mengeluarkan ’modal promosi’ banyak. Padahal, gaji murninya selama masa jabatan belum bisa digunakan untuk mengembalikan modal. Misalnya kita asumsikan seorang bupati gaji pokoknya 6 juta/bulan dan tunjangannya 9 juta/bulan, sedangkan modal kampanyenya 1 milyar dengan masa jabatan 4 tahun (48 bulan). Jumlah total yang diterima selama menjabat sebagai bupati adalah 720 juta. Padahal modalnya 1 milyar, sehingga hal ini rawan untuk mencari jalan pintas, yaitu korupsi. Sebab, jumlah itu masih belum seimbang dengan jumlah modal yang dikeluarkan saat kampanye dan jumlah tersebut dipotong keperluan rumah tangga yang ‘tidak terduga’ lainnya. Dari penjelasan di atas dapat ditarik benang merah bahwa akar dari terjadinya korupsi salah satunya adalah terlalu banyaknya modal dalam promosi saat pemilu. Untuk itu, pembatasan jumlah dana maksimal untuk kampanye merupakan salah satu solusi tepat dan cerdas dalam mencegah terjadinya korupsi di negri ini. Adapun mekanismenya sebagai berikut: KPU menentukan batasan maksimal dana untuk kampanye, ada team pengawas independent (KPK/panwaslu/lainnya), semua calon menyerahkan bukti arus penggunaan dana kampanye.
KESIMPULAN Gagasan yang diajukan Gagasan yang diajukan penulis adalah “Optimalisasi Pencegahan Korupsi melalui Pembatasan Maksimal Dana Kampanye guna Menciptakan Pemerintah yang Bersih”. Hal ini bisa dianalogkan, misalnya kita asumsikan seorang bupati gaji pokoknya 6 juta/bulan dan tunjangannya 9 juta/bulan, sedangkan modal kampanyenya 1 milyar dengan masa jabatan 4 tahun (48 bulan). Jumlah total yang diterima selama menjabat sebagai bupati adalah 720 juta. Padahal modalnya 1 milyar, sehingga hal ini rawan untuk mencari jalan pintas yaitu korupsi. Sebab, jumlah itu masih belum dipotong keperluan rumah tangga yang ‘tidak terduga’ lainnya lainnya. Dengan demikian, gagasan di atas sangat penting dan bermanfaat bagi Negara ini dalam rangka memberantas mafia korupsi. Sebab, selama ini pemerintahan masih belum maksimal dalam hal memberantas korupsi, bahkan masih sebatas memberantas, tetapi belum mencapai atau belum memiliki formula dalam mencegah terjadinya korupsi. Untuk itu, gagasan ini sangat tepat jika diimplementasikan ke dalam pelaksanaan pemilihan umum di negeri ini.
Teknik implementasi yang akan dilakukan Adapun mekanisme untuk mengimplementasikan gagasan ini adalah sebagai berikut: pertama, KPU menentukan batasan maksimal dana untuk kampanye yang disetujui oleh para calon. Namun, sebelum KPU memutuskan besar kecilnya jumlah nominal uang untuk modal promosi (kampanye) terlebih dahulu para calon atau perwakilannya diajak untuk berdiskusi. Akan tetapi, hal ini
13 tidak harus, artinya KPU bisa langsung menentukan jumlah maksimalnya meskipun tidak ’berunding’ dahulu, tetapi harus berdasarkan analisa yang tepat dan benar. Hal ini bertujuan untuk efisiensi biaya dan waktu yang diperlukan oleh KPU, karena kalau setiap ada masalah harus ’membentuk’ panitia tertentu atau musyawarah dengan pihak calon, maka akan menghabiskan uang negara yang relatif besar. Sebab, hal ini akan memerlukan waktu yang cukup lama, karena setiap calon pasti memiliki kepentingan-kepentingan tertentu, dan hal ini akan membutuhkan waktu relatif lama, karena pasti ada perbedaan yang terus dipertahankan dari masing-masing calon atau team suksesnya. Dengan demikian, hal tidak secara langsung akan memerlukan biaya yang relatif lebih banyak. Akhirnya, hal semacam ini terkesan seperti proyek, dimana sebuah masalah bisa digunakan untuk ’lapangan pekerjaan’. Padahal, rakyat sangat menanti perubahan yang lebih baik di negeri ini. Kedua, ada team pengawas independent, artinya dalam melaksanakan gagasan ini diperlukan team atau orang yang mengawasi dan mengontrol, tetapi pengawas ini harus dari team endependen. Tujuannya, agar kinerjanya tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Selain itu, hal itu juga bertujuan untuk melihat bagaimana kreativitas para calon atau para team sukses dalam menjalankan aturan ini, yaitu melakukan penyimpangan atau melanggar aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama. Dalam hal ini bisa melibatkan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, lembaga ini sudah lebih lama menangani tentang korupsi, sehingga sudah banyak makan garam dibandingkan lainnya dalam hal menangani korupsi. Selain itu, memang lembaga ini ada karena untuk memberantas korupsi. Akan tetapi, dalam melakukan hal tersebut juga bisa melibatkan atau membuat team pengawas pemilihan umum (pemilu), tetapi lembaga atau team ini harus yang independen juga, misalnya dari LSM atau ICW. Hal ini diperlukan untuk menanggulangi halhal yang tidak diinginkan, seperti berpihak kepada salah satu calon atau partai tertentu. Adapun tugas team tersebut adalah mengawasi dan mengontrol jalannya pemilihan umum, khususnya pada penggunaan dana kampanye yang sudah ditetapkan jumlah maksimalnya. Team ini pada masa tenang dan setelah selesai pemilihan harus melaporkan pengawasan terhadap para calon atas arus keuangan yang digunakan oleh masing-masing calon. Laporan ini juga harus didukung oleh bukti-bukti pembayaran yang kuat, sehingga terhindar dari manipulasi data. Ketiga, mengumpulkan arus keuangan. Dalam hal ini masing-masing calon atau yang mewakilinya mengumpulkan arus penggunaan keuangan kampanye dengan didukung bukti kepada team pengawas, lalu pengawas menganalisanya lalu menyerahkan laporan tersebut kepada KPU. Dan apabila ada keganjalan dalam laporan tersebut maka pengawas bisa langsung melaporkan kepada KPU, lalu KPU menindak lanjutinya. Dengan demikian, hal tersebut akan memberikan informasi seberapa besar jumlah uang yang digunakan promosi para calon, sehingga jika ada yang melebihi batas maksimal bisa segeri ditindak lanjuti. Hal ini tidak bertujuan untuk membatasi kreativitas para calon, tetapi hanya mendorong para calon untuk lebih kreatif dan inovatif serta efisien dalam melakukan kampanye, sehingga jika terpilih menjadi pemimpin bisa mengelola keuangan pemerintah dengan efisien dan tepat. Sebab, biasanya kalau kondisi seseorang terjepit (kritis) maka ide-ide
14 yang luar biasa akan muncul. Misalnya, dengan cara menggunakan sapndukspanduk yang sudah dipakai, tetapi masih layak dipakai (daur ulang). Tujuannya, supaya para calon tidak saling jor-joran promosi antara calon satu dengan lainnya. Dari penjelasan di atas dapat ditarik benang merah bahwa akar dari terjadinya korupsi salah satunya adalah terlalu banyaknya modal dalam promosi saat pemilu. Untuk itu, pembatasan jumlah dana maksimal untuk kampanye merupakan salah satu solusi tepat dan cerdas dalam mencegah terjadinya korupsi di negeri ini.
Prediksi hasil yang akan diperoleh Tahta dan jabatan di negeri ini masih dijadikan idola banyak orang, sehingga tidak sedikit dari mereka yang menjadikan jalan pintas untuk mencapainya, seperti dengan menggunakan uang untuk mencapainya (money politics), bahkan untuk menjadi bupati saja rela menghabiskan milyaran rupiah. Akibatnya, jabatan ini seolah seperti halnya ‘perusahaan’ yang orientasinya pada pengembalian modal dan laba. Padahal, kita tahu sendiri bahwa jabatan itu bukan untuk ajang mengembalikan modal, tetapi mengabdi dan menjalankan amanah yang diberikan rakyat. Dengan demikian, gagasan ini dinilai memiliki prospek yang sangat bagus untuk mengatasi korupsi di negeri ini, karena hal ini tidak lagi memberantas, tetapi mencegah terjadinya korupsi. Sebab, koruptor di negeri ini seolah seperti hilang satu tumbuh seribu, karena sangat sistematisnya, dan yang paling mendasar adalah pemerintah masih dalam upaya memberantas, dimana kegiatan ini dilakukan setelah menemukan indikator adanya korupsi. Namun, solusi yang ditawarkan dalam gagasan ini adalah mencegah, artinya sebelum terjadi korupsi sudah diprotek terlebih dahulu. Akhirnya, gagasan ini bisa dijadikan acuan untuk menciptakan pemerintah yang bersih dan bermoral baik.
DAFTAR PUSTAKA Hamzah, H. 2009. Membongkar Jejak Sejarah Budaya Korupsi di Indonesia. http://belanegarari.wordpress.com/2009/11/05/membongkar-jejak-sejarahbudaya-korupsi-di-indonesia/ [10 Januari 2010] Haman, A. 2009. Lanjutkan Pemberantasan Korupsi di Indonesia. http://politikana.com/baca/2009/11/03/lanjutkan-pemberantasan-korupsi-diindonesia.html [10 Januari 2010] Maheka, A. 2006. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta: KPK Rifai, A, dkk. 2003. Politik Uang dalam Pemilihan Kepala Daerah. Jakarta: Ghalia Indonesia Ubaidillah, A. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press
15 CURRICULUM VITAE
Penulis I
:
Nama NIM Fakultas/Jursan Tempat/ Tgl lahir Agama Alamat Sekarang E-mail Tlp/HP Riwayat Pendidikan
: Imam Nasrodin : 207431412390 : Ekonomi/Ekonomi Pembangunan : Tulungagung, 09 Maret 1987 : Islam : Jl. Cikampek 2 A Malang 65113 :
[email protected] : (0341) 586633/ 085646752686 :
1. SD N Kalibatur 03
Tahun 2000
2. MTs. Qomarul Hidayah
Tahun 2003
3. MA Qomarul Hidayah
Tahun 2006
4. Universitas Negeri Malang
Sampai Sekarang
Pengalaman Organisasi
:
1 Pengurus LP3ME Tahun 2007/2008 Bidang LiSEI 2 Pengurus HMJ EKP 2008/2009 Bidang HRD 3 Pengurus Majalah Gelora FE-UM (jurnalis) 2009-Sekarang Karya Tulis 1. Pembuatan nata jerami nangka sebagai aplikasi teknologi pangan berbasis sampah organik (Finalis lomba karya tulis di ITB tahun 2010) 2. Optimalisasi Peran Guru sebagai Mediator Agent of
Change melalui
Pendidikan Moral Guna Meningkatkan Kepribadian Bangsa yang Unggul (Finalis PKM-GT (KKTA) PIMNAS 2009 di Universitas Brawijaya) 3. Pengaruh hiasan coretan pada buku catatan sebagai pembantu daya ingat dan meningkatkan prestasi belajar siswa dalam menembus ujian nasional 4. Pemanfaatan busa kayu bakar sebagai obat alternatif penghilang bekas luka pada kulit wajah di desa Kepanjen kabupaten Blitar Malang, 09 Maret 2010
Imam Nasrodin NIM. 207431412390 CURRICULUM VITAE
16 1. PENULIS II Nama
: Shinta Eka Utami
NIM
: 207431412372
Fakultas/Jursan
: Ekonomi/Ekonomi Pembangunan
Tempat/ Tgl lahir
: Banyuwangi, 24 Mei 1989
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Gajayana No. 573 Malang
E-mail
:
[email protected]
HP
: 081913933301
Riwayat Pendidikan
:
1 TK Bhayangkari Rogojampi
Tahun 1995
2 SDN Gladag III Rogojampi
Tahun 2001
3 SMP N 1 Rogojampi
Tahun 2004
4 SMA N 1 Glagah Banyuwangi
Tahun 2007
5 Universitas Negeri Malang
Sampai Sekarang
Pengalaman Organisasi
:
1
Purna Paskibra
2
OSIS SMA N 1 Glagah Banyuwangi
Karya Tulis
:
1. Pengaruh gaya mengajar guru dan ketuntasan belajar terhadap prestasi belajar ekonomi 2. Sistem kepemimpinan desa Pleret dan Segoroyoso di Daerah Istimewa Yogyakarta Malang, 09 Maret 2010
Shinta Eka Utami NIM. 207431412372
17 CURRICULUM VITAE dan/atau di I. IDENTITAS 1. Nama Lengkap
: Drs. Prih Hardinto, M.Si
2. NIP
: 195606221982031003
3. Jabatan
: Lektor Kepala
4. Pangkat / golongan
: Pembina / IV/a
5. Tempat/ Tanggal lahir
: Trenggalek/ 22 Juni 1956
6. Status perkawinan
: Kawin
7. a. Alamat Kantor
: Jl. Surabaya No. 6 Malang
b. Telp/HP 8. a. Alamat Rumah
: 0341-585911/0341-552888 : Perum Bukit Cemara Tidar A37 Malang
b. Telp/HP
: (0341)563997 / 08123583459
c. e-mail
:
[email protected]
9. Perguruan Tinggi
: Universitas Negeri Malang (UM)
10. Fakultas / Jurusan
: Ekonomi / Ekonomi Pembangunan
II. PENDIDIKAN FORMAL (Mulai dari jenjang S1) No. Jenjang Bidang/Program studi Lembaga Pendidikan 1. 2. 3. 4.
Tahun
SD SMP SMEA S1
Trenggalek Tulungagung Tulungagung Sarjana Pendidikan IKIP Malang Ekonomi Umum 5. S2 Magister Administrasi UNIBRAW Malang Niaga, III. PENDIDIKAN TAMBAHAN/ DIKLAT (NONGELAR) TERKAIT DENGAN PPG No Nama Diklat 1. Diklat Assesor PLPG 2.
Akta 5B
1969 1972 1975 1981 2002
Penyelenggara Rayon 15 UM
Sertifikat Sertifikat
Tahun 2007
DIKTI
Ijasah
1985
Malang, 09 Maret 2010
Drs. Prih Hardinto, M.Si NIP. 195606221982031003