!" !
#!$" %&&'$
Profil Ternak Ruminansia Potong di Kabupaten Barito Selatan Ruminant Livestock Profile in South Barito Regency Budya Satata, Lisnawaty Silitonga
Program studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya. E-mail :
[email protected]. Diterima :15 April 2012. Disetujui : 12 Juni 2012
ABSTRACT This study aims to determine the development of ruminant livestock, especially cattle, buffaloes and goats over a period of 5 years from 2005 to 2009 and to know development of the farmers who are seeking and maintain of cattle, buffaloes and goats in the district of South Barito. This research is using descriptive method by using data derived from relevant agencies such as Fisheries and Animal Husbandry department of South Barito Regency, Department of Agriculture and Animal Husbandry Central Kalimantan Province and the results of surveys conducted in the study area. The data obtained were analyzed using proportional analysis of individual cases of the observed variables. The results showed an increase in cattle population of 15.16%, 5.93% buffalo and goat by 6.07%. In each year the average number of cows cut as many as 528.2 head, buffaloes 15.6 head and goat 1447.2 head. The average number of cows that came out of the study area as much as 196.6 head/ yr, 118.8 buffalo head / yr and 283 goat head / yr. The average number of cows that entered into the study area as much as 34.4 tails, ox 97.2 tails and goat 347 tails. Whereas the average cow is grown by 11.72 per family tails, ox 27.98 tails and goat 11.08 tails. The average number of cattle per farmer’s family are 5.36 tails, buffalo dan goats are 10.18 tails and 3.52 tails. Key words: Profile, Ruminant, South Borneo
PENDAHULUAN Sektor pertanian termasuk sub sektor peternakan merupakan sektor yang sangat kental berbasiskan sumber daya lokal oleh karena sektor pertanian adalah sektor yang melibatkan petani ternak, sumberdaya ternak , teknologi lokal dan tepat guna serta kelembagaan setempat (Zulbardi Muhammad. 2000). Sektor pertanian termasuk sub sektor peternakan yang berbasis sumber daya lokal cukup tangguh dalam menghadapi berbagai goncangan maupun krisis. komoditas ternak local telah terbukti tahan terhadap goncangan krisis Moneter & ekonomi (Zulbardi Muhammad. 2000). Salah satu tujuan pembangunan di bidang peternakan adalah meningkatkan produksi pangan protein hewani, serta peningkatan pendapatan petani peternak. Ternak potong merupakan salah satu jenis ternak yang sangat potensial dalam menghasilkan daging khususnya di Indonesia. Kabupaten Barito Selatan dengan luas wilayah 8.830 km persegi, terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Jenamas, Dusun
Hilir, Karau Kuala Dusun Selatan, Dusun, dan Gunung Bintang Awai. Secara geografis Kabupaten Barito Selatan terletak pada posisi membujur atau memanjang sungai Barito dengan letak Astronomis 1.20 Lintang Utara, 2.35 Lintang Selatan dan 114 – 115 derajat Bujur Timur.Yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Barito Timur disebelah timur, Kabupaten Barito Utara di sebelah utara, Kabupaten Kapuas disebelah Barat dan Kabupaten Hulu Sungai Utara (Propinsi Kalimantan Selatan). Struktur topografi Kabupaten Barito selatan sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0 sampai 38 meter di atas permukaan laut. Lahan marginal yang sampai sekarang belum termanfaatkan cukup luas keberadaannya. Ratarata lahan marginal ini lebih banyak ditumbuhi oleh berbagai tumbuhan yang bersifat semak belukar. Kondisi semacam ini merupakan asset yang harus dikembangkan guna menunjang terpenuhinya bahan pangan asal nabati dan hewani melalui usaha peternakan ternak potong. Para peternak sebenarnya saat sekarang bukanlah
!" !
seorang petani lagi yang senantiasa menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian saja tetapi telah berubah menjadi seorang peternak yang ditandai dengan penghasilan yang berasal dari sektor peternakan lebih banyak jika dibandingkan dengan usaha pertanian (Kabupaten Barito Selatan dalam http://dayakbarito-selatan.blogspot.com 2010). Usaha pemeliharaan ternak potong baik secara ektensif maupun intensif telah lama dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Barito Selatan. Dengan tujuan beternak untuk digemukkan maupun dengan tujuan untuk memperoleh bibit atau anak. Ditinjau dari jumlah yang dipelihara masih menunjukkan tingkat kepemilikan yang tidak ekonomis, dengan skala usaha yang masih dibawah 5 ekor setiap peternak, dengan dikelola oleh anggota keluarga dengan sifat beternak sebagai tabungan. Perkembangan populasi ternak potong dalam hal ini tidak dapat dilepaskan dari perkembangan jumlah peternak dan kepemilikan ternak yang dipelihara, disamping juga tergantung pada angka pemotongan ternak dalam waktu tertentu serta dipengaruhi pula oleh adanya pemasukan dan pengeluaran sapi dari dan ke daerah lain serta tingkat kelahiran . Jenis ternak potong yang diusahakan di Kabupaten Barito Selatan lebih banyak didominasi oleh jenis sapi Madura dan sapi bali. Hal ini beralasan karena jenis sapi ini mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat baik lingkungan iklim maupun lingkungan pakan ternak yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Barito Selatan. Disamping itu sapi bali dan sapi Madura terkenal sangat produktif karena fertilitasnya tinggi (Siregar. 1983). Populasi ternak potong yang berada di Kabupaten Barito selatan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan meningkat secara signifikan, meskipun kenaikan ini belum menunjukkan tingkat yang menggembirakan. Kenaikan populasi ini diimbangi juga dengan meningkatnya jumlah peternak yang mengusahakan ternak potong didaerah tersebut. Untuk dapat meningkatkan populasi ternak potong di wilayah Kabupaten Barito Selatan , berbagai upaya telah dilakukan baik melalui kebijakan dari pemerintah maupun usaha dari pihak swasta dengan menyebarkan ternak oleh pemerintah melalui program transmigrasi. Namun demikian perkembangan ternak potong di Kabupaten Barito Selatan hingga saat ini masih belum menunjukkan perkembangan yang
#!$" %&&'$
menggembirakan. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai profil perkembangan ternak potong sapi, kerbau dan kambing di Kabupaten Barito Selatan, sehingga dapat diketahui seberapa jauh kemajuan yang dapat dicapai dalam mengusahakan ternak potong pada wilayah ini. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metoda Survai. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa kelompok peternak serta melihat dari dekat keadaan ternak sapi, kerbau dan kambing yang dipelihara. Data secunder diambil dari dokumentasi Instansi terkait. Data diformulasikan dalam bentuk tabulasi yang selanjutnya dianalisis secara proporsional kasus perkasus. Survay lapangan, dilakukan melalui dua tahap yaitu : 1. Pemetaan lokasi penelitian. Pemetaan ini dilakukan dengan pendataan jumlah peternak dengan jumlah ternak sapi, kerbau dan kambing yang dipelihara per kecamatan melalui peta penyebaran ternak sapi, kerbau dan kambing pada wilayah penyebaran melalui instansi terkait (data secunder). 2. Penggalian data lapangan. Data digali dari lapangan dengan melaui wawancara secara langsung dengan peternak yang terpilih atau kelompok peternak yang mewakili. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi : Jumlah rumah tangga peternak dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, pertambahan populasi ternak sapi, kerbau dan kambing dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, jumlah populasi ternak sapi, kerbau dan kambing yang keluar/ dijual dari wilayah penelitian, jumlah sapi, kerbau dan kambing yang dipotong mulai dari th 2005 s/d 2009 dan jumlah sapi, kerbau dan kambing yang masuk dalam wilayah penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi ternak ruminansia Data perkembangan populasi ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing di
!" !
#!$" %&&'$
Kabupaten Barito Selatan dari th 2005 – 2009 ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Barito Selatan (ekor)
Sumber: 1. http://barselkab.bps.go.id. 2. Dinas Perikanan dan Peternakan BarSel 2008.
Berikut adalah rata-rata peningkatan populasi ruminansia (sapi, kerbau dan kambing) di Kabupaten Barito Selatan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 ditampilkan dalam data olahan dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Rata-rata peningkatan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Barito Selatan (Ekor) !
!
!
!
$ %
# #$ %
$ %
$ %
$ %
$ %
$ %
$ %
$ %
$ %
# #$ % # #$ %
"
tidak ada ternak yang dimasukkan dalam wilayah tersebut. Namun bila dibandingkan dengan jenis ruminansia lainnya (kerbau dan kambing), peningkatan populasi sapi di Kabupaten Barito Selatan masih dapat dikategorikan lebih baik (sapi peningkatannya 15,16%, kerbau 5,93% dan kambing 6,07%). Ini menunjukkan bahwa prioritas program peningkatan populasi sapi terlihat lebih diutamakan jika dibandingkan dengan jenis ternak ruminansia yang lainnya. Meskipun secara total selama tahun 2005 – 2009 populasi sapi menunjukkan jumlah populasi yang lebih kecil (3071 ekor) jika dibandingkan dengan kerbau (15.126 ekor) dan kambing (7193 ekor). Jumlah pemotongan ternak ruminansia Data jumlah ternak ruminansia yang dipotong di Kabupaten Barito Selatan dari tahun 2005 sampai th 2009 ditampilkan dalam Tabel 3. Sedangkan persentase jumlah ternak ruminansia yang dipotong ditampilkan dalam Tabel 4. Tabel 3. Jumlah ternak yang dipotong (ekor)
#
$ % $ $ % $ $ %
Dari data Tabel 1 dan 2, menunjukkan bahwa populasi sapi potong di Kabupaten Barito Selatan secara rata-rata terjadi peningkatan, meskipun terdapat penurunan populasi di tahun 2007. Ratarata peningkatan populasi sapi potong sebesar 86 ekor (15,16%) dalam setiap tahunnya. Terjadinya penurunan populasi sapi potong di tahun 2007 disebabkan karena tingginya tingkat pemotongan dan pengeluaran ternak sapi potong pada tahun tersebut sehingga mempengaruhi populasi yang terdapat pada daerah penelitian. Sedangkan terjadinya peningkatan populasi yang cukup besar di tahun 2008/2009 disebabkan karena adanya kebijakan dari pemerintah daerah untuk memasukkan ternak sapi baru ke Kabupaten Barito Selatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Badan Litbang Pertanian (2008), bahwa tingkat penurunan dan peningkatan populasi ternak disebabkan karena tingginya tingkat pemotongan, keluarnya ternak dari wilayah daerah tersebut, rendahnya tingkat kelahiran dan
Sumber:1. Dinas Perikanan dan Peternakan 2008 2.BPS Prop. KalTeng .Kalteng Dalam Angka 2010.
Tabel 4. Persentase jumlah ternak ruminansia yang dipotong (%) " $ $
$
$
$ $
$
$ $
$ $
$ $
$
# $ $
$
$
Berdasarkan data dalam Tabel 3 dan 4 menunjukkan bahwa jumlah sapi yang dipotong di Kabupaten Barito selatan dari tahun ke tahun (2005 – 2009) menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Namun demikian jumlah populasi sapi yang dikembangkan di Kabupaten Barito Selatan tetap meningkat dari tahun ke tahun, tidak sampai menimbulkan populasi yang negatif (populasi sapi 3071 ekor, sementara yang dipotong 2641 ekor).
!" !
Rata-rata jumlah ternak sapi yang dipotong di Kabupaten Barito Selatan tiap tahun berjumlah 529 ekor, dengan rata-rata perbulan dipotong sebanyak 44 ekor. Dengan masih tingginya angka pemotongan ternak sapi (86,0%), direkomendasikan tingkat pemotongan 12,5%/th (Badan Litbang Pertanian, 2008) menimbulkan perkembangan populasi sapi yang dikembangkan di Kabupaten Barito Selatan menjadi relatif rendah (15,16%). Disamping itu ternak sapi yang dipotong di wilayah penelitian sebagian besar berasal dari luar Kabupaten Barito Selatan yaitu umumnya berasal dari Kalimantan Selatan. Dalam hal ini terjadi suatu kasus yang luar biasa dimana terlihat dalam Tabel 3 dan 4, angka pemotongan ternak sapi di tahun 2008 melampaui target dari jumlah populasi sapi yang dikembangkan di Kabupaten Barito Selatan. Hal ini terjadi karena ternyata banyak sapi-sapi yang dimasukkan ke wilayah penelitian yang khusus untuk dipotong sehingga terlihat seakan akan menurunkan populasi ternak sapi yang dikembangkan di Kabupaten Barito Selatan, padahal dalam kenyataannya tidak berpengaruh terhadap populasi sapi yang dikembangkan, masih terjadi rata-rata kenaikan populasi sekitar 15,16%. Hal ini sesuai dengan pernyataan badan Litbang Pertanian (2008) menurunnya populasi sapi potong salah satunya disebabkan karena jumlah pemotongan dan pengeluaran sapi yang besar. Bila dibandingkan dengan jenis ternak ruminansia lainnya yang dipotong di Kabupaten Barito Selatan, ternak sapi masih dalam kategori yang aman, jika dibandingkan dengan tingkat pemotongan ternak kambing yang meningkat secara tajam (rata-rata 100,59%) sehingga seolah olah populasi ternak kambing menjadi negatif. Dalam kenyataan ternak kambing yang dipotong lebih banyak yang didatangkan dari Propinsi Kalimantan Selatan yang dipersiapkan untuk konsumsi daging kambing yang meningkat. Jika dibandingkan dengan angka pemotongan ternak kerbau memang tingkat pemotongan ternak sapi masih diatas jika dibandingkan dengan ternak kerbau. Hal ini disebabkan karena animo masyarakat untuk mengkonsumsi daging kerbau masih rendah, sehingga tingkat pemotongan ternak kerbau menjadi rendah (rata-rata 0,52%). Jumlah ternak ruminansia yang keluar dari wilayah penelitian Jumlah ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing yang keluar dari wilayah penelitian
#!$" %&&'$
dapat berupa penjualan ternak sapi, kerbau dan kambing yang dibawa keluar daerah atau diluar Kabupaten Barito Selatan. Adapun data jumlah ternak ruminansia (Sapi, Kerbau dan Kambing) yang keluar dari wilayah penelitian tahun 2005 – 2009 yang diolah berdasarkan estimasi persentase terhadap total populasi ternak sapi potong di wilayah Kalimantan Tengah ditampilkan dalam Tabel 5. Besarnya prosentase ini dihitung sebesar 5% untuk ternak sapi potong, 36% untuk ternak kerbau dan kambing 7,7% (BPS Prov KalTeng dalam Survei Rumah Tangga Peternakan 2008). Sedangkan persentase jumlah ternak yang keluar dari wilayah penelitian ditampilkan dalam Tabel 6. Tabel 5. Jumlah ternak ruminansia yang keluar dari wilayah penelitian th 2005 – 2009.
Sumber: BPS Prov Kal Teng hasil dari SPN (Survei Rumah Tangga Peternakan 2008 Prov Kalteng).
Tabel 6. Persentase jumlah ternak ruminansia yang keluar dari wilayah penelitian (%).
"
"
#
$ $ $ $
$ $ $ $
$ $ $ $
$ $ $ $
$ $ $
# $ $ $
$
Berdasarkan data jumlah ternak ruminansia yang keluar dari wilayah penelitian (Tabel 5), dan persentase jumlah ternak yang keluar dari wilayah penelitian (Tabel 6) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan jumlah ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing yang dibawa keluar dari wilayah penelitian dari tahun ke tahun. Banyaknya jumlah ternak ruminansia yang keluar dari wilayah penelitian akan berpengaruh terhadap penurunan populasi ternak yang dikembangkan di wilayah penelitian. Semakin meningkatnya jumlah ternak ruminansia yang keluar dari wilayah penelitian ini lebih banyak diakibatkan oleh permintaan pasar yang terus meningkat setiap tahunnnya. Hal ini perlu adanya pengendalian yang serius
!" !
sehingga ternak-ternak ruminansia yang produktif (betina produktif) dapat dicegah untuk keluar dari wilayah penelitian. Rata-rata persentase jumlah sapi yang keluar dari wilayah penelitian masih menduduki persentase yang lebih tinggi (32,84%) dari pada jenis ternak lainnya(3,74% kebau, 22,37% kambing). Namun perkembangan jumlah ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing yang keluar dari wilayah penelitian setiap tahunnya berkisar antara 18,14% ditahun 2006 sampai 21,43% ditahun 2005. Masih cukup tingginya tingkat pengeluaran ternak sapi dari wilayah penelitian menunjukkan bahwa sapi masih merupakan primadona yang diusahakan oleh peternak yang ada di kabupaten Barito Selatan. Jumlah ternak ruminansia yang masuk ke wilayah penelitian Ternak ruminansia (sapi, kerbau dan kambing) yang masuk ke wilayah penelitian adalah ternak ruminansia yang didatangkan dan dimasukkan ke dalam wilayah penelitian. Data perkembangan ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing yang masuk ke wilayah penelitian ditampilkan dalam Tabel 7. Persentase jumlah ternak ruminasia sapi, kerbau dan kambing yang masuk ke wilayah penelitian ditampilkan dalam Tabel 8. Tabel 7. Pemasukan ternak ruminansia ke wilayah penelitian (ekor).
Sumber: BPS Prov Kalteng dalam rangka Survei Rumah Tangga Peternakan 2008.
Data Tabel 7 dan 8 menunjukan bahwa jumlah ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing yang dimasukkan ke wilayah penelitian kecenderungan meningkat setiap tahunnya. Meskipun peningkatan jumlah ternak ruminansia yang dimasukkan dalam wilayah penelitian tiap tahunnya meningkat tetapi peningkatan ini masih relatif rendah persentasenya. Rendahnya tingkat pemasukan ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing ke wilayah penelitian menunjukkan terhambatnya perkembangan populasi dan
#!$" %&&'$
perkembangan masyarakat peternak yang ada di wilayah Barito Selatan. Kebanyakan ternak ruminansia sapi, kerbau dan kambing yang dimasukkan ke dalam wilayah Barito Selatan bukan untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan populasi/sebagai ternak bibit, tetapi lebih banyak yang berorientasi pada bisnis usaha pemotongan ternak. Hal ini terbukti dengan masih didapati pemasukan ternak yang hanya disediakan untuk dipotong sehingga secara statistik kurang terpantau. Disamping itu pemasukan ternak yang secara berkala ini juga tidak dilaporkan oleh pedagang ternak ke instansi terkait, sehingga sulit untuk mendapatkan jumlah populasi yang tepat. Kebanyakan ternak yang dimasukkan ke wilayah Kabupaten Barito Selatan berasal dari luar wilayah Kalimantan Tengah. Tabel 8. Persentase ternak ruminansia masuk ke wilayah penelitian (%) "
"
#
$ $ $ $
$ $ $ $
$ $ $ $
$ $ $ $
$ $ $ $
# $ $ $
Jumlah rumah tangga peternakan Yang dimaksudkan dengan rumah tangga peternakan adalah rumah tangga yang mengusahakan dan memelihara ternak sebagai usaha pokok maupun usaha sampingan. Usaha pokok adalah seluruh kegiatan usaha digantungkan pada usaha tersebut/sebagai sumber penghasilan utama peternak. Sedangkan usaha sambilan tidak sepenuhnya merupakan sumber penghasilan utama peternak. Hasil survai rumah tangga peternakan yang dilakukan oleh BPS Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2008 mendapatkan di Kabupaten Barito Selatan terdapat 250 keluarga yang mengusahakan ternak sapi potong, 518 keluarga yang mengusahakan ternak kerbau dan 73 keluarga yang mengusahakan ternak kambing. Sedangkan rumah tangga yang memelihara ternak sapi terdapat 546 keluarga, kerbau 564 keluarga dan 579 keluarga memelihara kambing. Mengusahakan berarti menggantungkan hidupnya dari hasil usaha tersebut sepenuhnya. Sedangkan memelihara adalah tidak sepenuhnya
!" !
menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut. Rata- rata kepemilikan ternak sapi dalam usahanya adalah 11,72 ekor/keluarga (populasi 2931 ekor), ternak kerbau adalah 11,08 ekor/keluarga (populasi kerbau 5744 ekor) dan ternak kambing adalah 27,98 ekor (populasi kambing 2043 ekor). Sedangkan keluarga yang memelihara ternak sapi rata-rata mempunyai kepemilikan 5,36 ekor sebanyak 296 keluarga, yang memelihara ternak kerbau rata- rata mempunyai kepemilikan 10,18 ekor sebanyak 46 keluarga dan yang memelihara kambing rata-rata mempunyai kepemilikan 3,52 ekor sebanyak 506 keluarga. Peternak yang berada di wilayah Kabupaten Barito Selatan dapat dikategorikan peternak yang mempunyai skala usaha menengah atau strata III dengan kepemilikan ternak diatas rata-rata 4,20 ekor/peternak (Fatimah 2000). Dari hasil penelitian ini, maka sebaiknya perlu dilakukan sensus ternak di Kabupaten Barito Selatan untuk tahun mendatang. Penelitian lanjutan harus menggunakan parameter yang jauh lebih banyak. Perlu dilakukan upaya intensifikasi ternak ruminansia secara optimal dan peningkatan SDM melalui pelatihan bidang peternakan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan populasi sapi rata rata sebesar 15,16%/th, kerbau 5,93%/th dan kambing 6,07%/th. Rata-rata jumlah sapi yang dipotong sebanyak 528,2 ekor/th, kerbau 15,6 ekor/th dan kambing 1447,2 ekor/th. Rata-rata jumlah ternak sapi yang keluar dari wilayah penelitian sebanyak 196,6 ekor/th, kerbau 118,8 ekor /th, dan kambing 283 ekor/th. Rata-rata jumlah sapi yang dimasukkan ke wilayah penelitian sebanyak 34,4 ekor/th, kerbau 97,2 ekor/th dan kambing 347 ekor/th. Rata-rata jumlah sapi yang diusahakan tiap keluarga adalah sebanyak 11,72 ekor, kerbau 11,08 ekor dan kambing 27,98 ekor. Rata-rata jumlah sapi yang dipelihara tiap keluarga adalah sebanyak 5,36 ekor, kerbau 10,18 ekor dan kambing 3,52 ekor.
#!$" %&&'$
DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2008. Upaya Peningkatan Populasi Sapi Betina Produktif di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Fatimah, S. 2000. Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong di Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Journal Ilmu- Ilmu Peternakan 11 (3) 45 – 49. Kabupaten Barito Selatan. 2010 (http://dayak-baritoselatan.blogspot.com) Siregar. A.R. 1983. Perkembangan Sapi Bali di Daerah Transmigrasi Tulang Bawang. Lampung Utara. Majalah Semi Ilmiah Peternakan dan Kesehatan Hewan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor Vol 1 , No. 1 Juli 1983. Zulbardi Muhammad. 2000. Evaluasi Sumber Daya Fisik Potensial Bagi Perkembangan Ternak Sapi Potong di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung Sumatra Barat. Jurnal Ilmu- Ilmu Peternakan 10 (2) 31 – 36.