PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PROFIL PERTUMBUHAN KALUS DAUN LEMBAGA BIJI TANAMAN JATROPHA CURCAS PADA MEDIA WHITE DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KULTUR JARINGAN
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Christophorus Aditya Nugraha NIM: 028114135
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN “Pergilah ke Rakyat, mulailah dari apa yang mereka punya, bekerjalah bersama mereka, hasilkanlah sesuatu yang berguna bagi mereka, dan apabila mereka sudah mendapatkan atas apa yang mereka butuhkan, biarlah mereka yang berkata : “kami sudah bekerja dan menghasilkan sesuatu bagi kami” (Mao Tse) “Jika anda berpikir ke depan, taburlah benih. Jika anda berpikir 10 tahun ke depan, tanamlah sebatang pohon. Jika anda berpikir 100 tahun ke depan, didiklah Rakyat.” (Kuan Tsu) ”Sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” Sebab, Iman tanpa perbuatan itu kosong. (Mat 25:45)
^âÑxÜáxÅut{~tÇ ~tÜçt~â |Ç| àxÜâÇàâ~M UtÑt~ wtÇ \uâ áxutzt| àtÇwt ~tá|{ wtÇ ut~à|~âA ^xwât tw|~~â? Utçâ wtÇ gÉÑtÇ tàtá áxztÄtÇçtA ctÜt át{tutà çtÇz àxÜ~tá|{A TÄÅtÅtàxÜ~âA UtÇzát wtÇ axztÜt~â. iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) di Indonesia saat ini masih belum digunakan secara luas untuk bahan pengobatan. Masyarakat Indonesia sering menggunakan tanaman ini sebagai antiseptik, laksatif dan purgatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang golongan terpenoid antara kalus hasil budidaya in-vitro dengan biji dari tanaman asalnya. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif dengan rancangan acak lengkap pola searah. Eksplan yang berasal dari daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas ini ditumbuhkan pada media White dengan penambahan zat pangatur tumbuh yakni Naphthaleneacetic acid (NAA) : Benzylaminopurine (BAP) (2:2). Pengamatan dilakukan terhadap waktu inisiasi kalus, ukuran bobot kalus basah awal dan akhir, grafik pertumbuhan dan hasil KLT kalus dengan biji tanaman asalnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu inisiasi kalus pada media White dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2 : 2 (NAA : BAP) yakni 4 hari. Pada hari ke-20 terjadi pertumbuhan maksimum kalus dimana hal ini juga memperlihatkan fase stasioner. Kandungan air dalam kalus menunjukkan peningkatan saat waktu tanam dan mulai tetap pada hari ke-4 hingga ke-32. Kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas memiliki bercak kromatografi lapis tipis yang sama dengan biji tanaman asalnya dengan menggunakan teknik multiple elution sebanyak 3 kali dengan harga Rf pada kalus sebesar 0,275.
Kata kunci
: Jatropha curcas, kalus, kultur jaringan.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT In Indonesia, at present “jarak pagar” (Jatropha curcas) still widely used as a medicine yet. Indonesian people used this plant as an antiseptic, lacsative and also purgative. The goal of this research is to get some information about the comparison of terpenoid between callus from in-vitro cultivation and seed from the original plant. This research was a non-experimental descriptive observation using complete randomly arrangement. And then, the explant from cotyledon of Jatropha curcas seed was planted at White medium with concentration of growth hormone 2: 2 for Naphthalene acetic acid: Benzylaminopurine. The variable of observation for this research are time of initiate callus, weight of callus after planted and after harvest and also Thin Layer Chromatography profile of callus and seed from the plant. The result shows that the time of initiate callus in White medium with the concentration of NAA and BAP (2: 2) are 4 days. At the 20th day there was maximum growth of callus, and it means the stationer phase. The callus water contains get increased when planting and then get stationer from day 4th till 32nd days. The callus from cotyledon of Jatropha curcas has Thin Layer Chromatography spot which is similar with the seed from the plant using multiple elution technique at 3 times with Rf about 0,275.
Keyword
: Jatropha curcas, callus, tissue culture.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih ke Hadirat Sang Pencipta atas segala rahmat tuntunan dan pendampingan serta kasih yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Pertumbuhan Kalus Daun Lembaga Biji Tanaman Jatropha Curcas Pada Media White Dengan Menggunakan Teknik Kultur Jaringan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi. Penelitian hingga tahap penulisan skripsi ini tidak akan dapat selesai, tanpa bantuan serta doa dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Keluarga besar terutama BAPAK dan IBU atas segala doa, nasehat dan pengorbanannya yang telah mendorong dan menyemangati. Bayu dan Topan atas doa, pengertian, bantuan dan selalu mengingatkan hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ignatius Yulius Kristio Budiasmoro, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan banyak masukan pengetahuan, kesabaran dan diskusi dalam membimbing selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia menguji dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt., selaku Dosen Penguji Skripsi yang telah bersedia menguji dan memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Seluruh dosen (khususnya Bpk. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Bpk Dr. Sabikis dan Bpk Dr. Pudjono, S.U., Apt.) dan karyawan (terutama Bpk Kasiran) Fakultas Farmasi atas bimbingan selama 4 tahun ini. 6. Seluruh laboran Fakultas Farmasi, terutama laboran Laboratorium Biologi (Mas Sigit, Mas Wagiran, Mas Andri dan Mas Sarwanto) atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. 7. Teman-teman seperjuangan yang penelitiannya di Laboratorium Kultur Jaringan (Pak Eko, Vicky, Dony, Melisa dan Ancol). Vero, Mina, Ratna dan Christin yang telah bersedia membagikan pengetahuan selama penelitian 8. Tjun Liong S.Farm., dan Valentino Dhiyu Asmoro, S.Farm., yang telah ambil bagian dalam proses dan dinamika melalui diskusi dan debat selama di Fakultas Farmasi serta seluruh teman-teman kelompok E angkatan 2002 atas kebersamaan dan bekerjasamanya dalam segala hal dan teman-teman kelas C yang lain. 9. Sahabat dan teman yang selalu mengingatkan dan mengajarkan arti kedewasaan dan perjuangan. Heni (atas segala dukungan, perhatian dan kasih sayang serta telah memberi “warna dan rasa” hidupku). Tedy, Mbatu, Okhi dan Yoyo (yang telah mengajariku arti sebuah perjuangan untuk berbuat bagi sesama). Teman-teman BEMU 2005, Insadha 2004 dan seluruh civitas akademika Universitas Sanata Dharma (yang telah mendewasakanku untuk mengerti apa arti sebuah kepemimpinan), Bayu, Sumin, Bani, Felix dan Ibu Bapak kost (yang telah bersedia berbagi keceriaan selama berada di kost).
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Bangsa dan Negara Republik Indonesia atas keindahan alam, keanekaragaman hayati dan masyarakat yang plural serta para Pahlawan Nasional (Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, Rm. Magunwijaya dll) yang telah memberikan inspirasi bagiku. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung, membantu dan mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Hyang Maha Kuasa selalu memberikan dan membalas rahmat kasih, kebaikan dan ketulusan yang telah dirasakan penulis selama ini. Dalam penelitian dan penulisan Skripsi ini masih banyak kekurangan yang masih harus diperbaiki. Maka dari itu, penulis masih mengharapkan banyak masukan saran dan kritik demi kesempurnaan karya skripsi ini sehingga dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat luas.
Yogyakarta, 10 Februari 2007
Penulis.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………. iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………. v INTISARI…………………………………………………………................... vi ABSTRACT……………………………………………………………………. vii KATA PENGANTAR…………………………………………….................... viii DAFTAR ISI…………………………………………………………………... xi DAFTAR TABEL……………………………………………………………... xvi DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. xvii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. xviii BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang……………………………………………......................... 1 B. Permasalahan…………………………………………………................... 2 C. Keaslian Penelitian…………………………………………….................. 3 D. Manfaat Penelitian……………………………………………................... 3 E. Tujuan Penelitian…………………………………………......................... 4 BAB II. PENELAHAAN PUSTAKA A. Tanaman Jatropha curcas………………………………………………... 5
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Nama daerah……………………………………………………………… 5 2. Nama ilmiah……………………………………………………………… 5 3. Morfologi………………………………………………………………… 5 4. Kandungan kimia…………………………………………….................... 7 5. Khasiat dan Kegunaan……………………………………….................... 8 B. Terpenoid ………………………………………………………………... 10 C. Kultur Jaringan Tanaman…………………………………………………12 1. Kultur jaringan…………………………………………………………… 12 2. Kalus………………………………………………………....................... 14 3. Eksplan………………………………………………………………….... 15 4. Menabur eksplan…………………………………………………………. 16 5. Sub kultur…………………………………………………........................ 18 6. Pertumbuhan kalus……………………………………………………….. 18 D. Media Kultur Jaringan……………………………………………………. 19 1. Unsur makro………………………………………………….................... 20 2. Unsur mikro……………………………………………………………… 21 3. Vitamin………………………………………………………................... 22 4. Zat pengatur tumbuh dan hormon......…………………………................. 23 5. Bahan pemadat media…………………………………………................. 25 6. Sukrosa………………………………………………………………….... 26 7. Lingkungan……………………………………………………................. 26 E. Sterilisasi ……………………………………………………................... 28 F. Kromatografi Lapis Tipis………………………………………………... 31
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Fase diam………………………………………………………………… 32 2. Fase gerak………………………………………………………………... 33 3. Penempatan cuplikan………………………………………….................. 33 4. Elusi……………………………………………………………………… 34 5. Deteksi…………………………………………………………………… 34 6. Penilaian kromatografi…..…………………………………….................. 35 G. Keterangan Empiris.……………………………………………………… 37 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………. 38 B. Definisi Operasional….………………………………………………….. 38 C. Bahan dan Alat……….………………………………………………….. 39 1. Bahan…………………………………………………………………….. 39 2. Alat……………………………………………………………................. 41 D. Tata Cara Penelitian….………………………………………………….. 42 1. Determinasi tanaman…………………………………………………….. 42 2. Pemilihan eksplan………………………………………………………... 42 3. Pengumpulan bahan……………………………………………………… 42 4. Pembuatan stok…………………………………………………………... 43 5. Pembuatan media……………………………………………………….... 44 6. Sterilisasi…………………………………………………………………. 45 7. Penanaman eksplan……………………………………………………..... 46 8. Inisiasi kalus…………………………………………………………….... 47 9. Subkultur…………………………………………………………………. 47
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10. Pemanenan kalus…………………………………………………………. 48 11. Analisis pertumbuhan kalus…………………………………………….... 48 12. Pembuatan serbuk………………………………………………………... 49 13. Uji KLT ekstrak kalus daun lembaga dan biji tanaman Jatropha curcas.. 50 E. Analisis Hasil…………………………………………………………….. 51 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Jatropha curcas…...……………………………… 52 B. Penentuan Eksplan………………………………………………………... 52 C. Waktu Inisiasi Kalus..…………………………………………………….. 55 D. Deskripsi Kalus………………………………………………………….... 57 E. Subkultur………………………………………………………………….. 59 F. Analisis Profil Pertumbuhan Kalus……………………………………….. 60 1. Pola pertumbuhan kalus…………………………………………………... 60 2. Persen kadar air...………………………………………………………..... 62 G. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk…………………………………….... 64 H. Kromatografi Lapis Tipis………………………………………………..... 66 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 76 B. Saran…………………………………………………………………........ 76 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………........ 78 LAMPIRAN…………………………………………………………………... 81 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………... 89
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I.
Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : methanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5% di semprot dengan reagen vanillin-sulfat........................................ 70
Tabel II.
Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : methanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5% di semprot dengan reagen antimon-triklorida ................................ 72
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Foto pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu………………. 58
Gambar 2.
Pola pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu……………….. 60
Gambar 3.
Persen kadar air………..……………………………………... 63
Gambar 4.
Struktur isoprene……………………………………………... 68
Gambar 5.
Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah di semprot dengan reagen vanillin-sulfat…………………….. 74
Gambar 6.
Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah di semprot dengan reagen antimon-triklorida………………... 75
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Surat determinasi tanaman…………….………………….….. 81
Lampiran 2.
Foto-foto hasil penelitian……………………………….……. 82
Lampiran 3.
Komposisi media white………………………………….….... 86
Lampiran 4.
Hasil penimbangan pemanenan kalus dari hari ke hari............. 87
Lampiran 5.
Persen kadar air......................................................................... 88
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian besar penelitian untuk mengeksplorasi
budidaya
tanaman
Jatropha
curcas
khususnya
dengan
menggunakan metode kultur jaringan. Pengembangan budidaya tanaman Jatropha curcas ini dilakukan dalam rangka penggunaannya sebagai tanaman obat. Jatropha curcas berpotensi menghasilkan jenis metabolit sekunder yang bermanfaat dalam bidang farmasi salah satunya yakni terpenoid yang dapat digunakan sebagai bahan anti-bakteri (Roberto Can Aké, dkk, 2004). Masyarakat Indonesia biasanya menggunakan daun tanaman ini untuk penyakit eksim, jamur dan mencegah masuk angin bagi bayi. Untuk membudidayakan kalus tanaman Jatropha curcas yang nantinya dapat menghasilkan terpenoid yang diharapkan, maka digunakan dua macam ZPT yakni Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) merupakan golongan hormon sintetis (zat pengatur tumbuh) dimana NAA mempunyai fungsi untuk menginisiasi dan BAP untuk mendorong pertumbuhan kalus. NAA merupakan golongan ZPT auksin sedangkan BAP adalah golongan ZPT sitokinin. NAA dan BAP mempunyai kelebihan dibandingkan dengan ZPT golongan auksin dan sitokinin yang lain, diantaranya yaitu NAA dan BAP relatif tahan terhadap pemanasan terutama saat proses sterilisasi media, sifat kimia NAA dan BAP stabil
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
terhadap penguraian yang dilakukan oleh enzim-enzim yang dikeluarkan oleh sel (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Profil pertumbuhan kalus merupakan salah satu parameter untuk mengetahui fase pertumbuhan dari kalus yang sedang dikulturkan yakni fase lag, eksponensial dan penuaan (George dan Sherrington, 1984). Pengolahan kultur kalus dengan menggunakan sistem bioreaktor memerlukan profil pertumbuhan kalus untuk mengetahui waktu yang tepat saat pemanenan ataupun penggantian media kultur sehingga metabolit sekunder yang dihasilkanpun dalam keadaan optimal (Misawa, M., 1994). Dalam dunia kefarmasian, teknik kultur jaringan sangat bermanfaat dalam produksi metabolit sekunder yang bernilai ekonomi dengan cara mengambil metabolit sekunder yang dihasilkan dengan melakukan pada suatu bioreaktor dimana sistem ini dapat menghasilkan sejumlah besar metabolit sekunder dalam waktu yang singkat (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Biji tanaman ini mengandung banyak terpenoid (Sinaga, 2005) sehingga daun lembaga biji digunakan sebagai eksplan untuk dikembangkan secara kultur jaringan. Media White merupakan medium dasar dengan konsentrasi garamgaram mineral yang rendah dimana tanaman berkayu lebih suka media yang berkonsentrasi rendah (Rao dan Lee cit Katuuk, 1979).
B. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah potongan daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
2. Seperti apakah profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha
curcas
dalam
media
White
dengan
konsentrasi
tertentu
Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) ? 3. Apakah kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas mengandung golongan terpenoid yang sama dengan biji tanaman asalnya?
C. Keaslian penelitian Sejauh pengamatan peneliti hingga penelitian ini disusun, belum ada penelitian tentang profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas L. pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan.
D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat membantu pengembangan ilmu farmasi khususnya mengenai kultur kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas untuk menghasilkan metabolit sekunder yang diinginkan yakni golongan terpenoid. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana informasi untuk memproduksi metabolit sekunder daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas secara cepat dan efisien dengan menggunakan teknik kultur jaringan yakni dengan menggunakan sistem bioreaktor.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan teknik kultur jaringan pada daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas. 2. Tujuan khusus Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui bahwa daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan. b. Mengetahui bentuk profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha
curcas
dalam
media
White
dengan
konsentrasi
tertentu
Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) c. Membandingkan hasil KLT kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas dengan biji tanaman asalnya untuk mengetahui kesamaan kandungan golongan terpenoidnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Uraian Tanaman Jatropha curcas L.
1. Nama daerah Nawaih nawas (Aceh); Jarak kosta (Melayu); Jirak (Minangkabau); Jarak gundul, Jarak iri, Jarak pager, Jarak cina (Jawa); Bintalo (Gorontalo); Bindalo (Buwol, Sulawesi); Malate, Maka male (Seram) (Sinaga, 2005). 2. Nama ilmiah Tanaman Jatropha curcas termasuk dalam familia Euphorbiacea. Genus dari tanaman ini adalah Jatropha L. (Anonim, 2005a). 3. Morfologi Jatropha curcas sangat baik untuk beradaptasi pada daerah dengan kondisi yang kering atau kurang subur. Pertumbuhan Jatropha curcas yang baik justru pada daerah yang panas yaitu pada daerah tropis. Jatropha curcas ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi iklim dan tidak sensitif terhadap lama waktu penyinaran matahari. Tanaman ini merupakan spesies yang sangat mudah untuk beradaptasi, namun ketangguhan tanaman ini berasal dari kemampuannya untuk dapat tumbuh pada lahan kritis dan kondisi iklim yang kering (Anonim, 2005a). Tanaman Jatropha curcas merupakan tanaman perdu atau pohon kecil, bercabang-cabang tidak teratur, tinggi sekitar 1–7 meter. Batangnya berkayu, silindris, bercabang, berkulit licin, memiliki tonjolan-tonjolan bekas tangkai daun
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
yang gugur. Bila dipatah-patahkan atau terluka, batangnya akan mengeluarkan getah putih, kental dan agak keruh (Sinaga, 2005). Tanaman ini merupakan tanaman berdaun tunggal, tersebar di sepanjang batang. Permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau, tetapi permukaan bawah lebih pucat dari permukaan atas. Daun lebar, berbentuk jantung atau bulat telur melebar, dengan panjang dan lebar hampir sama, yaitu sekitar 5–15 cm. Helai daun bertoreh, berlekuk bersudut 3 atau 5. Pangkal daun berlekuk dan ujung dari pangkal daun meruncing. Tulang daun menjari dengan 5–7 tulang utama. Tangkai daun panjang, sekitar 4–15 cm (Sinaga, 2005). Tanaman ini mempunyai bunga majemuk bentuk malai, berwarna kuning kehijauan, berkelamin tunggal, berumah satu. Baik bunga jantan maupun betina Jatropha curcas ini tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau di ketiak daun. Jatropha curcas memiliki bunga dengan kelopak 5 buah berbentuk bulat telur, panjang sekitar 4 mm. Benang sari dari tanaman Jatropha curcas mengelompok pada pangkal, warna kuning. Jatropha curcas pada tangkai putik berukuran pendek berwarna hijau, dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning. Mahkota pada putik Jatropha curcas berjumlah 5 buah, berwarna agak keunguan (Sinaga, 2005). Buah Jatropha curcas ini berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2–4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika sudah masak. Buah tanaman ini terbagi menjadi 3 ruang, masing-masing ruang berisi satu biji (Sinaga, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
Ketika biji Jatropha curcas sudah masak ditandai dengan adanya perubahan warna dari hijau menjadi kuning, sekitar 2 hingga 4 bulan dari masa fertilisasi. Lapisan kulit yang tipis hitam tersebut didalamnya terdapat biji Jatropha curcas (Anonim, 2005b), tiap buah terdapat 3 biji, berbentuk elips, ruang biji berbentuk segitiga elips, 1.5-2 x 1-1.1 cm (Anonim, 2005a). Biji berbentuk bulat telur memanjang agak bengkok. Sisi cekung dibagi dua di tengah oleh rafe. Panjang 1.5 cm sampai 2 cm, diameter 10 mm hingga 12 mm. Pada pangkal biji terdapat tonjolan seperti karunkula. Kulit luar biji (testa) agak rapuh, warna hitam, tidak rata, agak kasar. Kulit dalam (tegmen) berwarna putih, tipis berkerut dan beralur-alur. Inti biji berwarna putih sampai kekuning-kuningan. Lembaga berupa selaput tipis yang lebar, terdapat di antara keping biji (Anonim, 1995a). 4. Kandungan kimia Pada genus Jatropha secara keseluruhan mempunyai senyawa metabolit sekunder lainnya yakni lignan, diterpen, triterpen dan peptida siklik (Roberto et all, 2004). Tanaman Jatropha curcas mengandung bahan kimia diantaranya triakontranol, kaempesterol, stigmasterol, iteksin, dan asam sianida (HCN). Pada daun tanaman ini mengandung saponin, flavonoida, tannin, terpenoid dan senyawa polifenol. Sedangkan batang tanaman ini mengandung sponin, flavonoida, tannin dan senyawa–senyawa polifenol. Getah Jatropha curcas mengandung tannin 11–18 persen. Pada bagian biji tanaman Jatropha curcas mengandung berbagai senyawa alkaloid, saponin, terpenoid dan sejenis protein beracun yang disebut kursin (Sinaga, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
5. Khasiat dan kegunaan Berdasarkan jurnal yang diacu dalam penelitian ini dikatakan bahwa terpenoid yang berasal dari daun dan akar tanaman jarak dapat digunakan sebagai bahan anti-bakteri (Roberto Can Aké, dkk, 2004). Bagian dari akar, batang, daun dan buah dari tanaman ini sudah digunakan secara luas pada pengobatan tradisional di banyak daerah belahan Afrika barat. Biji dari Jatropha curcas sudah digunakan sebagai bahan purgatif, anti-helmantik, dan baik digunakan untuk mengatasi penyakit kulit, asam urat, ascites dan paralisis. Minyak dari biji tanaman ini sudah digunakan sebagai bahan tambahan pada terapi penyakit rematik, gatal-gatal dan penyakit parasit kulit serta terapi pada demam, jaundice dan gonorrhoea, sebagai diuretik dan larutan penyegar mulut. Pada beberapa daerah tertentu di Afrika, masyarakat mengunyah biji untuk mendapatkan efek laksatif. Biji Jatropha curcas juga sudah mulai disarankan dalam pengobatan sebagai bahan chemotherapeutic yang tersedia pada dosis non-letal (Adam, 1974). Keadaan ini mungkin dilaporkan karena biji Jatropha curcas mempunyai aktivitas anti-helmantik. Terdapat laporan dari Gabon bahwa 1-2 buah biji cukup untuk mempunyai aktivitas sebagai bahan purgatif; bila dosis ditingkatkan maka dapat mengakibatkan kematian (Anonim, 2003). Penyebab kematian diantaranya disebabkan oleh adanya senyawa toksik yakni cursin dengan cara merusak dinding pembuluh darah (Perry dan Metzger, 1980). Getah dari Jatropha curcas diaplikasikan secara langsung pada luka dan bahan pembalut luka serta sebagai bahan astrigen untuk membersihkan mulut, gusi dan terapi luka pada lidah dan mulut. Di Nigeria batang digunakan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
cara dikunyah. Getah mempunyai daya antibiotik melawan Candida albicans, Escherichia
coli,
Klebsiella
pneumoniae,
Staphylococcus
aureus
dan
Streptococcus pyrogens. Selain itu juga mempunyai efek sebagai bahan antikoagulasi pada darah (Anonim, 2005a). Getah dari Jatropha curcas mengandung sebuah alkaloid yang dikenal dengan sebutan jatrophine, dimana dipercayai mempunyai efek anti-kanker. Juga digunakan secara eksternal pada penyakit kulit dan rematik serta luka terbuka pada daerah tertentu (Anonim, 2006b). Getah juga digunakan secara topikal untuk bee dan wasp stings (Duke, 1983). Ekstrak metanol dari daun Jatropha curcas menghasilkan perlindungan pada kultur sel lymphoblastoid manusia melawan efek sitopatik dari plasma HIV. Infusa daun digunakan sebagai bahan diuretik, untuk mandi, terapi batuk, dan sebagai terapi konvulsan serta penangkal serangan penyakit. Daun juga digunakan untuk terapi jaundice, demam, sakit rematik, cacingan dan pertumbuhan janin yang buruk pada ibu hamil. Daun memproduksi getah yang mempunyai efek haemostasis; daun ini digunakan untuk membungkus luka. Di Ghana, abu bakaran daun diaplikasikan melalui injeksi rektal untuk terapi haemorrhoids (Anonim, 2005a). Akar dari Jatropha curcas memperingan pembengkakkan akibat tetanus dan rasa sakit akibat luka, disentri dan jaundice. Dilaporkan bahwa akar digunakan sebagai bahan anti-bisa dari gigitan ular. Akar juga digunakan dalam bentuk sediaan dekok yang mempunyai fungsi sebagai cairan penyegar mulut yang biasanya dicampurkan pada permen karet dan pasta gigi. Selain itu juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
digunakan untuk mengobati penyakit skabies, cacing pita dan eksim (Duke, 1983).
B.
Terpenoid
Terpen merupakan senyawa hasil kondensasi linear asam asetat dengan dua atom karbon. Asam asetat melalui berbagai cara akan menjadi asam malonat yang akhirnya akan menjadi beberapa senyawa terpen. Senyawa ini banyak terdapat dalam berbagai jenis tanaman sebagai komponen minyak atsiri. Terpen merupakan senyawa hidrokarbon jenuh atau tidak jenuh dengan jumlah atom karbon (C) kelipatan 5 (Soemarno cit. Mursyidi, 1990). Menurut Soemarno (cit. Mursyidi, 1990), istilah terpen kemudian diganti dengan terpenoid mengingat senyawa hidrokarbon tersebut mempunyai gugus fungsional yang mengandung atom O dan diketahui bahwa biosintetik terpenoid merupakan polimerisasi senyawa isopren. Terpenoid biasanya digolongkan menjadi : 1. Monoterpenoid dengan jumlah atom C = 10. 2. Seskuiterpenoid dengan jumlah atom C = 15. 3. Diterpenoid dengan jumlah atom C = 20. 4. Sesterpenoid dengan jumlah atom C = 25. 5. Triterpenoid dengan jumlah atom C = 30. 6. Tetraterpenoid dengan jumlah atom C = 40. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Kadang-kadang minyak atsiri terdapat di dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
sel kelenjar khusus pada permukaan daun, sedangkan karotenoid terutama berhubungan dengan kloroplas didalam daun dengan kromoplas di dalam daun bunga (petal). Biasanya ekstraksi terpenoid dari jaringan tanaman dilakukan dengan cara memakai petroleum eter, eter atau kloroform dan dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina. Pemeriksaan golongan terpenoid dilakukan dengan cara dilakukan penyemprotan dengan asam sulfat pekat dan kemudian diteruskan dengan pemanasan (Harbone, 1987). Banyak jenis macam terpenoid sudah diidentifikasi dan diketahui peran aktif dalam berbagai macam tanaman. Sifat yang cukup kelihatan yaitu dalam mengatur pertumbuhan. Dua dari golongan utama pengatur tumbuh ialah seskuiterpenoid absisin dan giberelin yang mempunyai kerangka dasar diterpenoid. Selain itu golongan karotenoid juga turut berperan bagi tanaman yakni sebagai pigmen pembantu pada fotosintesis. Golongan terpenoid lain yang turut membantu tanaman yakni mono- dan seskuiterpen dimana berfungsi untuk memberi bau dan wangi khas yang sudah diketahui (Harbone, 1987). Masih dalam dugaan bahwa terpenoid ini turut berperan pada antaraksi antara tanaman dengan hewan, misalnya sebagai alat komunikasi dan pertahanan pada serangga. Pada suatu terpenoid tertentu yang tidak mudah menguap telah diimplikasikan sebagai hormon kelamin pada fungus (Harbone, 1987). Terpenoid diminati untuk diteliti lebih jauh yakni untuk mengetahui sejauh mana peran terpenoid sebagai pelindung terhadap serangga yang pada akhirnya dapat dikembangkan sebagai bahan penolak serangga bagi manusia (Robinson, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Pada golongan diterpenoid, perhatian besar telah diberikan kepada segolongan ester diterpenoid rumit yang diisolasi dari tanaman sekeluarga Euphorbiaceae yang mempunyai aktivitas sebagai antimikrobial, anti tumor karena efek sitotoksiknya (Roberto et all, 2004), antileukimia dan senyawa pengiritasi kulit kuat yang pada akhirnya juga sangat bermanfaat sebagai bahan penelitian sebagai kontrol positif terhadap proses iritasi kulit dan tentunya juga tingkat iritasi ini telah di standarisasi terlebih dahulu (Robinson, 1991). Manusia telah melakukan penelitian dan pengembangan terpenoid dalam rangka untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat terutama digunakan sebagai tanaman obat-obatan. Diantaranya telah menunjukkan berbagai macam aktivitas fisiologis manusia yakni gangguan menstruasi, malaria, kerusakan hati, fungisida, patukan ular, diabetes dan sebagainya (Robinson, 1991).
C.
Kultur Jaringan Tanaman
1. Kultur jaringan Jenis pembiakan secara vegetatif yang paling mutakhir dan terus dikembangkan adalah kultur jaringan. Menurut Suryowinoto (1991) cit Katuuk (1989), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan adalah membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil atau planlet yang mempunyai sifat seperti induknya dalam lingkungan aseptis. Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel yang dikemukakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom yaitu kemampuan tiap sel untuk tumbuh tanpa harus berdiferensiasi namun tiap sel tadi secara otomatis terkarakterisasi untuk tumbuh menjadi organ baru bagi tanaman; bahkan memiliki kemampuan totipotensi (Hendaryono dan Wijayani, 1994) yakni kemampuan tiap sel, darimana saja bagian sel itu diambil dan apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Suryowinoto, 1991 cit Hendaryono dan Wijayani 1994). Kultur jaringan merupakan salah satu jenis pembiakan vegetatif dan termasuk dalam kultur in vitro (Katuuk, 1989). Dari teori sel Schleiden dan Schwann, umumnya kemampuan totipotensi ini lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang juvenil, muda, dan banyak dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman (Santoso dan Nursandi, 2002). Sebab, jaringan meristem keadaannya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Macam-macam jenis kultur jaringan yang telah berkembang dan digunakan secara luas saat ini antara lain : kultur meristem yaitu budidaya jaringan dengan menggunakan eksplan dari jaringan muda atau meristem; kultur pollen yaitu kultur jaringan dengan menggunakan eksplan dari pollen atau benang sari; kultur protoplas yaitu kultur jaringan dengan menggunakan eksplan dari protoplas, dimana protoplas itu sendiri yakni sel hidup yang telah dihilangkan dinding selnya; kultur kloroplas yaitu kultur jaringan dengan menggunakan kloroplas untuk keperluan fusi protoplas (memperbaiki sifat tanaman dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
membuat varietas baru); Silangan protoplas/fusi protoplas yaitu menyilangkan dua macam protoplas menjadi satu, kemudian dibudidayakan sampai menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat baru (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Budidaya meristem atau embrio bertujuan untuk menumbuhkan kalus dari eksplan yang ditanam. Eksplan merupakan potongan jaringan atau organ yang dikulturkan (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Katuuk, 1989 ). Beberapa keunggulan pembiakan vegetatif melalui kultur jaringan adalah dapat memperbanyak dengan cepat kultivar hibrida baru yang berasal dari satu sel untuk kegunaan komersil, dapat menciptakan tanaman baru bebas dari penyakit yang disebabkan oleh virus, dapat memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak dengan memakai biji, dapat memperoleh tanaman induk yang sama sifat genetiknya dalam jumlah yang banyak, dan dapat menghasilkan tanaman baru sepanjang tahun (Katuuk, 1989). 2. Kalus Kalus sebenarnya adalah proliferasi massa jaringan yang belum terdiferensiasi. Massa sel ini terbentuk pada seluruh permukaan irisan eksplan, sehingga semakin luas permukaan irisan eksplan semakin cepat dan semakin banyak kalus yang terbentuk. Dengan pengambilan metabolit sekunder dari kalus, biasanya malah dapat diperoleh kandungan lain yang lebih banyak jenisnya, karena seringkali timbul zat-zat terpenoid atau persenyawaan-persenyawaan lainnya yang sangat berguna khususnya dalam bidang pengobatan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Teknik kultur jaringan dicirikan oleh kondisi kultur aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan ZPT (Zat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
Pengatur Tumbuh), serta kondisi ruang kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol (Yustina, 2003). Kumpulan sel pada kalus ini belum diketahui jelas apa fungsinya. Kalus yang terbentuk ini diharapkan terjadi morfogenesis dengan cara pengkulturan yang berulang-ulang dari media lama ke media yang baru. Teknik pemindahan eksplan ini disebut subkultur (Hendaryono dan Wijayani, 1994; Katuuk, 1989). Benzilaminopurin (kelompok sitokinin) dan Naftalen Asam Asetat (kelompok auksin sintesis) merupakan dua kelompok ZPT yang sering ditambahkan dalam media kultur. Penggunaan bersama kedua jenis ZPT ini dapat memberikan pengaruh interaksi terhadap diferensiasi jaringan. Kombinasi ZPT antara sitokinin group dengan auksin group dengan metode Mohr merupakan kunci keberhasilan dalam kultur jaringan. Metode ini bertujuan untuk mengetahui berapa dosis kombinasi ZPT auksin dan sitokinin yang dapat memberikan pertumbuhan yang paling baik terhadap eksplan yang digunakan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 3. Eksplan Eksplan adalah bagian tanaman yang sesuai, yang kemudian dijadikan semacam benih untuk membentuk pertumbuhan selanjutnya (Wetherell, 1982). Besarnya ukuran eksplan yang ditanam dalam beberapa kasus menentukan terbentuknya kalus atau tidak. Eksplan yang berukuran kecil akan cenderung kalus, sedangkan eksplan yang ukurannya lebih besar potensial untuk bermorfogenesis (Bionde dan Thorpe, 1981).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Menurut Soegihardjo (1990), bahan eksplan dapat dipilih sebagai berikut dengan tumbuhan yang dimaksud : a. Gymnospermae : tunas kecambah steril atau bagian floem b. Graminal : lembaga, mesokotil, akar atau bagian batang c. Dicotyledoneae : kecambah steril (akar, hipokotil, keping biji), batang, umbi dan daun d. Zingiberaceae dapat digunakan rimpang muda yang bertunas atau biji. Menurut George dan Sherington (1984), semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemungkinan eksplan akan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu perlu dicari ukuran eksplan yang minimun dan efektif. Eksplan yang terlalu kecil tidak akan tumbuh secepat eksplan yang ukurannya terlalu besar. Biasanya eksplan yang terlalu kecil daya tahannya kurang. Ukuran yang paling baik adalah jika sel berjumlah sekitar 20.000-25.000 buah (Thorpe cit. Katuuk, 1989). Macam
eksplan,
ukuran,
umur
mempengaruhi
berhasil
tidaknya
kultur
dan
cara
jaringan
pembudidayaan tanaman
dan
akan apakah
morfogenesis akan dapat diimbas dari kultur jaringan tanaman tersebut. Aturan sederhana yang mungkin dapat digunakan sebagai pegangan adalah bahwa kita harus menggunakan tanaman sumber eksplan yang sehat dan tumbuh kuat, memilih jaringan yang muda dan menggunakan eksplan yang cukup besar (Whetherell, 1982).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
4. Menabur eksplan Menabur eksplan dilakukan didalam laminar air flow dengan kondisi aseptik. Sebelum kita bekerja di dalam laminar air flow ini, semua perhiasan yang digunakan seperti cincin, jam tangan dan sebagainya harus dilepas, dan tangan harus dibasuh dahulu dengan alkohol 70%. Dalam menabur eksplan, pekerja harus menggunakan masker penutup mulut atau hidung (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Penanaman eksplan atau penaburan eksplan dilakukan secara aseptik pada media padat dan ditekan pelan-pelan agar terjadi persinggungan yang baik antara eksplan dan media. Selanjutnya media ditutup dengan penutup botol media eraterat untuk mencegah penguapan dan inkubasi dilakukan ditempat gelap dengan penyinaran pada suhu (25±3)0C (Dixon, 1985). Untuk eksplan yang berupa daun diletakkan telungkup atau telentang, tetapi berdasarkan pengalaman posisi terbaik adalah bagian dorsal menghadap ke atas atau ditelungkupkan. Untuk batang atau tunas yang melekat di batang (cabang) ditancapkan atau diletakkan horisontal. Eksplan yang berupa kepingan atau irisan tipis dapat diletakkan sedemikian rupa sehingga bagian permukaan yang luas melekat erat pada media (Soegihardjo, 1990). Beberapa hari kemudian akan terbentuk kalus pada permukaan eksplan. Terbentuknya kalus karena pembelahan sel yang cepat dari sel-sel tanaman. Kalus juga terbentuk karena adanya luka dari bagian tanaman (George dan Sherrington, 1984).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
5. Subkultur Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) sub kultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat dipenuhi. Dengan pertumbuhan kalus pada tempat yang tertutup, lama kelamaan akan dapat menyebabkan terjadinya akumulasi dari metabolit toksis serta dapat menyebabkan pengeringan dalam media sehingga dapat pecah. Cara pemindahan dilakukan dengan cara memindahkan kalus ke media baru (segar) dalam keadaan aseptik (Soegihardjo, 1989). Subkultur dilakukan setiap 4 minggu untuk media yang tersedia 30 ml. Pada dasarnya pemindahan kalus sangat beragam tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus (Soegihardjo, 1989). 6. Pertumbuhan kalus Mulai dari waktu subkultur atau penaburan inokulum, ada tiga tahap perkembangan dari kalus, yaitu induksi pembelahan sel, tahap pembelahan sel aktif dan tahap pembelahan sel lambat atau sel berhenti membelah. Laju pertumbuhan kalus biasanya ditetapkan secara kuantitatif dengan parameter indeks pertumbuhan atau pertambahan bobot kalus basah. Pertambahan bobot kalus basah merupakan selisih antara bobot kalus basah pada periode tertentu dikurangi bobot kalus mula-mula atau bobot inokulum. Selanjutnya dari kurva pertumbuhan kalus yang menyatakan hubungan antara pertumbuhan bobot kalus basah dengan umur kalus dapat diketahui fasefase pertumbuhan kalus antara lain :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
a. fase lag, yaitu fase dimana belum terjadi pertumbuhan kalus secara nyata. Ini terjadi beberapa waktu setelah kalus di subkultur serta merupakan masa adaptasi kalus dengan media yang baru. Pada fase ini pertambahan bobot kalus hanya sedikit dan hampir terlihat mendatar pada kurva. b. fase eksponensial, yaitu fase dimana mulai terjadi pertumbuhan kalus. Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata dan diikuti fase linier dimana pertumbuhan kalus terus menaik secara eksponensial seperti garis lurus ke atas dan berhenti. c. fase penuaan, yaitu fase dimana pertumbuhan kalus mulai menurun dan menjadi berhenti. Kalus tidak dapat tahan hidup pada fase ini dalam waktu yang lama. Sel-sel mulai mati media pertumbuhan kelebihan muatan dan nutrien telah habis digunakan, sehingga kematian sel menjadi lebih cepat (George dan Sherrington, 1984).
D.
Media Kultur Jaringan
Nutrisi atau unsur- unsur yang dibutuhkan oleh jaringan tanaman dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Garam-garam anorganik yang dibedakan lagi menjadi dua, yaitu unsur makro (unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar) dan unsur mikro (unsur yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi harus tersedia). Jenis- jenis yang termasuk unsur makro adalah Nitrogen, Fosfor, Kalium, Sulfur, Kalsium, dan Magnesium. Sedangkan unsur mikro meliputi Klor, Mangan, Besi, Tembaga, Seng, Bor, dan Molibdenum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
b. Garam- garam organik yang terdiri dari sukrosa, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (ZPT). 1. Unsur makro Kegunaan masing-masing unsur makro yang diperlukan bagi tumbuhan untuk dapat bertahan hidup dan mendukung pertumbuhannya akan dijabarkan berikut ini : a. nitrogen (N). Nitrogen berpengaruh dalam menaikkan daya tumbuh tanaman. Unsur ini sangat penting dalam proses pembentukan klorofil, terpenoid, asam inti, beberapa hormon tumbuhan serta asam amino. Bila tanaman kekurangan nitrogen, akan terlihat pada warna daun yang ada yakni menguning, sedangkan bila terlalu banyak menyebabkan perkembangan vegetatif akan lebih besar daripada perkembangan buah. Sumber nitrogen pada media kultur berasal dari amonium (NH4+) dan yang paling penting nitrat (NO3-). Jumlah amonium yang digunakan berkisar 2-8 mM sedang nitrat sekitar 25-40 mM. b. fosfor (P). Dalam jaringan meristematik serta daerah yang cepat pertumbuhan biasanya banyak terdapat fosfor. Terlalu banyak fosfor dalam media dapt menghambat pertumbuhan eksplan. Hal ini disebabkan oleh adanya persaingan penyerapan unsur lainnya seperti seng (Zn), besi (Fe) dan tembaga (Cu). Sumber fosfor dalam media diberikan dalam bentuk natrium hidrofosfat (NaH2PO4.H2O) atau kalium hidrofosfat (KH2PO4). c. potasium (K). Potas adalah unsur yang berguna untuk pembelahan sel, sintesa karbohidrat dan protein, pembuatan klorofil serta untuk mereduksi nitrat. Potas harus diberikan dalam media dengan konsentrasi 20 mM malah adakalanya dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
melebihi lagi. Bentuk ikatan potasium yang banyak digunakan dalam media kultur yakni KNO3 dan KH2PO4. d. magnesium (Mg). Magnesium adalah elemen utama dalam molekul klorofil. Selain itu magnesium bekerja sebagai aktivator enzim. Dalam media kultur sering diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O. e. belerang (S). Belerang terdapat dalam beberapa molekul protein, berguna untuk perkembangan akar. Belerang diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O atau {Ca(NO3)2.4H2O}. 2. Unsur mikro Kegunaan masing-masing unsur mikro yang diperlukan bagi tumbuhan untuk dapat bertahan hidup dan mendukung pertumbuhannya akan dijabarkan berikut ini : a. besi (Fe). Besi berperan dalam sintesis klorofil. Dalam media kultur zat besi terlebih dahulu dicampurkan dengan EDTA (Asam Etilen Diamin Tetraasetik). Zat besi tidak boleh dicampurkan secara langsung ke dalam media dikarenakan sifat zat besi yang tidak mudah larut sehingga dapat menimbulkan endapan. b. mangan (Mn). Pada tanaman yang tumbuh di tanah, kekurangan mangan dapat menyebabkan klorotik (tanaman berwarna pucat) dan sering menunjukkan bintikbintik hitam yang tidak lain adalah kematian setempat. Dalam media kultur jaringan, unsur ini berguna untuk membentuk membran kloroplas. c. boron (B). Memegang peranan penting dalam perombakan gula. Media kultur yang kekurangan boron dapat mengakibatkan sintesa sitokinin dalam media terganggu. Bila kebanyakan boron dapat mengakibatkan tanaman mati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
d. seng (Zn). Seng merupakn unsur yang penting dalam pembentukan protoplas. Tanaman yang berkecukupan seng mampu memproduksi auksin IAA endogenous. e. kobalt (Co). Kegunaan kobalt dalam kultur jaringan adalah untuk pembentukan asam inti dan juga untuk mengikat unsur nitrogen. f. tembaga (Cu). Tembaga berperan dalam proses konversi energi. g. yodium (I). Unsur yodium tidak terlalu diperlukan dalam media, namun sering digunakan. Beberapa asam amino sering juga mengandung yodium. h. molibdenum (Mo). Zat ini berguna dalam proses pengikatan nitrogen dari atmosfer menjadi nitrat dengan bantuan bakteri pengikat N. Selain itu juga berguna dalam proses pembentukan klorofil. Bila diberikan secara berlebihan dapat merusakkan jaringan tanaman. 3. Vitamin Walaupun dalam jumlah kecil, pemberian vitamin dalam media kultur merupakan suatu keharusan lantaran tanaman yang dikulturkan tersebut belum mampu untuk membuat vitaminnya sendiri. Adapun jenis vitamin yang sering diberikan : thiamin HCl dimana berfungsi sebagai koenzim yang membantu daur asam organik dalam proses respirasi; nicotinamida yaitu suatu koenzim yang menjadi aktif dalam reaksi cahaya; myo-inositol adalah alkohol gula; asam panthothenik adalah suatu jenis vitamin B yang bekerja aktif sebagai koenzim dan berfungsi dalam metabolisme zat lemak; vitamin B6 adalah koenzim yang membantu reaksi kimia dalam proses metabolisme; choline sebagai terpenoid yang ada dalam vitamin B kompleks dan riboflavin dimana dikenal dengan vitamin B2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
4. Zat pengatur tumbuh (ZPT) dan hormon Terdapat sebuah perbedaaan antara hormon dan zat pengatur tumbuh. Moore (1989) (cit. Santoso dan Nursandi 2004) mencirikan atau membedakan zat tersebut yakni : a. hormon tanaman adalah senyawa organik dan bukan merupakan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (< 1mM) yang disintesis pada bagian tertentu, umumnya ditranslokasikan ke bagian lain tanaman di mana senyawa tersebut menghasilkan suatu respon secara biokimia, fisiologis dan morfologis. b. zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik dan bukan merupakan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (<1 mM) mampu mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain dari zat makanan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan diatur oleh hormon tumbuh. Tidak semua sel yang dikulturkan dapat memproduksi sendiri hormon pengatur tumbuhnya. Eksplan yang terlalu kecilpun juga belum mampu untuk memproduksi hormon tumbuhnya. Berikut ini akan diberikan keterangan mengenai beberapa zat pengatur tumbuh yang telah dikenal : a. golongan auksin. Auksin merupakan hormon tumbuhan yang diproduksi secara alamiah oleh tumbuhan. Pada pemberian auksin dengan kadar yang relatif tinggi, kalus cenderung ke arah pembentukan primordia akar. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat meningkatkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel yang diikuti dengan menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel disertai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
dengan kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Pengaruh auksin dalam mikropropagasi antara lain adalah untuk menginduksi pertumbuhan kalus, pembentukan klorofil serta morfogenesis (Katuuk, 1989). Mekanisme kerja dari auksin yang dapat merangsang pertumbuhan yaitu auksin merangsang sekresi H+. Ion K+ diambil masuk ke dalam sel untuk mengimbangi pengeluaran H+ yang menurunkan potensial air dalam sel sehingga mengakibatkan pengembangan sel. Jenis auksin sintetik yang sudah
ada
diantaranya
NAA
(a-naphtalene
acetic
acid),
2.4-D
(2.4
Dichlorophenoxy acetic acid), IBA (3-indole butyric acid), PCPA (Pchlorophenoxy acetic acid), IAA (3-indole acetic acid). IAA adalah juga hormon tumbuhan yang disintesis oleh tumbuhan itu sendiri (hormon alami). b. Sitokinin. Dalam alam terbuka, sitokinin diantaranya berfungsi mengatur pertumbuhan melalui pembelahan sel, membantu mengawasi perkecambahan biji dan menunda penuaan. Sedangkan pada kultur jaringan sitokinin berfungsi mengatur pertumbuhan serta morphogenesis. Pemberian sitokinin dengan kadar yang relatif tinggi, differensiasi kalus akan cenderung ke arah pembentukan primordia batang atau tunas (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Sitokinin diproduksi didalam akar, namun demikian penambahan di dalam media masih tetap diperlukan. Jika yang akan dikulturkan yakni akar, maka sebaiknya sitokinin tidak ditambahkan. Sebaliknya apabila eksplan yang akan dikulturkan adalah pucuk tunas dimana produksi sitokininnya sedikit, maka diperlukan penambahan sitokinin di dalam media. Jenis auksin sintetik yang digunakan BAP (N6-benzyl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
amino purine), BA (benzyl adenin) dan FAP (N6-furfurylamino purine) (Katuuk, 1989). 5. Bahan pemadat media Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat dimana eksplan tumbuh. Media tanam sangat mutlak keberadaannya karena pada media ini terdapat semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan dengan medianya, tetapi tidak boleh tenggelam sehingga aerasinya baik. Media tanam tersebut dapat berbentuk cair atau padat. Pada media padat diperlukan bahan pemadat media. Idealnya, bahan pemadat media harus dapat disterilkan dengan autoklaf dan gel yang terbentuk ini tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim tanaman serta tidak bereaksi dengan komponen media yang lainnya (Yusnita, 2003). Zat pemadat media yang sering digunakan yakni berupa agar-agar. Agar adalah berupa campuran polisakarida dari galaktosa yang diekstrak dari ganggang laut. Umumnya dapat membentuk gel atau memadat pada suhu 40-450C dengan titik cair 80-900C. Bentuk cair atau padat dari agar dapat bersifat balik (Yusnita, 2003). Menurut Katuuk (1989) agar memiliki sifat dapat mengikat air. Dengan semakin tinggi konsentrasi dari agar tadi maka makin kuat dalam mengikat air. Kepekatan agar yang terlalu tinggi mengakibatkan sulitnya bagi eksplan untuk mengambil sumber hara yang terlarut dalam media. Kepekatan yang biasa digunakan yaitu berkisar antara 0.6-0.8%. media yang kurang kadar garam dan hormonnya akan lebih keras dibandingkan dengan media yang tinggi kadar garam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
dan hormonnya. Penggunaan agar biasanya sebanyak 8-10 g/l air suling (Hendaryono dan Wijayani, 1994). 6. Sukrosa Sukrosa adalah sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus (Hendaryono dan Ari, 1994), karena dalam kondisi in-vitro tanaman tidak bersifat autotrof. Hal ini disebabkan botol tempat tumbuh kultur bukan ditempat yang ideal untuk mendukung proses pertumbuhan yakni proses fotosintesis karena ditempatkan di tempat yang gelap (Pierik, 1987). Konsentrasi sukrosa optimum yang sering digunakan dalam proses pengkulturan berkisar 2-3% atau 20.000-30.000 mg/l (Yusnita, 2003). Tetapi konsentrasi sukrosa ini juga tergantung pada tipe dan umur eksplan (Pierik, 1987). 7. Lingkungan Bagi tanaman yang hidup in-vitro, 5 faktor lingkungan utama yang harus dipenuhi ialah cahaya, suhu, pH, kelembaban dan wadah/botol kultur. a. cahaya. Cahaya sangat penting bagi kehidupam mikroorganisme. Bagi tanaman in-vitro cahaya berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang disebut fotomorfogenesis. Sehubungan dengan fotosintesis, cahaya belum begitu terlalu penting bagi kultur jaringan tanaman. Pertumbuhan sel kultur jaringan yang teratur pada dasarnya tidak dihambat oleh cahaya, malah sebaliknya pembelahan sel mula-mula pada eksplan serta pertumbuhan jaringan kalus acapkali dihambat/dibatasi oleh persoalan cahaya. b.
suhu. Pada umumnya kultur jaringan memerlukan suhu sebesar 25-300C.
Namun untuk pertumbuhan optimum hal ini akan berbeda-beda pada tiap spesies
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
serta jenis eksperimen yang dilakukan. Suhu yang rendah dapat mempengaruhi perkembangan embrio. c. pH. Keasaman dan kebasan media juga merupakan faktor lingkungan eksplan yang sangat menentukan. Pada umumnya pH yang paling disukai untuk pertumbuhan sel adalah antara 5-6. Tetapi menurut penelitian dilaporkan bahwa walaupun sudah diatur, pH akan turun sebanyak 0.5 sesudah autoklaf. Kultur menjadi asam disebabkan oleh pembentukan asam-asam organik. d. kelembaban. George dan Sherrington (1984) melaporkan bahwa dalam penelitian Lane tentang kelembaban relatif, dia menemukan pertumbuhan tidak normal yang menyebabkan matinya sel. Hal ini bisa terjadi bila kelembaban dalam botol turun sampai 95%. e. wadah/botol kultur. Ukuran wadah kultur biasanya juga mempengaruhi pertumbuhan serta morfogenesis in-vitro. Hal ini barangkali disebabkan oleh perbedaan konsentrasi CO2 yang tersedia, etilen, gas lain yang berada dalam wadah (Katuuk, 1989). Beberapa media dasar yang pada umumnya diberi nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain adalah : a. Medium dasar Murashige dan Skoog (MS) : digunakan untuk hampir semua macam tanaman, terutama tanaman herbaceus. Media ini mempunyai konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+. b. Medium dasar B5 atau Gamborg : digunakan untuk kultur susupensi sel kedele, alfafa, dan legume lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
c. Medium dasar White : Medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah. d. Medium Vacin Went (VW) : digunakan khusus untuk medium anggrek. e. Medium dasar Nitsch dan Nitsch : digunakan untuk kultur tepungsari (pollen) dan kultur sel. f. Medium dasar Schenk dan Hildebrandt : digunakan untuk kultur jaringan tanaman monokotil. g. Medium dasar Woody Plant Medium (WPM) : digunakan untuk tanaman yang berkayu. h. Medium dasar N6 : digunakan untuk tanaman serelia terutama padi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
E.
Sterilisasi
Pekerjaan yang paling berat dalam kultur jaringan yakni menciptakan serta memelihara kondisi aseptis. Jalan yang paling baik untuk mengatasi kehadiran mikrobial adalah dengan menciptakan semua yang berhubungan dengan kegiatan kultur jaringan bebas mikrobial, mulai dari material tanaman, perlengkapan, lingkungan hingga pada cara kerja. Alat maupun teknik aseptik ada bermacammacam : 1. Sterilisasi basah Cara sterilisasi panas basah adalah dengan menggunakan uap air. Alat yang digunakan pada sterilisasi ini adalah autoklaf. Alat ini biasanya digunakan untuk mensterilisasikan media, bahan dan instrumen yang digunakan selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
proses pengkulturan. Hampir semua mikroba mati sesudah diberi uap air dengan suhu 1210C selama 10-20 menit. Lama sterilisasi ada aturannya yakni media 20-75 ml selama 15-20 menit dengan suhu 1210C, media 75-500 ml selama 20-25 menit dengan suhu 1210C, media 500-5000 ml selama 25-35 menit dengan suhu 1210C dan peralatan gelas/kertas selama 30 menit dengan suhu 1300C. Manfaat mensterilkan dengan menggunakan autoklaf adalah prosesnya cepat, sederhana serta sanggup membasmi virus tertentu. Namun selain itu ada kekurangan yakni dapat menurunkan pH sekitar 0.3-0.5 unit, dapat merusak substansi yang mudah menguap, bila pemanasan terlau tinggi gula akan membatu sehingga dapat menjadi racun dalam media. 2. Sterilisasi panas kering Untuk mensterilkan dengan suhu tinggi dan kering dipakai oven. Biasanya oven digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang tidak mudah terbakar misalnya bahan yang terbuat dari bahan gelas atau logam. Namun tidak semua alat dari bahan logam harus disterilkan dengan cara ini, alat-alat seperti mata pisau serta skapel tidak dapat disterilkan dengan cara ini sebab dapat merusak ketajaman pisau/alat. Biasanya sterilisasi untuk suhu 1600C memerlukan waktu 45 menit, 1700C selama 18 menit, 1800C selama 7.5 menit dan 1900C selama 1.5 menit. Suhu harus selalu tetap di kontrol karena pada suhu 1700C kertas mulai hancur. 3. Sterilisasi memakai nyala Instrumen yang telah disterilkan dari oven, dikeluarkan dari bungkusnya kemudian dicelup ke dalam alkohol 70% kemudian disterilkan lagi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
nyala, baru boleh dipakai. Setelah beberapa saat instrumen harus dicelupkan ke dalam etanol kemudian dibakar. Perlakuan ini berjalan terus selama kegiatan inokulasi yang berlangsung di dalam kotak transfer. 4. Ultra filtrasi Beberapa komponen dalam media tanaman tidak stabil dan dapat terurai pada suhu yang tinggi. Bahan itu meliputi protein, vitamin, asam amino serta sari tanaman. Untuk sterilisasi, bahan ini ditapis dengan filter. Ayakan mempunyai lobang dengan ukuran bermacam-macam 0.2-1.0 mikron. Hasil filtrasi kemudian dituang dalam media. 5. Bahan kimia Bahan kimia digunakan untuk membasmi mikrobial. Biasanya bahan kimia yang digunakan hanya untuk mensterilkan bagian permukaan saja meliputi material tanaman, instrumen, tangan pekerja serta ruangan/kotak transfer. Bahan yang biasa dipakai : a. Alkohol digunakan untuk mensterilkan material tanaman, instrumen, permukaan ruang dan kotak kultur. Untuk material tanaman dipakai alkohol tujuh puluh persen. b. Kalsium hipoklorida (Ca(OCl)2) merupakan salah satu bahan pencuci yang paling efektif dan kurang merusakkan jaringan. c. H2O2 adalah bahan pencuci yang baik karena sifatnya yang mudah terurai, sehingga material tanaman hanya dibilas satu kali saja. d. Sublimat (HgCl2) adalah bahan yang sangat beracun baik bagi tanaman, manusia dan hewan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
6. Cahaya Ruang dan kotak transfer sukar untuk disterilkan hanya dengan menggosok alkohol atau bahan kimia pada permukaan. Untuk itu dipakai lampu germicidal dengan sinar ultraviolet. Keterbatasan menggunakan sinar ultraviolet yakni untuk bagian yang tidak terkena cahaya maka tidak bisa disterilisasi, sinar ultraviolet hanya mampu mematikan bentuk bakteri dan jamur bukan untuk spora (Katuuk, 1989).
F.
Kromatografi Lapis Tipis
Teknik identifikasi dan pemisahan senyawa fisikokimia yang paling banyak dipakai adalah teknik kromatografi. Selain menggunakan teknik kromatografi kertas (KKt), cara terbaik untuk memisahkan dan mengidentifikasi senyawa fenol sederhana adalah dengan kromatografi lapis tipis (KLT). Kelebihan KLT adalah keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya (Harborne, 1987). Senyawa fenol dideteksi setelah hidrolisis jaringan tanaman (segar atau kering) dalam suasana asam, basa, atau setelah pemekatan ekstrak tanaman (Harborne, 1987). Senyawa yang dipisahkan berupa larutan, ditotolkan pada fase diam dalam bentuk bercak atau garis. Fase diam yang terdiri atas bahan butiran halus, ditempatkan pada pelat penyangga gelas atau logam. Campuran akan dipisahkan berupa larutan akan ditotolkan dan menghasilkan bercak. Fase diam ini kemudian diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang sesuai (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
kapiler (pengembangan), dan bercak pemisahan dideteksi dengan pereaksipereaksi yang lazim untuk senyawa yang dimaksud (Stahl, 1985). 1. Fase diam Lapisan dibuat dari salah satu fase diam yang khusus digunakan untuk kromatografi lapis tipis yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Dua sifat yang penting dari fase diam adalah besar partikel serta homogenitasnya, karena adesi terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka. Partikel yang butirannya sangat besar tidak akan memberikan hasil yang baik dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan fase diam yang butirannya halus. Sebelum digunakan lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab serta bebas dari uap laboratorium (Sastrohamidjojo, 2002). Kebanyakan fase diam yang digunakan adalah silika gel. Silika gel yang digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder), yang dimaksudkan untuk memberi kekuatan pada lapisan, serta menambah adesi pada gelas penyokong. Pengikat yang paling sering digunakan yaitu kalsium sulfat. Tetapi biasanya dalam perdagangan, silika gel telah diberi pengikat dan diberikan nama dengan kode silika gel G (Sastrohamidjojo, 2002). Untuk memisahkan terpena berdasarkan jumlah ikatan rangkap ialah menggunakan plat KLT silika gel yang waktu penyaputannya menggunakan bubur silika gel yang dibuat dengan larutan 2.5% AgNO3 dalam air, sebagai pengganti air (Harbone, 1987).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
2. Fase gerak Pada kromatografi lapis tipis, fase gerak biasanya terdiri dari atas satu atau beberapa pelarut. Fase ini bergerak terhadap fase diam, yaitu suatu lapisan berpori, karena ada gaya kapiler. Pelarut yang digunakan harus mempunyai kualitas analitik dan bila diperlukan, sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran sesederhana mungkin dengan maksimum tiga komponen (Stahl, 1969). Pada saat penggunaan fase gerak campuran beberapa pelarut organik sebaiknya mempunyai kepolaran yang serendah mungkin. Salah satu alasan penggunaan itu untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Pelarut mempunyai sifat kepolaran yang tinggi dalam campuran akan mengakibatkan perubahan sistem menjadi sistem partisi dan campuran larutan fase gerak dapat dikatakan baik jika dapat memberikan kekuatan bergerak sedang (Sastrohamidjojo, 2002). 3. Penempatan cuplikan Penotolan sampel pada kromatografi lapis tipis menggunakan alat mikropipet berujung runcing. Pada penotolan sampel diusahakan sedekat mungkin dengan lempeng. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan cuplikan sedapat mungkin larutan yang mudah menguap dan mempunyai polaritas rendah. Garis akhir dapat dibuat dengan menandai lapisan dengan jarak rambat fase gerak sepuluh hingga lima belas sentimeter (Sastrohamidjojo, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
4. Elusi Bila sampel telah ditotolkan, lapisan kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap pelarut fase gerak yang digunakan. Lempeng fase diam dicelupkan dalam fase gerak sedalam kira-kira 0.5-1.0 cm. Bejana kromatografi ditutup rapat untuk meyakinkan homogenitas atmosfer dalam bejana, maka dinding dalam bejana dilapisi dengan lembaran
kertas
saring
yang
ujungnya
direndam
dalam
fase
gerak
(Sastrohamidjojo, 2002). Dalam kromatografi lapis tipis terdapat dua metode pengembangan yaitu : a. Pengembangan sinambung, yakni membiarkan bagian atas lempeng menjulur keluar melalui sebuah celah pada tutup bejana kromatografi. Bila fase gerak telah mencapai celah itu maka akan terjadi penguapan yang sinambung, mengakibatkan aliran pelarut yang tetap pada lempeng (Anonim, 1995b). b. Pengembangan berulang, yakni setelah dilakukan pengembangan kemudian dikeringkan lalu dikembangkan lagi pada sistem pelarut yang sama ataupun yang berbeda hingga didapatkan pemisahan yang baik. Ini sangat berguna pada pemisahan senyawa yang mempunyai perbedaan polaritas (Moffat, 1986). 5. Deteksi Pada kromatografi lapis tipis, bercak dari senyawa umumnya tidak berwarna sehingga untuk menentukan bercak tersebut dapat dilakukan secara fisika dan kimia. a. Fisika. Metode-metode fisika yang sering digunakan meliputi fluoresensi sinar ultraviolet serta pencacahan radioaktif. Pada senyawa-senyawa yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
berfluoresensi maka bercak akan terlihat di bawah sinar ultraviolet. Namun jika senyawa tersebut tidak berfluoresensi ditentukan dengan indikator fluoresensi pada fase diam sehingga pada bercak akan terlihat hitam sedangkan tempat yang tanpa bercak berfluoresensi (Stahl, 1969). b. Kimia. Metode kimia yang sering digunakan untuk mendeteksi bercak pada kromatografi lapis tipis dengan menyemprotkan suatu pereaksi kimia. Senyawasenyawa organik dapat dilakukan dengan penyemprotan H2SO4 pekat. Untuk pembentukan warna yang optimal diperlukan suhu 2000C kurang lebih selama 10 menit, noda yang akan teramati berwarna hitam. Cara ini efektif untuk menentukan bercak tetapi tidak baik untuk identifikasi (Sastrohamidjojo, 2002). 6. Penilaian kromatografi Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi lapis tipis biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf . Jarak rambat bercak Rf = Jarak rambat fase gerak Angka Rf berjarak antara 0.00-1.00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal. Sedangkan hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 menghasilkan nilai berjarak 0100. Dalam mengidentifikasi bercak pada pelat kromatogram lazimnya menggunakan harga Rf (retardation factor). Rf didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh garis depan pengembang. Karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Markham, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf dalam kromatografi lapis tipis adalah : a. sifat dari penyerap serta derajat aktivitasnya. b. tebal
serta
kerataan
lapisan;
ketidakrataan
lapisan
penyerap
akan
menyebabkan aliran pelarut menjadi tidak rata pada daerah plat sehingga harga Rf juga tidak sama. c. kemurnian fase gerak; pelarut yang tidak murni akan memberikan pemisahan yang tidak baik. Demikian pula jika fase gerak yang digunakan berupa campuran, maka perbandingan yang dipakai harus diperhatikan. d. kejenuhan bejana kromatografi; pemisahan yang dilakukan dalam bejana yang mempunyai kejenuhan tidak sama mengakibatkan harga Rf tidak sama. e. suhu; pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan fase. Jumlah cuplikan yang berlebihan memberikan tendensi noda berbentuk ekor yang akan mengakibatkan kesalahan harga Rf. f. kesetimbangan; pada bejana kromatografi yang tidak jenuh dengan uap pelarut akan menyebabkan pada saat pengembangan untuk permukaan pelarut yang cekung dan ini akan mengakibatkan fase gerak lebih cepat merambat pada bagian tepi daripada bagian tengah. Hal ini mengakibatkan kesalahan dalam penentuan harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
G.
KETERANGAN EMPIRIS
Penelitian tentang profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas L. pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas yang dapat membentuk kalus dengan teknik kultur jaringan, bentuk profil pertumbuhan kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dalam media White dengan konsentrasi tertentu Naphthaleneacetic
acid
(NAA)
dan
Benzylaminopurine
(BAP)
serta
membandingkan hasil KLT kalus daun lembaga yang berasal dari biji tanaman Jatropha curcas dengan biji tanaman asalnya untuk mengetahui kesamaan kandungan golongan terpenoidnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian profil pertumbuhan kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan ini, termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental deskriptif dengan rancangan acak lengkap pola searah yakni subjek uji tidak mendapatkan perlakuan selama penelitian dan setiap sampel mempunyai kesempatan yang sama untuk dilakukan pencuplikan dimana sifat penelitian ini adalah melaporkan (mendeskripsikan) hasil data yang ada selama penelitian.
B. Definisi Operasional 1. Daun lembaga yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lembaga dari biji yang terdapat di dalam buah tanaman Jatropha curcas yang berusia ± 2 bulan dari saat berbunga, bagian yang dipergunakan adalah daun lembaga tidak termasuk mata tunasnya. Daun lembaga inilah sebagai subjek uji penelitian. 2. Inisiasi kalus adalah terbentuknya kalus pertama kali yang ditandai dengan bintik putih pada pinggir eksplan. 3. Bobot kalus basah awal adalah hasil pengurangan bobot media + botol + kalus dengan bobot botol + media pada saat subkultur. 4. Bobot kalus kering adalah bobot kalus pada saat pemanenan dan sudah mengalami proses pengeringan di dalam oven pada suhu 40-500C, sampai
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
diperoleh kalus dengan bobot konstan yaitu antara penimbangan yang pertama dan berikutnya selama 1 jam tidak berbeda 0.5 mg. 5. Pertumbuhan kalus adalah bobot kalus basah akhir dikurangi dengan bobot kalus basah awal. 6. Waktu inisiasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh eksplan untuk menumbuhkan kalus yang dihitung dari saat penanaman eksplan sampai hari pertama kalus mulai tumbuh/muncul. 7. Persen kadar air adalah bobot kalus basah dikurangi dengan bobot kalus kering lalu dibagi dengan bobot kalus basah dikali dengan 100%. 8. Metabolit sekunder yang terkandung di dalam kalus sama dengan metabolit yang ada pada biji menandakan bahwa keduanya sama-sama menghasilkan metabolit yang sama yakni golongan terpenoid. 9. Konsentrasi zat pengatur tumbuh yaitu Naphthaleneacetic acid (NAA) dan Benzylaminopurine (BAP) dalam media White yang digunakan adalah 2:2.
C. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan utama yang dibutuhkan untuk proses kultur jaringan yang nantinya akan ditumbuhkan yakni daun lembaga dari biji yang terdapat di dalam buah tanaman Jatropha curcas. Biji yang digunakan yakni berasal dari buah tanaman Jatropha curcas yang diambil dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Dusun Paingan, Desa Maguwohardjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
a. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain : 1). bahan untuk kultur jaringan tanaman a). bahan media kultur: (1). unsur-unsur makro (a). kalium nitrat, Merck, Germany, 105063. (b). kalium klorida, Merck, Germany, 104936. (c). kalsiumnitrat-tetrahidrat, Merck, Germany, 102121. (d). magnesiumsulfat-heptahidrat, Merck, Germany, 105886. (e). natriumdihidrogenfosfat-monohidrat, Merck, Germany, 106346. (f). natrium sulfat, Merck, Germany, 106649. (2). unsur-unsur mikro (a). asam borat, Merck, Germany, 100165. (b). besi (II) sulfat-heptahidrat, 103965. (c). kalium iodida, Merck, Germany, 105043. (d). mangansulfat-tetrahidrat, BDH Limited Poole, England, 10153. (e). sengsulfat-heptahidrat, Merck, Germany, 108883. (3). vitamin (a). asam nikotinat, Calbiochem, US dan Canada, 481918. (b). piridoksin (B6), Bratako, Chemika, Bandung, Indonesia. (c). tiamin (B1), Bratako, Chemika, Bandung, Indonesia. (4). sumber karbon : sukrosa, Merck, Germany, 107653. (5). agar, Mkr Chemicals. (6). zat pengatur tumbuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
(a). 6-bensilamino-purin, Sigma Chemicals, Germany, B-3408. (b). 1-naphthylasetic acid, Merck, Germany, S.22687.743. b). desinfektan (1). alkohol 70% derajat kemurnian teknis. (2). natrium hipoklorida, Bayclin. 2). bahan untuk kromatografi lapis tipis : a). aseton, Merck, Germany, 100014. b). asam sulfat, Merck, Germany, 100731. c). etil-asetat, Merck, Germany, 109623. d). kloroform, Merck, Germany, 102445. e). metanol, J.T. Baker, USA, 9070-68. f). n-hexane, Merck, Germany, 104367. g). antimon triklorida, Merck, Germany, 107838. h). perak nitrat, Merck, Germany, 101512. i). plate KLT Silica-Gel GF 254, Merck, Germany, 5553. j). vanilin, Merck, Germany, 8510. k). asam asetat glasial, J.T Barker, USA, 9573-05. 2. Alat a. Alat yang digunakan selama proses kultur jaringan : botol kultur (Schott Duran), alat-alat gelas, glassfine, pinset, skapel, autoklaf (YX 400Z Shanghai Sanshen, Medical Inst, Co, LTD), oven (Marius Instrument, German), inkubator (Heraeus Tamson, Holland), pemanas listrik (Ika Combimag, RCT, German), Timbangan analitik (Scaltec), Laminar Air Flow, lampu UV, kertas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
pH, kertas saring, sprayer, refrigerator (Sharp) sterear dan aluminium foil (Heavy-Duty, Total-Wrap). b. Alat untuk penyarian : alat gelas, waterbath. c. Alat untuk KLT : lempeng KLT silika gel GF 254, bejana KLT, alat gelas, pipa kapiler, penyemprot bercak, lampu UV 254 dan 365 nm.
D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman Determinasi tumbuhan Jatropha curcas dilakukan di Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia
Fakultas
Farmasi
Universitas
Sanata
Dharma
Yogyakarta dengan menggunakan acuan buku “Flora of Java” (Backer dan Van den Brink, 1963; 1985). 2. Pemilihan eksplan Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun lembaga dari biji Jatropha curcas yang telah disterilkan terlebih dahulu. Sterilisasi dilakukan dengan cara melewatkan eksplan di atas api bunsen, namun hati-hati jangan sampai mengenai lidah api bunsen (terbakar) karena eksplan ini tidak terlalu tahan panas. Apabila terlalu panas maka eksplan akan gosong. Kriteria daun lembaga dari biji yang digunakan yakni masih muda (masih berair), kenyal (seperti jelly), dan yang digunakan bagian tengah daun lembaga. 3. Pengumpulan bahan Bahan utama yang digunakan adalah buah Jatropha curcas yang diambil dari tanaman Jatropha curcas yang tumbuh sehat dan subur dengan spesifikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
diameter buah yakni 3-3.5 cm sebagai parameter pemilihan buah yang akan digunakan. Daun lembaga yang berasal dari biji dimana biji tersebut terdapat di dalam buah tanaman Jatropha curcas, adalah buah yang masih segar, muda dan bersih (sehat). Sedangkan biji yang digunakan sebagai pembandingnya diperoleh dari buah yang sudah tua berwarna kuning kehitaman yang berumur ± 5 bulan dari saat berbunga. Buah kemudian dicuci dan dikupas untuk diambil bijinya kemudian dibelah dan di iris tipis-tipis kemudian dikeringkan. Hal ini dilakukan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang mungkin terjadi di dalam jaringan tumbuhan sehingga tidak terjadi penurunan kadar zat aktif. Pengeringan dianggap cukup bila irisan yang didapatkan telah rapuh dan mudah dipatahkan. Tanaman Jatropha curcas diambil dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Dusun Paingan, Desa Maguwohardjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. 4. Pembuatan stok a. pembuatan larutan stok hara makro. Stok makro White dengan kepekatan lima mililiter/liter. Pembuatan dimulai dengan pertama-tama menyiapkan gelas piala dengan ukuran 500 ml yang diisi dengan 300 ml aquades kemudian masukkan 8000 mg kalium nitrat aduk hingga jernih. Tambahkan 30000 mg kalsium nitrat dihidrat aduk lagi hingga jernih lalu tambahkan 72000 mg magnesium sulfat heptahidrat aduk hingga jernih kemudian tambahkan 6500 mg kalium klorida dan aduk hingga homogen, 16500 mg natrium dihidrogenfosfat hidrat, 20000 mg natrium sulfat kemudian aduk hingga homogen. Lalu tambahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
aquadest hingga tanda. Untuk 1 liter media dibutuhkan 5 ml larutan dari stok makro. b. pembuatan larutan stok hara mikro. Stok mikro White dengan kepekatan lima mililiter/liter. Pembuatan dimulai dengan pertama-tama menyiapkan gelas piala dengan ukuran 500 ml yang diisi dengan 300 ml aquades kemudian masukkan 700 mg mangan sulfat tetrahidrat aduk hingga jernih. Tambahkan 300 mg seng sulfat heptahidrat aduk lagi hingga jernih lalu tambahkan 150 mg asam borat aduk hingga jernih kemudian tambahkan 75 mg kalium iodida dan aduk hingga homogen kemudian tambahkan 250 mg besi (II) sulfat lalu di aduk hingga homogen. Kemudian tambahkan aquadest hingga tanda. Untuk 1 liter media dibutuhkan 5 ml larutan dari stok mikro. c. pembuatan larutan stok vitamin. Stok vitamin White dengan kepekatan 5 ml/L. Pembuatan dimulai dengan pertama-tama menyiapkan gelas piala dengan ukuran lima ratus mililiter yang diisi dengan 300 ml aquades kemudian masukkan 10 mg thiamin HCl aduk hingga jernih. Tambahkan 50 mg asam nikotinat aduk lagi hingga jernih lalu tambahkan 10 mg piridoksin HCl aduk hingga jernih. Lalu tambahkan aquadest hingga tanda. Untuk 1 liter media dibutuhkan 5 ml larutan dari stok vitamin. 5. Pembuatan media Aquadest sebanyak kurang lebih 300 ml dipanaskan dalam Beaker Glass seribu mililiter. Masukkan bahan- bahan nutrisi makro ke dalam Beaker Glass, sambil terus diaduk dengan pengaduk stirer. Larutan stok hara mikro sebanyak 5 ml dimasukkan dalam campuran media. Stok vitamin sebanyak 5 ml selanjutnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
juga dimasukkan dalam campuran media. Berturut- turut masukkan 30 g sukrosa dan 8-10 g agar. Selanjutnya tambahkan aquadest sampai kurang lebih 1000 ml, aduk, dan panaskan sampai jernih. Setelah jernih dan mendidih, angkat Beaker Glass dari pemanas. Tambahkan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Tambahkan zat pengatur tumbuh auksin (Naphthaleneacetic acid (NAA)) dan sitokinin Benzylaminopurine (BAP) dengan konsentrasi 2 : 2 ppm. Atur pH larutan media 5,2- 5,6. Jika terlalu alkali tambahkan HCl 1N, tetapi jika terlalu asam tambahkan KOH 1N. Pindahkan larutan media ke dalam botol kultur dengan ketebalan media kurang lebih 1 (satu) cm. Tutup botol, kemudian sterilisasi dengan autoklaf (121°C,15 menit). Simpan media yang telah disterilkan tersebut ke dalam inkubator. 6. Sterilisasi a. alat. Alat- alat dissecting- set (skapel dan pinset) dan glass ware (cawan petri yang berisi kertas saring, Beaker Glass, tabung reaksi dan Elemenyer yang berisi aquadest) yang akan digunakan, setelah dicuci dengan Bayclin dan dikeringkan di dalam oven kemudian dibungkus dengan kertas payung.. Sterilisasi alat- alat tersebut di dalam autoklaf (121 °C, 15 menit) selama 20- 30 menit. b. ruangan. Dinding- dinding ruangan penanaman eksplan dan Laminar Air Flow (LAF) disterilkan dengan menggunakan alkohol 70 % atau spiritus. Selanjutnya lampu UV baik yang ada di ruangan maupun di LAF dinyalakan selama 24 jam. c. eksplan (daun lembaga dari biji Jatropha curcas). Biji yang terdapat dalam buah dan diambil daun lembaga dari bijinya yang kemudian ditumbuhkan menjadi kalus terlebih dahulu disterilkan. Pertama kali, buah Jatropha curcas dicuci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
dengan cara disikat halus menggunakan detergent yang ada (hati-hati jangan sampai kulit buah terluka), kemudian dibilas dengan air mengalir lebih kurang 15 menit. Setelah itu dibawa ke dalam LAF untuk disterilkan lebih lanjut. Di dalam LAF, buah Jatropha curcas tadi kemudian dicelupkan ke dalam alkohol 70 % yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah buah tadi dicelupkan kemudian di bakar di atas api bunsen selama lebih kurang 5 detik saja. Lakukan proses ini lebih kurang 5 kali replikasi. Perlu diperhatikan bahwa proses ini harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menimbulkan kebakaran. Kemudian buah diletakkan di atas cawan untuk dibelah dan diambil bijinya. Pembelahan buah ini mengikuti alur cangkang dari biji yang terbagi menjadi 2-3 bagian biji agar biji yang akan diambil tidak terluka. Setelah biji dapat dikeluarkan dari cangkang buah dengan bantuan pinset dan skapel yang telah disterilkan terlabih dahulu, kemudian biji dicelupkan ke dalam alkohol 70 % dan dilewatkan diatas api bunsen, lakukan proses ini lebih kurang 3 kali perlakuan saja. Pemanasan yang dilakukan jangan terlalu lama karena biji dapat gosong dan daun lembaga dari biji yang akan ditanam akan mati. 7. Penanaman eksplan Biji yang akan ditanam dibelah membujur, kemudian diambil bagian daun lembaga dari biji dan dipotong menjadi 2-3 potongan dengan menggunakan skapel di dalam cawan petri. Potongan tersebut dimasukkan dalam media tanam dalam posisi horisontal dengan sedikit ditekan dengan tujuan untuk memperbesar sudut kontak eksplan dengan permukaan media. Inkubasikan medium yang telah ditanami eksplan tersebut di ruang inkubator dengan suhu ruangan 180C serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt dengan ketinggian 40 cm. Setelah penanaman selesai, kemudian dilakukan pengamatan terhadap waktu inisiasi. 8. Inisiasi kalus Medium yang telah ditanami eksplan diamati setiap hari untuk melihat waktu inisiasi kalus. Waktu inisiasi kalus dicatat ketika terbentuk bintik putih pada pinggir bekas irisan eksplan. 9. Subkultur Beberapa minggu, bagian irisan eksplan akan tumbuh kalus. Bila tanaman telah menampakkan gejala kurang nutrisi (berwarna kecoklatan) atau bobotnya tidak bertambah, kalus yang terbentuk ini harus dipindahkan ke dalam media baru dan proses ini disebut sebagai sub-kultur. Proses sub-kultur ini dilakukan sebagai berikut, semua perlengkapan yang digunakan yaitu pinset, skapel, bunsen, alatalat gelas, botol berisi alkohol 70% dan botol-botol yang berisi media yang telah diketahui beratnya dimasukkan kedalam laminar air flow dan disterilkan selama lebih kurang 2 jam dengan lampu UV dan formalin 37%. Media yang berisi kalus kemudian disemprot dengan alkohol 70% kemudian dimasukkan ke dalam laminar air flow. Ketika botol akan dibuka dan ditutup, maka dilakukan proses flambir. Kemudian ambil kalus dengan pinset dan letakkan di atas cawan petri. Bersihkan kalus dari sisa-sisa eksplan hingga bersih kemudian belah bagian kalus tersebut dan potong-potong dengan menggunakan pertolongan skapel dan pinset lalu ditanam dalam media yang baru secara aseptis. Kalus yang telah ditanam tadi kemudian diinkubasikan di dalam ruang inkubator dengan suhu ruangan 180C serta disinari dengan lampu TL “Day Light” 20 watt
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
dengan ketinggian 40 cm. Sub-kultur ini dibuat sebanyak 40 botol. Untuk mengetahui bobot kalus maka dilakukan penimbangan pada media baru yang berisi kalus, selanjutnya bobot yang diperoleh dikurangkan dengan bobot media awal sebelum ditanami kalus. Subkultur dapat dilakukan kembali jika warna kalus sudah coklat. 10. Pemanenan kalus Setelah dilakukan sub-kultur, tiap 4 (empat) hari sekali dilakukan pemanenan sebanyak 5 (lima) buah botol yang berisi kalus lalu dibersihkan dari sisa-sisa agar yang masih melekat. Setelah kalus bersih kemudian dilakukan penimbangan dan akan mendapatkan bobot kalus basah. Kalus yang telah dipanen kemudian dikeringkan pada suhu 40-500C hingga didapatkan perbedaan bobot sebesar 0.5 mg bobot zat dari 2 penimbangan berurutan atau dengan kata lain telah didapatkan berat kalus kering yang konstan dan juga dapat menghambat pertumbuhan jamur. Catat bobot kering kalus dan simpan. Lakukan prosedur tersebut sampai diperoleh kalus kering yang cukup untuk diekstrak (kurang lebih satu hingga dua gram). 11. Analisis pertumbuhan kalus Analisis pertumbuhan kalus dalam penelitian ini menggunakan beberapa cara : a. pembuatan grafik pola pertumbuhan kalus berdasarkan data bobot basahnya. Perhitungan bobot kalus basah tiap-tiap waktu tertentu yakni setiap 4 (empat) hari sekali. Pertambahan bobot kalus basah pada tiap-tiap waktu pemanenan didapatkan dari penjumlahan dari tiap-tiap botol yang dipanen pada hari yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
sama yang kemudian dikeringkan dan ditimbang. Pertumbuhan kalus dihitung berdasarkan persentase pertambahan bobot basah kalus. Kemudian dibuatkan grafik pola pertumbuhan kalus, dimana dilakukan dengan menghubungkan antara pertumbuhan kalus versus waktu pemanenan. b. pembuatan grafik persen kadar air. Bila bobot kalus basah dikurangi dengan bobot kalus kering lalu dibagi dengan bobot kalus basah di kali 100%, akan diperoleh persen kadar air kalus.
bobot kalus basah – bobot kalus kering % kadar air =
x 100 % bobot kalus basah
12. Pembuatan serbuk a. kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas L. Potong- potong kalus kering hasil pemanenan pada hari ke-32 (tiga puluh dua) menjadi kecil dan gerus potongan tersebut untuk mendapatkan serbuk kalus yang halus. b. Biji Jatropha curcas L. Biji yang diambil dari buah tanaman Jatropha curcas yang segar dan sehat diambil pada pagi hari kemudian dicuci, dikupas lalu biji tadi diambil dan diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari yang sebelumnya telah ditutupi dengan kain hitam. Setelah benar-benar kering kemudian digerus dengan menggunakan mortir dan stamper.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
13. Uji KLT ekstrak kalus daun lembaga dari biji dan biji tanaman Jatropha curcas Metode pengujian KLT yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada jurnal Roberto Can Aké dkk (2004). Hal yang dilakukan pertama kali yaitu serbuk kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas dan biji Jatropha curcas diekstraksi secara maserasi dengan pelarut etil asetat sampai terendam sekurangkurangnya 5 menit dan aduk perlahan-lahan hingga cukup yakni sekitar 2 jam. Selanjutnya ekstrak dikumpulkan dengan cara disaring dengan tujuan untuk mendapatkan metabolit sekunder dari biji. Hasil penyarian tersebut selanjutnya dicuci lagi dengan etil asetat kemudian disaring lagi agar lebih meyakinkan untuk mendapatkan metabolit sekunder yang diharapkan. Pencucian ini dilakukan sebanyak dua kali, setelah itu ekstrak tadi diuapkan hingga tinggal setengah volume asal dan siap untuk ditotolkan. Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, kemudian dilakukan proses persiapan pelat KLT yakni dengan cara perendaman pelat KLT silika gel GF 254 pada larutan perak-nitrat 2.5 %. Setelah itu lakukan kromatografi pada pelat silika gel GF 254 yang sudah mengandung perak nitrat dalam n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) sebanyak 3 kali pengembangan (multiple elution), kemudian dilakukan pendeteksian adanya terpenoid pada pelat, mula-mula dengan cara fluorosensi di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 365 dan 254 nm, kemudian digunakan reagen penyemprot yaitu vanilin-asam sulfat dan antimon triklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
E. Analisis Hasil Pertumbuhan kalus dihitung dengan berdasarkan pada pertambahan bobot massa kalus yakni dengan cara mengurangkan bobot kalus basah dengan bobot kalus awal. Kemudian hasil analisis data juga digunakan untuk mengetahui profil pertumbuhan kalus dengan membuat kurva pola pertumbuhan kalus. Kurva yang ada ini merupakan hasil penggabungan hari pemanenan versus pertumbuhan kalus. Persen kadar air kalus dihitung dengan mengurangkan bobot kalus basah akhir dengan bobot kalus kering dibagi dengan bobot basah akhir dikali 100%. Analisis kandungan kimia kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dan tanaman asalnya dilakukan dengan uji KLT dengan menggunakan fase diam silika GF 254 yang telah mengandung perak nitrat dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) sebanyak 3 kali elusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Jatropha curcas Determinasi
tanaman
Jatropha
curcas
dilakukan
dengan
cara
mencocokkan tanaman tersebut dengan kunci-kunci determinasi menurut Backer dan Van den Brink (1963). Determinasi ini dimaksudkan untuk menentukan kebenaran jenis tanaman yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini yakni benar-benar spesies Jatropha curcas. Berdasarkan hasil determinasi, diperoleh keterangan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman Jatropha curcas yang termasuk dalam familia Euphorbiacea.
B. Penentuan Eksplan Eksplan merupakan bagian tanaman atau organ yang ditanam dan ditumbuhkan dalam media kultur. Pada penelitian ini, eksplan yang digunakan yakni bagian daun lembaga dari keping biji buah Jatropha curcas yang berumur sekitar 1-2 bulan setelah tanaman tersebut berbuah dimana eksplan tersebut terdapat di dalam buah yang masih berwarna hijau muda, dalam keadaan sehat dan tumbuh subur. Eksplan tanaman yang digunakan merupakan jaringan tanaman yang masih muda (juvenile) dan aktif membelah (meristematik) sehingga dapat dengan mudah untuk membentuk kalus karena adanya sifat totipotensi dan aktivitas
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
dediferensiasi yaitu proses perkembangan terbalik dari bagian tanaman atau organ tanaman menjadi sekelompok sel yang terus-menerus membelah dalam media tanam yang digunakan. Sebelum eksplan ditanam pada media kultur terlebih dahulu buah yang akan digunakan dicuci sampai bersih dengan menggunakan deterjen. Pencucian ini dilakukan sampai bersih dengan maksud agar ketika nantinya dilakukan proses pembelahan biji dengan menggunakan pisau di dalam LAF untuk meminimalisir kontaminan dari kulit buah. Hasil orientasi pada penelitian ini ternyata pemilihan eksplan hendaknya optimal pada ukuran buah 2-3 cm maupun umur buah yakni 1-2 bulan setelah tumbuh bunga. Hal ini dikarenakan apabila jaringan yang akan digunakan masih terlalu muda maka akan terjadi kegagalan dalam pembentukan kalus atau bahkan tidak terbentuk kalus sama sekali, karena akan terjadi kerusakan pada jaringan eksplan pada saat pensterilan dengan cara dibakar menggunakan alkohol sehingga tidak akan terbentuk kalus. Sedangkan apabila eksplan yang akan digunakan terlalu tua maka sering menyebabkan timbulnya kontaminasi pada eksplan maupun kalus dan pertumbuhannya lambat. Hal ini dikarenakan eksplan yang terlalu tua banyak mengandung penyakit (jumlah mikroba cukup banyak) yang dapat menyebabkan kontaminasi pada saat dikulturkan dan pada saat keadaan eksplan terlalu tua sifat totipotensinya menjadi kurang. Maka sebaiknya dihindari penggunaan eksplan dari jaringan yang sudah tua. Dalam memutuskan ukuran eksplan yang akan ditanam, terlebih dahulu dilakukan orientasi untuk menemukan ukuran yang optimal. Ternyata ukuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
optimal eksplan yang ditanam sekitar 2-4 mm. Apabila eksplan yang ditanam umurnya kurang dari 1-2 bulan dan ukurannya 2-4 mm maka kesulitan dalam mengeluarkan ataupun memisahkan daun lembaga dari biji dari keping biji sehingga eksplan akan rusak sebelum ditanam dan akan mempengaruhi pertumbuhan eksplan menjadi kalus. Ketika akan dilakukan penanaman eksplan sebaiknya dilakukan dalam keadaan horisontal agar bidang sentuh eksplan dengan media lebih luas dan dengan sedikit ditekan agar eksplan dapat mengambil nutrisi yang terkandung di dalam media. Selama penelitian, peneliti juga mencoba menggunakan eksplan dari biji dan daun Jatropha curcas yang biasanya paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat. Akan tetapi, dari orientasi didapatkan bahwa dari eksplan daun sangat banyak mikroba yang mengkontaminasi, sehingga dalam perkembangannya terhambat atau bahkan mati. Sudah berbagai cara dilakukan untuk mengatasi kasus kontaminasi ini diantarnya dengan cara direndam dengan menggunakan larutan hypoklorit-Tween 80, pada permukaan eksplan daun yang akan ditanam diolesi dengan fungisida namun tidak berhasil mengatasi kontaminasi ini. Diduga bahwa kontaminan ini sifatnya endogenik. Sedangkan apabila eksplan dari biji, peneliti menemukan kesulitan dalam menumbuhkan kalus yang diharapkan karena dari beberapa hasil orientasi didapatkan pertumbuhan menjadi daun baik menggunakan zat pengatur tumbuh ataupun tanpa menggunakan zat pengatur tumbuh. Hal ini dikarenakan eksplan biji mempunyai sifat tumbuh yang pesat dan kecenderungannya untuk membentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
planlet besar. Diduga bahwa sel-sel pada biji ini pengkarakterisasian dalam pembentukan organ (organogenesis) sangat tinggi. Dari hasil orientasi yang dilakukan selama penelitian diduga sel-sel penyusun
eksplan
daun
lembaga
dari
biji
pengkarakterisasian
dalam
organogenesis tidak terlalu pesat. Ternyata selama proses orientasi, eksplan dari daun lembaga dari biji ini memang tidak menunjukkan pengkarakterisasian dalam organogenesis dan tumbuh menjadi kalus.
C. Waktu Inisiasi Kalus Pemilihan media merupakan salah satu hal yang terpenting untuk memulai penelitian di bidang kultur jaringan selain prasyarat teknis yang aseptis dan peralatan yang digunakanpun serba steril. Pemilihan media sangatlah penting untuk memulai rangkaian penelitian yang akan dilakukan berdasarkan jenis tanaman yang akan dikultur dan tujuan kultur jaringan tanaman itu sendiri. Sehingga sangatlah jelas bahwa keberhasilan kultur jaringan ditentukan oleh media tanam dan jenis tanaman. Media tanam dalam kultur jaringan adalah tempat untuk tumbuh eksplan. Dalam penelitian ini digunakan media tanam White untuk menumbuhkan kalus dengan penambahan konsentrasi zat pengatur tumbuh golongan auksin yaitu NAA dan sitokinin yaitu BAP. Pemilihan media White ini sebagai media tumbuh untuk penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa medium ini merupakan medium dasar dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Waktu inisiasi adalah waktu pembentukan kalus pertama kali pada eksplan yang ditandai dengan munculnya bintik-bintik putih atau tonjolan-tonjolan berwarna putih pada pinggir bekas irisan di permukaan eksplan. Waktu inisiasi atau tumbuhnya kalus pertama kali ini dihitung dari saat penanaman hingga hari terbentuknya tonjolan atau tumbuhnya kalus pertama kali teramati dan lamanya waktu inisiasi ini selama 4 hari. Penambahan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dalam media juga merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk menumbuhkan kalus. Dalam aktivitas kultur jaringan tanaman, auksin terkenal dalam berperan sebagai hormon yang mampu berperan menginduksi terjadinya kalus, sedangkan sitokinin berfungsi untuk meningkatkan pembelahan sel pada saat pengkulturan (George dan Sherrington, 1984). Dalam penelitian ini, waktu inisiasi digunakan juga sebagai parameter waktu pemanenan kalus yang nantinya data pemanenan ini akan digunakan untuk analisis pola pertumbuhan kalus. Waktu inisiasi kalus ini tidak dapat menggambarkan pertumbuhan kalus. Karena selama proses orientasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa walaupun eksplan tanaman yang dipilih diperlakukan pada kondisi percobaan yang sama, namun eksplan tanaman yang satu dan yang lainnya memiliki kepotensialan yang berbeda untuk tumbuhnya kalus. Maka dari itu diperlukan analisis pertumbuhan kalus baik secara visual maupun penimbangan berat kalus selama pemanenan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
D. Deskripsi Kalus Kalus adalah suatu kumpulan sel amorf yang terjadi dari sel-sel yang membelah diri secara terus-menerus dalam keadaan in-vitro (Sudarmadji, 2003). Pengamatan baik warna dan bentuk kalus dilakukan ketika munculnya pertama kali kalus yang berupa tonjolan-tonjolan ataupun bintik-bintik putih dari awal penanaman hingga waktu subkultur dilakukan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, bahwa kalus muncul pada seluruh permukaan eksplan yang ditanam. Kemudian diikuti dengan pertumbuhan pada bagian eksplan yang menempel pada media
tanam.
Keadaan
ditumbuhkembangkan
ini
memang
menandakan memiliki
sifat
bahwa totipotensi
eksplan dan
yang aktivitas
dediferensiasi yang cukup besar. Selain itu, diduga hormon asam absisat (Salisbury dan Ross, 1995) pada eksplan berperan aktif dalam menentukan adanya pertumbuhan kalus, hal ini disebabkan ketika adanya luka pada bagian tertentu ataupun seluruh permukaan eksplan, maka kemudian tanaman tersebut mengadakan mekanisme pertahanan dengan cara membentuk suatu jaringan tertentu yang berfungsi untuk melindungi diri dari bahaya kontaminasi dari luar dalam hal ini adalah kalus. Dengan demikian, bekas bagian yang luka pada eksplan tadi sudah tertutup oleh adanya kalus. Pada awal pembentukan, kalus masih dalam bentuk tonjolan-tonjolan kecil dan warnanya masih tampak pucat. Pada hari ke-12, pertumbuhan dan perkembangan kalus semakin terlihat jelas yang ditunjukkan dengan ukuran yang semakin besar namun warnanya masih pucat. Namun seiring dengan berjalannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
waktu, yakni pada kisaran hari ke-17 hingga hari ke-24, bentuk kalus semakin besar dan warnanya semakin gelap. Ini menandakan bahwa kalus berada pada keadaan pertumbuhan yang pesat. Namun pada hari ke-32 warna kalus sudah tampak secara visual tidak menunjukkan adanya pertumbuhan ukuran kalus secara signifikan. Tipe kalus pada tanaman Jatropha curcas yaitu menggembung. Pemberian auksin pada kultur jaringan tanaman akan meningkatkan permeabilitas masuknya air ke dalam sel (Cleland dan Brustrom cit Abidin, 1990). Hal tersebut menyebabkan naiknya jumlah air dalam sel sehingga mengakibatkan penampakan visual tipe kalus daun lembaga biji tanaman ini yakni semakin besar karena mengalami penggembungan.
(Saat Tanam)
(Hari ke-12)
(Hari ke-20)
(Hari ke-32)
Gambar 1. Foto pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
E. Subkultur Subkultur perlu dilakukan karena adanya kekurangan nutrisi pada media tanam yang digunakan oleh kalus untuk tumbuh. Kekurangan nutrisi ini ditandai dengan dimulainya tanda-tanda kalus berwarna kecoklatan (browning). Pada penelitian ini dilakukan proses subkultur sebanyak satu kali. Hal ini dikarenakan selama proses orintasi yang dilakukan, ketika dilakukan subkultur yang kedua didapatkan hasil bahwa setelah ditunggu selama 2 minggu kalus tidak mengalami pertumbuhan lagi. Selain itu, jumlah kalus yang nantinya akan di panen dirasa sudah cukup. Hal yang perlu dipertimbangkan ketika akan mengadakan subkultur kalus yakni mempertimbangkan ukuran kalus yang nantinya akan digunakan dalam masa pemanenan. Apabila ukuran kalus yang akan dipanen terlalu kecil maka nantinya ditakutkan akan terjadi ketidakcukupan dalam pengambilan sampel panen. George dan Sherrington (1984) berpendapat bahwa pembentukan kalus dari eksplan adalah induksi pembelahan sel, pembelahan sel yang aktif, pembelahan sel yang lambat atau terhenti dimana kalus sudah harus disubkultur lagi bila tidak akan menyebabkan kematian kalus. Untuk setiap pemanenan, jumlah botol yang dipanen tidak menentu jumlahnya, rata-rata dilakukan pemanenan sebanyak 4-5 botol sekali panen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
F. Analisis Profil Pertumbuhan Kalus 1. Pola pertumbuhan kalus Hasil pengamatan pada pemanenan kalus yang telah dilakukan setelah subkultur yang pertama dengan selang waktu pemanenan 4 hari ini bertujuan untuk mengetahui adanya pertumbuhan kalus dari waktu ke waktu. Setiap kali diadakan pemanenan, perhitungan baik bobot basah maupun bobot kering merupakan hasil perhitungan rerata dari tiap kali pengambilan botol yang dipanen. Hasil perhitungan rerata dari bobot basah akhir yang dikurangi dengan rerata bobot kalus awal merupakan pertumbuhan kalus untuk setiap kali pemanenan.
Pertumbuhan Kalus (g)
Pola Pertum buhan Kalus daun lem baga biji tanam an Jatropha curcas dari Waktu ke Waktu 0.12 0.10 0.08 0.06
Pertumbuhan Kalus
0.04 0.02 0.00 0
4
8
12 16 20 24 28 32 36 Hari Panen ke-
Gambar 2. Pola Pertumbuhan Kalus dari Waktu ke Waktu
Pada gambar kedua ini menggambarkan hari pemanenan kalus dari waktu ke waktu dengan pertumbuhan kalus yang ditunjukkan dengan ukuran bobot kalus yang di panen. Pada gambar kedua ini, dapat diperlihatkan bahwa adanya pertumbuhan kalus yang sangat pesat dari awal pertumbuhan hingga puncak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
pertumbuhan kalus tersebut yaitu pada hari ke 20. Setelah pertumbuhan yang maksimal tadi, dengan sendirinya pertumbuhan kalus mulai menurun. Bobot kalus pada pemanenan pada hari ke-28 dan 32 berada di bawah bobot kalus hasil pemanenan pada hari ke-12, diduga karena kalus telah mengalami penurunan laju pertumbuhan atau bahkan kalus mengalami kematian. Penurunan laju ini terjadi karena sifat kalus itu sendiri, dimana walaupun kalus tersebut merupakan hasil subkultur dari sampel, keadaan lingkungan dan media tanam yang sama namun pertumbuhan yang dihasilkan berbeda. Ini menandakan bahwa setiap kalus mempunyai karakteristik yang berbeda-beda yakni diduga hormon stress pada kalus tersebut rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan kalus tersebut. Pola pertumbuhan kalus yang terlihat pada gambar kedua ini dapat menunjukkan waktu terjadinya fase-fase pertumbuhan kalus, yakni sebagai berikut : a. Fase lag yaitu terjadi saat sel mulai mengalami proses penyesuaian keadaan, dimana % pertambahan berat kalus kecil. Pada kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada kisaran hari penanaman hingga hari ke-4. Waktu yang terjadi pada saat kalus pada posisi fase lag, waktu yang terjadi sangatlah pendek. Ini dapat dilihat dari gambar kedua. b. Fase eksponensial yaitu fase dimana mulai terjadi pertumbuhan kalus. Pertambahan bobot kalus mulai terlihat nyata. Pada kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada hari ke-4 hingga hari ke-20. Kalus mengalami pertumbuhan puncak pada hari ke-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
c. Fase penuaan yaitu fase dimana pertumbuhan kalus mulai menurun dan menjadi berhenti (kalus mengalami kecoklatan) ataupun tidak dapat tumbuh dikarenakan memang tidak ada pertumbuhan lagi. Pada kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas ini terjadi pada hari ke-20 hingga hari ke-32. Berdasarkan keterangan fase pertumbuhan dan grafik pertumbuhan kalus Jatropha curcas yang ditunjukkan pada gambar kedua, maka pemanenan kalus untuk mendapatkan metabolit sekunder sangatlah singkat yakni paling optimal dilakukan antara pemanenan ke-5 dan ke-6 atau antara hari ke-20 sampai hari ke-24 setelah subkultur yang pertama. 2. Persen kadar air Persen kadar air adalah nilai persen dari pengurangan rerata bobot kalus basah dengan rerata bobot kalus kering dibagi dengan bobot kalus basah. Persen kadar air ini adalah sebuah parameter yang digunakan untuk menunjukkan kandungan air di dalam kalus. Pengeringan kalus yang telah di panen dan telah dilakukan penimbangan bobot kalus kering bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya kandungan air yang terkandung dalam kalus. Maka perlu dilakukan perhitungan kadar air. Prosedur dalam melakukan pengeringan kalus telah ditulis pada bagian pengeringan dan pembuatan serbuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
% Kadar Air Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas dari Waktu ke Waktu 100
Kadar Air (%)
80 60 % Kadar Air 40 20 0 0
4
8
12 16
20 24 28
32 36
Hari Panen ke-
Gambar 3. Grafik Persen Kadar Air
Dari gambar tiga diatas dapat dilihat bahwa persen kadar air kalus meningkat drastis pada hari ke-0 hingga hari ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa kalus menyerap lebih banyak air pada awal masa pertumbuhan kalus yakni pada masa fase lag akibat adanya aktivitas hormon auksin. Dimana telah disebutkan sebelumnya bahwa hormon auksin ini sangat berperan dalam menurunkan tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel disertai dengan kenaikan volume sel, dengan demikian kalus dapat membesar dan persen kadar airpun mengalami peningkatan. Selanjutnya persen kadar air mulai konstan pada hari ke4 hingga ke-32. Hal ini mengindikasikan bahwa kalus menyerap sedikit air akan tetapi kalus lebih banyak melakukan aktivitas pembelahan sel untuk pertumbuhannya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya kadar air kalus yakni ukuran dan massa kalus. Dengan semakin besar ukuran dan massa kalus maka akan semakin tinggi pula kemampuan kalus dalam menyerap air yang digunakan untuk proses pertumbuhannya dan begitu juga sebaliknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
Data kandungan air yang ditunjukkan dengan persen kadar air ini sangat penting dalam hal pemilihan jenis media tanam yang akan digunakan. Apabila tipe kalus yang ditumbuhkembangkan banyak memerlukan konsumsi air maka jenis media yang cocok digunakan yakni media suspensi atau media cair. Karena dengan pemilihan jenis media yang tepat ini maka dapat diketahui kapan waktu yang terbaik untuk dilakukan pemanenan sehingga hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kalus dalam keadaan optimal. Dengan demikian akan diketahui juga waktu optimum untuk budidaya secara suspensi. Pada kalus Jatropha curcas ini terlihat pada data (lampiran) bahwa kalus tersebut termasuk dalam tipe kalus yang banyak mengkonsumsi air dalam pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian apabila akan dilakukan pembudidayaan pada media cair diduga akan dihasilkan senyawa metabolit sekunder yang optimal karena media yang digunakan optimum dalam pertumbuhan.
G. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk Kalus yang digunakan untuk menganalisis adanya kandungan terpenoid yang terdapat pada tanaman Jatropha curcas adalah kalus hasil panenan selama 32 hari sejak diadakannya subkultur yang pertama. Diharapkan selama 32 hari penanaman ini didapatkan dalam jumlah yang cukup senyawa metabolit sekunder yang diharapkan yakni terpenoid. Hasil pemanenan kalus dikeringkan untuk mendapatkan bobot kalus kering yang nantinya akan digunakan dalam analisis kandungan kimia ataupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
analisis perhitungan bobot kalus kering. Pengeringan dilakukan di dalam oven selama 2 hari pada suhu 450C. Parameter pengeringan dianggap sudah cukup apabila telah mencapai bobot konstan yaitu bila ditimbang sebanyak 2-3 kali secara berturut-turut, selisih bobot yang diperoleh sudah tidak lebih lagi dari 0,5 mg (Anonim, 1979). Pengeringan ini dimaksudkan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang mungkin terjadi di dalam jaringan tumbuhan sehingga tidak terjadi penurunan zat aktif. Pembuatan serbuk dilakukan setelah selesainya proses pengeringan. Mulamula kalus yang telah kering tadi digerus untuk dijadikan serbuk. Hal yang perlu dipersiapkan sebelum dilakukan penggerusan kalus yakni mortir dan stamper yang nantinya digunakan, hendaknya dipanaskan terlebih dahulu. Apabila tidak dipanaskan terlebih dahulu maka kalus tadi akan menempel pada permukaan stamper ataupun mortir sehingga pada akhirnya sampel serbuk kalus tidak cukup untuk dijadikan bahan analisis pada tahapan selanjutnya yakni analisis kandungan kimia kalus. Kemudian kalus yang sudah diserbuk tadi disimpan dalam flakon dan kembali dimasukkan ke dalam oven agar serbuk kalus yang sudah kering tadi tidak lembab. Proses pengeringan biji yang dilakukan yakni biji tersebut diiris tipis-tipis kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari yang sebelumnya ditutupi dengan kain hitam. Setelah benar-benar kering kemudian digerus dengan mortir dan stamper panas karena apabila tidak panas maka ketika potongan biji tadi digerus maka akan menempel pada stamper dan mortir.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
H. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Analsis kandungan kimia pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan kromatogram kalus dengan hasil kromatogram bagian tanaman Jatropha curcas yang digunakan dalam kultur jaringan. Tujuan analisis kandungan kimia kalus ini dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang terdapat di dalam kalus tanaman Jatropha curcas. Bagian tanaman yang digunakan untuk kultur jaringan dan dikembangkan menjadi kalus yaitu bagian daun lembaga dari biji Jatropha curcas yang juga nantinya akan dibandingkan dengan keping biji tanaman asalnya. Metabolit sekunder yang diteliti dalam kalus daun lembaga biji tanaman ini adalah terpenoid karena golongan ini tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi (Robbers, Speedie dan Tyler, 1996). Menurut Can Aké dkk (2004) pada Jatropha gaumeri mengandung senyawa terpenoid yang dapat digunakan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas biologis sebagai senyawa antimikroba dan senyawa antioksidan. Namun belum ada penelitian tentang kandungan kimia untuk kalus dari bagian daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas. Metode analisis kandungan kimia dilakukan dengan cara menggunakan kromatografi lapis tipis karena pada sistem ini diperlukan bahan yang sedikit dan dikerjakan dengan cara kerja yang relatif lebih sederhana dibandingkan metode lainnya. Selain itu juga didapatkan gambaran yang lebih pasti dari keberadaan terpenoid dalam biji Jatropha curcas. Metode pengujian KLT yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada jurnal Roberto Can Aké dkk (2004). Fase diam yang digunakan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
pemeriksaan KLT ini yakni digunakan silika gel GF 254 yakni silika dengan bahan pengikat Gibs yang mengandung indikator yang elektronnya dapat tereksitasi dari ground state ke excited state pada sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm, dimana sebelum digunakan untuk pengembangan dicelupkan pada larutan AgNO3 (perak nitrat) 2,5%. Dengan adanya penambahan larutan AgNO3 pada lempeng fase diam sebelum digunakan akan menambah kepolaran dari silika gel, dimana sifat dasar silika gel sendiri adalah polar. Fase gerak yang digunakan pada pemeriksaan KLT ini yakni menggunakan komposisi larutan n-hexane : aseton : metanol (80:15:5). Pemilihan fase gerak ini mengacu pada jurnal penelitian Roberto Can Aké dkk. Sifat fase gerak ini lebih mengarah pada non polar, dikarenakan komposisi terbesar larutan ini terletak pada n-hexane yang sifatnya adalah non polar. Sedangkan kepolaran aseton dan metanol dapat dikatakan lebih non polar dibandingkan golongan terpenoid. Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa sifat larutan fase gerak ini non polar. Fase gerak yang bersifat non polar dibandingkan dengan sifat fase diamnya merupakan salah satu faktor yang baik untuk memisahkan terpenoid yang sifatnya kurang polar. Kejenuhan chamber dapat dipastikan dengan cara memasukkan kertas saring yang dipasang tegak lurus terhadap chamber dan ruasruas kertas saring agar mengikuti arah pengembangan sampel, dimana ketika kertas saring tersebut sudah terbasahi semua oleh fase gerak maka chamber siap digunakan untuk pengembangan sampel. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
pemisahan bercak sampel pada lempeng KLT adalah faktor kejenuhan chamber, cara penotolan dan lamanya didalam chamber. Ekstraksi yang digunakan untuk menarik golongan terpenoid dari kalus dan biji tanaman Jatropha curcas dilakukan dengan cara maserasi karena cara ini relatif sederhana dan digunakan larutan penyari etil asetat karena sifat etil asetat sendiri adalah non polar dan sifat terpenoid yang juga kurang polar dengan demikian etil asetat dapat digunakan untuk menyari golongan terpenoid baik dari biji ataupun daun lembaga dari biji. Kepolaran terpenoid dapat ditunjukkan dengan struktur dasar terpenoid yakni isoprene (gambar 4). Ekstraksi dengan menggunakan etil asetat ini dilakukan sebanyak 3 kali karena diharapkan terpenoid yang terambil dari kalus maupun biji dapat optimal. H2C C
CH
CH2
H3C
Gambar 4. Struktur isoprene
Secara berurutan, biji dan kalus Jatropha curcas ditotolkan pada lempeng KLT silika gel sebanyak 10 µl dan 30 µl dengan jarak pengembangan 8 cm sebanyak 3 kali pengembangan. Jumlah penotolan yang berbeda ini diduga disebabkan konsentrasi terpenoid yang terkandung di dalam masing-masing larutan berbeda. Apabila jumlah sampel yang ditotolkan dalam jumlah yang sama maka akan didapatkan hasil yang kurang baik yakni bercak kalus tidak tampak. Kemudian dilakukan elusi yang berulang sebanyak 3 kali untuk mendapatkan pemisahan yang baik, hal ini sesuai dengan penelitian Roberto Can Aké dkk (2004). Karena berdasarkan orientasi yang dilakukan, apabila hanya dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
satu kali elusi, pada kalus belum didapatkan bercak yang terelusi. Pendeteksian dilakukan dengan menggunakan penyemprot larutan vanilin-sulfat dimana sebelum dilakukan penyemprotan dilakukan pemeriksaan dibawah sinar UV 254nm dan 365 nm. Vanilin-sulfat adalah larutan pereaksi semprot yang mempunyai sifat sebagai oksidator kuat, sehingga reagen ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya senyawa lain. Diketahui bahwa larutan vanilin-sulfat ini juga mempunyai sifat positif terhadap fenol, steroid dan minyak esensial (Anonim,1978). Secara umum larutan pereaksi yang digunakan untuk mendeteksi adanya golongan terpenoid dilakukan dengan menggunakan vanilin-sulfat sebagai larutan pereaksi sebagai penentu identitasnya. Namun hal yang membedakan identitas dari setiap senyawa yang akan diidentifikasi yaitu terletak pada warna yang dihasilkan pada saat reaksi pembentukan warna setelah reagen tersebut disemprotkan. Wagner (1984) menyatakan bahwa berdasarkan reaksi warna yang terjadi pada identifikasi senyawa terpenoid dapat digolongkan menjadi 4 kelompok utama yakni : a. coklat-merah/violet
: senyawa turunan fenilpropan : safrol, anetol, miristicin, apiol dan eugenol.
b. orange ke merah-violet : karfon, timol, piperiton. c. biru/biru-violet
: sitral, sitronella, sineol.
d. abu-abu – biru
: kebanyakan alkohol monoterpen dan esternya (mentol, borneol, linaleol, nerol, geraniol).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
Tabel I. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5 % dengan elusi 3 kali
Sinar UV 254 nm
365 nm
-
-
-
Larutan Perekasi Vanilinsulfat ungu tua
0.329
-
-
-
ungu tua
B1
0.204
-
-
-
Abu-abu
B2
0.223
-
-
-
B3
0.25
-
-
-
B4
0.304
-
-
Abu-abu muda
Ungu kemerahan Ungu kemerahan Coklat kehitaman
Sampel
Seri Bercak
Rf
Visual
Kalus
A1
0.233
A2 Biji
Tabel I menunjukkan hasil kromatogram dari sampel yang telah ditotolkan pada silika gel GF 254 yang mengandung larutan AgNO3 2,5 % dan dielusi oleh n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) yang telah dideteksi dengan menggunakan larutan pereaksi vanilin-sulfat dan pemeriksaan dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm. Dapat dilihat bahwa baik pada kalus dan biji pada pemeriksaan secara visual (sebelum diperlakukan apapun setelah dikeluarkan dan didiamkan beberapa saat) tidak tampak mengeluarkan warna apapun. Namun pada pemeriksaan dibawah sinar UV baik 254 nm maupun 365 nm pada kalus tidak menunjukkan hasil apapun. Sedangkan pada biji hanya keluar sebuah bercak pada bercak no B4 yakni abu-abu muda pada pemeriksaan 365 nm. Pada larutan pereaksi setiap bercak pada seri kalus dan biji mengeluarkan penampakan bercak. Pada kalus tampak bercak berwarna coklat tua, sedangkan pada biji dengan seri bercak B1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
berwarna putih, bercak seri B2 berwarna coklat kemerahan, bercak seri B3 berwarna coklat kemerahan dan bercak seri B4 berwarna coklat kehitaman. Hasil uji KLT ini juga didapatkan data Rf dari masing-masing seri bercak sampel yang ditotolkan. Pada kalus fraksi etil asetat pada bercak seri A1 diperoleh Rf sebesar 0,233 dan seri bercak A2 diperoleh Rf sebesar 0,329. Dan pada biji fraksi etil asetat dengan seri bercak B1 diperoleh Rf sebesar 0,204, pada bercak seri B2 didapatkan Rf sebesar 0,223, pada bercak seri B3 diperoleh Rf sebesar 0,25 dan pada bercak seri B4 didapatkan Rf sebesar 0,304. Pada penelitian ini didapatkan hasil kromatogram setelah dilakukan elusi sebanyak 3 kali yaitu pada sampel biji ditemukan sedikitnya ada 4 bercak yang keluar. Ini menandakan adanya senyawa lain yang ikut terelusi atau memang didalam biji Jatropha curcas terdapat lebih dari satu macam senyawa golongan terpenoid dimana munculnya bercak ini disebabkan oleh adanya perbedaan kepolaran senyawa. Hal ini sangat dimungkinkan karena biji adalah organ tumbuhan yang bertugas untuk proses regenerasi, sehingga pada organ ini terdapat banyak senyawa yang nantinya akan digunakan untuk proses hidup sementara bagi embrio sebelum dapat mencari kehidupan sendiri di lingkungan sekitar dimana ditumbuhkan. Dari tabel I ini juga dapat dilihat bahwa penampakan bercak yang ada baik warna maupun harga Rf, sampel yang ditotolkan yakni biji maupun kalus samasama mengandung golongan terpenoid. Hal ini didasarkan atas pustaka yang ada, dimana Wagner (1984) telah mengelompokan warna yang terbentuk ketika reagen vanilin-sulfat direaksikan (disemprotkan) pada senyawa yang terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
lempeng KLT. Pada kalus yang mempunyai 2 bercak dan biji yang mempunyai 4 bercak, artinya berdasarkan pustaka yang mencantumkan identifikasi warna (Wagner, 1984) pada reaksi pewarnaan dapat diduga bahwa terdapat lebih dari satu macam golongan terpenoid. Untuk mendukung reaksi warna yang terbentuk setelah dilakukan penyemprotan dengan reagen vanilin-sulfat, kemudian dilakukan deteksi dengan menggunakan reaksi penyemprot yang lainnya yakni larutan pereaksi antimontriklorida.
Pada
pereaksi
warna
antimon-triklorida
setelah
dilakukan
penyemprotan pada sampel dinyatakan positif mengandung terpenoid golongan diterpen apabila bercak warna yang keluar berwarna merah-kekuningan hingga biru-keunguan (anonim,1978).
Tabel II. Data kromatografi lapis tipis dengan fase gerak n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) dan fase diam silika gel GF 254 yang dicelupkan pada larutan AgNO3 2,5 % dengan elusi 3 kali
Sinar UV Sampel
Seri Bercak
Rf
Visual
Kalus
A
0.275
Biji
B1
0.2375
B2
0.275
B3
0.316
254 nm
365 nm
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Abu-abu keunguan
Larutan Perekasi Antimontriklorida Biru tua keunguan Orange kemerahan Biru keunguan Abu-abu keputihan
Dalam tabel II dapat dilihat bahwa pada sampel yang telah di semprot dengan menggunakan antimon-triklorida ini pada bercak kalus dan biji berwarna biru-keunguan. Dapat juga dilihat bahwa baik pada kalus, biji pada pemeriksaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
secara visual (sebelum diperlakukan apapun setelah dikeluarkan dan didiamkan beberapa saat) tidak tampak mengeluarkan warna apapun. Namun pada pemeriksaan dibawah sinar UV baik 254 nm maupun 365 nm pada kalus tidak menunjukkan hasil apapun. Sedangkan pada biji hanya keluar sebuah bercak pada bercak no B3 yakni abu-abu keunguan pada pemeriksaan 365 nm. Hasil uji KLT ini juga didapatkan data Rf dari masing-masing seri bercak sampel yang ditotolkan. kalus fraksi etil asetat pada bercak seri A diperoleh Rf sebesar 0,275. Dan pada biji fraksi etil asetat dengan seri bercak B1 diperoleh Rf sebesar 0,2375, pada bercak seri B2 didapatkan Rf sebesar 0,275, dan pada bercak seri B3 diperoleh Rf sebesar 0,316. Dilakukan 3 kali pengembangan pada lempeng yang di semprot dengan reagen antimon-triklorida ini. Pada penyemprotan dengan reagen antimon-triklorida ada kemiripan warna dan kesamaan nilai Rf antara bercak kalus A dengan bercak biji seri B2 yakni berwarna biru keunguan dengan nilai Rf 0.275. Dari segi warna yang dihasilkan pada saat terjadi reaksi pewarnaan dapat dilihat bahwa bercak yang disemprot dengan reagen antimon-triklorida ini sebanyak 3 bercak yakni 1 bercak pada kalus dan 2 bercak pada biji yang warnanya masuk dalam range reagen positif golongan terpenoid. Jadi, dapat dilihat bahwa dalam biji terdapat setidaknya 2 senyawa golongan terpenoid yang berbeda. Berdasarkan pustaka yang mencantumkan hasil reaksi pewarnaan yang terjadi (Anonim, 1978), dapat dikatakan bahwa pada sampel baik biji maupun kalus Jatropha curcas mengandung golongan terpenoid.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
Dengan demikian kalus maupun biji tanaman Jatropha curcas bila dilihat dari hasil kromatogram setelah dielusi tampak bahwa hasil bercak kalus dan biji dengan seri bercak B2 terlihat adanya kemiripan warna dan nilai Rf yang sama. Maka dapat disimpulkan bahwa kalus daun lembaga tanaman Jatropha curcas dapat menghasilkan golongan metabolit sekunder yang sama dengan biji dari tanaman asalnya yakni sama-sama mengandung golongan terpenoid.
Keterangan : 2
Fase diam Fase gerak A. B.
: silika gel GF 254 AgNO3 2.5% : n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) : Kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas : Biji Jatropha curcas
4
3 2 1
1
1.0
0.5
0.0 A
B
Gambar 5. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah disemprot dengan reagen vanilin-sulfat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
Keterangan : Fase diam Fase gerak A. B.
: silika gel GF 254 AgNO3 2.5% : n-hexane : aseton : metanol (80:15:5) : Kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas : Biji Jatropha curcas
Gambar 6. Kromatogram kalus dan biji Jatropha curcas setelah disemprot dengan reagen antimon-triklorida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian profil pertumbuhan kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas pada media White dengan menggunakan teknik kultur jaringan dapat ditarik adanya beberapa kesimpulan, yakni : 1. Daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas dapat membentuk kalus pada media White yang mengandung zat pengatur tumbuh NAA : BAP (2:2) dengan teknik kultur jaringan. 2. Kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas memiliki pola pertumbuhan yaitu fase lag hari ke-0 hingga hari ke-4, eksponensial hari ke-4 hingga hari ke-20 dan penuaan hari ke-20 hingga hari ke-32. 3. Kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas menghasilkan bercak kromatografi lapis tipis seperti pada biji yaitu golongan terpenoid.
B. SARAN Dari penelitian ini, perlu dilakukan lanjutan penelitian tentang : 1. Uji kualitatif jenis golongan terpenoid yang terdapat di dalam kalus daun lembaga dari biji tanaman Jatropha curcas. 2. Uji kuantitatif jenis golongan terpenoid dari kalus daun lembaga dari biji Jatropha curcas sehingga nantinya dapat dibandingkan dengan tanaman asalnya.
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
3. Kultur suspensi sel kalus daun lembaga biji tanaman Jatropha curcas sehingga dapat dihasilkan metabolit sekunder dalam jumlah yang optimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1978, Dyeing Reagents for Thin Layer and Paper Chromatography, no 57 dan 329, E. Merck, Darmstadt, Federal Republic of Germany. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Jilid III, hal XXXIII, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995a, Materia Medika Indonesia, Jilid VI, hal 129, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995b, Farmakope Indonesia, Jilid IV, hal 1005, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003, Jatropha curcas L., www.intox.org, diakses 12 April 2006. Anonim, 2005a, Species Identity of Jatropha www.worldagroforestry.org, diakses 20 April 2006.
curcas
L.,
Anonim, 2006b, The Cultivation of Jatropha curcas L., www.svlele.com, diakses 20 April 2006. Bionde S. and Thorpe T.A., 1981, Requirements for A Tissue Culture Facility in Thorpe T.A, Plant Tissue Culture, hal 6, Academic Press, Tokyo. Dixon, R.A., 1985, Plant Cell Culture: A Practical Approach, hal 3-11, IRL Press, Oxford, Washington D.C. Duke, J.A, 1983, Jatropha curcas L., www.hort.purdue.edu, diakses 20 Maret 2006. George E.R. and Sherington L.R., 1984, Plant Propagation by Tissue Culture 3, hal 10-11, 17, 236, Exegetics Press. Inc, Orlando San Diego. Harborne, J. B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, terbitan kedua, hal 123-127, ITB, Bandung. Hendaryono, D.P.S. dan Wijayani A., 1994, Teknik Kultur Jaringan, hal 18, 2629, 59, 89-94, Kanisius, Yogyakarta. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, ed. I, hal 1137-1138, Badan Litbang Departemen Kehutanan RI, Jakarta. Joker DFSC, Dorthe and Jepsen Jacob, 2003, Seed Leafleat : Jatropha curcas L., http://www.dfsc.dk/pdf/Seedleaflets/jatropha_curcas_83.pdf, diakses tanggal 20 April 2006. 78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
Katuuk, J.R.P., 1989, Teknik Kultur Jaringan Dalam Mikropropagasi Tanaman, hal 2-4, 90-94, 109, Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta. Misawa, M., 1994, Plant Tissue Culture : An Alternative For Production Of Useful Metabolite, FAO Agriculture Services Bulletin, nomor 108, Rome. Moffat, A.C., 1986, Clarke’s Isolation and Identification of Drugs : in Pharmaceutical, Body-fluids and Post-Mortem Material, Ed. 2nd, hal 163, The Pharmaceutical Press, London. Mursyidi, A., 1990, Analisis Metabolit Sekunder, hal 245-246, PAU Bioteknologi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Perry M. and Metzger, J., 1980, Medicinal Plants of East and Southeast Asia: Atributed Properties and Uses, hal 146, MIT Press, Cambridge USA. Robbers, J.E., Speedie, Marilyn K., Tyler, and Varro E., 1996, Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology, hal 80, Lea and Febiger Book, Canada. Roberto Can Aké, Gilda Erosa-Rejón, Filogonio May-Pat, Luis M. PeñaRodríguez and Sergio R. Peraza-Sánchez, 2004, Bioactive Terpenoids from Root and Leaves of Jatropha gaumeri, Rev. Soc.Quim. Mex, vol 48, hal 11-14. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, terjemahan Kosasih Padmawinata, hal 139-154, edisi 6, ITB Press, Bandung. Salisbury, F.B., and Ross, C.W., 1995, Fisiologi Tumbuhan : Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan, Jilid III, Edisi IV, hal 87, Penerbit ITB, Bandung. Samuelson, G., 1999, Drugs of Natural Origin: A Textbook of Pharmacognosy, fourth edition, hal 415, Apotekarsocieteten-Swedish Pharmaceutical Press, Sweden. Santoso, U. dan Nursandi, F., 2002, Kultur Jaringan Tanaman, cetakan pertama, edisi pertama, hal 1-2, 9, 115-120, Universitas Muhammadiyah, Malang. Sastrohamidjojo, H., 1985, Kromatografi, cetakan ketiga, edisi kedua, hal 26-36, Liberty,Yogyakarta. Sinaga, E., 2005, Jatropha curcas L., Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS/ P3TO UNAS, http://iptek.apjii.or.id, diakses 20 April 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Soegihardjo, C.J., 1989, Produksi Metabolit Sekunder dengan Kultur Jaringan, hal 7-26, PAU-Bioteknologi UGM, Yogyakarta. Stahl, E., 1969, Thin-Layer Chromatography-A Laboratory Handbook, hal 33-34, Springer International Student Edition, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York Sudarmadji, 2003, Penggunaan Benzil Amino Purine pada Pertumbuhan Kalus Kapas Secara In-Vitro, Buletin Teknik Pertanian, Vol. 8, Nomor 1. Wagner, H., Bladt, S., and Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis : A Thin Chromatography Atlas, hal 22, Springer-Verlag, Berlin Heidelberg New York Tokyo. Wetherell, D.F., 1982, Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro, diterjemahkan Koensoemardiyah S., SU., Apt. UGM, Yogyakarta. Yustina, 2003, Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien, cet.1, 1-2, 14, Agromedia Pustaka, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Lampiran 1 Surat Determinasi Tumbuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
Lampiran 2 Foto-foto Hasil Penelitian
(a)
(b)
(c)
Keterangan gambar : a. Gambar bunga Jatropha curcas. b. Gambar buah Jatropha curcas. c. Gambar pohon Jatropha curcas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan gambar : a. Gambar kalus Jatropha curcas saat tanam. b. Gambar kalus Jatropha curcas hari ke-12. c. Gambar kalus Jatropha curcas hari ke-20. d. Gambar kalus Jatropha curcas hari ke-32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
(a)
(b)
Keterangan gambar : a. Gambar kromatogram kalus (A) dan biji (B) pada 365 nm. b. Gambar kromatogram kalus (A) dan biji (B) pada 254 nm. c. Gambar kromatogram kalus (A) dan biji (B) setelah disemprot dengan reagen vanilin-sulfat.
(c)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
(a)
(b)
Keterangan gambar : a. Gambar kromatogram kalus (A), biji (B) pada 365 nm. b. Gambar kromatogram kalus (A), biji (B) pada 254 nm. c. Gambar kromatogram kalus (A), biji (B) setelah disemprot dengan reagen antimontriklorida.
(c)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
Lampiran 3 Komposisi Media White
I. Unsur-unsur makro a. Kalium nitrat (KNO3). b. Kalium klorida (KCl). c. Kalsiumnitrat-tetrahidrat (Ca(NO3)2.4H2O). d. Magnesiumsulfat-heptahidrat (MgSO4.7H2O). e. Natriumdihidrogenfosfat-monohidrat (NaH2PO4.H2O). f. Natrium sulfat (Na2SO4). II. Unsur-unsur mikro a. Asam borat (H3BO3). b. Besi (II) sulfat-heptahidrat (FeSO4.7H2O). c. Kalium iodida (KI). d. Mangan (II) sulfat-tetrahidrat (MnSO4.4H2O). e. Sengsulfat-heptahidrat (ZnSO4.7H2O). III. Vitamin a. Asam nikotinat. b. Piridoksin (B6). c. Tiamin (B1). IV. Sukrosa. V. Agar. VI. Zat pengatur tumbuh a. Auksin (asam naftalen asetat). b. Sitokinin (6-bensilamino-purin). VII. Aquadest.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
Lampiran 4 Hasil penimbangan pemanenan kalus dari hari ke hari
Hari panen ke-
4 4 4 4 4 8 8 8 12 12 12 12 16 16 16 16 16 20 20 20 20 20 24 24 24 24 24 28 28 28 28 32 32 32 32
Bobot media
Bobot media& kalus
Bobot kalus awal
179.4960 183.2230 169.3130 173.7190 171.6100 170.0900 178.0760 175.7540 171.6130 170.7090 173.0090 170.7120 170.3290 179.4520 176.6000 176.5220 177.2800 178.6690 172.3490 179.0820 170.6710 173.1720 181.7600 173.7370 178.6930 175.2260 172.1800 172.0840 178.0410 175.3660 172.7730 169.6310 171.3550 170.1820 178.3810
179.6000 183.3030 169.4260 173.8180 171.6740 170.1790 178.1420 175.8540 171.7250 170.8420 173.1330 170.8090 170.4640 179.6050 176.6710 176.6260 177.3860 178.8640 172.5540 179.2670 170.8100 173.4060 181.9120 173.9490 178.7980 175.3750 172.3100 172.1940 178.2070 175.4760 172.8720 169.7390 171.4530 170.3190 178.5120
0.1040 0.0800 0.1130 0.0990 0.0640 0.0890 0.0660 0.1000 0.1120 0.1330 0.1240 0.0970 0.1350 0.1530 0.0710 0.1040 0.1060 0.1950 0.2050 0.1850 0.1390 0.2340 0.1520 0.2120 0.1050 0.1490 0.1300 0.1100 0.1660 0.1100 0.0990 0.1080 0.0980 0.1370 0.1310
Ratarata bobot kalus awal
0.0920
0.0918
0.1223
0.1258
0.1830
0.1412
0.1208
0.1220
Bobot cawan
Bobot cawan& kalus
Bobot kalus akhir
22.9660 22.9655 22.9654 22.9656 22.4955 21.4640 24.3444 26.2709 22.9821 22.4954 23.0305 15.1719 22.4957 22.4944 21.4587 15.1711 13.6506 23.0295 24.3114 24.2895 24.3389 26.2638 22.9745 24.3419 24.2867 15.1832 24.3134 26.2665 13.6622 22.5060 22.9769 23.0416 21.4596 23.0302 21.4602
23.0916 23.0804 23.0846 23.0774 22.5825 21.6125 24.4539 26.3996 23.1218 22.6727 23.1822 15.3283 22.7080 22.7134 21.5708 15.4029 13.7950 23.2835 24.6587 24.5532 24.5658 26.5648 23.2323 24.6520 24.4833 15.4244 24.5130 26.4346 13.9118 22.6594 23.1375 23.2007 21.6034 23.2225 21.6262
0.1256 0.1149 0.1192 0.1118 0.0870 0.1485 0.1095 0.1287 0.1397 0.1773 0.1517 0.1564 0.2123 0.2190 0.1121 0.2318 0.1444 0.2540 0.3473 0.2637 0.2269 0.3010 0.2578 0.3101 0.1966 0.2412 0.1996 0.1681 0.2496 0.1534 0.1606 0.1591 0.1438 0.1923 0.1660
Ratarata bobot kalus akhir
Pertumbuhan kalus
0.1117
0.0197
0.1316
0.0398
0.1744
0.0522
0.1923
0.0665
0.2793
0.0963
0.2231
0.0819
0.1807
0.0599
0.1674
0.0454
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Lampiran 5 Kadar Air Kalus Hari panen ke4 4 4 4 4 8 8 8 12 12 12 12 16 16 16 16 16 20 20 20 20 20 24 24 24 24 24 28 28 28 28 32 32 32 32
Bobot cawan
Bobot cawan& kalus basah
Bobot kalus basah
22.9660 22.9655 22.9654 22.9656 22.4955 21.4640 24.3444 26.2709 22.9821 22.4954 23.0305 15.1719 22.4957 22.4944 21.4587 15.1711 13.6506 23.0295 24.3114 24.2895 24.3389 26.2638 22.9745 24.3419 24.2867 15.1832 24.3134 26.2665 13.6622 22.5060 22.9769 23.0416 21.4596 23.0302 21.4602
23.0916 23.0804 23.0846 23.0774 22.5825 21.6125 24.4539 26.3996 23.1218 22.6727 23.1822 15.3283 22.7080 22.7134 21.5708 15.4029 13.7950 23.2835 24.6587 24.5532 24.5658 26.5648 23.2323 24.6520 24.4833 15.4244 24.5130 26.4346 13.9118 22.6594 23.1375 23.2007 21.6034 23.2225 21.6262
0.1256 0.1149 0.1192 0.1118 0.0870 0.1485 0.1095 0.1287 0.1397 0.1773 0.1517 0.1564 0.2123 0.2190 0.1121 0.2318 0.1444 0.2540 0.3473 0.2637 0.2269 0.3010 0.2578 0.3101 0.1966 0.2412 0.1996 0.1681 0.2496 0.1534 0.1606 0.1591 0.1438 0.1923 0.1660
Ratarata bobot kalus basah
0.1117
0.1316
0.1744
0.1923
0.2793
0.2231
0.1807
0.1674
Bobot cawan
Bobot cawan& kalus kering
Bobot kalus kering
22.9660 22.9662 22.9661 22.9663 22.9659 24.3386 26.2658 22.9753 21.4637 22.4961 23.0304 15.1722 22.4955 22.5056 21.4688 15.1817 13.6615 23.0409 24.3134 24.2868 24.3417 26.2663 22.9763 24.3145 24.2874 15.1820 24.3415 26.2673 13.6610 22.5053 22.9762 23.0395 22.4605 23.0305 21.4595
22.9842 22.9724 22.9784 22.9760 22.9714 24.3516 26.2760 22.9873 21.4752 22.5125 23.0448 15.1866 22.5120 22.5266 21.4769 15.1994 13.6739 23.0596 24.3389 24.3098 24.3597 26.2928 22.9961 24.3317 24.3030 15.2047 24.3653 26.2823 13.6827 22.5173 22.9857 23.0516 22.4714 23.0493 21.4709
0.0182 0.0062 0.0123 0.0097 0.0055 0.0130 0.0102 0.0120 0.0115 0.0164 0.0144 0.0144 0.0165 0.0210 0.0081 0.0177 0.0124 0.0187 0.0255 0.0230 0.0180 0.0265 0.0198 0.0172 0.0156 0.0227 0.0238 0.0150 0.0217 0.0120 0.0095 0.0121 0.0109 0.0188 0.0114
Ratarata bobot kalus kering
Persen kadar air
0.0104
90.70725
0.0117
91.12842
0.0154
91.15666
0.0156
91.89639
0.0226
91.92382
0.0189
91.54715
0.0138
92.34814
0.0137
91.81438
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI