ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
ISSN 2406-7598
Profil Densitas Akustik Perikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur pada Bulan Juli 2011 1*
Adi Purwandana dan Fis Purwangka 1
2
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jl. Pasir Putih I Ancol Timur, Jakarta Utara, Telp. 021 3912497, HP. 081319713400, Fax 021 3912497, Email:
[email protected] 2
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor (IPB), Kampus Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Telp. 0251 8622909 HP. 08128097418, Email:
[email protected]
Abstrak Pengukuran Hydroacoustics pada penelitian ini menggunakan frekuensi 38 dan 120 kHz, dengan peralatan splitbeam echosounder EK500 yang dilakukan pada bulan Juli 2011 di perairan Kepulauan Lamalera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kelimpahan biologis pada setiap lapisan guna memperoleh karakteristik perairan. Lapisan hamburan suara yang mewakili kelimpahan biologis terlihat lebih tinggi di perairan bagian selatan daripada di bagian utara. Verifikasi data kelimpahan akustik dengan data kelimpahan klorofil-a dari CTD menujukkan adanya korelasi positif antara profil klorofil-a dengan densitas akustik. Identifikasi lapisan krill pada perairan selatan kepulauan Lamalera memiliki rentang nilai kuat pantul individu antara -70 hingga -58 dB pada frekuensi 120 kHz. Kata kunci: akustik perikanan, perairan lamalera, musim timur.
Abstract Fisheries Acoustics Abundance profiles in Lamalera waters, East Nusa Tenggara on July, 2011 Hydroacoustics measurement with 38 and 120 kHz, splitbeam EK500 echosounder vessel mounted were made in July, 2011 at Lamalera Islands waters. The aim of the study is to determine abundance of biologically active layers within the waters. Sound scattering layer which is represents biologically acoustics abundance seen higher in the southern waters than in the northern. Verification of acoustics abundance with chlorophll-a derived from fluorometer (CTD) shows positive signal of correlation. Identification of presummed krill layer within southern Lamalera waters shows range of target strength -70 to -58 dB at 120 kHz. Key words: fisheries acoustics, Lamalera waters, southeast monsoon.
PENDAHULUAN Dalam lingkungan pelagis laut, organisme planktonik dan nektonik akan memiliki kecenderungan membentuk agregasi-agregasi yang rapat, di mana secara hidroakustik dikenal sebagai lapisan hambur suara (Sound Scattering Layer, SSL). Lapisan ini didefinisikan sebagai lapisan dengan sejumlah organisme yang memantulkan sinyal-sinyal hidroakustik (Gomez-Gutierrez et al., 1999). Lapisan SSL cukup dinamis, aktif, dan memiliki karakteristik khusus dengan fungsi bergantung pada struktur komunitasnya, sehingga mengakibatkan perubahan distribusi vertikal, ukuran, dan bentuk terhadap ruang dan waktu. Struktur-struktur variabel inilah yang akan berimplikasi pada perbedaan interaksi-interaksi biologis antar komponen. Organisme pelagis pada umumnya membentuk agregasi yang padat pada
*Corresponding author © Ilmu Kelautan, UNDIP
siang hari, seringkali di dekat dasar (pada perairan dangkal), dan pecah ke bentuk agregasi yang kurang rapat pada malam hari pada kedalaman pertengahan (Isaacs dan Schwartzlose, 1965; Robinson dan Gomez-Gutierrez, 1998). Mengetahui karakteristik SSL merupakan hal yang penting untuk memahami fungsi ekosistem epipelagis. Analisis echogram akan memberikan deskripsi morfologi agregasi plankton dan ikan beserta karakteristik habitatnya (Gomez-Gutierrez et al., 1999). Mengkaji kelimpahan dan distribusi plankton pada zona upwelling merupakan hal penting untuk memahami interaksi-interaksi jejaring makanan pada sistem pelagis. Pemetaan distribusi zooplankton secara vertikal dengan metode hidroakustik merupakan sarana yang efektif untuk menjangkau bentangan spasial yang cukup luas dalam jangka waktu yang lebih singkat jika diibandingkan dengan
ijms.undip.ac.id
Diterima/Received: 05-04-2012 Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104 metode konvensional menggunakan jaring plankton. Kajian SSL dengan metode hidroakustik pada zonazona produktivitas tinggi dimungkinkan akan memberikan petunjuk lebih terhadap hubungan antara euphasiid, lingkungannya, dan komunitas pelagis lainnya. Metode akustik juga dapat diarahkan untuk mengkaji penjejakan lintasan plankton secara vertikal maupun horizontal, sehingga dapat dipahami dinamika spasial kelimpahannya. Perairan Lamalera memisahkan dua perairan laut dalam (Laut Banda dan Laut Sawu), dengan dampak angin musim yang berbeda pada setiap musim sehingga wilayah ini memiliki karakteristik oseanografi yang unik. Perairan ini berada di belahan bumi selatan, secara konseptual, komponen gesekan angin muson tenggara dengan permukaan laut akan memicu pergerakan massa air menjauhi pesisir selatan (berbatasan dengan Laut Sawu), dan mengakibatkan massa air dingin di bawahnya bergerak naik mengisi kekosongan pada lapisan permukaan (dengan arah rambatan dipengaruhi oleh gesekan dasar), sehingga terjadilah upwelling (Bowden, 1983; Pond dan Pickard, 1983; Mann dan Lazier, 1993; Stewart, 2002). Menurut Wyrtki (1987), arus-arus permukaan yang melintas di Indonesia sangat menarik, karena hal ini menunjukkan pertalian yang erat antar arah dan kekutan arus dan kekuatan dan peralihan musim (monson) di Indonesia. Selain itu, arus sangat erat dengan proses-proses oseanografi lainnya, antara lain terjadinya proses upwelling dan downwelling yang terjadi di Laut Banda dan tempat-tempat lainnya. Indikasi upwelling di Laut Sawu sebagaimana dinyatakan oleh Potemra et al. (2003) memiliki intensitas taikan massa air -1 maksimum sekitar 0,35 m d (meter per hari) pada bulan Juni dan Juli, dengan rata-rata tahunan 0,15 m -1 d . Kelimpahan fitoplankton (~produktivitas primer) yang terpantau dari citra SeaWiFS dalam kajiannya menunjukkan nilai maksimum terjadi berkisar bulan Juni hingga September. Dengan demikian, dimungkinkan terdapatnya perbedaan karakteristik kelimpahan SSL antara pesisir utara dengan perairan selatan kepulauan Lamalera.
Gambar 1.
ISSN 2406-7598 Kajian densitas akustik perikanan di perairan Lamalera ini ditujukan untuk mengetahui kelimpahan, stratifikasi akustik, serta karakteristik distribusi kuat pantul individu (target strength, TS) di perairan Lamalera.
METODOLOGI Pengukuran densitas akustik perikanan di perairan Lamalera dilakukan pada tanggal 22-28 Juli 2011 menggunakan peralatan scientific echosounder EK500 yang terdapat pada Kapal Riset (KR) Baruna Jaya VIII, dioperasikan pada frekuensi teknis alat ini, yaitu pada frekuensi 38 kHz dan 120 kHz. Echosounder ini sudah dilengkapi dengan TVG (Time Varied Gain) untuk menghilangkan pengaruh atenuasi, baik karena penyebaran geometris maupun karena disipasi suara selama perambatan dalam air. Dalam penelitian ini digunakan TVG 20 Log R, yang bekerja untuk kelompok organisme/ikan (Burczynski, 1982). Selama perekaman data akustik, kapal dijalankan dengan kecepatan 4-7 knot. Gambar 1 memperlihatkan lintasan pengukuran hidroakustik di perairan Lamalera. Hasil perekaman data berupa nilai area penghambur akustik (Scattered Area, SA) dalam 2 2 satuan m /nmi dan volume kuat pantul hamburan (volume backscattering strength, SV) dalam satuan desibel (dB). Data selanjutnya diproses dengan perangkat lunak Echoview 4. Ketiadaan aktivitas trawling dalam penelitian ini mengakibatkan tidak terdapatnya data penunjang untuk memverifikasi kajian hidroakustik. Selama penelitian, data parameter fisik lingkungan seperti suhu dan salinitas diperoleh dengan menurunkan CTD Seabird Electronics (SBE) 911 Plus yang dilengkapi dengan Fluorometer Mk III Aquatracka untuk mengukur kelimpahan klorofil-a -3 (mgm ). Tingkat kesalahan pengukuran klorofil-a dari alat ini tidak lebih dari 3 %.
Lokasi penelitian hidroakustik di perairan Lamalera. Analisis didasarkan pada dua pola akuisisi data akustik perikanan di perairan Lamalera: lintasan zig zag di tiga area (selatan Selat Boling, A; selatan Selat Alor, B; dan utara Selat Alor, C) serta snapshot tracking (Selat Flores, 1; dan Selat Boling, 2).
98*Corresponding author
© Ilmu Kelautan, UNDIP
ijms.undip.ac.id Diterima/Received: 05-04-2012 Profil Densitas Akustik Perikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur pada Bulan Juli 2011 (A. Purwandana et al.) Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Grafik temperatur dan salinitas perairan Lamalera sebagaimana Gambar 2 menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan karakteristik fisik massa air. Pada lapisan permukaan, massa air perairan selatan (South) (a) memiliki temperatur yang o lebih rendah sekitar 26 C dibandingkan pada perairan o utara (b), >27,5 C. Adapun pada perairan dalam selat-selat menunjukkan nilai antara kedua perairan di atas. Gambar 2 juga memperlihatkan kelimpahan klorofil-a yang secara nyata lebih besar pada perairan selatan Lamalera dibandingkan pada perairan utara, di mana teridentifikasi pada perairan utara, kelimpahan klorofil-a maksimum tertekan dan terdapat pada kedalaman ~25 meter. Sebuah indikasi awal yang menguatkan adanya dugaan sinyal downwelling pada perairan utara Lamalera. Arus sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikan, antara lain dapat mempengaruhi orientasi rute migrasi ikan, tingkah laku diural ikan, ketersediaan makan, distribusi dan kelimpahan ikan serta dapat mengalirkan telur dan anak-anak ikan dari spawning ground ke nursery ground dan kemudian ke feeding ground, sehingga berpengaruh terhadap profil oseanografi dan bersama suhu membentuk daerah penangkapan ikan yang potensial (Laevastu dan Hayes, 1981).
Profil Hidroakustik Selat Flores Hasil analisis berdasarkan klasifikasi kuantitas nilai minimum echo integrasi kuat pantul individu organisme (SV) lebih besar dari -60.0 dB memperlihatkan pola sebaran, kepadatan, maupun ukuran target yang berbeda pada setiap lokasi. Secara umum, seiring menuju ke perairan selatan (Laut Sawu), kelimpahan akustik meningkat cukup signifikan. Perairan utara selat cenderung didominasi oleh organisme dengan nilai SV rendah (<-50 dB). Nilai SV yang lebih tinggi terpantau berada pada lapisan demersal (dekat dasar). Dominasi organisme dengan nilai SV yang rendah terlihat hingga memasuki bagian pertengahan selat (2 ke 3). Pada lintasan akustik 2 to 3, ditemukan dugaan migrasi kelompok organisme pada kedalaman ~150 meter (Gambar 3 dan 4); dengan nilai SV ~-37 dB (pada frekuensi echosounder 38 kHz). Mengacu pada kisaran nilai SV tersebut dan berada pada pada kedalaman 175-300 m, diduga kelompok organisme ini adalah ikan Madidihang atau Tuna (Thunnus albacares). Kisaran nilai SV ikan ini memiliki rentang antara -31 hingga -40 dB, dengan kisaran panjang 34-85 cm (Wijopriono dan Genisa, 2003). Komparasi persentase nilai SV rata-rata per mil laut antara lintasan sisi utara selat (1 to 2), pertengahan selat (2 to 3), dan sisi selatan selat (3 to 4) memperlihatkan adanya pergeseran distribusi
ISSN 2406-7598 kisaran. Sisi utara didominasi organisme dengan nilai SV>-50 dB, sedangkan sisi selatan didominasi organisme dengan nilai SV<-34 dB (Gambar 5). Adapun perairan tengah Selat Flores merupakan area di mana nilai SV berada pada kisaran -50<SV<-34 dB. Jika mengacu pada Foote (1987), di mana nilai SV berbanding lurus dengan ukuran (panjang) organisme, maka perairan selatan Selat Flores didominasi organisme dengan ukuran yang lebih besar. Selat Boling Laut Banda dengan Laut Sawu dipisahkan oleh celah sill yang dangkal di Selat Boling (~30 meter). Sehingga, sebagaimana pada kecenderungan nilai kelimpahan akustik di Selat Flores, jika dibandingkan antara bagian utara dan tengah Selat Boling, terlihat pada bagian utara lebih rendah dibandingkan bagian selatan (Gambar 6). Komparasi persentase nilai SV rata-rata per mil laut antara perairan dalam selat dengan perairan sisi utara Pulau Lamalera memperlihatkan adanya sedikit pergeseran distribusi kisaran SV (Gambar 7), di mana pada bagian tengah selat didominasi organisme dengan nilai SV>-50 dB, sedangkan sisi utara Pulau Lamalera didominasi organisme dengan nilai -50<SV<-40 dB. Selat Alor Selat Alor merupakan penghubung antara perairan Laut Banda dengan Laut Sawu, serta merupakan selat terbesar dari selat-selat yang memisahkan Pulau Flores dengan Pulau Alor. Verifikasi atas kedalaman minimum celah sill Selat Alor dari hasil pengukuran bathimetri adalah ~300 meter. Dengan kata lain, potensi dinamika massa air pada perairan di Selat Alor lebih besar dibandingkan dengan dua selat sebelumnya. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8, tampak bahwa pada perairan bagian utara Selat Alor, kelimpahan akustik maksimum terdapat pada lapisan atas perairan (<25 meter). Memasuki bagian tengah dan selatan selat, terdapat peningkatan kelimpahan akustik hingga kedalaman ~200 meter. Dari verifikasi dengan pengambilan sampel menggunakan plankton net pada stasiun-stasiun bagian selatan Selat Alor pada kedalaman 80-200 meter menunjukkan bahwa organisme Euphasia sp. atau krill bersesuaian dengan lapisan dengan densitas akustik tinggi ini. Analisis atas kisaran nilai SV atas krill yang teridentifikasi di bagian selatan Selat Alor ini berada pada rentang -58 hingga -70 dB (lintasan stasiun 21 ke 22); dan -60 hingga -70 dB (lintasan stasiun 19 ke 20), pada frekuensi echosounder 120 kHz, sedikit lebih tinggi dibandingkan kajian yang dilakukan Pauly dan Penrose (1998) sebesar -75,5 dB. Lebih besarnya nilai SV pada area ini jika dibandingkan dengan kajian Pauly dan Penrose (1998) merupakan kompensasi dari ukuran krill pada kajian ini yang lebih besar (~10 mm). Merujuk sebagaimana Jeffer et al. (1987), Mutlu (1996), dan Brierly et al. (1991)
*Corresponding author ijms.undip.ac.id Profil Densitas Akustik Perikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur pada Bulan Juli 2011 (A. Purwandana et al.) © Ilmu Kelautan, UNDIP
Diterima/Received: 05-04-2012 99 Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
ISSN 2406-7598
berturut-turut mengidentifikasi nilai SV larva zooplankton Loligo opalescens (squid), Aurelia aurita (jellyfish), dan Aequorea aequorea adalah -58,6 dB; 57,1 dB; dan -68,5 dB maka dimungkinkan pula organisme-organisme ini terdapat di perairan Lamalera. Adapun verifikasi data kelimpahan akustik dengan data sensor fluorometer yang terdapat pada CTD SBE (Stasiun CTD 13) menunjukkan kesesuaian lapisan bawah permukaan (~50 hingga 100 meter) dengan lapisan fluorosensi (klorofil-a) maksimum (Gambar 9). Komparasi persentase nilai SV rata-rata per mil laut antara perairan utara Selat Alor dengan bagian selatan menunjukkan pola distribusi yang tidak berbeda signifikan (Gambar 10), di mana puncak persentase dominan berada pada -42 dB. Namun, secara spesifik pada nilai SV<-42 dB, persentase kelimpahan akustik perairan selatan Selat Alor lebih tinggi dibandingkan perairan utara.
Gambar 2.
Sedangkan, pada nilai SV>-42 dB, persentase kelimpahan akustik perairan selatan Selat Alor lebih rendah dibandingkan pada perairan utara, dengan rentang perbedaan sekitar 2%. Komparasi secara zonal kelimpahan akustik di perairan selatan selat dilakukan dengan membandingkan antara perairan selatan Selat Boling dengan perairan selatan Selat Alor. Diperoleh adanya pergeseran distribusi SV yang cukup signifikan antara kedua area (Gambar 10). Dengan mengambil nilai tengah SV=-39 dB, perairan selatan Selat Alor didominasi organisme dengan nilai SV<-39 dB sebesar 77%, sedangkan perairan selatan selat Boling (di sebelah barat Selat Alor) hanya sebesar 30%. Sebaliknya, perairan selatan Selat Boling didominasi organisme dengan nilai SV>-39 dB sebesar 70%, sedangkan perairan selatan selat Alor hanya sebesar 23%.
Karakteristik temperatur dan salinitas dari keseluruhan stasiun CTD di perairan Lamalera pada bulan -3 Juli 2011. Skala warna merupakan nilai kelimpahan klorofil-a (mgm ) dari fluorometer. Tanda panah menunjukkan penekanan nilai klorofil-a maksimum di perairan utara (a dan b).
*Corresponding author
100 © Ilmu Kelautan, UNDIP
ijms.undip.ac.id
Diterima/Received: 05-04-2012
Profil Densitas Akustik Perikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur pada Bulan Juli 2011 (A. Purwandana et al.) Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
ISSN 2406-7598
Gambar 3.
Profil vertikal echosounder EK500 pada frekuensi 120 kHz yang memperlihatkan peningkatan kelimpahan akustik dari sisi utara Selat Flores menuju ke sisi selatan. Tanda panah adalah fitur migrasi kelompok ikan pelagis besar.
Gambar 4.
Profil vertikal echosounder EK500 pada frekuensi 38 kHz pada lintasan 2 to 3 (Selat Flores), yang memperlihatkan adanya lintasan migrasi organisme pelagis besar.
*Corresponding authorPerikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur ijms.undip.ac.id Diterima/Received: 05-04-2012 Profil Densitas Akustik Bulan Juli 2011 (A. Purwandana al.) pada Bulan Juli 98© Ilmu Profil Densitas Akustik Perikanan pada di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara et Timur 2011 (A. Purwandana et101 al.) Kelautan, UNDIP Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
ISSN 2406-7598
Gambar 5.
Distribusi persentase kuat pantul individu (target strength, SV) pada frekuensi 38 kHz di sisi utara (1 to 2), bagian tengah (2 to 3), dan sisi selatan (3 to 4) Selat Flores.
Gambar 6.
Profil vertikal echosounder EK500 pada frekuensi 120 kHz di Selat Boling dan pesisir utara Pulau Lamalera.
*Corresponding author 102
© Ilmu Kelautan, UNDIP
ijms.undip.ac.id Diterima/Received: 05-04-2012 Profil Densitas Akustik Perikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur pada Bulan Juli 2011 (A. Purwandana et al.) Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
ISSN 2406-7598
Gambar 7.
Distribusi persentase kuat pantul individu (target strength, SV) pada frekuensi 38 kHz di bagian dalam Selat Boling (lintasan notasi i pada Gambar 1) dan sisi utara Pulau Lamalera (lintasan notasi ii pada Gambar 1).
Gambar 8.
Profil vertikal echosounder EK500 pada frekuensi 120 kHz di Selat Alor, karakteristik fitur akustik: krill dan dugaan mamalia laut, serta perbandingannya dengan area sekitarnya.
*Corresponding authorPerikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur ijms.undip.ac.id Profil Densitas Akustik pada Bulan Juli 2011 (A. Purwandana et al.) © Ilmu Kelautan, UNDIP
Diterima/Received: 05-04-2012 103 Disetujui/Accepted: 02-06-2013
ILMU KELAUTAN Juni 2013 Vol 18(2): 97-104
ISSN 2406-7598
Gambar 9. Profil vertikal echosounder EK500 pada frekuensi 120 kHz di Stasiun CTD 13 yang bersesuaian dengan profil fluorosensi. Kesimpulan Perairan selatan kepulauan Lamalera memiliki kelimpahan akustik lebih tinggi dibandingkan dengan perairan utara. Lapisan biomassa zooplankton termasuk krill berada pada kedalaman 80 hingga 200 meter, dan hanya signifikan terdapat pada perairan selatan kepulauan Alor. Identifikasi lapisan krill pada perairan selatan kepulauan Alor memiliki rentang nilai kuat pantul individu (SV) antara -70 hingga -58 dB. Ucapan Terimakasih Penulis menyampaikan terimakasih kepada Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dan Dirjen DIKTI selaku penyelenggara rangkaian ekspedisi kelautan, Bapak Priyadi Dwi Santoso dan Muhadjirin, serta Kapten Indra atas segenap bantuannya dalam akuisisi data di Kapal Riset Baruna Jaya VIII. Daftar Pustaka Bowden, K.F. 1983. Physical Oceanography of Coastal Waters. Ellis Horwood Limited Publisher. Chichester. 302pp. Brierley, A.S., B.A. Axelsen, E. Buecher, C.A.J. Sparks, H. Boyer, & M.J. Gibbons. 2001. Acoustic observations of jellyfish in the Namibian Benguela. Mar. Ecol. Prog. Ser., 210: 55–66. Burczynski, J. J. 1982. Introduction to the use of sonar system for estimating fish biomass. FAO Fisheries Technical Paper No. 191 Revision 1. Foote, K. G. 1987. Fish target strengths for use in echointegrator surveys. J. Acoust. Soc. Am., 82: 981-987. Foote, K. G.. 1990a.Target strengths of Antarctic krill (Euphausia superba) at 38 and 120 kHz. J. Acoust. Soc. Am., 87(1): 16-24. Foote, K.G. 1990b. Correcting acoustic measuremenSV of scatterer density for extinction. J. Acoust. Soc. Am., 88(3): 1543–6. Gomez-Gutierrez, J., G. Gonzales-Chavez, C. J. Robinson, & V. Arenas-Fuentes. 1999. Latitudinal changes of euphausiid assemblages related to the
*Corresponding author
104 © Ilmu Kelautan, UNDIP
morphological variability of the sound scattering layer along Baja California, October 1994. Scientia Marina, 63(1) : 79-91. Isaacs, J. D. & R. A. Schwartzlose. 1965. Migrant sound scatters: interaction with the sea floor. Science, 150: 1810-1813. Jeffer, S.V.K., J.J. Burczynski, J.J., & W.G. Pearcy. 1987. Acoustical assessment of squid, Loligo opalescens, off the Central Oregon coast. Can. J. Fish. Aqu. Sci. 44: 1261–7. Laevastu, T. dan Hayes, M.L. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. New. York: Fishering News Book Ltd. Mann, K.H. & J.R.N. Lazier. 1993. Dynamics of Marine Ecosystems. Second Edition. Blackwell Science. Pp.395. Mutlu, E. 1996. Target strength of the common jellyfish (Aurelia aurita): a preliminary experimental study with a dual-beam acoustic system. ICES J. Mar. Sci. 53: 309–12. Pauly, T. & J.D. Penrose. 1998. Laboratory target strength measuremen SV of free-swimming Antarctic krill (Euphausia superba). J. Acoust. Soc. Am. 103: 3268–80. Pond, S. & G.L. Pickard. 1983. Introductory Dynamical Oceanography. Second Edition. Pergamon Press. Toronto. 359pp. Potemra, J. T., J. Sprintall, S.L. Hautala, & W. Pandoe. 2003. Observed estimates of convergence in the Savu Sea, Indonesia. J. Geophys. Res., 108 (C1): 3001, doi:10.1029/2002JC001507. Robinson, C. J. & J. Gomez-Gutierrez. 1998. Daily vertical migration of dense scattering layers related to shelfbreak area in the northwest coast of Baja California, Mexico. J. Plankton Res., 20(9): 1679-1697. Stewart, Robert H. 2003. Introduction to Physical Oceanography. Pdf Version. http://earth.geology.yale.edu/~avf5/teaching/Resour cesGG535/RobertStewartBook2008.pdf diakses tanggal 29 September 2009. Wijopriono & A.S. Genisa. 2003. Densitas akustik sumberdaya ikan pelagis di Selat Sunda. Pesisir dan Pantai Indonesia IX: 69-73. Wyrtki, K. 1987. Indonesian throughflow and the associated pressure gradient, Journal of Geophysical Research 92. p : 12941-12946.
ijms.undip.ac.id
Diterima/Received: 05-04-2012
Profil Densitas Akustik Perikanan di Perairan Lamalera, Nusa Tenggara Timur pada Bulan Juli 2011 (A. Purwandana et al.) Disetujui/Accepted: 02-06-2013