Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 2015 1(3) 259-267 E – ISSN: 2477 – 328X
OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIA
OSEANOLOGI DAN LIMNOLOGI DI INDONESIA E – ISSN: 2477 – 328X Nomor Akreditasi: 712/AU3/P2MI – LIPI/10/2015 berlaku sampai dengan Oktober 2018
PUSAT PENELITIAN OSEANOGRAFI PUSAT PENELITIAN LIMNOLOGI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
http://jurnal-oldi.or.id
KOMUNITAS FITOPLANKTON DI LAUT LAMALERA, NUSA TENGGARA TIMUR PHYTOPLANKTON TENGGARA
COMMUNITIES
IN
THE
LAMALERA
SEA,
EAST
NUSA
Nurul Fitriya1 dan Muhammad Lukman2 1
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI 2Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Email:
[email protected] Diterima 05 Februari 2013. Direvisi 10 Februari 2015. Disetujui 26 Oktober 2015. ABSTRAK Perairan Laut Lamalera meliputi Selat Flores, Selat Lembata, Selat Alor, dan Laut Sawu Utara. Perairan ini merupakan daerah penangkapan ikan yang cukup produktif dan pada musim angin tenggara (southeast monsoon) menjadi daerah lintasan Cetacean (mamalia laut besar). Penelitian ini dilakukan dalam rangkaian ekspedisi laut Baruna Jaya VIII, kerja sama DIKTI dan P2O LIPI, pada bulan Juli 2011 dan bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas, kelimpahan, dan distribusi fitoplankton di perairan Lamalera. Pengambilan sampel dilakukan pada 23 stasiun menggunakan jaring plankton Kitahara 80 µm yang ditarik secara vertikal dari kedalaman maksimum 100 m hingga ke permukaan. Hasil penelitian menemukan 28 genus fitoplankton yang tergolong dalam dua kelas, yaitu Bacillariophyceae atau Diatom (20 genus) dan Dinophyceae atau Dinoflagellata (8 genus). Fitoplankton didominasi oleh genus Chaetoceros, Thalassiothrix, Thalassiosira, dan Rhizosolenia dari kelas Diatom, sedangkan dari kelas Dinoflagellata genus yang umum ditemukan adalah Ceratium dan Protoperidinium. Rata-rata kelimpahan fitoplankton adalah 6.105 sel/m3. Nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan fitoplankton rata-rata adalah 1,27 ± 0,21 dan 0,55 ± 0.10. Komposisi jenis relatif sama antara stasiun pengamatan, kecuali di perairan Selat Alor Selatan – transek D (perairan Laut Sawu Utara). Perbedaan komposisi jenis ini diperkirakan merupakan efek dari proses upwelling yang sedang berlangsung di perairan tersebut. Kata kunci: komunitas fitoplankton, Diatom, Dinoflagellata, Laut Lamalera. ABSTRACT Lamalera waters, which consist of the Flores, Lembata, and Alor Strait, and the North Sawu Sea, are productive fishing grounds, and during the southeast monsoon, the waters become a migration path for Cetaceans (large marine mammals). This research was conducted as a part of the oceanographic expedition of R.V. Baruna Jaya VIII, which was a DIKTI-P2O LIPI cooperative marine research project in July 2011. This study aims to gain insight into the community structures, abundances and spatial distributions of phytoplankton in the Lamalera waters. Phytoplankton samples were collected from 23 stations by Kitahara 80 µm-net that was vertically hauled from a maximum depth of 100 m up to the surface. The result showed that there were 28 genera of phytoplankton classified into two major classes i.e. Bacillariophyceae or Diatom (20 genera) and Dinophyceae or Dinoflagellates (8 genera). Of those diatoms, the genera Chaetoceros, 259
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 259-267 Thalassiothrix, Thalassiosira, and Rhizosolenia were dominant, while Ceratium and Protoperidinium were dominant within the Dinoflagellates. The average abundance of the phytoplankton was 6.105 cells/m3. The diversity index and evenness values (average ± standard deviation) were 1.27 ± 0.21 and 0.55 ± 0.10, respectively. Species composition was relatively similar among sampling stations, except in the South Alor Strait – transect D (North Sawu Sea). This exception was explained by the effect of on-going upwelling there. Keywords: phytoplankton communities, Diatom, Dinoflagellate, Lamalera Sea.
PENDAHULUAN Peran fitoplankton di perairan laut sangat penting. Walaupun daya geraknya terbatas dan distribusi spasialnya ditentukan oleh arus dan cahaya, fitoplankton merupakan salah satu mikroorganisme yang bertanggungjawab terhadap tingkat kesuburan di laut (Millero, 2006). Diatom adalah salah satu kelas fitoplankton yang banyak diakui sebagai produsen primer utama di perairan laut sub-tropis (Lalli & Parson, 1993). Diatom sangat berperan dalam bidang oseanografi karena kehadiran mereka biasanya menjadi indikator untuk menganalisis kejadian upwelling di perairan laut terbuka (Pitcher, 1990). Kepadatan diatom di lapisan permukaan biasanya dihubungkan dengan tingginya konsentrasi silika yang sangat penting dalam siklus geokimia di laut (Kemp et al., 2000). Kadar silika yang tinggi di permukaan juga dipandang sebagai indikator upwelling. Massa air laut dalam yang naik ke permukaan pada saat upwelling biasanya mengandung kadar silika terlarut yang tinggi seperti di daerah Pasifik Subarktik (Onodera et al., 2005). Penelitian ini adalah bagian dari Ekspedisi Lamalera yang merupakan ekspedisi penelitian laut Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesian (P2O LIPI) yang bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (DIKTI). Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah wilayah perairan Lamalera merupakan daerah migrasi Cetacean atau mamalia laut besar. Menurut informasi yang diperoleh dari masyarakat, Cetacean (khususnya paus dan lumbalumba) biasanya hadir di perairan tersebut sekitar bulan Juni hingga Agustus atau selama musim angin tenggara (southeast monsoon). Perairan yang diisi oleh massa air yang berasal dari Laut Flores di utara dan massa air Laut Sawu di bagian selatan juga termasuk dalam lintasan ARLINDO (Arus Lintas Indonesia). Perairan ini dikenal sangat produktif bagi perikanan di Indonesia, namun penelitian tentang kondisi oseanografi, termasuk komunitas plankton di perairan tersebut masih
260
sangat minim, sehingga penelitian tentang komunitas fitoplankton perlu dilakukan. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui struktur komunitas fitoplankton, kepadatan, dan distribusi spasialnya di perairan Lamalera dan sekitarnya. Komposisi fitoplankton ini juga digunakan dalam menganalisis adanya indikasi upwelling di sekitar perairan tersebut.
METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian tentang struktur komunitas fitoplankton ini berlangsung pada 20-30 Juli 2011 dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII di perairan Lamalera dan sekitarnya yang meliputi Selat Flores, Selat Lembata, Selat Alor, dan Laut Sawu Utara yang berada di antara Pulau Lomblena – Lembata dan Pulau Pantar (Gambar 1). Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan di 23 stasiun dari 4 transek pelayaran, yaitu transek Selat Flores (A: stasiun 1-4), Selat Lembata (B: stasiun 5-8), Selat Alor (C: stasiun 9-16, kecuali stasiun 12), dan transek Laut Sawu Utara (D: stasiun 17-24). Ketiadaan sampel dari stasiun 12 di Selat Alor disebabkan kondisi arus yang sangat kuat, sehingga penarikan jaring plankton tidak mungkin dilakukan. Pengambilan, Pengawetan, dan Pengamatan Sampel Fitoplankton Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan menggunakan jaring plankton Kitahara berdiameter 31 cm dan ukuran mata jaring 80 μm. Pada bagian tengah jaring dipasang flowmeter untuk mengetahui aliran air yang masuk ke jaring, yang berfungsi untuk menghitung volume air yang tersaring. Volume air tersaring dihitung dengan rumus (Hutagalung et al., 1997): V = R. a. p V = volume air tersaring (m3) R = jumlah rotasi baling-baling flowmeter a = luas mulut jaring p = panjang kolom air (m) yang ditempuh untuk
Komunitas Fitoplankton di Laut Lamalera … (Nurul Fitriya & Muhammad Lukman)
satu rotasi
Gambar 1. Stasiun penelitian 1-24 di Laut Lamalera yang meliputi Selat Flores (A), Selat Lembata (B), Selat Alor (C), and Laut Sawu Utara (D), Nusa Tenggara Timur. Figure 1. Research stations 1-24 in the Lamalera Sea that includes Flores Strait (A), Lembata Strait (B), Alor Strait (C), and North Sawu Sea (D), East Nusa Tenggara. Penarikan sampel dilakukan secara vertikal dengan kecepatan konstan dari kedalaman air maksimum 100 m hingga ke permukaan. Sampel plankton yang terjaring kemudian dipindahkan ke dalam botol sampel, diberi larutan formalin 4%, dan disimpan. Selanjutnya, sampel diidentifikasi dan dicacah di laboratorium Plankton P2O LIPI dengan menggunakan mikroskop high power Nikon perbesaran 10-40 kali. Identifikasi dilakukan sesuai Wickstead (1965), Yamaji (1976), Taylor (1994), IOC WESTPAC (2010), dan Omura et al. (2012) hingga ke tingkat genus. Pencacahan dilakukan dengan Sedgwick-Rafter Counting Cell atas fraksi sampel.
dengan jumlah total fitoplankton, lalu dikalikan dengan 100, yaitu:
Penghitungan Kepadatan dan Frekuensi Kehadiran Kepadatan fitoplankton dihitung dengan menggunakan persamaan (Wickstead, 1965):
Analisis Statistik Analisis statistik digunakan untuk melihat perbedaan struktur komunitas dan kepadatan fitoplankton dalam setiap transek dan antara masing-masing transek. Transek yang dimaksud adalah transek A, B, C, D, yaitu transek A meliputi St.1, 2, 3, dan 4 yang berada di Selat Flores, transek B mencakup St. 5, 6, 7, dan 8 di Selat Lembata, transek C terdiri dari St. 9, 10, 11, 13, 14, 15, dan 16 di Selat Alor, dan transek D meliputi St. 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, dan 24 di Laut Sawu Utara, Nusa Tenggara Timur. Analisis ini menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) dan Uji Perbandingan Berganda Duncan. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 10.
D = kepadatan fitoplankton (sel/m3) q = jumlah fitoplankton dalam subsampel f = fraksi yang diambil (volume subsampel per volume sampel) V = volume air tersaring (m3)
Dn = persentase kepadatan fitoplankton (%) D = kepadatan fitoplankton (sel/m3) Dtotal = jumlah total fitoplankton Frekuensi kehadiran (FK) dilakukan dengan cara menghitung kehadiran setiap taksa dalam setiap stasiun penelitian, lalu dikalikan 100%.
Persentase kepadatan dihitung dari kepadatan masing-masing fitoplankton dibagi 261
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 259-267 dengan hasil-hasil penelitian di luar perairan Indonesia seperti di perairan Lagos, Nigeria, yang mengidentifikasi 37 genus fitoplankton yang termasuk dalam kelas Diatom dari 48 genus yang ditemukan (Onyema, 2007). Demikian juga dengan Polikarpov et al. (2009) yang menemukan 134 genus fitoplankton dari kelas Diatom dari sekurangnya 200 genus dalam komunitas fitoplankton di Teluk Arab sebelah utara Kuwait. Secara umum, ada 5 genera Diatom yang mendominasi perairan Lamalera dengan frekuensi kemunculan di atas 80%, yaitu Chaetoceros, Rhizosolenia, Nitzschia, Thalassiosira, dan Thalassiothrix. Chaetoceros muncul di semua stasiun (100%), Rhizosolenia 91,3%, dan Nitzschia, Thalassiosira, Thalassiothrix muncul dengan frekuensi yang sama, yaitu 82,6% (Tabel 2). Dominansi Chaetoceros juga dijumpai di beberapa perairan di Indonesia, seperti di perairan Taka Bonerate, Sulawesi Selatan (Febrina, 2005), perairan Belitung (Widianingsih et al., 2007), perairan Sangihe-Sangir Talaud, Sulawesi (Thoha & Fitriya, 2010), perairan Mata Siri, Kalimantan Selatan (Thoha & Amri, 2011), dan perairan Laut Natuna (Fitriya et al., 2011). Ini menunjukkan bahwa dominansi Chaetoceros pada struktur komunitas fitoplankton adalah umum dijumpai di perairan Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Komunitas Dari semua lokasi penelitian diperoleh 28 genera yang termasuk ke dalam dua kelas utama, yaitu Diatom atau Bacillariophyceae sebanyak 20 genera dan Dinoflagellata atau Dinophyceae sebanyak 8 genera. Dari kelas Diatom ditemukan empat genus yang umum dijumpai, yaitu Chaetoceros, Rhizosolenia, Thalassiosira, dan Thalassiothrix. Dari kelas Dinoflagellata, genus yang umum ditemukan adalah Ceratium dan Protoperidinium (Tabel 1). Dominansi Diatom di banyak perairan laut di dunia disebabkan oleh kemampuan Diatom untuk beradaptasi dengan lingkungan, bersifat kosmopolit, tahan terhadap kondisi ekstrem, dan mempunyai daya reproduksi yang tinggi (Round et al., 1990; Onyema, 2007). Praseno & Sugestiningsih (2000) menyatakan bahwa pada saat terjadi peningkatan konsentrasi zat hara, Diatom mampu melakukan reproduksi tiga kali dalam 24 jam, sedangkan Dinoflagellata hanya mampu melakukannya satu kali dalam 24 jam pada kondisi yang sama. Menurut Arinardi et al. (1997), dalam kondisi yang optimal Diatom mampu melakukan pembelahan sel dengan cepat, sekitar empat jam sekali. Hal tersebut sejalan
Tabel 1. Struktur komunitas dan kelimpahan fitoplankton di Laut Lamalera. Table 1. Community structure and abundance of phytoplankton in the Lamalera Sea. Parameter
Value
Total Genera
28 genera
Diatom
20 genera
Dinoflagellate
8 genera
Range
Abundance (average) 6.105cells/m3 2.8.104–28.105cells/m3
262
Komunitas Fitoplankton di Laut Lamalera … (Nurul Fitriya & Muhammad Lukman)
No.
Class / Genus Station
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 1 2 3 4 5 6 7 8
DIATOM Asterionella Bacteriastrum Coscinodiscus Climacodium Chaetoceros Eucampia Guinardia Hemiaulus Hemidiscus Lauderia Navicula Nitzschia Odontela Planktoniella Rhizosolenia Stephanopyxis Streptotheca Thalassiosira Thalassiothrix Skeletonema DINOFLAGELLATA Amphizolenia Ceratium Dinophysis Dictyocha Noctiluca Oxytoxum Protoperidinium Pyrocystis
1 100 30.27 5.75 51.3 1.15 3.07 0.77 4.60 0.77 2.30 0.0 -
Flores Strait 2 3 100 99.8 5.79 0.37 6.57 63.7 70.7 2.05 1.40 4.85 4.50 0.05 5.72 1.71 0.05 1.68 0.83 0.83 9.14 5.02 12.50 2.38 0.0 0.2 0.10 0.05 -
4 99.8 12.7 60.7 4.91 3.13 0.45 0.67 0.22 12.95 0.67 1.12 2.23 0.2 0.22 -
5 100 4.26 1.06 64.2 1.77 2.13 1.06 2.13 15.6 1.77 2.48 3.55 0.0 -
Lembata Strait 6 7 99.4 98.9 7.25 8.42 0.29 0.53 60.3 67.9 3.77 0.26 2.32 2.63 2.61 0.26 18.95 22.9 0.6 1.1 0.29 0.26 0.53 0.29 0.26 -
8 98.9 1.10 0.55 68.5 11.05 2.21 15.5 1.1 0.55 0.55 -
9 94.5 2.74 46.6 2.74 16.4 4.11 21.9 5.5 1.37 2.74 1.37
10 99.7 3.55 0.27 56.3 0.55 0.82 4.64 29.5 4.10 0.3 0.27 -
Alor Strait 11 13 14 80.4 85.7 97.5 4.35 6.75 2.17 5.71 1.23 45.7 51.4 66.3 2.86 2.45 7.36 19.6 8.57 6.75 5.71 4.29 8.70 11.4 2.45 19.6 14.3 2.5 2.17 17.39 2.86 1.23 0.61 2.86 0.61 8.57 -
15 99.6 0.35 2.99 75.2 11.25 0.18 9.67 0.4 0.18 0.18
16 99.7 0.35 0.21 8.21 69.8 0.97 0.14 5.35 0.14 7.86 0.35 1.88 4.45 0.3 0.14 0.14 0.07
17 100 0.87 0.04 0.48 66.0 0.08 0.20 0.16 0.12 1.67 0.04 24.6 0.12 4.80 0.71 0.0 0.04 -
18 98.5 5.52 4.94 60.2 2.62 0.58 5.23 9.88 3.20 6.40 1.5 0.29 0.29 0.58 0.29 -
19 100 7.69 69.2 2.56 12.2 1.28 1.92 5.13 0.0 -
North Sawu Sea 20 21 99.8 100 3.40 5.88 1.13 0.15 1.59 2.26 56.5 62.1 0.45 0.45 0.45 2.95 3.32 0.15 10.2 15.99 12.5 5.43 10.7 4.22 0.2 0.0 0.23 -
22 98.7 4.60 68.0 0.38 4.79 0.19 9.39 5.36 5.94 1.3 0.19 0.77 0.38
23 98.3 9.91 1.17 3.50 53.4 8.75 0.29 8.16 7.87 5.25 1.7 1.46 0.29 -
24 95.7 9.35 0.72 63.3 1.44 1.44 8.63 6.47 2.88 1.44 4.3 2.16 1.44 0.72 -
263 263
f % 13 82.6 69.6 30.4 100 26.1 13 39.1 8.7 26.1 21.7 82.6 13 34.8 91.3 8.7 21.7 82.6 82.6 13 8.7 73.9 13 4.35 8.7 4.35 43.5 21.7
Komunitas Fitoplankton di Laut Lamalera … (Nurul Fitriya & Muhammad Lukman)
Tabel 2. Komposisi jenis, persentase kepadatan, dan frekuensi kehadiran (f) fitoplankton di perairan Selat Flores, Selat Lembata, Selat Alor dan Laut Sawu Utara. Table 2. Composition, Percentage and Frequence of Phytoplankton in Flores Strait, Lembata Strait, Alor Strait and North Sawu Sea.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 259-267 Kepadatan dan Keanekaragaman Kepadatan fitoplankton di perairan Lamalera berkisar 0,28-28,08.105 sel/m3, dengan rata-rata 6.105 sel/m3. Kepadatan fitoplankton tertinggi ditemukan di Stasiun 17 dan terendah di Stasiun 11 (Gambar 2). Perbedaan yang cukup besar tersebut dikarenakan wilayah perairan Lamalera Selatan memiliki nilai kesuburan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Lamalera Utara. Dengan nilai kepadatan kurang dari 4160 sel/L (41,6.105 sel/m3), secara keseluruhan hasil penelitian ini menunjukkan kondisi perairan Lamalera yang masih baik untuk perairan oseanik berdasarkan skala kesuburannya (tingkat trofik) menurut Spatharis dan Tsirtsis (2010).
Gambar 2. Kepadatan fitoplankton (sel/m3) di Laut Lamalera. Figure 2. Density of phytoplankton (cells/m3) in Lamalera Sea. Nilai kisaran kepadatan fitoplankton di Laut Lamalera ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian di perairan Ngarai Senunu, Sumbawa, pada bulan September 2012, dengan kisaran kepadatan fitoplankton 1,46– 88,76.105sel/m3 (Anonim, 2012), akan tetapi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kepadatan fitoplankton di perairan Tambelan, Natuna, pada bulan November 2010 dengan kepadatan berkisar 0,86–21,41.105 sel/m3. Boyd (1979) menyatakan bahwa populasi fitoplankton senantiasa mengalami fluktuasi dalam komposisi dan jumlahnya karena perbedaan kualitas air (terutama unsur hara), pengaruh grazing zooplankton dan ikan herbivora serta akumulasi sisa-sisa metabolisme yang bersifat toksik. Di perairan Lamalera secara keseluruhan di masingmasing transek ditemukan perbedaan komposisi dan perbedaan jumlah fitoplankton, serta Chaetoceros adalah genus fitoplankton dengan persentase kepadatan tertinggi (Gambar 3). Adanya dominansi Chaetoceros pada komunitas fitoplankton di perairan Lamalera menunjukkan besarnya pengaruh daratan di perairan tersebut (Sankar & Padmavati, 2012). Keanekaragaman (diversity) fitoplank-ton adalah gambaran sebuah komunitas plankton yang
264
sangat berhubungan dengan produktivitas, struktur trofik dan migrasi (Shirling & Wilsey, 2001). Keanekaragaman ditentukan oleh beberapa faktor atau proses yang terjadi dalam ekosistem, termasuk faktor abiotik seperti nutrien (Spatharis et al., 2007) dan faktor biotik seperti pemangsaan atau kompetisi (Gao & Song, 2005). Namun demikian, untuk menentukan besarnya peran faktor-faktor tersebut terhadap keanekaragaman dan kepadatan fitoplankton di perairan Lamalera, penelitian yang lebih mendalam masih diperlukan. Uji perbandingan berganda Duncan pada spesies fitoplankton yang terdapat di setiap stasiun dalam tiap transek A, B, dan C tidak menunjukkan perbedaan struktur komunitas yang nyata (α > 5%). Ini menjelaskan bahwa struktur komunitas fitoplankton antarstasiun dalam setiap transek tersebut relatif identik. Namun, hal yang menarik secara statistik yaitu dijumpai dua kelompok struktur komunitas yang memiliki karakteristik berbeda pada transek D (Laut Sawu Utara), yaitu komunitas fitoplankton yang berada pada sisi sebelah timur (St. 15, 16, 17, dan 21) dan kelompok yang berada pada sisi tengah hingga barat (St. 14, 18, 19, 20, 22, 23, dan 24). Karakteristik ini dapat mempertegas efek upwelling yang terjadi pada sisi utara transek D.
Komunitas Fitoplankton di Laut Lamalera … (Nurul Fitriya & Muhammad Lukman)
Thalassiothrix 6.14%
Skeletonema 5.75%
Bacteriastrum 5.01%
Bacteriastrum 6.68%
Thalassiosira 11.66%
Hemiaulus Asterionella 4.49% 3.74%
Thalassiothrix 5.18% Rhizosolenia 3.79% Planktoniella 2.29%
Nitzschia 3.00% Rhizosolenia 2.40%
Hemiaulus 1.18%
Eucampia 1.98% Other 2.12%
Chaetoceros 67.37%
Odontela 0.09% Hemidiscus 0.03% Planktoniella 0.02%
Rhizosolenia 7.11%
Chaetoceros 66.20%
Lembata Strait (4 stations): St. 5, 6, 7, 8
Flores Strait (4 stations): St. 1, 2, 3, 4
Thalassiosira 23.88%
Nitzschia
0.90% Other 4.19% Streptotheca
Thalassiothrix 6.71%
Rhizosolenia 15.38%
Nitzschia 4.24%
0.69% Coscinodiscus 0.60% Eucampia 0.37% Navicula 0.22% Lauderia 0.14% Asterionella 0.09%
Thalassiosira 3.85% Climacodium 3.30%
Bacteriastrum 3.04%
Other 2.88%
Chaetoceros 56.38%
Coscinodiscus 1.27% Nitzschia 0.82% Hemidiscus 0.37% Lauderia 0.42%
Alor Strait (4 stations): St. 9, 10, 11, 13.
Thalassiothrix 2.94%
Other 3.21%
Chaetoceros 67.08%
Sawu Sea (11 stations): St. 14 s.d. St. 24
-
Bacteriastrum 1.92% Eucampia 0.29% Hemiaulus 0.20% Coscinodiscus 0.21% Lauderia 0.14% Streptotheca 0.12% Navicula 0.12% Guinardia 0.09% Planktoniella 0.08% Stephanopyxis 0.05% Odontela 0.01%
Gambar 3. Proporsi kepadatan diatom di Laut Lamalera: (atas) Selat Flores dan Selat Lembata; (bawah) Selat Alor dan Laut Sawu Utara. Figure 3. Proportion of diatom densities in the Lamalera Sea: (upper) Flores Strait and Lembata Strait; (bottom) Alor Strait and North Sawu Sea. Distribusi Spasial dan Kondisi Oseanografi Komposisi fitoplankton yang relatif sama di semua titik sampling mengindikasikan bahwa distribusi spasial fitoplankton relatif luas mulai dari perairan Lamalera Utara hingga perairan Lamalera Selatan. Namun, data kepadatan menunjukkan variasi lokal antara stasiun pengamatan cukup nyata dalam tiap transek A, B, C, dan D. Ini mengindikasikan bahwa keberadaan fitoplankton sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang bersifat lokal, khususnya unsur hara. Variasi kadar unsur hara cukup besar di permukaan dengan simpangan baku relatif 43% untuk fosfat, 61% untuk nitrat, dan 69% untuk silikat, dengan nilai rata-rata dari fosfat, nitrat, dan silikat di air permukaan berturut-turut adalah 0,88 µg Atom/l, 2,13 µg Atom/l, dan 4,04 µg Atom/l (Simanjuntak, 2012). Silikat terlarut yang tinggi di lapisan permukaan (mixing zone) perairan Lamalera Selatan menunjukkan bahwa ada sumber silikat yang signifikan. Konsentrasi silikat terlarut yang tinggi di permukaan perairan laut lepas dapat
terjadi oleh proses pengangkatan massa air laut kedalaman (upwelling) yang mengandung konsentrasi silikat tinggi (Ittekkot et al., 2000; Jones et al., 2013).
KESIMPULAN Komunitas fitoplankton di perairan Lamalera terdiri dari 28 genera yang termasuk ke dalam dua kelas utama, yaitu Diatom (20 genera) dan Dinoflagellata (8 genera). Kepadatan fitoplankton berkisar 0,28-28.105 sel/m3, dengan rata-rata 6.105 sel/m3 dan didominasi oleh Chaetoceros. Komunitas fitoplanktonnya menunjukkan komposisi yang relatif sama di semua titik pengamatan yang berarti bahwa distribusi spasial fitoplankton luas dan merata. Kepadatan fitoplankton yang bervariasi secara spasial mengindikasikan pengaruh lingkungan lokal yang kuat, khususnya unsur hara. Konsentrasi silikat yang tinggi di permukaan 265
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, Vol. 1, No. 3, Desember 2015: 259-267 secara langsung menjelaskan efek upwelling. Perbedaan struktur komunitas dan kepadatan di perairan Selat Alor Selatan adalah efek dari proses upwelling yang sedang terjadi. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan kondisi perairan Lamalera masih baik sebagai perairan oseanik pada umumnya.
PERSANTUNAN Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ditjen Dikti dan P2O LIPI atas fasilitas yang diberikan, sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Tidak lupa kami sampaikan rasa terima kasih kepada kru K.R. Baruna Jaya VIII atas bantuannya dalam pengambilan sampel air dan fitoplankton. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada rekan-rekan di laboratorium plankton, ibu Dra. Hikmah Thoha, M.Si, ibu Sugestiningsih dan ibu Trimaningsih atas segala bantuan dan kerja samanya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Data hasil analisis plankton perairan Ngarai Senunu, Nusa Tenggara Timur, September 2012. Laboratorium Plankton, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 6 hlm. Arinardi, O. H., A. B. Sutomo, S. A. Yusuf, Trimaningsih, S. H. Riyono, dan E. Asnaryanti. 1997. Kisaran, Kelimpahan, dan Komposisi Plankton Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI. 140 hlm. Boyd. 1979. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Auburn University Agricultural. Expt. Station. Auburn. Alabama, USA. 389 pp. Febrina, H. 2005. Komposisi dan Kelimpahan Jenis Fitoplankton pada Perairan Pulau Bonerate Kabupaten Selayar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar. 75 hlm. Fitriya, N., H. Surbakti, dan R. Aryawati. 2011. Pola Sebaran Fitoplankton Serta Klorofil-a Pada Bulan November di Perairan Tambelan, Laut Natuna. Jurnal Maspari, 3(2): 1-8 Gao, X. and J. Song. 2005. Phytoplankton distributions and their relationship with the environment in the Changjiang Estuary, China. Marine Pollution Bulletion, 50: 327-335.
266
Hutagalung, H., S. H. Riyono, dan D. Setiapermana. 1997. Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. LIPI. 81 hlm. IOC WESTPAC. 2010. Manuals and Guides Microscopic and Molecular Methods for Quantitative Phtyoplankton Analysis. Editors: Bengt Karlson, Caroline Cusack dan Eileen Bresnan. UNESCO. 110 pp. Ittekkot, V., C. Humborg, and P. Schäfer. 2000. Hydrological Alterations and Marine Biogeochemistry: A Silicate Issue? BioScience, 50(9): 776-782. Jones, K. N., K. I. Currie, C. M. Mc Graw, and K. A. Hunter. 2013. The effect of coastal processes on phytoplankton biomass and primary production within the near-shore Subtropical Frontal Zone.Estuarine, Coastal and Shelf Science, 124: 44-55. Kemp, A. E. S., J. Pike, R. B. Pearce, and C. B. Lange. 2000. The”Fall-dump” – a new perspective on the role of a”shade flora” in the annual cycle of diatom production and export flux. Deep-sea Research II, 47: 2129-2154. Lalli, C. M. and T. R. Parsons. 1993. Biological Oceanography:an Introduction. Pergamon Press, New York. 301 pp. Millero, F. J. 2006. Chemical Oceanography, 3rd Ed. Taylor and Francis, 496 pp. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W.B. Saunders Company, Toronto. 546 pp. Omura, T., M. Iwataki, V. M. Borja, H. Takayama, and Y. Fukuyo. 2012. Marine Phytoplankton of the Western Pacific. Kouseisha Kouseikaku Co., Ltd. Japan. 160 pp. Onodera, J., K. Takahasi, and M. C. Honda. 2005. Pelagic and coastal diatom, fluxes and the environmental changes in the nortwestern North Pacific during December 1997–May 2000. Deep Sea Research Part II, 52: 22182239. Onyema, I. C. 2007. The phytoplankton composition, abundance and temporal variation of a polluted estarine creek in Lagos, Nigeria. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 7: 89-96. Polikarpov, I., F. Al-Yamani, and M. Saburova. 2009. Space-Time Variability of Phytoplankton Structure and Diversity in the North-Western Part of the Arabian Gulf (Kuwait’s waters). Bio. Risk, 3: 83-96. Praseno, D. P. and Sugestiningsih. 2000. Retaid di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. 82 pp.
Komunitas Fitoplankton di Laut Lamalera … (Nurul Fitriya & Muhammad Lukman) Pitcher, G. C. 1990. Phytoplankton seed population of the Cape peninsula upwelling plume with particular reference to resting spores of Chaetoceros (Bacillariophyceae) and their role in seeding upwelling waters. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 31: 283– 301. Round, F. E., R. M. Crawford, and D. G. Mann. 1990. The Diatoms Biology and Morphology of the Genera. Cambridge University Press, Cambridge. 747 pp. Sankar, R. S. and G. Padmavati. 2012. Species composition, abundance, and distribution of phytoplankton in the Harbor aras and coastal waters of Port Blair, South Andaman. International Journal of Oceanography and Marine Ecological System, 1(3): 76-83. Shirling, G. and B. Wilsey. 2001. Empirical Relationships between Species Richness, Evenness, and Proportional Diversity. The American Naturalist, 158(3): 286-299. Simanjuntak, M. 2012. Laporan Perjalanan Pelayaran Ekspedisi Baruna Jaya VIII di Perairan Lamalera, 19-30Juli 2011. Kerja sama antara Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) dan Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O – LIPI). 120 hlm. Spatharis, S., G. Tsirtsis, D. B. Danielidis,T. D. Chi, and D. Mouillot. 2007. Effects of pulsed nutrient inputs on pytoplankton assemblage structure and blooms in an enclosed coastal area. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 73: 807-815. Spatharis, S. and G. Tsirtsis. 2010. Ecological quality scales based on phytoplankton for the implementation of Water Framework Directive in the Eastern Mediterranean. Ecological Indicators, 10: 840-847. Taylor, F. J. R.. 1994. Reference Manual Taxonomic Identification of Phytoplankton with Reference to HAB Organisms. ASEANCanada Cooperative Programme on Marine Science Workshop on the Taxonomy of Phytoplankton and Harmful Algal BloomOrganisms Hosted by LIPI, Jakarta. 568 pp. Thoha, H. dan N. Fitriya. 2010. The Diversity of Plankton in Sangihe-Sangir Talaud Islands, Sulawesi, Indonesia. Biosfera, 27(3): 112-118. Thoha, H. dan K. Amri. 2011. Komposisi dan kelimpahan Fitoplankton di Perairan Kalimantan Selatan. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 37(2): 371-382.
Wickstead, J. H. 1965. An Introduction to Study of Tropical Plankton. Hutchinson Tropical Monographs. London. 160 pp. Widianingsih, R. H., D. Asikin, dan Sugestiningsih. 2007. Kelimpahan dan Sebaran Horizontal Fitoplankton di Perairan Pantai Timur Pulau Belitung. Ilmu Kelautan, 12(1): 6-11. Yamaji, I. E. 1976. Illustration of the Marine Plankton of Japan. Hoikusha, Osaka, Japan. 618 pp.
267