PROF. DR. H. L.M. HARAFAH, S.E., M.Si
EKONOMI PERTANIAN
REFLEKSI PEMIKIRAN ILMIAH KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERTANIAN WILAYAH REGIONAL
Penerbit : HISPISI SULTRA
i
Cover Belakang EKONOMI PERTANIAN “Refleksi Pemikiran Ilmiah Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Wilayah Regional”. Pemahaman tentang ekonomi pertanian (agriculture economics) merupakan
ekonomi terapan yang mengkaji dan menganalisis
situasi pertanian, di mana kajiannya mencakup berbagai hal yang berhubungan dengan pertanian tersebut. Kajiannya meliputi situasi dan kondisi ekonomi yang memanfaatkan produk-produk pertanian, sumber daya manusia (para petani), sumber daya alam, sumber daya unggulan dari pada produk pertanian, pengguna atau masyarakat yang mengkonsumsi produk pertanian tersebut dan berbagai potensi ekonomi pertanian lainnya. Kajian dalam buku ini mencakup teori, konsep maupun situasi empirik yang berhubungan dengan produk-produk unggulan pertanian yang diusahakan masyarakat pada berbagai daerah. Buku ini pula merupakan acuan bagi pertumbuhan ekonomi, baik secara nasional maupun regional (daerah). Secara empirik, maka ditampilkan berbagai produkproduk unggulan pertanian yang ada pada tiap Provinsi di Indonesia, sehingga setiap wilayah Provinsi dapat mengetahui situasi produk-produk unggulan pertanian yang dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan perekonomian wilayahnya. Di lain pihak, setiap Provinsi di Indonesia dapat mengetahui pula keterbatasan ataupun kekurangan yang dialami daerahnya, terutama yang masih dikategorikan sebagai daerah tertinggal, dan hal ini pula dapat dijadikan acuan untuk mendapatkan titik permasalahan atau kendala yang dialami oleh wilayah tersebut. Kajian kuantitatif maupun kualitatif sebagai alat analisis (tools of analysis) sangat membantu dalam menentukan unggul dan tidaknya produk pertanian yang ada di wilayah tersebut. Kajian kuantitatif meliputi analisis Location Quotient (LQ), Strength, Weakness, Opportunity and Treath (SWOT) dan berbagai kajian kuantitatif lainnya. Sedangkan kajian kualitatif meliputi berbagai aspek gambaran, penjelasan maupun berbagai kajian kualitatif lainnya. Penulis menyadari bahwa alat analisis di atas masih serba sederhana dalam menentukan kebijakan ekonomi, namun berbekal pada motivasi dan upaya maksimal, sehingga terwujud kajian empirik tentang produk unggulan pertanian pada tiap Provinsi di Indonesia. Secara spesifik ditampilkan hasil penelitian di wilayah regional (daerah otonomi baru) di Kabupaten Muna Barat, di mana di dalamnya terdapat situasi pertanian unggulan pada tiap Kecamatan di wilayah tersebut. Dengan mengacu pada perubahan sektor ekonomi yang digalakkan oleh setiap wilayah Provinsi di Indonesia, maka buku ini merupakan acuan dan tentunya akan ada edisiedisi revisi di masa yang akan datang. Kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan bagi pembaca maupun penelaah yang budiman.
go back to the nature Diterbitkan oleh : HISPISI SULTRA
ISBN : 978-602-72230-4-2
Barcode
Kendari ii
EKONOMI PERTANIAN Refleksi Pemikiran Ilmiah Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Wilayah Regional
Prof. Dr. H. L.M. Harafah, S.E., M.Si
Desain Sampul Penerbit Cetakan Perdana
: Asmardin : HISPISI SULTRA : November 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Bila dijadikan acuan ataupun sumber pustaka, harap cantumkan penulisnya.
Diterbitkan oleh : HISPISI SULTRA
ISBN : 978-602-72230-4-2
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sebagai insan ciptaan Allah Swt. patut memanjatkan puji syukur kehadirat-Nya atas segala limpahan Rakhmat dan Karunia-Nya, sehingga apa yang kita laksanakan selalu dalam naungan-Nya. Sebagai pendidik (dosen), maka penulis termotivasi untuk mempublikasikan suatu buku yang berjudul EKONOMI PERTANIAN “Refleksi Pemikiran Ilmiah Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Wilayah Regional”. Buku ini terdiri dari 4 (empat) bagian inti, yakni (pertama) mencakup Pendahuluan, (kedua) mencakup Kesepadanan Pembangunan Pertanian, (ketiga) mencakup Teori dan Konsep Ekonomi Pertanian, dan (keempat) mencakup Refleksi Hasil Penelitian Ilmiah. Pada bagian pertama, membahas tentang pemahaman dasar dan makna ekonomi pertanian. Bagian kedua, membahas tentang kesepadanan pembangunan sumber daya manusia dan sumber daya alam sektor pertanian, situasi lingkungan dan wilayah pertanian, serta produk-produk unggulan wilayah regional. Selanjutnya, pada bagian ketiga membahas tentang berbagai teori dan konsep ekonomi pertanian kaitannya dengan teori dan konsep ekonomi regional berdasarkan penelitian ilmiah. Kemudian pada bagian keempat membahas tentang hasil penelitian dan penelusuran secara ilmiah terhadap berbagai sektor pertanian unggulan yang terdapat di 34 Provinsi di Indonesia serta hasil penelitian ilmiah yang dilakukan di Kabupaten Muna Barat yang merupakan daerah otonomi baru. Kandungan dalam buku ini disusun sedemikian rupa, sehingga bisa dibaca oleh stake holder, baik sebagai akademisi, pemerintah (eksekutif), wakil rakyat (legislatif) dan masyarakat pada umumnya. Dengan tersusunnya buku ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, baik para eksekutif, legislative, para SKPD serta masyarakat pada umumnya. Penulis telah berupaya semaksimal mungkin guna memenuhi harapan dan keinginan bagi pembaca, namun disadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan di dalamnya. Hal ini terjadi karena keterbatasan pemahaman dan kemampuan penulis. Olehnya itu kritik dan saran konstruktif sangatlah diperlukan guna pembenahan dan perbaikan pada masa yang akan datang. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat dan para pembaca yang budiman. Semoga Allah Swt. memberkati kita semua. Amiin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kendari, November 2015
Penulis iv
komoditas unggulan pertanian dengan motto : - go back to the nature - anugrah sang pencipta
v
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR - IV MOTTO – V DAFTAR ISI - VI
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
BAB I PEMAHAMAN DASAR – 1 A. Sekelumit Pandangan Ekonomi - 1 1. Ekonomi Pra Klasik - 2 2. Ekonomi Klasik - 4 3. Ekonomi Neo Klasik - 5 4. Ekonomi Kaum Sosialism - 10 5. Ekonomi Johm Maynard Keynes - 12 B. Arti dan Makna Pembangunan Ekonomi - 16 1. Arti Pembangunan Ekonomi - 16 2. Makna Pembangunan Ekonomi - 17
BAB II MAKNA EKONOMI PERTANIAN – 22 A. Arti dan Makna Ekonomi Pertanian - 22 B. Klasifikasi Ekonomi Pertanian - 23 1. Pertanian Rakyat - 24 2. Perkebunan - 25 3. Kehutanan - 25 4. Perikanan - 30 5. Peternakan - 35 C. Indikator dan Formulasi Ekonomi Pertanian - 36 1. Indikator Ekonomi Pertanian – 36 2. Formulasi Ekonomi Pertanian - 37
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH BAB III. SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH SUMATERA – 45 1. Pertanian Unggulan Provinsi Aceh – 45 2. Pertanian Unggulan Provinsi Sumatera Utara – 47 3. Pertanian Unggulan Provinsi Sumatera Barat – 48 4. Pertanian Unggulan Provinsi Riau – 49 5. Pertanian Unggulan Provinsi Kepulauan Riau – 50 6. Pertanian Unggulan Provinsi Jambi – 52 vi
7. Pertanian Unggulan Provinsi Sumatera Selatan – 54 8. Pertanian Unggulan Provinsi Bangka Belitung – 56 9. Pertanian Unggulan Provinsi Bengkulu – 58 10. Pertanian Unggulan Provinsi Lampung – 59
BAB IV. SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH JAWA DAN BALI – 61 1. Sektor Unggulan Provinsi DKI Jakarta – 61 2. Sektor Unggulan Provinsi Jawa Barat – 62 3. Sektor Unggulan Provinsi Banten – 64 4. Unggulan Pertanian Provinsi Jawa Timur – 65 5. Pertanian Unggulan Provinsi Jawa Tengah – 67 6. Pertanian Unggulan Provinsi D.I Yogyakarta – 68 7. Pertanian Unggulan Provinsi Bali – 69
BAB V. SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH KALIMANTAN – 72 1. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Barat – 72 2. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Tengah – 74 3. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan – 77 4. Sektor Unggulan Provinsi Kalimantan Timur – 78 5. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Utara – 80
BAB VI. SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH SULAWESI DAN LAINNYA -81 1. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Utara – 81 2. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Tengah – 83 3. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan – 84 4. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Barat – 84 5. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara – 86 6. Pertanian Unggulan Provinsi Gorontalo – 87 7. Pertanian Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Barat – 88 8. Pertanian Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur – 89 9. Pertanian Unggulan Provinsi Maluku – 91 10. Pertanian Unggulan Provinsi Maluku Utara – 92 11. Pertanian Unggulan Provinsi Papua – 94 12. Pertanian Unggulan Provinsi Papua Barat – 95
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU BAB VI. PROFIL WILAYAH KABUPATEN MUNA BARAT – 98 A. Gambaran Umum Wilayah - 98 vii
1. Letak Geografis - 98 2. Luas Wilayah – 98
B. Prasarana Wilayah - 104 1. Prasarana Perhubungan Darat - 104 2. Prasarana Perhubungan Laut dan Udara – 104
C. Potensi Sumber Daya Alam - 105 1. Pertanian (Penggunaan Lahan) - 105 2. Kehutanan – 106 3. Perikanan dan Kelautan - 107 4. Peternakan – 108 5. Pariwisata - 109
D. Pembangunan Infra Struktur Pertanian - 109 BAB VIII. SITUASI SEKTORAL KABUPATEN MUNA BARAT -110 1. Kecamatan Napano-Kusambi – 110 2. Kecamatan Sawerigadi – 136 3. Kecamatan Tiworo Kepulauan – 137 4. Kecamatan Tiworo Selatan – 140 5. Kecamatan Tiworo Tengah – 142 6. Kecamatan Barangka – 144 7. Kecamatan Kusambi – 145 8. Kecamatan Lawa – 145 9. Kecamatan Maginti – 146 10. Kecamatan Tiworo Utara – 146 11. Kecamatan Wadaga – 146
DAFTAR PUSTAKA – 147 LAMPIRAN - 152 PROFIL DAN KINERJA PENULIS -158
viii
ix
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 0
BAB I PEMAHAMAN DASAR A. Sekelumit Pandangan Ekonomi Sadar maupun tidak disadari, pengimplementasian maupun aplikasi ilmu ekonomi telah dilakukan sejak adanya manusia di muka bumi, yakni „Adam dan Sitti Hawa‟. Hal ini terbukti bahwa secara ekonomi manusia mempunyai kebutuhan hidup seperti makan, minum, sex, tidur, berjalan, dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dimaksudkan untuk melangsungkan atau mempertahankan hidupnya. Perkembangan ilmu ekonomi muncul sekitar abad ke-6 Sebelum Masehi, di mana para filosof Yunani Kuno memberikan pengertian kata „ekonomi‟ yang terdiri dari dua kata, yakni oikos dan nomos. Kata oikos berarti rumah tangga dan nomos berarti aturan/norma. Jadi kata ekonomi mengandung arti „aturan-aturan rumah tangga‟. Dalam perkembangan selanjutnya pemahaman terhadap ilmu ekonomi mulai nampak, di mana dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi terdapat para ahli filsafat ekonomi (filosof ekonomi) yang genius, mulai dari mashab pra klasik hingga sekarang ini. Sehubungan dengan hal tersebut, maka sekelumit tentang perkembangan ilmu ekonomi akan dijabarkan lebih lanjut sesuai situasi ataupun mashab yang terjadi dalam peradaban ilmu ekonomi tersebut.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 1
1. Ekonomi Pra Klasik Pemahaman ekonomi pra klasik dimaksudkan sebagai aktivitas ekonomi sebelum masuk era ekonomi klasik. Pada era ekonomi ini terdapat dua mashab pemikiran ekonomi, yakni mashab merkantilisme dan fisiokrat. Perkembangan ekonomi mashab pra klasik ini berkisar pada abad 17 dan 18. a. Mashab Merkantilisme Filosof yang terkenal pada kaum merkantilisme adalah Jean Baptiste Colbert, Jean Bodin, John Locke, Thomas Milles, Thomas Mun, William Temple, William Petty, Dudley North, Bernard de Mandeville, John Law, James Steuart, A. Montchretien de Vatteville. Kata merkantilisme terdiri dari dua, yakni merchant yang berarti pedagang, perniagaan, saudagar dan kata ism berarti aliran. Jadi kata merkantilisme mengandung makna aliran perniagaan/perdagangan. Dasar pemikiran bagi kaum merkantilisme adalah bahwa suatu neraca perdagangan aktif dapat menyebabkan mengalirnya mas ke dalam negeri sebagai syarat utama usaha, sehingga dapat menyebabkan kemakmuran nasional. Pandangan ini adalah dasar bagi suatu politik perniagaan proteksionistik, seperti halnya di Perancis di bawah pimpinan Jean Baptiste Colbert. Selanjutnya para pemikir kaum merkantilis mengemukakan bahwa kemakmuran suatu negara diukur menurut perbandingan antara impor dan ekspornya. Bilamana ekspor ternyata lebih besar dari impornya, maka dinyatakan bahwa terdapat adanya neraca perdagangan yang menguntungkan. Kelebihan
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 2
ekspor menurut kaum merkantilis akan menyebabkan bertambahnya pendapatan negara. Dengan demikian merkantilisme dianggap sebagai suatu sistem politik ekonomi. b. Mashab Fisiokrat Istilah fisiokrat terdiri dari dua kata, yakni physic dan create atau kratein. Kata physic dapat berarti alam (pertanian), sedangkan kata create berarti menciptakan/menimbulkan atau kratein (harus berkuasa). Dengan demikian, maka „fisiokrat‟ mengandung makna menciptakan/menimbulkan alam (pertanian) atau alam harus berkuasa (supremasi alam). Tokoh-tokoh atau filosof terkenal pada mashab kaum fisiokrat adalah Francois Quesnay, Turgot, Le Mercier de la Reviere, Dupont de Nemours. Francois Quesnay adalah seorang ekonom Perancis yang dalam sejarah terkenal sebagai pencetus istilah produktivitas (productivity), di mana pada tahun 1776 menerbitkan artikel dengan judul Historis Viewpoint of Economic Theories. Pada artikel ini ia melihat bahwa tanah pertanian sebagai sumber kekayaan yang sebenarnya. Pemikiran para kaum fisiokrat mengatakan bahwa semua sumber kemakmuran terletak dalam bidang pertanian. Pada mashab ini dapat dikatakan bahwa segala aktivitas ekonomi didominasi oleh sektor pertanian. Kajian tentang ekonomi pertanian hingga saat ini cikal bakalnya bersumber pada mashab fisiokrat tersebut.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 3
2. Ekonomi Klasik Pemahaman ekonomi klasik, di mana berusaha untuk memecahkan semua masalah ekonomi dengan bantuan penyelidikan ke arah faktor-faktor permintaan dan penawaran yang menentukan harga. Beberapa tokoh ataupun filosof mashab ekonom klasik yang terkenal, yaitu Adam Smith, Thomas Robert Malthus, Jean Baptiste Say, David Ricardo, John Heinrich von Thunen, Nassau William Senior, Friedrich von Hermann, John Stuart Mill dan John Elliot Cairnes. Mereka terkenal bukan karena memberikan pemecahan kepada masalah ekonomi saja, melainkan juga karena cara mereka mengemukakan masalah. Adam Smith (1723-1790) berkebangsaan Skot, merupakan Filosof yang paling terkenal dalam mashab klasik bahkan dalam sejarah perkembangan ilmu ekonomi, sehingga dinamakan sebagai bapak ilmu ekonomi (the father of economic). Karya terbesarnya adalah buku yang berjudul “An inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations”(biasanya disingkat the Wealth of Nations) yang ditulis pada tahun 1776. Buku tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yakni “ Suatu penyelidikan mengenai alam dan sebab-sebabnya terhadap kekayaan suatu negara. Sesudah Adam Smith, maka tokoh ekonomi klasik lainnya, yakni T.R. Malthus dengan judul buku “Essay
on the principles of population; or a view of its past and present effect on human happiness; with an inquiry into our prospects representing the future removal, or mitigation of the evils which it occasions”. Buku tersebut merupakan termashur kedua, dalam perkembangan teori klasik. Fokus ekonomi pada mashab klasik adalah liberalisasi, yakni mendasarkan diri atas dalil bahwa
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 4
sesuatu perekonomian yang berkembang dengan bebas merupakan syarat terbaik bagi suatu perkembangan kemakmuran yang menguntungkan. 3. Ekonomi Neo Klasik Kurun waktu tentang aktivitas ekonomi neo klasik sekitar akhir abad ke-19. Tokoh-tokoh pemikir ataupun para filosof terkenal pada mashab ekonomi neo klasik adalah Leon Walras dan Alfred Marshall. a. Leon Walras Dasar pemikiran dari pada Walras yang menonjol adalah tentang pengertian fungsi produksi, di mana ia membaginya pada tiga macam fungsi produksi, yakni : 1. Fungsi produksi di mana koefisien produksi atau koefisien teknis adalah fixed. 2. Fungsi produksi di mana koefisien-koefisien teknis tertentu adalah variabel dan sebagian lagi adalah tetap. 3. Fungsi-fungsi produksi di mana koefisien-koefisien teknis semua faktor produksi adalah variabel. Koefisien teknik di sini merupakan sesuatu alat produksi, yakni jumlah total dari alat produksi yang telah digunakan dibagi oleh produksi (output). Jadi misalnya koefisien teknis adalah T, maka : T = Qa/O Pertambahan output sewaktu faktor produksi variabel ditambah, maka dapat dibedakan dalam tiga tahap seperti dilukiskan pada gambar berikut :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 5
Gambar 1.1 Tahapan Produksi
O U T P U T V A R I A B L E
Tahap II
TPP Tahap III
APP Tahap I
MPP
O INPUT VARIABLE
Pada Gambar 1.1 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tahap pertama, yaitu produk total fisik atau Total Physical Product (TPP) mengalami kenaikan, produk fisik rata-rata atau Average Physical Product (APP) bertambah dan Produk fisik marginal atau Marginal Physical Product (MPP) juga meningkat. Tahap kedua, yaitu tahap kenaikan hasil tetap dan berkurang, di mana Produk fisik marginal atau Marginal Physical Product (MPP) bersinggungan dengan APP, namun pada akhirnya MPP = 0 (nol). Pada saat APP bersinggungan dengan MPP, saat itu APP mencapai titik puncaknya (Maksimum).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 6
Tahap ketiga, yaitu tahap hasil yang negatif. Awal tahap ketiga TPP mengalami titik puncaknya (MPP=0), kemudian hasilnya semakin menurun, demikian pula APP bahkan nilainya adalah 0 (nol).
Prosedur ataupun tahapan fungsi produksi di atas merupakan suatu aturan (hukum) yang terjadi dalam proses produksi. Aturan atau hukum tersebut diistilahka dengan the law of diminishing return (hukum kenaikan hasil), yang terdiri dari tiga (3) pemaknaan, yaitu : (1) tahap pertama diistilahkan dengan increasing return to scale (skala kenaikan/peningkatan hasil), (2) tahap kedua diistilahkan dengan constant and negative return to scale (skala hasil yang tetap dan berkurang), dan (3) tahap ketiga diistilahkan dengan decreasing return to scale (skala penurunan hasil). Makna dari pemikiran Walras tentang fungsi produksi tersebut, hingga kini dijadikan suatu acuan dalam perkembangan ilmu ekonomi. b. Alfred Marshall Pemikir ekonomi neo klasik Alfred Marshall dikenal pula sebagai pendiri mashab Anglo Amerika. Marshall mengeritik konsep „homo economicus‟, karena menganggap hal tersebut terlalu sempit, di mana yang dipersoalkan adalah manusia riel (nyata). Marshall memuji persaingan, namun ia mengakui bahwa hal tersebut terdapat kebaikan dan keburukannya. Pada keadaan tertentu persaingan harus dibatasi dengan jalan kerja sama atau kombinasi. Ia menggunakan istilah „competitive system‟ sebagai pengganti istilah „freedom of industry and enterprise‟.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 7
Dari segi keburukan, Marshall melihat kemiskinan dan ia ingin melenyapkannya. Ia menganjurkan agar kekayaan diabdikan untuk kepentingan umum. Konsep tanah atau modal sebagai alat-alat produktif material. Bagi pihak organisator ataupun manager yang menggunakan faktor-faktor produktif yang sebaikbaiknya. Marshall tidak percaya bahwa para majikan dan buruh, kaum kapitalis dan para pemilik tanah beroposisi. Secara fundamental satu sama lain harus bekerja sama karena semua pihak mempunyai kepentingan bersama, dalam hal melaksanakan kerja sama secara efisien. Marshall adalah seorang yang menginginkan arti praktis dari ilmu ekonomi, di mana ia sebagai pelopor metode keseimbangan parsial atau keseimbangan khusus. Pembagian keseimbangan menurut periode sebagai berikut : a. Keseimbangan sementara antara permintaan dan penawaran. b. Keseimbangan jangka pendek antara permintaan dan penawaran. c. Keseimbangan jangka panjang antara permintaan dan penawaran. Makin panjang periode yang bersangkutan makin sempurna penawaran yang dapat menyesuaikan diri dengan permintaan. Kemudian makin panjang periode tersebut makin besar pengaruh biaya-biaya produksi dan harga. Dalam jangka panjang harga akan sama dengan biaya-biaya „representative firm‟. Istilah „representative firm‟ merupakan perusahaan yang bukan tergolong pada perusahaan dengan pimpinan terbaik, akan tetapi juga tidak tergolong pada
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 8
perusahaan dengan pimpinan terburuk. Pertambahan permintaan dalam jangka pendek akan menyebabkan suatu kenaikan harga. Biaya-biaya marginal meningkat pada perluasan produksi, sebagai akibat keharusan untuk menggunakan alat-alat produksi yang kurang modern. Pada jangka panjang ada kemungkinan bahwa suatu pertambahan dalam permintaan menimbulkan biaya-biaya dan harga-harga lebih tinggi. Menurut Marshall, hal tersebut dapat terlihat dalam lahan pertanian sebagai akibat adanya hukum hasil yang berkurang (the law of diminishing return). Akan tetapi pada bidang industri, pertambahan permintaan akan menimbulkan biaya-biaya serta harga lebih rendah, karena hasil lebih yang bertambah yakni internal dan external economies. Selanjutnya Marshall juga menghubungkan pengertian rent atau sewa dengan supply price (harga penawaran). Harga penawaran sejumlah benda adalah harga yang dibutuhkan untuk menarik pengorbanan produksi (faktor produksi) yang dibutuhkan untuk output. Jadi menurutnya supply price dipengaruhi oleh real cost of production (biaya riil produksi). Ia tidak menggunakan istilah efforts and sacrifices. Ia mengatakan bahwa sewa tanah janganlah kita anggap sebagai gejala yang berdiri sendiri. Gejala sewa (rent) juga terlihat pada alat-alat produksi lain. Dengan demikian, maka pendapatan dari bendabenda modal dalam jangka pendek merupakan semacam rent, yaitu quasi rent (mendekati sewa). Sedangkan untuk jangka panjang kita menghadapi disposisi modal bebas, di mana pendapatan dari padanya adalah bunga modal. Dengan demikian quasi rent yang ada pada jangka pendek kurang berpengaruh.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 9
4. Ekonomi Kaum Sosialism Pemahaman kaum sosialism muncul sekitar ahir abad 18 dan awal abad 19, di mana para pemikir atau filosof menafsirkan perlunya kebebasan, harga diri manusia dan supremasi hukum. Tidak mengherankan bahwa filsafat yang menekankan aspek-aspek sosial orde alamiah, kesediaan manusia untuk bekerja sama, kesempurnaan sifat manusia dan keinginan untuk mencapai kesamaan politik, sosial ekonomi, makin lama makin banyak mendapatkan dukungan. Jean Jacques Rousseau berpendapat bahwa „hak milik merupakan pencurian‟. Lalu Francois Emile Babeuf (1760-1797) pada zaman direktorat, berusaha untuk menghapuskannya dan mendirikan masyarakat komunistik. Ia berpendapat bahwa „nature has given to every man an equal right in the enjoyment of all goods‟. a. Kaum Sosialis Utopis Istilah atau kata ‟utopis‟ berasal dari judul buku yang dikarang oleh Thomas More dalam tahun 1516, yakni mengenai keadaan negara yang paling sempurna dan pulau baru yang bernama Utopia‟. Inti pokok tentang keadaan yang digambarkan dalam buku tersebut adalah sebagai berikut : a. Pada pulau utopis tersebut tidak ada lagi hak milik privat. b. Jam kerja terbatas hingga 6 jam. c. Baik pria maupun wanita diharuskan bekerja. d. Kewajiban belajar diadakan. e. Terdapat kebebasan beragama total. Filosof Inggris yang termashur bernama Francis Bacon, menggambarkan masyarakat ideal dalam
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 10
bukunya „Nova Atlantis‟(1623) menganggap bahwa di sana “semua kebodohan dan prasangka telah lenyap dan orang lain telah mendapatkan gambaran lengkap mengenai hukum-hukum alam. Inti pikirannya adalah bahwa manusia akan bebas apabila ia menemukan kebenaran. Thomas Companella menerbitkan buku „negara matahari‟ (civitas soli) yang diterbitkan juga tahun 1623, di mana lebih memperdalam masalah-masalah sosial. Sesuai pendapat More, Companella menginginkan agar pendidikan sama bagi anak-anak wanita dan pria, karena pendidikan merupakan salah satu syarat bagi penciptaan masyarakat yang lebih baik. Tetapi agak berbeda dengan More tentang pendapat bahwa keluarga bukanlah dasar yang baik bagi masyarakat. Apabila anak-anak mencapai usia 3 tahun, maka mereka diserahkan kepada negara. Tokoh-tokoh atau filosof terkenal kaum sosialis utopis, yakni Edward Bellamy, Robert Owen, H. de Saint Simon, Louis Blanc, J.P. Proudhon. Para pemikir kaum utopis (seperti Edward Bellamy) beranggapan bahwa satu-satunya pemecahan masalah kemiskinan terletak pada usaha untuk merombak organisasi ekonomi secara total. b. Kaum Sosialis Ilmiah Karl Marx dan Friedrich Engels merupakan tokoh/filosof terkenal pada kaum sosialis ilmiah. Mereka berusaha agar bagaimana suatu masyarakat sosialis akan berkembang dari masyarakat yang ada, memperkecil perbedaan antara masyarakat yang berada (kaya) dengan masyarakat yang tak punya apa-apa (miskin), demikian pula pada masyarakat sosialis tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan pertentangan-
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 11
pertentangan klas (stratifikasi sosial). Tokoh-tokoh lainnya yang terkenal pada kaum sosialis ilmiah adalah F. Lasalle, Rosa Luxemburg, Sidney Webb, B. Webb. Karl Marx dijuluki sebagai nabi besar sosialism modern, di mana telah mengkombinasikan ide-ide pihak yang telah mendahuluinya, baik kaum sosialis maupun kaum kapitalis dengan ide-idenya sendiri guna membentuk suatu sistem pemikiran baru yang merupakan dasar bagi suatu pergerakan yang kuat. Marx merupakan seorang ahli filsafat, historikus, ahli sosiologi dan ahli ekonomi. Ia telah menggariskan suatu kerangka pemikiran yang didasarkan pada syarat-syarat strategi bagi mereka yang ingin mengubah sifat masyarakat. Teori ekonomi yang dikembangkan oleh Marx boleh dikatakan seluruhnya bersifat klasik, di mana dalam uraiannya menggunakan metode deduksi. Pada pokoknya Marx adalah seorang ahli ekonomi klasik, sehingga ada yang menamakannya sebagai the last classical economist. Marx adalah murid dari David Ricardo, di mana ia sering menggunakan alat-alat analisis Ricardo. Menurut Marx, modal adalah bukan sebagai faktor produksi melainkan sebagai alat untuk mengeksploitasi.
5. Ekonomi John Maynard Keynes John Maynard Keynes (1883-1946) adalah putra seorang profesor ilmu ekonomi Inggris. Ia adalah seorang mahasiswa dan sekaligus guru pada Cambridge University, seorang pegawai negeri, seorang editor dan sekretaris sebuah perkumpulan ilmiah dan seorang pengusaha. Tetapi ia tetap seorang ahli ekonomi yang
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 12
secara konstan memperhatikan problem-problem masa dan tempatnya. Karya terbesar Keynes dijabarkan dalam buku
The General Theory of Employment, Interest and Money (Teori umum mengenai kesempatan kerja, bunga dan uang) yang diterbitkan pada tahun 1936. a. Pokok-Pokok Ajaran Keynes
Inti pokok ajaran Keynes adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan total tergantung dari volume kesempatan kerja total. 2. Kecenderungan untuk berkonsumsi (Propensity To Consume = PTC), di mana jumlah pengeluaran untuk konsumsi tergantung pada tingkat pendapatan, demikian halnya pada kesempatan kerja total. 3. Kesempatan kerja total tergantung pada permintaan efektif total (D), yang terdiri dari dua bagian yaitu : (a) pengeluaran untuk konsumsi (D1) dan (b) pengeluaran untuk investasi (D2), sehingga : D = D 1 + D2 4. Dalam keadaan keseimbangan (equilibrium), permintaan total (aggregate demand = D) sama dengan aggregate supply = Z). Jika
:
D = D1 + D2 atau D2 = D – D1
Maka :
D = Z, sehingga D2 = Z – D1
5. Dalam keadaan keseimbangan (equilibrium), penawaran total sama dengan permintaan total dan permintaan total dideterminasi oleh kecenderungan untuk mengkonsumsi (PTC) dan volume investasi. Dengan demikian, maka volume kesempatan kerja
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 13
6.
7. 8. 9.
tergantung pada : (a) fungsi penawaran total (aggregate supply function), (b) kecenderungan untuk berkonsumsi (the propensity to consume), dan (c) volume investasi. Fungsi penawaran total tergantung pada kondisikondisi fisik penawaran dan kecenderungan untuk berkonsumsi adalah relatif stabil dan oleh karenanya fluktuasi-fluktuasi pada kesempatan kerja terutama tergantung pada volume investasi. Volume investasi tergantung pada : (a) efisiensi marginal modal atau marginal efficency of Capital = MEC, dan (b) suku bunga (interest). Efisiensi marginal modal tergantung pada : (a) harapan tentang hasil laba, dan (b) biaya pengganti aktiva modal. Suku bunga tergantung pada : (a) jumlah uang, dan (b) keadaan preferensi likuiditas.
b. Keynes Versus Klasik Keynes menganggap bahwa pengawasan sentral dan pengawasan oleh negara (pemerintah) adalah perlu guna memperbaiki dan mempertahankan kondisi tertentu yang umumnya diinginkan pada sebuah perekonomian. Pandangan tersebut mirip dengan kaum merkantilisme yang secara singkat dapat dikatakan bahwa ekonomi Keynes merupakan persoalan politik atau kebijaksanaan. Seperti halnya kaum merkantilis ia menghendaki agar pemerintah memberikan perlindungan secara intern dan ia menganjurkan agar diperlakukan perpajakan guna memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja tanpa menaikan upah, sedangkan secara extern ia menganjurkan perlunya tarif protektif guna meningkatkan kegiatan ekspor.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 14
Teori Keynes diasumsikan bahwa tendensi untuk mengadakan tabungan (saving) cenderung menjadi lebih besar dengan tendensi untuk menginvestasi. Pada perekonomian kapitalis yang maju, kesempatan investasi dan perangsang untuk menginvestasi berbeda. Tetapi tabungan (tidak mengeluarkan) berlangsung terus. Dengan demikian timbul suatu kesenjangan (gap) antara pendapatan dan pengeluaran konsumen yang terlampau besar untuk ditutupi/diisi oleh investasi. Hal tersebut mengurangi permintaan efektif yang cenderung menyebabkan output dan kesempatan kerja berkurang. Pada akhirnya pendapatan dan konsumsi terpengaruhi. Jumlah tabungan (surplus yang melebihi konsumsi) berkurang, hingga mengembalikan keseimbangan antara tabungan dan perangsang untuk menginvestasi. Tetapi keseimbangan (equilibrium) parsial serta temporer tersebut adalah keseimbangan yang kurang dari full employment. Keseimbangan demikian tidak terlampau stabil. Jadi Keynes tiba pada suatu kesimpulan bahwa usaha swasta (private enterprise) saja tidak dapat diandalkan. Dalam rangka usaha mencapai tujuan full employment melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan management, Keynes merumuskan sebuah teori ekonomi makro sederhana. Ia mempersoalkan kondisikondisi yang mempengaruhi output dan kesempatan kerja secara keseluruhan yakni pada persoalan aggregates (totalitas/keseluruhan). Variabel-variabel makro ekonomi yang besar bagi Keynes adalah konsumsi total, investasi total dan pendapatan total dalam suatu perekonomian. Formulasinya adalah sebagai berikut :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 15
Konsumsi Total + Investasi Total = Pendapatan total (C + I
= Y)
Formulasi di atas disebut sebagai model ekonomi tertutup sederhana dalam perkembangan ekonomi. Variabel C merupakan Consumption atau konsumsi, yakni pemakaian ataupun pengeluaran terhadap barang dan jasa. Demikian halnya, variabel I merupakan Investment atau investasi, yakni pembelian barangbarang modal yang dapat menambah hasil pada masa yang akan datang. Sedangkan variable Y merupakan Yield atau pendapatan, yakni hasil yang diperoleh dalam kegiatan produksi barang dan jasa.
B. Arti dan Makna Pembangunan Ekonomi 1. Arti Pembangunan Ekonomi Istilah pembangunan (development) dapat berarti suatu proses perubahan yang dilaksanakan secara terus menerus menuju ke arah yang lebih baik lagi. Berdasarkan pemahaman di atas, maka pembangunan ekonomi merupakan suatu proses perubahan pola hidup manusia dari yang kurang sejahtera menuju pada pola hidup yang sejahtera. Seringkali kajian tentang pembangunan di arahkan pada negara-negara terbelakang (sedang berkembang), sedangkan untuk kajian negara maju dikaji secara sepintas saja. Mengapa demikian?. Jawabannya adalah karena pada negara-negara terbelakang atau sedang berkembang masih mempunyai berbagai kekurangan
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 16
dan keterbatasan-keterbatasan, sehingga diperlukan berbagai terobosan ekonomi guna pencapaian kesejahteraan hidup. Negara-negara terbelakang, antara lain : Ethiopia, Somalia dan berbagai negara-negara di Benua Afrika. Sedangkan kategori negara-negara sedang berkembang, seperti : Malaysia, Singapura, Indonesia dan sebagian negara di benua Afrika dan Amerika Latin. Di sisi lain, pemahaman tentang ekonomi pembangunan, yakni suatu kajian ilmu ekonomi yang membahas masalah-masalah pembangunan. Memahami ekonomi pembangunan berarti memahami berbagai kajian ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pembangunan, khususnya situasi pembangunan di negara-negara terbelakang ataupun negara-negara sedang berkembang. 2. Makna Pembangunan Ekonomi Dalam prakteknya di kebanyakan negara-negara sedang berkembang, pembangunan ekonomi yang terjadi jauh menyimpang dari tujuan-tujuan sebenarnya. Pembangunan yang terjadi telah menciptakan jurang pendapatan yang bertambah lebar di antara berbagai golongan masyarakat dan perkembangan ekonomi yang tidak seimbang di berbagai daerah. Di samping itu masalah pengangguran yang terjadi makin lama keadaannya makin bertambah serius. Ahli ekonomi selalu dianggap sebagai golongan yang bertanggung jawab terhadap kepincangan jalannya pem-bangunan, karena merekalah yang merumuskan perencanaan pembangunan dan pelaksanaan pembangunan, di mana kedua aspek dalam proses pembangunan tersebut dijalankan oleh golongan masyarakat yang berbeda.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 17
Perencanan pembangunan pada umumnya dilakukan oleh para ahli ekonomi, sedangkan pelaksanaan pembangunan dilaksanankan oleh aparataparat pemerintah, pengusaha swasta maupun pelaksana-pelaksana perusahaan pemerintah dan individu-individu dalam masyarakat. Di samping itu perlu pula disadari bahwa dalam menciptakan pembangunan ekonomi, masyarakat haruslah bersedia berkorban secara materiil maupun dalam bentuk lain. Hal ini merupakan konsekuensi dari kegiatan pembangunan yang dijalankan, di mana setiap ada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi selalu dibarengi adanya biaya-biaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi, di samping memberi manfaat kepada masyarakat, tetapi untuk melaksanakannya masyarakat harus pula membuat pengorbanan-pengorbanan yang umumnya berupa perombakan terhadap struktur sosial yang lama, mengembangkan teknologi dan cara berpikir modem, menggantikan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang lama, sehingga sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta diperlukan pula suatu masyarakat modern, dan perombakan terhadap tata kerja tradisional yang kurang berdisiplin dengan tata kerja yang mengikuti aturanaturan tertentu. Selain itu perlu pula mengadakan perombakan dalam berbagai aspek sosial, politik, dan kebudayan dari kehidupan dan kebiasaan masyarakat, yang tentunya akan menimbulkan suatu perubahan dan tensi dalam tata hidup masyarakat yang tradisional. Pada era dewasa ini wacana tentang pembangunan ekonomi telah didominasi oleh tiga arus pemikiran besar yaitu : (1) teori-teori arus pertumbuhan ekonomi tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, (2) teori-teori ketergantungan internasional akhir tahun
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 18
1960-an dan tahun 1970-an, dan (3) teori-teori pasar bebas tahun 1980-an dan tahun 90-an. Arus pemikiran selama kurun waktu tahun 1950an dan awal tahun 1960-an terutama terpusat pada konsep tahap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan konsep ini proses pembangunan dilihat sebagai suatu rangkaian tahapan-tahapan yang berkesinambungan yang harus dilewati oleh semua negara yang terlibat di dalamnya. Pada dasamya konsep ini merupakan teori ekonomi pembangunan yang terutama menyatakan bahwa jumlah dan kombinasi yang tepat antara tabungan, investasi dan bantuan luar negeri, semuanya dibutuhkan untuk memungkinkan negara-negara sedang berkembang memperoleh keberhasilan ekonomi melalui suatu jalur pertumbuhan yang dalam sejarahnya dilalui oleh negara-negara yang sekarang jauh lebih maju. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pembangunan menjadi sinonim dengan tingkat pertumbuhan yang cepat, sementara tabungan dan investasi yang meningkat adalah mesin bagi perturnbuhan itu. Pada perkembangan selanjutnya pandangan di atas mulai bergeser dan digantikan dengan apa yang disebut arus pemikiran 'ketergantungan intemasional' (1960-an dan 1970-an). Arus pemikiran ini memandang keterbelakangan pembangunan (underdevelopment) dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan kekuatan dalam negeri dan internasional, kebekuan (rigiditas) ekonomi dalam arti kelembagaan maupun struktural, dan perkembangbiakan yang menjadi akibatnya dari kekuatan-kekuatan ekonomi yang mendua (dual) dan juga masyarakat-masyarakat yang mendua (yakni sejumlah kecil orang atau bangsa yang kaya yang hidup berdampingan dengan sekian banyak penduduk atau
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 19
bangsa yang miskin), baik di dalam maupun di antara negara-negara di dunia. Teori-teori ini cenderung menekankan kendala-kendala kelembagaan ekstemal maupun intemal yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti : ketidakmerataan yang luas dalam hal pemilikan asset ekonomi, hubungan perdagangan intemasional yang tidak adil dan tidak seimbang dan pengendalian terhadap perangkatperangkat ekonomi yang sangat penting di dalam negeri dan dunia intemasional oleh sejumlah kecil kelompok elite yang berkuasa di dalam negeri maupun dalam arti global intemasional. Penekanan-penekanan demikian diberikan pada kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk menghilangkan kemiskinan, memberikan kesempatan kerja yang lebih luas dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Pada tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an, banyak ekonom yang berpendapat bahwa negaranegara sedang berkembang membutuhkan lebih banyak 'pasar bebas' dan campur tangan pemerintah yang lebih sedikit dalam tatanan ekonomi mereka untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam bersaing dan merangsang pertumbuhan serta pembangunan yang cepat. Akhirnya kondisi saat ini (tahun 2000-an), para ekonom memusatkan perhatian pada era pasar bebas di wilayah regional. Hal ini tercermin pada adanya pasar bebas ASEAN yang dikenal dengan Asean Community Economic atau Masyarakat Ekonomi Asean atau disingkat MEA sejak 1 Januari 2015. Berdasarkan wawasan bahwa pembangunan ekonomi adalah salah satu aspek dari pembangunan yang multidimensional, maka terdapatlah tiga sasaran pokok pembangunan ekonomi, yakni : (a) pendapatan,
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 20
(b) kesempatan kerja, dan (c) kesamarataan kesempatan dan distribusi pendapatan. Pada kemajuan ilmu ekonomi, kini telah dikembangkan berbagai teknik pengukuran ketiga sasaran pembangunan ekonomi tersebut yang kian lama kian akurat. Ketiga sasaran ini merupakan satu kesatuan, suatu tri tunggal yang menentukan apakah pada suatu saat tertentu suatu bangsa telah mengalami kemajuan pembangunan ekonomi atau tidak. Salah satu kemampuan yang harus ada pada Badan Perencana Pembangunan baik ditingkat pusat, yakni Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPPENAS) maupun di tingkat daerah, yakni Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) agar supaya mampu menghitung dan mencermati ketiga besaran pembangunan ekonomi di atas. Kemampuan seianjutnya yang lebih tinggi ialah kemampuannya untuk melihat hubungan ketiga besaran pembangunan ekonomi tersebut dengan besaran lainnya di dalam proses pembangunan yang multidimensional.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 21
BAB II
MAKNA EKONOMI PERTANIAN A. Arti dan Makna Ekonomi Pertanian Seperti telah diuraikan di atas, makna kata ekonomi dapat berarti “ aturan/norma rumah tangga”. Selanjutnya pengertian kata pertanian dapat dipandang dalam artian sempit dan luas. Pertanian dalam artian yang sempit mengandung makna sebagai pertanian rakyat, sedangkan pandangan pertanian dalam artian yang luas mengandung makna pertanian yang mencakup tanaman pangan, kehutanan, peternakan, perkebunan dan perikanan. Dengan demikian tidak salah jika ada orang yang mengelompokkan usaha bidang kehutanan, peternakan atau perikanan sebagai usaha bidang pertanian (Tuhana, T.A, 2014 : 3). Selain yang telah dikemukakan di atas, pengertian pertanian dapat dikemukakan pula dalam arti terbatas dan arti luas. Semua pengelompokkan tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan lingkungannya agar dihasilkan suatu produk yang dapat dimanfaatkan disepakati sebagai pengertian pertanian dalam arti terbatas. Dengan demikian dalam arti terbatas bidang
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 22
pertanian hanya mencakup dunia tumbuh-tumbuhan dan lingkungannya. Sedangkan dalam arti luas, pertanian diartikan sebagai pengelolaan tumbuhtumbuhan, ternak, dan ikan agar menghasilkan produk yang diinginkan. Produk dimaksud misalnya berupa padi, jagung, kedelai, buah-buahan, dan sebagainya sebagai hasil pertanian dengan obyek tumbuhtumbuhan. Daging dan susu sebagai hasil atau produk pertanian dengan obyek hewan ternak dan berbagai jenis ikan air tawar seperti bawal, lele, nila, gurame, dan lain-lain (Tuhana, T.A, 2014 : 3). Sehubungan dengan uraian di atas, maka menurut penulis (L.M. Harafah), makna ekonomi pertanian adalah kajian ekonomi pada bidang pertanian, baik dari arti sempit/terbatas maupun dalam arti luas. Kajian ekonomi berupa pendapatan ataupun penghasilan, konsumsi, proses produksi, investasi, harga-harga dan sebagainya pada bidang pertanian.
B. Klasifikasi Ekonomi Pertanian Secara turun temurun, manusia di muka bumi ini menggantungkan kehidupannya pada bidang pertanian. Pengklasifikasian sektor pertanian secara konvensional meliputi pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Perlu dipahami bahwa pembagian tersebut terkadang tidak konsisten sehingga dapat mengaburkan pemahaman kita. Sebagai contohnya, secara ekonomi pertanian rakyat tidak jauh berbeda dengan perkebunan rakyat. Perbedaan dari pada kedua hal tersebut terletak pada jenis komoditi atau hasil (produksinya). Pada pertanian rakyat, jenis komoditi atau hasilnya berupa bahan makanan misalnya padi, jagung, ubikayu
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 23
(singkong), kedele, dan lain-lain. Sedangkan pada perkebunan rakyat jenis komoditi atau hasilnya berupa bahan-bahan untuk diperdagangkan atau di ekspor, misalnya tembakau, tebu rakyat, kopi, karet, dan lainlain. Pada praktekenya, petani yang mengusahakan perkebunan rakyat ada pula yang menanam padi, jagung, ubi kayu, dan lain-lain untuk dikonsumsi keluarganya sendiri. Dengan demikian pengertian antara pertanian rakyat dan perkebunan rakyat menjadi kabur, sehingga ada pakar yang membedakan bidang pertanian ditinjau dari segi ekonomi menjadi dua, yakni usahatani pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Pertanian rakyat tidak lain adalah pertanian keluarga, baik subsisten maupun setengah subsisten, sedangkan perusahaan pertanian adalah untuk kegiatan komersial (Tuhana, T.A, 2014 : 109).
1. Pertanian Rakyat Pertanian rakyat atau sering disebut sebagai tanaman pangan merupakan usaha keluarga yang dilakukan di lading (sawah), pekarangan rumah, dan sebagainya. Jenis tanaman yang dilakukan dalam pertanian rakyat tergantung pada kebutuhan keluarga itu sendiri. Sebagian besar masyarakat Indonesia mengusahakan tanaman rakyat atau tanaman pangan berupa jagung, padi, ubi-ubian, ketela, dan sebagainya. Secara ekonomi, hasil pertanian rakyat tersebut masih bersifat subsisten, dalam arti hanya masih terbatas pada pemenuhan kebutuhan masyarakat atau keluarga itu sendiri. Hal tersebut dapat bermakna bahwa komoditas yang dihasilkan dalam pertanian rakyat belum dapat diperjual belikan maupun di ekspor ke luar negeri (sektor non basis).
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 24
2. Perkebunan Sektor perkebunan (plantation sector) merupakan bagian atau sub sektor dari sektor pertanian. Kelompok sektor perkebunan terdiri dari komoditas yang dimanfaatkan guna menunjang sistem industri secara berkelanjutan. Jenis komoditas meliputi tanaman tebu, vanili, coklat (kakao), teh, kelapa, kemiri, cengkeh, karet dan sebagainya. Komoditas-komoditas tersebut dikelola lebih lanjut dalam bentuk industri perkebunan. Aktivitas perkebunan lebih banyak diusahakan di daerah-daerah bermusim tropik, seperti halnya di Indonesia, Malaysia, Singapura dan negara-negara Asia lainnya. Sebagian besar wilayah Indonesia luar Jawa dapat mengusahakan perkebunan yang beriklim tropic tersebut. Bahkan hasil perkebunan tersebut dijadikan sebagai komoditas ekspor, seperti coklat, cengkeh, vanili dan sebagainya. 3. Kehutanan Hutan (forest) dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu, sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Hutan telah dimanfaatkan bagi kehidupan manusia sejak saat kehidupan manusia masih primitif, di mana manusia memanfaatkan hutan sebagai sumber kehidupan untuk mengumpulkan bahan makanan, buah-buahan dan perburuhan, maupun diambil kayunya.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 25
Di pihak lain, hutan terus dihasilkan untuk dipakai sebagai bahan mentah, pembuatan kertas, papan, serat sintetis dan macam-macam barang kimia lainnya. Hutan mempunyai fungsi yang beraneka ragam antara lain sebagai penghasil kayu dan hasil hutan lainnya, sebagai pelindung lingkungan yang meliputi pengaturan tata air, melindungi kesuburan tanah, mencegah erosi dan sebagainya. Fungsi hutan tersebut bukan hanya berguna bagi umat manusia, tetapi juga untuk hewan dan tumbuhtumbuhan. Di samping hal-hal di atas, hutan berperan dalam berbagai hal yaitu : 1. Dampak ekologi seperti : a. Perlindungan kawasan tangkapan (untuk ikan). b. Konservasi ekologi dan satwa liar. c. Pengendalian erosi tanah. 2. Konsumsi domestik seperti : a. Kayu bakar. b. Pembangunan. c. Manfaat pertanian dan sebagainya. 3. Manfaat industri seperti : a. Hutan Tanaman Industri (HTI). b. Karet. c. Arang kayu dan sebagainya a. Potensi dan Analisis Ekonomi Hutan Salah satu pertimbangan ekonomi di bidang kehutanan adalah efisiensi ekonomi hutan. Secara singkat bagaimana perbandingan biaya dengan keuntungan. Efisiensi ekonomi disini tidak hanya menyangkut hutan itu saja, tetapi juga memasukkan unsur infrastruktur seperti transportasi, komunikasi, pasokan air dan lain-lain.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 26
Penggunaan ganda (multiple-use) hutan menimbulkan trade off antara penggunaan masalah satu dengan lainnya atau antara luaran satu dengan lainnya. Efisiensi di sini dilakukan dengan mengganti masukkan satu dengan lainnya atau luaran satu dengan lainnya, sedemikian rupa dicapai kombinasi yang menghasilkan nilai bersih sekarang tertinggi. b. Situasi Hutan di Indonesia Hutan-hutan di Indonesia merupakan hutan tropis dan merupakan sumber daya penting. Menurut fungsinya hutan di Indonesia dibagi menjadi hutan lindung, hutan produksi serta hutan wisata dan suaka. Pemanfaatan hutan di Indonesia sebagian besar adalah pengambilan kayunya. Pemanfaatan hutan secara umum diatur dengan Undang-Undang (UU) No. 5/1967 berupa peraturan pokok di bidang kehutanan. Pemanfaatan hutan di samping menghasilkan efek positif, juga efek negatif. Efek positif antara lain menaikkan Gross Domestic Product (GDP), meningkatkan devisa, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, meningkatkan kemampuan pekerja, dan lainlain. Sedangkan efek negatif antara lain berubahnya lingkungan hutan seperti punahnya spesies tanaman tertentu dan juga hewan-hewannya, jaringan transportasi, perladangan berpindah dan lain-lain. c. Jenis-Jenis Hutan Seperti diuraikan di atas, berdasarkan fungsinya, hutan dapat digolongkan menjadi beberapa macam yaitu : hutan lindung, hutan produksi, hutan suaka alam dan hutan wisata. Masing-masing jenis hutan itu mempunyai pengertian sebagai berikut : 1. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena sifat-sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 27
tata air dan pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. 2. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan industri dan eksport. Hutan produksi dapat dibagi lagi menjadi : a. Hutan produksi dengan penebangan terbatas, yaitu dapat dieksploitasi dengan cara tebang pilih dan lain-lain. b. Hutan produksi dengan penebangan bebas, yaitu dapat dieksploitasi baik secara tebang pilih maupun habis disertai dengan pembibitan alam atau pembibitan buatan. 3. Hutan suaka alam adalah kawasan hutan yang sifatnya diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati lainnya, antara lain dapat dibagi dalam beberapa jenis : a. Hutan suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang bebas, termasuk alam hewani dan nabati yang perlu dilindungi untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang selanjutnya disebut “cagar alam”. b. Hutan suaka alam yang ditetapan sebagai suatu tempat margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional yang kemudian disebut “suaka margasatwa”. 4. Hutan wisata adalah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata atau perburuan yang dibagi :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 28
a. Hutan wisata yang memiliki keindahan alam baik keindahan nabati, hewani maupun alamnya sendiri yang memiliki corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan. Hutan seperti ini disebut ”taman wisata”. b. Hutan wisata yang di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakannya perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi, yang selanjutnya disebut “taman buru”. Kebijaksanaan dalam pengelolaan hutan juga dipengaruhi oleh ciri-ciri hutan itu sendiri, yaitu hutan mempunyai ciri biologis dan ekonomis. Ciri biologis berupa waktu yang relatif panjang untuk rotasi yaitu periode sejak menanam sampai panen atau penebangannya. Rotasi panen ini untuk kayu lunak sekitar 30 – 40 tahun, kayu keras 50 – 100 tahun atau lebih. Sedangkan ciri ekonomis seperti biaya sewa tanah/ hutan yang relatif murah dibanding dengan tanah pertanian karena pohon-pohon di hutan tumbuh di daerah-daerah yang sub-marginal untuk pertanian. Agar pengelolaan sumber daya hutan dapat dilaksanakan secara maksimal dengan berlandaskan asas kelestarian, maka hutan seharusnya diselenggarakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kepada pihak swasta diberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dengan pengertian bahwa pemegang HPH tersebut berkewajiban menjaga fungsi hutan dan melindunginya. Prinsip yang dipegang dalam mengeksploitasi hutan adalah menggunakan biaya yang seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil tertentu tanpa merusak kelestariannya.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 29
4. Perikanan Sektor perikanan merupakan sub sektor pertanian yang pengelolaannya di wilayah pesisir dan kelautan. Luas wilayah laut Indonesia lebih besar dari pada daratan. Demikian halnya potensi sumber daya laut juga lebih besar dari pada daratan. Produk-produk kelautan, terutama ikan semakin diperhitungkan ketersediannya karena banyak dibutuhkan oleh manusia mengingat pentingnya bagi kesehatan masyarakat. Tinjauan kesehatan, daging ikan kaya akan zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. a. Pembangunan Perikanan Pembangunan perikanan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nelayan, petani ikan dengan meningkatkan produktivitasnya, memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Hasil dari peningkatan produksi ini, di samping memenuhi devisa negara melalui peningkatan eksport dan penekanan import. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan di atas ialah : (1) intensifikasi, (2) ekstensifikasi, (3) diversifikasi, (4) rehabilitasi, (5) peningkatan pengadaan sarana prasarana perikanan, (6) peningkatan prasarana pelabuhan perikanan dan jaringan irigasi untuk pertambangan. Dalam hal perikanan laut, usaha intensifikasi dilakukan melalui penyebaran nelayan tradisional ke perairan lepas pantai dan samudera atau ke perairan pantai lain yang potensial. Ekstensifikasi dilakukan dengan cara mengarahkan penangkapan ikan ke daerah Utara, Barat dan Indonesia bagian Timur. Diversifikasi
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 30
dilakukan dengan jalan modernisasi alat tangkap melalui koperasi. Rehabilitasi ditujukkan pada sarana dan prasarana penangkapan ikan. Dalam hal perikanan darat, intensifikasi dilakukan berdasar teknologi baru, pemakaian pupuk dan insektisida, penggunaan bibit ikan/udang yang bermutu dan penentuan sistem pengairan yang teratur. Kegiatan eksport ikan ditujukkan ke Jepang, Singapura, Hongkong, Belanda, Amerika Serikat, Belgia dan Luxemburg. b. Pengelolaan Sumber Daya Ikan Pengusaha di dalam melaksanakan usaha pengelolaan fisik dan kelembagaan harus menghayati karakteristik perikanan. Menurut Cruthfield dan Poutecorvo dalam The “Pacifik Salmon Fisheries” mengatakan bahwa karakteristik sumber daya ikan merupakan sumber daya yang mudah didapat, sehingga tak mungkin mengurangi usaha dengan membatasi masukan: menggunakan sarana untuk mendapatkan ikan tersebut. Agihan umur populasi ikan biasanya mengambil bentuk seperti pada gambar berikut : Gambar 2.1. Agihan Umur Populasi Ikan Distribusi U/N
Umur
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 31
0
Umur
Berdasarkan pada gambar di atas, maka terutama perikanan yang belum disentuh manusia. Selanjutnya, proses pertumbuhan yang secara logistik dirumuskan sebagai berikut : n = as (s – s*) di mana : n = jumlah populasi. a = konstanta. s = jumlah populasi tertentu. s* = jumlah populasi maksimum. Persamaan di atas dapat berarti bahwa, pada awalnya dikenal dengan adanya pertumbuhan yang proporsional, di mana (n=a.s).Sebagaimana ditunjukkan oleh ketergantungan tingkat kelahiran terhadap besarnya populasi dan yang kedua adanya pemikiran mengenai lingkungan seperti tersedianya pakan akan menentukan batas bagi keseimbangan populasi itu sendiri. c. Model Penangkapan Yang Tetap Misalnya pengambilan sumber daya ikan dengan tingkat produksi yang tetap (q) dan jumlah penangkapan ikan itu tidak terlalu besar, sehingga hubungan keseimbangan baru tercapai dan membuat pengurangan dari persediaan (q) sama dengan pertumbuhannya secara ilmiah (g). Hal ini akan lebih jelas seperti gambar berikut :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 32
Gambar 2.2. Penangkan Ikan yang Lestari Penangkapan (q) A MSY S O
S0
S*
Populasi
Kurva OAS* menunjukkan hubungan keseimbangan antara persediaan atau populasi (S) dan penangkapan (q). Hasil maksimum yang lestari atau dapat dipertahankan disebut Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah pada titik A. Jumlah persediaan (So) turun jauh dibawah persediaan maksimum (S*), tetapi ini mempertahankan persediaan atau populasi pada tingkat yang lebih rendah dan akan memaksimumkan tingkat pertumbuhan populasi atau persediaan itu sendiri, sehingga penangkapan ikan selanjutnya tidak akan menimbulkan deplisi. Jika penangkapan melebihi MSY, maka tidak mungkin ada keseimbangan lagi dan persediaan akan menjadi habis. d. Model Penangkapan Selektif
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 33
Pada setiap penangkapan atau pemanenan ikan, pertumbuhan jumlah persediaan dapat ditingkatkan dengan cara penangkapan yang selektif, misalnya dengan menghindari musim dan daerah di mana ikan bertelur, atau dengan penggunaan jaring yang lubangnya besar agar ikan yang masih kecil dapat lolos dan tetap di perairan tersebut. Gambar 2.3. Pertumbuhan Ikan Dengan Penangkapan Selektif Nilai T B A Nilai 0
N
M
Umur (Thn)
Berdasarkan Gambar 2.3 di atas, di mana pertumbuhan bobot ikan demikian pula nilai ekonomisnya meningkat secara absolut pada awalnya, kemudian semakin lamban menjelang umur dewasa pada titik B. Pengambilan pada titik A akan menghasilkan ikan dengan nilai AN. Setiap ON tahun, yaitu rata-rata pendapatan tahunan yang ditunjukkan oleh lereng OA. Pengambilan pada M akan memaksimumkan pendapatan tahunan setinggi T. Inilah yang disebut diskonto sebesar nol. Perlu dicatat bahwa
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 34
ikan jangan ditangkap bila sudah terlalu tua dan jangan terlalu muda. Peningkatan pendapatan dapat dicapai dengan mengurangi umur penangkapan dan dengan tingkat diskonto yang positif, maka periode rotasi semakin pendek. Namun perlu dicatat bahwa sulit untuk menentukan ikan yang akan ditangkap. e. Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Ikan Prinsip pengelolaan ikan terdiri dari dua, yakni statis dan dinamis. 1). Prinsip Pengelolaan Statis Pengelolaan sumber daya ikan secara statis, yakni tidak menggunakan tingkat pengambilan yang secara ekonomis efisien karena tidak mengetahui dengan pasti mengenai kondisi-kondisi yang ada. Kondisi-kondisi tersebut meliputi tingkat bunga tinggi sebagai penangkapan ikan secara berlebihan, sedang tingkat bunga rendah, diperlambat proses penangkapan. Di samping itu kondisi waktu penangkapan yang kurang tepat, sewa dan sebagainya. 2). Prinsip Pengelolaan Dinamis Pengelolaan ini dilakukan dengan cara : 1. Melarang penangkapan ikan pada musim tertentu. 2. Menutup daerah penangkapan tertentu. 3. Membatasi jumlah ikan yang ditangkap. 5. Peternakan Sektor peternakan merupakan sub sektor pertanian yang perlu mendapatkan perhatian serius dari
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 35
pemerintah guna pengembangan lebih lanjut. Peternakan merupakan soko guru dalam pemenuhan kebutuhan berupa daging dan produk-produk peternakan lainnya yang dapat menunjang kesehatan bagi masyarakat. Pada kenyataannya, konsumsi dari hasil peternakan yang dinikmati oleh sebagian besar penduduk Indonesia masih mengalami kekuarangan dari berbagai produk-produk peternakan yang dihasilkan dalam negeri. Hal ini terjadi karena meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang membutuhkan produk-produk tersebut. Dengan demikian dilakukan impor akan berbagai kebutuhan hasil peternakan tersebut. Negara yang mengimpor hasil peternakan antara lain : Sapi dari Australia, dan beberapa negara tetangga lainnya. Pola peternakan di Indonesia ditinjau dari aspek pemeliharaannya dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni : (a) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan tradisional, (b) peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan semi komersial, dan (c) peternakan komersial (Soetriono, dkk., 2006).
C. Indikator dan Formulasi Ekonomi Pertanian 1. Indikator Ekonomi Pertanian Berbagai indikator yang ada pada sektor pertanian tergantung dari aspek ataupun jenis produk yang dihasilkan. Sebagai contoh pada sektor tanaman pangan berupa padi, jagung, ketela pohon. Indikator ataupun satuan yang digunakan dalam mengukurnya adalah kilogram (ton). Pada sektor perkebunan dan kehutanan, indikator yang digunakan berupa jumlah
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 36
pohon (batang), kilogram (ton) dan lainnya. Demikian halnya pada sektor perikanan dan peternakan, indikator yang digunakan berupa jumlah ekor, jumlah tangkapan dan sebagainya. Pada sudut pandang ekonomi (pemasaran), apabila produk-produk tersebut diperjual belikan, maka faktor yang sangat menentukan adalah harga (price). Tinggi maupun rendahnya harga sangat tergantung pada kualitas ataupun kuantitas dari pada produkproduk tersebut. 2. Formulasi Ekonomi Pertanian Pada kajian ekonomi produk-produk pertanian dapat menggunakan berbagai formulasi matematika maupun statistik. Formulasi tersebut merupakan alat analisis (tools of analysis), di mana sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Berikut beberapa formulasi tentang produk-produk pertanian. a. Fungsi Produksi Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Secara teoritik, fungsi produksi merupakan hubungan fungsional antara input (proses produksi) dan output (hasil produksi). Besar kecilnya output yang dihasilkan sangat tergantung pada besar kecilnya input yang digunakan dalam proses produksi. Demikian halnya pada produksi pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Secara matematik, fungsi produksi pertanian tanaman pangan dan perkebunan dapat diformulasikan sebagai berikut :
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 37
Opert = f (Ipert), di mana : Opert = output pertanian tanaman pangan maupun perkebunan Ipert f
= input pertanian tanaman pangan maupun perkebunan = fungsi.
b. Formulasi Perkembangan Sektor Perikanan Secara matematik ataupun statistik, formulasi pertumbuhan ikan yang secara logistik dirumuskan sebagai berikut : n = as (s – s*) di mana : n = jumlah populasi ikan. a = konstanta. s = jumlah populasi ikan tertentu. s* = jumlah populasi ikan maksimum. Persamaan di atas dapat berarti bahwa, pada awalnya dikenal dengan adanya pertumbuhan yang proporsional, di mana (n=a.s). Sebagaimana ditunjukkan oleh ketergantungan tingkat kelahiran terhadap besarnya populasi ikan dan yang kedua adanya pemikiran mengenai lingkungan seperti
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 38
tersedianya pakan akan menentukan keseimbangan populasi ikan itu sendiri.
batas
bagi
c. Formulasi Sektor Peternakan Secara statistik, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi hasil peternakan dapat digunakan analisis regresi berganda sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + …bnXn + e , di mana : Y a b1,…bn X1,…Xn e
= produk peternakan (dependent) = kostanta = parameter regresi = variabel yang mempengaruhi (independent) = error term.
Berdasarkan formulasi di atas, maka besar kecilnya pengaruh maupun hasil yang diperoleh pada sektor peternakan tersebut sangat tergantung pada besar kecilnya variabel yang mempengaruhinya (independent variable). d. Perhitungan Kelayakan Produk Kehutanan 1). Rotasi Optimal Penebangan Hutan Salah satu problem penting bagi pengelola hutan adalah kapan hutan dapat ditebang atau berapa lama rotasi hutan yang optimal. Pengelola berusaha melakukan penebangan yang tepat pada waktunya agar tidak menunda penghasilan dan tidak menutup alternatif pemanfaatan lahan.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 39
Praktek penebangan hutan dapat didekati dengan metode rotasi optimum dan penebangan yang diperbolehkan (allowable cut). Untuk mencari rotasi optimum biasanya diasumsikan bahwa harga kayu tetap sepanjang waktu dan tidak ada produk lain yang dihasilkan selain kayu. Rotasi optimal dapat ditentukan sebagai berikut : pohon dibiarkan tumbuh selama tambahan tahunan nilai barang melebihi tingkat harga bunga pada nilai barang ditambah nilai sewa tanah untuk penanaman baru. Secara matematis rotasi optimum diturunkan dengan memaksimisasi nilai sekarang dari aliran dan penerimaan sehingga diperoleh persamaan : P{s(t*)et – Pt* - K} s(t) = Ps(t*) +
(1- et - Pt*)
di mana : s(t) = value) K et t* P s
perubahan
nilai
batang
(stumpage
pada tahun t = biaya pemanenan kembali. = 1/(1 + r), yakni tingkat diskonto yang sifatnya kontinu. = rotasi optimum. = harga pohon. = nilai batang.
Rotasi optimum diperoleh pada keadaan di mana tambahan nilai batang (tegakan) sama dengan bunga dari batang ditambah bunga dari nilai rentetan
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 40
penerimaan dikurangi biaya penanaman yang dinyatakan dalam nilai sekarang (present value). Pendekatan berupa penentuan pemotongan yang diperbolehkan “Allowable Cut” (AC) dirumuskan sebagai berikut : V - V* AC = min
+G C
di mana : AC = Allowable cut (pemotongan yang boleh). V = Volume pohon berumur masa tebang aktual V* = Volume pohon berumur masa tebang yang diinginkan. C = Periode konservasi. G = Pertumbuhan tahunan. 2). Analisis Kepekaan (Sensitivitas) Analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu analisis yang digunakan untuk melihat dampak perubahan beberapa parameter terhadap rotasi optimum hutan. Terdapat beberapa faktor dalam sensivitas rotasi optimum, yakni :
1). Tingkat diskonto Jika r naik maka faktor diskonto akan turun tetapi p = log (1+r) akan ikut naik. Kenaikan akan menurunkan (memperpendek) rotasi.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 41
2). Kenaikan Harga Pada model di atas diasumsikan bahwa harga sepanjang waktu tetap. Tetapi seandainya ada harga naik, rotasi akan diperpendek dan sebaliknya, jika harga turun maka rotasi akan di perpanjang.
3). Pemotongan Pajak Seandainya pajak advaloren dikenakan pada setiap pemotongan kayu, maka harus mendefinisikan kembali bahwa s(t) = (1-a) s (t). Jadi pendapatan kayu setelah pajak (Y) = (1 – tingkat pajak) dikalikan dengan pendapatan kayu sebelum dikenakan pajak. Berdasarkan persamaan s(t*) di atas, maka jika meniadakan k, berarti pemotongan pajak tidak akan berpengaruh terhadap t* (jika k = 0), tetapi jika k > 0 maka akibatnya semakin tinggi, berarti memperpendek rotasi dan sebaliknya jika turun, maka rotasi akan bertambah panjang.
4). Kenaikan Biaya Penanaman dan Biaya Manajemen Jika terjadi kenaikan biaya-biaya, maka k akan bertambah besar dan dampaknya akan memperpanjang rotasi. Tetapi jika pada waktu yang sama karena meningkatnya aktivitas manajemen seperti pemupukan dan lain-lain yang menyebabkan hasil bertambah, maka s(t) akan meningkat dan akan cenderung semakin pendek rotasi optimumnya.
5). Pajak Kekayaan Tahunan
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 42
Kenaikan pajak kekayaan tahunan merupakan suatu fungsi dari kenaikan persediaan kayu, sehingga jika nilai rata-rata persediaan kayu diturunkan selama periode rotasi, berarti akan menurunkan pajak kekayaan pula. Hal ini berarti bahwa kayu-kayu tersebut akan ditebang lebih cepat (lebih muda usianya). Dengan demikian pajak kekayaan akan memperpendek rotasi.
6). Perbedaan Jarak Lokasi dengan Pabrik Pengolahan Kayu Kayu gelondongan yang dihasilkan akan dibawa kepusat penjualan atau ke tempat pengolahan kayu. Hal ini tentu akan menambah biaya transport dan tenaga kerja akan semakin besar pula. Hal ini berarti akan menurunkan nilai kayu, akibatnya rotasi akan diperpanjang.
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 43
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 44
BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN 45
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
44
BAB III
SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH SUMATERA Selayang Pandang Wilayah Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar yang terbesar negara Indonesia. Wilayah ini terdiri dari 10 Provinsi, di mana pada setiap Provinsi memiliki sumber daya alam secara sektoral. Agar lebih rinci mengenai situasi sektoral yang dihasilkan setiap Provinsi dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Pertanian Unggulan Provinsi Aceh Metode analisis yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Aceh dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan dan merupakan data time series dari tahun 2008 − 2012. Keseluruhan data yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Produk Domestik Bruto (PDB) yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporanlaporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Aceh. Analisis Location Quotient atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada di wilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain maupun untuk di ekspor ke luar negeri). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasinya sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
45
Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru 3 atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Untuk melihat apakah suatu komoditi memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan bahwa produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya. Untuk melihat sektor- sektor unggulan di Provinsi Aceh, maka digunalan analisis LQ seperti pada tabel berikut : Tabel 3.1 Hasil Analisis LQ Sektor –Sektor Unggulan Provinsi Aceh 2008
2009
2010
2011
2012
ratarata
Keteranga n
1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANA N
1,82
1,85
1,82
1,85
1,86
1,84
Basis
2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
1,72
1,08
0,99
0,98
0,94
1,42
Basis
3.INDUSTRI PENGOLAHAN
0,4
0,41
0,39
0,36
0,36
0,38
Non Basis
4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
0,32
0,43
0,55
0,61
0,62
0,5
Non Basis
5.KONSTRUKSI
1,1
0,95
0,99
1,06
1,08
1,03
Basis
6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
1,39
1,12
1,15
1,18
1,2
1,2
Basis
7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
1,39
1,64
1,58
1,6
1,67
1,57
Basis
8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0,27
0,34
3,86
0,35
0,39
1,04
Basis
9.JASA - JASA
1,04
1,14
1,16
1,05
0,98
1,07
Basis
Lapangan Usaha
Sumber: BPS Aceh tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa terdapat tujuh sektor unggulan di Provinsi Aceh, termasuk sektor pertanian. Sektor tersebut adalah (1) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (2) pertambangan dan penggalian (3) pengangkutan dan komunikasi (4) perdagangan, hotel dan restoran (5) jasa-jasa (6) keuangan, real estat dan jasa perusahaankontruksi (7) kontruksi. Dari tujuh sektor basis tersebut, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan memiliki nilai LQ yang terbesar.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
46
2. Pertanian Unggulan Provinsi Sumatera Utara Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Sumatera Utara dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 2008 − 2012. Keseluruhan data yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Produk Domestik Bruto (PDB) yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Utara. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru 3 atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Untuk melihat apakah suatu komoditi memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan bahwa produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
47
Tabel 3.2 Analisis LQ (mengolah data dengan menggunakan formulasi LQ) Sektor –Sektor Unggul Provinsi Sumatera Utara
2008 1,57
2009 1,51
2010 1,49
2011 1,52
rata 201 Keteranga 2 rata n 0,99 1,41 Basis
0,12
0,12
0,12
0,11
1,23
0,31 Non Basis
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
0,86
0,91
0,94
0,92
0,61
0,84 Non Basis
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
1,17
1,18
1,24
1,26
0,79
1,12 Basis
5. KONSTRUKSI
0,71
0,61
0,62
0,63
0,43
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
1,94
1,43
1,19
1,39
0,91
1,37 Basis
1,37
1,41
1,16
1,39
0,92
1,25 Basis
0,91
0,92
0,91
0,96
0,68
0,87 Non Basis
9. JASA - JASA
1,02
1,02
1,05
1,03
0,68
0,96 Non Basis
Lapangan Usaha 1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
0,6 Non Basis
Sumber: BPS Sumatera Utara tahun 2014
Pada tabel di atas, nampak bahwa terdapat empat sektor unggulan di Provinsi Sumatera Utara. Sektor tersebut adalah : (1) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, (2) perdagangan hotel, dan restoran (3) pengangkutan dan komunikasi (4) Listrik, gas dan air bersih. Dari keempat sektor basis tersebut, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan memiliki nilai LQ yang terbesar. Pada kurun waktu dari tahun 2008 – 2012, keempat sektor tersebut memiliki LQ > 1. Artinya bahwa keempat sektor tersebut merupakan sektor basis yang cenderung dapat mengekspor ke daerah lain. Sektor yang memiliki nilai LQ yang paling besar adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan dengan nilai rata-rata LQ sebesar 1,41. Hal ini disebabkan karena Provinsi Sumatera Utara untuk sektor tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan sendiri dan wilayah disekitarnya. 3. Pertanian Unggulan Provinsi Sumatera Barat Untuk keperluan analisis, maka terlebih dahulu ditayangkan situasi PDRB sebagai berikut : Selanjutnya, untuk melihat keunggulan produk yang dihasilkan oleh Provinsi Sumatera Barat, maka digunakan analisis LQ sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
48
Tabel 3.3 Analisis LQ (dengan mengolah data berdasarkan formulasi LQ)
Sumber: BPS Sumatera Barat tahun 2014 (diolah).
Berdasarkan tabel Analisis LQ Provinsi Sumatera Barat di atas, terlihat bahwa terdapat 5 sektor yang menjadi industri basis di Provinsi Sumatera Barat yaitu; (1) Pertanian, (2) Listrik, Gas dan Air Bersih, (3) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (4) Pengangkutan dan Komunikasi, dan (5) Jasa. Hal tersebut berarti bahwa kelima sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama di seluruh wilayah Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009 – 2013). Di luar sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, empat sektor yang lainnya secara umum memberikan nilai PDRB yang sangat signifikan, yaitu lebih dari 20 trilyun. Selanjutnya, dari kelima sektor yang menjadi industri basis tersebut, sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi komoditas yang paling besar dengan nilai LQ ratar-rata dalam 5 tahun (2009 – 2013) sebesar 2,36. Ini. berarti bahwa sektor terebut memiliki potensi yang sangat menjanjikan dan memberikan dampak yang baik bagi pembangunan perekonomian di Provinsi Sumatera Barat. Di samping itu, sektor pertanian juga merupakan sektor basis, sehingga sektor tersebut merupakan sektor unggulan di Provinsi Sumatera Barat. 4. Pertanian Unggulan Provinsi Riau Secara sektoral, Provinsi Riau melakukan kegiatan ekonomi berdasarkan aktivitas lapangan usaha yang terdiri dari sembilan sektor usaha. Untuk keperluan analisis, maka ditayangkan tabel sebagai berikut : BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
49
Tabel 3.4 Analisis LQ (dengan mengolah data berdasarkan formulasi LQ)
Sumber: BPS Provinsi Riau tahun 2014 (diolah)
Berdasarkan tabel analisis LQ Provinsi Riau di atas, terlihat bahwa hanya terdapat 2 sektor yang menjadi industri basis di Provinsi Riau yaitu; (1) Pertanian, dan (2) Pertambangan dan Penggalian. Hal tersebut berarti bahwa kedua sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama di seluruh wilayah Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009 – 2013). Selain itu, juga terdapat 2 sektor yang menjadi penghasil PDRB utama di Provinsi Riau; (1) Pertambangan dan Penggalian, dan (2) Industri Pengolahan. Kedua sektor tersebut bahkan memberikan nilai PDRB yang sangat signifikan, yaitu lebih dari 100 trilyun. Sektor pertambangan dan penggalian menjadi komoditas yang dengan potensi yang sehingga sangat menjanjikan dan memberikan dampak yang baik bagi pembangunan perekonomian di Provinsi Riau.
5. Sektor Unggulan Provinsi Kepulauan Riau Kajian ataupun analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Kepulauan Riau dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
50
dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepulauan Riau. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Menggunakan LQ sebagai petunjuk adanya keunggulan komparatif dapat digunakan bagi sektor-sektor yang telah lama berkembang, sedangkan bagi sektor yang baru 3 atau sedang tumbuh apalagi yang selama ini belum pernah ada, LQ tidak dapat digunakan karena produk totalnya belum menggambarkan kapasitas riil daerah tersebut. Untuk melihat apakah suatu komoditi memiliki prospek untuk diekspor atau tidak, dengan catatan bahwa produk tersebut tidak diberikan subsidi atau bantuan khusus oleh daerah yang bersangkutan melebihi yang diberikan daerah-daerah lainnya. Ditinjau dari rumus analisis LQ di atas, jika digunakan dalam bentuk one shot analysis, maka manfaatnya tidak begitu besar, yaitu hanya melihat apakah LQ berada di atas atau di bawah 1. Tetapi analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time series/trend. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : a. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industri basis (industry basic). Nilai LQ industri basis adalah lebih besar dari satu (LQ > 1). b. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis ini dinamakan industri non basis (industry non basic) atau industri lokal. Nilai LQ industri non basis adalah kurang dari satu (LQ < 1). Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah : BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
51
a) Penduduk di setiap daerah Kabupaten/Kota mempunyai pola permintaan yang sama antar daerah. b) Tingkat konsumsi akan suatu jenis barang rata-rata sama antar daerah. c) Produktivitas buruh dan keperluan untuk produksi sama antar daerah, serta negara menggunakan sistem perekonomian tertutup. Selanjutnya untuk melihat sektor unggulan di Provinsi Kepulauan Riau, maka digunakan analisis LQ. Hasil perhitungan seperti tabel berikut : Tabel 3.5 Hasil analisis LQ Sektor Unggulan Provinsi Kepulauan Riau Lapangan Usaha 10. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN 11. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 12. INDUSTRI PENGOLAHAN 13. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 14. KONSTRUKSI 15. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 16. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 17. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 18. JASA - JASA
2008 0,33
2009 0,32
2010 0,31
2011 0,31
2012 0,3
ratarata 0,31
keterangan Non Basis
0,84
0,83
0,74
0,64
0,62
0,73
Non Basis
1,63
1,78
1,93
1,96
1,99
1,85
Basis
0,67
0,66
0,74
0,79
0,77
0,72
Non Basis
0,75
0,71
0,71
0,76
0,77
0,74
Non Basis
2,07
1,47
1,44
1,4
1,42
1,56
Basis
0,72
0,73
0,68
0,67
0,66
0,69
Non Basis
0,74
0,74
0,71
0,68
0,67
0,7
Non Basis
0,28
0,27
0,26
0,25
0,24
0,26
Non Basis
Sumber: BPS KEPRI tahun 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas, Nampak bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Riau adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada dua sektor unggulan di Provinsi Kepulauan Riau. Sektor tersebut adalah (1) industri pengolahan (2) perdagangan hotel, dan restoran. Dari kedua sektor basis tersebut, industri pengolahan memiliki nilai LQ yang terbesar. Situasi sektor pertanian pada Provinsi tersebut, nampak bahwa belum dikategorikan sebagai sektor non basis yang berarti bahwa setkor pertanian bukan merupakan sektor unggulan. 6. Pertanian Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi merupakan wilayah yang memiliki potensi disektor pertanian. Kontribusi terbesar dari 9 sektor di provinsi Jambi adalah di sektor pertanian. Kontribusi terbesar kedua adalah disektor disektor perdagangan hotel dan restoran. BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
52
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Jambi dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Jambi. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut:
di mana: Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional.
Untuk keperluan analisis, maka ditayangkan tabel sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
53
Tabel 3.6 Hasil analisis LQ Sektor unggulan Provinsi Jambi Lapangan Usaha 1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANA N 2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5.KONSTRUKSI 6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 9.JASA - JASA
ratarata
Keteranga n
2008
2009
2010
2011
2012
1,64
1,79
1,92
1,99
2,05
1,8 7 Basis 1,7 5 Basis
2,34
1,73
1,63
1,61
1,47
0,4
0,46
0,45
0,43
0,45
0,96
1
1,18
1,23
1,21
0,5
0,49
0,44
0,42
0,46
0,43 Non Basis 1,1 1 Basis 0,46 Non Basis 1,1 4 Basis
1,38
1,09
1,06
1,08
1,13
1
1,09
0,99
0,95
0,95
0,99 Non Basis
0,59
0,71
0,71
0,71
0,7
0,68 Non Basis
1
0,97
0,93
0,88
0,81
0,91 Non Basis
Sumber : BPS Provinsi Jambi, Tahun 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel. diatas dapat diketahui sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Jambi adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Terdapat empat sektor unggulan di Provinsi Jambi, yaitu : (1) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan. (2) pertambangan dan penggalian. (3) perdagangan hotel dan restoran. (4) listrik, gas dan air bersih. Dari keempat sektor basis tersebut, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan memiliki nilai LQ yang terbesar. 7. Pertanian Unggulan Provinsi Sumatera Selatan Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Sumatera Selatan dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumatera Selatan. BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH 54
Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut:
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Guna mengetahui sektor unggulan yang ada di sutau wilayah, maka digunakan analisis Location Quotien (LQ). Demikian halnya di Provinsi Sumatera Selatan, maka digunakan pula analisis tersebut. Analisisnya dapat di lihat pada tabel berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
55
Tabel 3.7 Hasil analisis LQ Sektor unggulan Provinsi Sumatatera Selatan
2008
2009
2010
2011
2012
ratarata
1. PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
1,18
1,13
1,14
0,49
1,14
1,06 Basis
2,32
1,99
1,94
1,9
1,8
1,99 Basis
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN
0,83
0,91
0,91
0,84
0,83
Non 0,86 Basis
4.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
5.
Lapangan Usaha
keterangan
0,58
0,61
0,63
0,63
0,64
Non 0,61 Basis
KONSTRUKSI
0,7
0,65
0,67
0,75
0,78
Non 0,71 Basis
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
1,2
0,96
0,94
0,94
0,97
1,1 Basis
7.
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
0,65
0,71
0,7
0,71
0,74
Non 0,7 Basis
8.
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0,45
0,5
0,49
0,49
0,5
Non 0,68 Basis
9.
JASA - JASA
0,84
0,97
0,99
0,96
1,02
Non 0,95 Basis
Sumber : BPS Sumatera Selatan Tahun 2013 (diolah) Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Sumatera Selatan adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Terdapat tiga sektor unggulan di Provinsi Sumatera Selatan. Sektor tersebut yaitu (1) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) perdagangan hotel dan restoran. Dari ketiga sektor basis tersebut, pertambangan dan pengalian memiliki nilai LQ yang terbesar. 8. Pertanian Unggulan Provinsi Bangka Belitung Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Bangka Belitung dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
56
dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bangka Belitung. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada di wilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Untuk mengetahui situasi produk-produk unggulan di Provinsi Bangga Belitung, maka digunakan analisis LQ seperti perhitungan sebagai berikut : Tabel 3.8 Hasil analisis LQ Sektor-sektor unggulan Provinsi Bangka Belitung Lapangan Usaha 1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANA N 2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5.KONSTRUKSI 6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 9.JASA - JASA
201 2
rata rata
Keteranga n
2008
2009
2010
201 1
1,27
1,22
1,21
1,22
1,28
1,24
Basis
1,7
1,72
1,57
1,42
1,33
1,54
Basis
0,8
0,83
0,87
0,83
0,8
0,82
Non Basis
0,74
0,79
0,84
0,91
0,93
0,84
Non Basis
0,73
0,68
0,7
0,76
0,81
0,73
Non Basis
1,85
1,37
1,34
1,38
1,36
1,46
Basis
0,53
0,51
0,48
0,49
0,51
0,5
Non Basis
0,3
0,32
0,34
0,35
0,38
0,33
Non Basis
0,95
0,98
1,04
1,34
1,1
1,08
Basis
Sumber : BPS Provinsi Bangka Belitung Tahun 2013 (diolah) BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
57
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Bangka Belitung adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Terdapat empat sektor unggulan di Provinsi Bangka Belitung. Sektor tersebut adalah (1) pertambangan dan penggalian (2) perdagangan, hotel dan restoran (3) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (4) jasa-jasa. Dari empat sektor basis tersebut pertambangan dan penggalian memiliki nilai LQ yang terbesar. 9. Pertanian Unggulan Provinsi Bengkulu Variabel dalam menentukan sektor unggulan di suatu wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu Provinsi dan PDB nasional. Dalam perhitungan sector unggulan di Bengkulu digunakan analisis LQ, yakni dengan menggunakan data PDRB Provinsi Bengkulu dan PDB Indonesia. Metode LQ ini juga merupakan perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. LQ juga digunakan sebagai perhitungan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Untuk mengidentifikasi sektor basis dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝑳𝑸 =
𝑺𝒊 𝑵𝒊 𝑺𝒊 𝑺 = 𝑺 𝑵 𝑵
Keterangan: LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis LQ dapat terangkum pada table sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
58
Tabel 3.9 Hasil analisis LQ Sektor Unggulan Provinsi Bengkulu
2008
2009
2010
2011
2012
2,8
2,55
2,6
2,7
2,52
rata rata 2,6 3
0,3
0,43
0,37
0,35
0,16
0,32
Non Basis
0,15
0,16
0,17
0,17
0,64
0,25
Non Basis
0,55
0,57
0,7
0,69
0,72
0,64
Non Basis
0,37
0,33
0,03
0,35
0,32
0,28
Non Basis Basis Basis
Lapangan Usaha 1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKAN AN 2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5.KONSTRUKSI 6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
1,99
1,51
1,39
1,36
1,13
1,4 7
7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
1,34
1,28
1,22
1,23
1,72
1,2 5
8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0,59
0,61
0,61
0,67
0,84
0,66
9.JASA - JASA
1,57
1,51
1,55
1,48
0,84
1,3 9
Keteranga n Basis
Non Basis Basis
Sumber : BPS Bengkulu Tahun 2013 Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Bengkulu adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Terdapat empat sektor unggulan di Provinsi Bengkulu. Sektor tersebut adalah (1) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (2) perdagangan, hotel dan restoran (3) jasa-jasa (4) pengangkutan dan komunikasi. Dari keempat sektor basis tersebut, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan; pengangkutan dan perdagangan, hotel dan restoran (PHR) memiliki nilai LQ yang terbesar. 10. Pertanian Unggulan Provinsi Lampung Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung. Dalam penelitian ini data yang digunakan untuk perhitungan LQ adalah data PDRB Provinsi Lampung dan PDB Indonesia. Berdasarkan harga berlaku dari tahun 2008 – 2012. Metode LQ ini juga merupakan perbandingan antara pendapatan BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
59
relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. 𝑳𝑸 =
𝑺𝒊 𝑵𝒊 𝑺𝒊 𝑺𝒓 = 𝑺 𝑵 𝑵
di mana: Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Selanjutnya, maka dengan menggunakan analisis LQ, hasil yang diperoleh seperti tabel berikut : Tabel 3.10 Hasil analisis LQ Sektor Unggulan Provinsi Lampung Lapangan Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
ratarata
2,69
2,54
2,4
2,41
2,52
2,51 Basis
keterangan
1.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN
2.
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
1,41
0,19
0,17
0,17
0,16
Non 0,42 Basis
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN
2,36
0,54
0,65
0,66
0,64
Non 0,97 Basis
4.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
3,68
0,7
0,72
0,71
0,72
1,3 Basis
5.
KONSTRUKSI
2,59
0,42
0,35
0,33
0,32
Non 0,8 Basis
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
6,85
1,01
1,11
1,16
1,13
2,25 Basis
7,07
1,56
1,54
1,73
1,72
2,72 Basis
4,3
0,92
0,87
0,82
0,84
1,55 Basis
5,15
0,99
0,92
0,83
0,84
1,74 Basis
7. 8. 9.
JASA - JASA
Sumber : BPS Provinsi Lampung Tahun 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa ada enam sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Lampung dan merupakan sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Terdapat enam sektor unggulan di Provinsi Lampung. Sektor tersebut adalah (1) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (2) jasa-jasa (3) pengangkutan dan kominikasi (4) keuangan, real astat dan jasa perusahaan (5) perdagangan hotel, dan BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
60
restoran (6) Listrik, gas dan air bersih. Dari keenam sektor basis tersebut, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan memiliki nilai LQ yang terbesar.
BAB IV
SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH JAWA DAN BALI Selayang Pandang Wilayah Jawa dan Bali merupakan dua pulau besar yang ada pada negara Indonesia. Wilayah Jawa terdiri dari 6 Provinsi dan Pulau Bali terdiri dari 1 provinsi, di mana pada masing-masing Provinsi memiliki sumber daya alam secara sektoral. Agar lebih rinci mengenai situasi sektoral yang dihasilkan setiap Provinsi pada dua pulau tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Sektor Unggulan Provinsi DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana: BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
61
Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Tabel 4.1 Hasil analisis LQ Sektoral Provinsi DKI Jakarta
2008
2009
2010
2011
2012
rata rata
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
Non Basis
Lapangan Usaha 1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANA N 2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
keteranga n
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
0,04
Non Basis
3.INDUSTRI PENGOLAHAN
0,57
0,59
0,63
0,64
0,65
0,62
Non Basis
4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
1,35
1,31
1,35
1,30
1,23
1,31
Basis
5.KONSTRUKSI 6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 9.JASA - JASA
1,33
1,15
1,11
1,12
1,12
1,17
Basis
1,48
1,55
1,51
1,51
1,48
1,51
Basis
1,49
1,57
1,55
1,55
1,55
1,54
Basis
3,84
3,90
3,83
3,83
3,81
3,84
Basis
1,29
1,24
1,24
1,19
1,18
1,23
Basis
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Terdapat enam sektor unggulan di Provinsi Jawa DKI Jakarta. Sektor tersebut adalah (1) Listrik, gas dan air bersih; (2) Konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran; (3) Pengangkutan dan Komunikasi; (4) Keuangan, Real Estate, (5) Jasa perusahaan dan (6) Jasa-Jasa. Dari keenam sektor basis tersebut, Keuangan, Real Estat, dan Jasa perusahaan memiliki nilai LQ yang terbesar. Untuk sektor pertanian di Provinsi DKI Jakarta masih dikategorikan sebagai sektor non basis. 2. Sektor Unggulan Provinsi Jawa Barat Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat. BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
62
Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Untuk keperluan analisis tentang sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat, maka digunakan analisis LQ. Hasil perhitungan LQ dijabarkan pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.2 Hasil analisis LQ Provinsi Jawa Barat 2008
2009
2010
2011
2012
ratarata
keterangan
0,79
0,81
0,82
0,81
0,79
0,81
Non Basis
0,22
0,18
0,18
0,17
0,16
0,18
Non Basis
1,57
1,55
1,52
1,53
1,49
1,53
Basis
4. LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
3,23
3,40
3,62
3,38
3,32
3,39
Basis
5. KONSTRUKSI 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8. KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 9. JASA - JASA
0,40
0,35
0,37
0,39
0,42
0,39
Non Basis
1,47
1,63
1,64
1,64
1,71
1,62
Basis
0,91
0,96
1,08
1,16
1,17
1,06
Basis
0,37
0,38
0,38
0,39
0,41
0,38
Non Basis
0,76
0,80
0,86
0,87
0,87
0,83
Non Basis
Lapangan Usaha 1.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN 2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN
Sumber : BPS Jawa Barat Tahun 2013 (diolah).
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
63
Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Jawa Barat adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada empat sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat. Sektor tersebut adalah : (1) Industri pengolahan; (2) Listrik, gas dan air bersih; (3) perdagangan, hotel, dan restoran; (4) Pengangkutan dan komunikasi. Dari keempat sektor basis tersebut, Listrik, gas dan air bersih memiliki nilai LQ yang terbesar. Sedangkan sektor pertanian masih dikategorikan sebagai sektor non basis. 3. Sektor Unggulan Provinsi Banten Langkah awal dari perhitungan mengenai sektor unggulan daerah, yakni dengan cara membagi kegiatan ekonomi suatu wilayah ke dalam dua bagian, yaitu sektor basis dan sektor non-basis. Metode Location Quotient merupakan suatu model yang dapat membantu dalam menunjukkan (keunggulan) ekspor perekonomian suatu daerah atau derajat self sufficiency pada suatu sektor. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi dua golongan: 1. Kegiatan sektor basis adalah kegiatan ekonomi yang melayani kebutuhan di wilayah sendiri maupun di daerah luar yang bersangkutan. 2. Kegiatan non basis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan hanya di daerah tersebut dan bahkan belum mencukupi wilayahnya, sehingga dibutuhkan bantuan dari daerah atau sektor lainnya. Untuk mengidentifikasi sektor basis dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan: LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional No
Tahun
PDRB Provinsi Banten
PDB Indonesia
Kontribusi (Persen)
1
2008
122 490,65
4 948 688,40
2,48
2
2009
133 048,01
5 606 203,40
2,37
3
2010
171 747,59
6 446 851,90
2,66
4
2011
192 381,29
7 419 187,10
2,59
5
2012
213 197,79 Rata-Rata
8 229 439,40
2,59 2,54
Sumber : BPS Provinsi Banten dan BPS RI Tahun 2013 (diolah)
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
64
Berbagai sektor yang menjadi unggulan daerah serta berapa besar dampak sektor tersebut maka harus dilakukan suatu perhitungan lebih lanjut. Umumnya dengan melihat data PDRB suatu wilayah kesejahteraan penduduk dan kemajuan wilayah dapat diketahui. Namun data PDRB hanya memberikan sebagian kecil informasi. Oleh karena itu, diperlukannya suatu kajian yang mendalam dengan menggunakan data dan analisis yang ada. Sektor unggulan daerah, pada dasarnya adalah sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar pada daerah, bukan hanya untuk daerah itu sendiri namun juga untuk memenuhi kebutuhan daerah lain. Dengan melihat data PDRB maka beberapa sektor unggulan daerah dapat diketahui. Indikator suatu sektor dikatakan menjadi sektor unggulan daerah adalah ketika sektor tersebut menjadi sektor basis, yakni memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu. Adapun perhitungan nilai LQ suatu sektor dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.3
Location Quotient Provinsi Banten Tahun 2008 – 2012 N o
Lapangan Usaha Pertanian
200 8 0,54
200 9 0,52
201 0 0,54
201 1 0,54
201 2 0,54
RataRata 0,54
Keteranga n Non Basis
1 2
Pertambangan dan Penggalian
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
Non Basis
3
Industri Pengolahan
1,84
1,87
1,95
1,96
1,92
1,91
Basis
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
4,29
4,01
4,66
4,32
4,86
4,43
Basis
5
Konstruksi
0,34
0,33
0,34
0,32
0,36
0,34
Non Basis
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1,26
1,32
1,33
1,23
1,38
1,30
Basis
7
1,29
1,30
1,35
1,27
1,42
1,33
Basis
8
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
0,48
0,53
0,53
0,53
0,49
0,51
Non Basis
9
Jasa
0,51
0,50
0,52
0,53
0,52
0,52
Non Basis
Sumber : BPS Provinsi Banten dan BPS RI Tahun 2013 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Banten adalah sektor yang yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada empat sektor unggulan di Provinsi Banten. Sektor tersebut adalah : (1) industri pengolahan; (2) listrik, gas dan air bersih; (3) perdagangan, hotel, dan restoran, serta (4) pengangkutan dan komunikasi. Dari keempat sektor basis tersebut, sektor listrik, gas dan air bersih memiliki nilai LQ yang terbesar. Sektor pertanian masih dikategorikan sebagai sektor non basis. 4. Unggulan Pertanian Provinsi Jawa Timur Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain BPS Republik Indonesia, BPS Provinsi Jawa Timur, Pemerintahan Provinsi Jawa Timur serta instansi atau lembaga lain di Jawa Timur. Data yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 2008 − 2012. Keseluruhan data yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Produk Domestik BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
65
Bruto (PDB), dan (3) potensi wilayah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Jawa Timur dan PDB Indonesia. Untuk mengidentifikasi sektor basis dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan: LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional Indikator suatu sektor dikatakan menjadi sektor unggulan daerah adalah ketika sektor tersebut menjadi sektor basis, yakni memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu. Adapun perhitungan nilai LQ suatu sektor dapat di lihat pada tabel berikut : Tabel 4.4
Location Quotient Provinsi Jawa Timur Tahun 2008 – 2012 N o
Lapangan Usaha
200 8
2009
2010
2011
2012
RataRata
Keteranga n
1
Pertanian
1,14
1,07
1,03
1,05
1,06
1,07
Basis
2
Pertambangan dan Penggalian
0,20
0,21
0,20
0,19
0,18
0,20
Non Basis
3
Industri Pengolahan
1,02
1,07
1,11
1,11
1,13
1,09
Basis
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
1,91
1,86
1,98
1,90
1,79
1,89
Basis
5
Konstruksi
0,46
0,41
0,44
0,46
0,44
0,44
Non Basis
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
2,04
2,14
2,15
2,17
2,18
2,14
Basis
7
Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa
0,83
0,87
0,84
0,85
0,85
0,85
Non Basis
0,64
0,67
0,68
0,69
0,69
0,67
Non Basis
0,90
0,88
0,85
0,81
0,77
0,84
Non Basis
8 9
Sumber : BPS Prov. Jatim dan BPS RI (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Jawa Timur adalah sektor yang yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada empat sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur. Sektor tersebut adalah : (1) pertanian; (2) industri pengolahan; (3) listrik, gas dan air bersih; serta (4) perdagangan, hotel, dan restoran. dari keempat sektor basis tersebut, sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai LQ yang terbesar.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
66
5. Pertanian Unggulan Provinsi Jawa Tengah Guna mengetahui sektor unggulan yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Tengah, maka variabel yang digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah dan PDB Indonesia atas dasar harga berlaku dari tahun 2008 – 2012. Metode analisis yang digunakan adalah LQ, yakni perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. LQ juga efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Untuk mengidentifikasi sektor basis dan non basis perekonomian adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝑳𝑸 =
𝑺𝒊 𝑵𝒊 𝑺𝒊 𝑺 = 𝑺 𝑵 𝑵
Keterangan: LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional
Sektor basis merupakan sektor atau produk unggulan di Provinsi Jawa Tengah. Untuk melihat hasil perhitungan dengan menggunakan analisis LQ dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Hasil analisis LQ Sektor Unggulan Provinsi Jawa Tengah Lapangan Usaha
200 8
2009
2010
2011
2012
1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANA N
1,37
1,3
1,27
1,29
1,29
1,3
0,08
0,09
0,08
0,08
0,07
0,08
Non Basis
1,22
1,26
1,26
1,36
1,36
1,29
Basis
1,23
1,24
1,37
1,36
1,34
1,3
Basis
0,68
0,62
0,59
0,58
0,58
0,61
Non Basis
1,39
1,48
1,42
1,43
1,45
1,43
Basis
0,91
0,94
0,9
0,88
0,88
0,9
Non Basis
0,46
0,5
0,49
0,49
0,49
0,48
Non Basis
2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 5.KONSTRUKSI 6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
ratarata
keteranga n Basis
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
67
9.JASA - JASA
0,99
0,96
1,02
1
0,98
0,99
Non Basis
Sumber : BPS Jateng Tahun 2013
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Jawa Tengah adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada empat sektor unggulan di Provinsi Jawa Tengah. Sektor tersebut adalah : (1) perdagangan, hotel dan restoran (2) industri pengolahan (3) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (4) listrik, gas dan air bersih. Dari empat sektor basis tersebut, perdagangan, hotel dan restoran; memiliki nilai LQ yang terbesar. 6. Pertanian Unggulan Provinsi DI Yogyakarta Metode analisis yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Keseluruhan data yang digunakan adalah data PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan PDB Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi D.I Yogyakarta. Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Sektor basis merupakan sektor unggulan yang dihasilkan oleh suatu Provinsi. Demikian halnya D.I. Yogyakarta. Hasil perhitungan LQ dapat di lihat pada tabel berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
68
Tabel 4.6 Hasil analisis LQ Sektor Unggulan Provinsi D.I Yogyakarta
Lapangan Usaha 1. 2.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN
4.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
5.
KONSTRUKSI
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
7. 8. 9.
JASA - JASA
2008 1,08
2009 1
2010 0,95
2011 0,96
2012 1,01
ratarata 1
keterangan Basis
0,06
0,06
0,05
0,05
0,05
0,05
Non Basis
0,47
0,51
0,57
0,58
0,55
0,53
Non Basis
1,55
1,62
1,74
1,73
1,68
1,66
Basis
1,26
1,08
1,03
0,91
1,05
1,06
Basis
1,37
1,48
1,44
1,43
1,45
1,43
Basis
1,55
1,45
1,37
1,33
1,28
1,39
Basis
1,31
1,36
1,37
1,38
1,41
1,36
Basis
1,99
1,92
1,95
1,89
1,87
1,92
Basis
Sumber: BPS D.I Yogyakarta Tahun 2013
Berdasarkan di atas, nampak bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Yogyakarta adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada tujuh sektor unggulan di Provinsi D.I. Yogyakarta. Sektor unggulan tersebut adalah : (1) jasa-jasa (2) listrik, gas dan air bersih (3) perdagangan, hotel dan restoran (4) pengangkutan dan komunikasi (5) keuangan, real estat dan jasa perusahaan (6) kontruksi (7) pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan. Dari ketujuh sektor basis tersebut, sektor jasa-jasa memiliki nilai LQ yang terbesar. 7. Pertanian Unggulan Provinsi Bali a. Aktivitas Ekonomi Seiring dengan besarnya nilai tambah masing-masing sektor, struktur perekonomian Provinsi Bali yang dilihat dari kontribusi masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB masih ditopang oleh dua sektor dominan yaitu: BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
69
perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor pertanian. Secara umum perekonomian Bali masih didominasi oleh sektor tersier. Hal ini sebagai akibat dari multiplier effect yang ditimbulkan dari perkembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran, khususnya pariwisata, dimana seperti diketahui Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Selain itu analisis LQ dapat digunakan untuk mengetahui potensi suatu sektor yang ada diwilayah yang bersangkutan untuk diekspor ke wilayah lainnya atau tidak (dalam arti dapat memenuhi kebutuhan sendiri atau juga dapat memenuhi kebutuhan daerah lain). Perhitungan nilai LQ dapat diperoleh melalui perbandingan antara dua besaran secara kumulatif selama pengamatan yaitu antara PDRB dengan PDB nasional. Formulasi analisis LQ adalah sebagai berikut :
di mana: Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Secara sektoral terdapat produk-produk unggulan strategis. Untuk mengetahui sektor unggulan tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ) seperti tabel berikut : Tabel 4.7 Hasil analisis LQ Produk sektoral Provinsi Bali
2008
2009
2010
2011
2012
rata rata
1,31
1,22
1,17
1,17
1,16
1,2
Basis
0,06
0,06
0,06
0,06
0,06
1,3
Basis
0,34
0,35
0,37
0,36
0,37
0,35
Non Basis
2,46
2,31
2,46
2,56
2,68
0,48
Non Basis
5.KONSTRUKSI
0,58
0,46
0,44
0,45
0,5
2,3 2
Basis
6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
2,85
2,23
2,18
2,22
2,16
2,1 4
Basis
Lapangan Usaha 1.PERTANIAN, PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANA N 2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3.INDUSTRI PENGOLAHAN 4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
keteranga n
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
70
2,04
2,15
2,19
2,18
2,18
0,95
Non Basis
8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
1,01
0,97
0,94
0,94
0,92
0,68
Non Basis
9.JASA - JASA
1,55
1,42
1,4
1,38
1,35
1,4 2
7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Basis
Sumber: BPS Provinsi Bali Tahun 2013 (diolah.
Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Bali adalah sektor yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Dari 9 sektor tersebut, terdapat 5 sektor unggulan di Provinsi Bali. Sektor tersebut adalah : (1) kontruksi (2) perdagangan, hotel, dan restoran (3) jasa-jasa (4) pertambangan dan penggalian (5) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Dari kelima sektor unggul maka sektor kontruksi dan perdagangan, hotel, dan restoran memiliki nilai LQ yang terbesar.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
71
BAB V
SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH KALIMANTAN Selayang Pandang Pulau Kalimantani merupakan pulau terbesar yang ada pada negara Indonesia. Pulau ini terdiri dari 5 Provinsi, di mana pada masing-masing Provinsi memiliki sumber daya alam secara sektoral. Agar lebih rinci mengenai situasi sektoral yang dihasilkan setiap Provinsi pada pulau Kalimantan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Barat Data yang digunakan dalam kajian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari data Statistic Indonesia yang tersedia di BPS tahun 2008-2012, dan data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tulisan ini. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient, yakni suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu
sektor/industri disuatu daerah terhadap peranan suatu
sektor/industri tersebut secara nasional atau di suatu kabupaten terhadap peranan suatu sektor/industri secara regional atau tingkat provinsi. Analisis Location Quotient karena memiliki kebaikan berupa alat analisis yang sederhana yang dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri substitusi impor potensial atau produk produk yang bisa dikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industry-industri potensial untuk dianalisis lebih lanjut. Untuk mengetahui sektor basis dan non basis perekonomian di Provinsi Kalimantan Barat dapat digunakan dengan persamaan sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
72
Keterangan : Pij = PDRB sektor i Provinsi Kalimantan Barat pada tahun tertentu Pj = Total PDRB Sektor i di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun tertentu Pir = PDB sektor i Nasional pada tahun tertentu Pr = PDB sektor Nasional pada tahun tertentu Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Kalimantan Barat dari kurun waktu tahun 2008-2012 terlihat pada tabel berikut : Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Sektor Unggulan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2008-2012 Tahun LAPANGAN USAHA
LQ Rata-rata 2008
2009
2010
2011
2012
1.80
1.68
1.63
1.70
1.66
1.73
0.17
0.18
0.17
0.17
0.16
0.17
0.70
0.71
0.74
0.73
0.71
0.72
0.65
0.63
0.68
0.65
0.62
0.64
KONSTRUKSI
1.00
0.89
0.90
0.97
1.05
0.98
PERDAGANGAN, HOTEL &
1.60
1.68
1.66
1.63
1.62
1.61
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
1.07
1.12
1.11
1.11
1.09
1.08
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0.65
0.66
0.66
0.67
0.66
0.66
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN PERTAMBANGAN & PENGGALIAN INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
RESTORAN
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
73
JASA-JASA
0.96
0.95
0.97
0.91
0.99
0.95
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 (diolah) Berdasarkan hasil perhitungan indeks Location Quotient PDRB Provinsi Kalimantan Barat dengan migas selama periode pengamatan tahun 2008-2012, maka dapat teridentifikasikan sektor-sektor unggulan dan non unggulan, yakni : (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) perdangangan, hotel & restoran,
dan (3)
pengangkutan & komunikasi.
2. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Tengah Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, antara lain: 1. PDRB Provinsi Kalimantan Tengah dan Nasional periode 2008-2012, data ini digunakan untuk analisis klasifikasi pertumbuhan sektor serta analisis sektor basis dan non basis. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Tengah dan Nasional. 2. Data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tujuan penelitian ini. Pada penentuan sektor basis dan non basis di Provinsi Kalimantan Tengah digunakan metode analisis Location Quotient (LQ) dengan formulasi sebagai berikut:
𝐿𝑄 =
𝑉1𝑅 𝑉 𝑅 𝑉1 𝑉
di mana : V1 V
R
R
= PDRB sektor i Provinsi Kalimantan Tengah = PDRB total sektor Provinsi Kalimantan Tengah
V1
= PDB sektor i Nasional
V
= PDB total sektor Nasional.
Selanjutnya, untuk melihat situasi unggul ataupun tidak unggulnya (basis dan non basis) produk sektoral di Provinsi Kalimantan Tengah terlihat pada tabel berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
74
Tabel 5.2 Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2008 – 2012
2008
2009
2010
2011
2012
LQ Ratarata
1. Pertanian
2,3942
2,3561
2,3478
2,3381
2,3254
2,3523
2. Pertambangan dan Penggalian
1,0535
1,1140
1,1959
1,3679
1,4582
1,2379
3. Industri Pengolahan
0,3018
0,3046
0,3053
0,2911
0,2801
0,2966
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
0,6329
0,5676
0,5708
0,5933
0,6030
0,5935
5. Konstruksi/Bangunan
0,8581
0,8700
0,8645
0,8867
0,8911
0,8741
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
1,0241
1,0780
1,0704
1,0469
1,0479
1,0535
7. Pengangkutan & Komunikasi
1,0771
0,9313
0,8679
0,8047
0,7783
0,8919
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,5366
0,5685
0,6332
0,6668
0,6981
0,6206
1,4041 1,3652 1,3541 9. Jasa – jasa Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013
1,3817
1,4004
1,3811
Lapangan Usaha
Berdasarkan analisis LQ maka di provinsi Kalimantan Tengah terdapat empat sektor ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif, yaitu: (1) Sektor Pertanian, (2) Sektor Pertambangan dan Penggalian, (3) Sektor Perdagangan, Hotel & Restoran, serta (4) Sektor Jasa-jasa. Hal ini berarti keempat sektor tersebut mampu melayani pasar baik di dalam maupun di luar Provinsi Kalimantan Tengah. Selain juga menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut merupakan sektor unggulan yang memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh
terhadap
peningkatan pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan
Tengah. Sektor Pertanian merupakan sektor yang mempunyai nilai LQ rata-rata terbesar (2,3523) diantara sektor basis lainnya. Hal ini dapat dipahami Provinsi Kalimantan Tengah
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
75
memang mempunyai potensi sumber daya alam di sektor pertanian terutama kelapa sawit. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki potensi untuk pengembangan komoditas kelapa sawit. Luas perkebunan kelapa sawit mencapai 1.705.756,513 Ha dengan potensi produksi mencapai 1,5 juta ton per tahunnya. Pembangunan industri pengolahan CPO diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah produk sehingga harga jual di pasaran menjadi lebih tinggi. Produk turunan CPO yang dapat di kembangkan antara lain margarine, sabun, oleochemical, bahan-bahan kosmetik. Provinsi Kalimantan Tengah memiliki potensi pengembangan buah nanas. Potensi lahan untuk pengembangan nenas mencapai 15.000 Ha dengan daerah pengembangan terletak di Kabupaten Kapuas dengan potensi lahan seluas 500-700 Ha, Pulau Pisau 300-500 Ha, Kotawaringin Timur 400-600 Ha, Barito Selatan 200-400 Ha. Jenis varietas nenas yang di kembangkan adalah nenas madu, nenas perigi, nenas paund. Pengembangan komoditas olahan nenas dan turunannya membutuhkan tekhnologi industri yang efektif dan efisien. Provisi Kalimantan Tengah mempunyai potensi perairan berupa garis pantai sepanjang 750 km, dan 11 sungai besar, danau dan rawa. Potensi ikan tangkap perairan darat mencapai 130.000 ton/tahun dan potensi ikan tangkap laut mencapai 126.000 ton/tahun. Pembangunan industri pengolahan produk perikanan diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah di sektor kelautan dan perikanan ini. Potensi pengembangan sektor peternakan di Provinsi Kalimantan Tengah memiliki prospek yang cerah disebabkan permintaan yang masih tinggi. Populasi sapi baru mencapai 3.681 ton pertahunnya. Ayam buras sebagai penghasil daging dan telur mempunyai peluang cukup besar untuk dikembangkan di Kalimantan Tengah. Produksi ayam buras di Kalimantan Tengah berupa daging dan telur masih belum mampu untuk memenuhi kebutuhan daerah sehingga setiap tahunnya didatangkan dari daerah lain. Ayam arab merupakan salah satu jenis ayam buras yang potensial untuk dikembangkan di kalimantan Tengah. Pengembangan industri turunan hasil tambang (batubara, emas, perak, bijih besi, seng, sirkon, pasir kuarsa, kaolin) Provinsi Kalimantan Tengah memiliki potensi di sektor pertambangan berupa bahan galian golongan C, yang berupa pasir kuarsa, kaolin, emas dan batu bara. Fasilitas hotel dan akomodasi di Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2010 mencapai 316 hotel. Banyak hotel dan penginapan tersedia dimana di Kota Palangka Raya terdapat 43 hotel, Kab. Kotawaringin Barat terdapat 34 hotel, dan Kab. Kota waringin Timur terdapat 37 hotel. Namun demikian jumlah hotel dengan kapasitas kapar di atas 25 buah
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
76
masih relatif sedikit yaitu hanya sekitar 47 buah hotel dan belum tersebar merata di semua kab/kota di Provinsi Kalimantan Tengah. Sementara sektor lainnya mempunyai nilai LQ yang kurang dari 1 mengindikasikan bahwa sektor-sektor tersebut bukanlah sektor basis di provinsi Kalimantan Tengah. Ini juga menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap barang-barang pada sektor ini di provinsi Kalimantan Tengah belum mampu dicukupi oleh produksi lokal, sehingga dimungkinkan untuk mengimpor dari daerah lain. Meski sektor-sektor tersebut bukan merupakan sektor basis, permintaan akan sektor dan subsektor ini akan naik seiring
dengan adanya
peningkatan pendapatan pada sektor basis, sehingga sektor dan subsektor ini masih dapat berkembang. Sehingga keterpaduan antara sektor basis dan bukan sektor basis juga merupakan unsur penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Tengah.
3. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan Kajian tentang sektor basis dan non basis di Provinsi Kalimantan Selatan digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Provinsi Kalimantan Selatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Rachman (2013) sebagai berikut: 𝑉1𝑅 𝑉 𝑅 𝐿𝑄 = 𝑉1 𝑉 di mana : V1 V
R
R
= PDRB sektor i Provinsi Kalimantan Selatan = PDRB total sektor Provinsi Kalimantan Selatan
V1
= PDB sektor i Nasional
V
= PDB total sektor Nasional.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
77
Berdasarkan formulasi di atas, maka hasil perhitungan dengan menggunakan
Location Quotient, maka PDRB Provinsi Kalimantan Selatan selama tahun 2008 - 2012, sektor yang mempunyai nilai LQ > 1 dan merupakan sektor basis (unggulan), yakni : (1) sektor pertanian, dan (2) sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini berarti dua sektor tersebut mampu melayani pasar, baik di dalam maupun di luar Provinsi Kalimantan Selatan, bahkan luar negeri. Agar lebih jelasnya tentang hasil perhitungan LQ, maka ditayangkan tabel sebagai berikut : Tabel 5.3 Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Provinsi Kalimantan Selatan, 2008 – 2012
2008
2009
2010
2011
2012
LQ Ratarata
1. Pertanian
1,7671
1,7964
1,7914
1,8107
1,8092
1,7950
2. Pertambangan dan Penggalian
2,6737
2,6353
2,7459
2,8893
2,9346
2,7758
3. Industri Pengolahan
0,4168
0,4154
0,4104
0,4003
0,3958
0,4077
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
0,6921
0,6316
0,6502
0,6663
0,6740
0,6628
5. Konstruksi/Bangunan
0,8718
0,8573
0,8587
0,8748
0,8993
0,8724
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
0,8673
0,9011
0,8961
0,8877
0,9056
0,8916
7. Pengangkutan & Komunikasi
1,0827
0,9843
0,9293
0,9013
0,8817
0,9558
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,4145
0,4215
0,4302
0,4304
0,4369
0,4267
9. Jasa – jasa
0,9514
0,9501
0,9752
0,9962
1,0325
0,9811
Lapangan Usaha
Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013
4. Sektor Unggulan Provinsi Kalimantan Timur Dalam menentukan sektor basis dan non basis di Provinsi Kalimantan Timur digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Provinsi Kalimantan Timur yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ dapat diformulasikan sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
78
V1 LQ =
R
/V
R
V1 / V
di mana : V1 V
R
= PDRB sektor i Provinsi Kaltim
R
= PDRB total sektor Provinsi Kaltim
V1
= PDB sektor i Nasional
V
= PDB total sektor Nasional Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Kalimantan Timur dari kurun waktu
tahun 2008-2012 pada tabel di bawah ini : Tabel 5.4
Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Sektor Ekonomi Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008-2012 Tahun
LAPANGAN USAHA
LQ
2008 2009 2010 2011 2012
Ratarata
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN
0.34
0.39
0.39
0.40
0.43
0.39
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
4.21
4.34
4.25
4.23
4.03
4.21
INDUSTRI PENGOLAHAN
1.19
1.04
1.01
0.96
0.98
1.04
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.29
0.34
0.37
0.34
0.34
0.33
KONSTRUKSI
0.25
0.27
0.27
0.26
0.29
0.27
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
0.41
0.59
0.60
0.57
0.62
0.56
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
0.47
0.58
0.57
0.54
0.60
0.55
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0.24
0.31
0.32
0.33
0.40
0.32
JASA-JASA
0.31
0.41
0.41
0.37
0.39
0.38
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2013 (diolah) Berdasarkan tebel di atas, Nampak bahwa terdapat dua sektor unggulan basis di Provinsi Kalimantan Timur, yakni : (1) sektor pertambangan dan penggalian, dan (2) sektor
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
79
industri pengolahan dengan masing-masing LQ rata-rata sebesar 4,21 dan 1,04. Untuk sektor pertanian belum merupakan sektor basis.
5. Pertanian Unggulan Provinsi Kalimantan Utara Provinsi Kalimantan Utara merupakan Provinsi termuda di Indonesia, yakni Provinsi yang ke 34. Terdapat berbagai potensi sektoral dan merupakan sektor unggulan (basis) dalam mengembangkan daerahnya. Kajian tentang sektor basis dan non basis di Provinsi Kalimantan Utara digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Provinsi Kalimantan Utara yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Formulasi yang digunakan untuk mendapatkan nilai LQ sebagai berikut :
𝐿𝑄 =
𝑉1𝑅 𝑉 𝑅 𝑉1 𝑉
di mana : V1 V
R
R
= PDRB sektor i Provinsi Kalimantan Utara = PDRB total sektor Provinsi Kalimantan Utara
V1
= PDB sektor i Nasional
V
= PDB total sektor Nasional. Berdasarkan formulasi di atas, maka hasil perhitungan dengan menggunakan
Location Quotient, maka sector-sektor unggulan pada Provinsi Kalimantan, yakni : (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) listrik, gas dan air bersih, (4) perdagangan, hotel dan restoran, dan (5) pengangkutan dan komunikasi. Hal ini berarti bahwa terdapat 5 (lima) sektor tersebut mampu melayani pasar, baik di dalam maupun di luar Provinsi Kalimantan Utara, bahkan luar negeri.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
80
BAB VI SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN WILAYAH SULAWESI DAN LAINNYA Selayang Pandang Pulau Sulawesi merupakan bagian dari Negara Indonesia yang berada pada wilayah Timur Indonesia. Pada wilayah Sulawesi ini terdiri dari 5 Provinsi, di mana pada masingmasing Provinsi memiliki sumber daya alam secara sektoral. Wilayah Timur lainnya terdapat 7 Provinsi. Agar lebih rinci mengenai situasi sektoral yang dihasilkan setiap Provinsi pada wilayah Sulawesi dan lainnya dapat dijabarkan sebagai berikut :
A. Sektor Pertanian Wilayah Sulawesi 1. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Utara Penentuan sektor basis dan non basis di Provinsi Sulawesi Utara digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Provinsi Sulawesi Utara yang menjadi pemacu pertumbuhan. Formulasi dari pada metode LQ adalah sebagai berikut : V1 LQ =
R
/V
R
V1 / V
di mana :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
81
V1 R VR V1 V
= = = =
PDRB sektor i Provinsi Kaltim PDRB total sektor Provinsi Kaltim PDB sektor i Nasional PDB total sektor Nasional
Berdasarkan formulasi di atas, maka untuk mengetahui sektor basis dan non basis di Provinsi Sulawesi Utara terlihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 6.1 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Sektor Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2008-2012 Tahun
LQ Rata-
LAPANGAN USAHA
2008
2009
2010
2011
2012
rata
PERIKANAN
1.37
1.23
1.21
1.1 9
1.15
1.23
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0.41
0.40
0.37
0.34
0.32
0.37
INDUSTRI PENGOLAHAN
0.29
0.31
0.34
0.32
0.32
0.31
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.98
0.98
1.04
0.99
0.97
0.99
KONSTRUKSI
2.14
1.78
1.60
1.7 1
1.66
1.78
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
1.16
1.25
1.25
1.3 1
1.27
1.25
1.81
1.78
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN &
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
1.82
1.82
1.77
1.7 1
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0.75
0.80
0.89
0.86
0.88
0.84
JASA-JASA
1.58
1.61
1.62
1.6 1
1.67
1.62
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 Berdasarkan table di atas, Nampak bahwa terdapat lima sektor basis, yaitu : (1) sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) sektor konstruksi, (3) sektor perdagangan, hotel dan restoran, (4) sektor pengangkutan dan komunikasi serta (5) sektor jasa-jasa. Kelima sektor tersebut merupakan sektor unggulan yang potesial untuk dikembangkan.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
82
2. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Tengah Untuk mengetahui sektor apa yang menjadi sektor unggulan daerah serta berapa besar dampak sektor tersebut maka harus dilakukan suatu perhitungan lebih lanjut. Sektor unggulan daerah, pada dasarnya adalah sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar pada daerah, bukan hanya untuk daerah itu sendiri namun juga untuk memenuhi kebutuhan daerah lain bahkan untuk di ekspor ke luar negeri. Adapun perhitungan nilai LQ suatu sektor di Provinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6.2 Location Quotient Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2008 – 2012 Lapangan Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
Ratarata
Keterangan
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
2,92
2,67
2,54
2,53
2,48
2,63
Basis
0,38
0,40
0,47
0,53
0,61
0,48
Non Basis
0,27
0,30
0,30
0,29
0,27
0,29
Non Basis
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0,75
0,79
0,85
0,86
0,87
0,82
Non Basis
Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa
0,74
0,66
0,65
0,71
0,77
0,71
Non Basis
0,85
0,89
0,87
0,87
0,87
0,87
Non Basis
1,10
1,13
1,08
1,07
1,06
1,09
Basis
0,61
0,64
0,66
0,67
0,65
0,65
Non Basis
1,63
1,59
1,70
1,68
1,64
1,65
Basis
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa selama kurun waktu 2008-2012, sektor yang menjadi basis atau unggulan di Sulawesi Tengah ada tiga sektor, yakni : (1) pertanian, (2) pengangkutan dan komunikasi dan (3) jasa. Ketiga sektor ini memiliki LQ rata-rata diatas 1, yang artinya bahwa ketiga sektor tersebut merupakan sektor basis yang cenderung dapat mengekspor ke daerah/negara lain.
3. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Selatan Pada kajian ini dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain BPS Republik Indonesia, BPS Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintahan Provinsi Sulawesi Selatan serta instansi atau lembaga lain di Sulawesi Selatan. Data yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 2008 − 2012.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
83
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ) dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan : Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S
= Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional. Adapun perhitungan nilai LQ suatu sektor dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6.3 Perhitungan LQ Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 – 2012 Lapangan Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
Rata-rata Keterangan
Pertanian
2,03
1,83
1,69
1,72
1,71
1,80
Pertambangan dan Penggalian
0,67
0,52
0,54
0,51
0,47
0,54
Industri Pengolahan
0,47
0,48
0,49
0,50
0,51
0,49
Listrik, Gas, dan Air Bersih
1,19
1,14
1,21
1,20
1,19
1,19
Konstruksi
0,59
0,54
0,54
0,56
0,56
0,56
Perdagangan, Hotel dan 1,17 Restoran
1,26
1,27
1,28
1,27
1,25
Pengangkutan dan Komunikasi
1,30
1,26
1,22
1,19
1,22
1,24
Keuangan, Persewaan dan 0,82 Jasa Perusahaan
0,86
0,92
0,96
1,02
0,92
1,40
1,63
1,70
1,64
1,62
1,60
Jasa
Basis Non Basis Non Basis Basis Non Basis Basis Basis Non Basis Basis
Sumber : BPS Sulawesi Selatan Tahun 2013 (diolah) Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa sektor yang merupakan basis (unggul) ada 5 sektor yakni : (1) pertanian, (2) jasa-jasa ,(3) perdagangan, hotel dan restoran , (4) pengangkutan dan komunikasi, dan (5) listrik gas dan air bersih.
4. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Barat Pada kajian ini data yang digunakan adalah PDRB Provinsi Sulawesi Barat dan PDB Indonesia berdasarkan harga berlaku dari tahun 2007 – 2012. Metode yang digunalan
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
84
adalah location Quotient (LQ) yang merupakan perbandingan antara pendapatan relatif suatu sektor dalam suatu daerah dengan total pendapatan relatif sektor tertentu pada tingkat daerah yang lebih luas. Adapun formulasi LQ adalah sebagai berikut : 𝑳𝑸 =
𝑺𝒊 𝑵𝒊 𝑺𝒊 𝑺 = 𝑺 𝑵 𝑵
Keterangan : Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional. Adapun hasil dari perhitungan LQ untuk Provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat pada rabel sebagai berikut : Tabel 6.4
Location Quotient Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lapangan Usaha
2007
2008
rata-
2009 2010 2011
2012
Pertanian 3.74 3.67 3.64 4.05 4.23 Pertambangan dan 0.07 0.12 0.13 0.13 0.14 Penggalian Industri Pengolahan 0.29 0.33 0.35 0.38 0.42 Listrik, Gas, dan Air 0.53 0.60 0.58 0.68 0.74 Bersih Konstruksi 0.55 0.87 0.89 0.81 0.84 Perdagangan, Hotel 0.76 0.76 0.79 0.83 0.83 dan Restoran Pengangkutan dan 0.41 0.40 0.38 0.41 0.42 Komunikasi Keuangan, Persewaan 0.57 0.76 0.83 0.82 0.79 dan Jasa Perusahaan Jasa 1.58 1.74 1.75 1.77 1.96 Sumber : BPS Sulawesi Barat Tahun 2013 (diolah)
4.34
3.95
Basis
0.16
0.12
Non Basis
0.42
0.36
Non Basis
0.81
0.66
Non Basis
0.85
0.80
Non Basis
0.83
0.80
Non Basis
0.40
0.41
Non Basis
0.79
0.76
Non Basis
2.23
1.84
Basis
rata
Keterangan
Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Sulawesi Barat adalah sektor yang yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Ada dua sektor unggulan di Provinsi Sulawesi Barat. Sektor tersebut adalah : (1) sektor pertanian dan (2) sektor jasa-jasa.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
85
5. Pertanian Unggulan Provinsi Sulawesi Tenggara Sektor basis merupakan sektor unggulan dan strategis yang dihasilkan oleh masyarakat Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk mengetahui basis dan non basisnya sektor tersebut, maka dibandingkan dengan situasi PDB secara nasional. Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis LQ dapat terangkum pada tabel sebagai berikut :
Tabel 6.5 Hasil Analisis LQ produk sektoral di Provinsi Sultra
Sumber : BPS Sulawesi Tenggara Tahun 2013 (diolah) Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa terdapat 5 sektor yang menjadi industri basis di Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu; (1) Pertanian, (2) Listrik, Gas dan Air Bersih, (3) Perdagangan, Hotel dan Restoran, (4) Pengangkutan dan Komunikasi, dan (5) Jasa-Jasa. Hal tersebut berarti bahwa kelima sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama di seluruh wilayah Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009 – 2013). Dari kelima sektor tersebut, sektor Pertanian menjadi sektor dengan nilai PDRB terbesar, yaitu di atas 10 trilyun. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi industri basis dengan nilai LQ terbesar di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hal itu menunjukkan bahwa sektor pertanian menjadi komoditas yang dengan potensi yang sehingga sangat menjanjikan dan memberikan dampak yang baik bagi pembangunan perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
86
6. Pertanian Unggulan Provinsi Gorontalo Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain BPS Republik Indonesia, BPS Provinsi Gorontalo, Pemerintahan Provinsi Gorontalo serta instansi atau lembaga lain di Gorontalo. Data yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 2007 − 2012. Keseluruhan data yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: (1) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Produk Domestik Bruto (PDB), dan (3) potensi wilayah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu analisis Location Quotient (LQ). Formulasi LQ adalah sebagai berikut :
𝑳𝑸 =
𝑺𝒊 𝑵𝒊 𝑺𝒊 𝑺 = 𝑺 𝑵 𝑵
Keterangan: LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional. Hasil dari perhitungan LQ dapat ditunjukkan pada tabel berikut : Tabel 6.6
Location Quotient Provinsi Gorontalo Tahun 2007 – 2012
No
Lapangan Usaha
2007
2008
2009
2010
2011
2012
ratarata
Keterangan
1
Pertanian
2.21
2.28
2.27
2.30
2.36
2.39
2.30
Basis
2
Pertambangan dan Penggalian
0.12
0.13
0.14
0.15
0.16
0.16
0.14
Non Basis
3
Industri Pengolahan
0.30
0.30
0.31
0.32
0.32
0.34
0.31
Non Basis
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
0.90
0.81
0.75
0.77
0.80
0.81
0.81
Non Basis
5
Konstruksi
1.27
1.30
1.39
1.45
1.50
1.53
1.41
Basis
Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi
0.79
0.79
0.85
0.86
0.89
0.91
0.85
Non Basis
1.42
1.31
1.23
1.20
1.18
1.16
1.25
Basis
6 7
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
87
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
0.92
0.91
0.94
0.97
0.99
1.01
0.96
Non Basis
9
Jasa
2.06
2.10
2.17
2.19
2.15
2.15
2.14
Basis
Sumber : BPS Provinsi Gorontalo Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa ada empat sektor yang menjadi sektor basis di Provinsi Gorontalo, di mana ke empat sektor ini adalah sektor yang yang menjadi unggulan daerah. Sedangkan sektor non basis menjadi sektor penunjang dari sektor basis. Adapun keempat sektor tersebut adalah : (1) pertanian, (2) konstruksi, (3) pengangkutan dan komunikasi, dan (4) jasa-jasa. Sektor pertanian adalah sektor unggulan yang memiliki nilai LQ yang terbesar yaitu 2,30.
7. Pertanian Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Barat Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari publikasi pihak lain, seperti studi kepustakaan, dokumen dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan peneltian ini. Variabel dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nusa Tenggara Barat. Analisis Location Quotient (Kuosien Lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut pada suatu daerah yang lebih luas. Formulasi LQ adalah sebagai berikut :
di mana : Sᵢᵣ = Nilai tambah sub sektor industri i pada daerah r Sᵣ = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri pada provinsi r Sin = Nilai tambah sub sektor industri i secara nasional Sn = Produk Domestik Regional Bruto sektor industri secara nasional. Sektor basis merupakan sektor atau produk unggulan yang dihasilkan oleh masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kajian ataupun perhitungannya dengan menggunakan LQ dapat terlihat pada tabel sebagai berikut :
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
88
Tabel 6.7 Hasil analisis LQ produk sektoral di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Lapangan Usaha 1. 2.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN, PERIKANAN PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN
4.
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH
5.
KONSTRUKSI
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
7. 8. 9.
JASA - JASA
2008
2009
2010
2011
2012
ratarata
1,62
1,35
1,32
1,57
1,77
1,52 Basis
2,81
3,41
3,26
2,23
1,57
2,65 Basis
0,13
0,13
0,13
0,14
0,16
0,13 Non Basis
0,52
0,48
0,54
0,61
0,67
0,56 Non Basis
0,76
0,65
0,62
0,73
0,8
0,71 Non Basis
1,31
0,92
0,92
1,07
1,2
1,08 Basis
1,24
1,08
1,03
1,1
1,15
1,12 Basis
0,6
0,59
0,6
0,69
0,79
0,65 Non Basis
0,98
0,93
0,94
1,1
1,17
1,02 Basis
keterangan
Sumber : BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013 (diolah). Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa terdapat 5 sektor unggulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni : (1) pertambangan dan penggalian (2) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (3) pengangkutan dan komunikasi (4) perdagangan, hotel, dan restoran; (5) jasa-jasa.
8. Pertanian Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari data Statistik Indonesia yang tersedia di BPS tahun 2007-2012, dan data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tulisan ini.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
89
Alat analisis Location Quotient adalah suatu perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor/industri disuatu daerah terhadap peranan suatu sektor/industri tersebut secara nasional
terhadap peranan suatu sektor/industri secara regional atau tingkat provinsi
(termasuk Nusa Tenggara Timur). Untuk mengetahui sektor basis dan non basis perekonomian di Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat menggunalan LQ sebagai berikut :
Keterangan : Pij = PDRB sektor i Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun tertentu Pj = Total PDRB Sektor i di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun tertentu Pir = PDB sektor i Nasional pada tahun tertentu Pr = PDB sektor Nasional pada tahun tertentu. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Nusa Tenggara Timur dari kurun waktu tahun 2008-2012 pada tabel berikut : Tabel 6.8 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Sektor Unggulan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2008-2012 Tahun
LQ
LAPANGAN USAHA
Rata2008
2009
2010
2011
2012
KEHUTANAN & PERIKANAN
2.78
2.58
2.51
2.51
2.48
2.63
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0.12
0.12
0.12
0.115
0.11
0.16
INDUSTRI PENGOLAHAN
0.05
0.05
0.06
0.06
0.06
0.06
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.50
0.50
0.55
0.58
0.56
0.53
KONSTRUKSI
0.81
0.70
0.67
0.68
0.70
0.74
RESTORAN
1.12
1.21
1.22
1.25
1.26
1.19
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
0.97
0.96
0.87
0.85
0.85
0.91
0.52
0.55
0.56
0.58
0.58
0.55
rata
PERTANIAN, PETERNAKAN,
PERDAGANGAN, HOTEL &
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
90
JASA-JASA
2.42
2.35
2.40
2.41
2.39
2.38
Sumber : BPS Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas, nampak bahwa terdapat tiga sektor unggulan, yakni : (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) jasa-jasa, dan (3) perdagangan, hotel dan restoran.
9. Pertanian Unggulan Provinsi Maluku Untuk menentukan sektor unggulan atau sektor basis dan non basis di Provinsi Maluku digunakan metode analisis Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB Provinsi Maluku. Adapun formulasi LQ adalah sebagai berikut : 𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan: LQ = Besarnya kuofisien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S
= Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) Provinsi Maluku dari tahun 2008-2012 terlihat pada tabel berikut : Tabel 6.9 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Tahun 2008-2012 Tahun LAPANGAN USAHA
LQ 2011
2012
Rata-
2008
2009
2010
PERIKANAN
2,37
2,16
2,08
2,03
1,97
2,12
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0,07
0,07
0,07
0,07
0,06
0,07
INDUSTRI PENGOLAHAN
0,17
0,18
0,18
0,18
0,19
0,18
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0,89
0,68
0,78
0,72
0,66
0,75
rata
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN &
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
91
KONSTRUKSI
0,16
0,13
0,18
0,19
0,19
0,17
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
1,96
2,15
2,11
2,05
2,06
2,07
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
1,45
1,43
1,42
1,54
1,50
1,47
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN
0,65
0,65
0,62
0,58
0,55
0,61
JASA-JASA
1,71
1,69
1,74
1,87
1,93
1,79
Sumber : BPS Provinsi Maluku Tahun 2013
Berdasarkan tabel tersebut, nampak bahwa ada empat sektor unggulan di Provinsi Maluku, yakni : (1) pertanian, (2) perdagangan hotel dan restoran, (3) pengangkutan dan komunikasi, dan (4) jasa-jasa. Dari keempat sektor basis tersebut, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan memiliki nilai LQ yang terbesar..
10. Pertanian Unggulan Provinsi Maluku Utara Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Maluku Utara, baik dalam kontribusi terhadap keseluruhan PDRB Provinsi dan juga kemampuannya dalam menyerap tenaga
kerja
yang
ada.
Pembangunan
pertanian
pada
masing-masing
subsektor
memperkuat petani, pelaku agribisnis lainnya dan aparatur pertanian dengan memanfaatkan keunggulan subsektor masing-masing daerah kabupaten/Kota. Perekonomian daerah sangat dipengaruhi oleh jumlah sektor yang memiliki keunggulan (sektor unggulan) yaitu sektor yang berpotensi untuk mengembangkan daerah. Sektor unggulan menghasilkan barang dan jasa baik untuk pasar di daerah maupun di luar daerah. Penjualan barang dan jasa akan meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat setempat. Salah satu metode yang digunakan dalam mengetahui sektor unggulan di tiap daerah adalah Location Quotient (LQ). Adapun formulasi LQ adalah sebagai berikut :
𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan: LQ = Besarnya kuofisien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S
= Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
92
Hasil analisis Location Quotient (LQ) terhadap PDRB Provinsi Maluku Utara dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 6.10 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) Sektor Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun 2008-2012
Tahun
LQ
LAPANGAN USAHA
Rata2008
2009 2010 2011
2012
KEHUTANAN & PERIKANAN
2,73
2,44
2,38
2,44
2,41
2,48
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
0,46
0,48
0,46
0,42
0,39
0,44
INDUSTRI PENGOLAHAN
0,43
0,49
0,53
0,52
0,52
0,50
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0,76
0,71
0,76
0,75
0,74
0,74
KONSTRUKSI
0,27
0,27
0,29
0,31
0,33
0,29
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
1,56
1,72
1,71
1,76
1,83
1,72
PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
1,33
1,27
1,19
1,16
1,15
1,22
0,46
0,51
0,52
0,53
0,52
0,51
0,69
0,66
0,67
0,65
0,65
0,66
rata
PERTANIAN, PETERNAKAN,
KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN JASA-JASA
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Tahun 2013
Berdasarkan tabel
diatas, Nampak bahwa ada tiga sektor unggulan di Provinsi
Maluku Utara, yakni : (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) perdagangan hotel dan restoran, dan (3) pengangkutan dan komunikasi. Dari ketiga sektor basis tersebut, sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan memiliki nilai LQ yang terbesar.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
93
11. Pertanian Unggulan Provinsi Papua Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah Location Quotient disingkat LQ, yakni suatu metode untuk mengukur spesialisasi relatif dari suatu wilayah / daerah dalam industri-industri tertentu. Metode LQ dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor yang dimiliki oleh daerah. Artinya dengan menggunakan metode
ini, perencana dapat
mengetahui spesialisasi yang dimililki oleh daerah dibandingkan dengan daerah yang tingkatannya lebih tinggi atau sektor lain yang memiliki kategori yang sama. Adapun formulasi LQ adalah sebagai berikut :
𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan: LQ = Besarnya kuofisien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S
= Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) terhadap PDRB Provinsi Papua dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 6.11 Nilai Location Quotient (LQ) Sektor Perekonomian Provinsi PAPUA atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2007 – 2012 No .
LAPANGAN USAHA (2 )
(1) 1.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN / Agriculture, Livestock, Forestry & Fishery
2.
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN/Mining & Quarrying INDUSTRI PENGOLAHAN/Manufacturing Industries LISTRIK, GAS & AIR BERSIH/Electricity, Gas & Water Supply KONSTRUKSI/Construction
3. 4. 5. 6. 7.
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN/Trade, Hotel & Restaurant PENGANGKUTAN &
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Ratarata
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1,2307
1,3213
1,1340
1,254
1,42
1,491
5,9153
5,4674
6,0075
5,2310
4,332 6
3,845 9
1,3086 5,1333 0,9770
0,0907
0,0958
0,0852
0,0967
0,1080
0,1097 0,2704
0,0329
0,3374
0,2693
0,2977
1,9018
1,2191
1,1198
7,793 0,8417
0,4115 0,8911
0,3880 0,7531
1,4057
0,3320 1,736 7
0,3529 2,001 2
0,4327 0,8281
0,489 0 0,9391
0,524 5 0,9631
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
1,5640 1,6642 0,8694
94
KOMUNIKASI /Transport & Communication KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN / Finance, Real Estate & Business Services JASA-JASA/Services
8. 9.
0,3503 0,6242
0,2855
0,3354
0,3707
0,8181
0,9880
0,9383
1,117
0,4222 1,317 6
0,4418 1,423 5
1,1004
Sumber : BPS Provinsi Papua Tahun 2013 Berdasarkan hasil perhitungan pada table di atas, nampak bahwa di Provinsi Papua terdapat lima sektor unggulan (basis), yakni : (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) konstruksi, (4) perdagangan, hotel dan restoran, dan (5) jasa-jasa.
12. Pertanian Unggulan Provinsi Papua Barat Metode yang digunakan dalam melihat unggul dan tidaknya sektoral dapat digunakan Location Quotient disingkat LQ, yakni suatu metode untuk mengukur spesialisasi relatif dari suatu wilayah / daerah dalam industri-industri tertentu. Adapun formulasi LQ adalah sebagai berikut :
𝐿𝑄 =
𝑆𝑖 𝑁𝑖 𝑆𝑖 𝑆 = 𝑆 𝑁 𝑁
Keterangan: LQ = Besarnya kuofisien lokasi suatu sektor ekonomi Si = Jumlah pendapatan sektor i pada tingkat provinsi (wilayah bawah) S
= Jumlah total pendapatan sektor perekonomian ditingkat provinsi
Ni = Jumlah pendapatan sektor i pada wilayah nasional (wilayah atas) N = Jumlah total pendapatan sektor perekonomian pada tingkat nasional. Hasil perhitungan Location Quotient (LQ) terhadap PDRB Provinsi Papua Barat dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 6.12 Nilai Location Quotient (LQ) Sektor Perekonomian Provinsi PAPUA BARAT atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2007 – 2012 No
LAPANGAN USAHA
2007
2008
2009
2010
2011
2012
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
Rata-
95
.
rata (2 )
(1) 1.
2. 3. 4. 5.
6. 7. 8.
9.
PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN / Agriculture, Livestock, Forestry & Fishery PERTAMBANGAN & PENGGALIAN/Mining & Quarrying INDUSTRI PENGOLAHAN/Manufacturin g Industries LISTRIK, GAS & AIR BERSIH/Electricity, Gas & Water Supply KONSTRUKSI/Construction
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN/Trade, Hotel & Restaurant PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI /Transport & Communication KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN / Finance, Real Estate & Business Services JASA-JASA/Services
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1,451
2,084
1,321
1,134
2,101
5,467 4 0,0958
0,0907
0,6612 1,453 4 0,599
1,023
1,254
1,420
1,491
6,007 5
5,2310
4,332 6
3,845 8
0,0852
0,0967
0,1080
0,1097
4,4975 0,16060 0,3750
0,3374
0,2693
1,219 1
1,119 8
0,2976
0,3320
0,3528
1,4056
1,736 7
2,001 1
1,4726
0,4741
0,4150
0,3880
0,4326
0,4890
0,5244
0,8911
0,7581
0,8280
0,9198
0,9630
0,8964 0,3447
0,213 0 2,262 1
0,2855 0,988 0
0,3354 0,938 3
0,3707 1,1169
Sektor basis/unggulan diprovinsi Papua Barat pada
0,4222 1,317 6
0,4418 1,423 4
1,1538
kurun waktu 2007-2012,
terdapat empat sektor unggulan, yaitu : (1) pertanian, (2) sektor pertambangan, (3) konstruksi, dan (4) jasa-jasa.
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
96
BAGIAN KEDUA REFLEKSI PENELITIAN ILMIAH
97
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
97
BAB VII PROFIL WILAYAH KABUPATEN MUNA BARAT A. Gambaran Umum Wilayah 1. Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Muna Barat merupakan Kabupaten yang berada di bawah administrasi pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Ibu Kota Kabupaten berkedudukan di Laworo Kecamatan Sawerigadi, yang terletak di Pulau Muna Bagian Barat. Kabupaten Muna Barat merupakan pemekaran dari Kabupaten Muna pada tanggal 23 Juli 2014 berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabupaten Muna Barat yang secara resmi dinyatakan terbentuk Pemerintahannya oleh Pemerintah Pusat yang ditandai dengan pelantikan Pejabat Bupati Muna Barat pada tanggal 9 Oktober 2014 di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sekaligus Menteri Dalam Negeri mengangkat dan melantik Bapak Drs. L.M. Rajiun Tumada, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2. Luas Wilayah Kabupaten Muna Barat memiliki luas wilayah keseluruhan ± 1.022,89 km2 atau 102.289 ha dengan luas daratan sebesar 906,28 km2 atau 90.628 ha yang terbagi dalam 11 Kecamatan. Adapun batasbatas wilayah Kabupaten Muna Barat adalah sebagai :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
98
Sebelah Sebelah Sebelah Sebelah
Utara berbatasan dengan Selat Tiworo. Timur berbatasan dengan Kabupaten Muna. Selatan berbatasan dengan Kabupaten Muna. Barat berbatasan dengan Selat Tiworo.
Agar lebih jelasnya mengenai situasi wilayah tersebut, maka ditayangkan tabel sebagai berikut : Tabel 7.1 Luas Wilayah Kabupaten Muna Barat Menurut Kecamatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Sawerigadi Barangka Lawa Wadaga Tiworo Selatan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Utara Tiworo Kepulauan Kusambi Napano Kusambi Total Luas Wilayah
Luas Wilayah (Km2) 102,60 33,09 85,17 175,05 66,98 40,57 82,35 62,05 77,90 103,33 77,19 906,28
Persentase (%) 11,32 3,65 9,40 19,32 7,39 4,48 9,09 6,85 8,60 11,40 8,52 100,00
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
99
Selanjutnya, mengenai situasi penduduk dan rumah tangga di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 7.2 Penduduk, Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sawerigadi Barangka Lawa Wadaga Tiworo Selatan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Utara Tiworo Kepulauan Kusambi Napano Kusambi Total
Rumah Tangga 1.538 1.483 1.864 1.390 1.237 1.982 1.714 1.043 1.619 2.481 1.052 17.403
Penduduk 6.557 6.238 7.753 5.953 5.040 8.584 6.784 5.074 6.683 11.164 4.911 74.741
Kepadatan Penduduk 64 189 91 34 75 212 82 82 86 108 64 99
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
Sedangkan jumlah sarana pendidikan di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada tabel berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
100
Tabel 7.3 Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid menurut Tingkat Pendidikan Kabupaten Muna Barat Tingkat Pendidikan TK SD SLTP SLTA Jumlah
Status
Sekolah
Guru
Murid
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
2 67 94 2 33 0 11 0 140 69
8 174 954 12 505 0 230 0 1.697 186
59 1.987 12.196 70 4.374 0 3.101 0 19.730 2.057
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
Situasi kesehatan yang ada di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada table 7.4 dan 7.5 sebagai berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
101
R Gur
1 1
1
4 1
Tabel 7.4 Banyaknya Fasilitas Kesehatan Menurut Kecamatan No
Kecamatan
1 2 3 4 5
Sawerigadi Barangka Lawa Wadaga Tiworo Selatan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Utara Tiworo Kepulauan Kusambi Napano Kusambi Muna Barat
6 7 8 9 10 11
Rumah Sakit 0 0 0 0 0
2 2 1 1 1
Puskesmas Pembantu 3 1 0 2 0
Puskesmas Plus 0 0 1 0 0
0 0
2 1
2 2
0 0
0 0
1 1
2 3
0 0
0 0
2 1
2 1
0 0
0
15
18
1
Puskesmas
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
102
Tabel 7.5 Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Kecamatan N o
Kecamata n
1 2 3 4 5
Sawerigadi Barangka Lawa Wadaga Tiworo Selatan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Utara Tiworo Kepulauan Kusambi Napano Kusambi Muna Barat
6 7 8 9 10 11
0 0 0 0 0
Dokte r Umu m 1 0 0 0 1
0 0
1 1
1 1
5 3
6 6
0 0
0
0
0
3
5
0
0
1
1
2
7
0
0 0
1 1
1 1
10 3
12 6
0 0
0
7
7
55
81
1
Dokter Spesiali s
Dokte r Gigi
Perawa t
Bida n
Farma si
1 0 1 0 0
6 9 6 4 4
11 10 7 6 5
0 0 0 1 0
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
103
B. Prasarana Wilayah 1. Prasarana Perhubungan Darat Kondisi jalan yang baik akan memudahkan mobilitas penduduk dalam mengadakan kegiatan perekonomian, sosial maupun kegiatan lainnya. Dengan adanya pemekaran Kabupaten Muna Barat sebagai Daerah Otonom Baru (DOB) memprioritaskan infrastruktur jalan dan jembatan guna mengacu pertumbuhan dan perkembangan perekonomian wilayah. 2. Prasarana Perhubungan Laut dan Udara Perhubungan laut memegang peranan penting di Kabupaten Muna Barat, karena bagian terbesar wilayah Muna Barat merupakan wilayah perairan, demikian pula dengan letak pemukiman penduduk umumnya di Desa/Kelurahan berlokasi di wilayah pantai. Desa/Kelurahan tersebut dengan latar belakang daratan dan lautan memiliki potensi pengembangan yang dapat mendukung peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Berkaitan dengan potensi tersebut maka hal yang menjadi penting adalah prasarana dermaga besar maupun dermaga kecil sebagai pintu gerbang keluar masuk dan bongkar muat barang dan jasa. Mengenai sarana perhubungan laut yang ada di Kabupaten Muna Barat dapat terlhat pada tabel sebagai berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
104
Tabel 7.6 Banyaknya Sarana Perhubungan Laut Kabupaten Muna Barat No
Jenis Sarana
1 2 3 4
Pelabuhan Udara Pelabuhan Fery Pelabuhan Pelni Pelabuhan Pendaratan Ikan Dermaga Rakyat Tambatan Perahu
5 6
Jumlah 1 1 1 1
unit unit unit unit
8 unit 60 unit
Lokasi (Kecamatan) Kusambi Tiworo Utara Maginti Tiworo Utara Kecamatan Pesisir Desa Pesisir & Pulau
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).,
C. Potensi Sumber Daya Alam 1. Pertanian (Penggunaan Lahan) Pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada penggunaan lahan baik yang berupa lahan basah (tanah sawah) maupun penggunaan lahan kering yang meliputi perkebunan, tanaman pangan, kehutanan dan peternakan. Mengenai penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada tabel berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
105
Tabel 7.7 Luas Lahan Menurut Penggunaannya No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sawerigadi Barangka Lawa Wadaga Tiworo Selatan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Utara Tiworo Kepulauan Kusambi Napano Kusambi Muna Barat
Tanah Sawah (ha) 525 0 0 0 1.297 445 327 0 1.373 0 0 3.167
Tanah Kering (ha) 7.305 2.676 7.617 13.205 4.367 2.759 7.008 5.025 4.963 7.943 5.260 68.128
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
2. Kehutanan Dalam pelaksanaan pembangunan potensi hutan mempunyai peranan yang sangat penting dalam melindungi struktur tanah dan keseimbangan tata air serta pencemaran udara, disamping itu secara ekonomi hutan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah dan peningkatan devisa. Mengenai jenis dan luas kawasan hutan di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada tabel berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
106
Tabel 7.8 Jenis dan Luas Kawasan Hutan Kabupaten Muna Barat No 1 2 3
Jenis Hutan Hutan produksi yang dapat dikonversi Hutan rakyat Hutan mangrove
Luas (ha) 6.000 11.000 4.600
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
3. Perikanan dan Kelautan Potensi budidaya laut : ± 14.821 ha, dengan kegiatan : Budidaya rumput laut : 1.392 ha Budidaya mutiara : 15 ha Potensi perikanan air payau ± 7.421 ha : Sudah terolah jadi tambak : 1.674 ha Produktif : 1.674 ha Pemanfaatan : 22,56% Budidaya : 1.828 orang Komoditi : udang windu, udang vaname & bandeng Potensi perikanan air tawar ± 1.532 ha Sudah terolah jadi tambak : 92,3 ha Produktif : 92,3 ha Pemanfaatan : 6,02% Pembudidaya : 334 orang Komoditi : ikan mas, nila dan lele. BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
107
4. Peternakan Usaha peternakan yang ada di Kabupaten Muna Barat yang terdiri dari :
Ternak besar yang meluputi sapi, kerbau dan kuda. Ternak kecil yang meliputi kambing dan unggas.
Mengenai jumlah populasi ternak di Kabupaten Muna Barat dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 7.9 Populasi Ternak/Unggas Menurut Kecamatan
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sawerigadi Barangka Lawa Wadaga Tiworo Selatan Maginti Tiworo Tengah Tiworo Utara Tiworo Kepulauan Kusambi Napano Kusambi Muna Barat
Sapi
Kerbau
2.601 1.922 1.879 748 1.546 777 4.351 311 3.201 4.285 1.833 23.454
0 0 0 0 0 0 9 0 0 6 14 29
Jenis Ternak/Unggas (Ekor) Ayam Ay Ayam Kuda Kambing Ras R Buras Telur Da 4 297 79.476 20.385 8. 16 348 48.511 1.768 3. 76 368 82.455 1.943 3. 13 437 77.126 0 5 237 30.468 830 8 7 347 25.461 0 0 269 69.220 1.241 6 0 226 1.067 0 0 221 67.106 1.538 3. 6 889 12.421 25.423 1. 0 577 38.020 4.119 3. 127 4.216 531.331 57.247 24
Sumber : Muna Dalam Angka Tahun 2014 (Makalah yang disampaikan oleh Bapak Drs. LM.Rajiun Tumada Ilaihi, M.Si selaku Pj. Bupati Muna Barat 2015 di Auditorium Makodompit UHO Kendari).
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
108
5. Pariwisata Jenis wisata di Kabupaten Muna Barat terdiri dari wisata bahari dan wisata budaya. a.
b.
Obyek wisata bahari (Pulau Indo) dan Pulau Gala Kecil, Pulau Indo merupakan pulau kecil yang terletak ti selat tiworo yang dapat ditempuh dalam waktu 10 menit. Wisata Budaya/Sejarah (Benteng Tiworo) Benteng tiworo merupakan pusat pertahanan dan gyfy4gryry44yrrt456gyt6ggr7rtugbfubtrurbjbgubfbfhfmem erintahan di masa kerajaan tiworo dan sampai sekarang ditetapkan sebagai situs budaya Kabupaten Muna Barat.
D. Pembangunan Infrastruktur Pertanian Melalui Kegiatan Program Prioritas Kabinet Kerja (P3K2) Tambahan Bidang Pertanian, Kabupaten Muna Barat memperoleh dana DAK tambahan sebesar Rp. 11.007.600.000,-. Adapun kegiatan yang direncanakan adalah :
Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier; Pembangunan Jalan Usaha Tani; Pembangunan Dam Parit; Pembangunan Embung; Pembangunan Paket Pompanisasi dan Pipanisasi; Pembangunan Paket Sumur Bor/Gali; Pembangunan Jalan Irigasi Tersier.
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
109
BAB VIII SITUASI SEKTORAL KABUPATEN MUNA BARAT Selayang Pandang Wilayah Muna Barat merupakan salah satu Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Wilayah ini terdiri dari 11 kecamatan dan 85 desa dan 5 kelurahan, di mana pada setiap kecamatan maupun desa/kelurahan tersebut memiliki sumber daya alam secara sektoral. Agar lebih rinci mengenai situasi sektoral yang dihasilkan setiap kecamatan dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kecamatan Napano-Kusambi a. Gambaran Umum Secara garis besarnya, kecamatan Napano-Kusambi tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan. (1). Situasi Wilayah Secara administratif,
Kecamatan
Napano -Kusambi
terdiri
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
110
2 atas 6 desa dengan luas 77,19 Km . terletak di daratan Pulau
Pada
Wilayah
Muna bagian Barat,
Kecamatan di
ini
mana batas-
batas wilayahnya adalah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Tiworo
-
Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Napabalano
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kusambi
-
Sebelah Barat berbatas dengan Selat Tiworo.
Pada aspek Topografi, Kecamatan Napano Kusambi berada 0 0 0 0 pada posisi 4 38 LS- 4 46 LS serta 122 35 BT-122 39 BT. Pada umumnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata kurang dari 500 m di atas permukaan laut. Mengenai luas wilayah kecamatan Napano-Kusambi dapat terlihat pada tabel berikut : Tabel 8.1 Luas Wilayah Kecamatan Napano Kusambi Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2015 Desa/ Kelurahan (1)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe
Luas (Km²) (2)
5,50 18,00 12,36 4,61 23,58 13,14
Persentase (3)
7,13 23,32 16,01 5,97 30,55 17,02
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
111
Jumlah
77,19
100,00
Sumber: Kanwil BPN Propinsi Sultra, 2015
(2) Pemerintahan Kecamatan Napano Kusambi merupakan wilayah yang berada di bawah pemerintahan administrasi Kabupaten Muna Barat Provinsi Sulawesi Tenggara yang beribukota Lahaji. Pada kecamatan tersebut terdiri dari 6 desa, 12 dusun, dan 24 Rukun Tetangga (RT). Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pemerintah desa dan kelurahan, maka masing-masing desa dan kelurahan telah dibangun kantor desa dan balai desa dan kelurahan. Situasi kecamatan Napano Kusambi saat ini belum memiliki sanggar PKK. Agar lebih jelas mengenai situasi desa pada Kecamatan Napano Kusambi dapat ditayangkan tabel sebagai berikut : Tabel 8.2 Pembagian Wilayah Administrasif Pemerintahan Menurut Desa/Kelurahan Ibukota Desa/Kelurahan (1)
(2)
Jumlah Dusun/Lingk (3)
Jumlah RT (4)
1. Masara
Masara
2
4
2. Lahaji
Lahaji
2
4
3. Umba
Umba
2
4
4. Kombikuno
Kombikuno
2
4
5. Tangkumaho
Wakabera
2
4
6. Latawe
Latawe
2
4
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
112
Jumlah
12
24
Sumber : Kecamatan Napono Kusambi Dalam Angka 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
113
(3) Kependudukan Pada dasarnya penduduk merupakan subjek pembangunan sekaligus sebagai beban dari pembangunan itu sendiri. Penduduk dapat berperan sebagai subjek dalam arti bahwa penduduk merupakan sumber daya potensial dalam pelaksanaan pembangunan. Sedangkan penduduk sebagai objek pembangunan berarti bahwa dalam setiap kebijakan pelaksanaan pembangunan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Jumlah penduduk Kecamatan Napano Kusambi pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, di mana berdasarkan proyeksi penduduk SP 2010 berjumlah 4.911 jiwa. Penduduk laki-laki sebanyak 2.447 jiwa atau 49,82 persen, sedangkan untuk penduduk perempuan pada tahun 2013 sebanyak 2.464 jiwa atau 50,17 persen. Perbandingan antara penduduk lakilaki dan perempuan atau sex ratio pada tahun tersebut sebesar 99. Hal ini dapat berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 penduduk laki-laki.
(a) Kepadatan Penduduk Berdasarkan tingkat kepadatannya, Kombikuno merupakan desa dengan kepadatan penduduk terbesar yaitu sebesar 15 2 2 jiwa/km , kemudian Desa Latawe sebesar 108 jiwa/Km , Desa 2 Masara sebesar 101 Jiwa/Km . Desa Lahaji, Desa Umba dan Desa Tangkumaho adalah tiga desa dengan tingkat kepadatan penduduk 2 terrendah dimana Desa Lahaji sebesar 40 jiwa/Km , Desa Umba 2 2 sebesar 64 jiwa/Km , Desa Tangkumaho sebesar 28 jiwa/Km . BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
114
(b) Persebaran Penduduk Kecamatan Napano Kusambi terdiri adalah 6 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk setiap desa tidak merata. Pada tahun 2013 desa yang paling banyak penduduknya adalah Desa Latawe berjumlah 1.424 jiwa atau 29,01 persen, kemudian Desa Umba berjumlah 803 jiwa atau sebesar 16,33 persen dan Desa Kombikuno berjumlah 736 jiwa atau sebesar 14,98 persen. Desa yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Desa Masara dengan jumlah penduduknya adalah sebesar 558 jiwa atau sekitar 11,36 persen. b. Situasi Sektoral Sebagian besar aktivitas sektoral bagi masyarakat Kabupaten Muna Barat adalah sektor pertanian. Selain itu, situasi sektoral yang diusahakan masyarakat terdiri dari sektor : industri, penggalian, listrik, air minum, perdagangan, transportasi dan komunikasi serta keuangan. Agar lebih jelasnya aktivitas sektoral tersebut, maka dapat dirinci sebagai berikut : (1). Sektor Industri dan Bahan Galian Klasifikasi industri yang diusahakan oleh masyarakat menurut jenisnya terdiri dari industri besar, sedang, kecil dan rumah tangga. Pembagian tersebut berdasarkan jumlah tenaga kerja yang bekerja di perusahaan industri tersebut. Kategorisasi industri tersebut adalah : (a) Industri besar, tenaga kerja mencapai 100 orang atau lebih (b) Industri sedang, tenaga kerja antara 20-99 orang (c) Industri kecil, tenaga kerja antara 5- 19 orang, dan (d) Industri rumah tangga, tenaga kerja kurang dari 5 orang. BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
115
Situasi perusahaan industri di Kecamatan Napano Kusambi tahun 2013 sebanyak 104 usaha industri dengan tenaga kerja berjumlah 167 orang. Industri kerajinan rumah tangga yang terbesar di Kecamatan Napano Kusambi terdapat di desa Latawe dengan jumlah usaha sebanyak 27 dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 52 orang. Agar lebih jelasnya mengenai hal tersebut, maka dapat disajikan tabel berikut :
Tabel 8.3 Jumlah Usaha Industri dan Tenaga Kerja Menurut Desa/Kelurahan
Desa/ Kelurahan Besar/Sedang Jml (1) (2) 1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kumbikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah -
Naker (3) -
Jumlah Industri Kecil Kerajinan Jml Naker (4) (5) -
Jumlah Jml (6) 11 10 24 14 18 27 104
Naker (7) 24 13 32 22 24 52 167
Jml Naker (8) (9) 11 24 10 13 24 32 14 22 18 24 27 52 104 167
Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
116
Tabel 8.4 Jumlah Industri dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Industri Tiap Desa/Kelurahan Jumlah Industri Desa/Kelurahan Makanan/Minuman Jml (1) (2)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah
8 8 16 10 14 16 72
Naker (3)
16 8 16 10 14 24 88
Barang/Kayu Bahan Galian Jml Naker Jml Naker Jml (4) (5) (6) (7) (8)
1 2 2 3 2 3 13
2 5 4 6 4 6 27
2 6 1 2 8 19
6 12 6 6 22 52
11 10 24 14 18 27 104
Naker (9)
24 13 32 22 24 52 167
Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
117
(2). Sektor Listrik dan Air Minum Listrik merupakan sumber energi yang penting bagi kehidupan masyarakat pada umumnya. Jumlah pelanggan Listrik PLN di Kecamatam Napano Kusambi sampai dengan tahun 2013 sebanyak 1.008 pelanggan. Selain Listrik PLN, terdapat 13 rumah tangga yang mengunakan tenaga surya serta listrik non PLN. Pada tahun 2013 pengguna listrik non PLN sebanyak 31 pelanggan. Sektor air minum yang merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat. Sebagian besar sumber air minum masyarakat Kecamatan Napano Kusambi berasal dari sumur gali.
Tabel 8.5 Banyaknya Pelanggan Listrik PLN dan Non PLN Menurut Desa/Kelurahan
Desa/ Kelurahan
PLN
Jumlah Pelanggan T. Surya Non PLN Jumlah
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
118
(1)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah
(2)
(3)
(4)
(5)
127 154 148 139 152 288 1.008
13 13
8 11 7 5 31
135 165 155 152 157 288 1.052
Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
119
(3) Sektor Perdagangan Aktivitas ekonomi yang cukup penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah perdagangan. Zona perdagangan yang dilaksanakan meliputi wilayah itu sendiri, antar pulau dan internasional. Pembangunan sektor perdagangan diarahkan dalam rangka menciptakan suatu sistem perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga bisa memanfaatkan dan memperluas pasar serta membentuk harga yang wajar. Di samping itu, pembangunan bidang perdagangan bertujuan untuk memperlancar roda maupun perputaran arus barang dan jasa guna menunjang peningkatan produksi dan daya saing, meningkatkan pendapatan produsen terutama hasil produksi pertanian rakyat dan perdagangan yang melindungi kepentingan konsumen, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja serta dapat meningkatkan devisa negara. Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut maka usaha pemasaran disesuaikan dengan pola produksi dan konsumsi masyarakat. Disamping itu juga perlu didukung oleh sistem pembiayaan dan jasa transportasi baik antar daerah maupun antar pulau, serta penyediaan sarana dan prasarana perdagangan yang memadai. Para pedagang mencapai 77 orang yang seluruhnya merupakan pedagang eceran. Pada kecamatan Napano Kusambi terdapat 2 buah pasar yang masing-masing terdapat di desa Umba dan desa Latawe dengan bentuk bangunan semi permanen/permanen, sedangkan di kecamatan Napano Kusambi berjumlah 80 buah dan terdapat di setiap desa. Agar lebih jelasnya mengenai hal tersebut, maka ditayang tabel sebagai berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
120
Tabel 8.6 Banyaknya Pedagang Antar Pulau dan Eceran Menurut Desa/Kelurahan
Desa/ Kelurahan (1) 1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe
Banyaknya Pedagang Antar Pulau (2) -
Eceran (3) 7 8 10 18 16 18
Jumlah (4) 7 8 10 18 16 18 77
Jumlah Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
Selanjutnya, situasi toko, kios, warung makan dan pasar di kecamatan Napano Kusambi dapat terlihat pada tabel berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
121
Tabel 8.7 Banyaknya Toko, Kios, dan Warung Makan Menurut Desa/ Kelurahan
Desa/ Kelurahan Toko (1)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah
(2) -
-
Kios Kios Tak Warung Permanen PermanenMakan 3 1 12 16
Jumlah
(3)
(4)
(5)
7 8 11 17 16 5 64
1 1
7 8 14 18 16 18 81
Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
Kemudian situasi pasar yang ada di kecamatan Napano Kusambi dapat terlihat pada tabel sebagai berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
122
Tabel 8.8 Banyaknya Pasar Menurut Desa/ Kelurahan
Pasar Dengan Pasar Tanpa Desa/ Kelurahan Bangunan Permanen, Bangunan Semi Permanen (1)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah
Jumlah
Permanen
(2)
(3)
(4)
1 1 2
-
1 1 2
Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
123
Semi Permanen (1)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah
Permanen
(2)
(3)
(4)
1 1 2
-
1 1 2
(4) Sektor Transportasi Dan Komunikasi Transportasi merupakan media atau penghubung antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Demikian halnya komunikasi. Kedua media ini merupakan instrument yang dapat mempercepat informasi ataupun mengakses berbagai kepentingan. Selain itu, transportasi dan komunikasi merupakan juga sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat yang dapat mendukung terciptanya kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat. (a) Transportasi Situasi transportasi yang a d a m e l i p u t i p a n j a n g j a l a n , jembatan dan a l a t transportasi yang sering dipergunakan di Kecamatan Napano Kusambi. Untuk memperlancar arus transportasi harus didukung oleh jalan yang baik dan mulus dan dapat dilalui oleh kendaraan roda 2, roda 4 maupun kendaraan berat lainnya. Jalan merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh masyarakat karena jalan dapat memperlancar hubungan antar desa, desa dengan kecamatan, desa dengan ibukota kabupaten. Di samping itu dengan jalan yang mulus maka produksi hasil pertanian yang ada di desa dapat dipasarkan sesuai dengan BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
124
keinginan masyarakat. (b) Komunikasi Pada era transformasi global, sarana komunikasi sangat dibutuhkan dalam berbagai aktivitas. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa/bernegara, berkomunikasi merupakan kebutuhan yang sangat mendasar (primer). Berbagai media komunikasi yang sering digunakan berupa : telepon/hand phone, kantor pos dan giro, hand talking, ORARI, serta alat komunikasi lainnya. Di Kecamatan Napano Kusambi masih memiliki keterbatasan tentang media komunikasi tersebut. Namun berbagai upaya, maka secara bertahap sarana komunikasi tersebut akan terpenuhi. (5) Sektor Keuangan Keuangan merupakan sarana alat tukar yang sah di Negara Indonesia, termasuk pula di kecamatan Napano Kusambi. Aktivitas pembangunan di kecamatan tersebut sangat tergantung pada berbagai sumber-sumber keuangan. Kelancaran penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan di suatu wilayah termasuk di dalamnya desa/kelurahan sangat bergantung daripada tersedianya sumbersumber pendapatan baik berasal dari Pendapatan Asli yang ada pada Desa/kelurahan tersebut, maupun sumber dana yang berasal dari bantuan pemerintah di atasnya, seperti kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat. Sumber dana yang diharapkan oleh desa/kelurahan pada se tiap tahun anggaran adalah subsidi dari pemerintah berupa Alokasi Dana Desa (ADD). Pada tabel 13.9 merupakan Alokasi Dana Desa (ADD) yang diterima oleh masing-masing desa/kelurahan di kecamatan Napano Kusambi. Agar lebih jelasnya dapat ditayangkan tabel sebagai berikut : BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
125
Tabel 8.9 Penerimaan Alokasi Dana Desa/Kelurahan (Rp.000)
Desa/Kelurahan (1)
1. Masara 2. Lahaji 3. Umba 4. Kombikuno 5. Tangkumaho 6. Latawe Jumlah
2009
Tahun 2010
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 105.000
17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 17.500 105.000
0 0 0 0 0 0 0
16.762 16.762 16.762 16.762 16.762 16.762 100.572
20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 120.000
20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 120.000
2008
2011
2012
2013
Sumber : Kecamatan Napano Kusambi, 2015
c. Sektor Unggulan Pertanian Terdapat beberapa hal mengenai sektor unggulan pertanian di kecamatan Napano Kusambi Kabupaten Muna Barat. (1) Lahan dan Pertanian Tanaman Pangan Data yang disajikan berupa data penggunaan tanah, yang terdiri atas tanah sawah dan tanah kering. Di Kecamatan Napano Kusambi tidak ada lahan sawah, yang ada hanya lahan kering seperti tabel berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
126
Tabel 8.10 Penggunaan dan Luas Lahan Kecamatan Napano Kusambi Luas Lahan
P e ngguna an Lahan
( Ha ) (2)
(1) 1 . Lahan Sawah 1.Diusahakan 2.Tidak diusakan 2 . Tanah Ke ring 1. Pe k a r a n g a n d a n H a l a m a n Sekitarnya 2. Te gal/Ke bu n 3. La d a n g/H u m a 4. P a d a n g Rumput 5. 6. 7. 8.
1.200 809 400 178
Rawa Y a n g Tidak Ditanami Ta m ba k /K ol a m Sentara Td k Diusa ha kan T a n a m a n Ka yu- kay u an/ H u t a n
9. H u t a n N e g a r a 10. Pe r k e b u n a n 11. Lain-lain JUMLAH
-
100 20 900 1.339 1.000 1.447 326 77,19
S u m b e r : D i n a s P e r t a n i a n Kabupaten Muna Barat, 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
127
(2) Tanaman Perkebunan Jenis tanaman perkebunan yang disajikan terdiri dari beberapa jenis tanaman perkebunan yaitu : kelapa, lada, jambu mente, kemiri, dan coklat/kakao. Tanaman perkebunan yang paling banyak di usahakan adalah jambu mente dengan luas panen 301,00 hektar dan produksi 8,79 ton, disusul perkebunan kelapa dengan luas tanam 160,00 hektar dengan produksi 39,02 ton. Selain itu tanaman coklat/kakao dengan luas tanam 38,00 hektar dengan produksi 18,85 ton. Tanaman yang paling sedikit diusahakan adalah tanaman kemiri dan lada, untuk tanaman kemiri dengan luas 4,00 hektar dan lada luas tanam 3,25 hektar, dan hasil produksi tanaman kemiri, lada di tahun 2012 tidak ada. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
128
Tabel 8.11 Luas dan Produksi Tanaman Perkebunan Menurut Jenisnya
Jenis Tanaman
Luas
(Ha) (1) (2) 1. Kelapa 160 2. Kopi 3. kapuk 4. Lada 3.25 5. Cengkeh 6. Jambu Mete 7. Kemiri 4 8. Cokelat/Kakao
Produksi (Ton) (3) 39,02 0 301 8,79 0 38 18,85
9. Pala 10.Pinang 11.Enau/Nira 12.Fanili 13.Asam jawa Sumber : Dinas Pertanian Ka b.Muna Bar
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
129
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
130
(3). Peternakan Jenis
peternakan
yang banyak diusahakan penduduk
Kecamatan Napano Kusambi berupa ternak sapi dan kambing serta unggas berupa ayam buras dan ayam potong . Jumlah ternak sapi di Kecamatan Napano Kusambi selama tahun 2013 adalah sebanyak
1.833 ekor dan kambing 577 ekor
(tabel 13.5). Jumlah sapi ini mengalami penurunan dibanding tahun 2012 yaitu 204 ekor, sedangkan kambing naik sebesar 230 ekor. Unggas berupa ayam bukan ras (buras) selama tahun 2013 berjumlah 38.020 ekor,
ayam ras sebanyak 4.119, ayam potong
sebanyak 5.553 ekor, dan Itik sebanyak 218 ekor. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 8.12
Banyaknya Populasi Ternak Menurut Jenisnya
Jenis Ternak
Tahun 2009
2010
2011
2012
2013
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
131
(1)
(2)
(3)
3.187
3.438
2. Kerbau
-
-
3. Kuda
-
-
412
435
-
-
28.213
41.355
-
-
8. Ayam potong
853
1.070
9. Itik
197
259
-
-
1. Sapi
4. Kambing 5. Babi 6. Ayam Buras 7. Ayam Ras
10. Itik Manila
(4)
(5)
(6)
2.037
1.833
-
-
-
-
-
-
347
577
-
-
48.098
38.020
-
4.119
933
1.225
5.553
221
218
282
-
-
1.808
338 46.468 -
-
Sumber : Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Muna Barat, 2015 (4). Perikanan
Jumlah sarana dan prasarana penangkapan n menurut jenisnya. Tahun 2013 di Kecamatan Napano Kusambi terdapat 12 buah perahu tanpa motor, 69 buah perahu motor tempel dan 9 buah kapal motor yang digunakan untuk menangkap ikan. Sarana penangkapan tersebut didukung pula oleh alat penangkap ikan berupa pukat sebanyak 217 buah, payang 11 buah, jaring 30 buah dan bagang berjumlah 9 (tabel 5.4.2). Pada tahun 2013 jumlah produksi ikan tangkap di Kecamatan Napano Kusambi sebanyak 115,54 ton, produksi rumput laut sebesar 494 ton, dan produksi udang berjumlah 7,19 ton. BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
132
Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 8.6
Banyaknya Produksi Ikan Tangkap dan Budi Daya Tahun 2009-2013 Tahun (1)
Produksi (Ton) Ikan Tambak/ Rumput Kepiting Tangkap Kolam Laut (2) (3) (4) (5)
Udang
Kerang
(6)
(7)
2009
150
3
10
0
0
0
2010
160
3
15
0
0
0
2011
405
29
487
0
4,32
0
2012
550
0
494
0
5,19
0
2013
11.554
0
494
0
7,19
0
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Muna Barat, 2015
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
133
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
134
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
135
2. Kecamatan Sawerigadi a. Gambaran Umum Kecamatan
Sawerigadi
merupakan
salah
satu
kecamatan
yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kota Kampobalano. Secara garis besarnya, kecamatan Sawerigadi tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan. 1.1 Batas Wilayah Kecamatan Sawerigadi memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
:Berbatasan
dengan
Kecamatan
Kusambi Sebelah Selatan
:Berbatasan dengan Kecamatan Lawa
Sebelah Timur
:Berbatasan dengan Kecamatan Barangka
Sebelah Barat
:Berbatasan dengan Kecamatan Tikep
1.2 Luas Wilayah Luas wilayah Kecamatan Sawerigadi sekitar 102,60 km² dengan jumlah penduduk tahun 2013 sebanyak 6.522 jiwa, yang terdiri dari 3.162 jiwa laki – laki dan 3.360 jiwa perempuan, yang berarti Kecamatan Sawerigadi mempunyai kepadatan penduduk rata – rata 63.57 jiwa/km².
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
136
3. Kecamatan Tiworo Kepulauan a. Gambaran Umum Kecamatan Tiworo Kepulauan merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Kambara. Secara garis besarnya, kecamatan Tiworo Kepulauan tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan.
1.2. Batas Wilayah Kecamatan Tiworo Kepulauan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Selat Tiworo dan Kec. Sawerigadi
Sebelah Selatan : Kec. Maginti dan Kec. Lawa Sebelah Timur : Kec. Sawerigadi Sebelah Barat
: Kec. Tiworo Tengah
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
137
Luas Wilayah Luas wilayah Kecamatan Tiworo Kepulauan sekitar 77,90 km². Desa terluas saat ini adalah Desa Tiworo dengan luas 18 km² atau sebesar 23,11 persen dari total luas wilayah Kecamatan Tiworo Kepulauan. Desa yang memiliki luas terkecil adalah Desa Laworo dengan luas sebesar 3,25 km² atau 4,17 persen dari total luas Kecamatan Tiworo Kepulauan.
1.4. Topografi Wilayah Kecamatan Tiworo Kepulauan menempati pesisir pantai dan pulau-pulau kecil lainnya, sehingga permukaan wilayah pada umumnya merupakan dataran rendah, demikian pula tingkat kemiringan tanah berada pada klasifikasi rendah. 1.5. Hidrologi Beberapa sungai/ kali yang ada diwilayah ini sebagian telah dipergunakan untuk persawahan seperti Sungai Kambara yang melintasi Kelurahan Tiworo, Desa Lasama, dan desa-desa lainnya. 1.6. Oceanografi Wilayah Tiworo Kepulauan mempunyai perairan laut yang cukup potensial dan mengandung beberapa jenis kekayaan laut seperti ikan, rumput laut, kerang, teripang dan hasil laut lainnya. Kecamatan Tiworo Kepulauan Dalam Angka Tahun 2014 BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
2
138
1.7. Iklim Kecamatan Tiworo Kepulauan pada umumnya beriklim tropis dengan suhu rata-rata 25ºC - 27ºC.
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
139
4. Kecamatan Tiworo Selatan a. Gambaran Umum Kecamatan Tiworo Selatan merupakan salah satu kecamatan dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Kasimpa Jaya . Secara garis besarnya, kecamatan Tiworo Selatan tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan. KecamatanTiworo
Selatan
yang
sebelumnya
adalah
bagian
dari
Kecamatan Maginti merupakan salah satu kecamatan dari 33 kecamatan y ang ada di Kabupaten Muna. Wilayah ini berada di bagian barat laut daratan P ulau Muna. Kasimpa Jaya sebagai ibu kota kecamatan berjarak lebih kurang 67 Km dari Kota Raha (Ibu Kota Kabupaten Muna). 1.2. Batas Wilayah Sebelah Utara Kecamatan Tiworo Selatan berbatasan dengan K ecamatan Tiworo Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wadag a,
sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Kabangka dan
sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Maginti. 1.3. Luas Wilayah BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
140
Luas wilayah Kecamatan
Tiworo Selatan sekitar 66,98 km2
atau 2,26 persen dari luas wilayah Kabupaten Muna. Desa Katangana merupakan desa yang
memiliki wilayah terluas yaitu 20,93 km2 atau 31,25 persen dar i total luas Kecamatan Tiworo Selatan. Kemudian Desa Parura Jaya dengan luas 20,05 2 km atau 2 29,93 persen dan Desa Kasimpa Jaya berjumlah 12,00 km atau 17,92 p ersen serta 2
Desa Sangia Tiworo dengan luas 8,00 km
atau 11,94 persen. Sementara Desa
2
Barakkah dengan luas 6,00 km atau 8,96 persen merupakan desa dengan wilayah paling kecil dibanding seluruh desa yang ada di Kecamatan Tiworo Selatan. Rincian luas untuk masing-masing desa/kelurahan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
141
5. Kecamatan Tiworo Tengah a. Gambaran Umum Kecamatan Tiworo Tengah merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Wapae. Secara garis besarnya, kecamatan Tiworo Tengah tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan. Kecamatan Tiworo Tengah adalah pemekaran dari Kecamatan Tiworo Kepulauan dan merupakan salah satu kecamatan dari 33 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna.Kecamatan Tiworo Tengah berjarak 49 Km dari Kota Raha, ibukota Kabupaten Muna,Desa Wapae merupakan ibukota Kecamatan Tiworo Tengah.
1.2. Batas Wilayah Kecamatan Tiworo Tengah memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kecamatan Tiworo Utara
Sebelah Selatan
: Kecamatan Tiworo Selatan
Sebelah Timur
: Kecamatan Tiworo Kepulauan
Sebelah Barat
: Kecamatan Maginti
1.3. Luas Wilayah 2
Luas wilayah Kecamatan Tiworo Tengah sebesar 82,35 Km atau sekitar 3,1% dari luas daratan Kabupaten Muna. Secara
administratif,
Kecamatan Tiworo Tengah terdiri dari 8 (delapan) desa, yaitu Desa Wanseriwu, Langku-Langku, Mekar Jaya, Wapae, Labokolo, Lakabu, Momuntu dan Suka Damai. Dari kedelapan desa tersebut Desa Wanseriwu
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
142
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
143
2
adalah desa terluas dengan luas 24,75 Km (30,05%), sedangkan wilayah 2
terkecil adalah Desa Wapae seluas 4,55 Km (5,53%) dari luas Kecamatan Tiworo Tengah.
6. Kecamatan Barangka a. Gambaran Umum Kecamatan
Barangka
merupakan
salah
satu
kecamatany dari 11 kecamatan
yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Wambele-mbele. Secara garis besarnya, kecamatan Barangka tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan. Kecamatan Barangka merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muna yang terletak di dataran tinggi yaitu melintang dari utara ke selatan kira-kira o o, 4 47’ LS – 4 51’ LS dan membujur dari barat ke timur antara 122°30’BT - 122°37’ BT.
Peta Kecamatan Barangka
Kecamatan Barangka mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kontunaga dan Kec. Kusambi. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lawa Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Lawa Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sawerigadi Kecamatan
Barangka
merupakan
salah satu Kecamatan di Kabupaten Mu-
Luas (Km2)
Desa/Kelurahan
Persentase
a Menurut Desa/Kelurahan Menurut Desa/Kelurahan Desa/Kelurahan
Luas (Km2)
Persentase
BAGIAN KETIGA IMPLEMENTASI DAERAH OTONOMI BARU
144
na yang seluruh wilayahnya terdiri dari daratan dengan Ibu Kotanya Wambelembele. Kecamatan Barangka merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Lawa,terdiri dari delapan Desa.
7. Kecamatan Kusambi a. Gambaran Umum Kecamatan Kusambi Tengah merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Konawe Secara garis besarnya, kecamatan Kusambi tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan.
Kecamatan Kusambi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Muna Barat dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Napano Kusambi Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Watopute Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sawerigadi Sebelah barat berbatasan dengan Selat Tiworo
Kecamatan Kusambi terdiri dari wilayah daratan dan lautan karena terletak di pesisir Pantai Selat Tiworo. Luas daratan Kecamatan Kusambi sebesar 2
luas daratan Kabupaten Muna
8. Kecamatan Lawa a. Gambaran Umum Kecamatan Lawa merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Wamelai. Secara garis besarnya, kecamatan Lawa tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan.
Kecamatan Lawa terletak di dataran rendah dengan
ketinggian kurang dari 200 meter di atas permukaan laut 9. Kecamatan Maginti a. Gambaran Umum Kecamatan Maginti merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Pajala. Secara garis besarnya, kecamatan Maginti tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan. Wilayah terluas di Kecamatan Maginti adalah Desa Abadi Jaya dengan luas 12,33 km2
10. Kecamatan Tiworo Utara a. Gambaran Umum Kecamatan Tiworo Utara merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Tondasi. Secara garis besarnya, kecamatan Tiworo Utara tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan.
Tiworo Utara terletak di barat laut daratan Muna dan terdiri dari pulau-pulau
11. Kecamatan Wadaga a. Gambaran Umum Kecamatan Wadaga merupakan salah satu kecamatany dari 11 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Muna Barat dengan ibu kotanya Lailangga. Secara garis besarnya, kecamatan Tiworo Utara tergambar pada aspek situasi wilayah, pemerintahan dan penduduk maupun ketenaga kerjaan.
Kecamatan Wadaga Tidak Memiliki Garis Pantai
DAFTAR PUSTAKA
147
DAFTAR PUSTAKA
Badan Perencana Pembangunan Nasional. 2013. Diunduh tanggal 28 Juni 2014 pada laman http://simreg.bappenas.go.id/document/Profil/Profil%20Pembangunan%20 Provinsi %201300%202013.pdf. Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2012. Diunduh tanggal 28 Juni 2014 pada laman http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/userfiles/ppi/Potensi%20Investasi% 20Provinsi%20Sulawesi%20Tenggara%202012.pdf. Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Edisi 40. Badan Pusat Statistik, 2013. Sumatera Utara Dalam Angka. Kantor BPS Medan, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Sumatera Barat Dalam Angka. Kantor BPS Padang, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Riau
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Pekan
Baru,
Badan Pusat Statistik, 2013. Kepulauan Riau Dalam Angka. Kantor BPS Batam, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Jambi Dalam Angka. Kantor BPS Jambi, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Sumatera Selatan Dalam Angka. Kantor BPS Palembang, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Bangka Belitung Dalam Angka. Kantor BPS Babel, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Bengkulu
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Bengkulu,
Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Lampung
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Lampung,
Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
DKI
Jakarta
Dalam
Angka.
Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Jawa Barat Dalam Angka. Kantor BPS Bandung,
Kantor
BPS
Jakarta,
DAFTAR PUSTAKA
148
Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Banten
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Banten,
Jawa Timur Dalam Angka. Kantor BPS Surabaya,
Badan Pusat Statistik, 2013. http://www.bps.go.id.
Badan Pusat Statistik, 2013. Jawa Tengah Dalam Angka. Kantor BPS Semarang, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. D.I. Yogyakarta Dalam Angka. Kantor BPS Yogyakarta, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Bali Dalam Angka. Kantor BPS Bali, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Kalimantan Barat Dalam Angka. Kantor BPS Pontianak, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Kantor BPS Palangka Raya, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Kalimantan Selatan Dalam Angka. Kantor BPS Banjarmasin, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. http://www.bps.go.id.
Kalimantan Timur Dalam Angka. Kantor BPS Samarinda,
Badan Pusat Statistik, 2013. Sulawesi Utara Dalam Angka. Kantor BPS Menado, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Gorontalo
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Gorontalo,
Badan Pusat Statistik, 2013. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Kantor BPS Tadulako, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Kantor BPS Makassar, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Sulawesi Barat Dalam Angka. Kantor BPS Mamuju, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Sulawesi Tenggara Dalam Angka. Kantor BPS Kendari, http://www.bps.go.id.
DAFTAR PUSTAKA
149
Badan Pusat Statistik, 2013. Nusa Tenggara Dalam Angka. Kantor BPS Mataram, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, 2013. Nusa Tenggara Timur Dalam Angka. Kantor BPS Kupang, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Maluku
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Ambon,
Badan Pusat Statistik, 2013. Maluku Utara Dalam Angka. Kantor BPS Ternate, http://www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id.
2013.
Badan Pusat Statistik, 2013. http://www.bps.go.id.
Papua
Dalam
Angka.
Kantor
BPS
Jaya
Pura,
Papua Barat Dalam Angka. Kantor BPS Kaimana,
Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik, No. 16/02/Th. XVII, 5 Februari 2014, Diunduh tanggal 28 Juni 2014 pada lamanhttp://www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb14.pdf. Boediono, 1995, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE., UGM., Yogyakarta. Harafah, L.M., 2015. EKONOMI REGIONAL, Sektor Basis dan Unggulan Daerah. Kendari: HISPISI SULTRA. Harafah, L.M., 2003. Produktivitas Pekerja Sektoral dan Implikasi Kebijakan pada Masyarakat Pedesaan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi Doktor. Surabaya: Universitas Airlangga. Harafah, L.M., 2007. Kesepadanan Sains, Sekelumit Filsafat, Ekonomi dan Metodologi Penelitian. Kendari: Unhalu Press. Harafah, L.M., 2009. Pembangunan Berkelanjutan. Kendari: Unhalu Press. Purwanti, Evi Yulia, dan Atmanti, Hastarini Dwi. 2008. Analisis Sektor dan Produk Unggulan Kabupaten Kendal. Media Ekonomi dan Manajemen Vol 18 No. 2 Juli 2008. Rangkuti, Freddy, 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soetriono, dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Bayu Media Publishing, Malang. Subianti, Sri, dkk. 2009. Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tenggara:PendekatanSektor
Basis Dan Analisis Input‐Output.Jurnal Ekonomidan Studi Pembangunan. Tahir, Musbir, 2013. Peranan Oseanografi dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan. Bogor: IPB Press
DAFTAR PUSTAKA
150
Tarigan, Robinson, 2014. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Tuhana, T.A, 2014. Pengantar Ilmu Pertanian, Agraris, Agrobisnis, Agroindustri, dan Agroteknologi. Yogyakarta: Global Pustaka Utama. Wilson Widyadhana, 2014.
2014. (id.m.wikipedia.org/wiki/wilayah). Diakses pada 18 Pebruari
http://bps.go.id. Diaksespada 8 juli 2014. http://www.kadin-indonesia.or.id , diaksespada 16 juli 2014. http://kp3ei.go.id , diaksespada 16 juli 2014. http://regionalinvestment.bkpm.go.id, diaksespada 16 juli 2014.
DAFTAR PUSTAKA
151
lampiran
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 152
RINGKASAN SEKTOR UNGGULAN PERTANIAN DAN LAINNYA TIAP PROVINSI DI INDONESIA
A. WILAYAH SUMATERA NO. 1.
PROVINSI Nangro Aceh Darussalam
SEKTOR UNGGULAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan pertambangan dan penggalian pengangkutan dan komunikasi perdagangan, hotel dan restoran jasa-jasa keuangan, real estate dan jasa perusahaan kontruksi, dan kontruksi.
2.
Sumatera Utara
1. pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan 2. perdagangan hotel, dan restoran 3. pengangkutan dan komunikasi 4. listrik, gas dan air bersih.
3.
Sumatera Barat
1. 2. 3. 4. 5.
4.
Riau
1. pertanian, dan 2. pertambangan dan penggalian.
5.
Kepulauan Riau (Kepri)
1. 2.
6.
Jambi
1. pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan 2. pertambangan dan penggalian 3. perdagangan hotel dan restoran, dan 4. listrik, gas dan air bersih.
Pertanian listrik, gas dan air bersih perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi, dan jasa.
industri pengolahan perdagangan hotel, dan restoran.
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 153
7.
Sumatera Selatan
1. 2. 3.
8.
Bangka Belitung
1. 2. 3. 4.
9.
Bengkulu
10.
Lampung
pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan pertambangan dan penggalian perdagangan hotel dan restoran. pertambangan dan penggalian perdagangan, hotel dan restoran pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, dan jasa-jasa.
1. pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan 2. perdagangan, hotel dan restoran 3. jasa-jasa, dan 4. pengangkutan dan komunikasi.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan jasa-jasa pengangkutan dan kominikasi keuangan, real astat dan jasa perusahaan perdagangan hotel, dan restoran, dan listrik, gas dan air bersih.
B. WILAYAH JAWA DAN BALI NO.
PROVINSI
1.
DKI Jakarta
2.
Jawa Barat
3.
Banten
SEKTOR UNGGULAN 1. listrik, gas dan air bersih 2. konstruksi; perdagangan, hotel, dan restoran 3. pengangkutan dan komunikasi 4. keuangan, real estate 5. jasa perusahaan, dan 6. jasa-jasa. 1. 2. 3. 4.
industri pengolahan listrik, gas dan air bersih perdagangan, hotel, dan restoran, dan pengangkutan dan komunikasi.
1. industri pengolahan 2. listrik, gas dan air bersih 3. perdagangan, hotel, dan serta
restoran,
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 154
4. pengangkutan dan komunikasi.
Jawa Timur
1. 2. 3. 4.
Pertanian industri pengolahan listrik, gas dan air bersih, serta perdagangan, hotel, dan restoran.
Jawa Tengah
1. 2. 3.
perdagangan, hotel dan restoran industri pengolahan pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, dan listrik, gas dan air bersih.
4.
5.
4.
D.I. Yogyakarta
6.
Bali
7.
1. 2. 3. 4. 5.
jasa-jasa listrik, gas dan air bersih perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi keuangan, real estat dan jasa perusahaan 6. kontruksi, dan 7. pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan.
1. 2. 3. 4. 5.
kontruksi perdagangan, hotel, dan restoran jasa-jasa pertambangan dan penggalian pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.
C. WILAYAH KALIMANTAN NO. 1.
PROVINSI Kalimantan Barat
SEKTOR UNGGULAN 1. 2. 3.
2.
3.
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan perdangangan, hotel & restoran, dan pengangkutan & komunikasi.
1. 2. 3. 4.
pertanian pertambangan dan penggalian perdagangan, hotel & restoran, serta jasa-jasa.
1. 2.
pertanian, dan pertambangan dan penggalian.
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 155
4.
5.
Kalimantan Timur
1. sektor pertambangan dan penggalian, dan 2. sektor industri pengolahan.
Kalimantan Utara
1. 2. 3. 4. 5.
pertanian pertambangan dan penggalian listrik, gas dan air bersih perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi
D. WILAYAH SULAWESI DAN LAINNYA NO.
PROVINSI
SEKTOR UNGGULAN
1.
Sulawesi Utara
2.
Gorontalo
3.
Sulawesi Tengah
4.
Sulawesi Selatan
1. 2. 3. 4. 5.
5.
Sulawesi Barat
1. pertanian, dan 2. jasa-jasa.
6.
Sulawesi Tenggara
1. 2. 3. 4.
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4.
pertanian konstruksi perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi jasa-jasa. Pertanian Konstruksi pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-jasa.
1. pertanian 2. Jasa, dan 3. pengangkutan dan komunikasi. Pertanian jasa-jasa perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi listrik gas dan air bersih.
Pertanian listrik, gas dan air bersih perdagangan, hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi, dan
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 156
5. jasa-jasa.
7.
Nusa Tenggara Barat
1. 2. 3. 4. 5.
8.
Nusa Tenggara Timur
9.
Maluku
10.
Maluku Utara
11.
Papua
12.
Papua Barat
pertambangan dan penggalian pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan pengangkutan dan komunikasi perdagangan, hotel, dan restoran, dan jasa-jasa.
1. pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2. jasa-jasa, dan 3. perdagangan, hotel dan restoran.
1. 2. 3. 4.
pertanian, perdagangan hotel dan restoran pengangkutan dan komunikasi, dan jasa-jasa.
1. pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan 2. perdagangan, hotel dan restoran, dan 3. pengangkutan dan komunikasi.
1. 2. 3. 4.
Pertanian pertambangan dan penggalian konstruksi, dan perdagangan, hotel dan restoran.
1. 2. 3. 4.
Pertanian Pertambangan Konstruksi, dan jasa-jasa.
Sumber : BPS Pada 34 Provinsi di Indonesia tahun 2014 (diolah).
Keterangan : - Sektor Pertanian (29 Provinsi) - Non Pertanian (5 Provinsi)
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 157
RINGKASAN SEKTOR UNNGULAN PERTANIAN 158
PROFIL DAN KINERJA PENULIS PROFIL L.M. HARAFAH adalah staf pengajar (dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Pasca Sarjana Universitas Haluoleo Kendari) yang lahir pada tanggal 23 Maret 1964 di Tobea Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Menamatkan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Raha sebagai ibukota Kabupaten Muna. Strata Satu (S1) pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Halu Oleo (periode 1984 – 1988), sedangkan Strata Dua (S2) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Ujung Pandang (periode 1991 – 1993). Kemudian Strata Tiga (S3) pada Program Studi Ekonomi Sumber Daya Manusia Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya (periode 1998 – 2002). Gelar Profesor (Guru Besar) bidang Ilmu Ekonomi diraih sejak tanggal 31 Oktober 2008 sesuai SK. Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 79392/A4.5/KP/2008. Selanjutnya, pengukuhan Profesor (Guru Besar) oleh Rektor Universitas Halu Oleo atas nama Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tanggal 26 Oktober 2010 dengan pidato ilmiah berjudul “ Zakat Sebagai Alternatif Pemberdayaan Ekonomi Umat”.
KINERJA PENULIS Pada pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, di mana dharma pertama, yakni pendidikan dan pengajaran dilakukan dengan konsentrasi mata kuliah : Filsafat, Ekonomi Sumber Daya Alam, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Ekonomi Syariah, Ekonomi Makro dan Mikro serta berbagai konsentrasi ilmu lainnya. Kemudian untuk dharma kedua, yakni penelitian dapat dilakukan berupa hasil penelitian dan dalam bentuk jurnal baik lokal, nasional maupun internasional. Hasil penelitian yang telah dilakukan, yakni : (1) Analisis Ekonomi Eksploitasi Aspal dan Nikel di Provinsi Sulawesi Tenggara, (2) Produktivitas Pekerja Sektoral di Provinsi Sulawesi Tenggara, (3) Kajian Ekonomi Konsumsi Non Beras Sebagai Upaya Ketahanan Pangan Nasional. Dalam bentuk jurnal yang telah terpublikasi, yakni : (a) Entrepreneurship and its Impact on Business Performance Improvement and Poverty Reduction (An Empirical Study Micro Business Industrial Sector in Kendari), (b) The
Influence of Micro Industry Entrepreneurship in the Process of Poverty Alleviation (Studies in the Food Industry Center at Souteast Sulawesi), (c) Effect Of Role of Government and Social Capital For Small Industries Empowerment, (d) Economic Study of Non-Rice Consumption in Supporting Food Security (Study in Muna Regency of Southeast Sulawesi, Indonesia, (e) Analisis Interaksi Arus Orientasi Barang Antar Kecamatan Pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II Kabupaten Muna, dan (f) Kajian Ekonomi Tentang Produk Unggulan Strategis Non Beras Dalam Percepatan dan Perluasan Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Selanjutnya untuk dharma ketiga, yakni pengabdian pada masyarakat dapat dilakukan berupa : pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan Pembinaan Perkoperasian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Buku yang telah terbit dan mempunyai International Serial Book Number (ISBN), yakni : (1) Kesepadanan Sains, Sekelumit Filsafat dan Metodologi Penelitian, (2) Logika Sains, Pemahaman Filsafat dan Metodologi Penelitian, (3) Pembangunan Berkelanjutan, Pemahaman Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, (4) Kesepanan Pembangunan, (5) Zakat Itu Perlu Dalam Rangka Memberdayakan Ekonomi Umat, dan (6) Ekonomi Regional (Sektor basis dan Unggulan Daerah). Kemudian buku yang akan segera terbit dengan judul ‘Multi Aspek Filsafat’.
PROFIL & KINERJA 158
PROFIL & KINERJA 159