0652: T.A. Siswoyo & Bambang Sugiharto
KO-217
PRODUKSI PENGEMBANGAN PROTEIN ANTIHYPERTENSI GENERASI BARU DARI Gnetum gnemon PROTEIN SEBAGAI BAHAN NUTRACEUTICAL KOMERSIAL Tri Agus Siswoyo dan Bambang Sugiharto Dept of Agronomy, Faculty of Agriculture, University of Jember. Jln Kalimantan III/23 Jember 68121 e-mail:
[email protected] Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Hypertensi adalah masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat dunia termasuk Indonesia. Pengunaan senyawa alami biofungsional protein sebagai nutraceutical sebagai sumber obat alami merupakan suatu pilihan untuk mempertahankan atau meningkatkan sistem fisiologis pada tubuh, terutama untuk pencegahan atau pengobatan terhadap hipertensi (antihipertensi). Kandungan protein yang tinggi (9-10%) pada biji Gnetum Gnemon (melinjo) sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan sebagai bahan dasar nutraceutical komersial yang berbasis protein.Teknik modifikasi protein secara enzimatik untuk menghasilkan protein potensial generasi baru dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis peptidase. Dari hasil penelitian telah ditemukan jenis alcalase dapat meningkatkan aktivitas AngiotensinI I-converting enzim (ACE) inhibitor lebih tinggi dari normal sampai 10-15 kali pada kondisi optimal 0.2% (E/S) pada suhuhidrolisis 50oC pada pH 8 selama 5-6 jam. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk dapat memproduksi protein antihipertensi (Gg-AH) dalam skala kecil dengan karakter protein aktivitasnya sebesar EC50 0.016 mg/ml dengan tingkat rendemen sekitar 2-3%. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dikatakan bahwa protein biji melinjo sangat berpotensi sebagai sumber atau bahan komersial Nutraceutical Food Supplement protein antihipertensi. Untuk lebih lanjutnya diperlukan suatu teknologi dalam produksi up skala protein tersebut guna memenuhi kebutuhan industri. Kata kunci: Hipertensi, antihipertensi, melinjo, nutraceutikal, AngiotensinI I-converting enzim
I.
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah masalah serius yang dihadapi oleh masyarkat dunia termasuk Indonesia. Menurut WHO (2003) hipertensi diperkirakan menjadi penyebab 4,5% dari total penyakit di dunia dengan prevalensi yang sama, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beberapa penyakit degenerative seperti jantung dan hipertensi juga cenderung menunjuk-kan peningkatan [1]. Hipertensi adalah salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner dan penyakit cerebrovaskuler. Selain itu, hipertensi juga penyebab dari hipertrofi jantung dan gagal jantung (hypertensive heart disease), pecahnya aorta, dan gagal ginjal [2]. Kompleksnya gejala, komplikasi dan keadaan atau penyakit yang mendasari hipertensi, maka tidak jarang digunakan lebih dari satu jenis obat (polifarmasi) secara
bersamaan yang digunakan dalam pengobatan hipertensi. Peningkatan insidensi efek samping yang jauh melebihi peningkatan obat yang diberikan bersama ini diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat yang juga makin meningkat [3]. Berdasarkan hal-hal tersebut maka diperlukan suatu penelitian yang mencari sumber pengobatan alami yang memanfaatkan sumber local yang dimiliki. Dalam kurun waktu dua dekade ini para peneliti telah berupaya untuk dapat menemukan protein baru alami yang dapat digunakan sebagai dasar dalam pembuatan protein fungsional alami [4,5,6,7]. Keanekaragaman protein fungsional menjadikan suatu pertimbangan dalam menemukan bahan alami yang bisa dimanfaatkan dibeberapa bidang [8]. Kemajuan teknologi memungkinkan untuk dapat mengembangkan teknik produksi protein baru melalui rekayasa protein alami [9].
KO-218 Sumber protein alami dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan. Indonesia kaya akan biodiversitas tumbuhan lokal yang berpotensi sebagai sumber protein fungsional. Tanaman melinjo (Gnetum gnemon), banyak dibudidayakan di Indonesia, Malaysia dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya sebagai penghasil tepung dari biji mlinjo. Di Indonesia, tanaman ini merupakan salah satu komoditas favorit di mana bijinya dapat dimakan setelah dimasak dan dibuang kulitnya. Komposisi kandungan biji melinjo (Gnetum gnemon) terdiri dari 58% pati, 16.4% lemak, 9-10% protein dan 1% phenolik [10]. Kandungan protein pada biji yang relatif sangat besar merupakan suatu potensi sebagai sumber protein fungsional alami. Dari hasil penelitian sebelumnya melaporkan bahwa protein dari biji melinjo mempunyai potensi aktif sebagai antioksidan [11,12]. Dari hasil tersebut diharapkan pada usulan penelitian ini akan dilakukan pengembangan teknologi atau inovasi dalam meningkatkan kemampuan antihypertensi dari protein melinjo (Gg-AH) dengan melakukan rekayasa atau modifikasi protein secara kimis, fisik dan biologi (enzimatik) sehingga upaya untuk memperoleh dan memproduksi protein generasi baru dari Gnetum gnemon dengan aktivitas tinggi dapat dilakukan. Kedepannya kebutuhan akan bahan komersial Nutraceutical Food Supplement berupa protein fungisional (antihypertensi) dengan kemampuan yang tinggi dapat terpenuhi secara cepat dan tepat.
II.
METODOLOGI
Sampel (15 gram) dihaluskan dengan menggunakan mortir. dilarutkan dalam aquades (10% b / v) dan pH diatur pada kisaran 7,8-9,2 dengan menambahkan 1 N NaOH. Suspensi itu diaduk selama 2 jam pada 4°C dan kemudian disentrifugasi selama 15 menit pada 10.000 rpm pada suhu 4° C. Selanjutnya supernatant diatur pH 4,3-5,7 dengan menggunakan 1 N HCl untuk dapat mengpresipitasi protein, dan kemudian suspense dibiarkan pada suhu 4 ° C semalam untuk memungkinkan protein dapat terendapkan secara sempurna, setelah itu, larutan disentrifugasi. Pada kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada 4°C. Endapan protein (Gg-PI) yang diperoleh diresuspended dengan aquadest dan dikering dengan cara pembekuan kering dan kemudian sampel disimpan pada -20 ° C sampai digunakan lebih lanjut. Derajat hidrolisis ditentukan dengan menggunakan asam trinitrobenzene-sulphonic (TNBS) [13]. Asam α-amino Jumlah ditentukan dalam sampel di hidrolisis secara asam (6 M HCl pada 100oC selama 24 jam) dan asam α-amino larut diukur pada awal dan akhir enzimatik reaksi. Protein yang diperoleh kemudian ditentukan berat molekulnya dengan elektroforesis sesuai dengan metode LaemmLi [14], dengan konsentrasi 15% SDS-PAGE. Analisis kandungan asam amino dilakukan dengan menghidrolisis
0652: T.A. Siswoyo & Bambang Sugiharto protein sample pada suhu 150oC pada selama 1 jam, dan ditransfer pada membrane untuk selanjutnya dianalisa secara langsung pada derivatizer Biosystems Applied 420A untuk mengkonversi asam amino bebas untuk turunan phenylthiocarbamyl. Residu diderivatisasi dipisahkan pada kolom fase terbalik C18 dan terdeteksi pada 254 nm. Protein biji melinjo kemudian diukur kemampuan aktivitas ACE inhibitor menggunakan metode yang disebutkan dalam Techhnical Manual ACE kit-WST [15] dan peredaman radikal bebas (free radical scavenging) menggunakan metode Oktay [16]. Aktivitas scavenging radikal ABTS protein isolasi penentuan seperti yang dijelaskan oleh Anda et al., 2010 dengan modifikasi sedikit. The ABTS + solusi dibuat dengan konsentrasi akhir 7 ABTS mM dan 2,45 mMKalium persulfat. Campuran dibiarkan pada suhu ruangan gelap selama 12 -16 jam sebelum digunakan. Sebelum pengujian itu, ABTSlarutan diencerkan dengan 0,2 M natrium fosfat buffered saline (pH 7,4) ke absorbansi 0,70 ± 0,002 pada 734 nm. Protein biji melinjo kemudian diukur kemampuan peredaman radikal bebas (free radical scavenging) menggunakan metode Oktay [16] untuk mengetahui kemampuannya dalam meredam radikal bebas. Analisa Statistik Untuk mengetahui kemampuan protein selama pengolahan emping melinjo sebagai antioksidan, digunakan regresi linier sederhana dengan standar deviasi dan dianalisis dengan menggunakan One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Duncan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi protein Gg-PI Bahan baku yang yang digunakan adalah biji melinjo berwarna merah penuh yang diperoleh dari daerah Jember. Kulit biji melinjo dihilangkan dan biji dikering pada oven dengan suhu 40oC selama 18 jam. Biji kering dihilangkan lapisan ke 2 secara manual. Biji kering lapisan 3 dihancurkan menjadi serbuk, kemudian disaring dengan menggunakan penyaring berukuran 100 mesh. Lemak pada tepung biji melinjo (50 gram) dihilangkan secara reflux dengan menggunakan n-Hexane dengan perbandingan 1:5 selama 3 jam diulang sebanyak 3 kali. Setelah dikeringkan angin, serbuk biji melinjo dilarutkan menggunakan air distilasi yang sudah diatur pHnya antara 8-9 dengan menggunakan 2 N NaOH. Bahan yang tidak larut disahkan dengan menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Bagian terlarut dipisahkan dan selanjutnya di atur pH antara 8-9. Dilakukan lagi pemisahan dengan menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 pada suhu 4oC diperoleh protein sebanyak 1674.16 mg dengan aktifitas antioksidan sebesar 0.035 VCEAC/mg.
0652: T.A. Siswoyo & Bambang Sugiharto Protein yang dihasilkan dipresipitasikan dengan mengatur pH 4 menggunakan 1 N HCl, kemudian dibiarkan untuk mengendap pada suhu 4oC selama 24 jam dan selanjutnya dilakukan pemisahan dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4oC. Hasil endapan yang diperoleh dicuci 3 kali dengan air distilat pH 4. Protein yang terendapkan dilarutkan dengan air distilat dan diatur pH sampai 8 dengan menggunakan 2 N NaOH. Protein yang diperoleh di keringkan dengin (freeze dried). Tahap terakhir protein yang diperoleh sebesar 400.10 mg dengan aktivitas antioksidan sebesar 0.736±0.008 mgVCEAC/ mg protein. Karakterisasi protein Isolate Komposisi asam amino protein isolate dari melinjo didominasi oleh aspartic acid (Asp) dan glutamic acid (Glu) seperti terlihat di Tabel 1. Evaluasi kemampuan ACE inhibitordilakukan dengan mengguna-kan ACE Kit-WST (Le Hong et al., 2007) dan metode ABTS untuk melihat kemampuan antioksidannya dan juga sebagai pembanding terhadap aktivitas ACE inhibitor. Pada Gambar 1, Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat aktivitas ACE inhibitor dari Gg-PI sangatlah rendah jika dibandingkan dengan beberapa jenis protein yang lain seperti pada protein kedelai dengan EC50 sebesar 1.798 mg/ml. Aktivitas ACE inhibitor meningkat seiring dengan peningkatan kosentrasi protein yang diujikan begitupula dengan aktivitas antioksidan/ aktivitas ABTS meningkat dengan meningkatnya jumlah protein yang ditambahkan sampai mendekati 100% tereduksi pada kosentrasi sebesar 0.40 mg/ml dengan EC50 0.127 mg/ml.
KO-219 Modifikasi Peningkatan Aktivitas ACE Inhibitor Modifikasi aktifitas antioksidan dilakukan dengan melakukan isolasi protein pada biji melinjo. Dengan menggunakan enzim peptidase (Alchalase) protein isolate dihidrolysis dengan variasi waktu inkubasi (Gambar 2). Pada Gambar 2A terlihat terjadi peningkatan jumlah asam amino yang terhidrolysis dengan ditandai dengan peningkatan % hydrolysisnya dan pada Gambar 2B terlihat protein yang mengalami hidrolisis secara cepat adalah pada berat molekul 30 kD sedangkan protein pada berat molekul 12 kD mengalami degradasi seiring dengan peningkatan waktu inkubasi.
Gambar 1. ABTS (A) dan ACE inhibititory (B) aktivitas protein Isolat (Gg-PI). Evaluasi kemampuan ACE inhibitor dilakukan dengan menggunakan aktivitas ACE inhibitor dan metode ABTS untuk mrlihat kemampuan antioksidannya dan juga sebagai pembanding terhadap aktivitas ACE inhibitor.
KO-220
0652: T.A. Siswoyo & Bambang Sugiharto berbeda pepsin dan trypsin. Pada Gambar 4 secara umum terjadi peningkatan aktivitas ACE inhibitor dan ABTS aktivitas jika dibandingkan dengan control. Tetapi jika dibandingkan antara kedua enzim tersebut Pepsin memberikan respon yang paling tinggi dalam meningkatkan aktivitas ACE inhibitor atau ABTS aktivitas. Hal tersebut pengaruh enzim protease juga dapat terlihat dari nilai EC50 dari keduanya, berturut turut adalah 0.422 mg/ml (pepsin) dan 0.756 mg/ml (trypsin). Kedua nilai tersebut masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan normal (unhydrolisis) sebesar 1.798 mg/ml.
Gambar 2. Pengaruh pemberian Alchalase terhadap tingkat degradasi protein isolate (Gnetum gnemon). A. degree hidrolisis, B. SDS-PAGE analisis Pada Gambar 3, terlihat pengaruh hidrolisis terhadap tingkat aktivitas ACE inhibitor dari Gg-PI hidrolisis Aktivitas ACE inhibitor secara cepat terjadi peningkatan pada kosentarsi 0.1 mg/ml dan meningkat secara maksimum sampai pada kosentrasi 1.5 mg/ml begitu pula Bdengan aktivitas ABTS. Hal ini sangat menyolok jika dibandingkan dengan protein isolate non hirolisis (normal), kurang lebih 10 kali lipat lebih dengan EC50 0.016 mg/ml untuk PI-hydrolyzed dan 1.798 mg/ml untuk PI-unhydrolyzed. Untuk dapat memberikan penjelasan lebih lanjut protein isolate yang didominasi oleh protein dengan berat molekul 30 kD dan 12 kD di dihidrolisis dengan mengunakan 2 jenis protease yang
Gambar 3. Analisis aktivitas protein isolate hidrolisis (alchalase) menggunakan metode ABTS danCACE inhibitor. Model Produksi Protein Gg-AH Produksi protein aktif Gg-AH dilakukan dengan menghidrolisis protein Gg-PI dengan menggunakan alchalase dengan perbandingan 0.2% (E/S) pada kondisi suhu 50oC pada pH 8 selama 7-8 jam. disertai pengadukan secara kontinyu. Proses hidrolisis Gg-PI oleh alchalase menghasilkan produk berupa campuran peptida dan asam-
0652: T.A. Siswoyo & Bambang Sugiharto asam amino (Gg-AH) melalui pemecahan ikatan peptida. Inaktivasi enzim dilakukan melalui inkubasi hidrolisat pada suhu 80oC selama 10 jam. Selanjutnya Gg-AH yang terbentuk dipisahkan secara sederhana dengan sentrifugasi. Supernatan hidrolisat dipekatkan dengan cara pengeringan dingin hingga menjadi serbuk. Proses pengeringan dingin dapat mengatasi perubahan karakteristik hidrolisat yang tidak diinginkan, mencegah terjadinya penyusutan padatan dengan mempertahankan bentuk dan dimensi aslinya, meningkatkan stabilitas selama penyimpanan, mencegah kehilangan flavor, dan menghambat pertumbuhan bakteri. Pengeringan 500 ml filtrat hidrolisat menghasilkan rendemen sebanyak 1,47% (b/v) setara 20,45 gram serbuk hidrolisat.
KO-221
IV. KESIMPULAN Teknik modifikasi protein menggunakan alcalase sangat efektif dalam meningkatkan aktivitas Angiotensin Iconverting enzim (ACE) inhibitor sampai 10-15 kali, dengan kondisi optimal 0.2% (E/S) suhu inkubasi 50oC pada pH 8 selama 5-6 jam. Hasil produksi diperoleh karakter aktivitas EC50 0.016 mg/ml dengan tingkat rendemen sekitar 2-3%. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dikatakan bahwa protein biji melinjo sangat berpotensi sebagai protein antihipertensi dan dapat digunakan bahan komersial Nutraceutical Food Supplement. Untuk lebih lanjutnya diperlukan suatu teknologi dalam produksi up skala protein tersebut guna memenuhi kebutuhan industri.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3] [4]
[5]
[6]
[7] [8]
[9]
[10]
Gambar 4. Analisis aktivitas protein hidrolisis (Pepsin dan Trypsin) menggunakan metode ABTS dan ACE inhibitor.
[11]
BAPENNAS, (2007). Peningkatan Akses Masyarakat terhadap layanan Kesehatan yang Berkualitas. Http://www.bappenas. go.id. Kumar V., Cortran R.S., Robbins S.L., (2003) Robins basic Pathology. 7th Edison. Saunders. Philadelphia. Pp.960-969. Setiawati A., (1995). Interaksi Obat. In: farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru. Jakarta. Pp.800-810. De Lucca, A.J. Antifungal Peptides: Potential Candidates For The Treatment Of Fungal Infections. Expert Opinion on Investigational Drugs, 2000, Vol. 9, No. 2, P. 273-299. Hancock, R.E.W. Cationic Antimicrobial Peptides: Towards Clinical Applications. Expert Opinion On Investigational Drugs, (2000), Vol. 9, P. 1723-1729. Welling, M.M.; Paulusma-Annema, A.; Balter, H.S.; Pauwels, E.K. And Nibbering, P.H. (2000) Tenehtium99m Labeled Anti-microbial Peptide Discriminate Between Bacterial Infection And Sterile Inflammations. European Journal Of Nuclear Medicine, Vol. 27, No. 3, P. 292-301. Selitrennikoff, C.P. (2001) Antifungal Proteins. Applied And Environmental Microbiology, 67: 2883- 2894. Marshall, S. H. (2003) Antimicrobial Peptides: A Natural Alter-native To Chemical Antibiotics And a Potential For Applied Biotechnology. Electronic Journal of Biotechnology. 6: 271-284. Wang, W. & E. Gonzalez de Mejia (2005) “A New Frontier in Soy Bioactive Peptides that May Prevent Age-related Chronic Diseases” Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 4 (4), 63-68. Siswoyo, T.A and Aldino, M (2007) Free Radical Scavenging Activity and Phenolic Content of Mlinjo Tree (Gnetum gnemon L.). International Conference of Chemistry Science, UGM, Yogyakarta. Siswoyo, T.A., Eka M., Lee K.O. and Hosokawa K. (2011) Isolation and Characterization of Antioxidant
KO-222
[12]
[13]
[14]
[15] [16]
[17] [18] [19] [20]
[21]
[22] [23] [24]
Protein Fractions From Melinjo (Gnetum gnemon) Seed. J. Agricultural and Food chemistry. 59, 5648–5656. Siswoyo,T.A., Oktiviandari, P and Sugiharto, B (2007) Isolation and Characterization of free Radical Scavenging Activities Polypeptides from the Melinjo Seed (Gnetum gnemon). International Conference of FAOMBM. Seoul, Republic of Korea Adler-Nissen, J. (1979). Determina-tion of the degree of hydrolysis of food protein hydrolysates by trinitrobenzenesulfonic acid. J. Agric. Food Chem. 27:1256-1262. Laemmli U.K. (1970). Cleavage of structural proteins during the assembly of the head of bacteriophage T4. Nature 227 (5259): 680-605. ACE-kit WST. Manual instruction, Dojindo Molecular Techno-logies, Inc. Oktay M, Gülçin, Küfrevio (2003). Determination of in vitro antioxidant activity of fennel (Foeniculum vulgare) seed extracts. Lebensm. Wissen. Technol., 36: 263-271. Bassem R. Mahafza, 2005, Radar Systems Analysis and Design Using MATLAB, Chapman & Hall. ISRA Radar team, 2011, ISRA Radar, internal report. ISRA Radar team, 2012, ISRA Radar, internal report. Leo P. Ligthart, September 2005, Short Course on Radar Technologies, International Research Centre for Telecommunications and Radar, TU-Delft. Mashury, 2009, Building a Radar from the Scratch: ISRA LIPI Radar experience, International Conference ICTEL 2009, Bandung. M.I. Skolnik, 1990, Radar Handbook, McGraw-Hill. Mark Richards, 2005, Radar Signal Processing, McGrawHill. S.H. Heijnen, October 2003, TARA Data Processing, Report for Cloudnet.
0652: T.A. Siswoyo & Bambang Sugiharto