PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP Satriyo Krido Wahono, C. Dewi Poeloengasih, Hernawan, Suharto, M. Kismurtono *) UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Desa Gading Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta PO BOX 174 WNO 55861 Telp/fax : (0274) 392570
Abstrak Indonesia adalah negara maritim dengan potensi hasil laut dan perikanan yang sangat melimpah. Hasil laut dan perikanan ini merupakan salah satu komoditi ekspor non migas yang banyak menyumbang devisa kepada negara. Hasil laut dan produk perikanan yang diekspor masih didominasi barang gelondongan atau bahan mentah dengan hasil utama adalah udang sebesar 58 % (tahun 2005) dari total ekspor komoditi hasil laut dan perikanan. Untuk menunjang kegiatan ekspor tersebut, maka banyak berdiri industri pengemasan udang untuk ekspor yang menghasilkan pula limbah berupa kulit kepala dan badan udang. Dalam kulit udang tersebut terdapat senyawa biopolimer bermanfaat berupa kitin. Kitin merupakan biopolimer terbesar kedua setelah selulosa yang banyak ditemukan pada kulit udang, cangkang kepiting atau rajungan, dinding sel jamur dan bakteri. Kitin dapat diolah lebih lanjut melalui proses deasetilasi menggunakan basa kuat menjadi Kitosan yang diaplikasikan di bidang pengolahan limbah, industri kertas, bidang bioteknologi, serta bidang pangan dan pertanian. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kitosan grade farmasi dari kulit badan udang melalui proses deasetilasi dua tahap. Bahan baku berupa 500 gram kulit badan udang direndam dalam larutan asam asetat 2,5% selama 1 jam kemudian dilanjutkan proses demineralisasi menggunakan asam kuat (HCl 2N) selama 18 jam dan proses deproteinasi menggunakan basa kuat (NaOH 2N) selama 6 jam, sehingga diperoleh kitin. Kitin yang diperoleh mengalami proses deasetilasi satu dan dua tahap menggunakan NaOH 50%, yaitu tahap pertama selama 6 hari dan tahap kedua dengan variabel waktu selama 0, 2, 4 dan 6 hari (total waktu deasetilasi adalah 6, 8, 10 dan 12 hari). Dalam setiap tahap, perbandingan bahan dan larutan adalah 1 : 15. Kitosan grade farmasi memiliki persyaratan khusus, yaitu memiliki derajat deasetilasi > 90%, kadar nitrogen ≥ 7, dan kadar abu ≤ 1%. Dari empat variabel yang dilakukan, diperoleh dua variabel yang memenuhi syarat tersebut yaitu pada waktu total deasetilasi 10 dan 12 hari, dengan kitosan berderajat deasetilasi paling tinggi pada 12 hari yaitu derajat deasetilasi 92,67 %, kadar nitrogen 7,7918, dan kadar abu 0,7881. Prediksi total waktu deasetilasi minimal yang dibutuhkan untuk mencapai kitosan grade farmasi adalah 8,775 hari. Kata kunci : kulit badan udang, kitosan grade farmasi, deasetilasi dua tahap, derajat deasetilasi Pendahuluan Kitosan merupakan biopolimer yang diperoleh dari kitin, polimer terbesar kedua setelah selulosa, melalui proses deasetilasi menggunakan basa kuat (Rondriguez et al., 2002). Kitin banyak ditemukan pada kulit udang, cangkang kepiting atau rajungan dan dinding sel jamur dan bakteri. Selama beberapa dasawarsa terakhir telah banyak dilakukan penelitian terhadap kitosan dan aplikasinya di bidang obat-obatan, pangan dan berbagai macam industri kimia (Muzzarelli, 1977; Li et al., 1992). Hal tersebut disebabkan bukan hanya karena kitin tersedia dalam jumlah yang besar, namun juga karena kitosan merupakan polisakarida yang bersifat aman, tidak beracun, biocompatible dan biodegradable (Nunthanid et al., 2002). Kitosan banyak diaplikasikan di bidang pengolahan limbah, industri kertas, bidang bioteknologi, serta bidang pangan dan pertanian. *)
Satriyo Krido Wahono, E-mail :
[email protected],
[email protected]
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-1
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
Salah satu sumber utama penghasil kitosan adalah kulit udang yang merupakan salah satu hasil samping dari industri pengemasan udang untuk komoditi ekspor. Udang merupakan produk utama komoditi non migas dari sektor hasil laut dan produk perikanan yang menyumbang 58% dari total ekspor sektor tersebut (www.kompas.com, 2005). Dengan adanya potensi ekspor yang cukup besar pada udang, maka industri pengemasan udang banyak pula menghasilkan limbah berupa kulit kepala dan badan udang yang potensial sebagai pencemar lingkungan (Hernawan dkk., 2007). Selama ini limbah ini hanya dimanfaatkan secara kecilkecilan sebagai bahan kerupuk, terasi dan petis, serta pakan ternak yang memiliki nilai ekonomi yang rendah serta waktu pembuatan yang lama. Dengan demikian proses pemanfaatan yang sekarang, belum memberikan nilai tambah terutama dari kualitas produk, serta pendapatan para pengrajin dan devisa negara. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan usaha pengembangan pemanfaatan kulit udang yang dapat memberikan nilai tambah sebagai bahan baku utama untuk produk kitin dan kitosan yang merupakan bahan industri bernilai ekonomi tinggi (Knoor,1991). Dalam kulit udang terdapat senyawa biopolimer bermanfaat, senyawa tersebut adalah kitin. Kitin merupakan polimer terbesar kedua setelah selulosa yang banyak ditemukan pada kulit udang, cangkang kepiting atau rajungan dan dinding sel jamur dan bakteri. Kitin merupakan biopolimer dengan rantai molekul yang sangat panjang, dimana rumus molekul dari kitin adalah [ C8H13O5N ]n (www.wikipedia.org). Sedangkan kitosan merupakan biopolimer yang terdiri dari satu sampai empat unit berulang beta (1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose (atau D-glucoseamine) (www.wikipedia.org). Kitosan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Perbedaan antara kitin dengan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat gugus asetil (CH3-CO) pada atom karbon yang kedua, sedangkan pada kitosan terdapat gugus amine (NH2). Struktur kimia senyawa kitin dan kitosan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1. Struktur kimia kitin
Gambar 2. Struktur kimia kitosan
Dengan begitu banyaknya manfaat kitosan dan nilai ekonomi kitosan yang cukup tinggi, maka kitosan sangat prospektif apabila dikembangkan lebih lanjut. Untuk mendapatkan produk kitosan yang berkualitas bahkan hingga mencapai grade farmasi, maka perlu dilakukan proses untuk mengubah kulit badan udang menjadi kitin yang kemudian diolah lebih lanjut menjadi kitosan melalui proses deasetilasi dengan menggunakan berbagai macam perlakuan. Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan proses deasetilasi kitosan secara bertahapuntuk meningkatkan derajat deasetilasi hingga grade farmasi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kitosan grade farmasi dari kulit badan udang melalui proses deasetilasi dua tahap. Bahan dan Metode Penelitian Bahan Pada penelitian ini digunakan bahan baku berupa kulit badan udang dari salah satu industri pembekuan udang di Semarang yang telah dihilangkan pengotornya dengan cara dicuci menggunakan air dan dikeringkan dengan panas sinar matahari, asam asetat, asam klorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH), aquades, etanol dan bahan analisa kadar protein. Alat Alat gelas, alat perendaman, pengaduk, set alat analisa kadar abu, set alat analisa kadar protein, set analisa derajat deasetilasi, timbangan digital, bak pencuci dan oven.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-2
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
Cara Kerja Bahan baku berupa 500 gram kulit badan udang direndam dalam larutan asam asetat 2,5% selama 1 jam kemudian dilanjutkan proses demineralisasi menggunakan asam kuat (HCl 2N) selama 18 jam dan proses deproteinasi menggunakan basa kuat (NaOH 2N) selama 6 jam, sehingga diperoleh kitin. Kitin yang diperoleh mengalami proses lanjutan yaitu deasetilasi. Deasetilasi dilakukan dalam satu dan dua tahap menggunakan NaOH 50%, yaitu tahap pertama selama 6 hari dan tahap kedua dengan variabel waktu selama 0, 2, 4 dan 6 hari (total waktu deasetilasi adalah 6, 8, 10 dan 12 hari). Setelah dibilas dengan air sampai NaOH terpisah dari produk kitosan, tahap akhir dari produksi kitosan grade farmasi ini adalah perendaman menggunakan etanol sebagai tahap pencucian akhir sekaligus proses sterilisasi untuk menghilangkan kontaminan mikrobia. Dalam setiap tahap, perbandingan bahan dan larutan adalah 1 : 15. setelah produk akhir kitosan diperoleh, kemudian dilakukan karakterisasi produk kitosan, khususnya analisa kadar abu, analisa kadar nitrogen dan derajat deasetilasi yang merupakan penentu parameter produk kitosan grade farmasi. Derajat deasetilasi ditentukan dengan menggunakan hasil analisa dari alat FTIR, sedangkan kadar abu dan kadar nitrogen dilakukan analisa di laboratorium yang dihitung dengan persamaan : ¾
Kadar abu dihitung dengan persamaan : Kadar Abu =
¾
Wa x 100% Ws
(1)
Kadar nitrogen dihitung dengan persamaan : Kadar Nitrogen =
(Vt − Vb) x N HCl x 14 x 100 % Ws
(2)
Hasil dan Pembahasan
Gambar 3. Bahan Baku kulit badan udang
Gambar 4. Proses produksi dari bahan (A) menjadi kitin (D)
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-3
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
Gambar 5. Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan
Gambar 6. Kitosan hasil deasetilasi 2 tahap (grade farmasi)
Kulit badan udang seperti pada gambar 3 diolah menjadi kitin dengan melalui beberapa tahap dengan urutan perubahan bentuk dan warna bahan seperti dalam gambar 4. Pada gambar 4 kode A menunjukkan bahan baku awal/kulit badan udang, kode B menunjukkan bahan setelah proses perendaman asam asetat, kode C menunjukkan bahan setelah proses demineralisasi, kode D menunjukkan bahan setelah proses deproteinasi atau kitin. Pada urutan tahap tersebut dapat terjadi perubahan warna dan bentuk bahan, warna berubah menjadi semakin putih dan bentuk bahan semakin lunak. Perubahan tersebut terjadi karena telah berkurangnya mineral dan atau protein pada setiap tahapnya (Wahono dkk., 2007). Pada awal proses pembuatan kitin, bahan direndam dalam larutan asam asetat 2,5% karena merupakan konsentrasi yang menghasilkan kualitas produk paling baik (Angwar dkk, 2006) dengan waktu selama 1 jam karena merupakan waktu yang paling efektif (Hernawan dkk., 2007). Proses ini bertujuan mengurangi jumlah volume dan konsentrasi asam kuat dalam proses demineralisasi dan basa kuat dalam proses demineralisasi (Aye and Stevens, 2004). Selain itu dapat mengurangi efek penggunaan asam kuat dalam proses demineralisasi yaitu rendahnya berat molekul produk yang mengakibatkan pula rendahnya viskositas apabila produk tersebut dilarutkan (Toan dkk, 2006). Proses ini bersifat memecah matriks dari senyawa kompleks kitin-protein-mineral dalam kulit kepala udang, sehingga tidak berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas produk akhir dari kitin dan kitosan. Proses selanjutnya adalah demineralisasi menggunakan HCl 2N selama 18 jam dan proses deproteinasi menggunakan NaOH 2N selama 6 jam karena waktu-waktu tersebut merupakan waktu optimal untuk produksi kitin dari kulit badan udang (Poeloengasih dkk., 2007). Hasil analisa kadar abu dan kadar nitrogen selama proses produksi kitin dari kulit badan udang seperti pada tabel 1. Tebel 1. Kadar abu dan kadar nitrogen pada proses produksi kitin dari kulit badan udang Tahap Proses Bahan kulit badan udang Setelah Pencucian Asam Asetat Setelah Demineralisasi Setelah Deproteinasi
Kadar Abu (%) 32,0000 16,4899 0,7210 -
Kadar Nitrogen (%) 35,0000 6,7112
Kitin yang diperoleh diproses lebih lanjut menjadi kitosan yang disebut dengan tahap deasetilasi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 5. Proses yang dilakukan adalah melalui perendaman kitosan menggunakan larutan NaOH 50% yang bertujuan untuk meningkatkan derajat deasetilasi dengan cara mensubtitusi gugus asetil (CH3-CO) pada atom karbon yang kedua pada kitin menjadi gugus amine (NH2) sehingga terbentuklah kitosan. Pemilihan konsentrasi NaOH 50% ini dilakukan karena pada konsentrasi yang lebih rendah yaitu NaOH 40% merupakan batas minimal terjadinya reaksi deasetilasi (Yaghobi, 2004). Pada penelitian ini proses deasetilasi dilakukan secara bertahap sebanyak satu dan dua tahap untuk mencapai kitosan dengan grade farmasi. Kitosan grade farmasi memiliki derajat deasetilasi > 90%, kadar nitrogen ≥ 7%, dan kadar abu ≤ 1% (www.aoxing-
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-4
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
biology.com, 2007; Poeloengasih dkk., 2007). Proses deasetilasi satu tahap merupakan kontrol atau acuan bagi perlakuan selanjutnya yang menggunakan dua tahap khususnya dlam mencapai syarat minimal derajat deasetilasi kitosan grade farmasi. Tahap pertama dilakukan selama 6 hari sedangkan pada tahap kedua dilakukan dengan variabel waktu 0, 2, 4, 6 hari sehingga total waktu perendaman masing-masing variabel adalah 6, 8, 10, 12 hari. Proses ini dilakukan secara bertahap karena diperkirakan setelah proses deasetilasi tahap pertama kondisi NaOH sudah mengalami kejenuhan atau mencapai penurunan konsentrasi hingga 40% sehingga tidak terjadi proses deasetilasi secara optimal. Dengan penambahan atau penggantian NaOH 50% yang baru, proses deasetilasi berlangsung kembali terhadap kitin yang telah mengalami deasetilasi pada tahap pertama. Hasil analisa kadar abu dan kadar nitrogen pada proses deasetilasi dua tahap ini seperti ditunjukkan pada tabel 2 sedangkan hasil derajat deasetilasi seperti ditunjukkan dalam gambar 7. Tabel 2. Analisa kadar abu dan kadar nitrogen hasil deasetilasi dua tahap
DD
Variabel Tahap Deasetilasi 6-0 6-2 6-4 6-6 94 93 92 91 90 89 88 87 86 85 84 83
Waktu deasetilasi total (hari) 6 8 10 12
Kadar abu (%) 0.7234 0.5585 0.8349 0.7881
Kadar nitrogen (%) 6.9483 7.5648 7.5536 7.7918
92.67 91.38 88.97 86.87
6-0
6-2 6-4 Variabel Deasetilasi
6-6
Gambar 7. Grafik Derajat Deasetilasi (DD) dari proses deasetilasi dua tahap dari kitin menjadi kitosan Berdasarkan tabel 2, kadar nitrogen dari variabel tersebut memiliki kecenderungan semakin meningkat terhadap semakin bertambahnya waktu pada deasetilasi tahap kedua. Hal ini dimungkinkan karena berat molekul gugus amine dalam kitosan lebih rendah dibandingkan berat molekul gugus asetil yang digantikan, sehingga walaupun tidak terjadi penambahan unsur nitrogen dalam senyawa tersebut namun berat keseluruhan senyawa tersebut mengalami penurunan dan kadar nitrogennya meningkat. Sedangkan untuk kadar abu dalam proses deasetilasi ini tidak memiliki kecenderungan terhadap bertambahnya waktu dalam proses deasetilasi tahap kedua tersebut, karena pada proses deasetilasi ini menggunakan senyawa NaOH atau senyawa basa sedangkan senyawa yang berpengaruh terhadap kadar abu adalah senyawa yang bersifat asam. Akan tetapi kadar abu yang diperoleh dari setiap perlakuan tersebut sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk grade farmasi yaitu < 1%, kadar tersebut sudah diperoleh pada proses sebelumnya yaitu demineralisasi pada pembuatan kitin. Berdasarkan gambar 7, derajat deasetilasi dari setiap perlakuan memiliki kecenderungan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu proses deasetilasi pada tahap kedua. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena dengan adanya penambahan NaOH 50% baru, proses deasetilasi dapat terjadi kembali melanjutkan tahap proses deasetilasi pertama yang telah mengalami penjenuhan NaOH. Untuk mencapai derajat deasetilasi minimal sesuai dengan kriteria kitosan grade farmasi yaitu > 90%, dari data tersebut dapat dibuat persamaan polinomial derajat dua sehingga dapat diperkirakan waktu minimal pada proses deasetilasi tahap dua untuk
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-5
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
tercapainya kitosan grade farmasi. Persamaan polinomial derajat dua dipilih karena peningkatan derajat deasetilasi semakin lama semakin menurun yang ditunjukkan dengan semakin melandainya kurva pada pada data akhir grafik tersebut. Hal ini mengindikasikan bahwa NaOH yang ditambahkan pada tahap deasetilasi kedua tersebut akan mengalami penjenuhan dan tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan derajat deasetilasi kitosan. Persamaan yang sesuai dengan kondisi data di atas adalah : DD = -0.0506 T2 + 1.2943 T + 86.798
(3)
Dari persamaan (3) tersebut, apabila nilai DD ditetapkan sebesar 90% sesuai dengan nilai minimal derajat deasetilasi kitosan grade farmasi, maka nilai T yang dapat memenuhi syarat agar nilai DD tercapai adalah sebesar 2,775 hari. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai derajat deasetilasi sesuai dengan kitosan grade farmasi diperlukan waktu untuk proses deasetilasi tahap dua minimal selama 2,775 hari atau waktu total deasetilasi dua tahap selama 8,775 hari. Pada perlakuan 6-0 atau deasetilasi satu tahap dan perlakuan deasetilasi dua tahap 6-2 diperoleh hasil derajat desetilasi masih di bawah derajat deasetilasi yang disyaratkan untuk kitosan grade farmasi. Sedangkan perlakuan 6-4 dan 6-6 atau waktu total 10 dan 12 hari dapat menghasilkan produk kitosan dengan grade farmasi sesuai dengan kriteria kitosan grade farmasi khususnya pada nilai derajat deasetilasi, kadar nitrogen dan kadar abu. Pada perlakuan waktu total 12 hari merupakan kitosan berderajat deasetilasi paling tinggi dengan nilai derajat deasetilasi 92,67 %, kadar nitrogen 7,7918%, dan kadar abu 0,7881%. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kitosan grade farmasi dari kulit badan udang melalui proses deasetilasi dua tahap yaitu pada waktu total deasetilasi 10 dan 12 hari, dengan kitosan berderajat deasetilasi paling tinggi pada 12 hari yaitu derajat deasetilasi 92,67 %, kadar nitrogen 7,7918%, dan kadar abu 0,7881%. Sedangkan prediksi total waktu deasetilasi minimal yang dibutuhkan untuk mencapai kitosan grade farmasi adalah 8,775 hari. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya penulisan ini, khususnya kepada UPT BPPTK LIPI Yogyakarta yang telah memfasilitasi terlaksananya penelitian ini dan Team Pengembangan Produk Kitin – Kitosan LIPI Yogyakarta atas kerjasamanya dalam mewujudkan penulisan ini. Notasi NHCl Vt Vb Wa Ws DD T
Normalitas HCl titrasi Volume titrasi Volume blangko Berat abu Berat sampel Derajat deasetilasi Waktu deasetilasi tahap dua
[N] [ml] [ml] [gr] [gr] [%] [hari]
Daftar Pustaka Anonim, “Chitin”, www.wikipedia.org Anonim, “Chitosan”, www.wikipedia.org Anonim, 2005, “Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara Optimal”, KOMPAS edisi Jumat, 13 Mei 2005, www.kompas.com Anonim, 2007, “Products Chitosan series - Chitosan (Industrial Grade , Food grade , Pharmaceutical grade, High density)”, www.aoxing-biology.com
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-6
PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2008 ISSN : 1411 – 4216
Angwar, M., dkk., 2006, “Pengembangan Teknologi Produksi Kitosan dari Kulit dan Kepala Udang untuk Aplikasi di Bidang Pangan”, Laporan Teknis Kegiatan Penelitian DIPA 2006, UPT BPPTK LIPI Yogyakarta Aye KN and Stevens WF, 2004, “Improved Chitin Production by Pretreatment of Shrimp Shells”, J. Chem. Technol. Biotechnol., 79 Hernawan, 2007, “Characterization of High-Quality Chitosan from Penaus monodon Shrimp Shell Wastes Synthesized Under Ambient Temperature”, Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan 2007, Fakultas Perikanan, Universitas Diponegoro, Semarang Knoor D, 1991, “Recoveryand Utillization of Chitin and Chitosan in Food Processing Waste Management”, Food Technology Li, Q., E.T. Dunn, E.W. Gransmaison and M.F.A Goosen, 1992. “Application and properties of Chitosan”, jbc.sagepub.com Muzzarelli, R.A.A., (1977.), “Chitin”, Pergamon Press, Oxford, UK. Nunthanid, J. S. Wanchana, P. Sriamornsak, S. Limmatavapirat, M. Luangtana-anan and S. Puttipipatkhachorn, 2002, “Effect of Heat on Characteristic of Chiotsan Film Coated on Theophylline Tablets”, Drug Development and Industrial Pharmacy, 28(8) Poeloengasih, C.D., dkk., 2007, “Pengembangan Produk Kitin dan Kitosan”, Laporan Teknis Kegiatan Penelitian DIPA 2007, UPT BPPTK LIPI Yogyakarta Rondriguez, M.S., M.E. Centurion and E. Aguillo, 2002, “Chitosan-yeast Reaction in Cooked Food : Influence of the Maillard Reaction”, J. Food Sci, 67(7) Toan NV dkk, 2006, “Production of High-Quality Chitin and Chitosan from Preconditioned Shrimp Shell”, J. Chem. Technol. Biotechnol., 81 Yaghobi, N and H. Mirzadeh, 2004, “Enhancement of Chitin’s Degree of Deacetylation by Multistage Alkali Treatments”, Iranian Polymer J. 13 (2) : 131 – 136 Wahono, S.K., dkk., 2007, “Optimasi Waktu Proses Produksi Kitin dari Kulit Kepala Udang”, Prosiding Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia 2007, ISSN 1410-5667, Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
C-023-7