Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Diskusi Media Minggu, 9 Oktober 2016 Bakoel Koffie Cikini
Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Pemilu Pemilu • Alokasi kursi dan Pembentukan Daerah Pemilihan merupakan salah satu perangkat teknis penting sistem pemilu. • Keadilan atas jaminan keterwakilan penduduk terhadap wakilnya • Jaminan adanya tidaknya peluang yang sama bagi setiap partai untuk mendapatkan kursi • Mendeteksi absen tidaknya pola yang secara sistematis menguntungkan partai politik tertentu • Sinyal dan ukuran, seberapa tinggi threshold (matematis/terselubung) yang harus dilampaui oleh setiap partai untuk mendapatkan kursi perwakilan • Jaminan bagi terjaganya kesamaan tujuan dan kepentingan sebuah komunitas dalam konteks perwakilan. • Terjaga tidaknya kesesuaian antara daerah pemilihan dengan struktur partai • Potret pertumbuhan populasi yang berguna untuk review dan penataan/redistricting secara berkala.
Kerangka Konsep • Prinsip-prinsip utama 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Daerah pemilihan merupakan satu kesatuan yang utuh (contiguous district) Kesetaraan populasi (equal population) Menjaga kesamaan kepentingan dari komunitas (preserving communities of interest) Menjaga keutuhan wilayah politik/administrasi (preserving political subdivision), dan Kekompakan daerah pemilihan (compactness) Perlindungan terhadap petahana (preserving of incumbent)
Source: Andrew Rehfeld, The Concept of Constituency: “Political Representation, Democratic Legitimacy, and Institutional Design”, Cambridge University Press, 2005, hlm. 29-31
Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Pemilu Indonesia • Pemilu 2014. KPU mengadopsi prinsip-prinsip penting daerah pemilihan dan membagi prinsip tersebut menjadi dua kategori. • Prinsip yang wajib dipenuhi: 1. Prinsip kesinambungan/integralitas wilayah (kesatuan wilayah yang utuh) 2. Alokasi kursi per daerah pemilihan antara 3 – 12 kursi (diupayakan 6 – 12 yang akan ditegaskan melalui Juknis). Prinsip menjaga proporsionalitas. 3. Prinsip Coterminus (daerah pemilihan sebangun. Daerah pemilihan DPR RI sebangun dengan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) Prinsip yang perlu diperhatikan: 1. Kondisi geografis dan transportasi 2. Kondisi sosial budaya Sumber: PKPU No. 5 Tahun 2013
Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Malapportionment. • Disebut sebagai Apportionment atau pembagian kursi perwakilan secara adil berdasarkan jumlah populasi. • Jika terjadi hal yang sebaliknya, maka kesalahan alokasi kursi yang tidak menghormati jumlah populasi secara adil disebut Malapportionment.
• Sebagai lanjutan dari Pemilu 2004. Masih ada beberapa provinsi yang kehilangan hak keterwakilannya (DPR) secara adil sebagai akibat malapportionment. • Provinsi Papua (3 kursi), Maluku (2 kursi), Sulawesi Utara (1 kursi) dan Nusa Tenggara Barat (1 kursi).
• Kelebihan alokasi kursi untuk Sulawesi Selatan (3 kursi) dan Nangroe Aceh Darussalam (1 kursi).
Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Mallaportionment • Sedangkan Riau dan Kepulauan Riau mendapatkan kursi keterwakilan kurang dari jumlah penduduk yang seharusnya. • Kesalahan alokasi kursi Daerah Pemilihan DPR RI Provinsi Banten. Daerah Pemilihan Banten III. Berdasar populasi seharusnya berhak memperoleh alokasi 12 kursi. Karena batasan maksimal undang-undang alokasi kursi dapil DPR 3-10 kursi. Maka Dapil Banten III hanya mendapatkan 10 kursi. Kelebihan 2 kursi diberikan ke Daerah Pemilihan I dan II masingmasing menjadi 6 kursi. Meskipun berdasarkan jumlah penduduk dua dapil tersebut, hanya berhak mendapatkan masing-masing 5 kursi.
Lampiran: Dapil Malapportionment
Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Gerrymandering. • Pembentukan daerah pemilihan yang secara sistematis dan berpola menguntungkan pihak atau partai-partai tertentu. • Berdampak pada: • Tidak terjaganya prinsip integralitas suatu wilayah • Absennya kekompakan daerah pemilihan • Peta daerah pemilihan dalam satu kesatuan utuh wilayah tidak terpenuhi.
Contoh Kasus:
• Daerah pemilihan Jabar III DPR RI (gabungan Kota Bogor dan Kabupaten Cianjur) • Daerah pemilihan IX dan daerah pemilihan X DPRD Provinsi DKI Jakarta • Daerah pemilihan IV DPRD Kabupaten Yahukimo yang melintasi 3 daerah pemilihan berbeda.
Problematika Penataan dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan Gerrymandering. • Pembentukan daerah pemilihan yang tak homogen. • Dapil yang terdiri dari gabungan Kota dengan kota (Depok & Bekasi) • Dapil yang terdiri dari gabungan Kota dengan Kabupaten (Surabaya dengan Kab. Sidoarjo) • Dapil yang terdiri dari gabungan kabupaten dengan kabupaten (Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik)
• Pelanggaran ketentuan batas minimal dan maksimal alokasi kursi 3-12 kursi di daerah pemilihan. Kasus terjadi di DPRD Kabupaten Taliabu (20 kursi).
Lampiran: Dapil Gerrymandering
Lampiran: Dapil Gerrymandering
Lampiran: Dapil Gerrymandering
Problematika Alokasi Kursi dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan • Tidak terjaganya prinsip proporsionalitas atau kesetaraan alokasi kursi antar dapil dalam satu wilayah administrasi pemerintahan. • DPRD Kabupaten Maluku Tenggara (alokasi 4, 10, dan 11 kursi). Dengan demikian muncul ambang batas terselubung antara 12,5% untuk daerah pemilihan berkursi 4. Dapil berkursi 10 ambang batas terselubung 4,5%. Sedangkan ambang batas terselubung sebesar 4,54% untuk daerah pemilihan berkursi 11. • DPRD Kota Tomohon (alokasi 5, 6, dan 9 kursi) atau Ambang Batas Terselubung 10 persen, 8,33 persen dan 5,55 persen. • DPRD Kota Pasuruan (alokasi 4, 7, dan 11 kursi) atau Ambang Batas Terselubung 12,5 persen, 7,14 persen dan 4,54 persen.
Lampiran: Dapil Melanggar Batas Minimal-Maksimal (3-12 kursi)
Lampiran: Dapil Tidak Proporsional/Kesetaraan Tidak Terjaga
Kesimpulan dan Rekomendasi • Pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu, hendaknya menjadi momentum perbaikan berbagai masalah Alokasi Kursi dan Pembentukan Peta Daerah Pemilihan. • Perbaikan tersebut diterapkan untuk dapil DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan secara khusus berfokus pada: • Menjaga prinsip kesetaraan populasi antar daerah pemilihan • Menghilangkan Gerrymandering yang terjadi di sejumlah daerah pemilihan, baik untuk tingkat DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. • Menjaga tingkat proporsionalitas jumlah kursi antar daerah pemilihan. Termasuk mengurangi kesenjangan jumlah kursi antar dapil yang berada satu wilayah administrasi pemerintahan yang sama. • Menjaga dan melindungi kesamaan kepentingan dari sebuah komunitas.
Kesimpulan dan Rekomendasi • Prinsip-prinsip utama Alokasi Kursi dan Pembentukan Daerah Pemilihan (PKPU No. 5 2013), hendaknya diadopsi dalam UU. • Prinsip proporsionalitas, adil, dan memiliki derajat keterwakilan yang tinggi, maka alokasi kursi dapat didasarkan pada tingkat partisipasi di hari pemungutan suara. • Mekanisme penghitungan suara – kursi partai politik dihitung secara nasional atau provinsi, untuk kemudian dialokasikan ke daerah pemilihan. • Penataan alokasi kursi dan peta daerah pemilihan hendaknya memperhatikan struktur partai politik dan wilayah administrasi pemerintahan.
Kesimpulan dan Rekomendasi • Penataan Alokasi Kursi dan Pembentukan Daerah Pemilihan, hendaknya didasarkan pada prinsip Satu Suara, Satu Orang, dan Satu Nilai (Opovov). • Hal ini agar berkesesuaian dengan prinsip Opovov yang dianut dalam Pilpres. Dengan demikian, konflik kelembagaan akibat benturan dua prinsip yang berbeda tersebut dapat dihindari. • Khusus untuk Provinsi Papua, Maluku, Sulawesi Utara dan NTB, agar dikembalikan kursi keterwakilannya yang pernah hilang. • Penataan Alokasi Kursi dan Pembentukan Daerah Pemilihan, hendaknya menggunakan alat ukur yang jelas. Ukuran proporsionalitas, adil, derajat dsb.