PRINSIP LATIHAN
OLEH : YOYO BAHAGIA
HAKEKAT LATIHAN/TRAINING • “Training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari, kian menambah beban latihan atau pekerjaannya.” (Harsono, 1988)
• Tujuan dari latihan adalah untuk membantu seorang atlet atau satu tim olahraga dalam meningkatkan keterampilan atau prestasinya semaksimal mungkin dengan mempertimbangkan berbagai aspek latihan yang harus diperhatikan, meliputi latihan fisik, teknik, taktik dan latihan mental.
PRINSIP LATIHAN • Prinsip latihan dikemukakan secara tidak seragam oleh beberapa tulisan dalam buku yang berbeda, namun secara keseluruhan memuat konsep yang senada. • Bompa (1990) mengemukakan secara panjang lebar tentang prinsip latihan yang meliputi; prinsip partisipasi aktif, prinsip pengembangan menyeluruh, prinsip spesialisasi, prinsip individualisasi, prinsip variasi latihan, prinsip model latihan, dan prinsip peningkatan beban lebih
• Peter JL. Thomson (1991: 5.2). membagi prinsip
•
latihan ini menjadi dua bagian.
– Prioritas pertama yaitu berkaitan dengan prinsip-prinsip latihan yang dia nilai sangat penting ; “The three most
important of these principles are; Law of Overload, Law of Reversibility, and Law of Specificity”. Prinsip latihan yang menjadi prioritas pertama menurut Peter adalah hukum beban lebih, hukum pulih asal dan, hukum kekhususan.
– Sedangkan prioritas ke dua adalah; “there are three
other principles that we should consider as coaches in setting out the training plan for an athlete; principle of individualization, principle of variety, and principle of active involvement” . Namun dalam melaksanakan
program latihan, kedua prioritas tersebut dilaksanakan untuk saling melengkapi.
William H. Freeman (1989:9), membagi prinsip latihan ke dalam tiga tipe yang berhubungan dengan aspekaspek fisiology, psychology dan pedagogic yaitu;
Prinsip fisiologis yaitu prinsip-prinsip latihan yang dapat mempengaruhi perubahan-perubahan yang akan terjadi pada diri seorang atlet secara fisiologis. Prinsip psikologis ialah prinsip-prinsip latihan yang dapat mempengaruhi mental atlet atau status psikologisnya. Sedangkan prinsip paedagogis ialah prinsip latihan yang berhubungan dengan bagaimana latihan itu direncanakan dan diterapkan, bagaimana keterampilan itu diajarkan dibanding dengan pengaruh fisiologisnya nanti.
Ke tiga tipe prinsip latihan yang dikemukakan Freeman tersebut bila diuraikan adalah:
1) Tipe fisiologis meliputi; prinsip beban lebih (overload), prinsip spesialisasi (specipicity) dan prinsip pulih asal (reversibility). 2) Tipe psikologis meliputi: prinsip keterlibatan aktif (active), prinsip kesadaran atlet/ kesungguhan latihan (awareness), prinsip variasi (variety) dan prinsip istirahat mental (psychological rest). 3) Tipe paedagogis meliputi: prinsip perencanaan program latihan, prinsip periodisasi, dan prinsip pemberian umpan balik secara visualisasi.
• Frank S. Pyke and Lawrence R. Woodman (1991), mengemukakan bahwa: “Such a training prescription should adhere to the five basic; principles of overload, recovery, reversibility, specificity and individuallity.”
Selanjutnya Harsono(1988), membagi prinsip latihan ke dalam sepuluh prinsip yaitu;
prinsip beban lebih (overload principle), prinsip perkembangan menyeluruh. (multilateral development). prinsip spesialisasi, prinsip individualisasi, prinsip intensitas latihan, prinsip kualitas latihan, prinsip variasi dlm latihan, prinsip kembali asal (reversibility), prinsip spesifik (specificity), prinsip pemulihan (recovery), asas overkompensasi, adaptasi latihan, pemanasan (warming up, lama latihan , latihan rileksasi, dan uji coba.
Dari beberapa pendapat tentang prinsip latihan tersebut, para ahli menempatkan prisip latihan tersebut menurut rangking atau prioritas yang harus diperhatikan oleh para pelatih. Prioritas tersebut bukan berarti bahwa prinsip latihan yang berada pada urutan terakhir kurang diperhatikan. Karena prinsip latihan adalah sesuatu yang tidak boleh diabaikan atau sesuatu yang harus dilaksanakan dalam melaksanakan program latihan.
Namun bila salah satu dari prinsip latihan diabaikan, maka latihan tidak akan menghasilkan prestasi yg optimal. Jadi bentuk atau jenis latihan apapun (fisik, teknik, taktik, mental), dan pd cabang olahraga apapun, prinsip latihan harus diperhatikan dan diterapkan.
1. Prinsip Beban Lebih
(overload principles).
Tubuh manusia tersusun dari berjuta-juta sel hidup yang sangat kecil. Tiap macam sel atau grup sel dengan sendirinya mengemban tugas yang berbeda-beda sesuai dengan fungsinya. Namun harus dihetahui bahwa semua sel mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap apa yang terjadi dalam tubuh kita. Penyesuaian ini berlaku dalam tubuh sepanjang waktu.
Pemberian beban terhadap tubuh kita, akan direspon oleh tubuh itu sendiri. Jawaban dari tubuh merupakan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang diterimanya.
Tidak sedikit para atlet yang melakukan latihan dengan tekun dan rajin, atau pelatih yang mendampingi atletnya berlatih, namun hasilnya tidak memperlihatkan kemajuan yang berarti.
Tidak sedikit para atlet yang melakukan latihan dengan tekun dan rajin, atau pelatih yang mendampingi atletnya berlatih, namun hasilnya tidak memperlihatkan kemajuan yang berarti. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah kurangnya pengetahuan tentang pemberian beban latihan. Beban latihan banyak bentuknya, tapi secara umum dapat diartikan berupa Materi latihan, yang di dalamnya termasuk jenis latihannya, beratnya, lamanya, jumlah setnya, jumlah repetisinya, intensitasnya, waktu istirahatnya dan sebagainya. Pemberian beban latihan tersebut akan selalu direspon oleh sel-sel dalam tubuh sesuai dengan rangsangan yang diterimanya.
Watson (1983;70) mengemukakan bahwa:
Tubuh kita hanya akan merespon jenis rangsangan tertentu. Dengan kata lain bahwa akan terjadi penyesuaian, baik secara biokimia maupun secara fisiologis selama latihan. Tubuh akan merespon setiap rangsangan yang diterima, selanjutnya di dalam tubuh sendiri akan terjadi semacam pembagian tugas. Oleh bagian apa rangsang itu harus direspon, siapa yang paling bertanggung jawab terhadap respon tersebut dan siapa yang akan terkena langsung oleh rangsangan yang diterima tubuh tersebut. Selanjutnya juga akan terjadi seberapa besar tubuh akan merespon rangsangan itu, namun tubuh dalam batas-batas tertentu akan menyesuaikan dengan keadaan tersebut.
Suatu efek latihan pada umumnya akan terjadi ketika bagian dari tubuh bekerja lebih keras dari keadaan biasa (normal). Keadaan seperti ini sering dikenal sebagai „beban lebih' (overload). Perubahan secara biologi akan terjadi ketika daya tahan kebugaran atau kekuatan ditingkatkan. Besarnya efek latihan tergantung atas seberapa besar beban lebih yang diberikan. Bila otot-otot menerima pembebanan yang sedikit lebih berat di atas beban yang biasa atau beban normalnya, maka pengaruh latihan tersebut juga sangat kecil. Namun sebaliknya jika beban latihannya lebih berat lagi, maka kekuatannya akan meningkat lebih cepat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa apabila intensitas latihannya rendah sekali, maka tidak akan terjadi efek latihan.
Ilustrasi Pemberian Beban Latihan Menurut Watson (1983) Kg
100
50
25
Awal
75
Akhir
a. 25% RM
Awal
Akhir
b. 50% RM
Awal
Akhir
c. 75% RM
PENJELASAN GAMBAR Seorang atlet di awal latihan dapat mengangkat beban maksimal (1RM) seberat 100 kg. Pada bag a, menunjukkan beban latihan yg diberikan hanya seberat 25% RM, maka efek dari latihan tsb kecil sekali, hampir tidak ada peningkatan. Pada bag b, diberikan latihan dg beban seberat 50% RM kemampuan maksimalnya, efek latihannya berupa peningkatan kekuatan yang kecil. Pada bagian c pemberian beban latihan sebesar 75% dari kemampuan maksimalnya memberikan efek latihan yg lebih besar. Pemberian beban latihan pada waktu-waktu tertentu hrs ditingkatkan. Peningkatan beban latihan tsb hrs dilaku kan dgn hati-hati serta disesuaikan dgn kemampuan dan perkembangan atlet saat itu.
Ttg prinsip beban lebih ini Harsono (1988), mengatakan bahwa; “…..beban latihan yang diberikan kepada atlet haruslah cukup berat dan cukup bengis, serta harus diberikan berulang kali dengan intensitas yang cukup tinggi.” Diperjelas lagi bhw: “beban latihan yg diberikan hrs cukup berat, shg atlet hrs mengeluarkan tenaga yg lebih besar utk mengatasi beban latihan tsb, kemudian secara bertahap beban tsb ditingkatkan sesuai dng kemampuan dan kondisi atlet.” Jadi, pemberian beban latihan disamping hrs cukup berat (setiap kali latihan si atlet harus berusaha untuk melakukan kerja berada di atas ambang rangsang dari beban latihan sebelumnya), juga peningkatan beban selanjutnya harus diberikan secara bertahap, dan bukan berarti setiap kali latihan bebannya terus ditingkatkan tanpa mempertimbang kan aspek-aspek lainnya.
Bompa (1990), dalam mendesain program latihan dengan menerapkan prinsip overload ini menyarankan sebagai berikut: . . . . . the increase of load in training program does progress in steps, in a training plan of longer duration the curve of rating training load appears to have undulatory shape, which is enhanced by the continuous alterations of increase and decrease of the component of training. Maksud dari pernyataan tersebut bahwa; peningkatan beban dalam suatu program latihan harus dirancang seperti tangga. Perencanaan latihan untuk jangka waktu yang cukup lama adalah berbentuk ombak atau gelombang yang semakin tinggi, namun di dalamnya selalu ada perubahan antara peningkatan beban latihan dan penurunan beban latihan. Hal tersebut dilakukan mengingat adanya kemampuan dari sel-sel tubuh itu sendiri untuk menyesuaikan diri dengan rangsangan yang diterimanya, serta perlu waktu untuk mempersiapkan diri dalam merespon beban latihan selanjutnya.
Tidak selamanya tubuh kita akan mampu merespon secara positif setiap beban yg kita berikan, terutama bila pembebanan tersebut diberikan dengan intensitas yang tinggi terus. Dengan pemberian beban yg berat secara terus menerus, bukannya akan direspon secara positif berupa peningkatan unjuk kerja dari tubuh. Namun bisa terjadi sebaliknya. Tubuh lama kelamaan tidak dpt menyesuaikan diri thp beban tsb sehingga akan terjadi kelelahan yang berlebihan, bahkan kemungkinan besar akan terjadi overtraining atau cedera.
Penambahan Beban Latihan Secara Bertahap. (Harsono 1988)
Dengan diberikannya penurunan beban latihan pada salah satu sesi latihan atau pada salah satu unit latihan, berarti memberi kesempatan kepada organorgan tubuh untuk melakukan recovery atau istirahat.
saat itu sel-sel di dalam akan memanfaatkan waktu tsb utk melakukan proses regenerasi sebagai persiapan menerima beban yg lebih berat. Prinsip beban lebih ini akan memfasilitasi terjadinya proses super compensasi.
Oleh karena itu maka pemberian beban yang beratpun harus tepat waktunya, karena sel-sel dalam tubuh juga perlu diberikan istirahat.
2. Prinsip Pemulihan (recovery). •
Recovery atau pemulihan merupakan faktor yg amat kritis dlm pelatihan OR modern. Karena itu pelatih hrs dapat menciptakan kesempatan2 recovery dalam sesi-sesi latihannya. Prinsip recovery hrs dianggap sama pentingnya dengan prinsip overload.
•
Perkembangan atlet tergantung pada pemberian istirahat yang cukup seusai latihan, agar efek latihan dapat dimaksimalisasi.
•
Hal tsb sesuai dg prinsip recovery yg mengatakan bahwa kalau kita ingin berprestasi maksimal, maka setelah tubuh diberi rangsangan berupa pembebanan latihan, hrs ada “complete recovery” sebelum pemberian stimulus berikutnya.
•
Tanpa recovery yg cukup seusai lat. yg berat, tak akan banyak manfaatnya bagi atlet.
•
Lamanya recovery masih tergantung dari kelelahan yg dirasakan atlet atas lat. sebelumnya.
•
Makin besar kelelahan yang dirasakan, makin lama waktu yang dialokasikan untuk pemulihan. (ini juga masih terkait dengan prinsip individualisasi).
•
Seberapa lama waktu yg diperlukan u/ recovery bergantung pada: – – – –
•
Individu atlet. Tingkat kelelahan yg diderita atlet. Sistem energi yg terlibat. dan sejumlah faktor lainnya.
Kalau recovery antara sesi latihan tidak cukup, maka kelelahan akan semakin menumpuk (accumulate), shg proses adaptasi latihan tdk akan terjadi dan akan menyebabkan adaptasi semakin tertunda, penurunan prestasi, kemungkinan terjadinya cedera semakin terbuka.
Penyebab lambatnya recovery.
Salah satu penyebab lambatnya recovery adalah akumulasi asam laktat di dlm otot dan darah. Menurut (R & P) dalam Harsono (2006), tingkat asam laktat dalam darah dapat mencapai 20 mmol (“. . . . can reach as high as 20 mmol L-1). Tubuh kita memang mampu mentolelir kehadiran asam laktat dlm darah, namun hanya sampai tingkat tertentu. Lebih dari itu atlet tsb dapat hilang kesadaran atau bahkan dapat merusak organ tubuh yang lain. Karena itu dalam melatih skill yg baru atau OR yg menuntut skill yg tinggi sebaiknya jangan sampai terjadi akumulasi asam laktat yg tinggi pula. Dalam hal ini prosedure recovery atau cooling down rutine menjadi amat penting, shg hrs menjadi bagian yg integral dlm sesi-sesi latihan. Sebagai patokan untuk memulai kembali aktivitas selanjutnya (yang praktis bagi sebagian besar kegiatan latihan) adalah dengan menggunakan “takaran denyut nadi”, karena bila berpatokan pada kadar asam laktat dalam darah sangat sulit dilakukan oleh para pelatih.
Asas Overkompensasi.
Jawaban awal dari pemberian beban dalam latihan adalah berupa kelelahan. Bila pemberian beban latihan berhenti, maka akan terjadi proses pemulihan dari kelelahan, selanjutnya akan diikuti dengan proses penyesuaian terhadap beban tersebut. Pemulihan dan penyesuaian ini, tdk saja akan mengemba likan kondisi seseorang ke tingkat asal, akan tetapi dapat mencapai tingkatan yang lebih tinggi dari kemampuan awalnya. Dengan kata lain bahwa pemberian beban latihan yang lebih tinggi dari kemampuannya (overload), akan menyebabkan terjadinya kelelahan, selanjutnya diikuti oleh proses pemulihan dan penyesuaian, yg memungkinkan tubuh kita untuk mendapatkan penyesuaian yang lebih tinggi (kompensasi lebih).
Gambaran Proses Asas Overkompensasi
Pembebanan Berlebihan • Hindarkan pemberian intensitas stimuli maksimal. • Karena atlet akan mengalami keadaan lelah yang berlebihan shg akan mengakibatkan penurunan prestasi. • Ini adalah cara khas atau kebiasaan seorang pelatih yg “overacting” , yg ingin memberikan kesan (image) bhw dia adalah seorang pelatih yg keras dan pekerja keras, dan percaya bhw pada setiap latihan atlet hrs digenjot sampai exhausted
3. Prinsip pulih asal (reversibility)
Prinsip ini menggambarkan bahwa apabila tubuh kita diberikan waktu istirahat yang tertalu lama, maka kemampuan atau kesegaran tubuh yang sudah dimiliki melalui proses latihan sebelumnya, akan kembali ke tingkat semula, atau sama seperti ketika tidak melakukan latihan. Bila anda tidak mengunakan prinsip ini maka anda akan kehilangan (if you don’t use, you lose it) Lamanya istirahat yang dilakukan jangan terlalu lama, karena kalau terlalu lama maka kondisi tubuh akan kembali ke asal, dan sebaliknya bila tidak diberi istirahat sama sekali, juga tidak akan ada peningkatan.
Beberapa Pendapat Ttg Pulih Asal
Herberger, (1977) dlm Bompa (1983) menyarankan: “Following optimal training stimuli of the training lesson, the recovery period including the overcompensation phase in approximately 24 hours”. Satu hari adalah waktu yang cukup untuk pemulihan. Jadi dalam merancang atau memberikan beban latihan, disamping harus dapat mengatur intensitas serta volume, mengatur hari-hari yang berat dan hari yang ringan, juga harus mempertimbangkan waktu istirahat minimal yang diperlukan oleh tubuh untuk pemulihan dan regenerasi. Saltin dkk. (R & P, 1990) dlm Harsono (2006), mengemukakan bahwa tiga minggu istirahat (bed rest) akan menurunkan VO2-max sampai sebesar 25%. Untuk kembali ke keadaan semula dibutuhkan waktu 4 – 6 minggu active training hanya untuk mengembalikan 25% VO2max yang hilang tsb.
Astrand (1960) dalam Harsono (2006), berpendapat bahwa dengan istirahat selama 3 minggu saja, VO2max dapat turun 17-20%. Padahal dengan latihan keras 8-12 minggu, VO2max hanya dapat meningkat antara 5% - 20%.
Rushall dan Pyke (1990) mengatakan bahwa komponen daya tahan lebih cepat hilang atau menurun dan sebaliknya, diperlukan waktu yg lebih lama untuk membentuknya dibanding aspek biomotorik lainnya seperti kekuatan.
Coistill dkk. (R&P, 1990) memperkirakan bahwa 6-8 minggu istirahat adalah cukup untuk menghilangkan daya tahan yg sudah dilatih dengan susah payah selama 5 bulan. Dia juga mengatakan bahwa daya tahan otot akan menurun setelah hanya 2 minggu tidak aktif.
Oleh karena itu pelatih juga harus tahu betul komponen apa dan berapa lama untuk membentuk maupun terjadinya pulih asalnya
4. Prinsip Spesifik (Specivicity).
Prinsip spesifik (kekhasan, specificity) mengatakan bahwa manfaat maksimal yg dapat diperoleh dari rangsangan latihan hanya akan terjadi kalau rangsangan tsb mirip atau menyerupai gerakan-gerakan yg dilakukan dlm olahraga tersebut. Ketika latihan berkaitan dengan unsur biomotorik maka pelatih harus tahu betul sistim energi apa dan unsur-unsur fisik apa yg paling dibutuhkan (dominan untuk cabang olahraga yang dilatihnya. Apakah kapasitas aerobik, anaerobik (laktat atau alaktat), daya tahan, kekuatan, power, kelincahan, kecepatan, stamina atau yang lain?
Kapan spesificity training diterapkan? Dalam program latihan jangka panjang, prinsip spesifik ini diterapkan dalam TPP dan TPUT, dan jangan dulu di TPU atau di TPK (Harsono, 2004). Karena di TPU atau di TPK (setidaknya sampai pertengahan TPK) tekanan latihan fisik ditekankan pada pengembangan unsur-unsur fisik dasar. Selanjutnya dikonversi di tahap latihan berikutnya sesuai kebutuhan spesifik cabang olahraganya.
5. Prinsip Individualisasi
Salah satu penyebab ketidak berhasilan seorang pelatih dalam mempersiapkan atlet atau timnya, dapat disebabkan oleh kurang pahamnya prinsip indivualisasi ini. Prestasi seseorang atau tim dapat dicapai secara optimal apabila setiap program latihan apapun yang diberikan mengacu pada asas individualisasi ini.
Beberapa ahli olahraga maupun kedokteran mengemukakan pendapat yang senada tentang individu sosok manusia. Mereka mengemukakan bahwa tidak ada satu orangpun yang sama persis baik keadaan fisiknya maupun psikisnya. Setiap orang akan memberikan respon yang tidak sama terhadap setiap rangsangan (fisik, teknik, taktik, mental) yang diterimanya.
Oleh sebab itu untuk mencapai hasil yang maksimal dalam latihan maka dalam memberikan meteri latihan kepada seorang atlet, beban latihan yang berupa intensitas latihan, volume latihan, waktu istirahat/recovery, jumlah set, repetisi, model pendekatan psikologis, umpan balik dan sebagainya harus mengacu pada prinsip individu ini.
Simpulan
Tubuh kita mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap setiap rangsangan atau beban latihan yang diterimanya. Rangsangan yang diterima tubuh berupa beban latihan dengan takaran yang benar dan waktu yang tepat dapat mendatangkan overkompensasi. Pemberian beban latihan yang ditambah secara teratur dapat memfasilitasi terjadinya overkompensasi yang berulang-ulang sehingga dapat meningkatkan kemampuan yang lebih tinggi. Tidak akan terjadi peningkatan kemampuan apabila pemberian bebannya selalu sama atau terlalu ringan. Sebaliknya dapat terjadi over training atau adaptasi yang tidak sempurna bila bebannya terlalu berat dan terus menerus diberikan dengan waktu istirahat yang tidak cukup. Latihan yang kita berikan pada atlet akan membuahkan hasil yang lebih baik bila memperhatikan asas spesificity dan individualisasi. Solo, 30 Januari 2007 Penyaji: Yoyo Bahagia
Pustaka
Rushall Brent S. and Frank S. Pyke, (1990). Training for Sport and Fitness. First Published, The Macmillan Company of Australia Pty Ltd., South Melbourne, Australia Frank S. Pyke, 1991. Better Coaching. Advanced Coach’s Manual, First Published by; Australian Coaching Council Incorporated, P.O. Box 176, Belconnen , ACT Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis Dalam. Coaching, Bandung, CV. Tambak Kusuma ______ (2006) Teori dan Metodologi Kepelatihan. Diktat. Penataran Pelatih KONI Jabar Hebbelinck, Marcel; dan James Day. (1978) Effects of Exercise. IOC, Olympic Solidarity, Basic Book of Sports Medicine, London. Jack H. Wilmore., David L. Costill, (1994). Physiology of Sport and Exercise. Human Kinetics, Champaign Illinois, USA. Tudor O. Bompa., (1983). Theory and Methodology of Training. The Key to Athletic Performance, First Edition, Kendall/Hunt, Publishing Company, Dubuque, Iowa. …………………. (1990), Theory and Methodology of Training. The Key to Athletic Performance, Second Edition, Kendall/Hunt, Publishing Company, Dubuque, Iowa. Wilmore, Jack H., (1977). Athletic Training and Physical Fitness. Allyn and Bacon, Inc., Boston London, Sydney, William H. Freeman, (1989). Peak When It Count. Periodization For American Track and Field, First Published, Tafnews Press, Los Altos, California.
•TERIMA KASIH & •SELAMAT BERTUGAS