Menata Permukiman Kurangi Risiko Bencana
8
Presiden SBY Resmikan Rakor PHLN 2012 Infrastruktur Cipta Pinjaman Wajib Gunakan Karya di Maluku Kontrak Kinerja
13
Edisi 6/Tahun X/Juni 2012
25
kementerian pekerjaan umum
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman
Rekompak Torehkan
Prestasi Dunia PLUS! INOVASI • Sanitasi, Cermin Budaya Bangsa
daftar isi
Edisi 64Tahun X4Juni 2012
Berita Utama
4 Rekompak Torehkan Prestasi Dunia Permukiman 8 Menata Kurangi Risiko Bencana Bantul: 11 Relokasi Menuju Tempat yang Lebih Aman
liputan khusus SBY Resmikan 13 Presiden Infrastruktur Cipta Karya di Maluku
4 17
Kawasan Makam Gus Dur 16 Penataan Prioritaskan Peziarah dan Santri
info baru Sanitasi 34 Pemda dalam 19 Komitmen SPBM Teknis Bangunan Gedung 21 Pengelola Harus Lebih Sensitif dan Responsif Target MDGs 23 Percepatan Perlu SE Bersama Tiga Menteri
25
Rakor PHLN 2012 Pinjaman Wajib Gunakan Kontrak Kinerja
Kejujuran Pemerintah 27 Mengukur dengan LAKIP
inovasi
30 Sanitasi, Cermin Budaya Bangsa Sanitasi Indonesia 32 Pembangunan sAIIG Berikan AUD 40 juta
2
11 23 27 32
editorial Pelindung Pelindung Budi Yuwono P Budi Yuwono P Penanggung Jawab Penanggung Jawab Antonius Budiono Antonius Budiono Dewan Redaksi Dewan Redaksi Susmono, Danny Sutjiono, Dadan Krisnandar, Danny Sutjiono, M. Sjukrul M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, Amin, Amwazi Idrus, Guratno Hartono, Guratno Hartono, Tamin MZ. Tamin MZ. Amin, Nugroho TriAmin, Utomo Nugroho Tri Utomo Pemimpin Redaksi Pemimpin Redaksi Dian Irawati, Sudarwanto Dian Irawati, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan, Bukhori T.M. Hasan, Bukhori Bagian Produksi BagianA.Produksi Erwin Setyadhi, Djoko Karsono, Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, Diana Kusumastuti, Bernardi Heryawan, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, M. Sundoro, Chandra RP. Situmorang, Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Fajar Santoso, Muhargiady, Sri Murni Edi K,Ilham Desrah, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Sri Murni Edi K, Desrah, Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Indah Danang BhimaRaftiarty, Dhananjaya, DjatiPidekso Waluyo Widodo, Indah Raftiarty, Danang Pidekso Bagian Administrasi & Distribusi
Luargo, Joni Santoso,&Nurfathiah Bagian Administrasi Distribusi Luargo, Joni Santoso, Nurfathiah Kontributor Dwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono, Kontributor Nieke Mulana MP. Sibuea, DwityoNindyaputri, A. Soeranto,R.Hadi Sucahyono, Adjar Rina Farida, Didiet Akhdiat, Nieke Prajudi, Nindyaputri, R. Mulana MP.A.Sibuea, RG. Eko Djuli S,Rina Dedy Permadi, Adjar Prajudi, Farida, Didiet A. Akhdiat, Th Srimulyatini Respati, Joerni Makmoerniati, RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini Syamsul Hadi, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Rina Agustin, Handy B. Legowo, Hendarko Rudi S, Iwan Dodi Krispatmadi, RudiDharma A. Arifin,S, Rina Agustin, Handy B.Setyaningrum, Legowo, Dodi Alex Krispatmadi, Endang A. Chalik, Rudi A.Mursito, Arifin, Endang Setyaningrum, Djoko N. Sardjiono, Alex A.M. Chalik, Djoko Mursito, Sardjiono, Oloan Simatupang, Hilwan,N.Kun Hidayat S, Oloan M. Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Deddy Sumantri, Halasan Sitompul, Deddy Sumantri, M. Halasan Sitti Bellafolijani, AulawiSitompul, Dzin Nun, Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Agus Achyar, Ratria Anggraini, Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Dian Hastuti, Sudjimah, AgusSuci Achyar, RatriaEmah Anggraini, Dian Suci Hastuti, Susi Simanjuntak, Didik S. Fuadi, EmahMDS Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Airyn Saputri, Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Budi Sukahar, Budi Prastowo, Prastowo, Aswin Aswin G. G. Sukahar, Wahyu Putri Intan Intan Suri, Suri, Wahyu K. K. Susanto, Susanto, Putri Siti Aliyah Junaedi Siti Aliyah Junaedi Alamat Redaksi Alamat Redaksi Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Telp/Fax. 021-72796578 Telp/Fax. 021-72796578 Email Email
[email protected] [email protected] website http://ciptakarya.pu.go.id twitter @ditjenck Cover : Pagelaran Sendra Tari Ramayana di Candi Prambanan (Foto: Buchori)
Banyak Pelajaran Terpendam dalam Rekompak DIY-Jateng Dari awalnya menangani gempa dan tsunami Aceh dan Nias, Rekompak berlanjut ke wilayah Jawa, khususnya Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat. Yogyakarta digoyang gempa pada Mei 2006, tiga bulan kemudian giliran wilayah Jawa Barat dilanda tsunami (Pangandaran, Ciamis), dan pada 2010 DI Yogyakarta dan jawa Tengah terkena dampak erupsi Merapi. Pembenahan rumah yang hancur adalah prioritas utama masyarakat yang terkena gempa maupun tsunami. Dengan Rekompak, masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah terbilang sukses memberdayakan diri dan menjadikan mereka mandiri dengan pendampingan Rekompak. Keberhasilan tersebut membuat banyak sudah berkunjung ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk mempelajari dan mencontoh proses rehabilitasi dan rekonstruksi (rehab-rekon) permukiman di kawasan DIY dan Jawa Tengah. Proses rehab rekon menemukan wadah yang tepat, sebuah kegiatan bernama Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) dengan dukungan dana dari beberapa negar eropa yang tergabung dalam Java Reconstruction Fund (JRF). Negara seperti Haiti dan yang lain pernah belajar apa yang dicapai masyarakat kita merehabilitasi dan merekonstruksi dua hal penting, yaitu fisik permukiman dan masyarakatnya. Dengan pendekatan Community Based Development (CBD) serta jiwa dan semangat gotong royong yang sudah mendarah daging di dada masyarakat Jawa, Rekompak seolah berjalan di rel yang pas. Sangat disayangkan, torehan yang mendunia oleh Rekompak dan best practice yang dilakukannya di Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah ini justru belum dicontoh provinsi tetangga di Indonesia lainnya yang daerahnya masuk kategori rawan bencana. Karenanya, penyebarluasan informasi melalui kemitraan mutlak diperlukan. Pada 20 Februari 2012, pemerintah meluncurkan jaringan unggulan dalam pengelolaan risiko bencana atau Network of Excellence (NoE) on Disaster Management (DM-Network). Jaringan ini bertujuan memfasilitasi kegiatan pengurangan risiko bencana diantara pelaku kegiatan agar lebih efisien dengan kemitraan yang terpadu dan berlanjut. Setelah didukung dengan jaringan tersebut, kesuksesan Rekompak di DI Yogyakarta dan Jawa Tengah harus terus dirawat dengan menjamin kepemilikan dan keasadaran masyarakat pada ancaman bencana dan bagaimana pengurangan risikon bencana. Ulasan utama ini terangkai dalam tiga artikel Berita Utama Edisi Juni 2012 ini. Semoga menambah informasi yang bermanfaat bagi pemangku kepentingan dan masyarakat umumnya. Selamat membaca dan berkarya!
Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
3
berita utama
Rekompak
Torehkan Prestasi Dunia “Rekompak adalah model yang harus diapresiasi terutama dalam unsur integritas dan pemberdayaannya” (Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto).
T
ulisan tangan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Djoko Kirmanto, yang mengungkapkan apresiasi atas keberhasilan Rekompak tertulis tegas di atas selembar albatross (bahan sintetis untuk mencetak baliho). Di sebelahnya, pesan bernada lebih bombastis digoreskan oleh Direktur Jenderal Cipta Karya Budi Yuwono berbunyi; “Rekompak Cipta Karya telah Menorehkan Prestasi Dunia. Selamat!”.
Rekompak adalah akronim dari Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas. Kegiatan ini dimulai sejak 2006 setelah terjadi gempa bumi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Klaten, Magelang, dan Boyolali. Di bawah kendali Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Rekompak telah membangun kembali 15,153 unit rumah, me rehabilitasi dan merekonstruksi 4.503 titik kegiatan infrastruktur permukiman yang tersebar di 265 desa di Provinsi D.I Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Bukan karena capaian semata, model pemberdayaan yang mengakar kuat dalam Rekompak pantas disemat telah me norehkan prestasi tersendiri bagi Indonesia dalam menangani bencana. “Membangun kembali daerah pascabencana tidaklah mudah, selain memerlukan perhitungan atau perencanaan yang matang dan menuntut keterlibatan penuh warga masyarakat, juga
berita utama membutuhkan dana yang sangat besar,” tutur Menteri PU. Pelaksanaan rehabilitasi dilakukan melalui pendekatan pem berdayaan masyarakat, yakni menempatkan masyarakat menjadi pelaku utama dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi per mukiman di wilayahnya sendiri. Pada malam resepsi tanda berakhirnya bantuan Java Re contruction Fund (JRF) di pelataran Candi Prambanan, Rabu (30/5) malam, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dengan bangga menyebut kegiatan ini telah mendapat apresiasi di tingkat dunia. “Kalau semua itu dianggap sebagai prestasi, pasti hanya bisa dicapai melalui kerja keras dan sinergitas para pemangku kepentingan, yaitu masyarakat sekitar daerah bencana, penerima manfaat, organisasi masyarakat, pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota serta negara dan lembaga donor,” tuturnya. Rekompak didanai oleh gabungan negara dan lembaga do nor yang tergabung dalam JRF. Mereka adalah Belanda, Inggris, Kanada, Finlandia, dan Denmark, bersama dengan World Bank dan Komisi Eropa. Total bantuan senilai 71,6 juta US Dollar yang dicairkan JRF mulai 2007 lalu dialokasikan 71% untuk membangun rumah tahan gempa, 27% untuk merehabilitasi lingkungan dan memulihkan nafkah kehidupan masyarakat dan sisanya, 2% untuk keperluan administrasi JRF.
Ayunan Langkah Pertama
Dari awalnya menangani gempa dan tsunami Aceh dan Nias, Rekompak berlanjut ke wilayah Jawa, khususnya Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat. Yogyakarta digoyang gempa pada
Mei 2006, tiga bulan kemudian giliran wilayah Jawa Barat dilanda tsunami (Pangandaran, Ciamis), dan pada 2010 DI Yogyakarta dan jawa Tengah terkena dampak erupsi Merapi. Pembenahan rumah yang hancur adalah prioritas utama masyarakat yang terkena gempa maupun tsunami. Sesuai dengan lingkup tugasnya, rehabilitasi dan rekonstruksi rumah dan permukiman penduduk menjadi tanggung jawab Ke menterian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya. Kebutuhan mendesak masyarakat untuk merehabilitasi rumah segera dijawab Ditjen Cipta Karya dengan mengerahkan fasilitator yang sudah siap di lapangan. Ditjen Cipta Karya bergerak cepat dengan menugaskan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), salah satu program di bawah pengendalian Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk segera melaksanakan re habilitasi dan rekonstruksi rumah dan permukiman penduduk di wilayah Klaten dan Bantul. “Tiga minggu pascagempa, Tim P2KP sudah bergerak di la pangan dan dalam waktu 8 bulan berhasil membangun 6.480 unit rumah,” kata Djoko melanjutkan ceritanya. Setelah Grant Agreement antara Pemerintah Indonesia de ngan Java Reconstruction Fund (JRF) ditandatangani pada 6 Februari 2007 kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah di lanjutkan melalui proyek Rehabilitasi Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman berbasis Komunitas (Rekompak), menjadi salah satu proyek dibawah pengendalian Direktorat Jenderal Cipta Kar ya Kementerian PU.
Jembatan di Desa Ketep, Magelang dibangun oleh masyarakat dan RekompakJRF
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
5
berita utama
Relokasi rumah (hunian tetap) pascaerupsi Merapi di Batur, Cangkringan, Sleman, DIY
Melalui pendampingan Rekompak-JRF, masyarakat telah berhasil menyusun Rencana Penataan Permukiman (RPP)/Com munity Settlement Plan (CSP) di 265 desa, membangun kembali 15,153 unit rumah, merehabilitasi dan merekonstruksi 4.333 titik kegiatan infrastruktur permukiman yang tersebar di 265 desa dan melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas warga melalui 637 Pelatihan yang diikuti oleh 41.863 orang. Kegiatan tersebut tersebar di 3 Provinsi yaitu DIY, Jawa Tengah dan Jawa Barat dengan 9 kabupaten/kota sebagai lokasi sasaran REKOMPAK-JRF. Proyek REKOMPAK juga memfasilitasi Penataan Kawasan Pu saka atau Heritage di Kotagede, DIY dan Klaten, Jawa Tengah. Penataan kawasan pusaka (heritage) bukan hanya berupaya me wujudkan lingkungan permukiman yang lebih aman terhadap risiko bencana, namun juga melestarikan pusaka budaya setempat. Selain itu semua, Rekompak juga memiliki beberapa Pilot Project, diantaranya adalah Penanganan Wilayah Rawan Longsor yang dilakukan dengan merelokasi 69 hunian warga dari 3 desa di Kabupaten Bantul, DIY yang tinggal di wilayah rawan longsor ke tempat yang lebih aman. Sedangkan Pilot Project kegiatan Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik dikembangkan di 4 desa di Provinsi DIY dan Jawa Tengah untuk mendorong terwujudnya pelaksanaan kebijakan pelayanan publik yang berbasis aspirasi komunitas. Yang menggembirakan adalah, proyek REKOMPAK juga ber hasil menumbuhkan kembali kapital sosial masyarakat yang diwujudkan dalam kegiatan gotong royong. Sampai saat ini, nilai gotong royong warga yang dicatat sebagai swadaya masyarakat hampir mencapai Rp 20,5 milyar.
Pasca Erupsi Merapi
Selain pasca gempa, pada 2010 Rekompak dihadapkan lagi pada
6
rehabilitasi dan rekonstruksi dengan tetap didukung pendanaan tambahan dari JRF senilai 3,5 juta USD dan PNPM Support Facility (PSF) sebesar 11,2 juta USD di mana Ditjen Cipta Karya menjadi Executing Agency dari hibah tersebut. Pada pasca erupsi Merapi, Rekompak mendampingi kegiatan desa terdampak primer dan sekunder yang tersebar di Kabupaten Sleman, Klaten, Boyolali, dan Magelang. Turut andil dalam kegiatan ini adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dengan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) memfasilitasi 13 desa di Magelang sebagai terdampak sekunder, dan 3 desa di Klaten atas inisiatif Pemda sebagai strategi pengurangan risiko bencana berbasis kawasan. Total ada empat kabupaten dengan 104 desa. Dalam laporan Direktur Jenderal Cipta Karya kepada Menteri Pekerjaan Umum dijelaskan, selain pendampingan, Rekompak juga membangun 3.943 unti rumah yang terdiri dari 2.856 rumah terdampak primer erupsi (awan panas dan lava) dan 1.087 unit rumah terdampak sekunder (banjir lahar dingin). Melalui Housing Reconstruction Sub-Grants bantuan Dana Rumah (BDR) Rekompak akan difasilitasi pembangunan 1.637 unit rumah, yaitu 172 unit dibiayai dari sub-grant JRF dan 1.465 unit oleh sub-grant PSF. Sedangkan 2.306 unit dibiayai dari APBN melalui BNPB. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi sektor rumah dan per mukiman pasca erupsi merapi dilakukan dengan merelokasi huni an warga ke tempat yang lebih aman dan dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan kesiapan masyarakat dan kesiapan lokasi lahan untuk pembangunan hunian tetap (huntap). Bagi warga yang mempunyai lokasi yang dinyatakan aman oleh BMKG akan difasilitasi pembangunan huntapnya di lahan milik sendiri (relokasi mandiri). Sedangkan yang tidak mempunyai lahan akan difasilitasi pembangunan huntap di tanah kas desa (TKD). Sampai 15 Mei 2012, Rekompak berhasil memfasilitasi warga
berita utama membangun 602 unit huntap, yakni 327 unit dibangun di lahan milik sendiri (relkoasi mandiri), dan 275 unit di lokasi TKD. 172 unit yang dibangun melalui relokasimandiri dibiayai dari sub-grant JRF. Sedangkan 155 unit yang dibangun di lahan sendiri dan 275 unit di lahan TKD dibiayai dari sub-grant PNPM Support Facility.
Model kemitraan
Sementara itu Stefan G. Koeberly, country Director World Bank, dalam sambutannya mengungkapkan banyak prestasi yang telah dicapai oleh masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah selama enam tahun sejak JRF terbentuk. “JRF-Rekompak telah mengembangkan model yang sukses dalam pembangunan kembali pascabencana melalui kemitraan. Kami sangat bangga dengan prestasi ini serta kenyataan bahwa masyarakat tidak hanya telah bangkit kembali, namun juga berkurang kerentaannya terhadap bencana,” sambut Koeberle. Kemitraan tersebut dilakukan antara JRF, Kementerian Pekerjaan Umum, Deutsche Gesselschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ), dan International Organization for Migration (IOM). Sebagai pelaksana proyek, JRF secara efektif membangun kembali masyarakat dan mata pencaharian yang dihancurkan oleh berbagai bencana. “Pendekatan JRF terhadap rekonstruksi telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi pembelajaran dalam meng hadapi bencana dan upaya pemulihanm baik bagi Indonesia
maupun berbagai negara di dunia,” simpul Koeberle. Dengan kemitraan ini, selain telah membangun 15 ribu rumah di 270 desa, 5.000 proyek Infrastruktur, dan 7.000 hunian sementara (Huntara), juga memberikan keterampilan teknis. Ke terampilan bisnis dan teknis telah diberikan kepada lebih dari 6.200 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hampir separuh UMKM yang dibantu dimiliki perempuan. Bantuan keuangan berupa pinjaman juga disediakan bagilebih dari 10 ribu UMKM dan lebih dari 3.000 UMKM telah dibantu penggantian asetnya. Sementara Deputi Bidang Regional dan Otonomi Daerah Bap penas, Max Pohan, menambahkan bahwa secara keseluruhan, upaya pemulihan di Jawa merupakan suatu keberhasilan luar biasa. Dan JRF merupakan bagian yang penting dalam proses ini. Pemerintah kini telah menerapkan pembelajaran JRF dalam menghadapi situasi pascabencana di masa depan. JRF dikoordinasikan oleh pemerintah Indonesia melalui Bappenas, untuk membantu upaya pemulihan Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat setelah gempa bumi dan tsunami 2006 silam. JRF diperpanjang hingga satu tahun sebagai tanggapan atas letusan gunung Merapi dai penghujung 2010. Seluruh dana hibah dari tujuh negara donor dihimpun melalui JRF senilai 94 juta US dolar. Bank Dunia berperan sebagai wali amanat bagi para donor, yaitu Uni Eropa, pemerintah Belanda, Inggris, Asian Development Bank (ADB), pemerintah Kanada, Denmark, dan Finlandia. (bcr) Sosialisasi kepada masyarakat adalah ruh pemberdayaan dalam Rekompak-JRF
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
7
berita utama
Menata Permukiman Kurangi Risiko Bencana Tiba-tiba hiruk pikuk terjadi saat kentongan tanda gempa dibunyikan. Puluhan warga menyelamatkan diri dengan keluar dari rumah mereka secepatnya. Ibu-ibu dan anakanak menangis dan panik, sebagian yang lain terlihat lebih tenang dan ramai-ramai memberikan pertolongan kepada keluarga yang anggotanya sakit maupun hamil tua. Tak lama kemudian beberapa anggota Kelompok Siaga Bencana (KSB) menggeledah rumah-rumah untuk memeriksa korban.
8
berita utama
B
enar saja, selang dua menit anggota KSB berhasil mengeluarkan empat mayat dari sekitar 12 rumah yang alami kerusakan berat. Sementara yang luka-luka, baik ringan maupun berat belum bisa diidentifikasi. Dari sebuah pos, salah seorang ang gota KSB mengulang-ulang laporan jumlah korban meninggal, rumah rusak, dan korban luka melalui handy talky. Sebut saja nama anggota KSB itu Paijo. Setelah melaporkan jumlah korban dan situasi lapangan, ia menegaskan akan mengevakuasi korban ke Puskesmas yang paling dekat dari Dukuh Bayanan RT 03 RW 05 Desa Gesikan, Kecamatan Gantiwarno, Klaten, Jawa Tengah. Sedangkan warga yang berhamburan dari rumahnya dengan sikap yang tenang menyusuri jalan evakuasi yang sudah ditentukan KSB kea rah lapangan yang berjarak tak sampai 100 meter. Itulah sekelumit gambaran dari proses simulasi bencana gempa yang diperankan KSB bersama warga setempat. KSB dibentuk di tiap RW dan berperan layaknya Satuan Petugas (Satgas) Darurat Bencana. Saat terjadi bencana, KSB ini bertugas mengarahkan masyarakat harus berbuat apa, siapa harus menolong siapa, dan harus menghubungi siapa. Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Permukiman Berbasis Komunitas (Rekompak) melakukan pelatihan terhadap KSB yang dibentuk. Selanjutnya dalam setahun, KSB harus melakukan simulasi bencana minimal satu kali agar tidak lupa. KSB dibentuk sejak tiga tahun yang lalu (awal 2010). Selama empat hari, KSB, dilatih Rekompak tentang manajemen kebencanaan yang mencakup mengenal tanda-tanda bencana,
Masyarakat Desa Gesikan, Gantiwarno, Klaten melakukan simulasi tanggap bencana untuk melatih kesiapan mereka dalam mengurangi risiko bencana
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
9
berita utama keluar rumah saat terjadi gempa, jika tak sempat keluar harus bersembunyi di bawah meja. Manajemen ini juga mencakup aspek bangunan, sebaiknya kaca rumah dilapisi kaca film agar tidak pecah berantakan jika kena getaran gempa, tidak menaruh barang dengan beban besar di tempat yang rawan jatuh, bagaimana mengangkat korban luka dengan kaki patah, ibu hamil, dan jompo lainnya. Dengan seringnya melatih masyarakat untuk mewaspadai bencana, maka tak perlu khawatir saat kerjasama JRF dan Rekompak ini berakhir. Kekhawatiran itu memang wajar jika kemandirian dan keberdayaan belum terbentuk, fasilitator sudah tidak lagi mendampingi, KSB sudah tidak akrab lagi dengan alat komunikasi HT, atau frekuensinya dirubah. “Walaupun Rekompak sudah tidak memiliki kegiatan lagi, masyarakat Jawa itu sudah berdaya, tak perlu lagi diingatkan untuk terus berlatih. Manajamen kebencanaan sudah disosialisasikan kepada masyarakat,” ujar salah seorang fasilitator. Tidak hanya pelatihan manajemen kebencanaan, penataan bangunan dan lingkungan juga sangat diperlukan. “Pada saat terjadi bencana, korban banyak berjatuhan bukan di dalam rumah, justru saat mereka sudah di luar karena tertimpa bangunan
maupun utilitas lainnya. Itu disebabkan tata bangunan dan lingkungan yang buruk,” ungkapnya. Solusinya adalah dengan menyusun Rencana Penataan Permukiman (RPP) dengan didampingi fasilitator, masyarakat menyusun RPP selama kurang lebih enam bulan. Dengan RPP, masyarakat diatur jika ingin mendirikan bangunan di kawasan rawan bencana lokal, seperti banjir tau gempa, atau dengan tidak membangun rumah di jalur evakuasi. Setelah menyusun RPP, mereka diberikan program penataan permukiman seperti jalan lingkungan, prasarana air bersin dan sanitasi. Namun jika sudah mendapatkan program selain dari Rekompak, fasilitator Rekompak hanya bisa membantu operasionalisasi dan perawatannya saja. RPP yang merencanakan program lima tahun sebuah desa tidak mungkin selamanya difasilitasi oleh Rekompak, maka selanjutnya peran Pemerintah Daerah akan dominan di sana, seperti program Pengurangan Risiko Bencana (PRB), dan lainnya. RPP tersebut menjadi pegangan masyarakat dalam wadah Musrenbang agar program-program yang memreka butuhkan dan sudah ada di dokumen RPP bisa tersalurkan di Musrenbang. (bcr)
Salah satu jalan evakuasi yang dibangun Rekompak-JRF di Sleman
10
berita utama
Relokasi Bantul:
Menuju Tempat yang Lebih Aman Ibu Tukijem adalah salah satu warga sepuh Dusun Jatirejo, di Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul. Seingatnya, desanya selalu terkena banjir.
D
ia dan para perempuan sepuh lain di desanya telah mengalami sekurangnya enam longsor besar dalam hidup mereka, saat lumpur sungai yang menyeret rumah dan pepohonan. Gempa 2006 juga mengakibatkan longsor. Namun, longsor kecil semakin sering terjadi setiap tahun saat musim hujan. Longsor terbaru terjadi pada awal tahun ini, Januari 2012. Penyebabnya bukan penggundulan hutan, melainkan hujan dan kualitas tanah, serta tebing terjal yang mengelilingi desa. Ibu Tukijem masih suka mengunjungi rumah lamanya pada siang hari untuk memelihara tanaman cabai, walaupun sekarang ia tinggal di kampung baru bersama dengan 35 keluarga lain. Seperti halnya warga lain yang mengungsi, Ibu Tukijem sepakat
dengan petugas desa untuk tidak kembali ke tempat tinggal asalnya, kecuali untuk menggarap lahan. Berbeda dengan masyarakat lain yang tinggal di wilayah berbahaya yang berisiko tinggi, warga Jatirejo tidak perlu diminta untuk pindah. Sejak 2004, mereka telah mengajukan petisi kepada pemerintah daerah untuk mendukung relokasi. Bayu Bintoro adalah kepala desa, atau Pak Lurah Wukirsari, dan ia menjelaskan sejarah panjang relokasi. “Setiap musim hujan saya mengkhawatirkan nasib dusun-dusun di Wukirsari, sampai saya tak bisa tidur. Saya tahu, para kepala desa akan berjaga sepanjang malam selama musim hujan, meningkatkan kewaspadaan, dan menenangkan masyarakat,” jelasnya. Pada 2004, masyarakat meminta tanah desa dialokasikan
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
11
berita utama untuk relokasi. Selama beberapa tahun berikutnya, warga dan pak lurah mendatangi semua saluran resmi sampai ke kabupaten untuk mendapatkan dokumen dan otorisasi yang tepat untuk transfer lahan yang sah. Lahan harus dinilai, dan survey geologis pun dilakukan. Pada 2008, JRF mulai mendukung proyek ini melalui proses Rencana Pembangunan Permukiman (RPP) yang dilakukan oleh proyek rehabilitasi dan rekonstruksi masyarakat dan permukiman berbasis komunitas (Rekompak). Pembangunan rumah dimulai tahun 2010. Pak Sogiman, seorang pembuat wayang, adalah salah seorang pengungsi yang telah menjalani relokasi. “Setiap musim hujan, kami tidak bisa tidur malam hari karena takut longsor. Namun, di musim kemarau kami kekurangan air,” katanya. Pada suatu malam setahun yang lalu, saat hujan lebat, sebatang pohon yang tumbuh di atas bukit di belakang rumahnya tumbang, meluncurkan bebatuan dan tanah. Longsoro menimpa rumah dan menghantam kamar tidurnya. Keluarganya menyelematkan diri, dan ia berbisik, “Kami tidak punya keberanian lagi”. Ia, istri dan anaknya sekarang lega karena sudah tinggal di tempat lebih aman dan ia pun menyebutkan kelebihan lainnya.
12
Apa itu? Usahanya meningkat karena sekarang para pembeli lebih mudahmenghubunginya. Akses mendapatkan air bersih tak masalah lagi, anak-anak lebih mudah ke seklah. Beberapa anggota masyarakatpun berpartisipasi dalam pelatihan kesiapsiagaan dan perencanaan terhadap bencana, walaupun hal ini masih perlu disampaikan kepada masyarakat lainnya. Rambu-rambu evakuasi secara jelas terlihat di kampong baru, dan beberapa latihan simulasi telah dilakukan, misalnya latihan menghadapi longsor dan gempa bumi. Pelatihan diperluas hingga belajar cara membantu evakuasi orang yang paling berisiko, misalnya orang yang susah mobilitas, dan lainya. Lebih banyak lagi keluarga yang harus direlokasi pada tahuntahun mendatang. Sementara itu, dengan dukungan JRF melalui Rekompak, tindakan mitigasi bagi masyarakat yang masih meng hadapi ancaman longsor telah dibangun dinding penahan, se bagian jembatan diperkokoh, dan tepian sungai diperkuat. Setelah melewati banyak malam penuh kegelisahan, Pak Lurah yakin bahwa setelah melihat hasil positif dari relokasi yang dibantu Rekompak, pemerintah daerah dan provinsi akan berkomitmen dalam merelokasi keluarga yang paling berisiko ke tempat yang lebih aman. (Sekretariat JRF-Rekompak)
liputan khusus
Presiden SBY Resmikan Infrastruktur Cipta Karya di Maluku Sepanjang Juni 2012, Kota Ambon dan sekitarnya tak henti diguyur hujan. Berkah dari langit, seperti orang tua bilang, itu juga seolah memberi rahmat masyarakat Ambon dan Maluku pada umumnya yang sedang menyiapkan peristiwa nasional yang dihelat di bumi Pattimura ini, yaitu Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Nasional ke-24.
Foto Atas
Foto Bawah
M
TQN ke-24 dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di lapangan merdeka, sekaligus esoknya meresmikan berbagai proyek-proyek bidang pekerjaan umum, pendidikan, keagamaan, dan lainnya. Perhatian sang presiden bisa jadi bukan pada kedua acara tersebut, melainkan menunjukkan kepedulian sang pemimpin untuk turut berbagi kebahagiaan, semangat, perdamaian, dan turut bersyukur dengan meresmikan pemanfaatan sejumlah infrastruktur di atas. Seharusnya peresmian infrastruktur dilakukan sore hari menjelang pembukaan MTQN ke-24. Namun cuaca buruk
: Presiden SBY menandatangani prasasti peresmian infrastruktur Cipta Karya di Maluku. Presiden didampingi oleh Gubernur Maluku, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan, dan puteri pahlawan J. Leimena - Melani Leimena Suharli. : Direktur Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum, Danny Sutjiono, didampingi Kepala Satker PKP Air Minum Sandy Watimena, dan pejabat setempat.
menghadang rombongan Presiden di laut Banda, akhirnya diputuskan untuk menunda peresmian tersebut Sabtu (9/6) pagi, dengan diiringi harapan hujan mereda. Namun saat detikdetik terakhir dimulainya peresmian, tidak ada tanda lebatnya hujan menjadi rintik-rintik, apalagi berhenti. Akhirnya, peresmian dengan tetap khidmat dilangsungkan di bundaran tempat salah satu proyek bidang Cipta Karya diresmikan, yaitu Monumen Patung Johannes Leimena. Peresmian infrastruktur di tengah guyuran hujan deras disaksikan Pahlawan Nasional asal Maluku, Johannes Leimena. Meskipun membisu, kharisma Om Lim, sapaan akrab Leimena,
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
13
liputan khusus
begitu gagah berdiri sambil menenteng sebuah buku di tangan kirinya dengan posisi terbuka. Tangan kanannya setengah ter angkat seolah sedang menyampaikan pesan, layaknya gaya seseorang sedang bicara. Gaya Leimena ini seolah menegaskan sebuah karakter, beliau adalah penggiat kesehatan yang tak pantang menyerah menyampaikan kampanye kesehatan di pe losok negeri. “Kehadiran patung ini tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan pahlawan Leimena, tapi untuk mengenang jasa beliau sebagai mantan wakil perdana menteri era Soekarno tersebut,” kata SBY di depan ratusan warga Ambon. Patung setinggi lima meter itu dibuat dari dana APBD senilai Rp 980 juta. Sedangkan monumen, batu prasasti, pelataran, ornamen, dan penanaman pohon dibiayai APBN melalui Ditjen Cipta Karya senilai Rp 2,4 miliar. Dokter Johannes Leimena adalah tokoh asal Maluku yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh SBY melalui keputusan No.52/TK tahun 2010. Salah satu infrastrukur yang diresmikan presiden adalah bidang Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum meliputi lima Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), serta Penataan dan Revitalisasi Kawasan (PRK) di dua kawasan. Kedua sektor ini menghabiskan dana APBN dan APBD senilai lebih kurang Rp 30 miliar. Di dua sektor tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan SPAM Desa Seira dan Kota Saumlaki (Kabupaten Maluku Tenggara Barat), SPAM Kota Bandanaira dan Desa Aboru di Kabupaten Maluku Tengah, serta SPAM Desa Matapa di Kabupaten
14
Seram Bagian Barat. Selain SPAM juga diresmikan Penataan Kawasan Lapangan Merdeka,dan Monumen Patung Leimena. Lokasi patung terletak di pertigaan Durian Pakah-Poka-Laha, Maluku. Selain Cipta Karya, dua bidang Pekerjaan Umum lainnya itu yaitu bidang sumber daya air seperti Bendung Daerah Irigasi (DI) Samal, Bendung DI Kobi. Bidang Bina Marga seperti Jembatan Wai Tona Hitu, Jembatan Galala – Passo, dan Jalan Way Geren, serta infrastruktur bidang Cipta Karya. “Kita juga meresmikan selesainya berbagai proyek di Maluku. Proyek ini didanai negara oleh APBN dan APBD. Dengan selesainya proyek ini, akses rakyat ke sarana ekonomi, pendidikan, olahraga dan peribadatan semakin mudah,” tambah SBY. Usai peresmian, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto sempat mengunjungi proyek Jembatan Merah Putih yang sudah dilakukan pemancangannya pada 2011 lalu.
Manfaat
Denyut nadi Kabupaten Maluku Tenggara Barat terpusat di Kota Saumlaki dengan jumlah penduduk 22.222 Jiwa. Meskipun memiliki kekayaan laut yang melimpah, kota ini tidak memiliki industri, sehingga semua barang harus dibeli dari Surabaya atau kota lain. Kondisi eksisting pelayanan air minum di Kota Saumlaki melalui jaringan PDAM Kabupaten Maluku Tenggara Barat dengan sumber air baku mata air sebesar 137 liter per detik dengan total Sambungan Rumah (SR) sebesar 300 SR. Rendahnya cakupan pelayanan PDAM dikarenakan jaringan perpipaan distribusi utama
liputan khusus (JDU) yang tidak mampu menampung debit yang ada. Optimalisasi SPAM IKK Saumlaki mentargetkan perluasan pelayanan sambungan air minum perpipaan sebesar 80 persen dengan memanfaatkan kapasitas produksi yang belum digunakan dengan membangun reservoir kapasitas 400 meter kubik. Dengan reservoir itu diharapkan dapa meningkatkan pelayanan kepada sekitar 1.300 unit sambungan rumah. Masih di Maluku Tenggara Barat, SPAM IKK Desa Seira ditantang melayani jumlah penduduk sebanyak 8.815 jiwa dengan program pengembangan SPAM melalui pembangunan reservoir kapasitas 100 meter kubik, keran umum 10 unit, broncaptering 5 liter per detik, dan membangun 500 SR. pengembangan SPAM IKK Desa Seira mentargetkan pelayanan 50 persen atau melayani 2.500 jiwa. Dari Maluku Tengah, SPAM Kota Bandanaira dikembangkan dengan menambah kapasitas 15 liter per detik untuk mencapai 80 persen penduduk atau ditargetkan melayani 19.472 jiwa. Sementara SPAM Desa Aboru mampu melayani 2.600 jiwa dengan target pelayanan 82 persen penduduk. Sementara SPAM Desa Matapa Kabupaten Seram Bagian Barat meliputi pelayanan air minum ke Desa Makububui, Sekasale, Sokaraja, dan Hatunuru dengan total jumlah penduduk sebanyak 7.021 jiwa. Keterbatasan akses air minum di desa-desa tersebut mencoba dijawab dengan penambahan broncaptering kapasitas 10 liter per detik. targetnya, 80 persen penduduk bisa menikmati akses air minum yang aman.
Dari sektor penataan kawasan, Lapangan Merdeka dipercantik dengan pedestrian, pemasangan instalasi lampu, tanaman hias, ruang terbuka hijau, pagar depan, pagar pengaman, reling tangga, dan saluran pembuangan induk. Lapangan Merdeka terletak di sisi Barat Gedung Kantor Gurbernur, dimana lapangan ini selalu digunakan sebagai tempat upacara, jika ada peringatanperingatan hari nasional, maupun tingkat provinsi. Lapangan Merdeka merupakan salah satu landmark Kota Ambon yang sering dipergunakan untuk kegiatan berskala nasional, namun belum ada penataan kawasan Lapangan Merdeka yang layak fungsi. Satu lagi profil infrastruktur penataan kawasan yang diresmikan, yaitu patung dan monumen Johannes Leimena. Dr. Johannes Leimena Lahir di Ambon, Maluku 6 Maret 1905 dan meninggal di Jakarta pada 29 Maret 1977. Leimena Merupakan tokoh politik satu-satunya yang menjabat sebagai menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Wakil Menteri Pertama, dan Menteri Sosial. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi) Trikora dan aktif dalam beberapa partai. Sebagai penghargaan kepada jasa-jasanya, Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No 52 TK/2010 pada tahun 2010 memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Dr. Leimena.(bcr)
Foto Kiri Atas : SPAM Kota Saumlaki MTB Foto Kiri Bawah : SPAM Desa Aboru Foto Kanan Bawah : Pemanfaatan keran air penduduk desa Aboru
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
15
liputan khusus
Penataan Kawasan Makam Gus Dur
Prioritaskan Peziarah dan Santri Sepeninggal Presiden KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) Desember 2009, kompleks Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur tidak pernah sepi pengunjung. Dari fajar hingga menjelang subuh lagi, peziarah terus berdatangan dari berbagai daerah. Setiap hari, rata-rata pengunjung berkisar 2.000-5000 orang. Jikalau mendekati bulan Ramadhan, pengunjung meningkat menjadi 8.000 orang perhari.
Para peziarah melintas di samping selasar tempat zikir yang dibangun Cipta Karya di area Makam Gus Dur
16
M
eski sudah ditetapkan menjadi Kawasan Wisata Religi oleh pemerintah, namun makam Gus Dur ini tetap sederhana layaknya makam jenazah masyarakat pada umumnya. Selain hanya dipagari tampar plastik, makam hanya berupa gundukan tanah, batu nisan, serta bunga dari peziarah yang menghiasinya. Dibelakang makam terdapat pendopo kecil berukuran 2 x 3 meter tempat para peziarah berdoa. Para pengunjung pun harus bergantian dengan yang lain untuk berziarah. Pengurus setempat biasanya menambah tenda untuk kenyamanan para peziarah. Tingginya jumlah santri dan pengunjung bisa menjadikan Kawasan Makam Presiden RI keempat lambat laun menjadi kumuh dan tidak tertata. Maret 2010, Pengasuh Ponpes Tebuireng KH Sholahudin
liputan khusus
Foto Kiri : Gerbang masuk para peziarah ke kompleks Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur Foto Kanan : Suasana ziarah Makam Gus Dur
“Diharapkan, dengan fasilitas yang dibangun dapat meningkatkan kekhusyukan peziarah dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar pesantren, serta kesehatan para santri,” Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono
Wahid (Gus Sholah) kemudian melaporkan kondisi tersebut kepada Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Gayung pun bersambut, Presiden SBY segera memerintahkan untuk merivitalisasi kawasan tersebut. “Alhamdulillah oleh Bapak Presiden langsung ditindaklanjuti. Tahun 2011 mulai dilakukan
pembebasan tanah dan juga proses pembangunan,” kata Gus Solah. Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mendapat amanah untuk menata kawasan tersebut. Dalam tupoksi Ditjen Cipta Karya, makam Gus Dur masuk dalam kawasan bersejarah yang perlu direvitalisasi. Akhirnya anggaran sebesar Rp 180 miliar pun dikucurkan untuk merevitalisasi makam Gus Dur. Yang unik dalam penataan kawasan ini, makam Gus Dur dibiarkan tetap sederhana seperti apa adanya. “Yang dibangun sarana pendukungnya, bukan makamnya. Kesederhanaan makam Gus Dur ini merupakan amanat dari keluarga. Selain sesuai karakter Gus Dur, juga agar peziarah tidak terlalu dibatasi,” kata Gus Solah. Tanggal 10 Juni 2012, Penataan Kawasan makam Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang dibangun Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum pada TA 2011 bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Jombang akhirnya diresmikan oleh Menko Kesra Agung Laksono di Tebuireng Jombang. Turut mendampingi dalam peresmian tersebut Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono, Direktur PBL Ditjen Cipta Karya Guratno Hartono, Wakil Bupati Jombang Widjono Soeparno serta Pengasuh Pesantren Tebu Ireng K.H Sholahuddin Wahid. Penataan kawasan Kompleks Makam Gus Dur berdasarkan pada pemisahan fungsi ruang kawasan. Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono menjelaskan dalam masterplannya terdapat konsep penataan dan perencanaan. Dalam konsep penataan, kawasan ini semula adalah pondok pesantren yang kemudian ramai dikunjungi para peziarah sehingga perlu penambahan fasilitas agar kegiatan utama pondok pesantren tidak terganggu oleh aktivias peziarah. Untuk konsep perencanaan, pada area pondok dilakukan pembangunan gedung asrama dan penataan area ziarah bagi pengunjung. Jalan lingkungan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan simpul-simpul pusat kegiatan sosial dan budaya dengan konstruksi beton. Selain itu area parkir dibuat sedemikian rupa sehingga ada pemisahan antara kegiatan pondok pesantren dan lalu lintas ziarah. “Diharapkan, dengan fasilitas yang dibangun dapat mening katkan kekhusyukan peziarah dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar pesantren, serta kese hatan para santri,” ujar Budi.
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
17
liputan khusus Pembangunan fasilitas senilai Rp 180 miliar ini diantaranya meliputi, tiga unit asrama santri tiga lantai dengan luas 516 m2 yang dapat menampung 385 santri. Bangunan zikir dua lantai seluas 516 m3 yang menampung 344 peziarah. Selain itu juga gerbang dan gardu jaga dua unit, serta sarana dan prasarana lingkungan antara lain terdiri dari plaza penerima, reservoir, sumur dan ME. Semetara itu, Menkokesra Agung Laksono menjelaskan, peresmian tersebut hanya tahap awal, yakni meliputi bangunan untuk tempat dzikir peziarah, asrama, serta dapur. Sedangkan untuk tempat parkir dan museum akan diresmikan pada tahap selanjutnya. “Karena memang pembangunan area makam Gus Dur ini dilakukan secara bertahap. Makam Gus Dur ini akan kita jadikan tempat wisata religi yang potensial,” kata Agung.
Mewakili keluarga, Gus Sholah mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah melakukan pembangunan makam kakaknya itu. Menurut Gus Sholah, semua itu berawal dari jumlah peziarah yang terus meningkat dari hari ke hari. Jika hari biasa, jumlah peziarah sekitar 2 ribu orang. Sedangkan pada hari libur, jumlah peziarah mencapai 7 sampai 8 ribu orang. “Saya juga ucapkan terima kasih kepada Kementerian Perkerjaan Umum yang telah merencanakan dan membangun fasilitas ini,” kata Gus Sholah. Dengan selesainya pembangunan fasilitas ini maka para pengunjung semakin nyaman dalam berziarah. Pembangunan ini memang bertujuan untuk meningkatkan kualitas fisik dan kehidupan kawasan sebagai bagian penting dari sejarah perjalanan hidup Presiden RI yang ke-empat, KH. Abdurrahman Wahid. (dvt)
Menko Kesra Agung Laksono didampingi Sholahudin Wahid dan Dirjen Cipta Karya berdoa di depan Makam Gus Dur
18
info baru
Komitmen Sanitasi 34 Pemda Dari satu program ke program lain, penyehatan lingkungan permukiman yang etalase utamanya adalah sanitasi, terlihat seperti melakukan estafet mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) yang tiga tahun lagi menemui garis finish. Jika beberapa tahun ke belakang sudah dimulai dengan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau yang tenar dengan akronim Sanimas, maka berikutnya ada Sanitasi Perkotaan Berbasis Masyarakat (SPBM).
dalam SPBM
P
rogram SPBM merupakan salah satu komponen program Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) yang diselenggarakan sebagai program pen dukung PNPM-Mandiri. Tujuannya menciptakan dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok untuk turut berpartisipasi memecahkan berbagai permasalahan yang terkait pada upaya peningkatan kualitas kehidupan, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Program SPBM ini dilaksanakan secara bertahap di 1.350 kelurahan yang berada di 34 kabupaten/kota di 5 provinsi terpilih yang sebelumnya menjadi program PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP). Lokasi kelurahan tersebut telah menerima dana BLM minimal sebanyak 3 kali siklus. Hal ini merupakan perwujudan dari sinergi antara program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pada pelaksanaan nantinya program ini akan menggunakan lembaga masyarakat (BKM/LKM) yang sudah ada dan mempunyai rekam jejak dan kinerja yang baik dalam mengelola program pemberdayaan masyarakat. Pada akhir Mei 2012 lalu, di Pendopo Kementerian Pekerjaan Umum (PU), melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya menandatangani kesepakatan bersama dan perjanjian kerjasama
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
19
info baru program SPBM dengan 34 kabupaten/kota dari lima provinsi. Alokasi senilai US$60 juta yang berasal dari pinjaman Asian Develoment Bank tersebut akan digunakan untuk SPBM di 1.350 lokasi selama tiga tahun. ”Untuk program tahun ini akan dilakukan di 500 lokasi,” ungkap Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Budi Yuwono kepada para wartawan usai acara penandatanganan tersebut. Program ini akan dilakukan pada lima provinsi yaitu Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Budi Yuwono menjelaskan, nantinya setiap lokasi akan mendapatkan dana sebesar Rp 350 juta. ”Satu kabupaten/kota bisa mendapat 10-20 lokasi pelaksanaan program, tergantung kesiapan mereka,” imbuhnya. Persyaratan bagi daerah untuk mendapatkan program SPBM
20
tersebut, menurut Dirjen Cipta Karya sangat mudah. Hal utama ialah memiliki komitmen kuat mengenai penanganan sanitasi di wilayahnya masing-masing. Disamping itu, daerah hanya harus menyediakan tanah untuk lokasi SPBM seluas 200 meter persegi dan biaya operasional senilai 5 persen dari total nilai program. Program SPBM merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) bidang sanitasi yaitu meningkatkan akses pelayanan sanitasi yang layak di perkotaan dan perdesaan hingga mencapai 62,41 persen pada 2015. Budi Yuwono mengatakan, hingga saat ini masih ada 40 juta orang Indonesia yang melakukan buang air besar secara sembarangan. Kondisi tersebut menempatkan Indonesia berada pada urutan nomor tiga di Asia sebagai negara dengan pelayanan sanitasi terburuk. Melalui program SPBM ini, diharapkan sebagian masalah sanitasi di Indonesia dapat teratasi. Dengan dana senilai Rp 350 juta untuk setiap lokasi, nantinya akan dibangun sarana pengolah air limbah yang dapat melayani 70-100 Kepala Keluarga. Pilihan teknologi pengolah air limbah yang dibangun adalah teknologi yang dapat mengolah air limbah rumah tangga dan dapat dikelola oleh masyarakat termasuk produk-produk dari produsen lokal yang sudah teruji melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementerian PU. Selain bantuan melalui pinjaman luar negeri dari ADB ini, untuk tahun depan program serupa juga akan dijalankan pada 3.500 lokasi dengan bantuan dari Islamic Development Bank. ”Untuk total nilai bantuannya, untuk mudahnya silahkan kalikan 350 juta dengan 3.500 lokasi,” tandasnya. (bcr)
info baru
Pengelola Teknis Bangunan Gedung
Harus Lebih Sensitif dan Responsif Permasalahan bangunan gedung yang belakangan terpapar ke publik menuntut para pengelola teknis bangunan gedung negara (BGN) untuk lebih responsif dan sensitif. Ini untuk mengantisipasi dan mengurangi potensi permasalahan penyelenggaraan BGN yang dilakukan kementerian dan lembaga pemerintah lain. Contoh kasus yang paling hangat saat ini misalnya pembangunan Pusat Pendidikan dan Latihan Atlit di Hambalang, pembangunan gedung kantor Kemenkokesra, PPATK, dan lainya.
kompleks Pusdik Atlet di Hambalang, Bogor
B
elakangan ini Kementerian PU sering disorot me nyusul banyaknya masalah BGN tersebut, baik tahap perencanaan sampai pelaksanaan. Direk tur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU, Budi Yuwono, mengungkapkan hal itu saat memberi arahan kepada para peserta Pembinaan Tenaga Pengelola Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara, di Jakarta (18/6).
“Sensitivitas harus melekat pada para pengelola teknis sebagai wakil institusi. Jangan bergerak sendiri-sendiri, manfaatkan ja ringan yang ada di Kementerian PU seperti Puslitbang Per mukiman, dan lainnya,” tegas Budi. Budi menegaskan, tenaga pengelola teknis bertugas mem bantu dalam pengelolaan kegiatan pembangunan gedung ne gara, khususnya bidang teknis administratif. Hal ini sesuai de ngan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2005 yang memberikan wewenang kepada Menteri PU untuk mengatur penyelenggaraan BGN. Setiap pembangunan BGN yang dilak sanakan oleh kementerian dan lembaga atau SKPD harus men dapatkan bantuan teknis dalam bentuk pengelolaan teknis. Pimpinan Kementerian/Lembaga tersebut dapat meminta perpanjangan penugasan Tenaga Pengelola Teknis untuk kegiatan pembangunan bangunan gedung negara yang merupakan ke giatan lanjutan dan/atau kegiatan proyek yang melebihi satu tahun anggaran (multi years). Dalam Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung tertulis bahwa “Wewenang Menteri PU mengatur Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara” yang dalam hal
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
21
info baru
Kompleks Pusdik Atlet di Hambalang, Bogor pada saat konstruksi
ini diwujudkan dalam Peraturan Menteri PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. Dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, makin menegaskan fungsi dan tugas dari Pengelola Teknis, sebagai salah satu bentuk bantuan teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum/ Dinas Pekerjaan Umum/Instansi Teknis provinsi setempat yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD. Bantuan Kementerian PU dilatarbelakangi permasalahan seperti masih banyaknya BGN dibangun sebelum mengantongi IMB yang kemudian diketahui lokasinya menyalahi tata ruang. BGN juga tidak sedikit yang belum mentaati peraturan tata bangunan dan lingkungan untuk ketetapan peruntukkan lokasi (zoning), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB), Koefisien Daerah Hijau (KDH) yang memperhitungkan daerah resapan air dari Ruang Terbuka Hijau (RTH), persyaratan ketinggian bangunan, dan lainnya. Aspek penting lain yang juga sering terjadi adalah tidak dipenuhinya persyaratan keandalan bangunan gedung yang berakibat pada kegagalan konstruksi. Permasalahan lain BGN seperti tidak terpenuhinya persyaratan keandalan bangunan gedung (keselamatan, keamanan, kesehatan dan kenyamanan) sehingga dapat terjadi kegagalan konstruksi, serta persyaratan-persyaratan lain seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara. “Karena itu, pengelola teknis harus memastikan bahwa penyelenggaraan BGN sesuai dengan tahapan kegiatan dan peraturan perundangan. Dalam melaksanakan tugasnya, mereka juga harus berpedoman pada Standard Operating Procedure (SOP) dan kode etik,” jelas Budi. Menyangkut hal ini, Budi menambahkan, tugas-tugas pe
22
ngelola teknis harus dirumuskan dan dikaji kembali karena se ringnya dimanfaatkan dengan tidak benar oleh pihak lain yang mengaku telah mendapat persetujuan dari Kementerian PU. “Jangan sampai Kementerian PU disebut-sebut saat ada masalah saja. Dari masalah yang muncul, bukan hanya pihak penyelenggara yang terkena imbas, kita pun harusnya meng evaluasi di mana posisi kita saat gedung itu dibangun,” pungkas Budi.
Pengelola Teknis Bersertifikat
Sementara itu, menurut laporan Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Ditjen Cipta Karya, Guratno Hartono, tenaga pengelola teknis BGN hingga saat ini berjumlah 120 orang di tingkat pusat dan sekitar 130 orang di provinsi. “Sesuai amanat Perpres Nomor 3 Tahun 2011, tenaga pengelola teknis harus bersertifikasi. Ditjen Cipta Karya bekerjasama dengan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kementerian PU telah mengeluarkan sertifikat kepada 40 tenaga pada tahap pertama,” kata Guratno. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2011, pemberian bantuan teknis dalam bentuk pengelolaan teknis harus dilakukan oleh tenaga pengelola teknis yang bersertifikat. Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Sertifikasi Tenaga Pengelola Teknis ini telah dimulai oleh Direktorat PBL untuk angkatan pertama sebanyak 40 orang, dan akan dilaksanakan secara bertahap untuk diklat fungsional sertifikasi di Pusat maupun di daerah oleh Pusdiklat Kementerian Pekerjaan Umum. Dengan demikian diharapkan semua tenaga pengelola teknis sudah memiliki kompetensi yang memadai dan profesional. Guratno menambahkan, peningkatan kompetensi tidak hanya yang terkait skill (kemampuan) dan knowledge (pengetahuan) semata, namun di atas itu harus diimbangi dengan peningkatan attitude (perilaku). Untuk itu saat ini sedang disusun SOP dan Kode Etik Pengelola Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yang di dalamnya mencakup dan mengatur tata laksana dan tata laku tenaga Pengelola Teknis secara profesional. (bcr)
info baru
Pencapaian Target MDGs :
Perlu SE Bersama Tiga Menteri Indonesia memiliki waktu tiga tahun lagi untuk mengejar target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015. Capaian di bidang air minum dan sanitasi masih tertinggal dibandingkan bidang lainnya karena masih rendahnya komitmen pemerintah daerah. Porsi penganggaran untuk dua bidang Cipta Karya tersebut selama ini masih didominasi APBN. Karena itu perlu Surat Edaran Bersama yang dikeluarkan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Menteri Dalam Negeri.
D
emikian salah satu kesimpulan Workshop Percepatan Pencapaian Target Millennium Development Goals (MDGs) yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum (PU) di Jakarta (19/6). Acara ini dipandu Staf Ahli Menteri PU bidang Ekonomi dan Investasi Setiabudi Algamar dan menghadirkan narasumber antara lain Utusan Khusus Presiden RI untuk MDGs Nila Djoewita F. Moeleok, Direktur Perumahan dan Permukiman Bappenas Nugroho Tri Utomo, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Arum Atmawikarta, dan Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat Badan Pusat Statistik (BPS) Hamonangan Ritonga. Dalam sesi diskusi, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PU Budi Yuwono mengatakan, tiap level pemerintahan ber tanggungjawab atas penyediaan air minum dan sanitasi yang layak. Ada beberapa pemerintah provinsi yang ingin membuktikan komitmennya, ada yang lolos, ada juga yang terganjal di internal kementerian terkait. Pernyataannya mendukung utusan Pemerintah Provinsi Su matera Barat yang berniat menganggarkan Rp 65 miliar untuk air minum dan sanitasi. Namun dalam konsultasi anggaran dengan Kementerian Dalam Negeri tidak diizinkan atas dasar otonomi daerah. Nugroho Tri Utomo menambahkan, struktur pembiayaan APBN tiap tahunnya meningkat, khususnya Kementerian PU. Ia mencontohkan bidang sanitasi yang tiap tahun harus mencapai rata-rata 5% dalam mengejar MDGs. Dengan pembiayaan APBN hanya mampu mengcover 1%, artinya APBD dan sumber lainnya
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
23
info baru harus mengcover 4% sisanya. Namun rata-rata penganggaran APBD untuk sanitasi masih di kisaran 2%. “Air minum dan sanitasi bukan masalah pendanaan karena sumber-sumber pendanaan pasti ada. Yang penting kuncinya komitmen dan kemauan daerah,” ujar Nugroho. Capaian MDGs Dalam laporan BPS, angka capaian air minum layak di Indonesia, baik di perkotaan dan perdesaan, tahun 2010 menurun menjadi 44,19% dibandingkan tahun 2009 di angka 47,71%. Sedangkan capaian bidang sanitasi meningkat menjadi 55,54% di tahun 2010 dibandingkan capaian tahun 2009 51,19%. Penurunan capaian air minum dikarenakan BPS memakai indikator lama dan Susenas yang dilakukan masih belum menampung berbagai masukan dari Ditjen Cipta Karya. Hamonangan menjelaskan, indokator air minum layak yang dipakainya memiliki definisi bersumber dari ledeng, air terlindungi, dan air hujan. Sementara rumah tangga yang memakai air kemasan, baik yang bermerk maupun isi ulang disebutnya tidak masuk kategori memiliki akses air minum layak. “Gejala naiknya pemakaian air minum kemasan adalah life style masyarakat. Tahun 2009, pemakaian air kemasan di perkotaan
24
dan perdesaan 13,5%, tapi naik menjadi 19% di tahun 2010,” jelas Hamonangan. Selain itu, akses air bersih di perdesaan yang dibangun oleh Ditjen Cipta Karya melalui program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) juga masih luput dari jangkauan BPS. Jika program di perdesaan tersebut, maka didapat angka capaian tahun 2010 sebesar 53,25%. Penghitungan ini dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum Ditjen Cipta Karya%. Selain perbedaan parameter antara BPS dan Ditjen Cipta Karya, penurunan capaian air minum versi Susenas (BPS) secara umum disebabkan beberapa variable antara lain tingginya tingkat urbanisasi, laju penyediaan infrastruktur air minum belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, pemeliharaan dan pengelolaan sarana dan prasarana yang kurang baik, serta be lum lengkapnya data pencapaian target MDGs, terutama dari kabupaten/kota. Menyikapi angka tersebut, Budi Yuwono berharap dalam laporan BPS nantinya dicantumkan keterangan teknis alasan turunnya. Turunnya angka tersebut pasti ada sesuatu yang terjadi. “Data dan angka air minum dan sanitasi adalah wajah Indonesia, bukan data milik instansi tertentu,” pungkas Budi. (bcr)
info baru
Rakor PHLN 2012
Pinjaman Wajib Gunakan Kontrak Kinerja Kebijakan nasional terkait Pinjaman dan Hibah Luar Negeri terus mengalami dinamika. Pemerintah masih terus berupaya mengurangi pinjaman luar negeri, untuk menjaga keseimbangan anggaran tahun 2014. Meskipun demikian, untuk programprogram yang mendorong kegiatan seperti pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment akan mendapatkan prioritas, dimana Ditjen Cipta Karya masuk didalamnya.
D
i tahun 2013 ini, dalam rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan proyek, Bappenas dan Kementerian Keuangan telah memperkenalkan Kontrak Kinerja. Hal ini disusun mengingat banyaknya proyek yang memiliki tingkat penyerapan yang rendah dibandingkan dengan waktu pelaksanaan (progress varian lebih kecil). Untuk Tahun 2013, penyiapan Kontrak Kinerja telah dilakukan bersamaan dengan Trilateral Meeting dalam kerangka kerja penyiapan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Oleh karena itu, diperlukan action plan bersama untuk menyelesaikan isu dan permasalahan pada saat implementasi dalam rangka meningkatkan kinerja proyek. Peningkatan kinerja dapat dicapai dengan menetapkan proyeksi penarikan dana pinjaman yang tepat dan dilaksanakan melalui suatu kontrak kinerja. Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono mengatakan, kegiatan pembangunan yang dibiayai dari sumber PHLN masih memer lukan penajaman dalam pengelolaannya, khususnya pada proses perencanaan dan penyiapannya. Ia menghimbau kepada seluruh jajarannya agar membuat pola yang lebih inovatif dan juga bermanfaat bagi masyarakat. “Asas manfaat dan inovasi ini perlu kita perhatikan. Jika pola-
pola yang sudah ada saat ini kurang memadai perlu kita tingkatkan lagi,” katanya. Ia juga mengatakan bahwa dalam membuat program pinjaman harus berpegang pada prioritas pemerintah yaitu pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment, dimana hal tersebut merupakan payung kebijakan dalam melakukan pinjaman. “Dengan payung tersebut, maka program yang disusun bermanfaat dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan menurunkan angka kemiskinan,” kata Budi. Rakor PHLN Ketua Panitia sekaligus Kasubdit Kerja sama Luar Negeri Ditjen Cipta Karya Dwityo A Soeranto mengatakan rakor ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap adanya perubahan peraturan dan kebijakan nasional mengenai pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari kegiatan PHLN, serta adanya program-program strategis infrastruktur yang akan menjadi prioritas untuk dibiayai melalui dana PHLN. “Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan Rapat Koordinasi PHLN Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2012 ini yaitu Informasi detail tentang rencana kegiatan Bidang Cipta Karya Tahun 2011 – 2014 yang akan didanai melalui dana PHLN, berupa kegiatan yang diprioritaskan beserta kesiapannya,” katanya.
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
25
info baru
Sebagai informasi, saat ini pinjaman Ditjen Cipta Karya mencapai US$ 2,52 miliar untuk tahun 2011-2014. Program Pinjaman untuk membiayai pembangunan infrastruktur per mukiman seperti, penyediaan SPAM Berbasis Masyarakat yang bersumber dana dari Bank Dunia, pembangunan TPA Regional di
wilayah Mamminasata dari JICA, kegiatan Urban Sanitation and Rural Infrastructure (USRI) dari ADB, kegiatan PNPM Perkotaan dan Perdesaan dari Bank Dunia, ADB, dan IDB, perluasan jaringan air limbah sistem terpusat dari ADB dan sebagainya.
Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono mengatakan, kegiatan pembangunan yang dibiayai dari sumber PHLN masih memerlukan penajaman dalam pengelolaannya, khususnya pada proses perencanaan dan penyiapannya. Ia menghimbau kepada seluruh jajarannya agar membuat pola yang lebih inovatif dan juga bermanfaat bagi masyarakat.
26
info baru
Mengukur Kejujuran Pemerintah
dengan LAKIP Oktalina Mayasari *)
Kementerian Pekerjaan Umum meraih kriteria B (baik) dalam penilaian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pemerintah Pusat Tahun 2011. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) di Jakarta
B
erita tersebut sempat menghiasi muka laman Kementerian Pekerjaan Umum (www.pu.go.id) awal tahun 2012. Tentu saja kita patut berbangga hati dengan penghargaan yang kita terima. Penghargaan tersebut diberikan kepada 82 kementerian/lem baga dan kita adalah satu di antara 17 kementerian/lembaga yang mendapatkan peringkat B. Peringkat A hanya didapatkan oleh 2 (dua) instansi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Peringkat yang kita peroleh tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, artinya akuntabilitas kinerja kita juga meningkat. Lantas apa sebenarnya LAKIP itu? Pertanyaan ini belum tentu dapat dijawab oleh banyak orang kecuali orang-orang yang berkutat mengerjakannya setiap hari. Menurut Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, LAKIP adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
27
info baru melembaga. Penyusunan LAKIP harus diikuti prinsip-prinsip pelaporan pada umumnya, yaitu jujur, objektif, akurat, dan transparan. Selain itu, juga harus memenuhi prinsip-prinsip berikut ini: 1. Prinsip Lingkup Pertanggungjawaban Hal-hal yang dilaporkan dalam LAKIP harus proporsional dengan lingkup kewenangan dan tanggungjawab masingmasing dan memuat keberhasilan maupun kegagalan. 2. Prinsip Prioritas Hal-hal yang dilaporkan dalam LAKIP adalah hal-hal yang penting dan relevan bagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upayaupaya tindak lanjutnya. 3. Prinsip Manfaat Laporan harus lebih besar manfaatnya daripada biaya penyusunannya dan laporan harus mempunyai manfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja. 4. Prinsip Akuntabilitas Prinsip ini mensyaratkan hal-hal yang paling dominan yang membuat sukses atau gagal yang perlu dilaporkan. 5. Prinsip Perbandingan Laporan dapat memberikan gambaran keadaan masa yang dilaporkan dibandingkan dengan periode-periode lain atau unit lain. Dengan prinsip-prinsip penyusunan seperti di atas, LAKIP diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Peningkatan akuntabilitas instansi pemerintah. 2. Umpan balik untuk peningkatan kinerja instansi pemerintah. 3. Peningkatan perencanaan di segala bidang, baik perencanaan program dan kegiatan maupun perencanaan penggunaan sumber daya organisasi pemerintah. 4. Peningkatan kredibilitas instansi pemerintah di hadapan ma syarakat. 5. Mengetahui dan menilai keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diamanahkan kepada instansi pemerintah. 6. Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada ma syarakat. 7. Mendorong terwujudnya instansi pemerintah yang akuntabel, sehingga dapat beroperasi secara efektif, efisien, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungan. Dilihat dari definisinya, dokumen LAKIP mempunyai sistematika tertentu dalam penyusunan dan pelaporannya. Dari sisi penyusunan, dokumen LAKIP mempunyai sistematika penulisan yang sudah baku sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor PER/29/M. PAN/2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Secara umum, dokumen LAKIP disusun mengikuti sistematika berikut ini: Pengantar, Ringkasan Eksekutif, Pendahuluan, Perencanaan dan Penetapan Kinerja, Akuntabilitas Kinerja, Penutup, dan Lampiran.
28
Di dalam Bab 1 Pendahuluan dijabarkan mengenai Tugas dan Fungsi instansi penyusun LAKIP, Struktur Organisasi instansi penyusun LAKIP, dan Lingkungan Strategis baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh instansi penyusun LAKIP. Bab 2 Perencanaan dan Penetapan Kinerja terdiri dari dua bagian, yaitu Rencana Strategis serta Rencana Kinerja dan Penetapan Kinerja. Bagian Rencana Strategis memuat Visi. Misi, Tujuan dan Sasaran, serta Kebijakan, Program dan Kegiatan instansi penyusun LAKIP. Bagian Rencana Kinerja dan Penetapan Kinerja memuat Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja, dan Indikator Kinerja. Bab 3 Akuntabilitas Kinerja terdiri dari beberapa bagian yaitu Pengukuran Kinerja pada Tahun Bersangkutan, Perbandingan Data Kinerja dengan Tahun-tahun Sebelumnya, Evaluasi Kinerja, Analisis Akuntabilitas Kinerja, Aspek Keuangan, dan Hal-hal yang Memerlukan Perhatian untuk Peningkatan Kinerja. Di dalam Bab 4 Penutup dijabarkan mengenai keberhasilan dan permasalahan dalam rangka pencapaian kinerja instansi penyusun LAKIP yang terjadi selama tahun anggaran tersebut. Selain itu, di dalam bab ini juga diuraikan mengenai strategi pemecahan yang akan diambil untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Di dalam dokumen LAKIP harus dilampirkan Formulir Per nyataan Penetapan dan Lampiran Penetapan Kinerja; Formulir Rencana Kinerja Tahunan, dan Formulir Pengukuran Kinerja. Selain lampiran utama tersebut, dapat juga dilampirkan foto dan peta kegiatan yang menunjukkan kinerja instansi penyusun LAKIP. Di sini dapat juga ditambahkan penghargaan atas prestasi instansi penyusun LAKIP. Dari sisi pelaporan, dokumen LAKIP disusun secara berjenjang mulai dari tingkat Satuan Kerja sampai tingkat Kementerian. Instansi yang wajib menyusun dokumen LAKIP sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 Tahun 2010 adalah: Kementerian/ Lembaga; Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota; Unit Organisasi Eselon I pada Kementerian/Lembaga; Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Satminkal Eselon II; dan Unit Kerja Mandiri. Dengan diterbitkannya Instruksi Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/IN/M/2012 tentang Penyusunan, Pelaporan, dan Evaluasi LAKIP Tahun 2011 serta Penetapan Kinerja Tahun 2012, maka seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan umum wajib menyusun LAKIP termasuk Satuan Kerja. Penyusunan LAKIP dimulai dari Satuan Kerja terkecil secara berjenjang dan diintegrasikan kepada LAKIP unit kerja di atasnya sampai dengan Eselon I. Penyampaian LAKIP setiap Satminkal Eselon I dan Unit Kerja Eselon II di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dilakukan secara berjenjang dan disampaikan kepada atasan langsungnya masing-masing dengan tembusan kepada Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum. LAKIP masingmasing Eselon I diintegrasikan ke LAKIP Kementerian yang diko ordinasikan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
info baru
Birokrasi. LAKIP Kementerian merupakan bagian dari laporan kinerja Pemerintah Pusat yang merupakan Lampiran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang akan disampaikan kepada DPRRI. Dalam pelaksanaan penyusunan LAKIP ada jadwal pelaporan yang harus dipatuhi. Kepatuhan akan jadwal pelaporan mem pengaruhi hasil evaluasi LAKIP. Masing-masing unit kerja mem punyai jadwal pelaporan tersendiri sehingga penyusunan LAKIP dapat terkoordinasi dengan baik sebagai berikut: (1) LAKIP Unit Kerja Mandiri dilaporkan paling lambat minggu ketiga Januari; (2) LAKIP Unit Kerja Eselon II dilaporkan paling lambat minggu keempat Januari; (3) LAKIP Satminkal Eselon I dilaporkan paling lambat minggu kedua Februari; (4) LAKIP Kementerian dilaporkan paling lambat minggu kedua Maret. Evaluasi terhadap LAKIP Kementerian/Lembaga dilakukan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Evaluasi dilakukan berdasarkan pedoman yang ada pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang implementasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; menilai akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; dan memberikan saran perbaikan untuk peningkatan kinerja dan pengutan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah meliputi 2 (dua) aspek yaitu: [1] aspek penerapan komponen manajemen kinerja (sistem AKIP) dan [2] aspek pencapaian kinerja. Masing-masing aspek terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut: Perencanaan Kinerja (bobot 35%) dengan sub komponen berupa: Dokumen Renstra, Dokumen Rencana Kinerja Tahunan (RKT), dan Dokumen Penetapan Kinerja (PK). Pengukuran Kinerja (bobot 20%) dengan sub komponen berupa: Pemenuhan Pengukuran, Kualitas Pengukuran, dan
Implementasi Pengukuran. Pelaporan Kinerja (bobot 15%) dengan sub komponen berupa: Pemenuhan Pelaporan, Penyajian Informasi Kinerja, dan Pemanfaatan Informasi Kinerja. Evaluasi Kinerja (bobot 10%) dengan sub komponen berupa: Pemenuhan Evaluasi, Kualitas Evaluasi, dan Pemanfaatan Hasil Evaluasi. Capaian Kinerja (bobot 20%) dengan sub komponen berupa: Kinerja yang Dilaporkan (Output), Kinerja yang Dilaporkan (Outcome), dan Kinerja Lainnya. Di dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, LAKIP masing-masing Satminkal Eselon I dievaluasi oleh Inspektorat Jenderal. Untuk mendorong terwujudnya instansi pemerintah yang akuntabel dan dapat dipercaya oleh masyarakat maka kewajiban penyusunan LAKIP yang baik harus dipenuhi oleh instansi pemerintah. LAKIP yang disusun dengan baik diharapkan tidak hanya bersifat normatif dan hanya untuk memenuhi kewajiban penyusunan LAKIP saja. LAKIP yang baik diharapkan benar-benar dapat memberikan informasi mengenai kinerja pemerintah yang transparan dan akuntabel. Sumber tulisan: 1. Buku Pedoman Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Dokumen Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2010-2014 di Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2010. *) Staf Subdit Evaluasi Kinerja, Direktorat Bina Program, Direktorat Jenderal Cipta Karya
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
29
inovasi
Sanitasi, Cerminan Budaya Bangsa Ade Syaiful Rachman *)
30
http://saputraonline.com
Setiap bangunan rumah, gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, pasar maupun bangunan sejenis lainnya tentu dilengkapi dengan fasilitas umum seperti toilet. Namun, tak seperti area lobi, ruang kerja ataupun ruang tamu, toilet kerap masih sering diabaikan kebersihannya. Meski telihat sepele, kondisi kebersihan toilet akan selalu diingat orang ketika berkunjung ke suatu tempat. Hal ini berarti bahwa toilet secara tidak langsung melambangkan kepribadian pemiliknya. Bahkan jika ke satu negara, orang kerap akan menilai kebersihan negeri tersebut dari kebersihan tolietnya. Bagaimana dengan di Indonesia?
D
i negeri kita ini, kesadaran untuk menjaga kebersihan toilet masih sangat rendah, apalagi toilet umum. Mungkin karena dianggap kebersihan toilet umum menjadi tanggung jawab pengelola, plus masih ada penarikan iuran kebersihan di pintu masuk toilet. Ketika toilet tak lagi bersih dan nyaman digunakan, pastilah orang akan malas menggunakannya. Kualitas buruk toilet di Indonesia ini tentu berimbas pada citra buruk negara Indonesia. Kondisi toilet yang kotor dan tak terawat secara tak langsung mencerminkan kepribadian bangsa yang juga tak berbudaya. Sampai-sampai ada guyonan tentang toilet Indonesia, jika dalam perjalanan pulang dari banyak tempat di dunia, bagaimana cara mudah mengetahui jika anda sudah sampai di Indonesia? Jawabnya mudah, masuk saja ke toilet umum, jika kita temukan toilet yang bau dan tidak nyaman, itu tandanya anda sudah sampai di Indonesia. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk turut menjaga kebersihan toilet membuat Indonesia menduduki posisi ke-12 dari sekitar 18 negara dibandingkan negara-negara lain di Asia yang memiliki kualitas toilet yang buruk. Indonesia berada di atas Vietnam, tapi di bawah Filiphina, Malaysia, Singapura dan Thailand (Naning Adiwoso, Asosiasi Toilet Indonesia, World Toilet Day 2011). Gambaran tentang kondisi toilet kita ini ternyata beda-beda tipis dengan gambaran kondisi sanitasi di Indonesia. Meski terasa miris, namun itulah gambaran kualitas sanitasi yang masih minim di negeri ini. Hal ini disebabkan antara lain karena selama ini, sanitasi masih dianggap sebagai bagian dari infrastruktur. Padahal sanitasi adalah juga bagian dari bidang sosial dan budaya bangsa. Isu sanitasi bukan isu baru di negeri kita. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa jumlah rumah tangga di Indonesia baik di perkotaan maupun perdesaan pada tahun 2010 baru mencapai angka 55,53 persen yang telah memiliki fasilitas sanitasi yang layak. Artinya masih ada sekitar 45 persen penduduk yang belum memiliki akses sanitasi yang baik. Di perkotaan besar di Indonesia, masih banyak kita jumpai kelompok masyarakat yang sanitasinya sangat buruk. Di Jakarta misalnya, dan banyak juga di perkotaan besar lainnya, kualitas sanitasi masih minim khususnya untuk masyarakat miskin. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai misalnya, banyak di antara mereka yang menjadikan sungai sekaligus sebagai toilet sekaligus tempat buangan sampah mereka. Bukannya tidak peduli, Pemerintah (Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hi dup, kementerian terkait lainnya beserta pemerintah daerah) sebenarnya telah gencar mengkampanyekan pola-pola hidup bersih dan sehat ke pelosok negeri ini. Upaya besar dan gencar sudah dilakukan dengan membangun prasarana sarana air minum
http://2.bp.blogspot.com
inovasi
Banyak dari kita masih menganggap urusan sanitasi berhenti pada membayar sejumlah uang retribusi kepada pihak pengelola kebersihan maupun penyedia air bersih.
dan sanitasi di seluruh pelosok negeri. Program-program seperti penyediaan air baku, penyediaan air minum, sanitasi berbasis masyarakat, pengolahan sampah 3R, dan drainase berwawasan lingkungan telah lama dilakukan. Namun apa daya, kemampuan pendanaan pemerintah yang terbatas tanpa dukungan dari seluruh lapisan masyarakat akan mustahil tercapai. Padahal, sampah dan limbah yang dibuang adalah hasil produksi kita sendiri. Banyak dari kita masih menganggap urusan sanitasi berhenti pada membayar sejumlah uang retribusi kepada pihak pengelola kebersihan maupun penyedia air bersih. Padahal seiring waktu berjalan dan pertambahan jumlah penduduk juga semakin tinggi, terpikirkah bahwa pada saat ketersediaan air bersih semakin menipis, pohon-pohon habis ditebangi, sumber air yang ada telah tercemari dengan sampah dan limbah, dan saat itu kita baru tersadar lingkungan kita sudah hancur dan uang yang adapun
sudah tidak punya arti lagi. Bertepatan dengan diselenggarakannya Jambore Sanitasi tahun 2012 di Jakarta pada tanggal 18-25 Juni 2012 dengan tema “Peduli Sanitasi, Peduli Masa Depan Air”, mari jadikan acara ini sebagai momentum titik tolak untuk menerapkan sanitasi yang sehat dimanapun kita berada. Jika sanitasi kita baik, akan aman pula sumber air kita. Jika sumber air kita aman, maka akan tersedia pula air yang cukup bagi semua orang, saat ini dan untuk masa depan anak dan cucu kita. Mari kita lakukan perbaikan dari skala paling kecil di lingkungan kita dan lingkungan rumah masing-masing. Mari jadikan sanitasi urusan kita bersama, untuk kehidupan yang lebih baik, untuk kehidupan yang lebih sehat. *) Kepala Seksi Perencanaan, Subdit Perencanaan Teknis, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP), Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
31
inovasi
Pembangunan Sanitasi Indonesia
sAIIG Berikan AUD 40 juta Muhammad Reva Sastrodiningrat *)
Pelan tapi pasti, pembangunan sanitasi di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan perhatian besar pemerintah dalam hal peningkatan anggaran dan juga program terkait bidang sanitasi. Seperti kita ketahui, salah satu target MDGs tahun 2015 adalah meningkatkan pelayanan penduduk terhadap sanitasi yang layak secara nasional sebesar 62,41 % untuk melayani 154 juta jiwa. Saat ini baru 55,6% penduduk Indonesia yang memiliki akses yang layak. TPA regional Talu Melito
U
ntuk memenuhi rentang 6,81% tersebut, Pe merintah telah menunjukkan kepedulian melalui peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bidang sanitasi. Namun peningkatan alokasi pendanaan tersebut masih belum mampu untuk membiayai total kebutuhan yang ada, untuk itu diperlukan sumber dana lain dalam mencukupi kebutuhan dana tersebut. Saat ini Ditjen Cipta Karya telah merasakan banyaknya negara donor yang mulai tertarik untuk memberikan dukungannya pada sektor sanitasi di Indonesia. Salah satunya adalah Pemerintah Australia melalui AusAID yang akan memberikan bantuan kepada Pemerintah Indonesia untuk penyediaan infrastruktur bidang sanitasi melalui Program Hibah Infrastructure Enhancement Grant (IEG) Tahap II, atau dengan nama baru Australia Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation (sAIIG) senilai AUD 40 juta. Program ini merupakan kelanjutan Infrastructure Enhance ment Grants (IEG) tahap I yang telah dimulai pada tahun 20102011 dengan dana hibah sebesar AUD 5,6 juta yang diberikan kepada 22 kab./kota. Jika dilihat dari jumlah pendanaan yang
32
diberikan oleh Pemerintah Australia maka terdapat kurang lebih 7 kali peningkatan dari program sebelumnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa Pemerintah Australia memiliki keseriusan dalam memberikan dana hibah ini untuk meningkatkan infrastruktur di sektor Sanitasi. Program sAIIG ini merupakan pengembangan program IEG. Jika pada Program IEG, konsep yang dilaksanakan melalui me kanisme Performance Based untuk penyediaan infrastruktur sub sektor air limbah dan persampahan, maka pada program sAIIG ini akan dilakukan dengan konsep kinerja yang terukur (Output Based). Konsep ini dilakukan dengan cara menyalurkan dana hibah langsung ke kas daerah yang mana Pemerintah Daerah disyaratkan untuk melakukan investasi bidang sanitasi terlebih dahulu sampai dengan terjadinya pelayanan dan manfaat untuk masyarakat, baru kemudian digantikan oleh dana hibah. Dengan kata lain Hibah ini dimaksudkan sebagai dana peng ganti APBD yang telah digunakan untuk membiayai program sanitasi di masing-masing kabupaten/kota yang telah tercantum dalam dokumen Strategi Sanitasi Kab/Kota (SSK) dan Rencana
inovasi Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU Cipta Karya. Selain itu, bagi Kabupaten/kota yang sudah masuk ke dalam Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) maka akan diberi kesempatan pertama untuk dapat meraih dana hibah tersebut, karena dikategorikan sebagai kabupaten kota yang sudah mempunyai kepedulian akan sanitasi. Seperti disampaikan sebelumnya bahwa kriteria daerah penerima hibah ini diantaranya sudah memiliki SSK dan RPIJM. Selain itu Pemerintah Daerah telah memiliki rencana kompre hensif untuk kegiatan fisik pembangunan air limbah dan/atau persampahan tahun anggaran 2012-2014. Lebih dari itu, Pemda harus mengalokasikan dana APBD sesuai dengan kriteria hibah dan masih ada beberapa kriteria lagi yang harus dipenuhi. Namun dalam program sAIIG ini terdapat usulan kriteria tambahan, yang mempertimbangkan aspek Good Governance dan Kesetaraan Gender dalam menetapkan kabupaten/kota peserta hibah. Prinsip-prinsip Good Governance dalam pemilihan Kab/Kota penerima hibah ini diantaranya dinilai dengan mempertimbangkan aspek transparansi, partisipasi dan akuntabilitas seperti contoh pemerintah daerah dapat menciptakan kepercayaan timbal balik dengan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi serta Pemda telah mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat di setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan prinsip dari kesetaraan gender adalah dengan melibatkan anggota masyarakat baik laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan air limbah dan persampahan seperti proses perencanaan program, penyadaran publik tentang pengelolaan air limbah dan persampahan serta keterwakilan perempuan dalam pengelolaan program. Seluruh penetapan kriteria ini di maksudkan untuk lebih efektifnya penggunaan dana yang tersedia dan dengan indikator hasil yang lebih terukur, mengarah kepada pencapaian sasaran MDGs. Jenis kegiatan yang akan digantikan oleh dana Hibah ini adalah untuk sektor Air Limbah yaitu pembangunan sistem pengolahan air limbah terpusat skala lingkungan untuk 200-400 KK. Pekerjaan ini harus menghasilkan sistem yang lengkap, terdiri dari sambungan rumah, pipa air limbah, bak kontrol dan instalasi pengolahan. Selain itu, terdapat pula kegiatan pembangunan jaringan air limbah terpusat skala lingkungan untuk minimal 50 KK yang akan dihubungkan dengan sistem air limbah terpusat (offsite) yang sudah ada (skala kota). Sedangkan untuk sektor persampahan kegiatannya adalah pembangunan Stasiun Pembuangan Antara (SPA) yang terdiri dari hangar, luas minimal 20.000 m2, Pagar, Bak pengendap untuk lindi, sumur resapan, area parker dan mesin pemadat. Seluruh kegiatan dilaksanakan oleh SKPD sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan. Sedangkan terkait dengan besaran dana hibah yang akan digantikan tentunya ada mekanisme tersendiri yang tertuang dalam pedoman pengelolaan. Untuk pembangunan SPA adalah 50% yang telah disetujui oleh Appraisal Consultant secara tahunan
Permukiman di kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan
dari total biaya pembangunan. Sedangkan besaran dana hibah yang akan digantikan untuk sektor air limbah terdapat dua mekanisme. Pertama untuk pembangunan sistem pengolahan air limbah terpusat skala lingkungan adalah Rp 4.000.000/Sambungan Rumah dan untuk pembangunan jaringan air limbah terpusat skala lingkungan yang akan dihubungkan dengan sistem air limbah terpusat yang sudah ada (skala kota) adalah 3.000.000/ Sambungan Rumah. Namun kegiatan yang dibiayai dari DAK dan dana pendamping kegiatan yang bersumber dari hibah luar negeri/APBN tidak dapat digantikan oleh dana hibah ini. Saat ini Direktorat Jenderal Cipta Karya telah melakukan sosialisasi terhadap pedoman pengelolaan program sAIIG ini. Sosialisasi ini menjadi gong untuk memulai pelaksanaan program yang mengundang instansi pusat dan 95 Kab/Kota khususnya yang telah dan sedang menyusun SSK, memiliki RPIJM dan rawan sanitasi. Tujuan dari pelaksanaan sosialisasi ini adalah untuk penyampaian informasi kepada Pemerintah Daerah mengenai pedoman pengelolaan program sAIIG untuk pelaksanaan 20132014. Peserta dari Pemda yang hadir pada acara ini mencapai kurang lebih 80% dari undangan. Hal ini menunjukan bahwa Kab/Kota cukup serius dalam meningkatkan sektor sanitasi di daerah mereka. Harapan dari kegiatan sosialisasi ini adalah terdapat pemetaan atau identifikasi pemda yang potensial mendapatkan dana hibah sehingga mereka segera dapat menyampaikan surat minat beserta dokumendokumen yang disyaratkan dalam pedoman pengelolaan yang kemudian akan ditindaklanjuti oleh CPMU untuk segera diusulkan kepada Kementerian Keuangan. Pada akhirnya program ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui penyediaan prasarana bidang air limbah dan persampahan yang juga dapat menambah akses terhadap sistem pengelolaan air limbah dan persampahan serta mendorong pemerintah daerah agar bersedia meningkatkan alokasi dana yang selama ini dirasakan masih kurang kepada sektor sanitasi. *) Asisten Perencanaan CPMU Hibah Air Minum dan Sanitasi Tahap II
Edisi 6 4Tahun X4Juni 2012
33
seputar kita
31 Kabupaten/Kota Akan Mendapat Hibah Air Minum Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya kembali akan memberikan dana hibah sebesar US$ 10 juta kepada 31 Kabupaten/Kota. Sebanyak 11 kabupaten/kota saat ini telah selesai dilakukan baseline survey, sementara 20 yang lain dalam proses penyaringan minat dan penilaian dokumen. Hibah tersebut merupakan bantuan dari United States Agency for International Development (USAID) yang dilaksanakan melalui AusAID. Direktur Pengembangan Air Minum Danny Sutjiono me ngatakan, pelaksanaan program hibah air minum sama dengan sebelumnya, dimana pemda mengajukan minatnya untuk ke mudian dilakukan survey dan verifikasi. Hasil survey kemudian diserahkan ke Kemenkeu untuk mendapat persetujuan, setelah itu dilakukan pembangunan fisik lalu kemudian dilakukan pencairan dana hibah. “Untuk 11 kabupaten/kota saat ini proses baseline survey sudah selesai tinggal menunggu proses administrasinya saja dari Kemenkeu. Saya terima kasih kepada pemda yang telah sharing dana APBD dan juga membangun jaringan perpipaan,” kata Danny saat membuka Rapat Koordinasi Program Hibah.
Dirjen Cipta Karya Lantik Pejabat Eselon 4 Dirjen Cipta Karya Budi Yuwono melantik sembilan Pejabat Eselon 4 di lingkungan Ditjen Cipta Karya di Ruang Sapta Taruna Kementerian PU, Jumat (22/6). Pelantikan tersebut disaksikan oleh para Direktur dan juga Kasubdit di lingkungan Ditjen Cipta Karya. Pejabat yang dilantik adalah Heri Supriyanta sebagai Kepala Subbagian Ortala Setditjen Cipta Karya, Erry Gunawan sebagai Kepala Subbagian Perundang-undangan Setditjen, Dwi Kuryanto sebagai Kepala Seksi Teknik Air Minum Balai Teknik Air Minum dan Sanitasi Wilayah 1, Yuke Ratnawulan sebagai Kepala Seksi Rencana dan Kebijakan Subdit Jakstra Dit. Bina Program, Karmawan sebagai Kepala Subbagian Tata Usaha Dit. Bangkim, Muhammad Danial sebagai Kepala Seksi Perencanaan Subdit Rentek Dit. Bangkim, Laili Amanah sebagai Kepala Seksi Pembinaan dan Fasilitasi Subdit Pengaturan dan Pembinaan Kelembagaan Dit Bangkim, Astriana Harjati sebagai Kepala Seksi Wilayah 1A Subdit Peningkatan Permukiman Dit. Bangkim, Bobby Ali Azhari sebagai Kepala Seksi Wilayah II A Subdit Wilayah II Dit. PBL.
Kemen PU Selenggarakan Hari Bersepeda Ke Kantor Kantor Kementerian Pekerjaan Umum tampak lengang, tidak ada satupun kendaraan bermotor kelihatan di tempat parkir. Pada Jumat (8/6), Kementerian Pekerjaan Umum menyelenggarakan Hari Bersepeda ke Kantor atau Bike n Walk dalam rangka mendukung gerakan hemat BBM. Semua pegawai tak terkecuali pejabat tidak boleh membawa kendaraan bermotor ke kantor. Sebagai gantinya, semua pegawai menggunakan sepeda dan juga berjalan kaki menuju
34
ke kantor. Acara Bike n Walk kementerian PU ini diawali dengan bersepeda bersama seluruh pegawai mengelilingi Kantor Kementerian Perkerjaan Umum yang dilanjutkan dengan senam bersama dan juga pembukaan Pekan Olahraga PU dalam rangka HUT RI ke 67. Hadir dalam acara teresebut Wamen PU Hermanto Dardak, Ibu Lies Djoko Kirmanto serta para pejabat di Kementerian PU.
Kunjungi Kami di
Website : http://ciptakarya.pu.go.id
Twitter : @ditjenck
Citizen Journalism Cipta K arya Cerita adalah semangat. Mak a perlu sebuah rumah untuk menampungnya. Tulislah kisah perjalanan yang sudah membuka mata Anda, berbagilah dengan yang lain untuk memperkaya makna. Jurnalisme Warga Cipta Karya siap menampung kisah Anda lewat kata-kata dan karya foto. http://ciptakarya.pu.go.id/jurnalisme