PREFERENSI PAKAN IMAGO Aulacophora indica (Gmelin) (COLEOPTERA: CHRYSOMELIDAE) TERHADAP EMPAT JENIS TANAMAN CUCURBITACEAE
EFY SARCE TIVEN
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK EFY SARCE TIVEN. Preferensi Pakan Imago Aulacophora indica (Gmelin) (Coleoptera: Chrysomelidae) terhadap Empat Jenis Tanaman Cucurbitaceae. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA. Kumbang Aulacophora indica (Gmelin) merupakan hama penting tanaman family Cucurbitaceae. Kerusakan tanaman sangat dipengaruhi oleh pola pemilihan pakan dan konsumsi kumbang A. indica pada daun. Penelitian ini bertujuan untuk menguji preferensi pakan imago A. indica pada empat jenis tanaman famili Cucurbitaceae yaitu mentimun (Cucumis sativus), paria (Momordica charantia), oyong (Luffa acutangula), dan labu siam (Sechium edule), pengamatan pengelompokan kumbang A. indica terhadap empat jenis tanaman famili Cucurbitaceae, mengetahui jenis inang yang lebih disukai, menguji kemampuan makan pada inang yang disukai, waktu dan lama kopulasi kumbang A. indica, waktu peletakan telur dan jumlah telur yang diletakan, serta mengamati perilaku bertengger saat makan. Luas area kerusakan daun uji preferensi diukur selama 5 hari sedangkan uji perilaku makan imago kumbang A. indica berpasangan, betina dan jantan pada mentimun diukur selama 7 minggu. Hasil uji preferensi kumbang A. indica terhadap mentimun, paria, oyong, dan labu siam menunjukan bahwa kumbang A. indica lebih menyukai mentimun. Pengelompokan dan luas kerusakan daun oleh kumbang A. indica pada mentimun di dalam dan di luar ruangan sebesar 83.53% dan 77.03%, 1608.00 mm2 dan 2732.40 mm2. Jumlah konsumsi kumbang A. indica berpasangan, betina dan jantan pada daun mentimun berkisar dari 154.44 sampai 309.86 mm2/hari, 33.27 sampai 70.50 mm2/hari, dan 27.76 sampai 46.16 mm2/hari. Waktu kopulasi kumbang A. indica berkisar antara pukul 06:00 sampai 17:30 WIB sedangkan lama kopulasi kumbang A. indica berfluktuasi antara 322.00 sampai 814.70 menit/minggu. Waktu peletakan telur oleh kumbang A. indica terjadi di antara pukul 09:30 sampai 14:25 WIB. Jumlah telur yang diletakan setelah imago berkopulasi adalah 51 sampai 64 butir/hari. Perilaku bertengger kumbang A. indica baik betina maupun jantan saat makan, cenderung berada di permukaan atas daun. Kata kunci: Preferensi pakan, Cucurbitaceae.
kemampuan
makan,
Aulacophora
indica,
ABSTRACT EFY SARCE TIVEN. Food Preference of the Adult Aulacophora indica (Gmelin) (Coleoptera: Chrysomelidae) on Four Cucurbitaceae Crops. Supervised by ENDANG SRI RATNA. Aulacophora indica (Gmelin) is an important beetle attacking on Cucurbitaceae plants. Damage to plants is strongly influenced by the food selection and consumption patterns on leaves. This study aims to examine the feeding preferences of adult A. indica on four types of Cucurbitaceae host plants, namely cucumber (Cucumis sativus), pariah (Momordica charantia), squash (Luffa acutangula), and chayote (Sechium edule); to observe beetles grouping on four types of plants above; to evaluate the behavior of feeding, the concumption capability on preferred food, and the perching behavior during feeding; to count the time and duration of beetles copulation, the timing of oviposition and the number of eggs laid. The food treatments were given to paired adults, separate females, and males beetles in situ. The areal leaf damage was measured everyday. The preference test was conducted for 5 days, while the feeding behavior was observed until 7 weeks after treatments. Results of this experiment showed that the beetles chose a cucumber as a host plant. Area of cucumber leaf consumption by the beetles was 1608.00 mm2 and 2732.40 mm2 inside and outside the laboratory room, respectively. Beetles tended to be more colonized on the upper rather than the lower surfaces of cucumber leaf were 83.53% and 77.03%, respectively. Total consumption of paired A. indica, females and males on cucumber leaves ranged 154.44 to 309.86 mm2/day, 33.27 to 70.50 mm2/day and 27.76 to 46.16 mm2/day. The copulation time of A. indica was occurred between 06:00 am to 05:30 pm. The copulation period spent was 46.00 to 118.54 minutes/day. The females prefered laying eggs in a midday, mostly between 09.30 am to 02.25 pm. Each female laid 51 to 64 eggs/day. The beetles A. indica prefered a cucumber as a host plant and fed optimally on cucumber leaf and could successfully produced eggs during experiment. Key words: Feeding preferences, ability to eat, adult of Aulacophora indica, Cucurbitaceae.
PREFERENSI PAKAN IMAGO Aulacophora indica (Gmelin) (COLEOPTERA: CHRYSOMELIDAE) TERHADAP EMPAT JENIS TANAMAN CUCURBITACEAE
EFY SARCE TIVEN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
Judul Skripsi
Nama NIM
: Preferensi Pakan Imago Aulacophora indica (Gmelin) (Coleoptera: Chrysomelidae) terhadap Empat Jenis Tanaman Cucurbitaceae. : Efy Sarce Tiven : A34080103
Disetujui oleh
Endang Sri Ratna, Ph.D. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA Puji syukur ke hadlirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan limpahan rahmah dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Preferensi Pakan Imago Aulacophora indica (Gmelin) (Coleoptera: Chrysomelidae) terhadap Empat Jenis Tanaman Cucurbitaceae” sebagai salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian. Pembuatan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, masukan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan tanpa batas kepada: 1. Endang Sri Ratna, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran dan keihklasan berbagi ilmu pengetahuan untuk memberikan bimbingan dan pengarahan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr., selaku dosen penguji tamu dan dosen pembimbing akademik yang telah memberi masukan serta saran. 3. Kepala Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga IPB Bogor, Ir. Djoko Prijono, M.Agr.Sc. yang telah memfasilitasi kelancaran proses penelitian. 4. Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang telah membiayai kuliah dan kebutuhan selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 5. Kepada keluarga tercinta khususnya kedua orang tua tercinta, ayah Pieter Tiven dan ibu Paulina Borolla serta saudara-saudara tersayang Chalasina Violend Tiven, SE, Edy Eduard Tiven, S.Kom, dan Daniel Tiven yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis. 6. Bapak Agus Sudrajat dan bapak Karto yang telah membantu dalam kelancaran penyedian tempat, alat penelitian dan pustaka skripsi. 7. Rekan kerja di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Eka Chandra Lina, M.Si, Risnawati, SP., Yeni Midle, SP., Gusti Indriani, SP., Trijanti SP., Gracia Mediana, Anissa Nur Fajrina, dan M. Sigit Susanto, sebagai teman berbagi informasi dan membatu dalam proses penelitian. 8. Kepada seluruh teman seperjuangan mahasiswa angkatan 45 dan 46 Departemen Proteksi Tanaman IPB Bogor. Tiada kata yang dapat penulis ucapkan selain doa dan rasa syukur. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya. Amin.
Bogor, September 2013 Efy Sarce Tiven
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 4 Tempat dan Waktu Penelitian 4 Kumbang Uji A. indica 4 Pengujian Preferensi Pakan Imago A. indica 4 Pengujian Perilaku Makan Imago A. indica 4 Perbanyakan Tanaman Pakan 4 Uji Perilaku Makan 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Preferensi Pakan Kumbang A. indica 6 Perilaku Makan Kumbang A. indica 7 Persentase Posisi Makan Kumbang A. indica pada Daun Pakan Mentimun 9 SIMPULAN DAN SARAN 12 DAFTAR PUSTAKA 13 LAMPIRAN 16 RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL 6 1 Pengelompokan dan luas kerusakan daun oleh kumbang A. indica 2 Lama hidup imago kumbang A. indica berpasangan dan individu 9 3 Pengamatan waktu peletakan telur dan jumlah telur yang diletakan saat ♂ & ♀ digabung dan setelah ♂ & ♀ dipisah oleh kumbang A. indica 11
DAFTAR GAMBAR 1 Rerata luas daun yang dimakan (mm2) per minggu oleh imago A. indica pada inang mentimun 8 2 Presentase posisi bertengger kumbang A. indica saat makan pada pakan mentimun 9 3 Rerata lama kopulasi (menit) per minggu oleh imago A. indica 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 Pengelompokkan A. indica di dalam dan di luar ruangan laboratorium 17 2 Rerata jumlah komsumsi kumbang A. indica berpasangan serta individu betina 18 dan jantan per hari 3 Presentasr posisi bertengger kumbang A. indica di permukaan daun dan di luar permukaan daun 19 4 Rerata lama kopulasi kumbang A. indica per hari 20
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman famili Cucurbitaceae memiliki 118 genus dan 825 spesies (Bates et al. 1990) namun Crase (2011) melaporkan bahwa famili Cucurbitaceae mencakup 120 genus dan 900 spesies yang tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika, Asia, Australia, dan Amerika. Banyak diantara genus famili ini yang merupakan tanaman bernilai ekonomi penting, terutama yang dari genus Cucurbita, Cucumis, Citrullus, Momordica, Sechium, Lagenaria, dan Luffa (Bates et al. 1990) seperti dari spesies tanaman semangka (Citrullus lanatus), mentimun (Cucumis sativus), melon (Cucumis melo), squash (Cucurbita pepo), labu besar (Cucurbita maxima), paria (Momordica charantia), labu siam (Sechium edule), waluh (Cucurbita moschata), oyong (Luffa acutangula), labu air (Legenaria leucantha), beligo (Benincasa hispida), dan paria belut (Trichosanthes anguina) (Tjitrosoepomo 2002). Beberapa anggota dari famili tanaman ini banyak digunakan sebagai bahan makanan termasuk tanaman sayur (Deyo dan O’Malley 2008), selain itu dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Paul dan Raychaudhuri 2010; Chowdhury et al. 2012; Velmurugan et al. 2011). Di Sri Lanka, oyong Luffa cylindrica kurang dimanfaatkan sebagai sayuran tetapi banyak digunakan untuk perawatan kulit (Silvia et al. 2012). Tanaman famili Cucurbitaceae memiliki banyak manfaat. Menurut Paul dan Raychaudhuri (2010) paria (M. charantia) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, karena dapat digunakan sebagai tanaman obat. Sifat tanaman obat yang terkandung dalam tanaman ini adalah antimikroba, antihelminthic, antikanker, antimutagenik, antitumor, antifertilitas, antidiabetes. Di antara berbagai sifat ini, kandungan antidiabetes yang terdapat pada paria merupakan hal terpenting bagi manusia dan hewan (Paul dan Raychaudhuri 2010). Penelitian lain dari ekstrak paria berhasil membuktikan adanya efek penghambatan terhadap perkecambahan spora fungi patogenik, efek antimikroba, antimutagenik, tetapi tidak menunjukan antimalaria (Nguyen, Widodo 1999). Oyong (L.cylindrical) merupakan tanaman subtropis yang memiliki sifat antihelmentic, analgesik, dan antimikroba. Selain itu dapat juga digunakan untuk mengatasi penyakit demam, sifilis, tumor, bronkitis, splenopathy dan kusta (Velmurugan et al. 2011). Menurut Astawan (2008) pada mentimun terdapat senyawa kukurbitasin, yang memiliki aktifitas antitumor, selain itu dalam biji mentimun terdapat senyawa Conjugated Linoleic Acid (CLA) yang bersifat sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan tubuh akibat radikal bebas. Labu siam merupakan tanaman sayuran dataran tinggi yang telah lama dikenal petani di Indonesia selain bawang putih, kubis, sawi, wortel, lobak, dan tomat (Lingga 2001). Labu siam (S. edule) merupakan salah satu tanaman paling populer di Amerika Latin yang dibudidayakan di seluruh dunia, di iklim tropis dan subtropis (Newstrom 1991) begitupun melon (C. melo) dan mentimun (C. sativus) (Renner et al. 2007). Di Indonesia, mentimun merupakan salah tanaman cucurbitaceae yang paling banyak dibudidayakan (Sumpena 2001). Mentimun banyak dibudidayakan karena merupakan salah satu buah yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia baik dalam bentuk konsumsi segar (slicing) dan bahan dasar
2 acar atau asinan (pickling) (Faruqi 2011) maupun sebagai bahan industri kosmetika dan obat- obatan (Sumpena 2001). Di Indonesia, produksi mentimun terus menurun sejak tahun 2009 hingga 2012, yaitu dari 583 139 ton menjadi 512 556 ton (BPS 2012). Penurunan produksi tanaman dapat diakibatkan oleh berbagai faktor di antaranya teknologi yang tidak tepat guna saat melakukan budidaya tanaman (Faruqi 2011). Penurunan produksi mentimun juga dapat disebabkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman. Tingkat kerugian hasil panen bervariasi dari 30% sampai 100%, bergantung pada varietas tanaman dan musim tanam (Dhillon et al. 2005). Kegagalan panen mentimun dilaporkan terjadi akibat perusakan tanaman oleh kumbang pemakan daun Aulacophora indica (Gmelin) (= A. similis (Olivier)) dan A. coffeae (Hornstedt) di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Prabowo 2009). Menurut Tarno (2003) kerusakan terbesar mencapai 25% dan terjadi pada populasi 15 ekor per tanaman. Persentase kerusakan daun tertinggi terjadi pada umur tanaman mencapai 7 sampai 13 hari setelah tanaman (HST), saat kerusakan mencapai 17%. Pada umur tanaman 25 HST kerusakan mengalami penurunan menjadi 4% dan mengalami peningkatan kembali pada umur 45 dan 65 HST, peningkatan mencapai 5% dan 7%. Persentase kehilangan hasil ekonomi yang disebabkan oleh A. indica mencapai 21.76% pada jumlah tanaman terserang yang mencapai 54,47%. Menurut Prabowo (2009), hama utama di pertanaman Cucurbitaceae adalah kumbang Aulacophora sp. dengan nama lokal di daerah Jawa Barat disebut otengoteng. Persebaran hama ini meliputi kawasan Asia Tenggara dan Asia-Pasifik (Kalshoven 1981). Selain menjadi hama A. indica juga dapat menjadi vektor pembawa penyakit. Di Amerika bakteri Erwinia tracheiphila yang menyebabkan penyakit layu bakteri pada tanaman Cucurbitaceae dapat ditularkan dengan perantara kumbang daun Acalymma vittatum (F.) (Coleoptera: Chrysomelidae) dan Diabrotica undecipunctata howardi (Barber) (Coleoptera: Chrysomelidae) (Sasu et al. 2010; CABI 2007) sedangkan di Indonesia penyakit layu bakteri ditularkan dengan perantara kumbang A. indica (Prabowo 2009). Menurut Chanthy et al. (2010) kumbang A. indica merusak tanaman mentimun dengan dua cara, yaitu imago memakan daun dan bunga dengan membuat lubang semisirkuler serta larva menyerang akar tanaman. Serangan larva dalam jumlah besar dapat mematikan tanaman, dan biasanya terjadi pada area yang ditanami satu varietas yang sama secara terus menerus tanpa adanya rotasi dengan tanaman yang bukan inang. Gejala yang ditimbulkan adalah tanaman yang terserang menjadi layu karena jaringan akarnya dimakan larva dan daunnya berlubang dimakan kumbang. Kerusakan pada fase perkecambahan dapat mengakibatkan daun muda terlambat muncul, bahkan pada tinggkat kerusakan yang parah dapat mengakibatkan kematian kecambah. Walaupun daun muda muncul, tetap akan mengakibatkan keterlambatan dalam pertumbuhannya. Kerusakan pada bunga sangat berpengaruh terhadap produsksi benih. Hal ini karena kualitas dan kuantitas pollen menjadi rendah sehingga dapat mengurangi efektivitas polinasi dan mengakibatkan rendahnya biji yang terbentuk (Dhillon dan Wehner, 1991). Kerusakan tanaman dapat dipengaruhi oleh kemampuan makan kumbang A. indica yang sangat bergantung pada jenis tanaman serta kualitas dan kuantitas nutrisi pakan. Nutrisi yang dikonsumsi oleh serangga akan berpengaruh terhadap
3 pertumbuhan dan perkembangan larva, serta perkembangan organ reproduksi imago, termasuk perkembangan dan proses pematangan telur (Nation 2001). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian kemampuan makan A. indica pada beberapa tanaman Curcubitaceae dan pengaruh makan terhadap pertumbuhan dan perkembangan larva, serta lama hidup dan keperidian imago. Larva A. indica menyerang akar sedangkan imago A. indica memakan daun tanaman, hal ini menyebabkan penurunan produktivitas tanaman cucurbitaceae, sehingga kemampuan makan kumbang A. indica turut mempengaruhi tingkat kerusakan tanaman yang diakibatkan oleh larva dan imago A. indica (Tuismiwati 1995; Tsatsia and Grahame 2011) tetapi kualitas dan kuantitas nutrisi pakan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap pertumbuhan organ reproduksi, perkembangan, dan pematangan telur (Nation 2001). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap kemampuan makan A. indica pada beberapa tanaman curcubitaceae serta perkembangan kumbang A. indica setiap hari. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji preferensi pakan melalui pengelompokan dan besaran luas daun yang dimakan oleh imago A. indica pada empat jenis tanaman famili Cucurbitaceae yaitu mentimun (C. sativus), paria (M. charantia), oyong (L. acutangula), dan labu siam (S. edule); mengamati kemampuan makan pada inang yang disukai, perilaku bertengger saat makan, waktu kopulasi, lama kopulasi, waktu peletakan telur, jumlah telur yang diletakan dan lama hidup imago. Manfaat Penelitian Informasi hasil penelitian tentang tingkat kemampuan makan, inang yang lebih disukai dan posisi saat makan, diharapkan dapat membantu meramalkan potensi kerusakan daun tanaman yang ditimbulkan oleh A. indica pada beberapa tanaman Curcubitaceae terpilih. Informasi ini bermanfaat dalam membantu pengendalian serangan hama A. indica secara dini oleh petani di lapangan.
4
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lahan pertanaman mentimun petani di Desa Babakan Raya, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, dari April sampai Agustus 2013. Kumbang Uji A. indica Kumbang A. indica yang digunakan adalah imago yang dikoleksi dari Kampung Hulurawa, Desa Bantar Sari, RT 03 RW 05, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Imago yang diambil adalah imago yang masih muda, dengan ciri warna integumen yang masih pucat dan belum kawin. Dua kelompok kumbang digunakan pada percobaan ini, yaitu sebagian imago kumbang langsung digunakan untuk pengujian preferensi pakan dan sebagian lain dipelihara lebih lanjut untuk pengujian perilaku makan. Kumbang dipelihara di dalam sebuah kurungan kasa plastik berukuran 21 cm x 21 cm x 30 cm. Pemeliharaan dilakukan dengan cara memberi pakan daun tanaman inang dan tanah sebagai media peletakan telur. Pengujian Preferensi Pakan Imago A. indica Pengujian preferensi makan menggunakan metode pilihan (choice method). Pengujian ini dilakukan dengan dua cara yaitu perlakuan di luar dan di dalam ruangan laboratorium. Imago A. indica sebanyak 30 ekor (15 ♀ dan 15 ♂) dimasukkan ke dalam kurungan berkerangka besi berukuran 60 cm x 30 cm x 30 cm, dan diberi pakan daun mentimun, paria, oyong, dan labu siam. Setiap 5 helai daun pakan dikelompokkan, diikat menjadi satu pada bagian tangkainya yang dibalut kapas basah dan masing-masing diletakkan di dalam wadah plastik berukuran diameter 12 cm, tinggi 9 cm. Pengelompokan kumbang dan luas kerusakan daun akibat gerigitan imago diamati setiap hari, selama 5 hari berturutturut. Penggantian pakan dilakukan setiap hari pada saat pengamatan dan peletakan kembali setiap wadah masing-masing pakan di dalam kurungan diacak. Jumlah kumbang yang berkelompok pada setiap pakan dihitung dan pengelompokan diamati selama 5 periode pengamatan, yaitu pukul 07:00, 10:00, 13:00, 16:00, dan 19:00 WIB. Luas kerusakan daun diukur dengan cara menghitung luasan areal lubang sisa gerigitan di atas kertas milimeter blok. Pengujian Perilaku Makan Imago A. indica Perbanyakan Tanaman Pakan Tanaman mentimun campuran varietas ‘Mulan’ dan ‘Venus’ diperbanyak di lahan pertanaman petani di lapangan. Benih mentimun disemai terlebih dahulu pada nampan berisi tanah dan pupuk kandang. Bibit yang berumur 8 sampai 12 hari dipindahkan ke dalam plastik polybag berukuran 30 cm x 30 cm yang berisi media tanam yang juga terdiri atas tanah dan pupuk kandang. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman 2 kali sehari, pemupukan, dan penyiangan gulma. Selama pemeliharaan, tanaman tidak disemprot dengan pestisida. Pengendalian
5 hama secara mekanis dilakukan sebaik-baiknya untuk keberhasilan pertumbuhan tanaman dalam mencukupi stok sediaan daun pakan maupun daun perlakuan. Penanaman mentimun ini dilakukan di lahan pertanian petani di Desa Babakan Raya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Uji Perilaku Makan Pada percobaan ini, kumbang A. indica diujikan dalam 3 kelompok pengujian, yaitu perlakuan imago berpasangan, imago betina dan jantan tunggal. Sepasang imago A. indica diambil dari stok pemeliharan dan dipindahkan ke dalam gelas plastik berdiameter 9 cm dan tinggi 11 cm yang dialasi tanah lembap sebagai media peletakan telur dan dilengkapi sehelai daun pakan. Daun pakan uji dipetik dari tanaman berumur 2 bulan yang pangkal tangkainya dibalut kapas basah untuk menjaga daun tetap segar dan tanah tetap lembap. Sebelum diberikan, daun pakan dicuci terlebih dahulu pada air yang mengalir. Gelas tersebut ditutup kurungan silinder plastik berdiameter 9 cm dan tinggi 25 cm, beratapkan kain kasa. Pada pengujian tunggal, masing-masing individu imago jantan maupun betina diberi perlakuan pakan sama seperti uji perilaku makan imago berpasangan, namun kurungan tidak dilengkapi media tanah. Pakan dibiarkan selama 24 jam. Setiap perlakuan diulang 10 kali. Daun yang telah digerigiti oleh imago diambil dari kurungan untuk diamati dan diukur besaran kerusakannya, kemudian diganti daun baru setiap hari. Luasan kerusakan daun diukur dengan cara seperti pengujian preferensi pakan di atas dan dihitung setiap hari mulai hari pertama pengukuran daun hingga 7 minggu perlakuan. Bersamaan dengan pengamatan luas kerusakan daun, perilaku serangga bertengger saat makan, baik yang berada di permukaan atas maupun di bawah permukan daun dicatat. Pengamatan dilakukan pada pukul 10:00 sampai 13:00. Persentase preferensi bertengger imago dihitung dengan rumus: na PS = x 100% na + nb + nc PS = persentase posisi serangga bertengger (%) na = jumlah imago yang bertengger di permukaan atas daun (indiviu) nb = jumlah imago yang bertengger di permukaan bawah daun (individu) nc = jumlah imago yang tidak bertengger di daun (individu) Pada perlakuan imago berpasangan, dilakukan pengumpulan data tambahan saat pengamatan, yaitu waktu kopulasi, lama kopulasi kumbang, waktu peletakan telur, jumlah telur yang diletakkan oleh betina dan lama hidup imago kumbang A. indica.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Preferensi Pakan Kumbang A. indica Hasil percobaan menunjukkan bahwa pengelompokan kumbang A. indica nyata tertinggi pada daun mentimun dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya daun oyong, paria, dan labu siam, baik di dalam maupun di luar ruangan berturut turut sebesar 83.5% dan 77%. Sebaliknya, pengelompokan kumbang terendah masing-masing tidak berbeda nyata terjadi pada tiga kelompok tersebut yang berkisar dari 3.3% sampai 9.6% (Tabel 1). Hasil pengamatan yang dilakukan sejak pukul 07:00 sampai 19:00 WIB, menunjukkan bahwa pengelompokan kumbang paling banyak terjadi pada pukul 10:00 sampai 13:00, baik perlakuan di dalam maupun di luar ruangan (Lampiran 1). Preferensi kumbang A. indica dalam memilih tanaman inang memerlukan proses yang dilewati dalam lima tahap, yaitu penemuan habitat inang, penemuan inang, pengenalan inang, penerimaan inang, dan kesesuaian inang (Chapman 1995). Empat tahap pertama proses pemilihan inang berkaitan dengan perilaku serangga sebelum makan, sedangkan tahap terakhir melibatkan proses fisiologi setelah makanan dicerna yang akhirnya menentukan kesesuaian pakan tersebut bagi pertumbuhan dan perkembangan serangga. Hasil perilaku pemilihan inang akan mempengaruhi perilaku makan yang berpotensi dalam menentukan kerusakan tanaman. Luasan kerusakan daun yang dimakan oleh A. indica pada daun mentimun terbesar dibandingkan dengan daun tanaman lainnya baik di dalam maupun di luar ruangan yang mencapai 1608 dan 2732.4 mm2/hari/30 ekor. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan kesukaan inang pada daun mentimun relatif berkorelasi dengan besaran kerusakan pakan. Menurut Chapman (1995), serangga akan mengkonsumsi makanan pada inang yang sesuai dan apabila hinggap pada tanaman yang tidak disukai atau tidak sesuai, serangga tidak memiliki pilihan dan terpaksa makan sedikit atau tidak makan sama sekali. Tabel 1 Pengelompokan dan luas kerusakan daun oleh kumbang A. indica Luas kerusakan daun Pengelompokan serangga (%) (mm2/hari/30 ekor) Perlakuan Dalam ruangan Luar ruangan Dalam ruangan Luar ruangan Mentimun 83.53 a 77.03 a 1608.00 a 2732.40 a Oyong 3.27 b 5.96 b 34.20 c 54.60 b Paria 5.00 b 9.59 b 4.00 c 6.20 b Labu Siam 8.20 b 7.42 b 206.60 b 121.40 b a
Nilai rerata yang memiliki huruf kecil yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT α = 5%.
Suhu dan kelembapan lingkungan juga dapat berpengaruh terhadap luas kerusakan daun. Sinha dan Krisna (1970) menjelaskan, pada suhu 27 °C aktivitas makan kumbang Aulacophora sp. berkembang pesat. Suhu saat perlakuan berkisar dari 26 sampai 28 °C dengan kelembapan 85% sampai 87%. Menurut Koesmaryono (1991), kisaran kelembapan udara optimum untuk pertumbuhan dan aktivitas serangga berkisar antara 73% sampai 100%. Hal ini menunjukan
7 bahwa tingginya luas kerusakan daun oleh kumbang A. indica merupakan nilai optimal pada kondisi yang menguntungkan dengan kisaran suhu dan kelembapan ruangan percobaan yang mendukung aktivitas makan dan perkembangannya. Senyawa yang terkandung dalam mentimun juga ikut mempengaruhi tinggi kerusakannya. Menurut Barrett dan Agrawal (2004), kandungan cucurbitacin, sejenis senyawa kimia yang menimbulkan rasa pahit ini, menyebabkan larva dan imago lebih menyukai tanaman mentimun karena lebih menyukai tanaman pahit (kandungan cucurbitacin tinggi). Daun tanaman lain yang memiliki kerusakan tinggi, yaitu labu siam dengan luas kerusakan mencapai 206.60 mm2 di dalam ruangan, sedangkan di luar ruangan kerusakan daun labu siam tidak berbeda nyata pada daun paria dan oyong (Tabel 1). Daun paria mengalami kerusakan yang paling rendah, hal ini dapat terjadi karena daun paria bukan merupakan inang yang sesuai dengan kumbang A. indica dan daun paria memiliki ketahanan terhadap kumbang A. indica. Ketahanan tanaman adalah sifat-sifat tanaman yang dapat diturunkan dan dapat mempengaruhi tingkat kerusakan oleh serangga seperti, antixenosis yang merupakan mekanisme ketahanan yang dimiliki oleh tanaman untuk terhindar dari investasi serangga atau mengurangi kolonisasi serangga, sehingga tanaman tidak dipilih untuk tempat bertelur, tempat makan, atau tempat hidupnya (Panda dan Khush 1995; Hegedus et al. 2002). Tanaman juga secara alami mempunyai sistem pertahanan untuk mempertahankan dirinya dari serangan serangga tertentu, seperti keberadaan rambut-rambut (trichome dan glandular trichome) potensial untuk memerangkap serangga, lapisan lilin dapat menghalangi proses kolonisasi, bahan kimia metabolit sekunder pada jaringan tanaman, seperti fenol, steroid, dan terpenoid, pada kadar tertentu dapat menghalangi serangan serangga tertentu (Speight et al. 1999). Steroid merupakan salah satu senyawa sekunder yang dimiliki paria (Paul dan Raychaudhuri 2010), sehingga menyebabkan kumbang A. indica sangat sedikit berkelompok dan mengonsumsi daun paria. Perilaku Makan Kumbang A. indica Hasil pemberian pakan daun mentimun yang diberikan pada tiga perlakuan kumbang A. indica, yaitu imago berpasangan, imago betina tunggal, dan imago jantan tunggal selama 7 minggu berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 1. Pola konsumsi imago berpasangan cenderung lebih tinggi dan berfluktuasi dibandingkan dengan kedua perlakuan lainnya, walaupun pola tersebut perlahanlahan menurun seiring dengan pertambahan umur kumbang. Sebaliknya pola konsumsi perlakuan tunggal tampak mendatar selama perlakuan. Jumlah konsumsi imago A. indica yang berpasangan berkisar dari 540.5 sampai 1 084.5 mm2/ekor/minggu, dengan rerata berkisar 77.2 sampai 154.9 mm2/ekor/hari (Lampiran 2). Jumlah konsumsi imago betina dan jantan berturut-turut berkisar dari 232.9 sampai 493.5 mm2/ekor/minggu dan 181.9 sampai 323.1 mm2/ekor/minggu, dengan rerata berkisar dari 33.3 sampai 70.5 mm2 dan 26 sampai 46.2 mm2/ekor/hari (Lampiran 2). Luas daun yang dimakan oleh imago betina dan jantan hampir sama, namun tingkat konsumsi imago betina lebih tinggi. Imago betina lebih banyak makan karena membutuhkan energi yang lebih banyak dari imago jantan untuk proses reproduksi, terutama untuk aktivitas kopulasi dan pembentukan telur. Jika luasan makan imago betina dan jantan digabungkan, luas
8 makan serangga yang berpasangan dan melakukan kopulasi relatif masih lebih banyak melakukan aktivitas makan. Hal ini membuktikan bahwa imago yang melakukan aktivitas kopulasi memerlukan energi yang lebih banyak daripada imago yang tidak melakukan aktivitas kopulasi, sehingga aktivitas makan imago yang berpasangan dan melakukan kopulasi lebih tinggi dibandingkan dengan imago jantan dan betina yang dipisah dan tidak melakukan akitivitas kopulasi. Nutrisi yang dikonsumsi oleh serangga diperlukan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan larva, serta perkembangan organ reproduksi imago, termasuk perkembangan dan proses pematangan telur (Chapman 1995; Nation 2001).
Gambar 1 Rerata luas daun yang dimakan (mm2) per ekor per minggu oleh imago A. indica pada inang mentimun Pada Gambar 1 diperoleh fenomena penurunan aktivitas makan yang diduga berkaitan dengan penambahan umur atau penuaan imago. Lama hidup imago kumbang ditunjukkan pada Tabel 2. Rerata lama hidup imago betina baik yang berpasangan maupun tunggal (83.7 sampai 96.8 hari) relatif lebih panjang dibandingkan jantan (77.9 sampai 81.1 hari). Lama hidup imago dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan di sekitarnya. Menurut Mavi dan Tupper (2004), serangga merupakan spesies poikilotermal yang suhu tubuhnya bergantung pada suhu udara lingkungan sekitar, yang akan mempengaruhi proses metabolisme serangga. Aktivitas serangga akan lebih cepat dan efisien pada suhu tinggi, namun akan mengurangi lama hidup serangga. Suhu optimal atau suhu yang tidak ekstrim dan konstan saat perlakuan juga dapat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap lama hidup kumbang A. indica. Hasil percobaan menunjukkan bahwa lama hidup imago dapat mencapai lebih dari 12 minggu baik imago betina maupun jantan, sedangkan menurut Kalshoven (1981), lama hidup kumbang A. indica tercatat hanya 6 minggu. Lingkungan ekstrim juga tidak dialami oleh imago sama seperti di habitat alami sehingga kemampuan bertahan hidup menjadi lebih meningkat. Menurut Mavi dan Tupper (2004) intensitas cahaya turut mempengaruhi umur imago, karena meningkatnya intensitas cahaya dapat mempercepat kedewasaan serangga dan mempersingkat umur imagonya, namun saat perlakuan, imago dipelihara di dalam ruangan sehingga tidak
9 mengalami terpaan intensitas cahaya yang tinggi yang membantu kemampuan bertahan hidup imago A. indica. Tabel 2 Lama hidup imago kumbang A. indica berpasangan dan individu Lama hidup imago (hari) Ulangan Berpasangan Individu Jantan Betina Jantan Betina 1 78 93 83 92 2 73 85 79 86 3 79 83 93 103 4 96 101 85 90 5 92 103 79 89 6 50 41 76 92 7 82 76 85 100 8 72 83 78 105 9 74 81 82 105 10 83 91 71 106 Rerata 77.9 83.7 81.1 96.8 Persentase Posisi Makan Kumbang A. indica pada Daun Pakan Mentimun Posisi bertengger kumbang A. indica pada daun dapat memberi informasi kebiasaan hidup dan perilaku kumbang saat makan ditunjukkan pada Gambar 2. Persentase posisi bertengger imago betina dan jantan berpasangan pada saat pengamatan umumnya berada di permukaan atas daun berturut-turut sebesar 48.33% dan 46.65% cenderung lebih tinggi dibandingkan di permukaan bawah daun 20.29% dan 21.97%, sedangkan sisanya berkeliaran di luar daun di dalam kurungan percobaan (Lampiran 3). Hasil yang hampir sama ditunjukkan pada posisi bertengger individu betina dan jantan tunggal yang keduanya lebih tinggi berada di permukaan atas daun sebesar 46.12% dan 45.71% dibandingkan dengan di permukaan bawah daun 25.93% dan 29.39%. Hal ini menunjukan bahwa kumbang A. indica betina maupun jantan lebih menyukai bertengger dan melakukan aktivitas makan di permukaan atas daun.
Gambar 2 Presentase posisi bertengger kumbang A. indica saat makan pada pakan mentimun
10 Kopulasi Kumbang, Peletakan Telur dan Lama Hidup Kumbang A. indica Berdasarkan hasil pengamatan, waktu aktivitas kopulasi kumbang A. indica berkisar antara pukul 06:00 sampai 17:30 WIB. Rerata lama kopulasi kumbang A. indica minimal 46 menit/kejadian dan maksimal 118.54 menit/kejadian (Lampiran 4) dan apabila waktu kopulasi tersebut digabungkan selama seminggu, maka rerata fluktuasi kopulasi kumbang berkisar 322 sampai 814.7 menit/minggu (Gambar 3). Puncak aktivitas kopulasi terjadi pada minggu pertama perlakuan dan semakin menurun hingga minggu ke tujuh. Saat pengamatan, frekuensi kopulasi imago yang masih berumur muda dan produktif (sekitar seminggu pertama di awal perlakuan) dicapai dalam 6 kali per minggu, selama 7 minggu kemudian, frekuensinya menurun menjadi 1 kali seminggu dan mulai minggu ke-10 frekuensi kopulasi semakin jarang, bahkan pada umur tua tidak kopulasi sama sekali. Penurunan aktivitas kopulasi dan lama kopulasi diduga berkaitan dengan umur imago A. indica, yaitu semakin tua umur serangga, aktivitas makan ikut berkurang yang mengakibatkan intensitas kopulasi juga semakin menurun. Hal ini diduga ada keterkaitan dengan berkurangnya asupan energi yang cukup untuk melakukan aktivitas kopulasi.
Gambar 3 Rerata lama kopulasi (menit) per minggu oleh imago A. indica Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kegiatan peletakan telur kumbang A. indica terjadi di antara pukul 09:30 sampai 14:25 WIB. Telur berwarna kuning cerah, diletakan ± 1 cm di antara butiran di bawah permukaan tanah. Jumlah telur yang diletakan setelah satu hari imago berumur muda berkopulasi adalah 51 sampai 64 butir/hari (Tabel 3). Imago betina yang telah melakukan kopulasi yang kemudian dipisahkan dari pasangannya masih dapat satu kali meletakan telur pada 11 sampai 39 hari kemudian, dengan kisaran antara 2 sampai 57 butir/hari (Tabel 3). Pada hari ke-39 merupakan hari terakhir imago betina meletakan telur yang berjumlah maksimum 13 butir. Menurut Chapman (1995) peningkatan aktivitas kopulasi mempengaruhi peningkatan produksi hormon juvenile yang penting diperlukan untuk proses peningkatkan produksi telur. Menurut Lucchese (1940), telur A. indica berwarna kuning berbentuk oval dengan ukuran panjang 0.66 mm, lebar 0.50 mm, larva berwarna kuning pucat dengan ukuran panjang 12 sampai 13 mm, lebar 1.5 sampai 1.6 mm, pupa berwarna kuning pucat dan imago berukuran
11 6 mm sampai 8 mm. Menurut Tarno (2003) stadium telur berkisar dari 10 sampai 13 hari, larva berkisar dari 18 sampai 21 hari dan pupa berkisar dari 16 sampai 18 hari. Keperidian imago A. indica bisa mencapai 500 butir (Tsatsia dan Grahame 2011). Tabel 3 Pengamatan waktu peletakan dan jumlah telur saat ♂ & ♀ digabung dan setelah ♂ & ♀ dipisah oleh kumbang A. indica Ulangan
Waktu peletakan telur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
12:20 14:25 12:15 09:30 11:20 13:15 12:50 13:00 11:30 11:30
Jumlah telur saat Lama peletakan ♂ & ♀ digabung telur setelah ♂ & ♀ (telur/hari) dipisah (hari) 58 52 51 56 55 64 53 57 60 56
13 15 11 16 18 19 21 25 22 39
Jumlah telur setelah ♂ & ♀ dipisah (telur/hari) 46 24 14 30 2 17 57 19 47 13
Rerata lama hidup imago berpasangan baik jantan maupun betina cenderung lebih rendah dibandingkan imago betina, maupun jantan tunggal (Tabel 2). Hal ini diduga faktor kopulasi dan aktivitas peneluran dapat mempengaruhi lama hidup imago. Menurut Rolff dan Siva-Jothy (2002), aktivitas kopulasi mempengaruhi peningkatan produksi hormon juvenile yang dapat mengakibatkan perubahan sistem endokrin tubuh dalam menekan sistem kekebalan tubuh serangga, walaupun faktor lain juga ikut memicu kekebalan seperti penularan penyakit oleh patogen aktif akibat aktivitas kopulasi. Oleh karena itu, imago yang aktif melakukan aktivitas kopulasi cenderung tidak dapat lama bertahan hidup.
12
SIMPULAN DAN SARAN Daun mentimun adalah pakan yang paling disukai imago A. indica. Preferensi pakan menyebabkan luasan kerusakan daun sebesar 53.6 mm2/ekor/hari. Kemampuan makan riil imago berpasangan pada daun mentimun relatif tinggi mencapai 77.2 sampai 154.9 mm2/ekor/hari. Kemampuan makan imago betina tunggal mencapai 33.3 sampai 70.5 mm2/ekor/hari. Imago betina maupun jantan A. indica cenderung bertengger di permukaan atas daun. Kumbang melakukan lebih dari 4 kali kopulasi selama hidupnya dengan frekuensi kopulasi tertinggi sebanyak 6 kali/minggu. Jumlah telur pada periode awal oviposisi mencapai 51 sampai 64 butir/betina/hari. Lama hidup imago A. indica berkisar dari 78 sampai 97 hari. Kemampuan makan dan reproduksi kumbang A. indica hasil penelitian ini merupakan informasi pengetahuan dasar yang perlu diuji lebih lanjut pada tahap semi-lapangan maupun lapangan, untuk dapat menentukan kisaran populasi kumbang serta kerusakan daun yang ditimbulkannya, yang mungkin akan bermanfaat dalam penentuan ambang kerusakan ekonomi.
13
DAFTAR PUSTAKA Astawan M. 2008. Manfaat mentimun, tomat dan teh [Internet]. Jakarta (ID): Citra Agro Mandiri. [diunduh 2013 Apr 16]. Tersedia pada:https://www.go ogle.com/search?q=Manfaatmentimun+tomat=gayahidupsehat8&aq=t&rlso rg.mozilla:en-D:offi cial&client=firefox-beta. Barrett RDH, Agrawal AA. 2004. Interactive effects of genotype, environment and ontogeny on resistance of cucumber (Cucumis sativus) to the generalist herbivore, Spodoptera exigua. Journal of Chemical Ecology. 30(1):37-51. Bates DM, Robinson RW, Jeffrey C. 1990. Biology and utilization of the Cucurbitaceae [abstrak]. CAB Direct Cornell Univ. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 7]. Tersedia pada: http://www.cabdirect.org/abstracts/1992031140 1.html;jsessIonId=29D08C0D29FDB769F1E5D5B90EF5A5D9. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Komoditas Indonesia: produksi mentimun [Internet]. [diunduh 2013 Apr 16]. Tersedia pada:http://komoditasindo nesia.com/2012/bps-produksi-tanaman-sayuran-1208. [CABI] Central for Agricultural and Bioscience International. 2007. Crop Protection Compedium [CD-ROM]. Wallingford (US): CAB Internasional. Chanthy P, Stephanie B, Robert M. 2010. Insects of Upland Crops in Cambodia. Canberra (AU): Australian Centre for International Agricultural Research. Chapman RF. 1995. Mechanics of food handling by chewing insects. Di dalam: Chapman RF, editor. Regulatory Mechanisms in Insect Feeding. New York (US): Chapman & Hall. hlm 3-31. Chowdhury Md, Hossain M, Hossain Md, Ahmed S, Afrin T, Karim N. 2012. Antidiabetic effects of Momordica charantia (Karela) in male long evans rat. Journal of Advanced Laboratory Research in Biology. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 7]; 3:3. Tersedia pada: https://www.google.com/search?q =Antidiabetic+Effects+of+Momordica+Charantia+%28Karela%29+inMal+l ong+Evans+Rat.&ie=utf-8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official& cl ent=firefox-beta. Crase B. 2011. Flora of The Darwin Region. Volume 1 Cucurbitaceae. Palmerston (AU): Northern Territory Government. Deyo A, O’Malley B. 2008. Cucurbitaceae. Di dalam: Gapp D, Sciacca F, editor. Food for Thought: The Science, Culture, & Politics of Food. Proceedings of College Seminar 235; 2008 Jan 21; New York. New York (US): Hamilton College. hlm 3-61. Dhillon MK, Singh R, Naresh JS, Sharma HC. 2005. The melon fruit fly, Bactrocera cucurbitae: A review of its biology and management. Journal of Insect Science. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 13]; 5:40. Tersedia pada: http://www. insectscience.org/5.40. Dhillon NP and Wehner TC. 1991. Host plant resistance to insect in cucurbit germplasm resources, genetic and breeding. Tropical Pest Management. 37(4):421-429. Faruqi I. 2011. Pengaruh media tanaman dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil tanman gherkin (Cucumis anguria L.) pada sistem hidroponik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
14 Hegedus DD, Gruber MY, Braun L, Khachatourians GG. 2002. Genetic engineering and resistance to insects. Di dalam: Khachatourians GG et al., editor. Transgenic Plants and Crops. New York (US): Marcel Dekker. hlm 249-278. Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. Koesmaryono Y. 1991. Kapita Selekta dalam Agrometeorologi. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lingga P. 2001. Retrospeksi Perjalanan Industri Benih di Indonesia. Bogor (ID): PT Sang Hyang Seri. Lucchese E, 1944. Contribution to the knowledge of Rhaphidopalpa foveicollis Lucas (Coleoptera: Chrysomelidae). Bulletin of the Laboratorio in Entomologia Agraria. 5(9):274-295. Mavi HS dan Tupper GJ. 2004. Agrometeorology Principles and Applications of Climate Studies in Agriculture. New York (US): Food Products Press Nation JL. 2001. Insect Physiology and Biochemistry. Boca Raton (US): CRC Press. Newstrom LE. 1991. Evidence for the origin of chayote Sechium edule (Cucurbitaceae) [abstrak]. Economic Botany. [Internet]. [diunduh 2013 Jul 7]. Tersedia pada: http://www.jstor.org/discover/10.2307/4255372?UId=37 38224&uId=2129&uId= 2&uid=70&uid=4&sid=21102530253617. Nguyen HH, Widodo SH. 1999. Momordica L. Di dalam: Bunyapraphatsana LS, Lemmens RH, editor. Medicinal and Poisinous Plants. Vol 12, No. 1. Wageningen (ND): Plant Reserch of South-East Asia. hlm 353-359. Panda N, Khush GS. 1995. Host Plant Resistance To Insects. Wallingford (US): CAB International. Paul A, Raychaudhuri SS. 2010. Medicinal uses and molecular identification of two Momordica charantia varieties – A review. Electronic Journal of Biology. 6(2):43-51. Prabowo DP. 2009. Survei hama dan penyakit pada pertanman mentimun (Cucumis sativus Linn.) di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Renner SS, Schaefer H, Kocyan A. 2007. Phylogenetics of Cucumis (Cucurbitaceae): Cucumber (C. sativus) belongs in an Asian/Australian clade far from melon (C. melo). BMC Plant Biology. [Internet]. 7(58):14712148. doi: 10.1186/1471-2148-7-58. Rolff J, Siva-Jothy MT. 2002. Copulation corrupts immunity: A mechanism for a cost of mating in insects. Di dalam: Eisner T, editor. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 2002 May 14. Ithaca (US): Cornell University. hlm 9916-9918. Sasu MA, Adams IS, Wall K, Winsor JA, Stephenson AG. 2010. Floral transmission of Erwinia tracheiphila by cucumber beetle in a wild Cucurbita pepo. Enviromental Entomology. 39(1):140-148. Sinha AK, Krishna SS. 1970. Further studies on feeding behavior of Aulachopora foveicollison cucurbitacin. Journal of Economic Entomology. 63(1): 333334.
15 Silvia MW, Ranil RH, Fonseka RM. 2012. Luffa cylindrical (L.) M. Roemer (Sponge Gourd-Niyan wetakolu): An emerging high potensial underutilized cucurbits. Tropical Agricultural Research. 23(2):186-191. Speight MR, Hunter MD, Watt AD. 1999. Ecology of Insects: Concepts and Applications. London (US): Blackwell Science. Sumpena U. 2001. Budi Daya Mentimun Intensif dengan Mulsa, Secara Tumpang Gilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Tarno H, Gatot M, Lilik S. 2003. Bionomi kumbang mentimun Aulacophora similis Olivier. (Coleoptera; Chrysomelidae) pada pertanaman ketimun (Cucumis sativus L.). Habitat. 14(3):146-161. Tjitrosoepomo G. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Tsatsia H, Grahame J. 2011. Extension Fact Sheet 40: Red Pumpkin Beetle. Solomon Islands (AU): TerraCircle. Tuismiwati. 1995. Pemanfaatan jamur Metarrhizium anisoliae (Metsch) Sorok, sebagai pengendali Aulacophora similis Oliver pada tanaman semangka [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Velmurugan V, George S, Surekha S. 2011. Phytochemical and biological screening of Luffa cylindrical Linn. fruit. Internasional Journal of PharmTech Research. 3(3):1582-1585.
16
LAMPIRAN
17 Lampiran 1 Pengelompokkan A. indica di dalam dan di luar ruangan laboratorium Ulangan (hari) 1
2
3
4
5
Waktu
Jenis pakan Mentimun
Oyong
Paria
Labu siam
Dalam
Luar
Dalam
Luar
Dalam
Luar
Dalam
Luar
07:00
7
0
0
0
0
0
0
0
10:00
9
3
2
1
0
1
2
1
13:00
10
3
0
0
0
0
2
0
16:00
5
4
0
0
0
0
0
1
19:00
1
1
0
0
0
0
0
0
07:00
4
0
0
0
0
0
0
0
10:00
7
5
1
2
0
3
1
0
13:00
11
18
1
1
1
0
2
0
16:00
6
4
0
0
0
0
1
0
19:00
2
3
2
0
0
0
1
1
07:00
2
3
0
0
0
0
0
0
10:00
5
9
0
0
2
0
1
0
13:00
14
10
0
2
1
3
1
0
16:00
8
3
0
0
0
0
1
0
19:00
4
2
0
0
0
0
0
0
07:00
2
2
0
0
0
0
0
0
10:00
7
9
0
0
0
0
0
3
13:00
8
11
0
0
0
1
0
1
16:00
4
7
0
1
1
0
2
1
19:00
3
3
0
0
0
0
0
1
07:00
3
3
0
0
0
0
0
0
10:00
7
10
0
0
2
1
1
2
13:00
14
14
0
0
0
2
0
1
16:00
8
8
0
0
0
0
1
1
19:00
5
2
0
0
0
0
1
0
MSP 1 2 3 4 5 6 7
1 394.57 177 289 119.86 103.43 186.43 180.43
2 317.43 218.29 294.57 192.71 135.43 234.57 194.57
3 257 136.86 241.86 171.43 134 213 152.43
MSP 1 2 3 4 5 6 7
1 62.43 39.29 31.43 45.71 21.86 52.29 38.14
2 49 43.29 36.14 25.14 24.43 29.71 21.71
3 51.43 38.14 11 30.43 37.86 24 25.29
Konsumsi kumbang A. indica berpasangan (hari) Ulangan 4 5 6 7 331.14 289.86 319.71 315 248.57 211.71 213.71 284.57 187.29 305.29 196.86 205.29 145.71 235.43 204.86 157.57 162.86 219.57 175 226.86 175.71 198.14 102.5 176.71 165.57 192.43 0 177.71
Konsumsi imago A. indica betina (hari) Ulangan 4 5 6 7 109.57 99.71 45.14 82.29 44.71 27.29 34.57 78.43 62.71 30.29 58.71 74.86 43.71 40.71 62.14 59.86 36.14 24.14 32.29 34.29 54.86 51.29 50 44.14 31.14 21.71 59.43 47
18
Lampiran 2 Rerata jumlah komsumsi kumbang A. indica berpasangan serta individu betina dan jantan per hari Rerata 8 261 318.86 229.71 184.43 183.57 215.57 196
9 266.71 340.71 218.14 123.86 198.71 189.86 157
10 346.14 316.71 223.43 186.86 222.43 184.14 128.29
309.86 246.70 239.14 172.27 176.19 187.66 154.44
Rerata 8 70.29 41.86 52.57 38.14 22.86 47.71 51.29
9 56.86 58.57 58.71 38.86 46.14 40.86 38.29
10 78.29 57.71 71.57 46.86 52.71 46 61
70.501 46.386 48.799 43.156 33.272 44.086 39.5
19
MSP
1 2 3 4 5 6 7
1 55.43 28.43 27.57 34 24.29 47.43 22.86
2 39.86 25.43 27.71 24.29 24.86 42 47.14
3 37.43 42.71 14.14 27.29 23.86 50.14 31.86
Konsumsi imago A. indica jantan (hari) Ulangan 4 5 6 7 44.29 44.29 70 37.29 42 37 39.14 53.43 26.29 29.43 18.43 20.57 55.29 30.86 39.43 36.57 29.43 28.57 31.57 24.71 46.29 33.71 47.57 42.14 52.43 36.29 71.29 44.29
Rerata 8 44.71 36.14 45 37.14 28.29 39.86 78.71
9 13 45.43 37.14 38.71 23.57 30.71 37
10 41 36.57 31.29 27.71 20.71 32.86 39.71
42.73 38.628 27.757 35.129 25.986 41.271 46.158
Lampiran 3 Presentasr posisi bertengger kumbang A. indica di permukaan daun dan di luar permukaan daun Posisi kumbang bertengger Rerata jumlah kumbang yang bertengger (ekor) Presentase posisi kumbang bertengger (%) Kumbang A. indica Permukaan Permukaan Luar permukaan Permukaan Permukaan Luar permukaan atas daun bawah daun daun atas daun bawah daun daun 23.1 9.7 15 48.33 20.29 31.38 Berpasangan ♀ 22.3 10.5 15 46.65 21.97 31.38 Berpasangan ♂ 22.6 12.7 13.7 46.12 25.92 27.96 Individu ♀ 22.4 14.4 12.2 45.71 29.39 24.9 Individu ♂
19
20
1 2 3 4 5 6 7
1 182.86 125.00 119.29 50.00 127.14 94.29 105.00
2 165.00 92.14 215.00 60.00 59.29 60.00 46.43
20
MSP
Lampiran 4 Rerata lama kopulasi kumbang A. indica per hari Lama kopulasi kumbang (menit) per hari Ulangan 3 4 5 6 7 8 192.86 150.83 103.86 97.14 35.71 136.43 11.43 85.71 110.71 77.86 48.57 132.14 0.00 119.29 134.29 0.00 84.29 85.71 68.57 112.86 0.00 0.00 74.29 106.43 34.29 93.57 96.43 0.00 20.00 62.86 71.43 152.86 60.00 0.00 60.00 65.71 50.71 75.71 100.71 0.00 28.57 0.00
Rerata 9 67.86 27.14 44.29 0.00 0.00 47.86 0.00
10 52.86 138.57 102.86 111.43 113.57 120.71 52.86
118.54 84.93 90.50 58.36 60.71 73.29 46.00
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 8 Desember 1989 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Pieter Tiven dan Ibu Paulina Borolla. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN 1 Tanimbar Selatan pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah. Pada tahun yang sama, penulis mengikuti program Pra Universitas selama satu tahun, pada tahun 2008 penulis masuk Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan diterima pada program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan, penulis aktif dalam Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan merupakan anggota komisi pelayanan anak (KPA). Pada periode 2011/2012, penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi bekerja sama dengan rekan-rekan dari Fakultas Pertanian, Fakultas Ekonomi dan Manajemen serta Fakultas Ekologi Manusia di Desa Cipetung, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah.