Finesta Vol 3 No.1(2015) 96-101
96
Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 1998 - 2013 Ronaldi Rantelino, Njo Anastasia, Gesti Memarista Program Manajemen Keuangan, Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail:
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected] Abstrak— Krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1998 sangat berdampak pada semua aspek ekonomi terutama perbankan yang berpengaruh ke kebangkrutan properti yang merupakan akibat dari penggunaan utang jangka pendek sehingga pada saat jatuh tempo, perusahaan mengalami gagal bayar. Penelitian ini dimaksudkan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan properti yang terdaftar di Busa Efek Indonesia menggunakan model Altman Z"-Score, selain itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui kaitan indikasi kebangkrutan Altman Z"-Score perusahaan properti dengan pola properti di Indonesia pada umumnya. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan model Altman Z"-Score untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan properti yang di kelompokan menurut market capitalization. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa perusahaan pada middle capitalization dan big capitalization yang terindikasi bangkrut sedangkan small capitalization tidak terdapat perusahaan yang terindikasi bangkrut. Kata kunci - Market capitalization, atlman Z"-Score, kebangkrutan, pola perkembangan properti
Abstract— The crisis that hit Indonesia in 1998 greatly impact on all aspects of the economy, especially banking bankruptcy affect the property. Which is a result of the use of short-term debt so that the company does not have much time to restructure the company. This study aimed to predict bankruptcy listed property company in Indonesia using models Foam Effect of Altman Z "Score, in addition, this study also aimed to determine the association indication bankruptcy Altman Z" -Score property company with properties in Indonesia patterns in general.This research is descriptive using a model of the Altman Z "-Score to predict bankruptcy grouped property companies with large market capitalization owned. The results of this study showed that there are several companies in the middle and big capitalization indicated bankrupt while there are small capitalization bankrupt company indicated. Key words-Market capitalization, bankruptcy, property pattern
atlman
Z
"-Score,
1. PENDAHULUAN Ekonomi global terus mengalami penurunan sejalan dengan dampak krisis dari negara-negara maju yang mulai dirasakan negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi di negara maju mengalami penurunan yang disebabkan oleh kinerja ekonomi negara-negara di kawasan Eropa yang masih dihadapkan dengan permasalahan utang, kontraksi fiskal, terbatasnya ruang kebijakan moneter, tingkat pengangguran yang tajam, rapuhnya sektor keuangan, serta merosotnya kepercayaan pasar (Harahap et al., 2012). Selain negara-negara di
Eropa, Amerika Serikat juga merupakan salah satu negara maju yang berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia dimana negara tersebut menjadi salah satu negara dengan tujuan ekspor utama dari negara-negara di dunia. Krisis yang melanda Amerika menyebabkan permintaan barang impor menurun dan mengurangi pendapatan negara lain, akibat dari menurunnya ekspor. Krisis tersebut dipicu oleh kredit macet perumahan di Amerika yang menyebabkan sejumlah pengembang mengalami gagal bayar atau yang lebih dikenal dengan subprime mortgage. Kredit ini ditandai dengan pengenaan suku bunga yang lebih tinggi dari normal dan penyalurannya cenderung kurang hati-hati bahkan keuangan si peminjam tidak dianalisis dengan seksama. Masalah kredit membuat harga surat utang berbasis subprime mortgage yang nilainya sudah berlipat-lipat jatuh drastis. Akibatnya, puluhan bank penyalur kredit maupun perusahaan investasi merugi seperti Bear Sterms, Northern Rock, Fannie Mae, Citigroup dan Freddie Mac, serta Lehman Brother mengalami kebangkrutan (Tyas, 2009). Kebangkrutan properti yang terjadi di Amerika Serikat juga terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Pada tahun tersebut untuk pertama kalinya Indonesia dilanda krisis yang menyebabkan industri properti bangkrut. Menurut Laporan Perekonomian Indonesia tahun 1998 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, terdapat empat masalah mendasar yang membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada tahun 1998 yaitu kondisi makro sektor perbankan serta dampaknya terhadap kondisi makroekonomi, tingkat kompleksitas dan skala permasalahan yang dihadapi negara Indonesia serta dampaknya terhadap implementasi kebijakan ekonomi, kondisi sosial politik dan keamanan serta kaitannya dengan risiko usaha, dan kondisi ekonomi global. Properti mengalami kejatuhan drastis, karena sebagian besar pembiayaannya mengandalkan pinjaman dari perbankan nasional dan utang dari lembaga keuangan dari luar negeri dengan menggunakan utang jangka pendek. Selanjutnya, nilai tukar rupiah mengalami penurunan nilai yang sangat tajam dari Rp.2500 menjadi Rp.16.500 per dollar AS mengakibatkan perusahaan menghadapi lonjakan kewajiban pembayaran luar negeri dalam rupiah (Laporan Perekonomian Indonesia, 1998). Sebagian besar kewajiban tersebut berjangka waktu pendek maka para debitur (perusahaan) tidak memiliki waktu yang cukup untuk restrukturisasi sehingga banyak perusahaan mengalami kebangkrutan. Kemudian, krisis kembali melanda perekonomian Indonesia pada tahun 2008, meskipun mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 6% pada triwulan III pada tahun 2008 namun memasuki triwulan IV perekonomian mulai mendapat tekanan berat. Hal itu
Finesta Vol 3 No.1(2015) 96-101 tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama, karena kinerja ekspor menurun drastis. Menurut Tyas (2009), setiap perusahaan tidak ingin mengalami kebangkrutan khususnya perusahaan yang berada pada sektor properti sebab sektor tersebut merupakan indikator perekonomian nasional. Pertumbuhan sektor properti terkait erat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Selain itu, perkembangan sektor properti menimbulkan efek berkesinambungan bagi pertumbuhan sektor industi lainnya dan penyerapan tenaga kerja. Kebangkrutan bukan hanya menjadi beban perusahaan tetapi juga bagi para investor yang menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Kehilangan sejumlah modal yang diinvestasikan pada perusahaan akan menjadi risiko dalam melakukan investasi dan sebaliknya jika perusahaan tersebut mengalami keuntungan maka akan menjadi keuntungan bagi investor. Oleh karena itu, sebelum berinvestasi atau membeli saham perusahaan khususnya pada sektor properti, investor terlebih dahulu harus melihat kinerja dan prospek perusahaan di masa yang akan datang sehingga investor dapat mempertimbangkan segala macam risiko dan keuntungan yang akan diperoleh dari menginvestasikan modalnya. Indikasi kebangkrutan perusahaan dapat dilihat dan ditelusuri dari laporan keuangan perusahaan. Dalam menganalisa laporan keuangan, terdapat beberapa rasio-rasio keuangan yang perlu diperhatikan untuk mengetahui keadaan perusahaan. Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan metode analisa Altman Z-Score dapat dijadikan salah satu alat untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan. Menurut Altman (2000), rasio yang digunakan untuk menganalisa keuangan perusahaan yaitu rasio net working capital to total asset, retained earning to total asset, earning before interest and tax to total asset ,book value of equity to book value of total liabilities. Rasio keuangan tersebut telah mengalami perombakan sebanyak tiga kali sehingga model -score. Model Altman yang ketiga ini telah dilakukan pada perusahaan yang berada di negara berkembang, pada perusahaan publik dan non publik, pada berbagai jenis ukuran perusahaan, semua jenis perusahaan yang berbeda-beda pada semua industri. Juga telah diterapkan pula pada perusahaan nonmanufaktur. Keakuratan dari model ini 70% pada prediksi kebangkrutan perusahaan untuk dua tahun sebelumnya dan 95% untuk periode satu tahun sebelumnya. 2. TEORI PENUNJANG Menurut Weston and Copeland (1992), kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan sebagai kegagalan disefinisikan dalam beberapa arti : a. Kegagalan Ekonomi (economic failure) dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biaya sendiri, hal ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari pada kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh dibawah arus
97 kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan. b. Kegagalan Keuangan (financial failure), bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu : 1) Insolvensi teknis, perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan utangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. 2) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan, dalam penelitian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. A.Faktor – Faktor Penyebab Kebangkrutan Faktor Eksternal Perusahaan Menurut Weston dan Copeland (1992), faktor – faktor penyebab kebangkrutan perusahaan yang berasal dari luar perusahaan yaitu : a. Ekonomi Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri. b. Sosial Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup atau trend yang sedang terjadi di masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk perusahaan. Faktor sosial yang lain yaitu kerusuhan atau kekacauan yang terjadi di masyarakat. c.Pemerintah Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain. Faktor Internal Perusahaan Menurut Darsono dan Ashari (2005), faktor yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan dari sisi internal yaitu: a. Penyalahgunaan wewenang oleh karyawan maupun pemilik perusahaan yang merugikan perusahaan baik secara finansial maupun struktural perusahaan. Penyalahgunaan wewenang tersebut dapat berupa pemecatan karyawan demi kepentingan pribadi, bukan karena ketidakmampuan karyawan tersebut mengikuti tujuan perusahaan. b. Manajemen yang buruk dapat merugikan perusahaan karena arah dan tujuan perusahaan ditentukan oleh manajemen. Ketika manajemen salah dalam mengambil kebijakan atau tidak mampu menganalisa kebutuhan pasar maka hal tersebut akan dimanfaatkan oleh pesaing
Finesta Vol 3 No.1(2015) 96-101 utnuk mengambil keuntungan sehingga mengakibatkan kerugian. Kapitalisasi Perusahaan Kapitalisasi perusahaan yaitu suatu harga saham perusahaan yang merujuk kepada nilai perusahaan tersebut. Klasifikasi saham berdasarkan nilai kapitalisasi perusahaan terbagi atas tiga jenis yaitu Big Capitalization, Mid Capitalization, Small Capitalization (Sulistyastuti, 2002). a. Big Capitalization, merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai di atas satu triliun. Saham-saham yang termasuk big Capitalization biasanya disebut juga dengan saham bluechip atau saham papan atas atau saham lapis pertama. Sahamsaham yang berkapitalisasi besar memberikan kontribusi 75% - 80% dari seluruh kapitalisasi pasar di BEI. b. Mid Capitalization merupakan kelompok saham yang berkapitalisasi besar dengan nilai kapitalisasi Rp.100 milyar–Rp. 1 triliun. Saham yang termasuk middle Capitalization disebut juga saham baby blue chip atau saham lapis kedua. Saham yang berkapitalisasi menengah ini memberikan kontribusi 15% - 17% dari seluruh kapitalisasi pasar di BEI. c. Small Capitalization, merupakan kelompok saham yang memiliki nilai kapitalisasi kecil di bawah seratus milyar. Biasanya saham-saham yang termasuk dalam small Capitalization adalah saham yang jarang diperdagangkan yang bersifat tidak stabil dalam pergerakan harga sahamnya. Saham dengan kapitalisasi kecil, memberikan kontribusi sekitar 3% dari seluruh kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia. Salah satu metode yang digunakan dalam mengukur kebangkrutan suatu perusahaan yaitu menggunakan metode Altman Z-score. Model Altman telah mengalami perkembangan sebanyak tiga kali, yaitu Z-Score model pertama (Z-Score), Z-Score revisi (Z’-Score), dan Z-Score modifikasi (Z -Score). Seiring berjalannya waktu, perkembangan pasar obligasi dan investasi sudah menjalar ke negara-negara berkembang. Untuk dapat memprediksi kemungkinan kebangkrutan dari perusahaan-perusahaan di negara berkembang, maka Altman memodifikasi modelnya yang pertama kemudian menghasilkan persamaan kebangkrutan Z"-Score adalah sebagai berikut : Z" = 3,25 + 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4 (2.3) Keterangan : X1 : modal kerja / total aset X2 : laba ditahan / total aset X3 : laba usaha (EBIT) / total aset X4 : nilai buku ekuitas / nilai buku total kewajiban Z : indeks keseluruhan Dalam Z -Score ini, Altman mengeliminasi variabel X5, yaitu rasio penjualan terhadap total aset. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk meminimalkan potensi dampak industri yang kemungkinan terjadi pada variabel yang sensitif terhadap industri sebagaimana jika rasio perputaran aset dimasukkan. Selain eliminasi variabel X5, Altman juga mengganti pembilang pada rasio variabel X4, yaitu dari nilai pasar ekuitas menjadi nilai buku ekuitas. Pada dasarnya, model Z"-Score dikembangkan oleh Altman untuk memperkirakan keadaan keuangan
98 perusahaan-perusahaan penerbit obligasi yang berada di luar Amerika Serikat. Dalam model kebangkrutan untuk pasar negara berkembang, Altman menambahkan konstanta sebesar +3,25 dengan tujuan untuk menstandarisasikan nilai-nilai tersebut dengan nilai nol yang setara dengan obligasi dengan rating D (gagal bayar) di Amerika Serikat. Di samping itu, model modifikasi ini juga sangat berguna di dalam industri yang sejenis pembiayaan asetnya berbeda dari perusahaan-perusahaan lainnya, seperti serta tidak dibuatnya penyesuaian penting dalam laporan keuangan untuk kapitalisasi lease (sewa guna usaha). Untuk memprediksi apakah sebuah perusahaan di negara berkembang akan mengalami kebangkrutan atau tidak dalam dua tahun mendatang, maka discriminant area yang ditetapkan Altman adalah sebagai berikut : a. Z” > 2,60 : kemungkinan bangkrut perusahaan kecil. b. Z”< 1,21 : kemungkinan bangkrut perusahaan besar. c. 1,21 < Z” < 2,60 : kemungkinan bangkrut meragukan (grey area). Model kebangkrutan modifikasi ini bisa diterapkan pada perusahaan publik dan non publik, pada semua jenis ukuran perusahaan, dan untuk semua perusahaan dalam industri yang berbeda-beda. Tingkat akurasi model ini yaitu sebesar 70% untuk dua tahun sebelumnya dan 95% untuk satu tahun sebelumnya. Namun demikian, Z -Score bukanlah model analisis keuangan yang sempurna dan harus dihitung serta ditafsirkan secara hati-hati. Hal-hal yang dapat menyebabkan hasil Z -score memberikan indikasi yang salah, antara lain : a. Nilai Z-Score bisa direkayasa keuangan lainnya. Z-Score akan efektif jika data yang dimasukkan dalam formula adalah data yang benar. b. Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-Score biasanya rendah. c. Perhitungan Z-Score secara triwulanan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang di akhir tahun secara sekaligus. Kerangka Pemikiran
Finesta Vol 3 No.1(2015) 96-101
99
3. METODOLOGI PENELITIAN
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian dengan metode penelitian deskriptif (descriptive research) Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk memprediksi kebangkrutan perusahaanperusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1998 dan setelah tahun 1998 sesuai dengan data dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013. Dari prediksi kebangkrutan perusahaan tersebut, dapat digunakan untuk melihat secara deskirptif mengenai pola properti yang terjadi di Indonesia mengikuti fenomena-fenomena ekonomi yang terjadi. Populasi adalah jumlah keseluruhan obyek yang akan diteliti. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini, populasi yang akan diteliti adalah seluruh perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sedangkan dalam pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut : a. Perusahaan properti yang terdaftar di bursa efek sejak melakukan listing di Bursa Efek Indonesia dan menyampaikan laporan keuangan dari tahun 1998 b. Perusahaan properti yang terdaftar di bursa efek setelah tahun 1998 dan menyampaikan laporan keuangan c. Perusahaan yang tetap terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 Metode analisis data digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian agar dapat diinterpretasikan sehingga laporan yang dihasilkan dapat dipahami (Sugiono, 2002). Penelitian ini menggunakan fungsi-fungsi dari microsof excel dalam mengelolah data. Langkah-langkah dalam menganalisa data yang dilakukan peneliti yaitu : a. Mengelompokkan perusahaan properti sesuai dengan kapitalisasi perusahaan (big Capitalization, midle Capitalization and small Capitalization) berdasarkan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2013. b. Menghitung rasio–rasio sesuai dalam variabel yang ditetapkan Altman, yaitu rasio Net Working Capital to Total Asset, rasio Retained Earning to Total Asset, rasio Earning Before Interest and Tax to Total Asset dan rasio Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities. c. Hasil dari perhitungan rasio dalam variabel kemudian dimasukkan ke dalam formula Z -Score pada persamaan 2.3 d. Nilai Z-Score yang diperoleh dapat menunjukkan prediksi mengenai keadaan perusahaan. Jika nilai Z > 2,60 maka kemungkinan kecil perusahaan bangkrut dan Z < 1,21 menunjukan kemungkinan besar perusahaan bangkrut dan jika nilainya 1,21 < Z < 2,60 kemungkinan meragukan perusahaan bangkrut (grey area). e. Kemudian perusahaan dikelompokkan sesuai dengan nilai Z-Score di langkah sebelumnya berdasarkan market capitalization. f. Kemudian disusun pengelompokan perusahaan tersebut sesuai periode penelitian untuk dianalisa yang terkait dengan pola bisnis properti selama periode penelitian tersebut.
Setiap laporan keuangan perusahaan sampel yang telah dikelompokkan sesuai dengan besar Market Capitalization akan dianalisa menggunakan Altman Z"-Score dengan model Z" = 3.25 + 6.56X1 +3.26X2 + 6.72X3 + 1.05X4. Analisa kondisi perusahaan dapat dilihat melalui hasil dari nilai Z"-Score jika : a. Z" > 2,60 maka kemungkinan bangkrut perusahaan kecil, b. Z"< 1,21 berarti kemungkinan bangkrut perusahaan besar, c. jika 1,21 < Z" < 2,60 maka kemungkinan bangkrut meragukan (grey area). Sebelum menghitung nilai Z"-Score, terlebih dahulu menghitung nilai variable-variabel yang terkandung dalam model altman Z"-Score. Variable-variabel yang dimaksudkan yaitu rasio Net Working Capital to Total Asset(X1), rasio Retained Earning to Total Asset(X2), rasio Earning Before Interest and Tax to Total Asset(X3),rasio Book Value of Equity to Book Value of Total Liabilities(X4). Hasil dari perhitungan nilai Z"Score adalah sebagai berikut : a. Perusahaan Small Capitalization
EMITEN Rista bintang mahkota Sejati Tbk Bekasi Asri Pemula Tbk
TAHUN 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 8.18 8.89 9.61 9.82 11.76 11.71 10.71 10.6211.04 9.1216.30 28.89 21.03 16.01 19.46 9.05 5.77 2.54 4.85 6.31 4.69 4.92 8.47
b. Perusahaan Middle Capitalization
TAHUN 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Metro Realty Tbk 0.86 3.34 0.97 1.34 1.90 2.31 3.95 5.01 6.90 8.32 7.99 7.90 8.52 8.12 11.32 14.75 Indonesia Prima Property Tbk 0.78 -0.48 0.09 1.17 -0.11 -0.98 -0.40 -1.42 -1.12 -1.17 -1.97 0.41 2.82 4.67 4.88 3.80 Duta Pertiwi Tbk 9.34 9.03 6.30 7.28 7.56 5.11 4.14 4.68 4.78 6.43 7.54 8.13 8.56 8.50 12.72 Pudjiati Prestige Tbk 3.92 7.06 5.09 6.56 4.83 5.35 5.32 5.55 8.81 9.6811.20 9.39 9.38 8.08 8.56 9.03 Suryamas Dutamakmur Tbk -1.43 0.47 -2.24 -3.24 -2.43 -2.58 -2.86 0.23 1.04 1.97 3.13 3.06 3.91 5.42 8.39 8.05 Bhuawanatala Indah Permai Tbk -4.24 -2.81 -7.04 -5.53 -3.55 -3.61 1.77 -1.38 -3.69 -3.89 -9.43 -10.77 -10.76 -11.58 -11.81 4.43 Goa Makassar Tourism Development Tbk -0.64 0.91 0.23 0.57 1.92 0.20 0.10 2.77 3.01 3.29 3.45 4.05 4.92 5.14 5.81 5.20 Lamicitra Nusantara Tbk 3.54 3.88 4.73 6.92 9.17 7.88 7.80 7.36 7.10 4.91 4.91 5.30 5.74 6.87 8.98 7.74 Bukit Darmo Property Tbk 11.78 7.52 8.11 6.64 6.33 6.75 5.96 Perdana Gapura Prima Tbk 8.10 7.64 7.62 8.35 9.11 9.03 10.46 Bumi Citra Premai Tbk 11.79 11.11 9.96 4.73 4.49 Megapolitan Development Tbk 4.99 6.64 7.02 7.61 Gading Development Tbk 11.04 9.06 EMITEN
Finesta Vol 3 No.1(2015) 96-101
100
c. Perusahaan Big Capitalization
EMITEN Pakuwon Jati Tbk Roda Vivatex Tbk Summarecon Agung Tbk Duta Anggada Realty Tbk Intiland Development Tbk Plaza Indonesia Realty Tbk Modernland Realty Tbk Ciputra Development Tbk Jaya Real Property Tbk Kawasan Industri Jababeka Tbk Bakrieland Development Tbk Lippo Karawaci Tbk Lippo Cikarang Tbk Sentul City Tbk Ciputra Surya Tbk Global Land and Development Tbk Fortune Mate Indonesia Tbk Pikko Land Development TBk Dadanayasa Arthatama Tbk Laguna Cipta Grya Tbk Ciputra Property Tbk Alam Sutera Reality Tbk Cowell Development Tbk BumI Serpong Damai Tbk Metropolitan Kentjana Tbk Agung Podomoro Land Tbk Metropolitan Land tbk Greenwood Sejahtera Tbk Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk Nirvana Deelopment Tbk
TAHUN 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 1.08 -2.01 -7.66 -9.78 -5.66 -4.31 -4.56 3.31 4.13 4.36 3.66 4.33 11.00 12.03 11.20 9.76 6.71 6.75 8.51 11.90 -0.05 2.48 1.42 8.17 5.65 5.55 5.96 7.03 5.90 6.37 5.01 3.84 -6.44 -6.38 -12.34 -11.19 6.89 6.80 3.61 -0.15 -0.95 -0.98 -1.53 0.48 3.76 4.16 2.54 5.13 4.02 8.15 3.33 8.45 7.83 4.38 4.91 6.02 5.44 6.05 6.02 6.06 7.17 8.15 7.89 8.54 8.54 7.07 4.12 4.97 -2.15 0.31 0.40 -4.66 -0.38 -3.31 -4.34 4.04 3.23 3.80 3.74 3.51 3.45 0.41 -2.13 -3.40 3.07 2.30 1.71 2.21 7.62 7.96 7.72 7.55 3.52 3.86 4.09 4.09 5.80 6.58 6.85 8.25 7.49 7.18 6.92 6.69 4.03 1.34 -6.13 -7.01 3.60 6.02 10.58 13.18 14.45 8.13 3.26 2.81 4.06 5.83 -0.19 -1.88 -1.14 8.32 4.32 7.01 6.91 9.82 7.79 5.54 -0.25 1.46 0.45 1.35 2.10 4.07 2.67 6.09 6.21 6.66 6.64 6.70 7.84 7.40 5.74 7.58 2.93 3.47 4.66 5.03 7.59 7.39 6.66 6.48 0.53 2.16 4.56 4.34 7.97 8.34 7.49 8.54 12.20 18.35 15.79 13.66 5.68 7.21 7.39 4.22 11.86 7.31 6.15 8.29 9.54 10.32 8.88 8.42 7.39 7.75 10.35 16.89 27.04 27.45 30.34 30.79 13.31 6.02 9.14 12.41 15.68 10.12 -0.65 1.21 2.11 3.69 2.28 8.96 8.23 7.94 11.53 29.90 28.01 22.11 29.25 40.85 28.94 10.76 13.38 15.02 7.98 4.02 3.77 7.00 15.68 16.75 15.30 16.77 17.84 6.01 6.65 6.67 8.61 9.66 9.97 6.63 7.24
2010 5.10 13.29 4.93 0.42 9.20 6.87 3.51 7.23 6.51 2.96 6.23 8.01 6.13 12.23 7.68 19.99 4.64 15.89 6.14 21.41 16.98 6.42 6.61 8.87 7.30 8.24
2011 5.73 8.89 4.86 -8.78 7.85 6.34 3.44 6.05 6.27 5.19 5.51 8.40 6.74 12.80 6.66 17.81 4.12 6.90 6.08 21.36 10.34 6.13 7.49 8.54 8.16 6.30 8.80 10.17
2012 2013 6.81 7.47 9.79 8.30 5.89 5.89 -7.31 -8.87 6.02 5.47 6.63 5.89 5.21 6.53 7.19 6.60 5.63 5.06 9.01 8.03 5.14 3.84 9.78 9.79 8.16 8.64 9.19 9.61 6.74 6.26 8.98 10.63 4.99 5.53 6.92 7.62 9.80 12.20 16.85 16.99 8.09 6.98 6.05 4.71 7.05 5.95 7.99 9.60 8.00 8.21 5.88 6.29 11.72 8.73 12.70 15.46 11.27 10.71 6.82 5.93
Selama periode penelitian dari tahun 1998 sampai 2013, dari semua kolompok kapitalisasi pasar perusahaan yang mengalami indikasi kebangkrutan. Perusahaan tersebut adalah PT. Pakuwon Jati Tbk, PT. Duta Anggada Realty Tbk, PT. Summarecon Agung Tbk, PT. Duta Anggada Realty Tbk, PT. Metro Realty Tbk, PT. Modern Realty Tbk, PT. Ciputra Development Tbk, PT. Indonesia Prima Property Tbk, PT. Kawasan Industri Jababeka Tbk, PT. Bakrieland Development Tbk, PT. Suryamas Duta Makmur Tbk, PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk, PT. Lippo Karawaci Tbk, PT. Sentul City Tbk, PT. Fortune Mate Indonesia Tbk, PT. Goa Makassar Toursm Development Tbk. Bila dikaitkan dengan indeks harga saham gabungan pada sektor properti di Bursa Efek Indonesia, menunjukan jumlah perusahaan yang terindikasi bangkrut dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Indeks saham gabungan properti digunakan untuk melihat kaitan antara hasil Z"Score yang di peroleh dengan pergerakan dari sahamsaham properti sejak tahun 1998 samapi 2013 seperti pada gambar 4.37 di bawah ini:
Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Small cap 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Middle cap 5 4 5 4 3 4 3 3 3 2 2 2 1 1 1 0 Big cap 6 4 7 6 3 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 total 11 8 12 10 6 6 6 5 4 3 3 3 2 2 2 1
Dari gambar di atas menunjukkan bahwa harga saham gabungan properti pada tahun 1998 mengalami peningkatan ke tahun 1999 kemudian menurun drastin ke tahun 2000. Di kaitkan dengan jumlah perusahaan yang terindikasi bangkrut pada tahun 1998 ada 11 perusahaan kemudian menurun menjadi 8 perusahaan pada tahun 1999 kemudian mengalami peningkatan jumlah perusahaan yang terindikasi bangkrut pada tahun 2000 yaitu 12 perusahaan. Harga saham gabungan properti mulai mengalami peningkatan dari tahun 2002 sampai 2007, sejalan dengan jumlah perusahaan yang terindikasi bangkrut pada hasil dari Altman Z"-Score yang berkurang sampai tahun 2007. Pada tahun 2008 dan 2009, harga saham gabungan mengalami penurunan akibat dari krisis yang melanda Amerika Serikat namun pada hasil dari Altman Z"-Score perusahaan yang terindikasi bangkrut tidak mengalami perubahan selama tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2010 sampai 2013 harga saham gabungan properti kembali mengalami peningkatan dan sejalan dengan hasil dari Altman Z"-Score yang mengalami pengurangan perusahaan yang terindikasi bangkrut. Dengan demikian secara deskriptif dapat dilihat bahwa pola perkembangan properti yang terjadi di Indonesia yaitu properti mengalami penurunan dari tahun 1999 sampai tahun 2001. Permintaan akan properti mulai meningkat pada tahun 2002 sampai 2007 kemudian menurun kembali di tahun 2008 dan 2009 namun mengalami peningkatan setelah tahun 2009 sampai 2013. Dari semua perusahaan yang terindikasi bangkrut, terdapat tiga perusahaan yang mengalami indikasi kebangkrutan yang terburuk yaitu PT. Duta Anggada Realty Tbk dari kelompok perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar, PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk dan PT. Indonesia Prima Properti Tbk dari kapitalisasi pasar menengah. Ketiga perusahaan tersebut mengalami indikasi kebangkrutan karena sepanjang periode penelitian perusahaan tersebut menggunakan hutang jangka pendek yang besar untuk membiayai operasional perusahaan namun tidak tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga rasio net working capital to total asset yang dimiliki perusahan menjadi negatif yang berarti perusahaan rentan mengalami kerugian (Kamal, 2012). Dengan demikian, ketiga perusahaan tersebut mengalami kerugian maka total dan
Finesta Vol 3 No.1(2015) 96-101 nilai laba ditahan pada perusahaan akan mengalami penurunan (Kamal, 2012). Jika rasio EBIT to total asset dari ketiga perusahaan tersebut mengalami penurunan yang merupakan gejala dari kebangkrutan perusahaan (Diana, 2008). Sedangkan untuk rasion book value of equity to book value of total liabilities dari ketiga perusahaan positif yang nilai total hutang perusahaan masih seimbang dengan nilai asetnya sehingga perusahaan masih dapat memenuhi kewajibannya dari nilai buku kekayaan perusahaan. Perusahaan yang terindikasi bangkrut menurut hasil Z"Score namun terus bertahan pada tahun berikutnya dikarenakan fokus bisnis dari perusahaan tersebut tudak hanya pada sektor properti saja namun pada sektor lain seperti jasa, manufaktur, konstruksi dan lain sebagainya. Ketika properti sedang mengalami penurunan pendapatan atau mengalami kerugian maka dapat ditanggulangi pendapatan dari sektor lainnya. Disamping itu, tingkat keakuratan hasil Altman Z"-Score hanya sekitar 56,25% untuk memprediksi keuangan perusahan-perusahaan yang ada di Indonesia ( Inge, 2003). Sehingga hasil dari Altman Z"-Score mencerminkan keuangan perusahaan yang sesungguhnya.
101 penulis menyarankan untuk menggunakan data indeks harga properti mewakili properti di Indonesia dan mewakili seluruh daerah di Indonesia sehingga hasil prediksi kebangkrutan perusahaan properti lebih akurat.
DAFTAR REFERENSI Altman, E. I. (2000). Predicting Financial Distress Of Companies: Revisiting The Z-Score and Zeta Model. Journal Of Finance. Bungin, H. B. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Harahap, B. A., Vianty, I., Agung, K., Junaedi, E., & Kosotali, A. (1998). Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Kamal, S. I. (2012). Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go Publick Di Bursa Efek Indonesia. Kountur, R. (2007). Metode Penelitian. jakarta: Buana Printing. Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan rumusan masalah dengan pembahasan hasil dari perhitungan Z"-Score yang telah dilakukan maka dapat m disimpulkan Metode Altman Z"-Score dapat digunakan untuk melihat kebangkrutan yang terjadi pada perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dari semua perusahaan yang terindikasi bangkrut, terdapat tiga perusahaan yang mengalami indikasi kebangkrutan yang terburuk yaitu PT. Duta Anggada Realty Tbk dari kelompok perusahaan dengan kapitalisasi pasar besar, PT. Bhuawanatala Indah Permai Tbk dan PT. Indonesia Prima Properti Tbk dari kapitalisasi pasar menengah. .
Prof. Jogiyanto HM., A. M. (2008). METODOLOGI PENELITIAN SISTEM INFORMASI. Yogyakarta: ANDI Yogyakarta.
Berdasarkan kelemahan yang dimiliki oleh penelitian ini, penulis menyarankan untuk penelitian berikutnya : a. Sampel dalam penelitian ini hanya menggunakan daftar perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia antara pada tahun1998 sampai 2013 sehingga penelitian ini tidak mencakup seluruh perusahaan sejak listing di bursa. Untuk itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk mengambil sampel semua perusahaan properti sejak listing di bursa. b. Market capitalization yang digunakan pada penelitian menggunakan data market capitalization per tahun 2013 sehingga tidak melihat perubahan market capitalization selama periode penelitian. Untuk itu penulis menyarankan untuk menggunakan market capitalization perusahaan masing-masing selama periode penelitian. c. Penelitian ini tidak membuat model prediksi kebangkrutan yang baru sehingga hanya dianalisa secara deskriptif. Untuk itu penulis menyarankan untuk membuat model baru dalam mengalanisa kebangkrutan sesuai penelitian yang dilakukan. d. Pada penelitian ini menggunakan indeks harga properti resedensial yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan mencakup 14 kota besar di Indonesia dan belum mewakili seluruh property di Indonesia. Oleh karena itu
Weston, J. F., & Copeland, T. E. (1992). Manajemen Keuangan. jakarta: Erlangga.
Raharjo, B. (1993). Analisis Rasio Keuangan Dengan Lotus 1.2.3. yogyakarta: Andi Offset. Sugiono. (2002). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sulustyastuti, D. R. (2002). Saham & Obligasi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Tyas, A. A. (2009). Dampak Krisis Keuangan Global Terhadap Industri Properti Di Indonesia. VanHorne, J. C. (2002). Fundamental of Finance Management. San Fransisco: Stanford Univesity.