ANALISIS PERILAKU PENYELESAIAN MASALAH SOAL CERITA KELILING DAN LUAS LINGKARAN MELALUI TAHAPAN ANALISIS KESALAHAN NEWMAN PADA SISWA KELAS IX H SMPN 2 MALANG Prasetyo Universitas Negeri Malang E-mail :
[email protected] Pembimbing : (I) Dr. H. Makbul Muksar, S.Pd, M.Si, (II) Drs. Sukoriyanto, M.Si. Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku penyelesaian masalah dan kesalahan apa saja yang dilakukan siswa kelas IX H SMPN 2 Malang dalam menyelesaikan soal cerita matematika berdasarkan analisis kesalahan Newman. Prosedur yang dilakukan adalah memberikan tes kepada siswa dan melakukan wawancara kepada perwakilan perilaku yang ditunjukkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita menggunakan analisis Newman. Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukkan 5 kategori perilaku penyelesaian masalah, yaitu 1) DTA-Proficient-Pure, 2) DTA-ProficientPlus,3)DTA-Not Proficient, 4) DTA-Limited Context, dan 5)MBA-Full Context. DTA-Proficient-Plus merupakan perilaku baru yang muncul yang berada di luar klasifikasi Pape (2004) yaitu perilaku yang berada diantara DTA-Proficient-Pure dan DTA-Limited Context. Tahapan kesalahan yang dilakukan siswa adalah comphrehension (pemahaman), transformation (transformasi) dan encoding (penulisan jawaban akhir). Kata kunci : Perilaku penyelesaian masalah, Soal Cerita, Analisis Kesalahan Newman Abstact : The purpose of this study is to investigate the behavior of problem solving and error what do students grade IX H SMP 2 Malang in solving math story problems by Newman error analysis. The procedure does is give tests to students and conduct interviews to representatives of student behavior shown in solving story problems using Newman’s Error Analysis. The findings in this study shows the 5 categories of problem-solving behavior, namely 1) DTA-Pure-Proficient, 2) DTA-Proficient-Plus, 3) DTA-Not Proficient, 4) DTA-Limited Context, and 5) MBA-Full Context . DTA Proficient -Plus is a new emerging behaviors that are beyond classification Pape (2004) which is located between the behavior of DTA-Proficient-Pure and DTA-Limited Context. Stages of the mistakes made by students is comphrehension, transformation and encoding (writing the final answer). Key words : Problem Solving Behavior, Story Problem, Newman’s Error Analysis Dalam proses pembelajaran, kemampuan menyelesaikan masalah siswa berdasarkan konsep sangat penting. Untuk menyelesaikan masalah diperlukan kemampuan pemahaman konsep sebagai prasyarat dan kemampuan melakukan hubungan antar konsep. Pada sisi lain berdasarkan penelitian Soleh (1998), salah
satu sebab siswa tidak berhasil dalam belajar matematika selama ini adalah siswa belum sampai pada pemahaman relasi (relation understanding), yang dapat menjelaskan hubungan antar konsep. Pemahaman siswa yang kurang mengenai hubungan antar konsep terlihat ketika siswa menghadapi soal berbentuk cerita. Soal cerita merupakan bentuk soal mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal (Depdiknas, 2003: 11). Salah satu bentuk soal cerita yang dimaksud adalah soal cerita matematika. Soal cerita matematika adalah jenis soal yang memerlukan pemahaman dan penalaran logis dan membutuhkan pemahaman antar konsep untuk menyelesaikannya. Dalam menyelesaikan masalah soal cerita, karakteristik perilaku yang ditunjukkan setiap siswa dalam menuliskan penyelesaian soal cerita berbeda dengan siswa yang lain. Karakteristik perilaku yang ditemukan oleh Pape (2004) yaitu Direct Translation Approach-Proficient (DTA-Proficient), Direct Translation Approach-Not Proficient (DTA-Not Proficient), Direct Translation Approach-Limited Context (DTA-Limited Context), Meaning-Based ApproachFull Context (MBA-Full Context) dan Meaning-Based Approach-Justification (MBA-Justification). Berdasarkan pengalaman Peneliti pada saat praktik mengajar di Kelas IX H SMPN 2 Malang yang merupakan kelas reguler, sebagian besar siswa melakukan kesalahan ketika menghadapi soal cerita matematika khususnya pada materi keliling dan luas lingkaran. Kesalahan yang dilakukan siswa berupa penulisan langsung jawaban tanpa disertai penulisan mengenai apa yang dikatahui dan apa yang ditanyakan pada soal cerita dan kurangnya pemahaman siswa mengenai kalimat-kalimat matematika yang ada pada soal cerita. Kesalahan lain juga terjadi pada saat menentukan metode dan formula yang digunakan. Untuk membantu siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika khususnya soal cerita perlu adanya identifikasi kesalahan dalam mengerjakan soal cerita. Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa kesalahan tersebut adalah dengan menggunakan Metode analisis Newman (Muksar dkk, 2009). Metode analisis Newman diperkenalkan oleh Anne Newmann pada tahun 1977. Dalam metode ini, Newman menyarankan lima kegiatan yang dapat membantu menemukan kesalahan yang terjadi pada pekerjaan siswa ketika menyelesaikan soal cerita. Newman mengemukakan bahwa setiap siswa yang ingin menyelesaikan masalah matematika soal cerita, mereka harus bekerja melalui lima tahapan berikut, yaitu membaca (reading), memahami (comprehension), transformasi (transformation), keterampilan proses (process skill), dan penulisan (encoding). METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu Aries (2008). Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat Hartoto ( 2009).
2
Prosedur penelitian yang dilakukan adalah 1) Observasi, Peneliti melakukan observasi dengan cara melakukan pengamatan dan wawancara dengan dengan siswa dan guru berkakitan dengan kesalahan pemahaman materi 2)Pemberian tes, siswa diberikan soal tes yang terdiri dari tiga soal cerita dengan tipe mudah sedang dan sulit. Siswa diberikan kebebasan dalam mengerjakan soal cerita sesuai dengan yang mereka pahami 3)Penemuan Perilaku Pemecahan maslah Peneliti mengidentifikasi temuan dan menganalisis perilaku-perilaku pemecahan masalah yang ditunjukkan ketika siswa menyelesaikan tes tersebut. 4)Wawancara, setelah peneliti mengklasifikasikan perilaku-perilaku pemecahan masalah yang mereka tunjukkan, maka peneliti akan memilih 1 siswa yang memiliki kesalahan terbanyak dari setiap klasifikasi perilaku pemecahan masalah untuk diwawancara sesuai metode Analisis Kesalahan Newman.5)Penyusunan laporan, setelah memperoleh data yang dibutuhkan, peneliti menyusun laporan yang terdiri dari paparan data, hasil temuan, pembahasan, serta menulis kesimpulan dan saran sebagai penutup laporan. HASIL Pada soal no 1 terdapat 4 macam perilaku pemecahan masalah yang ditunjukkan siswa. Siswa A, Siswa B, Siswa C dan Siswa D mewakili keempat perilaku tersebut dengan ciri-ciri berikut ini : Tabel 1 Ciri-ciri Perilaku Siswa Berdasarkan Temuan Penelitian Pada Soal Nomor 1 Perwakilan Siswa
Ciri-ciri
Siswa A
Siswa B
Siswa C
Siswa D
Siswa menemukan informasi secara otomatis. Siswa tidak menggunakan konteks masalah dalam proses maupun perhitungannya. Konteks masalah hanya digunakan pada saat pernyataan jawaban secara verbal. Siswa tidak membaca ulang soal (hanya membaca sekali) Tidak ada penjelasan pada perhitungan matematisnya. Siswa menunjukkan keraguan dan kesulitan dalam perhitungan. Siswa sering membaca ulang soal tetapi tidak mentransformasikannya ke operasi matematis. Siswa tidak menggunakan konteks dalam proses dan perhitungannya. Siswa membaca ulang soal tetapi tidak diikuti dengan perhitungan sehinggga tidak membangun konteks masalah. Tidak ada penjelasan pada perhitungan matematisnya. Siswa tidak menemukan informasi secara otomatis, melainkan dituliskan dalam bentuk diketahui dan ditanyakan tetapi terbatas. Siswa menggunakan informasi konteks masalah dalam perhitungan tetapi terbatas. Siswa membaca ulang soal diikuti dengan transformasi langsung ke perhitungan matematis sekaligus membangun konteks masalahnya. Ada penjelasan terbatas pada perhitungan matematisnya. Siswa tidak menemukan informasi secara otomatis melainkan dituliskan dalam bentuk diketahui dan ditanyakan.
3
Siswa menggunakan informasi konteks masalah untuk mendukung perhitungan. Siswa membaca ulang soal serta diikuti penggunaan konteks dalam perhitungan matematis Siswa menggunakan konteks masalah pada pernyataan jawaban.
Pada soal no 2 juga terdapat 4 macam perilaku pemecahan masalah yang ditunjukkan siswa tetapi keempat perilaku ini sedikit berbeda dengan keempat perilaku yang ada pada soal no 1. Perilaku seperti yang ditunjukkan oleh Siswa B pada soal no 1 tidak muncul pada soal no 2. Siswa B, Siswa A, Siswa D dan Siswa E mewakili keempat perilaku dengan ciri-ciri berikut ini : Tabel 2 Ciri-ciri Perilaku Siswa Berdasarkan Temuan Penelitian Pada Soal Nomor 2 Perwakilan Siswa
Ciri-ciri
Siswa B
Siswa A
Siswa D
Siswa E
Siswa menemukan informasi secara otomatis. Siswa tidak menggunakan konteks masalah dalam proses maupun perhitungannya. Konteks masalah hanya digunakan pada saat pernyataan jawaban secara verbal. Siswa tidak membaca ulang soal (hanya membaca sekali) Tidak ada penjelasan pada perhitungan matematisnya. Siswa menemukan informasi secara otomatis. Siswa menggunakan konteks masalah dalam proses perhitungannya. Konteks masalah hanya digunakan pada saat pernyataan jawaban secara verbal. Siswa tidak membaca ulang soal (hanya membaca sekali) Ada penjelasan terbatas pada perhitungan matematisnya. Siswa tidak menemukan informasi secara otomatis, melainkan dituliskan dalam bentuk diketahui dan ditanyakan tetapi terbatas. Siswa menggunakan informasi konteks masalah dalam perhitungan tetapi terbatas. Siswa membaca ulang soal diikuti dengan transformasi langsung ke perhitungan matematis sekaligus membangun konteks masalahnya. Ada penjelasan terbatas pada perhitungan matematisnya. Siswa tidak menemukan informasi secara otomatis melainkan dituliskan dalam bentuk diketahui dan ditanyakan. Siswa menggunakan informasi konteks masalah untuk mendukung perhitungan. Siswa membaca ulang soal serta diikuti penggunaan konteks dalam perhitungan matematis Siswa menggunakan konteks masalah pada pernyataan jawaban.
Pada soal no 3 terdapat 4 perilaku siswa yang mirip dengan soal no 2 yang diwakili oleh Siswa A, Siswa C, Siswa D dan Siswa E. Berikut ciri-ciri yang ditunjukkan oleh keempat perilaku siswa :
4
Tabel 5.3 Ciri-ciri Perilaku Siswa Berdasarkan Temuan Penelitian Pada Soal Nomor 3 Perwakilan Siswa
Ciri-ciri
Siswa C
Siswa A
Siswa D
Siswa E
Siswa menemukan informasi secara otomatis. Siswa tidak menggunakan konteks masalah dalam proses maupun perhitungannya. Konteks masalah hanya digunakan pada saat pernyataan jawaban secara verbal. Siswa tidak membaca ulang soal (hanya membaca sekali) Tidak ada penjelasan pada perhitungan matematisnya. Siswa menemukan informasi secara otomatis. Siswa menggunakan konteks masalah dalam proses perhitungannya. Konteks masalah hanya digunakan pada saat pernyataan jawaban secara verbal. Siswa tidak membaca ulang soal (hanya membaca sekali) Ada penjelasan terbatas pada perhitungan matematisnya. Siswa tidak menemukan informasi secara otomatis, melainkan dituliskan dalam bentuk diketahui dan ditanyakan tetapi terbatas. Siswa menggunakan informasi konteks masalah dalam perhitungan tetapi terbatas. Siswa membaca ulang soal diikuti dengan transformasi langsung ke perhitungan matematis sekaligus membangun konteks masalahnya. Ada penjelasan terbatas pada perhitungan matematisnya. Siswa tidak menemukan informasi secara otomatis melainkan dituliskan dalam bentuk diketahui dan ditanyakan. Siswa menggunakan informasi konteks masalah untuk mendukung perhitungan. Siswa membaca ulang soal serta diikuti penggunaan konteks dalam perhitungan matematis Siswa menggunakan konteks masalah pada pernyataan jawaban.
Berdasarkan ciri-ciri perilaku yang ditunjukkan diatas, Siswa A pada soal no 1, Siswa B soal no 2 dan Siswa C pada soal no 3, maka kecenderungan yang ditunjukkan mengarah pada perilaku DTA- Proficient (Pure) sedangkan perilaku yang ditunjukkan Siswa B pada soal no 1 cenderung mengarah pada perilaku DTA-Not Proficient. Perilaku Siswa A pada soal no 2 dan no 3 cenderung mengarah pada perilaku DTA-Proficient ( Plus) yang memiliki kelebihan yaitu siswa menggunakan konteks masalah disetiap proses matematisnya. Perilaku yang ditunjukkan Siswa C pada soal no 1 dan Siswa D pada soal no 2 dan no 3 memiliki kecenderungan mengarah pada perilaku DTA-Limited Context sedangkan perilaku Siswa D pada soal no 1 dan Siswa E pada soal no 2 dan no 3 cenderung mengarah pada perilaku MBA-Full Context. Penelusuran kesalahan berdasarkan wawancara melalui analisis kesalahan Newman adalah tidak ada kesalahan pada tahap reading dan hanya sedikit siswa yang melakukan kesalahan pada tahap process skill. Berdasarkan hasil wawancara tahap comphrehension, siswa cenderung kesulitan untuk menceritakan kembali
5
langkah-langkah penyelesaian soal cerita, hal ini menunjukkan bahwa siswa masih sulit dalam mengubah konteks masalah soal cerita menjadi bahasa sendiri yang berpengaruh pada proses penyelesaian soal. Berdasarkan hasil wawancara tahap transformation, kesalahan yang terjadi karena siswa memang belum memahami soal secara menyeluruh dan kurang teliti dalam menentukan informasi mengenai apa yang diketahui dan ditanyakan dalam soal. Pada soal no 3 misalnya, siswa yang menjawab dengan metode yang kurang tepat menuliskan informasi yang sangat minim sehingga siswa kesulitan mengubahnya kedalam istilah matematika yang berakibat fatal pada pemilihan metode, kesalahan juga terjadi pada saat siswa memasukkan informasi yang dia tulis pada soal kedalam formula berdasarkan metode yang dipilih. Kesalahan dalam menentukan metode akan mengurangi efektifitas pengerjaan soal. Berdasarkan hasil wawacara tahap encoding, ditemukan beberapa kesalahan siswa dalam menuliskan jawaban akhir dengan menyesuaikan dengan konteks dalam soal. Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menuliskan jawaban akhir dapat berupa kesalahan dalam penyesuaian konteks atau kesalahan penulisan kata dan kalimat. Pada penelitian ini, kesalahan dalam penyesuaian konteks sering dilakukan siswa. Peneliti menemukan salah satu satu kesalahan jenis ini. Siswa menuliskan jawaban soal nomor tiga tanpa satuan dan tidak merujuk pada konteks permasalahan, yaitu “ jadi harganya 528.000”, padahal yang ditanyakan di soal adalah berapa biaya yang harus dikeluarkan. Kesalahan yang dilakukan pada tahap membaca dan pemahaman menjadi penyebab terjadinya kesalahan siswa ini.
PEMBAHASAN Berdasarkan klasifikasi perilaku pemecahan masalah yang dikemukakan Pape (2004), maka peniliti mengidentifikasi penyebaran perilaku penyeselesaian masalah siswa dengan mencocokkan perilaku berdasarkan klasifikasi yang dikemukakan Pape (2004). Berikut adalah identifikasi yang telah dilakukan : a. Untuk soal no 1 perilaku pertama, soal no 2 perilaku pertama dan soal no 3 perilaku pertama teridentifikasi sesuai dengan DTA proficient( pure) yang memiliki klasifikasi sebagai berikut : 1) Penemuan informasi secara otomatis. 2) Tidak menggunakan konteks masalah dalam proses maupun perhitungannya. 3) Konteks masalah hanya digunakan pada saat pernyataan jawaban secara verbal. 4) Tidak membaca ulang soal (hanya membaca sekali) 5) Tidak ada penjelasan pada perhitungan matematisnya. b. Untuk soal no 2 perilaku kedua dan soal no 3 perilaku kedua teridentifikasi sesuai dengan klasifikasi DTA Proficient tetapi memiliki kelebihan, yaitu menuliskan konteks masalah pada proses perhitungannya. Pada perilaku ini peneliti menyebutnya dengan DTA Proficient (Plus) c. Untuk soal no 1 perilaku kedua, teridenfikasi sesuai dengan DTA Not Proficient yang memiliki klasifikasi sebagai berikut : 1) Menunjukkan keraguan dan kesulitan dalam perhitungan dan membaca soal. 2) Sering membaca ulang soal tetapi tidak mentransformasikannya ke operasi matematis.
6
3) Tidak menggunakan konteks dalam proses dan perhitungannya. 4) Membaca ulang soal tidak diikuti dengan perhitungan sehinggga tidak membangun konteks masalah. 5) Tidak ada penjelasan pada perhitungan matematisnya. d. Untuk soal no1 perilaku ketiga, soal no 2 perilaku ketiga dan soal no 3 perilaku ketiga teridentifikasi sesuai dengan DTA Limited Context dengan klasifikasi sebagai berikut : 1) Mungkin dapat atau tidak dapat menemukan informasi secara otomatis. 2) Menggunakan informasi konteks masalah dalam perhitungan, tetapi terbatas. 3) Membaca ulang soal diikuti dengan transformasi langsung ke perhitungan matematis sekaligus membangun konteks masalahnya. 4) Konteks masalah mungkin digunakan dalam pernyataan verbal dari jawaban. 5) Ada penjelasan terbatas pada perhitungan matematisnya. e. Untuk soal no 1 perilaku keempat, soal no 2 perilaku keempat dan soal no 3 perilaku ke 4 teridentifikasi sesuai dengan MBA Full Context dengan klasifikasi : 1) Mungkin dapat atau tidak dapat menemukan informasi secara otomatis. 2) Informasi konteks masalah digunakan untuk mendukung perhitungan. 3) Pembacaan ulang diikuti secara langsung oleh perhitungan yang menggunakan konteks. 4) Konteks masalah mungkin digunakan pada pernyataan jawaban. 5) Pembacaan ulang mendukung perhitungan. 6) Ada penjelasan tetapi terbatas. Berikut adalah persebaran perilaku yang ditunjukkan siswa untuk tiap soal. Tabel 5.4 Persebaran Jawaban Siswa Dalam Perilaku Pemecahan Masalah pada tiap soal No.Soal DTADTA-Not DTADTA MBAProficient Proficient Proficient Limited Full plus Context Context B S B S B S B S B S 1 10 7 0 3 0 0 4 0 4 11 2 2 13 0 0 8 0 2 11 3 0 3 2 13 0 0 8 0 2 9 5 0 Total 14 33 0 3 16 0 8 20 12 11 Pada tabel diatas terlihat bahwa dari keseluruhan soal yang melakukan kesalahan dengan prosentase 57,3 % (n=67), dan diantaranya 70.2% (n=33) dari jenis perilaku DTA-Proficient sedangkan DTA-Not Proficient melakukan kesalahan 100% (n=3) dan DTA-Proficient plus tidak ada yang melakukan kesalahan. Jenis perilaku DTA-Limited Context melakukan kesalahan sebanyak 71,4% (n=20), dan jenis MBA-Full Context melakukan kesalahan dengan persentase 47, 8% (n=11). Kesalahan dengan prosentase 57,3% disebabkan sebagian besar siswa salah menafsirkan maksud pertanyaan dari soal sehingga metode yang digunakan kurang tepat, seharusnya metode luas lingkaran yang digunakan tetapi metode keliling limgkaran yang digunakan siswa dan berakibat
7
pada penemuan jawaban akhir yang juga kurang tepat. Kebanyakan siswa-siswa tersebut langsung melakukan prosedur matematis tanpa melihat informasi yang ada pada soal sehingga melakukan kesalahan pada tahap akhir proses perhitungan. Berdasarkan penelusuran kesalahan pemahaman berdasarkan analisis kesalahan Newman. Pada tahap reading , semua siswa dengan lancar bisa membaca soal dengan baik dan benar dan tidak mengalami kesulitan yang berarti, hal ini dikarenakan bentuk soal merupakan soal cerita yang menggunakan bahasa indonesia. Di dalam soal juga tidak terdapat kata-kata asing yang menyulitkan pengucapan siswa. Tahap Comphrehension merupakan tahap yang penting dalam menyelesaikan soal cerita. Menurut Agusnadi (2010), tanpa adanya pemahaman terhadap soal, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Berdasarkan hasil tes yang telah dikerjakan siswa, peneliti menemukan lebih dari separuh dari keseluruhan siswa menjawaban kurang tepat. Kesalahan pada tahap transformastion dalam analisis kesalahan Newman adalah kesalahan dalam menentukan metode penyelesaian. English(1997) dan Mayer(1992) (dalam Pape : 2004: 208) berpendapat bahwa keberhasilan dalam memecahkan masalah bergantung pada keaktifan mengubah elemen-elemen dari masalah ke dalam suatu model, yang secara akurat merepresentasikan elemen masalah dan mengintegrasikan elemen-elemen tersebut menjadi satu kesatuan konsep dalam pemecahan masalah. Pada tahap ini sebagian besar siswa langsung menuliskan formula yang digunakan tetapi mereka jarang bahkan hampir tidak pernah menyertakan keterangan dari simbol-simbol pada formula tersebut. Kesalahan juga terjadi pada saat siswa memilih metode yang tepat dan memasukkan informasi kedalam metode untuk menyelesaikan masalah. Kesalahan siswa pada tahap process skill terjadi ketika siswa dapat menentukan operasi yang harus dilakukan, tetapi tidak dapat menuliskan prosedur operasi tersebut, White (2005). Tahap process skill hanya sedikit siswa yang melakukan kesalahan dalam melakukan prosedur matematis, biasanya kesalahan itu terjadi sejak tahap pemahaman sehingga tahap process skill ikut menghasilkan penyelesaian yang salah tetapi bukan kesalahan pada prosedur matematikanya. Tahap process skill kebanyakan siswa langsung melakukan perhitungan matematika dengan mencoret antara pembilang dan penyebut sehingga belum dapat dilihat prosedur penyelesaian masalah secara lebih terperinci. Pada tahap encoding, belum terbiasanya siswa dalam menuliskan jawaban akhir dari soal membuat kesulitan dalam menelusuri kesalahan yang terjadi pada proses terakhir ini. Siswa juga masih banyak yang menuliskan jawaban akhir secara singkat dan belum dapat merepresentasikan informasi yang ditanyakan dalam soal secara keseluruhan. KESIMPULAN Berdasarkan identifikasi perilaku pemecahan masalah siswa yang di cocokkan dengan hasil temuan Pape (2004), yaitu Direct Translation ApproachProficient (DTA-Proficient), Direct Translation Approach-Not Proficient (DTANot Proficient), Direct Translation Approach-Limited Context (DTA-Limited Context), Meaning-Based Approach-Full Context (MBA-Full Context dan Meaning-Based Approach-Justification (MBA-Justification), ternyata ada satu perilaku yang tidak muncul yaitu Meaning-Based Approach-Justification (MBA-
8
Justification) dan ada perilaku yang ada diluar kategori Pape, tetapi berada diantara perilaku Direct Translation Approach-Proficient (DTA-Proficient) dan Direct Translation Approach-Limited Context (DTA-Limited Context), yaitu Direct Translation Approach-Proficient (DTA-Proficient Plus)sehingga dapat dinyatakan bahwa ada 5 kategori yang muncul yaitu : 1. Direct Translation Approach-Proficient (DTA-Proficient-Pure) 2. Direct Translation Approach-Proficient (DTA-Proficient-Plus) 3. Direct Translation Approach-Not Proficient (DTA-Not Proficient) 4. Direct Translation Approach-Limited Context (DTA-Limited Context) 5. Meaning-Based Approach-Full Context (MBA-Full Context) Sedangkan kesalahan - kesalahan dalam tahapan analisis kesalahan newman yang paling banyak dilakukan adalah pada tahap Comphrehension, transformation dan Encoding.Pada tahap reading dan process skill siswa tidak banyak mengalami kesulitan. SARAN Guru diharapkan lebih sering mengenalkan kalimat matematika supaya siswa terbiasa dengan kalimat matematika tersebut sehingga ketika menghadapi permasalahan matematika, siswa secara otomatis langsung dapat meraba permasalahan yang dimaksud pada soal cerita dan tidak menimbulkan salah tafsir. Guru diharapkan tidak menghindari soal-soal berbentuk cerita dalam pembalajaran, karena soal dalam bentuk cerita sangat dibutuhkan oleh siswa untuk mengasah kemampuan pemahaman dalam memecahkan masalah. Guru diharapkan dapat menekankan pada siswa mengenai konteks-konteks masalah apa saja yang ada pada soal cerita untuk digunakan siswa dalam menuliskan informasi awal penyelesaian soal cerita. Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti perilaku pemecahan masalah matematik sebaiknya memberikan berbagai macam tipe soal dengan jumlah responden yang lebih banyak sehingga diharapkan mampu menemukan perilakuperilaku pemecahan masalah yang lainnya.
9
DAFTAR PUSTAKA Bell, Frederick H. 1978. Teaching and learning mathematics : in secondary school, Dubuque, Iowa : Wm. C. Brown Clements, M. A.1980. Analysing Children’s Errors on Written Mathematical Tasks. Educational Studies in Mathematics, Craig, Tracy. 2001. Factors affecting students’ perceptions of difficulty in Calculus word problems. Tesis. Universitas Cape Town. Depdiknas . (2003) . Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional .Jakarta : Depdiknas. Aries, E.F. 2008. Penelitian deskriptif, (online) http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-deskriptif/ , diakses tanggal 10 Mei 2012 Haji, Saleh. 1994. Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita di Kelas VI SD Negeri Percobaan Surabaya. Tesis tidak diterbitkan. Malang : PPS IKIP Malang. Hegarty,M.Mayer,R.E,& Green,C.E.1992.Comprehension of arithmetic word problems:Evidence from student’s eye fixations.Journal of Educational Psychology. Hudojo, Herman 1988. Mengajar belajar Matematika. Malang: IKIP Malang Miles, M.B & Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi. Rohidi Jakarta: UI Press. Moleong, L. J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Muksar, dkk.2009. Peningkatan Kemampuan Bahasa Inggris dan Hasil Belajar Matematika Dasar 1 Mahasiswa Bilingual melalui Penerapan Metode Analisis Kesalahan Newmann .Penelitian tidak diterbitkan. Malang : FMIPA Universitas Negeri Malang Pape, Stephen J. .2004. Middle Scholl Children’s Problem-Solving Behavior : A Cognitive Analysis from a Reading Comprehension Perspective. Journal for Research in Mathematics Education. National Council of Teachers of Mathematics Pratikipong,Natcha & Nakamura, Satoshi.2006.Analysis of Mathematics Performance of Grade Five Students in Thailand Using Newman Procedure. CICE Hiroshima University, Journal of International Cooperation in Education White, Allan. 2005. Active Mathematics in Classrooms : Finding out why children make mistakes-and then doing something to help them. University of Western, Sidney.
10
Artikel Ilmiah oleh Prasetyo ini telah diperiksa dan disetujui oleh
Malang, 28 Januari 2013 Pembimbing I
Dr. H. Makbul Muksar, S.Pd, M.Si NIP 19681103 199203 1 002
Malang, 28 Januari 2013 Pembimbing II
Drs. Sukoriyanto, M.Si NIP 19670119 199103 1 001
Malang, 28 Januari 2013 Penulis
Prasetyo NIM 907312407250