PETUNJUK PRAKTIKUM
PRAKTIKUM TEKNIK BIOMEDIS
Laboratorium Dasar Teknik Elektro
Mervin T Hutabarat
Sekolah Teknik Elektro Dan Informatika Institut Teknologi Bandung 2017
PETUNJUK PRAKTIKUM EB2200 TEKNIK BIOMEDIS edisi 2016/2017
Disusun oleh
Mervin T. Hutabarat Laboratorium Dasar Teknik Elektro
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung 2017
DAFTAR KONTRIBUTOR Penulis menghargai semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi pada punyusunan petunjuk praktikum ini. Berikut ini daftar nama yang berkontribusi pada penyusunan petunjuk praktikum ini
Mervin Hutabarat Amy Hamidah Salman Esha Ganesha Rizki Ardianto Priramadhi Narpendyah Wisjnu Ariwadhani Ardy Pratama Harry Septanto Eric Agustian Muhammad Luthfi Muh. Zakiyullah R. Sandra Irawan Nina Lestari Adji Gunhardi
Daftar Kontributor
i
DAFTAR ISI Daftar Kontributor......................................................................................................................................i Daftar Isi ................................................................................................................................................... ii Aturan Umum Laboratorium Dasar Teknik Elektro ................................................................................ iii Panduan Umum Keselamatan dan Penggunaan Peralatan Laboratorium .............................................. v Tabel Sanksi Praktikum ......................................................................................................................... viii Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat ................................................................................................ 1 Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya.................................................................................... 21 Percobaan 3: Penguat Diferensial ................................................................................................ 31 Percobaan 4: Penguat dengan Umpan Balik ................................................................................. 39 Percobaan 5: Osilator ................................................................................................................. 49 Lampiran A Analisis Rangkaian dengan SPICE ........................................................................................65 Lampiran B Petunjuk Pembuatan Rangkaian Elektronik pada Breadboard ...........................................69 Lampiran C Resistor, Op-Amp, dan Inverter ..........................................................................................74
Daftar Isi
ii
ATURAN UMUM LABORATORIUM DASAR TEKNIK ELEKTRO 1.
KELENGKAPAN Setiap praktikan wajib berpakaian lengkap, mengenakan celana panjang/ rok, kemeja dan mengenakan sepatu. Untuk memasuki ruang laboratorium praktikan wajib membawa kelengkapan berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
2.
Modul praktikum Buku Catatan Laboratorium (BCL) Alat tulis dan kalkulator Kartu Nama (Name tag) Kartu Praktikum.
PERSIAPAN/ SEBELUM PRAKTIKUM Sebelum mengikuti percobaan sesuai jadwalnya, sebelum memasuki laboratorium praktikan harus mempersiapkan diri dengan melakukan hal-hal berikut: 1. Membaca dan memahami isi modul praktikum, 2. Mengerjakan hal-hal yang harus dikerjakan sebelum praktikum dilaksanakan, misalnya mengerjakan perhitungan, menyalin source code, mengisi kartu [raktikum dlsb., 3. Mengisi daftar hadir di Tata Usaha Laboratorium, 4. Mengambil kunci loker dan melengkapi administrasi peminjaman kunci loker.
3.
SELAMA PRAKTIKUM Setelah dipersilahkan masuk dan menempati bangku dan meja kerja, praktikan haruslah: 1. Memperhatikan dan mengerjakan setiap percobaan dengan waktu sebaik-baiknya, diawali dengan kehadiran praktikan secara tepat waktu, 2. Mengumpulkan Kartu Praktikum pada asisten, 3. Mendokumentasikan dalam Buku Catatan Laboratorium. (lihat Petunjuk Penggunaan BCL) tentang hal-hal penting terkait percobaan yang sedang dilakukan.
4.
SETELAH PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan percobaan, praktikan harus 1. Memastikan BCL telah ditandatangani oleh asisten, 2. Mengembalikan kunci loker dan melengkapi administrasi pengembalian kunci loker (pastikan kartu identitas KTM/ SIM/ KTP diperoleh kembali), 3. Mengerjakan laporan dalam bentuk SoftCopy (lihat Panduan Penyusunan Laporan),
Aturan Umum Laboratorium Dasar Teknik Elektro
iii
4. Mengumpulkan file laporan melalui web praktikum.ee.itb.ac.id. Waktu pengumpulan paling lambat jam 11.00 WIB, dua hari kerja berikutnya setelah praktikum, kecuali ada kesepakatan lain antara Dosen Pengajar dan/ atau Asisten.
5.
PERGANTIAN JADWAL
5.1. Kasus Biasa Pertukaran jadwal hanya dapat dilakukan per orang dengan modul yang sama. Langkah untuk menukar jadwal adalah sebagai berikut: 1. Lihatlah format Pertukaran Jadwal di http://labdasar.ee.itb.ac.id pada halaman Panduan 2. Setiap praktikan yang bertukar jadwal harus mengirimkan e-mail ke
[email protected]. Waktu pengiriman paling lambat jam 16.30, sehari sebelum praktikum yang dipertukarkan. 3. Pertukaran diperbolehkan setelah ada email konfirmasi dari Lab. Dasar
5.2. Kasus Sakit atau Urusan Mendesak Pribadi Lainnya Jadwal pengganti dapat diberikan kepada praktikan yang sakit atau memiliki urusan mendesak pribadi. 1. Praktikan yang hendak mengubah jadwal untuk urusan pribadi mendesak harus memberitahu staf tata usaha laboratorium sebelum jadwal praktikumnya melalui email. 2. Segera setelah praktikan memungkinkan mengikuti kegiatan akademik, praktikan dapat mengikuti praktikum pengganti setelah mendapatkan konfirmasi dari staf tata usaha laboratorium dengan melampirkan surat keterangan dokter bagi yang sakit atau surat terkait untuk yang memiliki urusan pribadi.
6.
KASUS ”KEPENTINGAN MASSAL” ”Kepentingan massal” terjadi jika ada lebih dari sepertiga rombongan praktikan yang tidak dapat melaksanakan praktikum pada satu hari yang sama karena alasan yang terkait kegiatan akademis, misalnya Ujian Tengah Semester pada jadwal kelompoknya. Isilah Form Pergantian Jadwal dan serahkan pada TU Lab. Dasar secepatnya. Jadwal praktikum pengganti satu hari itu akan ditentukan kemudian oleh Kordas praktikum yang bersangkutan.
7.
SANKSI Pengabaian aturan-aturan di atas dapat dikenakan sanksi pengguguran nilai praktikum terkait.
Aturan Umum Laboratorium Dasar Teknik Elektro
iv
PANDUAN UMUM KESELAMATAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN LABORATORIUM 1.
KESELAMATAN Pada prinsipnya, untuk mewujudkan praktikum yang aman diperlukan partisipasi seluruh praktikan dan asisten pada praktikum yang bersangkutan. Dengan demikian, kepatuhan setiap praktikan terhadap uraian panduan pada bagian ini akan sangat membantu mewujudkan praktikum yang aman.
1.1. Bahaya Listrik Perhatikan dan pelajari tempat-tempat sumber listrik (stop-kontak dan circuit breaker) dan cara menyala-matikannya. Jika melihat ada kerusakan yang berpotensi menimbulkan bahaya, laporkan pada asisten. 1. Hindari daerah atau benda yang berpotensi menimbulkan bahaya listrik (sengatan listrik/ strum) secara tidak disengaja, misalnya kabel jala-jala yang terkelupas dll. 2. Tidak melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya listrik pada diri sendiri atau orang lain. 3. Keringkan bagian tubuh yang basah karena, misalnya, keringat atau sisa air wudhu. 4. Selalu waspada terhadap bahaya listrik pada setiap aktivitas praktikum. Kecelakaan akibat bahaya listrik yang sering terjadi adalah tersengat arus listrik. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diikuti praktikan jika hal itu terjadi: 1. Jangan panik, 2. Matikan semua peralatan elektronik dan sumber listrik di meja masing-masing dan di meja praktikan yang tersengat arus listrik, 3. Bantu praktikan yang tersengat arus listrik untuk melepaskan diri dari sumber listrik, 4. Beritahukan dan minta bantuan asisten, praktikan lain dan orang di sekitar anda tentang terjadinya kecelakaan akibat bahaya listrik.
1.2. Bahaya Api atau Panas berlebih 1. Jangan membawa benda-benda mudah terbakar (korek api, gas dll.) ke dalam ruang praktikum bila tidak disyaratkan dalam modul praktikum. 2. Jangan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan api, percikan api atau panas yang berlebihan. 3. Jangan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya api atau panas berlebih pada diri sendiri atau orang lain. 4. Selalu waspada terhadap bahaya api atau panas berlebih pada setiap aktivitas praktikum. Berikut ini adalah hal-hal yang harus diikuti praktikan jika menghadapi bahaya api atau panas berlebih: 1. Jangan panik, Panduan Umum Keselamatan dan Penggunaan Peralatan Laboratorium
v
2. Beritahukan dan minta bantuan asisten, praktikan lain dan orang di sekitar anda tentang terjadinya bahaya api atau panas berlebih, 3. Matikan semua peralatan elektronik dan sumber listrik di meja masing-masing, 4. Menjauh dari ruang praktikum.
1.3. Bahaya Lain Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama pelaksanaan percobaan perhatikan juga hal-hal berikut: 1. Jangan membawa benda tajam (pisau, gunting dan sejenisnya) ke ruang praktikum bila tidak diperlukan untuk pelaksanaan percobaan. 2. Jangan memakai perhiasan dari logam misalnya cincin, kalung, gelang dll. 3. Hindari daerah, benda atau logam yang memiliki bagian tajam dan dapat melukai 4. Hindari melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan luka pada diri sendiri atau orang lain, misalnya bermain-main saat praktikum.
1.4. Lain-lain Praktikan dilarang membawa makanan dan minuman ke dalam ruang praktikum.
2.
PENGGUNAAN PERALATAN PRAKTIKUM Berikut ini adalah panduan yang harus dipatuhi ketika menggunakan alat-alat praktikum: 1. Sebelum menggunakan alat-alat praktikum, pahami petunjuk/ prosedur pengguna-an tiap alat itu. Petunjuk/ prosedur penggunaan beberapa alat praktikum ada di kuliah praktikum bersangkutan dan di http://labdasar.ee.itb.ac.id. 2. Perhatikan dan patuhi peringatan (warning) yang biasanya tertera pada badan alat. 3. Pahami fungsi atau peruntukan alat-alat praktikum dan gunakanlah alat-alat tersebut hanya untuk aktivitas yang sesuai fungsi atau peruntukannya. Menggunakan alat praktikum di luar fungsi atau peruntukannya dapat menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan. 4. Pahami rating dan jangkauan kerja alat-alat praktikum dan gunakanlah alat-alat tersebut sesuai rating dan jangkauan kerjanya. Menggunakan alat praktikum di luar rating dan jangkauan kerjanya dapat menimbulkan kerusakan pada alat tersebut dan bahaya keselamatan praktikan. 5. Pastikan seluruh peralatan praktikum yang digunakan aman dari benda/ logam tajam, api/ panas berlebih atau lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan pada alat tersebut. 6. Tidak melakukan aktifitas yang dapat menyebabkan kotor, coretan, goresan atau sejenisnya pada badan alat-alat praktikum yang digunakan. 7. Kerusakan instrumentasi praktikum menjadi tanggung jawab bersama rombongan praktikum ybs. Alat yang rusak harus diganti oleh rombongan tersebut.
3.
SANKSI Pengabaian uraian panduan di atas dapat dikenakan sanksi tidak lulus mata kuliah praktikum yang bersangkutan.
Panduan Umum Keselamatan dan Penggunaan Peralatan Laboratorium
vi
Tabel Sanksi Praktikum Lab Dasar Teknik Elektro Berlaku mulai: 29 Agustus 2016
Kasus
Level Akademik
Saat dan setelah praktikum
Semua kegiatan plagiasi (mencontek): tugas pendahuluan, test dalam praktikum, laporan praktikum Sengaja tidak mengikuti praktikum
Sanksi Gugur praktikum
Pengurangan nilai per modul
Tidak hadir praktikum Terlambat hadir praktikum
Berat
Saat praktikum
Pakaian tidak sesuai: kemeja, sepatu Tugas pendahuluan tidak dikerjakan/hilang/tertinggal
Gugur modul
Pertukaran jadwal tidak sesuai aturan/ketentuan Tidak mempelajari modul sebelum praktikum/tidak mengerti isi modul Saat Praktikum
Ringan
Dikeluarkan dari praktikum
-25 nilai akhir
BCL tertinggal/hilang
-100% nilai BCL
Name Tag tertinggal/hilang
-10 nilai akhir
Kartu praktikum tertinggal/hilang Kartu praktikum tidak lengkap data dan foto Loker tidak dikunci/kunci tertinggal Tidak minta paraf asisten di BCL/kartu praktikum
-25 nilai akhir
Terlambat mengumpulkan laporan Setelah Praktikum
-25 nilai akhir
Terlambat mengumpulkan BCL Tidak bawa kartu praktikum saat pengumpulan BCL Tidak minta paraf admin saat pengumpulan BCL
-10 nilai akhir -10 nilai akhir -25 nilai akhir -1/min nilai akhir, maks -50 -1/min nilai BCL, maks -50 -50 nilai BCL -50 nilai BCL
Catatan: 1. Pelanggaran akademik menyebabkan gugur praktikum, nilai praktikum E 2. Dalam satu praktikum, praktikan maksimal boleh melakukan a. 1 pelanggaran berat dan 1 pelanggaran ringan; atau b. 3 pelanggaran ringan 3. Jika jumlah pelanggaran melewati point 2, praktikan dianggap gugur praktikum. 4. Praktikan yang terkena sanksi gugur modul wajib mengganti praktikum pada hari lain dengan nilai modul tetap 0. Waktu pengganti praktikum ditetapkan bersama asisten. Jika praktikan tidak mengikuti ketentuan praktikum (pengganti) dengan baik, akan dikenakan sanksi gugur praktikum. 5. Setiap pelanggaran berat dan ringan dicatat/diberikan tanda di kartu praktikum 6. Waktu acuan adalah waktu sinkron dengan NIST 7. Sanksi yang tercantum di tabel adalah sanksi minimum. 8. Sanksi yang belum tercantum akan ditentukan kemudian. Tabel Sanksi Praktikum
vii
PERCOBAAN 1 PENGUAT SATU TINGKAT Tujuan
Memahami karakteristik transistor BJT
Memahami teknik bias dengan rangkaian diskrit dan sumber arus konstan
Mengetahui dan mempelajari fungsi transistor sebagai penguat
Mengetahui karakteristik penguat berkonfigurasi Common Emitter, Common Base, dan Common Collector
Mengetahui dan mempelajari resistansi input, resistansi output, dan faktor penguatan dari masing-masing konfigurasi penguat
Persiapan Pelajari keseluruhan petunjuk praktikum untuk modul ini.
Transistor BJT Transistor merupakan salah satu komponen elektronika paling penting. Terdapat dua jenis transistor berdasarkan jenis muatan penghantar listriknya, yaitu bipolar dan unipolar. Dalam hal ini akan kita pelajari transistor bipolar. Transistor bipolar terdiri atas dua jenis, bergantung susunan bahan yang digunakan, yaitu jenis NPN dan PNP. Simbol hubungan antara arus dan tegangan dalam transistor ditujukkan oleh gambar berikut ini.
Transistor BJT NPN
Transistor BJT PNP Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
1
Terdapat suatu hubungan matematis antara besarnya arus kolektor (IC), arus Basis (IB), dan arus emitor (IE), yaitu beta () = penguatan arus DC untuk common emitter, alpha ()= penguatan arus untuk common basis, dengan hubungan matematis sebagai berikut. IC I dan C , IB IE
sehingga
1
1
Karakteristik sebuah transistor biasanya diperoleh dengan pengukuran arus dan tegangan pada rangkaian dengan konfigurasi common emitter (kaki emitter terhubung dengan
ground), seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini. Dari Terdapat dua buah kurva karakteristik yang dapat diukur dari rangkaian diatas, yaitu:
Karakteristik IC - VBE
Karakterinstik IC - VCE
Kurva Karakteristik IC - VBE Arus kolektor merupakan fungsi eksponensial dari tegangan V BE, sesuai dengan persamaan: I C I ES eVBE / kT . Persamaan ini dapat digambarkan sebagai kurva seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
2
Dari kurva di atas juga dapat diperoleh transkonduktansi dari transistor, yang merupakan kemiringan dari kurva di atas, yaitu gm
I C VBE
Kurva Karakteristik IC – VCE Arus kolektor juga bergantung pada tegangan kolektor-emitor. Titik kerja (mode kerja) transistor dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu daerah aktif, saturasi, dan cut-off. Persyaratan kondisi ketiga mode kerja ini dapat dirangkum dalam tabel berikut ini. Mode kerja
IC
VCE
VBE
VCB
Bias B-C Bias B-E
Aktif
=VBE+VCB
~0.7V
0
Reverse
Saturasi
=.IB Max
~ 0V
~0.7V
Cut-Off
~0
=VBE+VCB
0
Forward Forward 0.7V
Forward
Dalam kurva IC-VCE mode kerja transistor ini ditunjukkan pada area-area dalam gambar berikut ini.
Penguat BJT
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
3
Transistor merupakan komponen dasar untuk sistem penguat. Untuk bekerja sebagai penguat, transistor harus berada dalam kondisi aktif. Kondisi aktif dihasilkan dengan memberikan bias pada transistor. Bias dapat dilakukan dengan memberikan arus yang konstan pada basis atau pada kolektor. Untuk kemudahan, dalam praktikum ini akan digunakan sumber arus konstan untuk “memaksa” arus kolektor agar transistor berada pada kondisi aktif. Jika pada kondisi aktif transistor diberikan sinyal (input) yang kecil, maka akan dihasilkan sinyal keluaran (output) yang lebih besar. Hasil bagi antara sinyal output dengan sinyal input inilah yang disebut faktor penguatan, yang sering diberi notasi A atau C. Ada 3 macam konfigurasi dari rangkaian penguat transistor yaitu : Common-Emitter (CE), Common-Base (CB), dan Common-Collector (CC). Konfigurasi umum transistor bipolar penguat ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Untuk membuat penguat CE, CB, dan CC, maka terminal X, Y, dan Z dihubungkan ke sumber sinyal atau ground tergantung pada konfigurasi yang digunakan.
Konfigurasi Common Emitter Konfigurasi ini memiliki resistansi input yang sedang, transkonduktansi yang tinggi, resistansi output yang tinggi dan memiliki penguatan arus (AI) serta penguatan tegangan (AV) yang tinggi. Secara umum, konfigurasi common emitter digambarkan oleh gambar rangkaian di bawah ini.
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
4
Untuk menentukan penguatan teoritis-nya, terlebih dahulu akan kita hitung resistansi input dan outputnya. Resistansi Input (Ri) adalah nilai resistansi yang dilihat dari masukan sumber tegangan vi. Perhatikan bahwa Rs adalah resistansi dalam dari sumber tegangan. Sedangkan Resistansi Output (Ro) adalah resistansi yang dilihat dari keluaran. Jika rangkaian diatas kita modelkan dengan model-π, maka rangkaian dapat menjadi seperti gambar berikut ini.
Dengan model ini, Ri (resistansi input) adalah: Ri = RB // rπ Jika RB >> rπ maka resistansi input akan menjadi : Ri ≈ rπ Kemudian, untuk menentukan resistansi output konfigurasi CE, kita buat Vs = 0, sehingga gmvπ = 0, maka: RO = RC // ro untuk komponen diskrit yang RC << ro, persamaan tersebut menjadi RO ≈ RC Dan untuk faktor penguatan tegangan, Av merupakan perbandingan antara tegangan keluaran dengan tegangan masukan: Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
5
Av
( RC // RL // ro ) r RS
Jika terdapat resistor Re yang terhubung ke emiter, maka berlaku: Ri = RB//rπ(1 + gmRe) RO ≈ RC Av
RC // RL re Re
Konfigurasi Common Base Konfigurasi ini memiliki resistansi input yang kecil dan menghasilkan arus kolektor yang hampir sama dengan arus input dengan impedansi yang besar. Konfigurasi ini biasanya digunakan sebagai buffer. Konfigurasi common base ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Resistansi input untuk konfigurasi ini adalah: Ri re Resistansi outputnya adalah: Ro RC Faktor penguatan keseluruhan adalah: Av
Ri Gm( RC // RL) Ri Rs
dengan, Rs adalah resistansi sumber sinyal input dan Gm adalah transkonduktansi. Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
6
Konfigurasi Common Collector Konfigurasi ini memiliki resistansi output yang kecil sehingga baik untuk digunakan pada beban dengan resistansi yang kecil. Oleh karena itu, konfigurasi ini biasanya digunakan pada tingkat akhir pada penguat bertingkat. Konfigurasi common collector ditunjukkkan oleh gambar berikut ini.
Pada konfigurasi ini berlaku: Resistansi input: Ri r ( 1) RL Resistansi output: Ro re Faktor penguatan: Av
( Rs // RB ) 1
RL RL Ro
Alat dan Komponen yang Digunakan
Sumber tegangan DC
Generator Sinyal
Kit Penguat Transistor
Sumber arus konstan
Multimeter (3 buah)
Sumber arus konstan
Kabel-kabel
Resistor Variabel
Osiloskop
PEAK Atlas DCA Pro
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
7
Langkah Percobaan Memulai Percobaan 1.
Nyalakan komputer dan sambungkan USB Power Atlas DCA Pro ke komputer
2.
Sambungkan kabel Atlas DCA Pro dengan kaki-kaki transistor BJT yang digunakan secara bebas (warna tidak berpengaruh).
3.
Buka aplikasi DCA pro yang tersedia di komputer
4.
Pastikan DCA Pro connected pada pojok kiri bawah layar
5. 6.
Tekan tombol test pada DCA Pro maupun pada jendela Peak DCA Pro. Perhatikan spesifikasi dan konfigurasi kaki-kaki BJT yang terbaca oleh alat Atlas DCA Pro.
Gambar PEAK Atlas DCA Pro
Gambar Icon DCA Pro
Gambar Jendela Aplikasi DCA Pro
Karakteristik Input Transistor IC-VBE 1. Buka tab Graph BJT Ic/VBE , atur pengaturan tracing Vcc 0-10V dengan point 11, IB 25-100µA kemudian klik Start. Tunggu proses tracing. 2. Amati grafik yang terbentuk, catat di BCL dan lakukan analisis. 3. Simpan data tabulasi hasil sampling dengan klik kanan pada grafik dan pilih Save Data. File yang terbentuk adalah *.txt. Buka file .txt yang terbentuk dan copy seluruh data yang ada di dalam file tersebut dan paste-kan di spreadsheet. Lakukan analisis lebih mendalam pada data ini.
Karakteristik Output Transistor IC-VCE 1. Buka tab Graph BJT Ic/VCE , atur pengaturan tracing Vcc 0-10V dengan point 11, IB 25-100µA kemudian klik Start. Tunggu proses tracing. 2. Amati grafik yang terbentuk, catat di BCL dan lakukan analisis. 3. Simpan data tabulasi hasil sampling dengan klik kanan pada grafik dan pilih Save Data. File yang terbentuk adalah *.txt. Buka file .txt yang terbentuk dan copy Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
8
seluruh data yang ada di dalam file tersebut dan paste-kan di spreadsheet. Lakukan analisis lebih mendalam pada data ini.
Early Effect Dengan menggunakan hasil pengamatan grafik sebelumnya 1. Pilihlah nilai arus basis (IB) dari grafik curve tracer yang kemiringan kurva-nya cukup besar 2. Pada kurva IC-VCE itu, pilihlah dua titik koordinat yang mudah dibaca, dan masih dalam garis lurus. Baca dan catat nilai IC dan VCE pada kedua titik tersebut. iC IC2 IC1 vCE 0
-VA
VCE1
VCE2
3. Hitunglah nilai tegangan Early dengan persamaan berikut : 𝑉𝐶𝐸2 𝐼𝐶1 − 𝑉𝐶𝐸1 𝐼𝐶2 𝑉𝐴 = 𝐼𝐶2 − 𝐼𝐶1 Dan catat di BCL anda. 4. Pilih nilai arus basis (IB) yang lain, dan lakukan langkah 1 s/d 3 diatas untuk mengkonfirmasi nilai tegangan Early yang sudah didapatkan.
Pengaruh Bias pada Penguat Transistor 1. Ubah setting Sinyal Generator sehingga mengeluarkan : (pastikan dengan menyambungkannya ke osiloskop) a. Gelombang Sinusoid ~1KHz. b. Amplituda sinyal 50 mVpp (tarik tombol amplituda agar didapat nilai yang kecil) c. Gunakan T konektor pada terminal output. 2. Susunlah rangkaian seperti pada gambar dibawah ini. A
RC C
+
9Vdc 10 V
-
B Generator + Sinyal -
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
Sumber Arus
E
9
3. Hubungkan Osiloskop ke rangkaian : - Ch-1 (X) ke Generator Sinyal dengan kabel koaksial konektor BNC-BNC, - Probe positif (+) Ch-2 (Y) ke titik C, - Ground osiloskop ke titik E. 4. Gunakan setting osiloskop : -
Skala Ch-1 pada nilai 10mV/div dengan kopling AC,
-
Skala Ch-2 pada nilai 1V/div dengan kopling AC,
-
Osiloskop pada mode waktu dengan skala horizontal 500µS/div.
-
Titik nol Ch-1 dan titik nol Ch-2 pada garis tengah layar.
5. Gunakan multimeter digital pada mode Volt-DC untuk mengukur tegangan dari VCE. 6. Set IB pada 25µA (minimum sumber arus). 7. Set RC minimum (short). 8. Baca dan catat tegangan VCE kemudian gambarkan bentuk gelombang tegangan output VCE yang ditunjukkan osiloskop. Amati adanya distorsi pada bentuk gelombang output. 9. Dari nilai IB dan VCE yang terbaca, tentukan letak titik kerja kondisi ini pada plot grafik IC-VCE yang telah dibuat sebelumnya. Dengan memperhatikan titik kerja ini, jelaskan mengapa distorsi pada langkah-8 terjadi. 10. Ulangi langkah 7-10. Untuk nilai-nilai IB : 200µA dan 400µA. 11. Ubah nilai RC menjadi 5KΩ. Ulangi langkah 8-10 untuk nilai RC ini. 12. Ubah nilai IB menjadi 150µA. Atur nilai RC sehingga VCE yang terbaca di multimeter sekitar 5V. Amati dan gambar bentuk tegangan yang terlihat di osiloskop. Dari nilai I B dan VCE yang terbaca, tentukan letak titik kerja kondisi ini pada plot grafik IC-VCE yang telah dibuat sebelumnya. Dengan memperhatikan titik kerja ini, jelaskan mengapa kondisi ini terjadi. 13. Naikkan amplitude input (dari generator sinyal) hingga tampak terjadi distorsi pada gelombang tegangan output (VCE). Catat besar amplituda input dan gambarkan bentuk gelombang outputnya. 14. Naikkan lagi amplituda input. Amati apakah amplituda gelombang output masih bisa membesar, dan catat nilai maksimum amplituda tersebut.
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
10
Tegangan Bias dan Parameter Penguat 1. Susun rangkaian seperti gambar di bawah dengan nilai-nilai komponen sebagai berikut:
Q 2 N 2222 RB1 150 k RB 2 20 k RL 10 k RC 10 k RE 1k C1 C 2 C 3 10 F VCC 10 V VCC
RC C2
RB1 C1
Z Q 2N222
X RB2
X
Y 1kΩ
RE C3
X
3. Ukurlah IC , IB dan IE dan catat pada tabel di bawah ini. Kemudian dengan nilai tersebut dan nilai komponen yang digunakan hitung parameter-parameter transistor serta parameter rangkaian penguat di bawah ini dan tuliskan pada tabel yang tersedia Besaran Ukur
Nilai
IC IB IE
Parameter
Formula
Nilai Model Ekivalen Transistor
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
11
gm
r re
gm
IC IB
r re
IC VT
gm VT IE
Penguat CE Av
Av
( RC // RL // ro ) r RS
Rin
Ri RB // r
Rout
Ro RC // ro Penguat CE dengan RE
Av
Av
RC // RL re Re
Rin
Ri RB // 1 g m re r
Rout
Ro RC // ro Penguat CB
Av
Av
Rin
Ri re
Rout
Ro RC
Ri Gm( RC // RL) Ri Rs
Penguat CC Av
Av
Rin
Ri r ( 1) RL
Rout
Ro re
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
RL RL Ro
( Rs // RB ) 1
12
Common Emitter A. Faktor Penguatan 1. Buatlah suatu sinyal sinusoidal kecil dari generator sinyal dengan tegangan V pp = 10-20 mV dan frekuensi 10 kHz. 2. Hubungkan rangkaian di atas dengan sinyal sinusoidal seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. 10V
150kΩ R 50Ω Generator Sinyal
X
RB1
10kΩ
C2
RC
Y
C1 Q 2N222 10μF 10kΩ
10μF 20kΩ
RL
RB2
3. Amati dan gambar sinyal di titik X dan Y menggunakan osiloskop. 4. Gunakan mode osiloskop xy untuk mengamati vo/vi, gambar grafik tersebut di buku log praktikum. 5. Naikkan amplituda generator sinyal dan amati vo sampai bentuk sinyalnya mulai terdistorsi. Catatlah tegangan vi pada saat hal tersebut terjadi. 6. Ulangi langkah 4 dan 5 dengan menambahkan resistor pada kaki emitor dengan kapasitor by pass seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini. 10V
150kΩ R 50Ω Generator Sinyal
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
RB1
10kΩ
RC
C2
C1 Q 2N222 10μF 20kΩ
10μF 10kΩ
RB2 1kΩ
R
10μF
C3
13
RL
7. Ulangi langkah 4 dan 5 dengan mengganti nilai RC dan RL menjadi 5k seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini. 10 V
R
Generator Sinyal
50 Ω
150k C Ω 1 10μ F 20k Ω
RB 1
RB 2
5kΩ
R C Q 2N222
1k Ω
R
C 2 10μ F 10μ F
5kΩ
R L
C 3
8. Ulangi langkah 4 dan 5 dengan memasang sumber arus seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini. 10V
150kΩ
Generator Sinyal
R
C1
50Ω
10μF 100kΩ
RB1
5kΩ
RC
C2
Q 2N222 10μF 5kΩ
RL
RB2
9. Ulangi langkah 4 dan 5 dengan memasang kapasitor bypass seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
14
10V
150kΩ
RB1
5kΩ
C2
RC
C1
R 50Ω
Q 2N222 10μF 5kΩ
10μF
Generator Sinyal
100kΩ
RB2
RL
C3 10μF
B. Resistansi Input 10. Lepaskan hubungan Frekuensi Generator dan Osiloskop dari rangkaian. 11. Atur kembali fungsi generator untuk menghasilkan sinyal sinusoidal sebesar Vpp = 10 – 20 mV dengan frekuensi 10 kHz seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini. Rs adalah Resistansi Internal Frekuensi Generator, kita tidak perlu menambahkan resistor apapun untuk membentuk skema ini.
12. Dengan tidak merubah nilai-nilai komponen dari rangkaian penguat dan tidak merubah amplituda output Generator sinyal, susunlah rangkaian seperti pada gambar di bawah ini. 10V
150kΩ Rsi g 50Ω
v i
Generator Sinyal R i
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
Rvar
RB1
C 1
5kΩ
C2
RC
Q 2N222
10μF 100kΩ
10μF 5kΩ
RB2
C3
RL
10 μF
15
13. Ubah nilai Rvar dan catat nilainya yang membuat tegangan vi menjadi ½ dari tegangan osiloskop sebelum terpasang pada rangkaian penguat. Maka Ri = Rvar + Rs (Rs=50Ω untuk generator fungsi berkonektor koaksial). 14. Ulangi percobaan ini untuk seluruh rangkaian pada percobaan A.
C. Resistansi Output 15. Atur kembali fungsi generator seperti pada langkah 12. Sambungkan dengan rangkaian pada gambar di bawah ini dan catat hasil bacaan Vo di osiloskop. 10V
150kΩ
5kΩ
RB1
C2
RC
C1
Rsig
Q 2N222 50Ω
10μF
vo
10μF
Generator Sinyal
100kΩ
Rvar RB2
10 μF
C3
Ro
16. Sambungkan rangkaian di atas dengan Rvar kemudian atur nilai Rvar yang memberikan Vo di osiloskop yang bernilai ½ dari nilai tegangan sebelum dipasang Rvar. Maka Ro = Rvar. 17. Ulangi percobaan ini untuk seluruh rangkaian pada percobaan A.
Common Base A. Faktor Penguatan 18. Lakukan langkah 1 sampai langkah 2. 19. Hubungkan rangkaian seperti pada gambar berikut ini. 10V
150kΩ
RB1
5kΩ
RC
C2
Q 2N222 C1
33kΩ
10μF
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
C3
RB2 R 1kΩ
10μF 5kΩ
RL
Rsig
10μF 50Ω
Generator Sinyal
16
20. Amati dan gambar gelombang di titik kolektor dan emiter menggunakan osiloskop. 21. Gunakan mode osiloskop xy untuk mengamati vo/vi, gambar grafik tersebut di buku log praktikum. 22. Naikkan amplituda generator sinyal dan amati vo sampai bentuk sinyalnya mulai terdistorsi. Catatlah tegangan vi pada saat hal tersebut terjadi. 23. Ulangi langkah 20-22 dengan mengganti nilai RC dan RL menjadi 5k. 24. Ulangi langkah 20-22 dengan mengganti resistor 1k menjadi sumber arus dengan arus 0.5 mA. Amati untuk nilai RC dan RL 10 k dan 5 k. 10V
150kΩ
RB1
5kΩ
RC
C2 10μF
Q 2N222
33kΩ
C1
C3
RB2
10μF
RL
5kΩ Rsig
10μF 50Ω
Generator Sinyal
B. Resistansi Input 25. Lakukan hal yang sama seperti pada percobaan Resistansi Input untuk Common Emitter pada rangkaian di percobaan A. 10V
150kΩ
RB1
5kΩ
RC
C2
Q 2N222
C1 10μF
33kΩ
C3
RB2 R 1kΩ
10μF Rvar
10μF 5kΩ
RL
Rsig 50Ω
vi
Ri
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
17
C. Resistansi Output 26. Lakukan hal yang sama seperti pada percobaan Resistansi Output untuk Common Emitter pada rangkaian di bawah ini. 10V
150kΩ
RB1
5kΩ
RC
C2 10μF
Q 2N222
C1
33kΩ
C3
RB2
10μF
Rvar Rsig
10μF 50Ω
R
vo
1kΩ
R o Generator Sinyal
Common Collector A. Faktor Penguatan 27. Hubungkan rangkaian seperti pada gambar berikut. 10V
150kΩ
RB1
C1
R
Q 2N222 50Ω
Rvar vi
Generator Sinyal
10μF 20kΩ
C2 RB2
10μF 1kΩ
RE1
1kΩ
RE2
Ri
28. Amati dan gambar gelombang di titik base dan emiter menggunakan osiloskop. 29. Gunakan mode osiloskop xy untuk mengamati vo/vi dan vo/vi, gambar grafik tersebut di buku log praktikum. 30. Naikkan amplituda frekuensi generator dan amati vo sehingga bentuk sinyal vo mulai terdistorsi. Catat tegangan vi. Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
18
31. Ulangi dengan mengganti resistor 1 k dengan sumber arus seperti gambar berikut.
B. Resistansi Input 32. Lakukan hal yang sama seperti pada percobaan Resistansi Input untuk Common Emitter pada rangkaian berikut ini. 10V
150kΩ
RB1
C1
R
Q 2N222 50Ω
10μF
Rvar vi
Generator Sinyal
20kΩ
C2 RB2
10μF 1kΩ
RE1
1kΩ
RE2
Ri
C. Resistansi Output 33. Lakukan hal yang sama seperti pada percobaan Resistansi Output untuk Common Emitter pada rangkaian di percobaan A.
Analisis dan Kesimpulan 34. Dari hasil pengamatan yang anda peroleh untuk ketiga konfigurasi penguat BJT, bandingkanlah karakteristik ketiganya, lakukan analisis, dan tariklah kesimpulan pada laporan anda.
Mengakhiri Percobaan 35. Selesai praktikum rapikan semua kabel dan matikan osiloskop, generator sinyal serta pastikan juga multimeter analog, multimeter digital ditinggalkan dalam keadaan mati (selector menunjuk ke pilihan off). 36. Matikan MCB dimeja praktikum sebelum meninggalkan ruangan. 37. Periksa lagi lembar penggunaan meja. Praktikan yang tidak menandatangani lembar penggunaan meja atau membereskan meja ketika praktikum berakhir akan mendapatkan potongan nilai sebesar minimal 10. 38. Pastikan asisten telah menandatangani catatan percobaan kali ini pada Buku Catatan Laboratorium (log book) Anda. Catatan percobaan yang tidak ditandatangani oleh asisten tidak akan dinilai. Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
19
Tabel Data Pengamatan Pengaruh Bias pada Kerja Transistor Vin
Vout
Daerah cutoff IB =………… mA IC =…….. mA VCE =……..V VBE = …….. V Daerah aktif IB =………… mA IC =…….. mA VCE =……..V VBE = …….. V Daerah saturasi IB =………… mA IC =…….. mA VCE =……..V VBE = …….. V
Percobaan 1 Penguat Satu Tingkat
20
PERCOBAAN 2 TAHAP OUTPUT PENGUAT 1.
TUJUAN a. Mengamati dan mengenali klasifikasi penguat berdasarkan bagian fungsi sinusoidal saat transistor konduksi b. Mengukur dan menganalisa distorsi pada tahap output penguat pada kelas A, B, dan AB. c. Mengukur dan menganalisa daya dan efisiensi penguat kelas A, B, dan AB. d. Mengamati, mengukur, dan menganalisa rangkaian termal sederhana untuk transistor daya (opsional).
2.
PENGETAHUAN PENDUKUNG DAN BACAAN LANJUT
2.1. Tahap Output Penguat Kelas A Tahap output penguat kelas A untuk konfigurasi Emitor Bersama (Common Emitter) tampak pada Gambar 1 di bawah ini. +VCC
Q1 vIN
+ RL
IBIAS
vO -
-VCC Gambar 1 Rangkaian tahap output penguat kelas A Transistor Q1 selalu konduksi pada seluruh selang sinyal input sinusoid. Sumber arus IBias menarik arus dari transistor Q1 dan beban RL. Saat tegangan input sekitar nol, arus yang ditarik sumber IBias akan diberikan oleh transistor Q1 sehingga beban mendapat arus dan tegangan mendekati nol. Dalam keadaan tanpa input transistor pada tahap penguat kelas A menghantarkan arus sebesar arus biasnya. Saat tegangan input terendah maka arus yang ditarik sumber akan datang dari beban R L sehingga beban akan mendapat tegangan terendah negatif –Ibias RL. Saat tegangan input tertinggi maka transistor Q1 akan memberikan arus lebih dari yang ditarik sumber arus sehingga beban akan memberoleh arus dan tegangan tertinggi positif. Untuk memperoleh ayunan tegangan tertinggi pada beban maka digunakan arus bias dan beban yang memenuhi hubungan sebagai berikut Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
21
𝑰𝑩𝒊𝒂 = 𝑽𝑪𝑪 − 𝑽𝑪𝑬𝒔𝒂𝒕 Persamaan 1 Arus yang diberikan oleh transistor Q1 akan berkisar dari 0 hingga 2xIBias. Distorsi pada penguat kelas A yang paling menonjol adalah distorsi saturasi. Distorsi ini terjadi ketika isinyal input sangat besar sehingga tegangan kolektor-emitor transistor mencapai nilai tegangan saturasi dan tegangan output sudah mendekati tegangan catu dayanya. Rangkaian bias berupa sumber arus untuk tahap output penguat kelas A dapat direalisasikan dengan berbagai jenis sumber arus, misalnya dengan cermin arus. Pada percobaan ini digunakan rangkaian sumber arus dengan seperti digambarkan pada Gambar 2.
IBIAS R1
QBIAS R2
R3
-VCC Gambar 2 Rangkaian sumber arus untuk bias tahap output penguat kelas A Arus bias untuk rangkaian tersebut dapat diperkirakan dengan memanfaatkan persamaan berikut
𝑰𝑩𝒊𝒂𝒔 = 𝜷(𝑽𝑪𝑪𝑹𝟐−𝑽𝑩𝑬(𝑹𝟏+𝑹𝟐)) 𝑹𝟏𝑹𝟐+(𝜷+𝟏)𝑹𝟑(𝑹𝟏+𝑹𝟐)
Persamaan 2
Pada penguat daya kelas A sumber arus bias akan selalu mendisipasikan daya mendekati VCC IBIAS. Daya yang terdisipasi pada transistor tahap output akan berkisar dari VCC IBIAS saat amplituda tegangan input nol hingga VCC IBIAS/2 saat amplituda input maksimum (mendekati VCC).
2.2. Penguat Kelas B Push-Pull Penguat kelas B pushpull menggunakan pasangan transistor NPN dan PNP (juga nMOS dan pMOS) yang seimbang dengan konfigurasi emitor bersama. Rangkaian dasar untuk tahap ouput penguat kelas B pushpull tampak pada Gambar 3.
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
22
+VC C
Q N
vI
R Q L
N
P
+ v O
-
VCC Gambar 3 Penguat pushpull kelas B Pada penguat pushpull kelas B transistor NPN dan PNP bekerja bergantian. Saat siklus tegangan input positif maka junction base-emitter transistor QN akan mendapat tegangan maju sehingga transistor QN konduksi sedangkan junction base-emitter transistor QP akan mendapat tegangan mundur sehingga transistor QP dalam keadaan cut-off. Sebaliknya saat siklus tegangan input negatif junction base-emitter transistor QP yang akan mendapat tegangan maju dan transistor QP konduksi dan QN dalam keadaan cut-off. Adanya tegangan cut-in pada perilaku junction menyebabkan proses transisi transistor yang konduksi dari QN ke QP dan sebaliknya akan melalui saat kedua transistor dalam keadaan cutoff. Keadaan tersebut menyebabkan sinyal output terdistorsi. Pada penguat kelas B, dengan menganggap tegangan cut-in nol, arus yang diberikan catu daya dapat didekati sebagai half wave rectifed sinusoidal wave untuk masing-masing transistor. Dengan demikian daya rata-rata yang diberikan catu daya akan mendekati
Daya yang disampaikan pada beban
Dengan demikian daya terdisipasi pada masing-masing transistor amplituda tegangan output atau tegangan inputnya.
akan bergantung pada
Ouput pada penguat kelas B pushpull mengalami distorsi cross over saat pergantian transistor yang konduksi akibat adanya tegangan cut-in pada transistor tersebut. Untuk menghilangkan distorsi tersebut dapat digunakan rangkaian umpan balik dengan penguat operasional. Rangkaian penguat kelas B seperti ini tampak pada Gambar 4. Umpan balik dengan penguat operasional ini tidak hanya menekan distorsi cross over tetapi juga menekan distorsi akibat ketidakseimbangan penguatan arus transistor NPN dan PNP. Penguat operasional pada rangkaian ini akan menjaga tegangan output sama dengan tegangan inputnya. Selesih
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
23
tegangan input dan output akan membuat penguat operasional memmberikan tegangan lebih tinggi bila tegangan pada beban ternyata lebih rendah dari input dan begitu pula sebaliknya. +VCC
+VCC vIN vE
vO
VIN
RL -VCC -VCC
Gambar 4 Rangkaian penguat pushpull kelas B dengan umpanbalik dengan opamp
2.3. Penguat Kelas AB Push-Pull Cara lain untuk memekan distorsi cross over pada penguat B adalah dengan kedua transistor tetap konduksi saat tegangan input sekitar nilai nol. Untuk itu transistor diberikan tegangan bias yang cukup pada junction base-emitor. Pada cara ini transistor bekerja pada kelas AB. Cara sederhana untuk memperoleh tegangan bias yang menjamin transistor dalam keadaan konduksi saat tegangan input kurang dari tegangan cut-in adalah dengan menggunakan dioda seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
2.4. Bacaan Lanjut Sedra, A dan Smith, K. Microelectronic Circuits, International 6th Edition, Oxford University Press, 2011 Bab 4 Transistor BJT dan Bab 13 Tahap Output dan Penguat Daya.
+VCC R1 QN D1
RS
D2 VIN
QP
RL
R2 -VCC Gambar 5 Penguat pushpull kelas AB dengan dioda untuk pemberi tegangan bias Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
24
3.
KOMPONEN DAN PERALATAN a. b. c. d. e. f. g.
4.
Kit Praktikum Penguat Daya Generator Sinyal Osiloskop Digital dengan fungsi FFT Multimeter (minimum 2 bh) Catu Daya Ter-regulasi (2 bh) Kabel dan asesori pengukuran Termometer Infra Merah
PERCOBAAN
4.1. Penguat Kelas A 1.
Menyusun Rangkaian 1. Susunlah rangkaian tahap penguat kelas A dan sumber arus biasnya seperti tampak pada Gambar 1. Nilai-nilai komponen dan bersaran tegangan catu daya yang dipilih adalah R1 = 5,6k, R2 = 1,2k, R3 = 1,2, RL = 56 W, Q1 = Q2 =BD139, dan VCC = 6V. 2. Berikan input pada penguat dari sumber sinyal dari generator sinusoidal 2Vpp 1KHz.
+VCC = 6V A Q1 BD139
vIN 2Vpp 1kHz
RL 56 R1 5,6k
R2 1,2k
+ vO -
QBIAS BD139 R3 1,2
A -VCC = -6V Gambar 6 Rangkaian pengamatan penguat kelas A
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
25
2.
Pengamatan Kualitatif Linieritas dan VTC 3. Gunakan mode dual trace pada osiloskop, yakinkan bahwa input kopling osiloskop terset pada DC. Amati secara kualitatif bentuk sinyal output (kanal 2 atau Y) dan input (kanal 1 atau X), dan gambarkan bentuk sinyalnya. Bandingkan bentuk sinyal input dan outputnya. 4. Gunakan mode xy pada osiloskop, amati kurva karakteristik alih tegangan (voltage transfer characteristics, VTC), perbesar amplituda input agar batas saturasi tegangan dapat teramati. Gambar dan catat batas saturasinya. 5. Amati juga bentuk gelombang sinyal output yang melewati batas saturasi di atas pada mode dual trace. Perhatikan apa yang menentukan batas saturasinya. 6. Ubah nilai resistansi beban RL menjadi 33 1W dan amati kembali kurva VTC-nya. Catat juga batas saturasinya. Bandingkan dengan hasil sebelumnya dan perhatikan apa yang menentukan batas saturasinya.
3.
Pengamatan Linieritas Kuantitatif 7. Kembalikan beban ke nilai semula RL = 56Ω dan osiloskop pada mode dual trace, serta turunkan amplitudo sinyal input hingga sinyal output berada di bawah batas tegangan saturasinya (pada kisaran 9-10 Vpp, bergantung pengamatan pada langkah 4). 8. Gunakan fungsi Fast Fourier Transform (FFT) pada osiloskop untuk mengamati spektrum sinyal output dengan menekan tombol MATH dan yakinkan bahwa fungsi MATH dilakukan untuk sumbersinyal dari kanal 2 (sinyal output). Atur tampilan display sehingga dapat diperoleh pengamatan yang lebih teliti (pada kisaran skala 10dB/div dan posisi 3dB). Untuk memudahkan pembacaaan nonaktifkan tampilan trace sinyal kanal 1 dan kanal 2 pada tampilan osiloskop dengan menekan tombol ch1 dan ch2 cukup lama hingga lampu indikator mati. Amati spektrum sinyal output ini untuk amplituda sinyal pada frekuensi dasar, harmonik kedua dan harmonik ketiga. 9. Lakukan juga pengamatan spektrum untuk sinyal input (ch 1). Dengan mengubah sumber input fungsi MATH. 10. Aktifkan tampilan kanal 1 (ch 1) agar dapat membaca besaran amplituda sinyal input dan ubah sinyal input untuk amplituda input yang lebih kecil (pada kisaran 4 Vpp). Kembali nonaktifkan tampilan kanal 1 untuk memudahkan pengamatan spektrum sinyal outputnya (ch 2). Lalu amati spektrum sinyal outputnya (kanal 2). Lakukan juga untuk sinyal amplituda output yang melebihi batas saturasi (pada kisaran 11-12 Vpp) dan amati spektrum sinyal outputnya. Perhatikan apa yang menentukan munculnya distorsi yang diamati dengan meningkatnya amplituda sinyal harmonik.
4.
Pengamatan Daya Disipasi dan Daya pada Beban 11. Kembalikan osiloskop pada pengamatan dual trace dan nonaktifkan pengamatan FFT dengan menekan tombol MATH hingga lampu indikator mati. Berikan sinyal input terkecil dari generator sinyal, amati dan catat arus dari kedua catu daya, serta tegangan output (beban). Hitung dan perhatikan daya yang terdisipasi saat tahap penguat tidak mendapat sinyal input. 12. Lakukan kembali pengamatan di atas untuk tegangan input 2, 4 , 6, dan 10 Vpp. Perhatikan besaran daya catu (supplied power), daya terdisipasi pada penguat, dan daya pada beban.
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
26
4.2. Penguat pushpull kelas B 1.
Menyusun Rangkaian 1. Susunlah rangkaian seperti pada Gambar 3. Komponen yang digunakan transistor Q1 ampere meter untuk mengukur arus dari kedua catu daya. 2. Berikan input pada penguat dari sumber sinyal dari generator sinusoidal 4Vpp 1KHz. Hubungkan osiloskop untuk mengamati sinyal input dan outputnya.
2.
Pengamatan Kualitatif Linieritas dan VTC 3. Amati dan catat bentuk sinyal tegangan input dan outputnya dengan osiloskop. Perhatikan distori bentuk sinyal dan penyebabnya. 4. Ubah amplituda tegangan input (pada kisaran 9-10 Vpp) agar cukup besar sehingga tegangan output tampak memasuki batas saturasi dan gunakan mode xy pada osiloskop untuk mengamati kurva karakteristik alih tegangan (VTC). Amati dan catat kuva VTC yang diperoleh. Perhatikan distorsi yang ada pada tahap penguat jenis ini.
3.
Pengamatan Linieritas Kuantitatif 5. Masih dalam keadaan tegangan input di bawah nilai saturasinya, gunakan fungsi FFT pada osilokop. Amati spektrum sinyal input dan output dan catat besaran amplitudo untuk frekuensi dasar dan frekuensi harmonik ke tiga. 6. Lakukan kembali langkah di atas untuk amplituda tegangan input yang jauh lebih kecil dari saturasi (pada kisaran 4 Vpp) dan untuk amplituda tegangan input yang lebih besar dari batas saturasi (pada kisaran 11-12 Vpp). Amati dan catat amplitudo frekuensi dasar dan harmonik ketiganya.
4.
Pengamatan Daya Disipasi dan Daya pada Beban 7. Gunakan sinyal terkecil dari generator sinyal, amati dan catat arus dari catu daya dan tegangan pada beban. Hitung dan perhatikan daya catu, daya disipasi dan daya pada bebannya. 8. Lakukan kembali pengamatan di atas untuk tegangan input 2, 4 , 6, dan 10 Vpp. Perhatikan besaran daya catu (supplied power), daya terdisipasi pada penguat, dan daya pada beban.
5.
Pengamatan Tahap Output Kelas B dengan Umpan Balik Penguat Operasional 9. Ubah rangkaian menjadi seperti pada Gambar 4. Komponen yang digunakan transistor Q1 BD139 dan Q2 BD 140, resistansi beban RL 33 1W, penguat operasional LM741, dan tegangan catu VCC 6V. Gunakan juga ampere meter untuk mengukur arus dari kedua catu daya. 10. Berikan input pada penguat dari sumber sinyal dari generator sinusoidal 4Vpp 1KHz. Hubungkan osiloskop untuk mengamati sinyal input dan outputnya. Amati dan catat bentuk gelombang outputnya. Bandingkan dengan hasil dengan hasil pengamatan sebelumnya tanpa umpan balik. 11. Ubah amplituda tegangan yang cukup besar hingga tegangan output tampak memasuki saturasi dan gunakan mode xy pada osiloskop untuk mengamati kurva karakteristik alih tegangan (VTC). Amati dan catat bentuk kurva VTC ini. Bandingkan dengan hasil pengamatan rangkaian tanpa umpan balik.
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
27
12. Pindahkan titik pengamatan output (kanal 2 atau Y) dari beban ke output penguat operasional. Amati dan catat juga bentuk kurva VTC ini. Perhatikan fungsi transfer rangkaian umpan baliknya. 13. Kembalikan titik pengamatan output ke beban. Atur tegangan input sehingga tegangan output sedikit di bawah nilai saturasinya. Memanfaatkan fungsi FFT pada osilokop amati spektrum sinyal input dan output dan catat besaran amplitudo untuk frekuensi dasar dan frekuensi harmonik ke tiga. Bandingkan juga dengan hasil pengamatan rangkaian tanpa umpan balik. 14. Gunakan mode dual trace untuk mengamati tegangan output atau beban dan arus dari catu daya untuk sinyal tegangan input terkecil dan input 10Vpp. Hitung dan perhatikan daya catu, daya disipasi dan daya pada bebannya.
4.3. Penguat pushpull kelas AB 1. Susunlah rangkaian seperti pada Gambar 5 dengan resistansi Resistor R1 dan R2 1,8k, dioda D1 dan D2 1N4001, transistor Q1 BD139 dan Q2 BD140, resistansi beban RL = 33 1W dan tegangan catu daya VCC 6V. Gunakan ampere meter untuk mengukur arus dari kedua catu daya. 2. Berikan input pada penguat dari sumber sinyal dari generator sinusoidal 4Vpp 1KHz. Hubungkan osiloskop untuk mengamati sinyal input dan outputnya. 1.
Pengamatan Kualitatif Linieritas dan VTC 3. Amati dan catat bentuk sinyal tegangan input dan outputnya dengan osiloskop. Perhatikan bentuk sinyal output dan bandingkan dengan hasil tahap output kelas B. Amati dan catat arus dari catu daya. 4. Lakukan kembali pengamatan bentuk sinyal dan arus catu daya ini untuk resistansi R1 = R2 = 1kΩ, dan untuk R1 = R2 = 4,7kΩ. 5. Ubah amplituda tegangan yang cukup besar hingga tegangan output tampak memasuki saturasi dan gunakan mode xy pada osiloskop untuk mengamati kurva karakteristik alih tegangan (VTC). Amati dan catat bentuk kurva VTC ini. Perhatikan secara khusus daerah tegangan input kecil atau mendekati nol. 6. Lakukan kembali pengamatan VTC ini untuk resistansi R1 = R2 = 1kΩ, dan untuk R1 = R2 = 4,7kΩ. Perhatikan juga area kurva VTC sekitar tegangan input nol.
2.
Pengamatan Linieritas Kuantitatif 7. Kembalikan resistansi bias R1 = R2 = 1kΩ atur tegangan input sehingga tegangan output sedikit di bawah nilai saturasinya. Memanfaatkan fungsi FFT pada osilokop amati spektrum sinyal input dan output dan catat besaran amplitudo untuk frekuensi dasar dan frekuensi harmonik ke tiga. 8. Lakukan kembali langkah di atas untuk amplituda tegangan input yang jauh lebih kecil dari saturasi dan untuk amplituda yang lebih besar dari saturasi. Amati dan catat amplitudo frekuensi dasar dan harmonik ketiganya.
3.
Pengamatan Daya Disipasi dan Daya pada Beban 9. Gunakan sinyal terkecil dari generator sinyal, amati dan catat arus dari catu daya dan tegangan pada beban. Hitung dan perhatikan daya catu, daya disipasi dan daya pada bebannya.
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
28
10. Lakukan kembali pengamatan di atas untuk tegangan input 2, 4 , 6, dan 10 Vpp. Perhatikan besaran daya catu (supplied power), daya terdisipasi pada penguat, dan daya pada beban.
4.4. Disipasi pada Transistor dan Rangkaian Termal (Opsional). Susunlah rangkaian sumber arus seperti pada Gambar 2 dengan resistansi R1 5,6k, R2 1,2k, R3 1,2 dan transistor BD139 yang dilengkapi dengan heatsink (pendingin). Gunakan amperemeter untuk mengukur arus kolektor dan voltmeter untuk mengukur tegangan kolektor-emitor. Catatan: Rangkaian sumber arus ini dilengkapi dengan resistor R3 yang bertindak sebagai umpan balik negatif untuk membatasi peningkatan penguatan arus karena kenaikan temperatur. Namun demikian bila arus awal terlalu tinggi disipasi panas dapat melebihi kapasitas heatsink untuk melepaskannya. Pada keadaan demikian dapat terjadi thermal runaway, yaitu pemanasan yang tidak terkendali akibat umpan balik positif antara disipasi dengan penguatan arus. Oleh karena itu, pada pengamatan ini bila arus tampak masih terus naik bersama dengan peningkatan suhu, segera putuskan hubungan ke catu daya untuk mencegah transistor rusak. 11. Hubungkan terminal kolektor dengan tegangan 0V. Berikan tegangan –VCC 6V dan amati dan ukur arus saat relatif stabil dan ukur temperatur ambient dan temperatur pada sirip terjauh heatsink dan pada casing transistor. 12. Turunkan tegangan –VCC 6V hingga arus kolektor naik sekitar 20% dan kembali amati dan ukur arus serta temperatur seperti di atas. 13. Ulangi langkah di atas untuk arus 50% arus awal.
5.
ANALISIS DAN DISKUSI Dengan menggunakan hasil pengamatan dan pengukuran lakukanlah analisis dan diskusikan hal-hal berikut: 1. Perilaku penguat secara kualitatif dan kuantitif dari pengamatan bentuk gelombang dan kurva karakteristik alih tegangannya termasuk bentuk sinyal tegangan pada rangkaian umpan balik. 2. Linieritas penguat dari pengamatan distorsi harmonik hasil FFT pada sinyal input dan output. 3. Daya output pada beban, daya disipasi, dan efisiensi penguat untuk sinyal dengan amplituda besar dan amplituda kecil. 4. Perhitungan termal pada penguat dan penggunaan heatsink pada transistor daya. Informasi untuk resistansi termal dari junction ke casing untuk jenis casing transistor TO126 yang digunakan dapat dicari di dunia maya. (Opsional).
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
29
Percobaan 2 Tahap Output Penguat Daya
30
PERCOBAAN 3 PENGUAT DIFERENSIAL 1.
TUJUAN a. Memahami bagaimana memperkuat lemah (kecil) sinyal di tengah interferensi dengan penguat diferensial. b. Mengevaluasi peran masing-masing komponen/ rangkaian pada penguat diferensial. c. Mengamati perilaku tahap penguatan diferensial dengan transistor bipolar dengan berbagai konfigurasi. d. Mengamati, mengukur, dan menganalisa penguatan differential-mode dan common-mode pada tahap penguat diferensial dengan berbagai konfigurasi.
2.
PENGETAHUAN PENDUKUNG DAN BACAAN LANJUT
2.1. Prinsip Penguat Diferensial Pengguat diferensial adalah penguat yang memiliki dua input dan memperkuat selisih tegangan pada kedua input tersebut. Pada keadaan ideal pada penguat diferensial sinyal interferensi yang berupa sinyal yang sama (common signal) yang masuk pada kedua input akan dihilangkan pada proses penguatan karena hanya selisih tegangan yang diperkuat. Namun demikian pada implementasinya penguat diferensial juga memberikan output yang berasal dari sinyal bersama tersebut. Hubungan input dan ouput pada penguat diferensial tampak pada Gambar 7.
vO = Ad vd + ACM vCM vd/2
-vd/2
vCM
Gambar 7 Prinsip Penguatan Diferensial Pada penguat seperti ini diinginkan penguat dengan penguatan diferensial yang besar dan penguat common mode nol atau sangat kecil. Dengan demikian penguat ini dapat digunakan untuk memperkuat sinyal kecul yang mucul bersamaan dengan sinyal interferensi yang besar. Besaran perbandingan penguatan diferensial Ad dan penguatan common mode Acm disebut sebagai CMMR Common Mode Rejection Ratio, sbb.:
𝑪𝑴𝑹𝑹 = 𝟐𝟎 𝐥𝐨𝐠 |
Percobaan 3 Penguat Diferensial
𝑨𝒅 𝑨𝒄𝒎
|
Persamaan 6
31
2.2. Rangkaian Dasar Penguat Diferensial Rangkaian dasar penguat diferensial terdiri dari rangkaian pasangan transistor dengan emitor bersama, bias arus, dan rangkaian beban seperti tampak pada Gambar 8. +VCC IBias/2
RC1
IBias/2
vO-
vO+ Q1
Q2
vIN+
vINIBias
Gambar 8 Rangkaian Dasar Penguatan Diferensial Penguat diferensial tersebut akan memberikan penguatan diferensial sbb.:
dimana gm adalah trankondutansi transistor pada arus bias yang diberikan. Penguatan diferensial ini sebanding dengan arus bias pada transistornya. Penguatan common mode untuk pasangan diferensial ini adalah
dimana REE adalah resistansi sumber arus bias yang digunakan dan re adalah parameter resistansi emitor transistor pada sinyal kecil. Penguat common mode dapat ditekan dengan menggunakan resistansi sumber arus yang besar. Untuk rangkaian dengan bias sumber arus resistor hal ini dapat dilakukan dengan memperbesar nilai resistansi biasnya. Namun demikian untuk menjaga penguatan diferensialnya maka perlu digunakan juga tegangan bias yang lebih tinggi agar arus biasnya tetap.
2.3. Penguat Diferensial dengan Resistor Degenerasi pada Emitor Penguat diferensial di atas mempunyai jangkauan penguatan linier yang sangat kecil (jauh di bawah VT). Untuk memperoleh penguat diferensal dengan jangkauan penguatan linier yang lebih besar digunakan resistansi degenerasi emitor Re. Pada rangkaian demikian diperoleh penguatan diferensial
dimana adalah penguatan arus emitor ke kolektor. Penambahan resistor Re ini akan mengurangi penguatan diferensialnya. Pada penguat seperti ini penguatan common modenya adalah sbb.:
Percobaan 3 Penguat Diferensial
32
Tampak dari persamaan terakhir penambahan resistansi degerasi emitor juga akan memperbaiki atau menekan penguatan common mode.
2.4. Penguat Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif Peningkatan resistansi rangkaian sumber arus bias dapat dilakukan dengan menggantikan resistor dengan sebuah cermin arus. Dalam keadaan demikian resistansi sumber arus adalah resistansi output transistor cermin arus ybs. Resistansi kolektor pada pasangan diferensial dapat juga digantikan dengan beban aktif berupa cermin arus. Sinyal output untuk pasangan diferensial seperti ini diambil pada salah satu terminal kolektor pasangan diferensialnya. Untuk rangkaian yang demikian akan diperoleh penguatan diferensial 𝟏
= 𝒈𝟐𝒎𝒓𝒐
Persamaan 11
Dimana gm adalah transkonduktasi sinyal kecil transistor pasangan diferensial dan ro adalah resistansi output transisor beban aktif. Penguatan yang diperoleh akan sangat besar mengingat umumnya resistansi output ro juga sangat besar. Penguatan common mode untuk rangkaian dengan beban aktif ini akan mendekati:
𝑨𝒄𝒎 = −
𝒓𝒐𝟒
Persamaan 12
𝜷𝟑𝑹𝑬𝑬
dimana ro4 adalah resistasi output transistor beban pada terminal ouput, 3 adalah penguatan arus transistor beban pasangannya, dan REE resistansi output sumber arus bias.
2.5. Nonidealitas pada Penguat Diferensial Penguat diferensial ideal bila pasangan diferensial yang digunakan seluruh paramter sepenuhnya sama. Namun pada kenyataannya akan sangat diperoleh komponen yang demikian. Pada kasus rangkaian diferensial dengan beban resistor akan ada ofset tegangan input VOS penguat diferensial sebesar:
𝑽𝑶𝑺 = 𝑽𝑻
𝚫𝑹𝑪 𝑹𝑪
Persamaan 13
Demikian juga dengan transistor yang digunakan, bila arus saturasinya tidak persis sama maka akan diperoleh tegangan ofset sebesar
𝑽𝑶𝑺 = 𝑽𝑻
𝚫𝑰𝑺 𝑰𝑺
Persamaan 14
Selain itu perbadaan penguatan arus juga akan memberikan arus ofset input IOS sebesar
𝑰𝑶𝑺 = 𝑰𝑩
𝚫𝜷 𝜷
Persamaan 15
2.6. Bacaan Lanjut Sedra, A dan Smith, K. Microelectronic Circuits, International 6th Edition, Oxford University Press, 2011 Bab 4 Transistor BJT dan Bab 13 Tahap Output dan Penguat Daya.
Percobaan 3 Penguat Diferensial
33
3.
KOMPONEN DAN PERALATAN a. b. c. d. e. f.
4.
Kit Praktikum Penguat Diferensial Generator Sinyal Osiloskop Multimeter Catu Daya Ter-regulasi (2 bh) Kabel dan asesori pengukuran
PERCOBAAN
4.1. Pemberian dan Pengukuran Tegangan untuk Pasangan Diferensial 1. Untuk pemberian tegangan input Common Mode pada pasangan diferensial pada percobaan ini, gunakan hubungan seperti pada Gambar 10. Besaran amplituda tegangan yang diberikan dapat diberikan hingga mendekati tegangan catu daya VCC. Dalam percobaan ini digunakan VCC 9V, maka amplituda tegangan common mode dapat diberikan hingga maksimum 9V. 2. Untuk Differential Mode pemberian tegangan input menggunakan hubungan seperti pada Gambar 10. Amplituda tegangan yang diberikan berada pada kisaran mV. Rangkaian pada Gambar 10 (a) memerlukan penguat operasional yang mempunyai tegangan offset dan derau rendah. Berikan amplituda yang cukup besar untuk mengatasi derau namun tidak terlalu besar untuk menghindari output lebih banyak pada keadaan saturasi. Amplituda yang digunakan dapat berada antara 10-40mV. vCM vCM vCM
Gambar 9 Rangkaian Pemberi Tegangan Input Common Mode +½vd 1k +½vd
1k
vd -½vd
vd 0
(a) (b) Gambar 10 Rangkaian Pemberi Tegangan Input Diferensial (a) -½vd dan +½vd dan (b) 0 dan vd
4.2. Pasangan Diferensial dengan Bias Resistor 1. Susunlah rangkaian penguat dengan pasangan diferensial seperti pada Gambar 6. Nilainilai komponen dan bersaran tegangan catu daya yang dipilih adalah RC1 = RC2 = 10k, Rbias
Percobaan 3 Penguat Diferensial
34
= 5k, Q1 = Q2 = 2N3094, dan VCC = 9V. Ukurlah arus bias yang mengalir pada RC1, RC2, dan Rbias. +9V RC1 10k
RC2 10k vO+
vO-
Q1
Q2
vIN+
vINRbias 5k -9V
Gambar 11 Rangkaian Penguat Diferensial dengan Bias Resistor 5k 2. Amati penguatan mode diferensial untuk penguat tersebut dengan membaca tegangan output single ended (hanya pada salah satu vO+ atau vO- terhadap ground), mau pun diferensial (selisih vO+ dan vO- ). Saat mengamati tegangan diferensial, jangan hubungkan terminal output dengan ground karena cara tersebut akan mengubah rangkaian percobaan. Catatlah hasil pengamatan vO+, vO- dan vO+ - vO- tersebut. 3. Gunakan mode xy untuk melihat kurva karakteristik transfer tegangan VTC tegangan output vO (satu-satu secara terpisah) terhadap input diferensial vid. 4. Lanjutkan pengamatan untuk penguatan mode bersama pada output yang sama vO+, vO- dan vO+ - vO-. Catat hasil pengamatan tersebut. 5. Ulangi pengamatan arus DC, penguatan mode diferensial, dan penguatan mode bersama ini untuk rangkaian dengan resistansi bias dan tegangan bias negatif yang lebih tinggi seperti pada Gambar 12 di bawah ini. +9V RC1
RC2 10k vO+
10k vOQ1
Q2
vIN+
vINRbias 8,6k -9V
Gambar 12 Rangkaian Penguat Diferensial dengan Bias Resistor 8,6k
Percobaan 3 Penguat Diferensial
35
6. Lakukan juga pengamatan yang sama untuk rangkaian diferensial dengan bias resistor dan dan degenerasi emitor seperti pada Gambar 13. +9V RC1 10k vOvIN+
Q1
RC2 10k vO+
Q2
Re1 50
5k
vIN-
Re2
Rbias
50
-9V Gambar 13 Rangkaian Penguat Diferensial dengan Bias Resistor dan Emitor Degeneratif
4.3. Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus 1. Susunlah rangkaian seperti pada Gambar 14 di bawah ini. Gunakan transistor 2N3904 untuk Q3 dan Q4. Ukurlah arus DC yang mengalir pada RC1, RC2, dan RRef serta arus pada kolektor Q4 IC4. +9V RC1 10k
RC2 10k vO+
vOvIN+
Q1
Q2
vIN-
RRef 5k Q3
Q4
-9V Gambar 14 Rangkaian Penguat Diferensial dengan Bias Cermin Arus 2. Lakukan pengamatan untuk penguatan mode diferensial dan penguatan bersama.
4.4. Pasangan Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif 3. Susunlah rangkaian seperti pada Gambar 14 di bawah ini. Gunakan transistor 2N3904 untuk Q5 dan Q6. Ukurlah arus DC yang mengalir antara kolektor Q1 dan Q5, antara kolektor Q2 dan Q6, dan arus kolektor Q4.
Percobaan 3 Penguat Diferensial
36
+9V Q5
Q6
vO-
vO+
vIN+
Q1
vIN-
Q2
RRef 5k Q3
Q4
-9V Gambar 15 Rangkaian Penguat Diferensial dengan Bias Cermin Arus dan Beban Aktif 4. Lakukan pengamatan untuk penguatan mode diferensial dan penguatan bersama. Perhatikan bentuk output yang diperoleh. 5. Ubahlah rangkaian dengan memberikan beban pada output seperti pada Gambar 16 berikut ini. Amati penguatan diferensial dan penguatan bersama pada terminal output vo (pada beban RL). +9V Q5
Q6
CC 0,1F vo
vIN+
Q1
Q2
vIN-
RL 10k
RRef 5k Q3
Q4
-9V Gambar 16 Rangkaian Penguat Diferensial
5.
ANALISIS DAN DISKUSI Dengan menggunakan hasil pengamatan dan pengukuran lakukanlah analisis dan diskusikan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4.
Apa yang menentukan penguatan diferensial pada pasangan penguat diferensial. Apa yang menentukan penguatan bersama pada pasangan diferensial. Apa keuntungan penggunaan cermin arus sebagai sumber arus bias. Apa keuntungan penggunaan cermin arus sebagai beban aktif.
Percobaan 3 Penguat Diferensial
37
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
38
PERCOBAAN 3: PENGUAT DENGAN UMPAN BALIK 1.
TUJUAN a. Mengamati dan mengenali prinsip umpan balik pada rangkaian b. Mengamati, mengukur, dan menganalisa efek umpan balik pada frekuensi pole rangkaian orde satu filter frekuensi rendah dan filter frekuensi tinggi c. Mengamati dan menganalisa efek umpan balik pada rangkaian dengan distorsi saturasi d. Mengamati dan mengenali cara memberikan umpan balik pada penguat satu transistor e. Mengamati, mengukur, dan menganalisa efek umpan balik pada karakteristik penguat: resistansi input, resistansi output, dan penguatan
2.
PENGETAHUAN PENDUKUNG DAN BACAAN LANJUT
2.1. Sistem dengan Umpan Balik Sistem dengan loop terbuka sangat rentan terhadap gangguan dari luar. Berapa pun besarnya ketelitian sistem tersebut akan menghasilkan keluaran yang buruk saat gangguan misalnya derau masuk pada sistem, misalnya bercampur dengan input. Untuk memperoleh sistem yang lebih baik digunakan umpan balik. Pada seperti ini output dikembalikan ke input untuk melihat perbedaan ouput dengan rujukan yang diharapkan. Sistem dengan umpan balik ini tampak pada Gambar 1 berikut.
X(s) (s)
G(s)
Y(s)
H(s) Gambar 17 Diagram Blok Umum Sistem dengan Umpan Balik Pada grafik tersebut G(s) adalah fungsi transfer maju dari sistem, H(s) fungsi transfer umpan balik, X(s) sinyal input rujukan untuk sistem, Y(s) sinyal keluaran yang diperoleh, dan (s) perbedaan sinyal keluaran dengan rujukan atau galat (error). Secara keseluruhan sistem dengan umpan balik tersebut akan memberikan fungsi transfer Gf(s) seperti pada persamaan berikut:
Untuk sistem seperti dia atas, baik G(s) maupun H(s) dapat merupakan fungsi yang kompleks atau juga fungsi sederhana. Sistem dengan fungsi kompleks menjadi bagian dari studi bidang kendali. Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
39
Dalam bidang elektronika sistem dengan umpan balik banyak digunakan dalam penguat dan filter. Sistem seperti ini menggunakan fungsi G(s) dan H(s) yang cenderung lebih sederhana.
2.2. Respons Umum Penguat dengan Umpan Balik Untuk penguat dengan umpan balik, G(s) merupakan fungsi penguatan A. Fungsi transfer umpan baliknya H(s) merupakan fungsi skalar . Sinyal yang diperkuat dalam elektronika dapat berupa tegangan atau arus. Representasi sinyal tersebut dapat dinyatakan dengan Rangkaian Thevenin atau Norton. Untuk penguat dengan umpan balik maka ada empat kemungkinan jenis penguat, yaitu: penguat tegangan, penguat arus, penguat transkonduktasi, dan penguat transresistansi. Tabel 1 menunjukkan efek umpan balik pada penguatan resistansi input dan output seluruh konfigurasi tersebut. Tabel 1 Efek Umpan Balik pada Penguatan dan resistansi input dan output Series – Shunt
Penguat Tegangan
Rs vs
RoA vi
RiA
Rs vo
Av0
RL
Rof
vs vi
Rif
Avfvi
vo
RL
Ro vf
Ri
0vo
Series-Series
Penguat Transkonduktasi
Rs vs
Rs vi
RiA
Ai0 RoA
io
RL
vs
vi
Rif
Aifvi Rof
RL
io
Ro vf
0io
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
Ri
40
Shunt-Series
Penguat Arus
ii
ii
if is
Rs
Ro
RiA
Ai0
RoA
io
RL
if
Aifii
io Rof
RL
Penguat Transresistansi RoA
ii Rs
Rif Rs
Ri
0io
Shunt-Shunt
is
is
RiA
Ro
ii
Av0
vo
RL
is
Rs Rif
Rof Avfii
vo
RL
Ri 0vo
Untuk dapat menggunakan persamaan di atas rangkaian perlu terlebih dahulu dikenali konfigurasinya. Hubungan series menambah atau tegangan pada input dan mencuplik arus pada output. Hubungan shunt menambah atau mengurangi arus pada input dan mencuplik tegangan pada output.
2.3. Respons Frekuensi Penguat dengan Umpan Balik Secara alamiah setiap penguat mempunyai penguatan dengan pada frekuensi terbatas. Perilaku ini seringkali dimodelkan dengan orde satu, misalnya untuk respons filter frekuensi rendah (LPF) satu pole maka fungsi transfer penguat dapat ditulis seperti pada persaan berikut
Dalam kasus seperti ini persamaan fungsi transfer untuk penguat dengan umpan balik skalar akan memberikan penguatan keseluruhan Af(s) seperti pada persamaan berikut.
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
41
Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa pada penguat LPF orde satu dengan umpan balik, penguatan akan terskala turun sebesar (1+Am) dan sebaliknya frekuensi pole atau frekuensi sudut (corner frequency) akan terskala naik sebesar (1+Am). Frekuensi pole menjauh menuju tak hingga dengan peningkatan penguatan loop terbuka. Perkalian penguatan keseluruhan dan frekuensi pole akan tetap. Besaran terakhir ini disebut Gain Bandwidth Product (GBW Product) sebuah amplifier. Besaran ini merupakan figure of merit dari sebuah penguat. Untuk penguat dengan kopling kapasitif, penguat juga mempunyai respons HPF pada frekuensi rendahnya. Fungsi transfer penguat dapat ditulis sperti pada persamaan berikut:
Dalam kasus HPF orde 1 ini, penguatan akan terskala turun sebesar (1+Am) dan frekuensi pole juga akan terskala turun sebesar (1+Am). Frekuensi pole mendekati nol (letak zero) dengan peningkatan penguatan loop terbuka.
2.4. Umpan Balik untuk Linierisasi Umpan balik dapat digunakan untuk menekan nonlinieritas penguat. Salah satu contoh umpan balik untuk menekan cross over distortion yang muncul pada penguat push-pull kelas B seperti yang dilalukan pada percobaan penguat daya. Umpan balik juga dapat digunakan untuk menekan nonlinieritas saturasi pada penguat.
2.5. Umpan Balik pada Penguat Transistor Penguat transistor dapat diberikan umpan balik untuk memperoleh keuntungan perilaku rangkaian dengan umpan balik, seperti pada bandwidth dan resistansi input dan output. Pengambilan sampel dari output dapat dilakukan dengan menggunakan resistor, baik secara seri untuk memberikan umpan balik tegangan, maupun dengan paralel untuk memberikan umpan balik arus. Penggunaan resistor ini diharapkan tidak mengubah titik kerja rangkaian. Untuk analisanya, rangkaian penguat dan rangkaian umpan balik dimodelkan dahulu sebagai jaringan 2 port. Selanjutnya besaran yang menyatakan perilaku rangkaian dapat diprediksi sesuai Tabel 1 di atas.
2.6. Bacaan Lanjut Sedra, A dan Smith, K. Microelectronic Circuits, International 6th Edition, Oxford University Press, 2011 Bab 12 Rangkaian Pembangkit Sinyal dan Pembentuk Gelombang.
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
42
3.
PERSIAPAN 1. Untuk rangkaian opamp pada Gambar 18 dan Gambar 19, i. hitunglah besar penguatan loop terbuka (Av) dari input ke output dan hitung juga penguatan rangkaian umpan baliknya () melalui masing-masing resistor yang tersedia RA 110k, RB 220k, dan RC 440k. ii. Hitung resistansi input dan frekuensi sudutnya untuk keadaan loop terbuka dan loop tertutup di atas. 2. Untuk rangkaian penguat satu transistor pada Gambar 21 - Gambar 23 i. Hitunglah penguatan rangkaian dan resistansi input untuk rangkaian tanpa umpan balik. ii. Amati skema rangkaian pada jenis konfigurasi apakah rangkaian umpan balik 1 (Gambar 22) dan umpan balik 2 (Gambar 23) tersebut. iii. Carilah nilai umpan balik untuk rangkaian umpan balik 1 dan umpan balik 2.
4.
KOMPONEN DAN PERALATAN a. b. c. d. e. f.
5.
Kit Praktikum Umpan Balik Generator Sinyal Osiloskop Multimeter Catu Daya Ter-regulasi (2 bh) Kabel dan asesori pengukuran
PERCOBAAN
5.1. Respons Umum Rangkaian Opamp dengan Umpan Balik 1. Susunlah rangkaian pada pada kit untuk memperoleh rangkaian LPF orde 1 seperti tampak pada Gambar 18. Hubungkan generator sinyal sinusoidal untuk memberikan input pada rangkaian dan osiloskop untuk mengamati sinyal input dan outputnya. 2. Dengan memanfaatkan selektor S1 untuk memilih RA, RB, atau RC guna menentukan nilai skala umpan balik output ke inputnya, a. Amati perilaku rangkaian untuk penguatan pada frekuensi passband (rendah, sekitar 1kHz atau kurang). Pilih amplituda output sekitar b. Naikkan frekuensi sehingga mencapaicapai frekuensi sudut (cut-off 3dB) c. Lakukan untuk rangkaian loop terbuka dan loop tertutup. Catat nilai-nilai tersebut. 3. Dengan menggunakan resistor tambahan pada input rangkaian, amati dan ukurlah resistansi input rangkaian untuk rangkaian loop terbuka dan rangkaian upan balik untuk semua nilai skala umpan balik yang tersedia. Catat nilai-nilai tersebut dalam tabel yang sama dengan data sebelumnya.
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
43
C4
R1 = R5 =R6 = RA=2,2k C4=180pF R2 =R3=3,3k R4a =R4b= 22k RA =110k RB =220k R2 RC =440k
R4a
R1
vI
R4b
R3
vO
R6
RA S1
RB
R5
RC
Gambar 18 Rangkaian LPF orde 1 dengan opamp 4. Susunlah rangkaian pada pada kit untuk memperoleh rangkaian HPF orde 1 seperti tampak pada Gambar 19. Hubungkan generator sinyal sinusoidal untuk memberikan input pada rangkaian dan osiloskop untuk mengamati sinyal input dan outputnya. 5. Lakukan pengamatan perilaku rangkaian untuk penguatan pada frekuensi passband (tinggi, sekitar 12-15 kHz) dan turunkan frekuensi sehingga mencapai frekuensi sudut (cut-off 3dB) untuk rangkaian loop terbuka dan loop tertutup dan rangkaian dengan umpan balik. Catat nilai-nilai tersebut. Bandingkan hasilnya denganhasil pada langkah no. 2 di atas. R1 = R5 =R6 = RA=2,2k C3=22nF R2 =R3=3,3k R4a =R4b= 22k RA=110k RB=220k R2 RC=440k vI
R4a
R1
C3
R3
vO
R6
RA S1
RB RC
R4b
R5
Gambar 19 Rangkaian HPF orde 1 dengan opamp
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
44
5.2. Linierisasi Rangkaian Opamp dengan Umpan Balik 1. Susunlah rangkaian pada pada kit untuk memperoleh rangkaian nonlinier seperti tampak pada Gambar 20. Hubungkan generator sinyal sinusoidal untuk memberikan input pada rangkaian dan osiloskop untuk mengamati sinyal input dan outputnya. R1 = R5 =R6 = RA=2,2k C4=180pF; R2 = R3 = 3,3k R4a = R4b = 22k RA=15k RB=22k R2 RC=110k vI
R4a
R1
D1 R4b
R3
D2 vO
R6
RA S1
RB
R5
RC
Gambar 20 Rangkaian Penguat LPF Orde 1 Nonlinier 2. Gunakan soiloskop dalam mode dual trace. Dalam keadaan loop terbuka, berikan amplituda sinyal input yang cukup besar sehingga pada sinyal output tampak saturasi pada puncak dan lembah sinyalnya. Amati juga kurva alih tegangan (VTC) dalam xy. Catat kedua hasilnya. 3. Dengan memanfaatkan selektor S1 untuk memilih RA 15k, RB 22k, atau RC 110k guna menentukan nilai skala umpan balik output ke inputnya, dalam mode xy amati VTC untuk rangkaian dengan umpan balik. Amati juga sinyal keluarannya dalam mode dual trace. Catat hasil keduanya.
5.3. Penguat Transistor dengan Umpan Balik 1. Gunakan rangkaian pada kit praktikum untuk menyusun rangkaian seperti tampak pada Gambar 21. Berikan sinyal input sinusoidal dari generator sinyal dan amati sinyal input dan output dengan osiloskop. +9V
+9V
R1 91k CC1 1F
RC 680
R2 18k
RE 5,1
CC2 1F vo
vi
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
CB 1F
45
Gambar 21 Penguat Satu Transistor Tanpa Umpan Balik 2. Lakukan pengamatan dan pengukuran untuk penguatan, frekuensi cut-off, dan resistansi input rangkaian tersebut (catatan: Rangkaian ini mempunyai umpan balik pada arus bias atau DC namun untuk sinyal ac penguat tidak mempunyai umpan balik karena adanya kapasitor bypass CB paralel ke resistor emitor RE ). 3. Putuskan hubungan kapasitor bypass CB dari resistor emitor RE sehingga diperoleh rangkaian seperti pada Gambar 22. 4. Lakukan ulang pengamatan dan pengukuran untuk penguatan, frekuensi cut-off, dan resistansi input rangkaian tersebut. +9V
+9V
R1 91k CC1 1F
RC 680
R2 18k
RE 5,1
CC2 1F vo
vi
Gambar 22 Penguat Satu Transistor dengan Umpan Balik 1 5. Hubungkan kembali kapasitor bypass CB dari resistor emitor RE dan hubungkan juga resistor RF dan kapasitor CF sehingga diperoleh rangkaian seperti pada Gambar 23. 6. Lakukan ulang pengamatan dan pengukuran untuk penguatan, frekuensi cut-off, dan resistansi input rangkaian tersebut. +9V
+9V
R1 91k CC1 1F
RC RF 680 1,5k
R2 18k
RE 5,1
vi
CC2 1F vo
CF 1F
CB 1F
Gambar 23 Penguat Satu Transistor dengan Umpan Balik 2
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
46
6.
ANALISIS DAN DISKUSI Dengan menggunakan hasil pengamatan dan pengukuran lakukanlah analisis dan diskusikan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4.
Resistansi input, output dan penguatan pada rangkaian dengan umpan balik. Frekuensi pole pada LPF dan HPF orde 1 dengan adanya umpan balik. Pengaruh umpan balik pada perbaikan linieritas dan harga yang harus dibayar. Umpan balik pada penguat satu transistor dan pengaruhnya pada karakteristik rangkaian.
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
47
Percobaan 4 Penguat dengan Umpan Balik
48
PERCOBAAN 5 OSILATOR 1.
TUJUAN a. Mengamati dan mengenali prinsip pembangkitan sinyal sinusoidal dengan rangkaian umpan balik b. Mengamati dan menganalisa rangkaian-rangkaian osilator umpan balik resistor dan kapasitor (RC) dan induktor dan kapasitor (LC) c. Mengamati dan menganalisa keadaan untuk menjamin terjadinya osilasi d. Mengamati dan menganalisa pengaturan amplituda output osilator e. Mengamati dan mengenali prinsip pembangkitan sinyal nonsinusoidal dengan umpan balik rangkaian tunda dan komparator f. Merancang dan mengimplementasikan pembangkit gelombang segitiga dan persegi g. Mengamati dan menganalisa osilator cincin (ring oscillator)
2.
PENGETAHUAN PENDUKUNG DAN BACAAN LANJUT
2.1. Osilator dan Umpan Balik Positif Sistem dengan umpan balik secara umum dapat digambarkan dengan diagram blok pada Gambar 1 berikut.
vI
vO
Gambar 24 Diagram Blok Sistem dengan Umpan Balik Blok A merupakan fungsi transfer maju dan blok merupakan fungsi transfer umpan baliknya. Pada sistem dengan umpan balik ini dapat diturunkan penguatan tegangannya:
𝑨𝒇 ≡
𝒗𝒐 𝒗𝒊
=
𝑨
Persamaan 21
𝟏+𝑨𝜷
Secara umum persamaan di atas menunjukkan adanya tiga keadaan yang ditentukan oleh denominatornya. Salah satu keadaan tersebut adalah saat denominator menjadi nol. Saat itu nilai Af menjadi tak hingga. Secara matematis pada keadaan ini bila diberikan sinyal input nol atau vi=0 ini, akan menjadikan tegangan vo dapat bernilai berapa saja. Keadaan seperti inilah yang menjadi prinsip pembangkitan sinyal atau osilator sinusoidal dengan umpan balik yang disebut sebagai Kriteria Barkhausen. Dalam rangkaian kriteria tersebut dilihat dari total penguatan loop terbuka L sbb.:
(𝒋𝝎) = (𝒋𝝎)(𝒋𝝎) = 𝟏 Percobaan 5 Osilator
Persamaan 22
49
2.2. Osilator dengan Opamp, Resistor dan Kapasitor (RC Oscillator) 1.
Implementasi Kriteria Osilasi Ada banyak cara untuk mencapai kriteria terjadinya osilasi di atas, namun untuk kemudahannya dalam perancangan sering kali dipilih keadaan-keadaan berikut:
𝑨 = 𝑨𝒎 ∠𝟎 𝐝𝐚𝐧 𝜷 = 𝑨 = 𝑨𝒎 ∠𝟏𝟖𝟎 𝐝𝐚𝐧 𝜷 = 𝑨 = 𝑨𝒎 ∠𝟗𝟎 𝐝𝐚𝐧 𝜷 =
𝟏 𝑨𝒎 𝟏 𝑨𝒎 𝟏
𝑨𝒎
∠𝟎 ∠𝟏𝟖𝟎 Persamaan 23
∠ − 𝟗𝟎
Contoh implementasi untuk ketiga keadaan tersebut di atas, secara berurutan adalah Osilator Jembatan Wien, Osilator Penggeser Fasa, dan Osilator Kuadratur yang rangkaian umumnya tampak pada Gambar 25. C1
R1 C Am
R2
C
C -Am
vO R
C2
(a)
R
vO
R
(b) vO cosinus R2
C3
R1
vO sinus C4
R3
R4
(c) Gambar 25 Contoh Implementasi Kriteria Osilasi (a) Jembatan Wien (b) Penggeser Fasa (c) Kuadratur Osilator Jembatan Wien secara umum mempunyai frekuensi osilasi dan penguatan yang diperlukan untuk terjadinya osilasi sebagai berikut: 𝝎=
𝟏 √𝑹𝟏𝑹𝟐𝑪𝟏𝑪𝟐
dan 𝑨𝒎 = 𝟏 +
𝑪𝟐 𝑪𝟏
+
𝑹𝟏
Persamaan 24
𝑹𝟐
Dalam realisasinya, dalam merancang Osilator Jembatan Wien sering kali dipilih R1=R2=R dan C1=C2=C sehingg frekuensi osilasinya menjadi =1/CR dan penguatan yang diperlukan Am=3.
Percobaan 5 Osilator
50
Nilai lain yang juga sering digunakan adalah R1=R, R2=10R, C1=C/10, dan C2=10C dengan frekuensi osilasi yang sama yaitu =1/CR namun penguatan hanya Am=1,2. Untuk Osilator Penggeser Fasa frekuensi osilasi dan penguatan yang diperlukan adalah 𝝎=
𝟏 √𝟔𝑹𝑪
dan 𝑨𝒎 = −
𝟏 𝟐𝟗
Persamaan 25
Sedangkan untuk osilator kuadratur frekuensi osilasinya adalah 𝟏
𝝎= √ 𝑹𝟐
𝟏 𝑹𝟏𝑹𝟑𝑪𝟑𝑹𝟒𝑪𝟒
Persamaan 26
dan untuk masing-masing integrator (inverting dan noninverting) penguatannya adalah
Dalam perancangannya bila dipilih R1=R2=R, R3=R4 dan C3=C4 maka diperoleh penguatan pada masing-masing opamp 1 (satu) dan penguatan loop terbuka juga 1 (satu). 2.
Pengendalian Amplituda Kriteria osilasi sangat ketat, bila 𝐿 > 1 maka maka rangkaian umpan balik menjadi tidak stabil dan bila 𝐿 < 1 osilasi tidak akan terjadi. Oleh karena itu, penguat pada osilator menjamin 𝐿 > 1 saat mulai dioperasikan dan kemudian dibatasi pada nilai 𝐿 = 1 saat beroperasi. Cara yang umum digunakan untuk kendali tersebut adalah dengan rangkaian pembatas amplituda (clipper) atau pengendali penguatan otomatis (automatic gain control, AGC). Prinsip kerja rangkaian pembatas amplituda adalah memanfaatkan dioda pada resistor penentu penguatan rangkaian penguat operasional. Dioda akan konduksi dan mempertahankan nilai tegangannya bila memperoleh tegangan lebih dari tegangan cut-in. Prinsip kerja pengendali penguatan otomatis adalah dengan menggantikan resistor penentu penguatan rangkaian penguat operasional dengan transistor (FET). Tegangan output disearahkan dan digunakan untuk mengendalikan resistansi transistor. Cara lain adalah dengan menggunakan Piece Wise Linear Limiter. Prinsip cara ini adalah menjadikan penguat memberikan penguatan pada amplituda yang berbeda yang ditentukan dengan dioda dan resistor.
2.3. Osilator dengan Resonator 1.
Osilator Penguat, Induktor dan Kapasitor (LC Oscillator) Osilator dengan penguat, induktor dan kapasitor pada dasarnya merupakan osilator yang memanfaatkan rangkaian resonansi seri induktor dan kapasitor (LC). Secara teoritis, induktor dan kapasitor akan mengalami self resonance. Akan tetapi adanya redaman akibat resistansi pada induktor dan konduktansi pada kapasitor osilasi tersebut tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Untuk menjamin terjadinya osilasi tersebut, maka rangkaian LC harus mendapat mekanisme kompensasi terhadap redaman. Pada implementasinya maka induktor dan kapasitor ditempatkan dalam rangkaian umpan balik guna menjaga resonansi berkelanjutan.
Percobaan 5 Osilator
51
Ada beberapa rangkaian osilator LC yang terkenal, tiga diantaranya adalah Colpitts, Clapp, dan hartley. Prinsip rangkaian penguat dan umpan balik untuk ketiganya tampak pada Gambar 26. Frekuensi osilasi rangkaian ini ditentukan oleh rangkaian resonansinya. Untuk Osilator Collpits frekuensi resonansinya dalah sebagai berikut. 𝟏 𝟐𝝅 √𝑳𝑪𝑻
f≅
dengan =
𝑪𝟏𝑪𝟐
Persamaan 28
𝑪𝟏+𝑪𝟐
Osilator Clapps memberikan frekuensi osilasi f ≅
𝟏 𝟏 𝟐𝝅 √𝑳𝑪𝑻
dengan 𝑪𝑻 =
𝑪𝟏𝑪𝟐𝑪𝟑
Persamaan 29
𝑪𝟏𝑪𝟐+𝑪𝟐𝑪𝟑+𝑪𝟑𝑪𝟏
Osilator Hartley memberikan frekuensi osilasi 𝟏
dengan = 𝑳𝟏 + 𝑳𝟐
𝟏
𝒇 ≅ 𝟐𝝅 √𝑪𝑳
Persamaan 30
𝑻
Pada persamaan di atas digunakan tanda mendekati karena frekuensi akan bergeser sedikit bila resistansi input dan resistansi output penguat masuk dalam perhitungan.
vOut L C1
L C2
C2
C1
(a)
vOut
vOut C
C3
(b)
L1
L2
(c)
Gambar 26 Osilator LC (a) Colpitts, (b) Clapp, dan (c) Hartley 2.
Osilator Kristal Prinsip osilator dengan kristal mirip dengan osilator LC. Osilator kristal menggunakan kristal untuk rangkaian resonansi sekaligus rangkaian umpan baliknya. Banyak alternatif penggunaan osilator sinusoidal dengan kristal adalah dengan memanfaatkan resonansi seri atau resonansi paralel kristal tersebut.
2.4. Prinsip Pembangkitan Gelombang Nonsinusoidal 1.
Prinsip Umum Secara umum osilator nonsinusoidal atau juga dikenal sebagai astable multivibrator dapat memanfaatkan fungsi penunda sinyal, inverting, dan/ atau komparasi dengan histeresis atau bistable multivibrator. Bagian-bagian tersebut dapat Bagian-bagian tersebut dirangkai dalam loop tertutup dengan keseluruhan loop bersifat inverting. Alternatif pembentukan loop tersebut ditunjukkan pada Gambar 27.
Percobaan 5 Osilator
52
Komparator dengan histeresis/ Bistable MV (inverting)
Komparator dengan histeresis/ Bistable MV (noninverting)
Rangkaian Penunda (noninverting)
Rangkaian Penunda (inverting)
Gambar 27 Prinsip Dasar Pembangkitan Gelombang Fungsi komparator dengan histeresis atau bistable multivibrator adalah mempertahankan keadaan pada status tertentu sehingga ada sinyal luar yang memaksa perubahan status tersebut. Fungsi penunda adalah untuk memberikan selisih waktu antara perubahan pada output komparator atau multivibrator kembali ke input komparator atau multivibrator tersebut. Secara keseluruhan fungsi dalam satu loop haruslah bersifat inverting atau membalikkan sinyal. 2.
Komparator dengan Histeresis Alternatif cara untuk memperoleh komparator dengan histeresis adalah dengan menggunakan penguat operasional dan resistor pembagi tegangan. Gambar 28 menunjukkan rangkaian komparator dengan histeresis non inverting berikut kurva karakteristik alih tegangan (VTC)nya. Rangkaian komparator dengan histeresis inverting berikut kurva karakteristik alih tegangan (VTC)-nya ditunjukkan pada Gambar 29. Pada kedua gambar tersebut VS menyatakan tegangan saturasi keluaran penguat operasional. VOut
R2 VIn
R1
+Vs
-VsR1/R2
0
VOut
-Vs
(a)
VIn VsR1/R2
(b)
Gambar 28 (a) Komparator dengan Histeresis dan (b) Kurva Karakteristik Alih Tegangangannya
Percobaan 5 Osilator
53
VOut +Vs
R2 R1
0
VOut -VsR1/( R1+R2)
VIn
VsR1/( R1+R2)
(a)
VIn -Vs
(b)
Gambar 29 (a) Komparator dengan Histeresis Inverting dan (b) Kurva Karakteristik Alih Tegangangannya 3.
Rangkaian Tunda Rangkaian tunda dapat diimplementasikan dengan beberapa cara. Rangkaian tunda inverting dapat dibangun dengan integrator dengan penguat operasional dan rangkaian tunda noninverting dapat dibangun dengan rangkaian resistor dan kapasitor orde satu (RC orde 1 sebagai filter frekuensi rendah LPF). Penggunaan integrator memberikan skala waktu tunda linier sedangkan rangkaian RC orde 1 memberikan waktu tunda mengikuti fungsi eksponensial negatif.
2.5. Rangkaian Pembangkit Gelombang Nonsinusoidal 1.
Pembangkit Gelombang Segitiga Rangkaian pembangkit gelombang segitiga dapat dibangun dengan memanfaatkan komparator dengan histeressis noninverting dan rangkaian integrator. Rangkaian ini tampak pada Gambar 30. R2 R1
C R VOut
Gambar 30 Pembangkit Gelombang Segitiga Rangkaian pembangkit gelombang segitiga ini akan memberikan sinyal dengan frekuensi dan amplituda pada persamaan berikut.
𝒇= =
Percobaan 5 Osilator
𝟏 𝑹𝟐 𝟏 𝟒 𝑹𝟏 𝑪𝑹
𝑹𝟏
𝑽𝒔
𝑹𝟐
Persamaan 31 Persamaan 32
54
Untuk memastikan komparator berfungsi baik maka nilai harus dipenuhi resistansi R2 > R1. Selain menghasilkan gelombang segitiga, rangkaian tersebut juga menghasilkan gelombang persegi pada output komparatornya dengan tegangan +Vs dan -Vs. 2.
Pembangkit Gelombang Persegi Rangkaian pembangkit gelombang segitiga dapat dibangun dengan memanfaatkan komparator dengan histeressis inverting dan rangkaian RC orde 1. Rangkaian ini tampak pada Gambar 31. R2 R1 VOut R C
Gambar 31 Pembangkit Gelombang Persegi Rangkaian pembangkit gelombang segitiga ini akan memberikan sinyal dengan frekuensi sbb.:
𝒇=
𝟏 𝟏 𝟒 𝑪𝑹 𝒍𝒏(𝟐𝑹𝟏+𝟏)
Persamaan 33
𝑹𝟐
Gelombang persegi yang dihasilkan mempunyai tegangan +Vs dan -Vs. 3.
Osilator Cincin (Ring Oscillator) Osilator cincin dapat dibangun dengan sejumlah ganjil inverter CMOS dan penunda waktu yang disusun dalam satu loop. Secara alamiah setiap inverter juga mempunyai waktu tunda dengan demikian sejumlah ganjil inverter yang disusun dalam satu loop juga akan membentuk osilator seperti ditunjukkan pada Gambar 32. Untuk memperoleh frekuensi yang lebih rendah waktu tunda tiap inverter dapat diperbesar dengan menambahkan kapasitor yang terhubung dengan ground pada output inverter.
Gambar 32 Osilator Cincin Frekuensi sinyal yang dihasilkan oleh osilator cincin ini adalah
𝒇=
𝟏 𝟐𝒏𝒕𝒅
Persamaan 34
Dalam hal ini n adalah jumlah inverter dan td adalah delay rata-rata inverter. Percobaan 5 Osilator
55
2.6. Pengaturan Duty Cycle Rangkaian osilator di atas menghasilkan gelombang simetris dengan duty cycle 50%. Untuk menghasilkan gelombang asimetris atau duty cycle bukan 50% dapat dengan mudah dilakukan dengan mengatur nilai waktu tunda yang berbeda saat naik dan saat turun. Cara ini dapat dilakukan dengan menggantikan resistor rangkaian tunda pada integrator atau rangkaian RC orde 1 dengan dua buah resistansi yang berbeda masing-masing terhubung seri dengan dioda yang berlawanan arah. Contoh untuk pembangkit gelombang segitiga dengan waktu naik dan turun berbeda tampak pada Gambar 33. Resistansi RA akan menentukan waktu tunda naik dan resistansi RB menentukan waktu tunda turun. R2
D1
RA
D2
RB
C
R1
VOut
(a) R2 R1 VOut
C
RA
D1
RB
D2
(b) Gambar 33 Pembangkit Gelombang Asimetrik (a) Segitiga dan (b) Persegi Prinsip yang sama dapat digunakan pada rangkaian pembangkit sinyal persegi dengan menggantikan resistansi rangkaian orde 1 dengan dua resistansi masing-masing terhubung seri dengan dioda yang berlawanan arah. Pada rangkaian pembangkit segitiga resistor RA menentukan lama sinyal naik dan tegangan negatif pada output komparator. Sedangkan resistor RB menentukan lama sinyal turun atau tegangan positif pada komparator. Dengan merujuk duty cycle pada output sinyal persegi dari komparator rangkaian pada Gambar 33 (a), nilai resistansi tersebut dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Percobaan 5 Osilator
56
dengan D duty cycle dan f frekuensi gelombang yang dibangkitkan. Sedangkan untuk rangkaian pada Gambar 33 (b) nilai resistansi dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
2.7. Bacaan Lanjut Sedra, A dan Smith, K. Microelectronic Circuits, International 6th Edition, Oxford University Press, 2011 Bab 12 tentang Osilator.
3.
KOMPONEN DAN PERALATAN 1. Kit Praktikum Osilator Sinusoidal 2. Generator Sinyal 3. Osiloskop 4. Multimeter 5. Catu Daya Ter-regulasi (2 bh) 6. Kabel dan asesori pengukuran 7. Aerosol udara terkompresi 8. Breadboard 9. Komponen aktif Opamp 741 dan Inverter CMOS 4007 10. Komponen pasif Resistor, dan kapasitor 11. Kabel AWG 22 12. Kabel dan asesori pengukuran
4.
PERSIAPAN 1. Bacalah Data Sheet LM741. Perhatikan dan pelajari batas saturasi tegangan outputnya. Pada percobaan ini gunakan tegangan catu VCC 15Volt. 2. Rancanglah sebuah pembangkit gelombang segitiga seperti pada Gambar 30 dengan pilihan frekuensi dan amplituda seperti tercantum dalam 3. Tabel 2. Tabel 2 Pilihan Spesifikasi Frekuensi dan Amplituda Pembangkit Sinyal Segitiga. Pilihan Frekuensi (kHz) 1 1,0 2 1,0 3 1,0 4 1,2 5 1,2 6 1,2
Percobaan 5 Osilator
Amplituda (Vpp) 9 10 12 9 12 15
57
7 8 9 10
1,5 1,5 5,0 5,0
10 15 12 15
4. Rancanglah sebuah pembangkit gelombang persegi seperti pada Gambar 31 dengan pilihan frekuensi seperti tercantum dalam Tabel 3 Pilihan Spesifikasi Frekuensi Pembangkit Sinyal Persegi. Tabel 3 Pilihan Spesifikasi Frekuensi Pembangkit Sinyal Persegi Pilihan Frekuensi (kHz) 1 1,0 2 2,0 3 3,0 4 4,0 5 5,0 6 6,0 7 7,0 8 8,0 9 9,0 10 10,0 5. Bacalah Data Sheet CD4007. Perhatikan dan pelajari waktu tunda propagasi sinyal pada inverter tersebut. 6. Rancanglah pembangkit gelombang segitiga dengan frekuensi 5kHz seperti pada Gambar 33 (a) dengan kriteria seperti pada tabel berikut Tabel 4 Pilihan Spesifikasi Amplituda dan duty Cycle Pembangkit Sinyal Segitiga. Amplituda (Vpp) Pilihan Duty Cycle (%) 1 20 9 2 30 10 3 40 12 4 30 9 5 40 12 6 50 15 7 50 10 8 60 15 9 70 12 10 80 15 7. Rancanglah pembangkit gelombang persegi dengan frekuensi 5kHz seperti pada Gambar 33 (b) dengan kriteria duty cycle dan amplituda juga seperti pada Tabel 4
Percobaan 5 Osilator
58
5.
PERCOBAAN
5.1. Osilator RC 1.
Pengamatan Osilasi dan Kriteria Osilasi 1. Susunlah rangkaian osilator jembatan Wien
pada Gambar
34 berikut dengan nilai
–VCC=-15V. C 18nF R 1,8k P
vX R 1,8k
vO
C 18nF Rf 20k Ri 10k
Gambar 34 Osilator Jembatan Wien dengan Penguat Operasional 2. Hubungkan terminal output vO dengan kanal 2 osiloskop. Atur resistansi Rf sehingga diperoleh rangkaian yang berosilasi dengan output sinyal sinusoid yang baik. Amati dan catat ampitudo dan frekuensi sinyal keluarannya, serta ukur resistansi Rf. 3. Putuskan rangkaian pada simpul P dan hubungkan simpul input rangkaian umpan balik dengan generator sinyal dengan frekuensi sesuai pengamatan atau perhitungan (Gambar 35). Hubungkan juga sinyal dari generator sinyal ini ke input kanal 1 osiloskop. Amati dan catat amplituda dan fasa penguatan total loop. C 18nF R 1,8k vI vX R 1,8k
vO
C 18nF Rf 20k Ri 10k
Gambar 35 Pengukuran Penguatan Open Loop Osilator Jembatan Wien 4. Pindahkan input kanal 2 osiloskop vX. Amati dan catat amplituda dan fasa peredaman pada rangkaian umpan balik.
Percobaan 5 Osilator
59
P Rf 52,2k C 18nF
C 18nF
R 1,8k
R 1,8k
C 18nF R 1,8k vX vO
(a) Rf 52,2k
vI
C 18nF
C 18nF
R 1,8k
R 1,8k
C 18nF R 1,8k vX vO
(b) Gambar 36 Osilator Penggeser Fasa (a) dan Pengukuran Penguatan Open Loopnya (b) 5. Susun rangkaian osilator penggeser fasa seperti pada Gambar 36. Gunakan nilai resistansi R=1,8k, kapasitansi C=18nF, dan resistansi Rf sedikit di atas 52,2k. Tegangan catu daya penguat operasional VCC=15V dan –VCC=-15V. 6. Ulangi langkah 2-4 di atas untuk rangkaian osilator penggeser fasa ini. 7. Susun rangkaian osilator kuadratur seperti pada Gambar 25(c). Gunakan nilai resistansi R=1,8k, kapasitansi C=18nF, resistansi Ri=10k, dan Resistansi Rf sekitar 10k. 8. Ulangi langkah 2-4 di atas untuk rangkaian osilator penggeser fasa ini. 2.
Pengendalian Amplituda 9. Gunakan rangkaian osilator penggeser fasa dan atur resistansi Rf sehingga ouput osilator diperoleh 18Vpp (atau nilai lain yang lebih rendah yang dapat diperoleh dengan mudah). 10. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan penguat operasional dan amati apa yang terjadi pada amplituda output osilator.
Percobaan 5 Osilator
60
+VCC
RA
D1
C
C R
vI
C R
vX
R
RB
Rf vO
RB
D2
RA
-VCC Gambar 37 Osilator Penggeser Fasa dengan Pembatas Amplituda 11. Atur kembali resistansi resistansi Rf sehingga ouput osilator diperoleh sekitar 25Vpp atau lebih. 12. Hubungkan penguat dengan pembatas amplituda seperti pada Gambar 22. Gunakan pembatas amplituda dengan resistansi RA 5,6k dan RB 3,3k. 13. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan penguat operasional dan amati apa yang terjadi pada amplituda output osilator.
5.2. Osilator dengan Resonator 1.
Osilator LC 1. Susunlah rangkaian osilator seperti digambarkan pada Gambar 38. Untuk rangkaian penguat gunakan nilai komponen R1 = 10k, R2 = RC =3,3k, Re = 82, RE = 1k, CC1 = CC2 = CB = 1F, dan Q1 = 2N2222, serta catu daya rangkaian VCC = 12V. Komponen rangkaian umpan balik untuk osilator Colpitts ini L = 100H, C1 = 18nF, dan C2 = 22nF. 2. Amati dan catat amplituda dan frekuensi sinyal ouput osilator tersebut. 3. Lakukan kembali untuk rangkaian Osilator Clapp seperti pada Gambar 39 dengan komponen rangkaian umpan balik L = 2,5mH, C1 = 220nF, C2 = 330nF dan C3 = 470nF. 4. Susunlah rangkaian Osilator Hartley seperti digambarkan pada Gambar 40. Untuk rangkaian penguat gunakan nilai komponen R1 = 15k, R2 = 1k, RE = 22 , CC1 = CC2 = CB = 1F, dan Q1 = 2N2222, serta catu daya rangkaian VCC = 12V. Komponen rangkaian umpan balik untuk osilator Hartley ini C = 18nF, L1 = 33H, dan L2 = 82H. 5. Amati dan catat amplituda dan frekuensi sinyal ouput osilator tersebut. 6. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan beberapa komponen secara bergiliran transistor, kapasitor dan induktor rangkaian resonansi. Amati amplituda dan frekuensi sinyal outputnya.
Percobaan 5 Osilator
61
+VCC
+VCC R1 10k Q1 2N2222
Vf
RC 2,7k
R1 10k Q1 2N2222
Vout Vf
CC2
1F CC1
1F R2 3,3k
Vout
CC2
1F CC1
Re 100
1F R2 3,3k
CB 1F
L 2,5mH C1 180nF
RC 2,7k
L 2,5mH C2 220nF
C1 220nF
Gambar 38 Osilator Collpitts
Re 100 CB 1F
C2 330nF C3 470nF
Gambar 39 Osilator Clapp +VCC 9V L1 2,2H
R1 10k
L2 27H
CC1 1F
Vout Q1
R2 1k
C 18nF
CB 1F
CC2 1F
RE 22
Gambar 40 Rangkaian Osilator Hartley 2.
Osilator Kristal (Opsional) 7. Susunlah rangkaian osilator kristal seperti digambarkan pada Gambar 41 (a). Osilator ini menggunakan inverter CMOS 4007 sebagai penguat inverting. Gunakan resistansi bias RB = 1MΩ untuk menetapkan titik bias inverter dan kapasitor kopling CC = 1nF serta kapasitor Cf = 33pF bersama dengan kristal untuk umpan balik tegangan. 8. Amati amplituda dan frekuensi sinyal outputnya.
Percobaan 5 Osilator
62
9. Gunakan udara terkompresi untuk mendinginkan secara bergiliran inverter CMOS dan kristal. Amati amplituda dan frekuensi sinyal outputnya. 10. Lakukan kembali untuk Osilator Kristal Pierce seperti pada Gambar 41 (b) dengan nilai komponen RB = 1MΩ Cf = 33pF, RLP = 10kΩ dan CLP = 33pF. Xtal
Xtal
RB 1M
RB 1M
RB 1M RLP 1k
Cf 30pF
VOut
CC 3pF (a)
Cf 30pF
CLP VOut 30pF
(b)
Gambar 41 Osilator Kristal
5.3. Pembangkit Gelombang Segitiga 1. Susunlah rangkaian pembangkit gelombang segitiga sesuai rangkaian yang telah dipersiapkan. 2. Gunakan kanal 1 osiloskop dan mode waktu untuk mengamati keluaran integrator pada pembangkit sinyal yang telah disusun. Amati dan catat bentuk sinyal, amplituda dan frekuensinya. Pada saat yang sama amati juga sinyal tegangan pada output komparatornya pada kanal 2. 3. Putuskan hubungan antara komparator dan integrator. Hubungkan input komparator dengan generator sinyal. Berikan sinyal segitiga dengan amplituda mendekati 15Vpp. Hubungkan input komparator dengan kanal 1 osiloskop dan ouput komparator dengan kanal 2 osiloskop. Gunakan osiloskop pada mode xy untuk memperoleh kurva karakteristik alih tegangan (VTC) komparator.
5.4. Pembangkit Gelombang Persegi 1. Susunlah rangkaian pembangkit gelombang persegi sesuai rangkaian yang telah dipersiapkan. 2. Gunakan kanal 1 osiloskop dan mode waktu untuk mengamati keluaran komparator pada pembangkit sinyal yang telah disusun. Amati dan catat bentuk sinyal, amplituda dan frekuensinya. Pada saat yang sama amati juga sinyal tegangan pada input komparatornya pada kanal 2. 3. Putuskan hubungan antara komparator dan rangkaian RC orde 1. Hubungkan input komparator dengan generator sinyal. Berikan sinyal segitiga dengan amplituda mendekati 15Vpp. Hubungkan input komparator dengan kanal 1 osiloskop dan ouput komparator dengan kanal 2 osiloskop. Gunakan osiloskop pada mode xy untuk memperoleh kurva karakteristik alih tegangan (VTC) komparator.
Percobaan 5 Osilator
63
5.5. Osilator Cincin 1. Susunlah rangkaian osilator cincin dengan 3 (tiga) inverter. 2. Bacalah pada kanal input BNC osiloskop nilai beban kapasitif osilokop dan baca juga data sheet untuk probe osiloskop yang digunakan terkait beban kapasitifnya. 3. Gunakan salah satu kanal osiloskop untuk mengamati sinyal output salah satu inverter. Catat frekuensi sinyal yang dihasilkannya. 4. Secara bersamaan gunakan juga kanal osiloskop lainnya untuk mengamati sinyal input pada inverter di atas dan perhatikan frekuensi yang dihasilkan. 5. Dengan hanya mengamati satu sinyal dengan osiloskop, amati dan catat frekuensi yang dihasilkan untuk osilator cincin dengan 3, 5 dan 7 buah inverter.
6.
ANALISIS DAN DISKUSI Dengan menggunakan hasil pengamatan dan pengukuran lakukanlah analisis dan diskusikan hal-hal berikut: 1. Penentu terjadinya osilasi dan penentu frekuensi osilasinya. 2. Cara menjamin terjadinya osilasi dan pengaruhnya pada amplituda dan frekuensi sinyal output. 3. Perbandingan amplituda pada osilator dengan tegangan catu daya yang digunakan serta cara mengatur amplituda output osilator. 4. Perbandingan bentuk sinyal, amplituda, serta frekuensi berbagai osilator. 5. Pengaruh temperatur pada osilator. 6. Penentu frekuensi dan amplituda pada pembangkit gelombang nonsinusoidal (segitiga dan persegi). 7. Perbandingan frekuensi yang dihasilkan pada pembangkit sinyal yang dirancang dan diukur. 8. Hubungan penambahan beban kapasitif pada osilator cincin dengan frekuensi osilasinya. 9. Hubungan jumlah inverter dengan frekuensi osilasi osilator cincin. 10. Keterkaitan antara duty cycle dan amplituda pada perancangan gelombang asimetrik.
Percobaan 5 Osilator
64
LAMPIRAN A ANALISIS RANGKAIAN DENGAN SPICE 1.
PENDAHULUAN
SPICE (Simulation Program with Integrated Circuit Emphasys) adalah program yang digunakan untuk melakukan simulasi dan analisa rangkaian elektronik. SPICE didasari oleh analisa simpul (node) rangkaian. Pada awalnya, SPICE dikembangkan untuk keperluan akademis, dan tersedia sebagai perankat lunak gratis di UC Berkeley. Pada perkembangannya, tersedia berbagai macam versi SPICE baik yang komersil ataupun yang gratis. Untuk kuliah di Teknik Elektro, sebaiknya menggunakan Winspice atau Pspice, dengan perbedaan :
Winspice: dilengkapi kemampuan script matematis
Pspice: GUI yang lebih baik
Namun pada tutorial ini, hanya akan dibahas mengenai Winspice.
2.
STRUKTUR BAHASA(SINTAKS) SPICE
Secara umum, definisi rangkaian di SPICE menggunakan deskripsi/sintaks khusus, yang terdiri atas beberapa bagian, yaitu : 1. Baris pertama Judul 2. Blok Uraian Rangkaian a. NamaDevais Simpul Nilai b. Bila dimulai dengan * dianggap komentar c. Bila dimulai dengan + lanjutan baris sebelumnya 3. Blok Perintah Analisis 4. Penutup. Deskripsi rangkaian SPICE harus diakhiri dengan perintah .END Selain itu, ada beberapa kaidah yang sebaiknya diketahui dalam menyusun rangkaian menggunakan SPICE, yaitu : 1. SPICE menggunakan prinsip analisis simpul ◦ Nama/nomor simpul bebas, nomor 0 untuk rujukan GND ◦ Arus dapat dibaca bila ada sumber tegangan, gunakan sumber tegangan nol untuk mencari arus pada cabang tanpa sumber tegangan 2. Elemen selalu dihubungkan pada simpul ◦ Urutan nama devais, simpul-simpul sambungan, dan nilai ◦ Gunakan rujukan tegangan dan arah arus untuk rujukan tegangan positif dan negatif
Lampiran A Analisis Rangkaian dengan SPICE
65
3.
DESKRIPSI SINTAKS LIBRARY DI SPICE
Komponen-komponen yang umum digunakan di SPICE telah memiliki definisi-nya yang ada dalam library SPICE. Bentuk Umum 2 terminal : NamaDevais simpul+ simpul- nilai Jenis Komponen
NamaDevais simpul+ simpul- nilai
Keterangan
Sumber tegangan
V…. s+
tanda
s-
(DC) nilai
sumber
DC
untuk sebagai
variabel analisis DC Sumber Arus
I…. s+
s-
nilai
Resistor
R…. s+
s-
nilai
Voltage-Controlled
Voltage
E…. sv+ sv- sc+ sc- nilai
Current
G… sv+ sv- sc+ sc- nilai
Voltage
H… s+
s-
V… nilai
Current
F… s+
s-
V… nilai
Source Voltage-Controlled Source Current-Controlled Source Current-Controlled Source
Sedangkan untuk perintah analisis rangkaian, terdapat beberapa perintah yang umum dipakai : Perintah
Jenis Analisa
yang
digunakan
4.
Titik kerja DC tunggal
OP
Variabel Nilai DC
DC
Variabel Frekuensi (linierisasi)
AC
Variabel Waktu (transien)
TRAN
CONTOH DESKRIPSI RANGKAIAN SPICE
Misalkan terdapat rangkaian pada gambar 1 dibawah yang akan dianalisa menggunakan SPICE
. Gambar 1. Contoh rangkaian yang akan dianalisa SPICE. Lampiran A Analisis Rangkaian dengan SPICE
66
Langkah pertama yang perlu kita lakukan adalah memberi nama simpul dan nama devais, seperti yang digambarkan pada gambar 2 dibawah. R1
V120
R2
R
R
I
Gambar 1. Pemberian nama node dan komponen di rangkaian. Sehingga dari rangkaian gambar 2 itu, dapat dibuat deskripsi rangkaiannya di SPICE sebagai berikut : RANGKAIAN CONTOH * Komponen Pasif R12 1 2 20 R23 2 3 10 RA 2 0 30 R3 3 0 40 * Sumber V120 1 0 120 IB 3 0 3 .control OP print v(1) v(2) .endc .end
v(3)
v120#branch
Baris ke-1 adalah Judul dari rangkaian itu. Baris ke-2 adalah komentar untuk menjelaskan bahwa beberapa baris dibawahnya adalah deskripsi rangkaian pasif yang ada di rangkaian. Baris ke-3 sampai ke-6 adalah deskripsi komponen resistor, yang diawali dengan nama resistor, nama node yang terhubung dengan kaki-1 resistor, nama node yang terhubung dengan kaki-2, dan nilai resistor itu dalam satuan ohm. Baris ke-8 adalah definisi sumber tegangan independen, yang dimulai dengan namanya, nama node yang terhubung dengan kaki-positif, nama node yang terhubung dengan kaki-negatif, dan nilai tegangannya dalam satuan volt. Baris ke-9 adalah definisi sumber arus independen, yang dimulai dengan namanya, nama node yang terhubung dengan kaki-positif, nama node yang terhubung dengan kaki-negatif, dan nilai tegangannya dalam satuan ampere. Baris ke-10 adalah sintaks yang menyatakan bahwa setelah ini adalah sintaks-sintaks kontrol. Baris ke-11 adalah sintaks perintah analisa titik kerja DC (Operating Point) dari rangkaian. Dan baris ke-12 adalah perintah untuk mencetak nilai tegangan di node-1 (v(1)), node-2 (v(2)), node-3 (v(3)), dan nilai arus di cabang V120 (v120#branch).
5.
HASIL ANALISIS SPICE
Setelah di-RUN, SPICE akan menampilkan hasil analisanya berupa tulisan: v(1) = 1.200000e+02 v(2) = 3.483871e+01 v(3) = 3.870968e+00 Lampiran A Analisis Rangkaian dengan SPICE
67
v120#branch = -4.25806e+00 yang artinya dapat dijelaskan melalui gambar 3 dibawah.
Gambar 3. Nilai tegangan di titik-titik yang dianalisa SPICE.
6.
ANALISIS WAKTU SPICE3
Pada blok kontrol berikan perintah: TRAN tstep tstop [tstart tmax]
Perhitungan pada analisis dengan variabel waktu dimulai dari t=0 dengan langkah tstep dan berakhir pada tstop.
Bila hanya diingin data pada selang waktu tertentu saja dalam selang 0-stop berikan tstart dan tmax.
Akan dibahas lebih lanjut setelah Kuliah Bab 8 tentang gejala transien
Lampiran A Analisis Rangkaian dengan SPICE
68
LAMPIRAN B PETUNJUK PEMBUATAN RANGKAIAN ELEKTRONIK PADA BREADBOARD 1.
BREADBOARD
Gambar B-1 Implementasi rangkaian joystick motor driver untuk Robot pada breadboard [1] Breadboard adalah suatu perangkat yang seringkali digunakan untuk melakukan implementasi suatu rancangan rangkaian elektronik secara tidak disolder (solderless, Gambar B-1). Implementasi rancangan yang demikian bertujuan untuk menguji-coba rancangan tersebut yang biasanya melibatkan pasang-bongkar komponen. Bentuk implementasi lainnya adalah implementasi dengan melakukan penyolderan komponen yang dikerjakan pada PCB (Printed Circuit Board). Tampak pada Gambar B-1 bahwa breadboard memiliki lubang-lubang tempat terpasangnya kaki-kaki komponen dan kawat kabel. Lubang-lubang tersebut adalah sesungguhnya soket-soket dari bahan logam (konduktor) yang tersusun sedemikian sehingga ada bagian lubang-lubang yang terhubung secara horizontal dan ada yang terhubung secara vertikal.
Lampiran B Petunjuk Pembuatan Rangkaian Elektronik pada Breadboard
69
Gambar B-2 Jenis-jenis breadboard Gambar B-2 adalah gambar jenis-jenis breadboard yang dimiliki oleh Lab Dasar Teknik Elektro STEI ITB. Setidaknya ada empat bagian penting yang harus diperhatikan sebelum menggunakan breadboard: Pada bagian ini lubang-lubang breadboard saling terhubung secara vertikal. Tiap set lubang pada bagian ini terdiri dari lima lubang yang saling terhubung. Pada bagian ini lubang-lubang breadboard saling terhubung secara horizontal. Tiap set lubang pada bagian ini terdiri dari 25 lubang yang saling terhubung. Perhatikan bahwa pada tiap set lubang tersebut terdapat jarak pemisah antar lubang yang lebih besar setiap lima lubang. Bagian ini adalah pemisah yang menyatakan bahwa bagian lubang-lubang breadboard yang saling terhubung secara vertikal di sebelah atas tidak terhubung dengan bagian lubang-lubang breadboard di sebelah bawah. Bagian ini adalah pemisah yang menyatakan bahwa bagian lubang-lubang breadboard yang saling terhubung secara horizontal di sebelah kiri tidak terhubung dengan bagian lubang-lubang breadboard di sebelah kanan. Pada banyak jenis breadboard, pemisah ini ditandai dengan jarak pemisah yang lebih besar daripada jarak pemisah antar set lubang pada bagian b. Breadboard dapat bekerja dengan baik untuk rangkaian ber-frekuensi rendah. Pada frekuensi tinggi, kapasitansi besar antara set lubang yang bersebelahan akan saling berinterferensi.
Lampiran B Petunjuk Pembuatan Rangkaian Elektronik pada Breadboard
70
2.
MERANGKAI KABEL, KOMPONEN DAN INSTRUMEN KABEL
Kabel yang digunakan untuk membuat rangkaian pada breadboard adalah kabel dengan isi kawat tunggal (biasanya) berdiameter #22 atau #24 AWG. Untuk menghasilkan pemasangkan yang baik pada breadboard, kupas kedua ujung kabel sehingga diperoleh panjang kawat (yang sudah terkupas) sekitar 12 mm. Kemudian pastikan seluruh bagian kawat yang sudah terkupas tadi masuk ke dalam lubang breadboard. Biasakan memasang kabel pada breadboard dengan rapih sejak awal. Hal ini akan mempermudah penelusuran sebab terjadinya kesalahan akibat salah pasang kabel, misalnya. Berikut ini adalah berbagai petunjuk penting lainnnya yang harus diperhatikan dalam membuat rangkaian pada breadboard: 1. Pastikan Power Supply dalam keadaan mati atau tidak terpasang para breadboard ketika merangkai komponen dan kabel pada breadboard 2. Pahami (jika belum ada, buat) terlebih dahulu skema rangkaian elektronik yang akan diimplementasikan pada breadboard. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya kesalahan akan lebih kecil. 3. Tandai setiap kabel atau komponen yang telah terpasang dengan benar, misalnya dengan spidol. 4. Gunakan kabel sependek mungkin. Kabel yang terlalu panjang berpotensi membuat rangkaian pada breadboard menjadi tidak rapih. Selain itu, kabel yang terpasang terlalu panjang dan berantakan dapat menghasilkan interferensi berupa sifat kapasitif, induktif dan elektromanetik yang tidak diharapkan. 5. Usahakan kabel dipasang pada breadboard dengan rapih dan, jika memungkinkan, tubuh kabelnya mendatar pada breadboard. 6. Rangkai komponen (hubungkan suatu komponen dengan komponen-komponen lainnya) secara langsung tanpa menggunakan tambahan kabel jika itu memungkinkan 7. Usahakan tidak menumpuk komponen atau kabel (komponen/ kabel yang akan dipasang tidak melangkahi komponen/ kabel lain yang telah terpasang). Hal ini akan menyulitkan pengecekan rangkain yang telah diimplementasikan pada breadboard. Selain itu, akan menyulitkan bongkar-pasang komponen ketika diperlukan. 8. Usahakan menggunakan warna kabel berbeda untuk membuat koneksi yang berbeda. Misalnya mengunakan kabel warna merah untuk koneksi ke Power Supply dan menggunakan kabel warna hitam untuk koneksi ke ”ground”.
Lampiran B Petunjuk Pembuatan Rangkaian Elektronik pada Breadboard
71
3.
KOMPONEN
Gambar B-3 Pemasangan IC pada breadboard Pada prinsipnya, komponen-komponen elektronik seperti resistor, kapasitor atau Integrated Circuit (IC) dapat dipasang secara langsung pada lubang breadboard. Khusus untuk resistor, kaki resistor dengan rating daya lebih dari 0.5 W tidak cocok untuk digunakan pada breadboard karena ukuran kakinya yang terlalu besar. Namun ini tidak menjadi masalah karena praktikan hanya menggunakan resistor dengan rating daya 0.25 W di dalam praktikum ini. Di bawah ini adalah beberapa hal penting lainnya yang berkaitan dengan komponen secara khusus : 1. Ingatlah bahwa IC (terutama MOS) dapat rusak akibat listrik statik, termasuk listrik statik di dalam tubuh kita. Di negara subtropis, karena kelembaban sangat rendah, gesekangesekan pakaian dengan material lain dapat membangkitkan listrik statik pada tubuh. Listrik statik ini dapat membentuk tegangan tinggi sesaat bila kita menyentuk kaki-kaki komponen dan menyebabkan kerusakan. Tapi, karena kita berada di negara tropis yang berkelembaban tinggi, pengumpulan listrik statik tadi tidak signifikan. 2. Sebelum mencoba dipasang pada breadboard, pastikan kaki-kaki IC lurus. Bila tidak lurus, gunakan tang untuk meluruskan/ memperbaiki kaki-kaki IC tersebut. Demikian juga ketika akan mencopot IC dari breadboard; gunakan pinset dengan cara mencungkil kedua ujung IC tersebut. Usahakan tidak terjadi sudut (antara badan IC dan breadboard) lebih besar dari 10 sehingga dapat meminimalisasi kemungkinan bengkoknya (bahkan patahnya) kaki-kaki IC. 3. Pastikan ikuti Gambar B-5 untuk pemasangan IC pada breadboard. Dengan demikian, kakikaki IC tidak saling terhubung. 4. Perhatikan rating tegangan kapasitor. Jika menggunakan kapasitor elektrolit, perhatikan polaritasnya. Pemasangan polaritas yang terbalik akan menyebakan rusaknya kapasitor. 5. Pastikan kapasitor dalam keadaan discharge sebelum dipasang. Jika ragu, hubungkan kedua kaki kapasitornya. Lakukan dua kali untuk kapasitor yang sama karena ada kalanya kapasitor masih memiliki muatan sisa setelah discharging yang pertama.
Lampiran B Petunjuk Pembuatan Rangkaian Elektronik pada Breadboard
72
4.
INSTRUMEN
Di bawah ini adalah hal-hal penting yang harus diperhatikan ketika menggunakan/ menghubungkan instrumen laboratorium ke rangkaian di breadboard: 1. Gunakan kabel yang tepat untuk menghubungkan suatu instrumen ke breadboard (lihat Kabel Aksesoris). Pegang badan konektor (bukan badan kabelnya) saat memasang dan mencabut kabel. 2. Untuk percobaan yang menggunakan Generator Signal dan Power Supply: nyalakan Power Supply terlebih dahulu, lalu nyalakan Generator Signal. Jika dilakukan dengan cara sebaliknya, akan menyebabkan kerusakan pada IC. Demikian juga ketika mengakhiri: matikan Generator Signal terlebih dahulu, kemudian matikan Power Supply.
5.
DAFTAR PUSTAKA
[1] www.robotroom.com [2] Y. Tsividis, A First Lab in Circuits and Electronics, Jons Wiley and Sons, 2001
Lampiran B Petunjuk Pembuatan Rangkaian Elektronik pada Breadboard
73
LAMPIRAN C RESISTOR, OP-AMP, DAN INVERTER 1.
RESISTOR
Gambar C-1 Resistor Resistor yang biasa kita jumpai memiliki nilai resistansi yang direpresentasikan oleh kode warna pada badan resistor. Resistor tersebut adalah seperti yang ditunjukan pada Gambar D-1. Warna
Hitam Coklat Merah Jingga Kuning Hijau Biru Ungu Abu-abu Putih Warna emas Warna perak Tanpa warna
A Angka pertama 1 2 3 4 5 6 7 8 9
B Angka kedua 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
C Faktor penggali 1 10 102 103 104 105 106
D Toleransi
10-1 10-2
5% 10% 20%
1% 2% 4%
Label kode warna pada badan resistor ada yang berjumlah 4, 5 atau 6 gelang warna. Aturan pembacaan kode warna tersebut adalah sebagai berikut: 1. warna pertama: angka pertama nilai resistansi (resistor dengan 4, 5 atau 6 gelang warna) 2. warna kedua: angka kedua nilai resistansi (resistor dengan 4, 5 atau 6 gelang warna) 3. warna ketiga: faktor pengali (pangkat dari sepuluh) dengan satuan (resistor dengan 4 gelang warna) atau angka ketiga nilai resistansi (resistor dengan 5 atau 6 gelang warna) 4. warna keempat: toleransi (resistor dengan 4 gelang warna) atau faktor pengali (pangkat dari sepuluh) dengan satuan (resistor dengan 5 atau 6 gelang warna) 5. warna kelima: toleransi (resistor dengan 5 atau 6 gelang warna) 6. warna keenam: koefisien temperatur dengan satuan PPM/0C (resistor dengan 6 gelang warna).
Lampiran C Resistor, Op-Amp, dan Inverter
74
2.
OP AMP 741
Gambar C-2 Konfigurasi IC Op Amp LM741
3.
IC CD4007 DAN CMOS INVERTER
Gambar C-3 (kiri) Konfigurasi IC CD4007 (kanan) rangkaian CMOS inverter
4.
TRANSISTOR
Gambar C-4 Kaki transistor 2N3904
Lampiran C Resistor, Op-Amp, dan Inverter
75