PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)
Oleh: Dedi Irwansyah NIM : 104043101270
KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
i
PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)
Oleh Dedi Irwansyah NIM. 104043101270
Pembimbing:
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango. M.A NIP: 194512301967122001
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2011 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Dalam Perspektif Hukum Islam”, telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata satu, yaitu Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum dengan Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih. Jakarta, 22 Maret 2011 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma,SH., MA., MM NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN Ketua
Sekertaris
Pembimbing
Penguji I
Penguji II
: Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP. 196511191998031002
: (.................................)
: Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si NIP. 197412132003121002
: (.................................)
: Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango. M.A NIP.194512301967122001
: (.................................)
: Dr. Abdurrahman Dahlan. M.A NIP: 195811101988031001
: (.................................)
: Dr. H. Ahmad Mukri Aji. M.A NIP. 195703121985031003
: (.................................)
iii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S I) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1432 H 22 Maret 2011 M
Penulis
iv
بسم اهلل الرحمن الرحيم KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Dialah sumber tempat bersandar, Dialah sumber dari kenikmatan hidup yang tanpa batas, Rahman dan Rahim tetap menghiasi Asma-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan yang begitu melimpah dari kekuatan fisik hingga psikis untuk tetap menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM” Salawat serta salam juga penulis curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, sahabat dan pengikutnya yang telah membuka pintu keimanan yang bertauhidkan kebahagiaan, kearifan hidup manusia, dan pencerahan atas kegelapan manusia yang dijadikan sebagai sebuah pembelajaran bagi umat muslim hingga akhir zaman. Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi syarat akhir untuk mencapai Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) pada Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Fiqh, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, SH., MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku ketua Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si., selaku sekretaris Progam Studi Perbandingan Mazdhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yango. MA., sebagai pembimbing yang telah rela meluangkan waktu, memberikan ilmu dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen yang penulis hormati, yang telah memberikan tenaga dan pikirannya untuk mendidik penulis agar kelak menjadi manusia yang berguna. 5. Segenap karyawan Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan tak lupa Segenap karyawan Perpustakaan Umum wilayah Jakarta Barat dan
vi
Jakarta Selatan yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang dapat dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini. 6. Kepada Organisasi AIMI dan seluruh jajaranya. Yang telah memberikan bantuan yang berharga berupa data-data yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini dan juga kepada para pelaku Donor ASI yang sudah memberikan waktunya untuk proses wawancara dalam penelitian ini. 7. Kepada ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi.MA., selaku Anggota Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk proses penelitian berupa wawancara dan memberikan informasi-informasi yang dianggap penting. 8. Papa dan mama tersayang, Bapak H.Abdurrahman (Alm) dan Ibu Hj.Ainin yang sangat penulis hormati dan cintai, selalu memberikan kasih sayang yang begitu melimpah kepada penulis, yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan doa demi kelancaran dan kesuksesan penulis. Untuk adikku, Mardiah dan Ramdhan Ibnu Saputra, terima kasih atas dorongan dan doanya. Isteriku tercinta, Ibu Lina Ervina, yang selalu menemani penulis, selalu siap mendengarkan keluh kesah penulis, terima kasih atas semua kebaikan dan kebahagiaan. Untuk mutiara kecilku, buah hatiku, Alif Ahmad Faruqi Abdus Shobur yang memberikan penulis semangat dan telah memberikan warna bagi kehidupan penulis. Mertuaku tersayang, Bapak Hendra Elwoear dan Ibu Wasih tersayang. Terimakasih atas kasih dan sayang yang selalu memberikan
vii
dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan kasih sayangnya kepada mereka. 9. Sahabat terbaikku, Muhammad Bakreini, Fiqh Hidayat, Nashrudin Romli, Ikhwan kurnia, Ahmad Faisal (bob), Rusli, Qosim, Ahmad hambali, dan seluruh Adik kelasku di PMH . Terima kasih atas semua persahabatan yang telah kita rajut selama ini. Terima kasih atas canda tawa dan dorongan semangatnya, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus oleh jarak dan waktu. Dan semua teman kelasku di Perbandingan Fiqh (PF) angkatan 2004. Akhirnya atas jasa dan bantuan dari semua pihak, baik berupa moril maupun materi, penulis haturkan terima kasih. Penulis berdoa semoga Allah SWT membalasnya dengan imbalan pahala yang berlipat ganda dan sebagai amal jariyah yang tidak akan pernah surut mengalir pahalanya dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan semua pihak. Amin.
Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1432 H 22 Maret 2011 M
Penulis
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .
i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I
v
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................
7
C. Tujuan dan Manfaat ..............................................................
7
D. Literature Riview ..................................................................
8
E. Metode Penelitian .................................................................
9
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 11
BAB II
:
ASI,
KONSEP
RADLA’AH
MENURUT
HUKUM
ISLAM
DAN
SEJARAH IBU SUSU
A. ASI dan Manfaatnya ............................................................. 14 1. Pengertian ASI ......................................................................... 14 2. Manfaat ASI Bagi Ibu dan Bayi ................................................. 20
B. Konsep Radla‟ah Menurut Hukum Islam ............................. 27 1. Pengertian Hukum Islam ......................................................... 27 2. Pengertian Radla’ah ................................................................ 30 3. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam .................................
ix
32
C. Sejarah Ibu Susu ................................................................... 69
BAB III
: DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) A. Pengertian Donor ASI ........................................................... 72 B. Pengertian, Sejarah dan Latar belakang Berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ........................................... 72 1. Pengertian AIMI ............................................................... 72 2. Sejarah dan Latar belakang Berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia .......................................................... 73 C. Mekanisme Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ................................................................... 77 D. Manfaat dan Dampak adanya Donor asi ............................... 83
BAB IV
: ANALISIS PRAKTIK
DONOR ASI DI ASOSIASI IBU
MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
PERSPEKTIF
HUKUM
ISLAM A.
Donor ASI menurut MUI ...................................................... 85
B.
Relevansi mengenai mekanisme Donor ASI di AIMI dengan Hukum Islam ............................................................ 94
C.
Analisa penulis mengenai Donor ASI di Asosiasi Ibu
x
Menyusui Indonesia (AIMI) ................................................ 99
BAB V
: PENUTUP A.
Kesimpulan ........................................................................... 107
B.
Saran ..................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 110
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menyusui adalah suatu proses alamiah, kebanyakan para ibu terdahulu diseluruh dunia telah berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI, bahkan ibu buta huruf sekalipun dapat menyusui anaknya dengan baik.1 Tak ada sebutan anak jika tidak ada ibu. Begitu juga sebaliknya, wanita tak akan disebut ibu jika tidak ada anak. Sedangkan hubungan alami yang begitu kuat yang terjadi antara seorang anak dengan ibunya, dipertegas dan diperjelas lagi dengan adanya Air Susu Ibu (ASI) yang bersumber dari buah dadanya yang merupakan makanan dan minuman utama bagi bayi atau anaknya.2 Menyusukan anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan ASI. Merupakan suatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia didunia ini. Lantaran ASI memiliki keutamaan, kelebihan, manfaat dan keagungan yang tidak dapat disejajarkan, disamakan dan atau disetarakan dengan makanan dan minuman lain buatan manusia. Sedangkan disisi lain, menyusui secara alami dengan ASI bagi setiap ibu, merupakan fitrah bagi manusia yang berjenis kelamin wanita. Oleh sebab
1
Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif, (Jakarta; Trubus Agriwidya, 2000), hlm. 2 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, (Jakarta; PT. Fikahati Aneska, 1993) Cet. I, hlm. 29 2
1
13
itu, menyusukan bayi secara alami dengan ASI seorang ibu, dapat merupakan bukti kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT. 3 Karena Allah SWT tidak pernah memerintahkan sesuatu kepada manusia, kecuali dengan hak dan kebenaran. Siapa saja yang taat, tunduk dalam melaksanakan perintahnya, pasti akan memetik buah kebajikan dan akan merasakan berbagai manfaat serta kegunaan yang menguntungkan. Dan siapa saja yang menentang, sesungguhnya ia telah mencegah dirinya mendapatkan kebajikan yang telah disediakan Allah SWT baginya. Setiap orang yang mau menggunakan akalnya, akan selalu berusaha agar seluruh tindakannya itu, sesuai dengan hak dan kebenaran. Lantaran hak dan kebenaran akan selalu menuntun orang-orang kejalan yang diridloi oleh Allah SWT, lurus menuju keselamatan hidup baik didunia maupun diakhirat. Selain dari pada itu, Allah memang hanya membebankan pekerjaan menyusukan anak kepada kaum ibu. Sebagaimana firman Allah SWT:
(انبقشة.. )233 : )2( Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. ( Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
Pada firman Allah ini menunjukan perintah yang wajib dilaksanakan bagi sebagian ibu, namun sunnat bagi sebagian ibu yang lain. Dan juga menunjukan fitrah seorang ibu untuk menyusui.4 3
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 30
13
14
Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu mudah. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar bagi ibu dan bayi. Karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama ini mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagi para ibu, hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik kepada bayinya itu dan bagi bayi berarti bukan saja kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan secara perawatan yang optimal. Didalam hiruk pikuk kehidupan kota-kota besar kita lebih sering melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui oleh ibunya. Sementara dipedesaan, kita melihat bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan asi. Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara ekslusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah. Namun sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi yang benar tentang manfaat ASI Eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya.
4
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 31-32
14
15
Menyusui adalah suatu seni yang harus dipelajari kembali untuk keberhasilan menyusui tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan hanyalah kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari lingkungan keluarga terutama suami. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil, perkembangan spiritual yang positif serta perkembangan sosial yang lebih baik. 5 Begitu pentingnya pemberian ASI secara ekslusif belum bisa tergantikan oleh asupan yang lainnya. Namun keadaan, harapan maupun kehendak kaum ibu terutama ibu kandung bayi sering kali tidak sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang dihadapinya, ada diantara mereka ditakdirkan tidak subur memiliki ASI atau alasan lainnya, baik karena medis atau non medis, sehingga ibu yang melahirkan tersebut tidak bisa memberikan asi kepada bayinya. Ada juga kaum ibu yang kebingungan karena ASI yang dikeluarkan terlalu banyak jadi mereka tidak tahu harus diapakan ASInya itu. Dalam menghadapi masalah seperti ini, diperlukan jalan keluar yang terbaik yang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya masyarakat maupun keagamaan dimana mereka berada. Mengingat pentingnya ASI bagi bayi seringkali mendapat hambatan, penyusuan bayi oleh para ibu-ibu selain ibu kandungnya yang dikenal dengan sebutan “Radla‟ah” sudah menjadi kebiasan yang nyata ada dan
5
Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif, hlm. 2
15
16
berkembang dalam masyarakat, hanya saja dikalangan kaum muslimin amatlah diperhatikan adanya hubungan nasab setelah penyusuan itu terjadi.6 Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang dikenal adanya istilah donor ASI, dimana seorang pendonor memberikan ASI nya kepada bayi yang membutuhkannya. Menurut Dra. Hj. Mursyidah Thahir,MA (anggota Komisi Fatwa MUI) menyatakan bahwa “Mendapatkan ASI merupakan hak setiap bayi. Hal itu terserat dalam surat al- Ahqaaf ayat 15, sebagai berikut:
)15 : )46( (األحقـاف. Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri". (Q.S. Al-Ahqaaf (46): 15)
Penjelasan dari ayat diatas bahwa hak bayi memperoleh ASI sejak dalam kandungan minimal 6 bulan dan maksimal 24 bulan setelah melahirkan. Karena itu dari perspektif islam donor ASI diperbolehkan. Meski diperbolehkan tetapi harus
6
Huzaimah Tahido Yanggo, dan Anshary, A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 25
16
17
disikapi dengan hati-hati, harus juga memenuhi ketentuan, antara lain: dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dan ibu donor sehingga disepakati biayanya, usia bayi kurang dari 2 tahun, dan demi menjaga kesehatan bayi,. Dan apabila si ibu donor hamil, maka kontrak atau kesepakatan bisa dibatalkan. Ketentuan lain, bila bayi telah menerima ASI donor dengan kenyang minimal 5 kali, maka semua keturunan dari pendonor menjadi muhrim bagi bayi itu. Disamping itu juga, donor ASI tidak boleh dilakukan dengan cara kolektif seperti Bank Darah, karena akan menimbulkan kekacauan identitas dan garis keturunan bagi anak tersebut.7 Untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan penyusuan yang langsung dari Ibu Donor yang dewasa ini dirasa kurang begitu difahami atau dimengerti oleh masyarakat mengenai mekanisme dalam praktiknya. Seperti Prosedur dan syaratsyarat yang diperlukan dalam melakukan praktik donor ASI ini yang belum begitu jelas adanya. Bagaimana merealisasikanya kedalam kehidupan masyarakat apakah bertolak belakang dengan Syariat Islam?. Maka dari penjelasan diatas penulis memilih judul “Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Dalam Perspektif Hukum Islam”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
7
Majalah Wanita Kartini, Mendonorkan ASI Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hatihati, no.2221 ed. 26 Juni-1o Juli 2008, hlm. 92
17
18
Memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi yang baru lahir adalah kewajiban seorang ibu dan bayi yang baru lahir tersebut berhak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6 bulan dan menyempurnakannya sampai 24 bulan atau 2 tahun. Namun tidak semua ibu kandung dapat memberikan ASInya karena banyak faktor, maka dari itu bagi kaum ibu keberadaan Donor ASI (ibu susu) melalui Donor ASI sangat diperlukan. Tetapi pemberian ASI oleh Donor ASI (ibu donor) melalui Organisasi AIMI tersebut masih menimbulkan beberapa permasalahan. Berhubung karena judul skripsi ini amat luas, maka penulis batasi pembahasannya sekitar permasalahan proses Donor ASI dan Latar Belakang timbulnya praktik Donor ASI serta mekanisme praktik donor ASI di AIMI, Manfaat ASI dan hukum Donor ASI. Dari pembatasan masalah ini, maka pokok masalah dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apa yang melatarbelakangi timbulnya praktik Donor ASI di AIMI?
2.
Bagaimanakah Mekanisme praktik Donor ASI pada AIMI tersebut?
3.
Apa manfaat pemberian ASI bagi Pendonor kepada Bayi?
4.
Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap Donor ASI?
C. Tujuan dan Manfaat Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mengetahui apa yang melatarbelakangi timbulnya Praktik Donor ASI di AIMI.
18
19
2.
Mengetahui mekanisme dalam praktik Donor ASI di AIMI.
3.
Mengetahui manfaat pemberian ASI bagi Pendonor (Ibu Susu) kepada bayi.
4.
Mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Donor ASI. Sedangkan manfaatnya, penulis juga berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan teori maupun praktek hukum. Semoga hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai informasi bagi praktisi, kalangan akademisi dan masyarakat pada umumnya. Dapat juga dijadikan bahan acuan pada penelitian berikutnya berkenaan dengan masalah yang terkait. D. Literatur Riview Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan literature Riview agar diketahui posisi skripsi yang akan ditulis. Menurut penelusuran data yang dilakukan oleh penulis diperpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun di perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum ada skripsi yang membahas masalah Donor ASI, tetapi pembahasan yang mirip dengan permasalahan ini hanya terdapat dalam sebuah tesis yang ditulis oleh Endis Firdaus tahun 1996 dengan judul “Alternatif Bank ASI ( Studi Eksploratif Tradisi Radla’ah dalam Islam Menuju Bank ASI Berdasarkan Syariah)”. Dalam tesisnya oleh beliau dibahas tentang cara penyusuan ibu susu (Radla’ah) menuju Bank ASI yang dibahas secara Eksploratif serta membahas konsep yang difahami oleh ulama tradisional dalam mempertemukannya dengan ulama kontemporer tentang masalah tersebut. Sedangkan penulis pada skripsi yang akan ditulis ini lebih menekankan kepada bagaimana cara kerja praktik Donor ASI itu sendiri dan bagaimana pula prosedur
19
20
standar atau
prosedur dalam
menejemen
kinerjanya yang
diterapkan
dengan
membandingkannya dengan hukum islam. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Pada prinsipnya penelitian ini merupakan gabungan antara penelitian kepustakaan (Libarary Research) dengan penelitian lapangan (Field Research). Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan menelusuri berbagai literature, karena memang pada dasarnya sumber data yang hendak digali terfokus kepada studi pustaka. Sedangkan penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangi langsung objek yang akan diteliti guna mendapatkan data-data. Langkah yang digunakan dalam penelitian lapangan melalui tehnik wawacara, observasi dan alat lainnya. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar bukan angka. 8
2. Jenis Data Karena penelitian ini merupakan gabungan antara studi pustaka dan lapangan, maka sumber yang diambil oleh penulis meliputi:
8
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002).
Cet. I, hlm. 51
20
21
a. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan melalui wawancara observasi dan alat lainnya. b. Data Sekunder adalah data yang berasal dari bahan pustaka. 9 3. Metode Pengumpulan Data Untuk dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan maka penulis menggunakan alat pengumpulan data atau instrument penelitian yakni alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data, agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah.10 Adapun instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti berupa: a. Wawancara (Interview), yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan menggunakan pertanyaanpertanyaan pada responden. 11 b. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejal-gejala psikis untuk kemudian dilakukan
9
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2003), ed. I. cet. VI, hlm.87 10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1998), cet. XI, ed. Revisi IV. hlm. 151 11 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, hlm. 87
21
22
pencatatan.yakni peneliti melakukan penelusuran kelapangan tentang objek penelitian yang diteliti.12 c. Kepustakaan, yaitu mencari data-data atau literature yang relevan dengan objek penelitian. 4. Metode Analisis Ananlisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi secara kualitatif (Qualitative Content Analisys). Dalam analisis ini semua data yang dianalisis berupa teks. Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi dan menganalisa teks atas dokumen untuk memahami makna, signifikansi dan relevansi teks atau dokumen. 5. Teknik Penulisan Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah berpedoman kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syaari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007”. F. Sistematika Penulisan Supaya penelitian ini mengikuti alur pikir yang logis dan mudah difahami, maka penulis memberikan gambaran tentang bagian-bagian dari penulisan yang disusun sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN
12
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, hlm.62
22
23
Pada bab ini penulis menguraikan tentang Latar belakang Masalah, Pembatasan dan perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Literature Review, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II
: ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN SEJARAH IBU SUSU Pada bab ini penulis membahas tentang Pengertian ASI dan Manfaat ASI untuk Ibu dan Bayi serta Konsep Radla’ah menurut Hukum Islam dan Sejarah Ibu Susu.
BAB III
: DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) Pada bab ini penulis membahas tentang Pengertian Donor ASI, Pengertian, Sejarah serta Latar Belakang Berdirinya AIMI, Mekanisme Donor ASI serta Manfaat dan Dampak adanya Praktik Donor ASI.
BAB IV
: ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Pada bab ini penulis membahas tentang Donor Asi menurut MUI dan Relevansi mengenai Mekanisme Donor Asi di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia menurut Hukum Islam serta Analisa Penulis mengenai Donor Asi ini.
BAB V
: PENUTUP Ini merupakan bab terakhir yang didalamnya dikemukakan Kesimpulan dan Saran yang dianggap penting.
23
24
BAB II ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN SEJARAH IBU SUSU
A. ASI dan Manfaatnya 1. Pengertian ASI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ASI adalah singkatan dari Air Susu Ibu.13 Sedangkan menurut istilah, ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.14 ASI adalah makan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain karena tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada seluruh anak manusia. Untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin kelangsungan hidup anak manusia itu kelak dikemudian hari.15
Menurut dr.
Utami Rusli, perintah menyusui ini sudah tertulis didalam al-Qur‟an, bahwa
13
DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1988), hlm.
1058 14
Mhd. Arifin Siregar, Pemberian Asi Ekslusif dan Faktor - Faktor Yang Mempengaruhinya, (Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, 2004) hlm. 3 15 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, (Jakarta; PT. Fikahati Aneska, 1993), Cet. I, hlm. 30
24
25
Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 233, sebagai berikut:
)233 :)2( (انبقشة. Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Baqarah (2): 233)
Dan surat an-Nisa‟ ayat 6 yang berbunyi:
)6 :)4( (انُغاء Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 6)
25
26
Ayat ini menerangkan janganlah meninggalkan keturunannya dalam keadaan lemah, hal ini menjadi sangat relevan untuk membiarkan anak tumbuh tanpa ASI dan membuatnya lemah dan tidak sejahtera. Satu lagi hal yang belum diketahui adalah Breasfeeding Father, konsep ini dasarnya bahwa untuk menyusui diperlukan dua hormon yakni prolaktin dan oksitosin. Prolaktin adalah hormon yang dipengaruhi perasaan negatif dan oksitosin merupakan hormon yang dipengaruhi rasa positif. Karenanya, peran ayah untuk membuat ibunya senang dan menghasilkan banyak dua hormon tadi sehingga memperbanyak ASI.16 ASI mengandung nutrisi lengkap, karbohidrat, protein, garam mineral, dan sebagai vitamin. Berbagai kandungan yang terdapat dalam ASI merupakan unsur sumber daya yang dibutuhkan bayi. Air Susu Ibu memiliki fungsi menjaga, memperkuat kekebalan tubuh bayi lebih baik, karena ASI mengandung faktorfaktor protektif yang terdiri dari antibody, sel-sel darah putih, enzim, dan hormone tertentu.17 Karena itulah, tak mengherankan jika ibu selalu dianjurkan untuk memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya demi pertimbangan kesehatan tersebut.
16
Koran Republika, Wawasan; Menyusui adalah Perintah Agama, tanggal 4 Agustus
2010, hlm. 18 17
Majalah Ayah Bunda, Asi Versus Susu Formula, (edisi 25-08 Oktober, 2004), hlm.28
26
27
Untuk dapat mengatahui lebih jelas, bagaimana sebenarnya perbandingan dan perbedaan segala macam unsur lain yang dikandungnya (baik dalam susu manusia maupun susu sapi) yang bermanfaat bagi kesehatan bayi, dapat dilihat pada table dibawah ini:18 Jenis zat gizi
Kadar dalam tiap 100 ml Air Susu Ibu
Susu Sapi
Kalori
67 g
66 g
Protein
1,2 g
3,3 g
Lactose
7,0 g
4,8 g
Lemak
3,8 g
3,7 g
Vit. A
53 mg
34 mg
Vit. C
4,3 mg
1,8 mg
Vit. B 1
0,16 mg
0,42 mg
Asam Folic
0,18 mg
0,23 mg
Vit. B12
0,18 mg
0,56 mg
Zat besi
0,15 mg
0,10 mg
Zat kapur
33 mg
125 mg
Air Susu Ibu bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup (seperti darah). Sedangkan susu formula atau susu sapi adalah cairan yang berisi zat yang mati. Didalamnya tidak ada sel hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, anti bodi, mengandung enzim, hormone, dan juga tidak mengadung faktor pertumbuhan.
18
Sjahmien Moehji, Ilmu Gizi II; Penanggulangan Gizi Buruk, (Jakarta; Papas Sinar Sinanti, 2003), Cet. I, hlm. 34
27
28
Didalam buku Mengenal ASI Eksklusif karangan dr.Utami Roesli, dijelaskan mengenai perbandingan antara ASI dengan Susu Sapi atau Formula:19
Pencemaran bakteri Zat anti-infeksi Protein
Kasein (%) Whey (%)
Asam amino
Taurin
Lemak Kolesterol Lipase untuk mencerna lemak Laktosa/ gula (%) Garam
ASI
Susu Sapi
Tidak ada
Mungkin ada
Banyak
Tidak ada
40 60 Cukup untuk pertumbuhan otak Ikatan panjang untuk pertumbuhan otak cukup untuk pertumbuhan otak
80 20 Tidak ada Ikatan pendek dan sedang tidak cukup
Ada
Tidak ada
7 (cukup)
3-4 (tidak cukup)
Tepat untuk pertumbuhan
Terlalu banyak
Mineral
Kalsium Fosfat
Zat besi
Vitamin Air
350 (tepat) 150 (tepat) Jumlahnya sedikit diserap baik Cukup Cukup
1440(terlalu banyak) 900 (terlalu banyak) Jumlahnya sedikit diserap tidak baik Tidak cukup Diperlukan lebih banyak
Ada banyak kelebihan dari bayi yang langsung mendapatkan ASI sejak dini. Ia duapuluh kali bayi lebih jarang terkena diare, tujuh kali lebih jarang
19
Utami Ruoesli, Mengenal Asi Ekslusif , hlm. 34-35
28
29
terserang radang paru-paru, dan empat kali lebih jarang mengalami radang otak serta menurunkan potensi alergi dan infeksi pada telinga.20 Yang dimaksud dengan ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 (empat) bulan, tetapi bila mungkin sampai enam bulan.21 Tapi kenapa harus 6 (enam) bulan?, karena dalam 6 (enam) bulan pertama kehidupan semua kebutuhan nutrisi dari protein, karbohidrat dan lainnya sudah tercukupi dari ASI Eksklusif, ini menurut dr. Utami Roesli. Beliau juga menuturkan bahwa bayi berusia dibawah 6 (enam) bulan belum memiliki enzim pencernaan yang sempurna atau matang. Selain itu juga bisa bermanfaat bagi ibu yaitu sebagai kontrasepsi (pencegah kehamilan) alami atau metode amenorea22 laktasi, mencegah kanker23
payudara dan indung telur, ibu lebih cepat
mendapatkan berat badan idealnya kembali serta mencegah obesitas. 24 Menurut dr.Nova Riyanti Yusuf, SpKJ dari komisi 9 (Sembilan) DPR dalam acara
20
Sunardi, Ayah, Bari Aku Asi, (Solo: Aqamedika, 2008), hlm.28; Koran Republika, Wawasan; Menyusui adalah Perintah Agama, tanggal 4 Agustus 2010, hlm. 18 21 Utami Ruoesli, Mengenal Asi Ekslusif, hlm. 3 22 amenorea adalah terhentinya haid secara abnormal. http://kamusbahasaindonesia.org./ amenorea diakses tanggal 29 januari 2011 23 berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan prof. Catharina Svanborg di swedia, ASI dapat melindungi bayi terhadap kanker. http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082.html diakses 06 januari 2011 24 http://www. DetikHealth.com/read/2010/11/154034/1491453/mengapa-asi-eksklusifharus-6-bulan.html diakses 19 januari 2011
29
30
“OneAsia Breastfeeding Forum 7”, beliau menuturkan bahwa “Memberikan ASI Eksklusif selama 6 (enam) bulan sama dengan menyelamatkan kehidupan 30.000 (tiga puluh ribu) bayi”.25 Menyusui sendiri mempunyai beberapa keuntungan: a. Susu yang diberikan dalam keadaan steril dalam artian bebas kuman, bermutu sesuai dengan kebutuhan bayi manusia seperti halnya juga susu kucing sesuai untuk anak kucing. b. Menyusui sendiri anaknya akan mempererat hubungan antara ibu dan bayinya. 26 2. Manfaat ASI Bagi Ibu dan Bayi
Merupakan hal yang sangat alami dan mengagumkan saat melihat seorang ibu menyusui anaknya. Sebuah permulaan yang merupakan pemberian terbaik bagi sibayi. Walaupun bagi sebagian ibu hal tersebut terlihat mudah, tetapi banyak juga yang mengalami kesulitan saat melakukannya. ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. Kebutuhan nutrisi masa laktasi sedikit lebih banyak dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui karena nutrisi pada ibu menyusui sangat dibutuhkan bayi dalam bentuk ASI, selain digunakan untuk dirinya sendiri. Bayi akan merasakan terpuaskan dan sehat bila sejak lahir hingga enam bulan mendapatkan ASI dengan kualitas dan kuantitas
25
http://www.detikhealth.com/read/2010/11/10/121828/1491135/764/asi-6-bulan-samadengan-menyelamatkan-30.000-bayi.html. diakses 19 januari 2011 26 Derek Liewellyn Jone, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, (Jakarta; Gaya Favorit Press; 1977 ), hlm. 238-239
30
31
yang cukup baik. Untuk mendapatkan ASI yang demikian, ibu harus mendapatkan nutrisi cukup dan bergizi. Secara ringkas, manfaat yang diperoleh bayi dari air susu, selain rasa kenyang adalah sebagai berikut: a. Kandungan gizi yang sangat lengkap. b. Keseimbangan yang tepat antara karbohidrat, protein, mineral dan lemak. c. ASI lebih mudah dicerna dari pada susu formula sehingga jarang mengakibatkan gangguan pencernaan bayi. Misalnya: diare dan konstipasi. d. Bayi yang disusui dengan ASI biasanya jarang mengalami kelebihan dan kekurangan Berat Badan. e. Jarang diantara mereka yang menderita alergi ataupun infeksi karena bakteri. f.
Terjalin ikatan batin antara seorang ibu dengan bayinya. Hal tersebut baik untuk psikologis bayi.
g. ASI jarang sekali menyebabkan bayi menderita eksim karena tidak tahan terhadap protein. h. ASI siap sedia diperoleh kapan saja dan tidak memerlukan ongkos apapun. Tetapi, perlu diperhatikan bahwa seorang ibu yang sedang menyusui seyogianya berusaha memakan semua zat-zat yang diperlukan untuk memproduksi susu. i.
ASI sesuai dengan suhu yang dibutuhkan bayi sehingga anda tidak perlu memanaskannya lagi.
31
32
j.
Menyusui bayi menyebabkan ala-alat kandungan ibu lebih cepet normal kembali seperti keadaan semula. Ibu yang menyusui bayinya sendiri merasa lebih sehat dari biasanya.
k. Dari sudut kejiwaan juga lebih baik jika menyusui sendiri. Dengan begitu ibu merasa memiliki anak dan timbulah kebanggaan sebagai ibu yang berhasil memelihara bayinya. Bayi sendiri akan memperoleh perasaan aman sejak dini yang merupakan bekal penting bagi pertumbuhan jiwanya dikemudian hari.27
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dr.Katherine Hobbs Knutson, dari Departemen Psikiatri Rumah Sakit Umum Massachusetts, BostonAmerika Serikat. Mengungkapkan bahwa ASI secara siginifikan mempengaruhi perangai anak dimasa depan. Bahwa seorang ibu yang mencukupi asupan ASI bayinya tidak pernah melaporkan adanya masalah perilaku pada mental anaknya selama lima tahun fase pertumbuhannya. Namun, ditemukan anak yang Cuma disusui selama dua bulan berpotensi berperangai buruk dibanding dengan anak yang ditunjang ASI selama satu tahun. Menurutnya, “ini merupakan indikasi bahwa pemberian ASI selama pertumbuhan dapat memiliki efek pada anak”, ujarnya. Studi ini melibatkan sekitar 100 ribu partisipan dari usia 10 (sepuluh) bulan hingga 18 (delapan belas)
27
Indiarti, M.T., A to Z The Golden Age; Merawat, Membesarkan dan Mencerdaskan Bayi anda Sejak dalam Kandungan Hingga Usia 3Tahun, (Yogyakarta; C.V Andi Offset, 2007), hlm. 74-76; Republika, Tren Global Menyusui Dua Tahun, Senin, 21 Maret 2011, hlm. 24-25
32
33
tahun. Dalam penelitian tersebut, orang tua ditanya seputar pemberian ASI serta prilaku dan mental anaknya. Menurut spesialis anak, dr. Soedjatmiko, selama proses menyusui akan terjadi interaksi penuh kasih sayang antara ibu dan buah hatinya. Bayi merasa aman, nyaman dan dilindungi sehingga terbentuk Attachment Basic Trust sebagai landasan utama perkembangan emosi yang baik dikemudian hari. Ujarnya. Konsultan laktasi, dr. Utami Roesli mengungkapkan, bayi yang terpenuhi asupan ASI akan memiliki Emosional Quetient (EQ) dan Spiritual Quetient (SQ) yang baik. Ini yang akan membentuk Behave-nya, dibandingkan dengan susu formula. Menurutnya, kontak langsung dari kulit membuat buah hati lebih merasa dekat. Ketika menyusui juga ada ransangan terhadap panca indranya. Bayi akan merasakan, melihat, mencium, dan mendengar sesuatu yang ada didekatnya, termasuk keintiman dengan ibunya. Anak yang diberi ASI akan tumbuh lebih cerdas dan sehat dibandingkan dengan susu formula, ujarnya. 28 Dari penjelasan diatas dapat kita difahami begitu besar manfaat dari ASI Eksklusif. Namun, ada beberapa alasan medis mengenai kondisi kesehatan antara Ibu dan Bayi yang dapat diterima dan dibenarkan untuk tidak menyusui sementara atau permanen. Kondisi ini, yang menjadi keprihatinan sangat sedikit ibu dan bayi, di bawah ini kita lihat dengan beberapa kondisi kesehatan ibu yang,
28
Koran Tempo, Kosmo; Perilaku Anak Berawal dari ASI, ed. Rabu tanggal 5 November
2010, hlm. C2
33
34
meskipun serius, bukan merupakan alasan medis untuk menggunakan pengganti ASI. Kapanpun terdapat pertimbangan untuk menghentikan proses menyusui, manfaat menyusui harus ditimbang dan dibandingkan terhadap risiko yang ditimbulkan oleh adanya kondisi khusus, diantaranya: a. Kondisi Bayi
Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus: 1) Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula khusus bebas galaktosa. 2) Bayi dengan penyakit kemih bearoma sirup maple/maple syrup urine disease, diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan vlin. 3) Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin (dimungkinkan beberapa kali menyusui, dibawah pengawasan ketat).
Bayi-bayi dimana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas: 1) Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat lahir sangat rendah). 2) Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan (amat premature).
34
35
3) Bayi baru lahir yang beresiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa (seperti pada bayi yang prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit dan bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes). b. Kondisi Ibu
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen: 1) Infeksi HIV : Jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan aman.
Kondisi Ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui sementara waktu: 1) Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis. 2) Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1), kontak langsung antara luka payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari. 3) Pengobatan Ibu: a) Obat-obatan prikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsy dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping.
35
36
b) Radioaktif iodine-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia-seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan setelah menerima zat ini. c) Pengguna yodium atau yodofor topical secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membrane mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormone tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapatkan ASI dan harus dihindari. d) Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi. e) Abses payudara, menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak terkena abses. f)
Hepatitis B, bayi harus diberikan vaksin hepatitis B dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
g) Hepatitis C h) Mastitis, bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk mencegah progresivitas penyakit. i)
Tuberculosis, ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman tuberculosis nasional.
36
37
j)
Pengguna nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulant sejenis oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui.29
B. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Hukum Islam
Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan al-Fiqh al-Islamy atau dalam konteks tertentu dari as- Syari‟ah alIslamy. Dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah, istilah hukum islam tidak dijumpai, yang digunakan adalah kata Syari‟at yang dalam penjabarannya kemudian lahir istilah Fiqh. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian Syariah dan fiqh.30 Syari‟at pada asalnya bermakna “Jalan yang lempang”, atau “Jalan yang dilalui air terjun”.31 Para Fuqaha‟ memakai kata Syari‟at sebagai nama hukum yang ditetapkan Allah SWT untuk hambanya dengan perantara Rasulullah SAW supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar iman.32 Sedangkan hukum dalam pengertian Ulama Ushul Fiqh ialah “Apa yang dikehendaki oleh Syari‟ ) (انشاسعatau pembuat hukum. Dalam hal ini, Syari‟ adalah Allah. Kehendak Syari‟ itu dapat ditemukan dalam Al-Qur‟an dan 29
http://selasi.net/artikel/kliping-artikel/artikel-menyusui/156-alasan-medis-yang-dapatditerima-sebagai-dasar-penggunaan-pengganti-asi.html diakses 26 januari 2011 30 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarata; PT. Raja Grapindo Persanda, 2003), Cet. II, hlm.3 31 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta; PT. Raja Grapindon Persada, 1998), Cet. III, hlm.5 32 Hasbi Ash-Shyiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarata; PT. Bulan Bintang, 1985), Cet. V, hlm.7
37
38
penjelasannya dalam As-Sunnah. Pemahaman akan kehendak Syari‟, itu tergantung sepenuhnya kepada pemahaman ayat-ayat hukum dalam al-Qur‟an dan Hadits-hadits hukum dalam Sunnah. Usaha pemahaman, penggalian dan perumusan hukum dari sumber tersebut dikalangan ulama disebut Istinbath )(اعخُباط. Jadi istinbath adalah usaha dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya. Sumber hukum islam pada dasarnya ada 2(dua) macam: a. Sumber “tekstual” atau sumber tertulis, yaitu langsung berdasarkan teks alQur‟an dan Sunnah Nabi. b. Sumber “non-tekstual” atau sumber tak tertulis. Seperti Istihsan dan Qiyasah.33 Sedangkan Fiqh menurut bahasa bermakna tahu dan Faham. Sedangkan menurut istilah ialah Ilmu Syari‟at, dan orang yang mengetahui Ilmu Fiqh dinamai Faqih. Para Fuqaha (jumhur mutaakhirin) menta‟rifkan fiqh dengan ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara‟ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil. Apabila dikatakan hukum syari‟ah, maksudnya ialah hukum-hukum fiqh yang berpautan dengan masalah-masalah amaliyah, yang dikerjakan oleh para mukallaf sehari-hari. 33
H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Ciputat; PT. Logos Wacana Ilmu, 2005). Cet, III,
hlm. 1-2
38
39
Hukum ini dinamai juga hukum furu‟, karena dipisahkan dari ushulnya; yakni diambil, dikeluarkan dari dalil-dalilnya (dalil Syar‟i) yang menjadi objek ushul fiqh. Jelasnya fiqh islam mempunyai ushul (pokok-pokok atau dasar) dan furu‟ (cabang-cabang) yang diambil dari pokok tersebut.34 Kata Fiqh, dipakai untuk nama segala hukum agama, baik yang berhubungan dengan kepercayaan ataupun yang berhubungan dengan muamalah praktis, segala hukum dinamai juga Fiqh. Memahami hukum dinamai juga fiqh, tidak ada perbedaan antara suatu hukum dengan yang lainnya inilah yang dimaskud dengan firman Allah SWT didalam Surat at-Taubah ayat 122, yang berbunyi:
i )122 : )9( (انخٕبت Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah (9): 122)
Dari pengertian diatas dapat difahami dan dimengerti arti Hukum Islam yang sebenarnya, bahwa Hukum Islam adalah Syari‟at Islam (ketentuan Allah atau titah Allah terhadap hambanya) dan kemudian dari penjabaran yang luas
34
Hasbi Ash-Shyiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, hlm. 17-18
39
40
maka dibuatlah fiqh sebagai intisari dari proses peng-instinbathkan suatu hukum syar‟i. Karena fiqh itu adalah suatu ilmu induk dari hasil pemahaman antara dua ilmu yakni Qaidah Fiqhiyyah dan Qaidah Ushuliyyah atau Ushul Fiqh, yang semuanya itu didasarkan pada suatu hukum yang bersifat abstrak atau masih umum dan khusus. 2. Pengertian Radla’ah
Kata Radla‟ dalam bahasa arab berasal dari kata kerja radha‟a-radha‟iradha‟an, yang artinya menetek atau menyusui.35 Istilah Radha‟ di pakai untuk tindakan menetek atau menyusui, anak yang menyusui disebut Radhi‟ dan perempuan atau ibu yang menyusui disebut Murdhi‟.36 Abdurahman al-Jaziri juga memberikan definisi yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, Radha‟ secara etimologi adalah nama bagi sebuah hisapan susu, baik manusia maupun susu binatang.37 Al-Sayyid Sabiq berpendapat bahwa penyebutan “susuan”, sesungguhnya mencakup segala macam bentuk susuan. Akan tetapi. Istilah ini memiliki definisi tertentu agar dapat difahami dengan benar dan memberikan implikasi hukum yang jelas terutama dalam persoalan pernikahan, anggapan “susuan” bersifat 35 36
Kamus Al-munir Arab- Indonesia, (Surabaya; Kashiko, 2000), cet. I, hlm. 221 Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta; PT. Hidakarya Agung, 1990), cet.
VIII, hlm. 142 37
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, (Beirut; dar al-Fikr), juz. IV, hlm. 192
40
41
mutlak tidak dapat dibenarkan karena istilah itu harus diterjemahkan dengan penyusuan sempurna. Penyusuan sempurna menurut al-Sayyid Sabiq adalah “Seorang anak bayi yang menyusu tetek dan menyedot air susunya dan tidak berhenti dari menyusu kecuali dengan kemauannya sendiri tanpa halangan”. 38 Pengertian Radha‟ secara bahasa memiliki makna yang sangat luas dan umum. Artinya tidak disyaratkan bahwa yang disusui berupa anak kecil atau orang dewasa. Didalam fikihnya Imam Syafi‟I yang ditulis oleh Wahbah Zuhaili. Pengertian Radla‟ secara etimologi berarti menghisap puting dan meminum air susunya. Sedangkan secara termonologi berarti sampainya air susu seorang wanita atau sesuatu yang dihasilkan dari sana kedalam lambung anak kecil atau kedalam otaknya. Dari definisi ini dapat kita ketahui bahwa unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam praktik Radha‟ adalah Ibu Susu (Murdhi‟), Air Susu Ibu (Laban) dan Bayi/Anak (Radhi‟) yang menyusu dan ini juga termasuk kedalam rukun susuan yang menjadi ikatan mahram.39 3. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam
38
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, (Jakarta; PT. Prima Heza Lestari, 2006),cet. I, hlm. 44 39 , Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan AlQur‟an dan Hadits, (Jakarta; Al- Mahirah , 2010) cet. I, Juz. III, hlm. 27
41
42
Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT bagi kedua orang tua. Oleh sebab itu, ketika anak lahir kedunia maka tanggung jawab sepenuhnya menjadi kewajiban ayah dan ibunya. Diantara kewajiban orang tua untuk anaknya adalah anak tumbuh sehat dan terpenuhi segala sesuatunya. Pada saat usia bayi, ASI (Air Susu Ibu) adalah sumber makan pokok yang paling mendesak baginya. Bahwa Allah SWT menganjurkankan kepada para ibu-ibu untuk menyusui anakanaknya dan memberikan batas 2 (dua) tahun penuh karena pada saat itu, anak masih sangat membutuhkan ASI sebagai makanan dan minuman pertama yang didapat oleh sianak. Sebagaimana firman Allah SWT didalam surat Al-Baqarah ayat 233, sebagai berikut:
)233 : )2( (انبقشة. Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
42
43
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
Lapaz ٔانٕانذاثmerupakan jama‟ dari kata ٔانذةdengan adanya huruf “Ta” marbutoh. Sedangkan انٕانذartinya bapak dan انٕانذةberarti ibu. Sedangkan untuk lapaz bapak dan ibu adalah ٌ انٕانذاsebagaimana yang biasa diucapakan oleh orang arab. Imam Abu Hayan didalam kitab al-Bahri mengatakan itu adalah qiyasan dari lapaz ٔانذ, akan tetapi lapaz tersebut diucapakan hanya untuk bapak. Maka kemudian didatangkan huruf “Ta” menjadi lapaz ٔانذةuntuk membedakan antara laki-laki dan perempuan dari segi bahasa, seakan-akan kalimat tersebut menyatakan bahwa bapak dan ibu adalah asal dari pada anak, maka diucapkan untuk mereka berdua dengan lapaz ٌٔانذا.40 Bentuk dalil ini adalah dengan menggunakan Shigat atau kalimat Khabar (berita) karena untuk menguatkan seharusnya menjadi lapaz ٍشضؼٛن, pada dasarnya bentuk lapaznya adalah berita, sedangkan hakikatnya adalah perintah.41 Kata al-Walidat maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun bukan. Ini berarti bahwa al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa air susu
40
Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an, (Beirut: Maktabah al-„Ashriyyah, 2005) juz. I, hlm. 324 41 Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an, hlm. 328
43
44
ibu, baik kandung maupun bukan adalah makanan terbaik buat bayi hingga usia dua tahun. Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun diperintahkan, bukanlah kewajiban. Ini difahami dari penggalan ayat yang menyatakan “bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. Namun demikian, ia adalah anjuran yang sangat ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib. Jika ibu bapak sepakat untuk mengurangi masa tersebut, maka tidak mengapa. Hendaknya jangan berlebih dari dua tahun, karena dua tahun telah dinilai sempurna oleh Allah. Disisi lain, penetapan waktu dua tahun itu, adalah untuk menjadi tolak ukur bila terjadi perbedaan pendapat misalnya ibu atau bapak ingin memperpanjang masa penyusuan. Masa penyusuan tidak harus 24 (dua puluh empat) bulan, karena dalam QS. Al-Ahqaf (46) ayat 15 menyatakan bahwa masa kehamilan dan penyusuan adalah 30 (tiga puluh) bulan. Ini berarti, jika janin yang dikandung selama sembilan bulan maka penyusuannya adalah 21 (dua puluh satu) bulan. Sedangkan jika dikandung hanya 6 (enam) bulan, maka ketika itu masa penyusuannya adalah 24 (dua puluh empat) bulan. Tentu saja ibu yang menyusukan memerlukan biaya agar kesehatannya tidak tergangu dan air susunya selalu tersedia. Atas dasar itu lanjutan ayat mengatakan, “merupakan kewajiban atas yang dilahirkannya”, yakni Ayah, “memberi makan dan pakaian kepada para ibu” kalau ibu anak-anak yang
44
45
disusukan itu telah diceraikan secara ba‟in, bukan raj‟iy. Adapun jika ibu anak itu masih berstatus isteri walau telah ditalak secara raj‟iy, maka kewajiban memberi makan dan pakaian adalah kewajiban atas dasar hubungan suami isteri, sehingga bila mereka menuntut imbalan penyusuan anaknya, maka suami wajib memenuhinya selama tuntutan imbalan itu dinilai wajar.42 Mengapa menjadi kewajiban bapak? Karena pada kalimat ّ انًٕنٕدنٙ ٔػهitu terkandung makna bahwa anak itu mengikuti ayah atau bapak dan nasabnya kepada ayah atau bapak bukan kepada ibu. Maka kewajiban yang muncul untuk menafkahkan kepada para ibu dan wanita-wanita yang menyusui karena adanya anak maka bapak wajib menafkahinya. Imam Zamakhsyariy berkata “kalau anda berkata kenapa diucapkan ّ يٕنٕدنbukan ?انٕانذAnda menjawab: agar dapat diketahui bahwa sang ibulah yang melahirkan untuk bapaknya karena anak itu adalah milik bapaknya. Oleh karena itu tersambung nasabnya kepada bapak bukan kepada ibu”.43 Imam al-Jashosh dalam tafsirnya Ahkamul Qur‟an berkata: pada ayat ini mengandung 2 (dua) makna,sebagai berikut:
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian AlQuran,(Jakarta: Lentera Hati, 2007) cet. X, vol. I, hlm. 503-504 43 Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an, hlm. 328; Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta; Ghalia Indonesia), hlm. 109-111
45
46
a. Sesungguhnya seorang ibu lebih berhak menyusui anaknya selama 2 (dua) tahun dan tidak berhak untuk si ayah menyusukan anaknya kepada orang lain selama si ibu atau isterinya berkainginan menyusui. b. Sesungguhnya kewajiban ayah memberikan nafkah susuan hanya sampai 2 (dua) tahun.Dan pada firman Allah itu menunjukan bahwa suami atau bapak tidak berhak mencampuri urusan penyusuan, karena Allah mewajibkan penyusuan itu kepada bapak melalui ibu, mereka berdua adalah ahli waris dan Allah mengutamakan bapak dari pada ibu pada masalah waris. Hal itu menjadi dasar penentuan ayah atau bapak sebagai pemberi nafkah bukan ibu. Demikian menjadi dasar kewajiban memberikan nafkah untuk anak-anaknya sejak kecil hingga dewasa tanpa ada campur tangan dari pihak lain.44 Mengenai batas-batas antara hak dan kewajiban ibu dalam menyusukan anaknya-yang berhubungan dengan upah, perceraian, martabat dan kesehatanpara ahli fikih terjadi perbedaan pendapat mengenai seorang ibu yang telah melahirkan anaknya, apakah ia wajib menyusui anaknya sendiri atau bisa disusui perempuan lain?. Pendapat pertama yakni dari Imam Malik dengan menyatakan bahwa seorang ibu wajib menyusukan anaknya, tanpa satu alasanpun untuk menolaknya, selama ia masih dalam status isteri dari ayah anaknya, tanpa mendapat upah.
44
Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,
hlm. 333
46
47
Kecuali jika ibu tersebut termasuk kedalam golongan wanita yang bermartabat tinggi, yang menurut adat istiadat setempat misalnya, ia tidak diperkenankan menyusukan anaknya. Jadi harus diupayakan mencari wanita lain yang sanggup menyusukan anaknya dengan mendapat upah. Namun demikian, pengecualian ini juga batal dengan sendirinya, jika ternyata ada hal-hal tertentu yang membuat ibu tersebut mau tidak mau harus menyusukan anaknya sendiri. Sedangkan hal-hal yang dapat menggugurkan pengecualian dalam menyusukan anak bagi wanita bermartabat atau ningrat itu adalah sebagai berikut: a. Bayi menolak menyusu kecuali kepada ibunya. b. Kedua orang tua tidak memiliki dana untuk membayar upah wanita lain untuk menyusukan anaknya. c. Tidak ada wanita lain yang mau menyusukan anaknya. d. Ada wanita lain, namun tidak bersedia jika dibayar. Pendapat yang kedua yakni dari Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I dan Imam Ahmad, menyatakan bahwa seorang ibu tidak mutlak wajib menyusukan anaknya, sekalipun ibu itu masih dalam status sebagai isteri dari ayah anaknya. Lantaran menyusukan anak itu sama dengan pemberian nafkah, sedangkan pemberian nafkah merupakan kewajiban suaminya atau ayah si anak. Kalaupun seorang ibu mau menyusukan anaknya, itu lantaran pada dasarnya seorang ibu
47
48
pasti memiliki rasa kasih sayang terhadap anaknya, sehingga ibu tersebut tidak berhak menuntut dan atau menerima upah. Oleh sebab itu, seorang ibu berhak menolak menyusukan anaknya, jika memang merasa tidak mampu atau merasa akan tergangu kesehatannya jika menyusukan anak, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur‟an, sebagai berikut:
)233 : )2( (انبقشة... ... Artinya : “Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
Berdasarkan argument ayat ini, seorang ibu tidak dipaksa untuk menyusukan anaknya menurut ketentuan hukum, kecuali dalam keadaan darurat, tidak ada pilihan lain, dalam artian telah ditetapkan pula oleh hukum lain atau memenuhi berbagai ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Selain itu, seorang isteri yang telah diceraikan oleh suaminya, juga tidak boleh dipaksa untuk menyusukan anaknya, lantaran kewajiban memberikan nafkah kepada anak merupakan kewajiban suaminya. Dan kalaupun ternyata karena satu lain hal – terpaksa harus menyusukan anaknya, maka ibu tersebut berhak menuntut atau menerima upah menyusukan dari mantan suaminya, lantaran upah tersebut bukan semata-mata upah murni, tetapi dapat sebagai realisasi dari kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya. Dengan demikian, menyusukan anak tidak merupakan kewajiban agama yang mutlak bagi seorang ibu, jika menyusukan anak itu akan menimbulkan hal
48
49
yang mudarat, yakni dapat mencelakakan ibu atau anaknya atau keduaduanya.misalnya, jika ibu mengidap suatu penyakit menular yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan anakya. 45 Imam al-Qurtubi menyatakan bahwa Lapaz yang tersebut didalam alQur‟an surat al-Baqarah ayat 233 itu adalah Muktamal. Artinya, mengandung 2 (dua) pengertian, yakni bisa hak, bisa juga tanggung jawab. Jadi, tidak berarti kewajiban mutlak. Alasannya, jika Allah SWT memang ingin mengatakan dengan jelas bahwa menyusukan anak itu merupakan kewajiban mutlak ibunya, tentu Allah SWT akan menyatakan : “Dan ibu wajib menyusukan anak-anaknya” Sama halnya dengan firman Allah SWT mengenai kewajiban mutlak seorang ayah dalam memberikan nafkah kepada keluarganya, yang dinyatakan dengan firman-Nya:
)233 )2( (انبقشة.. .. Artinya : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu”.(Q.S. al-Baqarah (2): 233)
Oleh sebab itu, menyusukan anak bukan kewajiban mutlak seorang ibu, hanya hak seorang ibu. Jadi boleh dilaksanakan, boleh juga tidak. Berbeda dengan seorang ayah, yang mutlak dibebani kewajiban memberi nafkah kepada
45
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 39-41
49
50
keluarganya (anak isterinya), sehingga seorang ayah wajib secara mutlak mencari upaya agar anaknya ada yang menyusukan. Namun demikian, hak menyusukan anak bagi seorang ibu itu akan berubah menjadi kewajiban jika ia masih dalam status isteri dari ayah sianak, sesuai dengan tuntutan fitrahnya. Kecuali ia termasuk wanita bangsawan yang tidak diizinkan menyusukan anak sendiri, sesuai dengan tuntutan adat istiadatnya. Namun demikian, pengecualian ini akan gugur dengan sendirinya jika anak tersebut ternyata menolak menyusu kepada selain ibunya. Maka menyusukan anak pada akhirnya kembali menjadi kewajiban atau tanggung jawab ibunya. Selain itu, wajib bagi seorang suami memberikan kesempatan penuh kepada isterinya untuk menyusukan anaknya, dalam artian tidak boleh dihalangi selama siisteri atau ibu dari anak itu suka melakukannya. Demikian pula halnya, si isteri telah diceraikan atau masih dalam masa iddah. Hal itu untuk menjamin terpenuhinya hak seorang ibu dalam menyusukan anaknya. Lantaran hanya seorang ibulah yang memiliki rasa kasih sayang tulus terhadap bayinya, yang merupakan bagian dari dirinya. Selain dari itu, menyusukan anak secara alami semata-mata bertujuan untuk kepentingan dan perlindungan serta kesehatan anak, lantaran ASI merupakan makan dan minuman yang terbaik untuk bayi. 46 Dalam islam, hubungan keluarga bisa terjadi melalui penyusuan. Namun aturan tersebut tidak bersifat umum. Rasulullah SAW tidak serta merta
46
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 41-43
50
51
mengharamkan pernikahan karena pernah menjalin hubungan persusuan. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam proses penyusuan yang dapat menimbulkan hubungan mahram. Para ulama telah membahas beberapa kriteria untuk memastikan hubungan mahram benar-benar terwujud antara bayi yang menyusu dengan perempuan yang menyusui. Kriteria tersebut terkait macam dan sifat ASI yang diberikan kepada bayi, karakter perempuan yang menyusui dan kondisi anak yang menyusui. Praktik radla‟ah itu memiliki unsur-unsur dalam pelaksanaannya, diantaranya adalah Ibu susu (Murdhi‟), anak atau Bayi yang menyusu (Radhi‟) dan Air susu (Laban). Penjelasannya sebagai berikut:
1. Ibu susu (Murdhi‟) Kondisi orang yang menyusui juga harus diperhatikan dalam persusuan untuk memastikan apakah yang dilakukan terhadap bayi benarbenar memiliki konsekuensi hukum atau tidak sama sekali. Mengenai identitas dari orang yang menyusui,
Mazhab Maliki,
Hanafi, syafi‟I dan Hambali sepakat bahwa orang yang menyusui anak bayi itu adalah seorang perempuan.47
47
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, hlm. 195-196
51
52
Imam Syafi‟I menjelaskan apabila wanita menyusui seorang bayi maka bayi tersebut seperti anaknya secara hukum, dengan 3 (tiga) syarat berikut: a) Si Bayi benar-benar menyusu pada wanita tersebut. Air susu hewan ternak tidak berkaitan dengan pengharaman anak. b) Wanita yang menyusui dalam kondisi hidup. Jika seorang bayi menyusu kepada wanita yang telah meninggal atau meminum air susu yang dipompa dari wanita yang telah meninggal, ini tidak berimplikasi pada pengharaman. Namun air susu wanita saat hidup dipompa, kemudian setelah meninggal susu tersebut diminumkan kepada bayi, menurut pendapat yang shahih bayi itu menjadi mahramnya. c) Wanita tersebut masih bisa melahirkan akibat hubungan intim atau lainnya, misalnya dia (ibu susu) telah berusia 9 (sembilan) tahun keatas, karena kedua putingnya telah dapat mengeluarkan air susu. Jika ternyata air susu tersebut berasal dari wanita yang belum berusia 9 (sembilan) tahun, ini tidak menjadikan mahram. Jika dia telah berusia 9 (sembilan) tahun maka menjadi mahram, meskipun belum dihukumi baligh. Sebab, asumsi baligh sudah ada, sementara susuan telah cukup hanya dengan asumsi seperti hanya nasab.
52
53
Dalam hal ini sama saja hukumnya antara ibu susuan yang telah menikah maupun belum, juga antara yang masih perawan maupun bukan.48 Mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali mengatakan bahwa tidak disyaratkan bagi wanita yang menyusui itu harus masih hidup. Artinya, jika dia mati lalu ada seorang bayi menyusu darinya, maka cukuplah sudah hal itu sebagai penyebab keharaman. Bahkan mazhab Maliki mengatakan “Kalaupun diragukan apakah yang dihisapnya itu susu atau bukan, keharaman tetap terjadi”. Seluruh mazhab juga sepakat bahwa, laki-laki pemilik air susu yakni suami wanita yang menyusui itu menjadi ayah bagi anak yang disusui isterinya itu, keharaman mereka berdua, seperti keharaman antara ayah dan anak. Ibu suami wanita yang menyusui itu, menjadi nenek bagi anak yang menyusui, saudara perempuan laki-laki itu menjadi bibinya, sebagaimana halnya dengan wanita yang menyusuinya menjadi ibunya, ibu wanita itu menjadi neneknya dan saudara perempuan wanita itu menjadi neneknyan pula.49 Mengenai hubungan status seorang ibu susuan fuqaha telah sependapat bahwa secara garis besar apa yang diharamkan oleh susuan 48
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan AlQur‟an dan Hadits, hlm. 28 49 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh lima Mazhab; Ja‟fari, Hanafi, Maliki,Syafi‟I dan Hambal,(Jakarta; PT. Lentera Basritama, 2003), cet. II, hlm. 340
53
54
dengan apa yang diharamkan oleh nasab. Yaitu bahwa seorang perempuan yang menyusui sama kedudukannya dengan seorang ibu. Oleh karenanya, ia diharamkan bagi anak yang disusukannya dan diharamkan pula baginya semua orang (perempuan) yang diharamkan atas anak laki-laki dari segi ibu nasab.50 Dalil yang menjadi pijakan adalah surat An-Nisaa ayat 23, yang berbunyi:
)23 : )4( (انُغاء Artinya:“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu, anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu 50
Ibnu Rusyd, Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II, hlm. 26
54
55
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 23)
Dan hadits Nabi SAW, yang berbunyi:51
َ فَقاَل.َْذُ ػَهَٗ ا ْبَُتِ حًَْضَةِّْٚ َٔعَهَىَ اُ ِسَٛ صَهَٗ انهَُّ ػََهٙػبَاطٍ اٌَ انَُب َ ٍِْػٍَِ اب ِحْشُوُ يٍَِ انشَضـاَػَتَٚ َٔ ،ِْ يٍَِ انشَضـاَػَتٙخ ِ ِآََـاَ ا ْبَُتُ َا،ْٙال َححِمُ ِن َ ِآََـَا 52
)(سٔاِ انبخاس٘ ٔيغـهى.ِحْشُوُ يٍَِ ان َُغَبَٚ يَا
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab”.(H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Anak atau Bayi yang menyusu (Radli‟) Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT bagi kedua orang tuanya. Sebab itu, ketika anak lahir kedunia maka tanggung jawab sepenuhnya menjadi kewajiban orang tua yakni ayah dan ibunya. Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa menyusukan anak adalah hak bagi seorang ibu, demikian menurut kesepakatan para ahli fiqh. Hal ini dijelaskan didalam Al-Qur‟an dalam surat al-Baqarah ayat 233:
51
A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, (Bandung; CV Penerbit Diponegoro, 2002), cet. XXVI, hlm. 509 52
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy alNeisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr), juz. I, nomor 1445
55
56
)233 : )2( (انبقشة.. Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )
Namun mekanisme dalam penyusuan itu sendiri seperti batas usia anak susuan, yang disusukan dan berimplikasi terhadap hubungan mahram terhadap ibu susuan, terbagi kepada 3 (tiga) kelompok. Diantaranya: a. Jumhur Ulama dari kalangan Sahabat maupun Tabi‟in.53 antara lain: Maliki, Syafi‟I, Ishak, Abu Saur, dua sahabat Abu Hanifah dan Al„Awza‟i.54 dari kalangan sahabat antara lain: Umar bin al-Khattab dan puteranya (Abdullah bin Umar), Abnu Mas‟ud, Ibnu Abbas, Abu Musa serta para Isteri Nabi SAW selain dari Aisya. Mereka berpendapat bahwa usia anak susuan yang berimplikasi terhadap hubungan mahram yaitu usia 2 (dua) tahun pertama sejak kelahiran.55 Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi‟I dan lainnya berpendapat bahwa penyusuan anak besar tidak mengharamkan.56 Kelompok pertama ini bersandar kepada firman Allah SWT didalam Al-quran surat Al-Baqarah ayat 233, yang berbunyi: 53
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. I,
hlm.194 54
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 28 56 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27; Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm 194 55
56
57
) 233 : )2( ( انبقشة.. Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )
Dari ayat diatas, menurut kelompok ini menunjukan batasan usia seorang anak yang berakibat terjadinya hubungan mahram sebagaimana yang terjadi pada garis keturunan nasab. Dan hadits Nabi SAW dari „Aisyah r.a., yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi:
َػُْذَْا ِ َٔ َْٓاِّٛ ٔعهى َدخَمَ ػََهَٛ صَهَٗ اهللُ ػهٙػُْٓاَ اٌََ ان َُ ِب َ َُ اهللٙض ِ َػٍَْ ػَا ِئشَت س ٍَْ ُأَْظُشٌَْ ي: فقال.ْٙخ ِ ِإ َُّ َأ: فقانج،َِشَ َٔجُُّْٓ كََأ َُّ كَشَِِ رَِنكَٛسجُمٌ فَكََأ َُّ حَ َغ 57
) فَِئًََاَ انشَضاَػَتُ يٍَِ انًَجاَػَتِ (سٔاِ انبخاس٘ ٔ يغهى.ٍَُإخَْٕاَُك
Artinya: “Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat mengenyangkan”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadis ini, maksudnya adalah penyusuan saat sang anak berada pada periode bayi dari lahir sampai dengan 2 (dua) tahun, sehingga setiap menyusu akan memenuhi kebutuhan rasa laparnya. 58 57
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1455
57
58
Abu Ubaid mengemukakan bahwa “Jika seorang bayi lapar, maka makanan yang dapat mengenyangkannya adalah susu. Dan penyusuan yang dapat mengharamkan pernikahan dan membolehkan Khulwah adalah penyusuan yang dapat menghilangkan rasa laparnya. Yang demikian itu, karena perutnya masih sangat kecil sehingga cukup dengan susu saja dan bahkan susu itu dapat menumbuhkan dagingnya. 59 Karena menurut Fuqaha yang lebih menguatkan hadits ini, mereka mengatakan bahwa air susu yang tidak dapat berfungsi sebagai makanan bagi orang yang menyusu, tidak menyebabkan keharaman.60 b. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia anak susuan yang dapat mengakibatkan hubungan mahram adalah yang berusia pada kisaran 30 (tiga puluh) bulan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 sebagai berikut:
)15 : )46( )األحقـاف... .. Artinya: “…Dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan…” (Q.S. Al-Ahqaaf (46): 15)
Maksud 30 (tiga puluh) bulan pada ayat diatas menurut Abu Hanifah terhitung sejak kelahiran dan bukan dihitung dari semenjak dalam
58
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 28-29 59 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm. 192 60 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28
58
59
kandungan. Apabila perhitungan berdasarkan ayat, maka jumlahnya adalah 2,5 ( dua koma lima) tahun. Pendapat Abu Hanifah ini dari sisi perhitungan berbeda dari pandangan Ibnu Abbas yang dijadikan pegangan Jumhur al-Mufassirin. Menurut Ibnu Abbas yaitu bagi seorang bayi prematur yakni yang berada didalam kandungan selama 6 (enam) bulan, maka masa penyusuannya dilakukan 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila si bayi berada dikandungan selama 7 (tujuh) bulan, maka masa penyusuan menjadi 23 (dua puluh tiga) bulan. Dan bila berada selama 8 (delapan) bulan, maka masa penyusuannya itu dilakukan selama 22 (dua puluh dua) bulan. Selanjutnya, apabila masa kandugannya selama 9 (sembilan) bulan, maka penyusuan itu dilakukan selama 21 (dua puluh satu) bulan. Dengan demikian, masa mengandung dan menyusui diseimbangkan sejumlah bulan yang disebut didalam al-Qur‟an, yaitu 30 (tiga puluh) bulan.61 c. Daud dan fuqaha al-Zahiri berpendapat bahwa penyusuan anak yang sudah besar, dapat menjadi mahram. Hal ini merupakan pendapat dari
61
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 30-31
59
60
Aisyah r.a.,62 hadits ini tentang salim yang mendapat izin masuk keluar rumahnya.63 Sebagai berikut:
،َِا َسعُٕل اهللٚ :ْ فَقَانَج،ِّ ٔعهىِٛ صَهَٗ اهللُ ػهْٙمٍ إِنَٗ ان َُ ِبَٛٓ ُجَائَجْ عَْٓهَتُ ِبُْجُ ع ُ صَهَٗ اهللِٙ فَقَالَ ان َُب.)ُُّْفْٛفَتَ ُدخُْٕلِ عَانِىٍ (ََُْٕٔ حَِهِٚ حُ َزٙ َٔجِّْ أَبِِٙإَِٗ أَسَٖ ف َ َف َخ َبغَى،ٌْشْٛفَ أَسْضَؼُُّ ََُْٕٔ َسجُمً َك ِبٛ َك:ٍّْْ)) قَانَجٛ ((أَسْضِ ِؼ: ِّ ٔعهىٛػه ِْشٌ)) (سٔاٛ َٔقَالَ ((قَذ ػَهًِْجُ َأ َُّ َسجُمٌ َك ِب: ّ ٔعهىَٛسعُٕلُ اهللِ صهٗ اهلل ػه 64
)يغهى
Artinya: “Sahlah binti Suhail mendatangi Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah, aku lihat raut muka cemburu dari Abu Hudaifah terhadap “Salim” (bekas hamba sahaya Abu Hudaifah yang sering masuk keluar rumah kami). Nabi SAW bersabda: “Maka susukanlah ia (susu!). sahlah menimpali: “Ya Rasul dia anak laki-laki yang sudah dewasa, bagaimana aku menyusuinya?” Rasulullah SAW pun tersenyum seraya berkata: “hal itu aku ketahui bahwa dia anak laki-laki dewasa”.(H.R. Muslim)
Pendapat ini didukung oleh sekelompok ulama Salaf dan khalaf bahkan mereka mempertegas bahwa sekalipun yang disusukan itu lanjut usia, ketentuan akibat susuan disamakan dengan usia anak kecil. Sebagai bukti dukungan „Aisyah terhadap hadits ini, Ia pun pernah menyuruh kepada saudara perempuannya bernama Ummu Kulsum dan para
putri
saudara
laki-lakinya
apa
bila
menghendaki
atau
memperkenankan lelaki asing bebas keluar masuk rumah, hendaklah ia disusui terlebih dahulu.
62
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27 A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, hlm. 506 64 Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1453 63
60
61
Dengan demikian, batas usia anak susuan menurut versi kelompok ini tidak memiliki batasan tertentu, bahkan seseorang tua bangka pun juga dapat melakukan sebuah tindakan yang dapat mengakibatkan hubungan mahram dan haram menikah melalui proses penyusuan oleh seorang perempuan terhadap laki-laki asing itu.65 3. Air susu (Laban) Didalam al-Qur‟an dan as-Sunnah tidak menjelaskan secara rinci mengenai sifat ASI yang bisa berdampak terjadinya mahram. Namun para ulama telah membahas mengenai status ASI yang diminum atau diminumkan kepada bayi. Mengenai jumlah atau kadar susuan yang menyebabkan mahram, itu terbagi menjadi 4 (empat) kelompok. Diantaranya: a. Satu kali susuan sudah menjadi mahram. Pendapat ini dianut oleh Jumhur (Abu Hanifah, Malik66 dan salah satu riwayat Ahmad). Dari kalangan sahabat dan tabi‟in seperti ibnu al-Musayyab, al-Hasan, al-Zuhri, Qatadah, al-Awza‟I, al-Sauri dan al-Lais. Mereka berpegang kepada dalildalil naqli yang bersumber dari al-Qur‟an dan hadits. Diantaranya: Dalil al-Qur‟an surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut: 65
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 31-32 66 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27; Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm. 31
61
62
.. )23 : )4( (انُغاء.. Artinya:“…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan..”(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 23)
Hadits Nabi SAW dari „Aisya r.a., yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, sebagai berikut:
َْٓاِّٛ ٔعهى َدخَمَ ػََهَٛ صَهَٗ اهللُ ػهٙػُْٓاَ اٌََ ان َُ ِب َ َُ اهللٙض ِ َػٍَْ ػَا ِئشَت س : فقال.ْٙخ ِ ِإ َُّ َأ: فقانج،َِشَ َٔجُُّْٓ كََأ َُّ كَشَِِ رَِنكٛػ ُْذَْاَ َسجُمٌ فَكََأ َُّ حَ َغ ِ َٔ ٔ ٘(سٔاِ انبخاس
ِ فَِئًََاَ انشَضاَػَتُ يٍَِ انًَجاَػَت.ٍَُُأَْظُشٌَْ يٍَْ إخَْٕاَُك 67
)يغهى
Artinya: “.Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! susuan yang diharamkan menikah adalah susuan yang mengenyangkan” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dan hadits Nabi SAW dari Ibnu Abbas r.a, sebagai berikut:
َ فَقاَل.َْذُ ػَهَٗ ا ْبَُتِ حًَْضَةِّْٚ َٔعَهَىَ اُ ِسَٛ صَهَٗ انهَُّ ػََهٙػبَاطٍ اٌَ انَُب َ ٍِْػٍَِ اب ِحْشُوُ يٍَِ انشَضـاَػَتَٚ َٔ ،ِْ يٍَِ انشَضـاَػَتٙخ ِ ِآََـاَ ا ْبَُتُ َا،ْٙال َححِمُ ِن َ ِآََـَا 68
)حْشُوُ يٍَِ ان َُغَبِ (سٔاِ انبخاس٘ ٔ يغهىَٚ يَا
67
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1455 68
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1445
62
63
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dengan landasan dalil naqli tersebut, kelompok ini menegaskan bahwa nash-nash tersebut tidak menyebutkan batasan tertentu mengenai jumlah susuan. b. Kelompok yang menyatakan bahwa tiga kali susuan dapat menjadi mahram. Pendapat ini berdasar riwayat ketiga dari Ahmad, diikuti Ahlu al-Zahir kecuali Ibnu Hazm. Dari kalangan sahabat antara lain: Ishaq, Abu Ubaid, Abu Saur dan Ibnu Munzir 69. Dengan argumentasi yang dijadikan dasar adalah hadits „Aisyah r.a., yang berbunyi:
ِ(سٔا.ٌَِال ُححَشِوُ انًَّصَتُ َٔانًَّصَخا َ :ّ ٔعهىٛقال سعٕل اهلل صهٗ اهلل ػه 70
)يغهى
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda; satu kali isapan (sedotan) atau dua Isapan tidak mengharamkan (pernikahan)”. (H.R. muslim)
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari jalan Ummu al-Fadhl, yang berbunyi:
ََُْٕٔ ،ِّ ٔعهىّٛ اهللِ صَهَٗ اهللُ ػهُٙ ػَهَٗ َ ِبٙ َدخَمَ أَػْشَا ِب: ْ قَانَج،ِػٍَْ أُوِ انفَضْم ،َٖخش ْ َْٓا َأٛ اَيْشَأَةٌ َفخَضَ َٔجْجُ ػََهِٙ كَا َجْ نَِٙ ِإ،َِ اهللَٙاَ ِبٚ :َ فَقَال،ِٙخْٛ َبِٙف ،ٍِْٛ سَضْؼَجً أَ ْٔ سَضْ َؼ َخَٙ ا ْنحُ ْذثِٙ األََٔنِٗ َأ ََٓا أَسْضَؼَجِ ايْشََأحِٙػًَجِ ايْشََأح َ َفَض 69
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 47 70 Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I,nomor 1450
63
64
ِ(سٔا.ٌَِالجَخا َ الجَتَ َٔاإلِ ْي َ ال ُححَشِوُ اإلِ ْي َ :ّ ٔعهىُٛ اهللِ صهٗ اهلل ػهٙفَقَالَ َ ِب 71
)يغهى
Artinya: “Ada seorang lelaki kampung mendatangi Nabi SAW yang sedang berada dirumahku dan lelaki itu mengadu: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku mempunyai seorang isteri dan aku menikah wanita lain, lalu isteri pertamaku menyatakan bahwa ia pernah menyusui isteri keduaku dengan satu kali susuan atau dua kali”. Nabi SAW menjelaskan :”Satu kali susuan atau dua kali susuan tidak mengharamkan pernikahan”.(H.R. Muslim)
Dari kedua hadits diatas, memberi kesimpulan kepada kelompok ini adanya anggapan bahwa penyebutan bilangan yang diulang berarti meliputi tiga yaitu tiga kali susuan.72 c. Kelompok yang menyatakan dapat menjadi mahram, apabila disusukan sebanyak lima kali penyusuan. Pendapat ini di anut oleh Imam Syafi‟I dan Imam Hambali,73 Ibnu Hazm, Atha‟ dan Thawus. Dari kalangan sahabat dipelopori oleh „Aisyah, Ibnu Mas‟ud dan Ibnu Zubeir. Pedoman yang dijadikan dasar adalah hadits „Aisyah
yang
berbunyi:
71
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1451 72 Ahmad sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 47-48; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II, hlm. 27 73 Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 114; Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm. 30
64
65
ٍػشْشُ سَضَؼَاثٍ يَؼْهُٕياَث َ ،ًٌَِْا َأَْضِلَ يٍَِ انقُشآٛ كاٌََ ِف:ْػٍَْ ػَا ِئشَتَ؛ َأََٓاَ قاَنَج ِّْ ٔعهىَٛ َسعُٕلُ اهللِ صَهَٗ اهللُ ػََهِٙ َفخُٕ ّف،ٍغخٍَْ ِبخًَْظٍ يَؼْهُٕيَاث َ َ َ ثُى،ٍَْحَشَيُٚ 74
)ُقْشَأُ يٍَِ انقُشْآٌِ (سٔاِ يغهىٚ ًَْاٍََُْٛٔ ِف
Artinya: “Aisyah mengatakan: Pada mulanya ayat yang diturunkan berkenaan dengan susuan adalah sepuluh kali susuan yang diketahui pasti mengakibatkan keharaman menikah. Kemudian ayat tersebut dinasakh dan digantikan dengan lima kali susuan yang diketahui pasti, kemudian Rasulullah SAW wafat dan itulah yang terbaca didalam al-Qur‟an. (H.R. Muslim)
Kalimat yang terakhir “Dan itulah yang terbaca didalam alQur‟an”, maksudnya bahwa turunnya ayat „lima kali susuan” berfungsi sebagai penasakh, sangat terlambat. Hal itu disebabkan tenggang waktu yang sangat sempit antara kewafatan Nabi SAW dan turunnya ayat tersebut, sehingga hanya sebagian orang yang membaca “lima kali susuan”. Akan tetapi, setelah diketahui statusnya adalah nasakh, maka mereka pun berijma‟ bahwa “susuan lima kali”, tidak dibaca.75 Maksudnya hukum pertama hanya berlaku bagi orang yang tidak mengalami penasakhan ayat tersebut.76 Jadi menurut Imam Syafi‟I dan Ishaq, „Aisyah dan sebagian isteri Nabi mengeluarkan fatwa mengenai hal tersebut. Sedang Imam Ahmad berpegang pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan
74
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I,nomor 1452 75 Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 48-49 76 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan AlQur‟an dan Hadits, hlm. 31
65
66
tirmizi. Selanjutnya Ia mengatakan: “Jika seseorang berpegang pada ucapan „Aisyah yang menyebutkan lima kali penyusuan, maka yang demikian itu merupakan pendapat yang kuat. Dan Saya tidak berani berpendapat sedikitpun mengenai hal itu”.77 d. Sepuluh kali susuan dapat mengharamkan pernikahan. Pendapat ini berdasarkan riwayat dari „Aisyah dan Hafsah. Antara lain sebagai berikut:
ُٙػَُْٓا صَْٔجَ ان َُ ِب َ َُ اهللٙض ِ َخبَشَُِ اٌََ ػَا ِئشَتَ س ْ ػبْذِ اهللِ َأ َ ٍِْػٍَْ ََافِغٍ اٌَ عَانِىَ ب ُّْ فَأَسْضَ َؼخ،ٍخخَِٓا أُوِ كُ ْهثُٕو ْ َشْضِغُ اِنَٗ ُاٚ ََُْٕٔ ِِِّّْ َٔعَهَى اَ ْسعَهَجْ بٛصَهَٗ اهللُ ػََه ْْشَ ثَهَادَ سَضَؼَاثٍ فَهَىْ أَكٍُْ اَ ْدخُمٛغ َ ُثَهَادَ سَضَؼَاثٍ ثُىَ يَشِضَجْ فَهَىْ حُشْضِؼْت ٍػشَشَ سَضَؼَاث َ ِٗػَُْٓا يٍِْ َأجْمِ أٌِ أَوَ كُ ْهثُٕوٍ نَىَ حُكًِْمْ ن َ ُ اهللِٙػَهَٗ ػَا ِئشَتِ سَض 78
)ٙٓقٛ(سٔاِ انب
Artinya: “Dari Nafi‟ bahwa Salim bin abdillah mengabarkan dari Aisyah, bahwa „Aisyah Ummul Mukminin mengirim Salim kepada saudara perempuanya bernama Ummu Kulsum agar menyusui Salim. Salim menerangkan bahwa Ummi Kulsum menyusuinya sebanyak tiga kali susuan dan ia sakit, sehingga tidak lagi dapat menyusuiku kecuali tiga kali saja, dan akupun belum pernah keluar masuk rumah „Aisyah secara bebas, dikarenakan Ummi Kulsum belum menyempurnakan susuan sebanyak sepuluh kali menyusui”.(H.R. al-Baihaqi)
Hadits Nabi SAW berdasarkan riwayat Hafsah, yang berbunyi:
ػَُْٓا َ ُضَٗ اهلل ِ ٍََْ سُِٛ خبَ َشحُّْ اٌَِ حَفّْصَتَ أُوَ انًُْؤْ ِي ْ ْذ َا ََٓا َاٛػ َب ُ َِٙتِ ْبَُجِ َأبٛػٍَْ صَ ِف ُُّخخَِٓا فَاعًَِتَ ِبُْجِ ػًَُشَ حَشْضِؼ ْ أَ ْسعَهَجْ بِؼَاصِىِ بٍِْ ػَبذِ اهللِ بٍِ عَؼْذِ إِنَٗ ُأ
77
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003), cet. XII, hlm. 468 78 Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr), juz VII, hlm. 457
66
67
َْٓاَٛ ْذخُمُ ػََهٚ ٌَُشْضَغُ فَفَؼَهَجْ َٔكَاٚ َْشَْٛٓا ََُْٕٔ صَ ِغَٛ ْذخُمَ ػََهٛػشَشَ سَضَؼَاثٍ ِن َ 79
)ٙٓقٛ(سٔاِ انب
Artinya: “Dari Sofiyah binti Abdul Ubaid (isteri Abdullah bin Umar), bahwa Hafsah „Ummul Mukminin mengirimi Ashim bin Abdullah bin Sa‟ad kepada saudara perempuannya bernama Fatimah binti Umar bin Khattab untuk menyusuinya dengan sepuluh kali susuan agar Ashim dapat keluar masuk rumah Hafsah dan ketika itu ia masih anak-anak yang masih menyusu. Lalu Fatimah pun melakukannya, sehingga Ashim dapat keluar masuk secara bebas dirumah Hafsah”.(H.R. Malik, Abdur Razaq dan al-Baihaqi)
Pada pembahasan sebelumnya, mengenai usia anak dan kadar jumlah susuan yang menjadi mahram. Ternyata masih menimbulkan persoalan seputar susuan. Bagaimana cara memasukan air susu atau ASI itu ke dalam perut bayi, apakah melalui metode yang sudah umum yaitu melalui puting susu ibu susuan, tetapi dapat saja air susu itu diperah lalu diminumkan atau dialirkan dengan bantuan alat seperti sedotan lalu diletakkan dimulut sang bayi. Dan bagaimana hukumnya jika ASI dicampur dengan tambahan Air atau makanan lain sebelum dikonsumsi oleh bayi. Serta bagaimana pula jika ASI telah berubah bentuk misalnya ASI dibuat keju, dikentalkan atau dibekukan dan seterusnya. Hal ini sudah diperdebatkan dikalangan Ulama Fiqh, mengenai mekanisme pemberian ASI itu sendiri. Akan dijelaskan dibawah ini sebagai berikut:
79
Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, juz VII, hlm. 457
67
68
a. Kelompok Ahl al-Zahir, dikemukakan oleh Ibnu Hazm yang berpendapat bahwa kriteria susuan yang berakibat mahram adalah susuan bayi (anak kecil) melalui puting ibu yang menyusui dengan menggunakan mulut. Adapun susuan yang dilakukan dengan cara memerah atau semacamnya dan diletakkan dimulut bayi atau dengan cara dicampur roti lalu disuapkan kemulutnya, atau melalui hidung, telinga, dengan suntikan, maka cara-cara seperti itu tidak dapat mengakibatkan hubungan mahram. Dalil yang menjadi landasan pendapat ini, adalah : al-Qur‟an surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:
.. )23 : )4((انُغاء... Artinya:
“…Dan ibu-ibumu yang menyusui sepersusuan..”(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 23)
kamu;
saudara
perempuan
Dan hadits Nabi SAW dari Ibnu Abbas r.a, sebagai berikut:
َ فَقاَل.َْذُ ػَهَٗ ا ْبَُتِ حًَْضَةِّْٚ َٔعَهَىَ اُ ِسَٛ صَهَٗ انهَُّ ػََهٙػبَاطٍ اٌَ انَُب َ ٍِْػٍَِ اب ِحْشُوُ يٍَِ انشَضـاَػَتَٚ َٔ
،ِْ يٍَِ انشَضـاَػَتٙخ ِ ِآََـاَ ا ْبَُتُ َا،ْٙال َححِمُ ِن َ ِآََـَا 80
)(سٔاِ انبخاسٖ ٔيغهى.ِحْشُوُ يٍَِ ان َُغَبَٚ يَا
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab”.(H.R Bukhari dan Muslim)
80
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1445
68
69
Hadits ini menunjukan makna “susuan” yang terdapat didalamnya memberikan pengertian spesifik yang menolak indikasi lain selain caracara yang sudah umum yakni melalui puting susunya langsung. Selain dari pada itu, menurut Ibnu Hazm dari kalangan Zahiriyah tidak dinamakan susuan. Cara yang tidak dikelompokkan susuan dapat dilakukan dengan cara memerah dan dikentalkan kemudian dijadikan makanan atau minuman, selanjutnya dimakan, ditelan atau menggunakan alat Bantu seperti sedotan atau sejenisnya. Maka cara-cara seperti ini bukan susuan, sehingga Allah tidak menjadikannya mahram. 81 Ulama kontemporer Syeikh Yusuf al-Qaradhawi sejalan dengan pendapat Ibnu Hazm. Ia mengatakan bahwa dasar keharaman yang diletakkan agama bagi penyusuan adalah Ibu yang menyusukan dalam ayat ini. Keibuan yang ditegaskan al-Qur‟an itu, tidak mungkin terjadi hanya dengan menerima atau meminum air susunya, tetapi dengan menghisap dan menempel sehingga menjadi jelas kasih sayang ibu dan ketergantungan anak yang menyusu. Ia menegaskan bahwa merupakan keharusan untuk merujuk kepada lapaz yang digunakan al-Qur‟an, sedang makna lafaz yang digunakannya itu dalam bahasa al-Qur‟an dan asSunnah adalah jelas dan tegas, bermakna menghisap tetek dan menelan
81
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 57-58; Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm.192-193
69
70
airnya secara perlahan dan bukan sekedar makan atau minumnya dengan cara apapun, walau atas pertimbangan manfaat.82 b. Pengikut Mazhab Maliki (Malikiyah), berpendapat bahwa susuan yang dilakukan dengan cara menyuapkan kemulut bayi atau dengan menggunakan alat Bantu yang dialirkan kehidung jika aliran susu tersebut sampai kerongga perut, maka hal itu dapat mengakibatkan hubungan mahram. Demikian juga dengan cara memberikan susu dengan dengan menggunakan jarum suntik kedalam tubuh bayi.83 Dalam hal suntikan alMuzani dari pengikut mazhab Syafi‟I menetapkan hukum mahram secara mutlak. Yang menjadi landasan kelompok ini adalah sebagai berikut:
ِ (سٔا.ٌَِال ُححَشِوُ انًَّصَتُ َٔانًَّصَخا َ :ّ ٔعهىٛقال سعٕل اهلل صهٗ اهلل ػه 84
)يغهى
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda; satu kali isapan (sedotan) atau dua Isapan tidak mengharamkan (pernikahan)”. (H.R. muslim)
Penunjukan dalil ini, memberikan pengertian bahwa sedikit atau banyak jumlah air susu, apabila sampai kemulut sang bayi, maka dapat menimbulkan hubungan mahram.
82
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta; Lentera Hati, 2007) cet. X, jilid II, hlm.394 83 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28; Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 115 84 Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1450
70
71
Dari argumentasi ini, merupakan landasan konkrit bahwa apapun cara yang digunakan untuk menyusui sang bayi dan berapapun jumlah susuan, asal melalui mulut, maka dapat berakibatkan mahram. Dan jika dengan suntikan untuk mengalirkan air susu, apabila dimasukkan melalui mulut, maka cukup memberikan status mahram.85 c. Pengikut Mazhab Hanafi, Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hanbali. Berpendapat bahwa susuan yang melalui mulut dengan cara memasukkan melalui hidung dan atau menyuapkannya melalui mulut dapat berakibat terjadinya hubungan mahram. Adapun yang menggunakan alat suntik untuk menyusukan, menurut pendapat ini tidak mengakibatkan mahram.86 Dan mazhab Syafi‟I menjelaskan dengan memberikan ASI melalui jarum suntik, keharaman ini tidak bisa terjadi dengan cara memasukkan obat ke lubang anus atau kemaluan (huqnah) sebab tidak ada unsur memberi makan, huqnah bisa digunakan untuk membantu proses pencernaan dalam perut.87 Yang menjadi landasan kelompok ini adalah sebagai berikut:
85
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 59-60 86 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm.28; Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm. 28-29 87 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan AlQur‟an dan Hadits, hlm. 29
71
72
َػُْذَْا ِ َٔ َْٓاِّٛ ٔعهى َدخَمَ ػََهَٛ صَهَٗ اهللُ ػهٙػُْٓاَ اٌََ ان َُ ِب َ َُ اهللٙض ِ َػٍَْ ػَائشت س ٍَْ ُأَْظُشٌَْ ي: فقال.ْٙخ ِ ِإ َُّ َأ: فقانج،َ كََأ َُّ كَشَِِ رَِنك.ُُِّْٓشَ َٔجَٛسجُمٌ فَكََأ َُّ حَ َغ 88
) فَِئًََاَ انشَضاَػَتُ يٍَِ انًَجاَػَتِ (سٔاِ انبخاس٘ ٔ يغهى.ٍَُإخَْٕاَُك
Artinya: “Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat mengenyangkan (rasa lapar bayi)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pengertian yang dapat difahami berdasar hadits ini adalah penyuapan air susu melalui mulut sibayi dan mengenyangkan rasa laparnya, sudah membuktikan adanya hubungan mahram. Dalil tersebut tidak menyebutkan cara tertentu memberi susu, tapi kata kuncinya adalah mengenyangkan yang menjadi tolak ukur bagi terjadinya hubungan mahram. Dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui jalur Laqith bin Shabrah:
ٍِمَ بِٛىٍ ػٍَْ إِعًَؼَِٛٗ بٍَْ عُهْٛحَٚ ٍََْ قاَنُْٕا حَ َذثَُاٚ َاخَ ِشِْٙذٍ فٛبَتُ بٍُْ عَ ِؼْٛ حَ َذثَُاَ ُق َخ اٚ ُصبْشَةَ قال فَقُهْج َ ٍِظِ بِِّٛ نَقِٛصبْشَةَ ػٍ َأب َ ٍِْظِ بِْٛشِ ػٍ ػاَصِىِ بٍِْ نَقَٛك ِث
88
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1455
72
73
ٍَِ األَصَابِغٛعبِغ انُٕضُٕءَ ٔخَهَمْ ب ْ ػٍْ انُٕضُٕءِ قال َاَِٙخبِ ْش ْ سعٕل اهللِ َأ 89
)ع ِخ ُْشَاقِ إِنَا أٌَْ حَكٌَُٕ صَائًًِا (سٔاِ ابٕ دأد ْ انِاَِٙٔبَانِغْ ف
Artinya: “Telah membacakan hadis kepada kami Qutaibah bin sa‟id kepada yang lainlain, mereka berkata : telah membacakan hadis kepada kami : Yahya bin sulaim dari Ismail bin Katsir dari „Ashim bin Laqith bin Shabrah dari bapak Ashim yaitu Laqith bin Shabrah; berkata:“Saya berkata kepada Nabi SAW, Wahai Rasulullah sampaikanlah kepadakku tentang wudhu‟. Nabi bersabda: sempurnakanlah wudhumu dan bersihkan sela-sela jarimu Dan lebihkanlah olehmu memasukkan air kedalam lubang hidung kecuali kamu dalam keadaan puasa..”.
wajah istidlal hadis diatas adalah berlebihan memasukkan air kedalam hidung (hingga tertelan masuk ke dalam Lambung), dapat membatalkan puasa seseorang yang melakukannya. Dan bagi bayi yang dituangkan susu dimulutnya, diserupkan seorang yang berlebihan memasukkan air kehidung ketika berwudlu. Dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui jalur Ibnu Mas‟ud:
نَا سِضَاعَ إِنَا يَا:ِّ ٔعهىٛ قال َسعُٕلُ اهللِ صهَٗ اهللُ ػه:ػٍَِ ابٍِْ َيغْؼُٕدٍ قال 90
) ( ابٕ دأُد. ََٔأ َْبَجَ انَهحْى،َشَذَ انْؼَظْى
Artinya: “Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Tidak ada penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Daud)
89
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, (Bairut: Dar Ibnu Hazm, 1997), cet. I, nomor. 142, hlm. 24 90
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor. 2059. hlm. 316; A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, hlm. 510
73
74
Hadis ini mempertegas bahwa kualitas susu yang dikonsumsi bayi pada periode pertumbuhan dan pembentukan tubuh berakibat terjadinya hubungan mahram. Periode dimaksud sebagaimana dijelaskan didalam alQur‟an yaitu usia dibawah dua tahun.91 Mengenai status kemurnian Air susu atau ASI, juga ikut diperdebatkan dikalangan ulama. Menurut Ibnu al-Qasim, ia berpendapat bahwa apabila air susu dilarutkan dalam air atau lainnya, kemudian diminumkan kepada anak kecil, maka tidak menyebabkan hukum tahrim.92 Hal senada juga dikeluarkan oleh Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa jika ASI diberikan kepada bayi dicairkan atau dikentalkan atau dibuat dalam bentuk keju terlebih dahulu, maka otomatis tidak menyebabkan hukum tahrim (haram
perkawinan) lantaran
pemberian ASI melalui hal tadi itu tidak dapat disebutkan sebagai kegiatan penyusuan bayi secara alamiah dan sang bayi pun tidak merasa puas dengan hal itu.93 Sedangkan menurut Imam Syafi‟I, ia mengatakan bahwa penetapan mahram tidak disyaratkan susu itu harus dalam kondisi alami, baru keluar dari puting bahkan mekipun asi tersebut telah masam, mengental, menguap, menjadi keju, mengering, berbuih atau tercampur 91
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar Mazhab, hlm. 60-61 92 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28 93 Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm 116
74
75
air. Dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu telah sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan pun telah tercapai. Karena status air susu itu sendiri tidak hilang. Pendapat ini diikuti oleh Ibnu habib, Ibnu Mutharrif dan Ibnu al-Majasyun dari kalangan ulama maliki.94 Pendapat Imam Syafi‟I ini juga didukung oleh Imam Hambali dan Ibnu Qudamah didalam kitab al-Mughni, ibnu qudamah mengatakan bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang sebelum ia memberikan ASI kepada bayinya, yang jelas ASI tersebut akan dikonsumsi melewati kerongkongan dan akan sampai kedalam rongga perutnya, yang dapat menumbuhkan daging dan tulangnya. Dengan demikian, cara ini dianggap sama dengan kegiatan menyusukan bayi secara alami, yang menyebabkan wanita tersebut haram bagi bayinya. 95 Menurut Syeikh Muhammad Syarbiniy al-Khathiby, sebab-sebab susuan yang mendapatkan hukum tahrim adalah karena didalam air susu ibu merupakan bagian dari tubuh ibu susu yang diberikan kepada bayinya
94
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan AlQur‟an dan Hadits, hlm. 28-29; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28; Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, hlm. 473-474 95 Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 117
75
76
dan menjadi bagian dari tubuh bayi yang menyusu dan didalam air susu ibu tersebut terkandung air maninya si ibu susu seperti haramnya nasab.96 Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Menyusui adalah merupakan hak bagi setiap ibu dengan memberikan batasan usia menyusu yang ideal yakni selama 2 (dua) tahun penuh bila ingin menyempurnakan penyusuan itu. Dan bagi ibu yang menghendaki penyusuan kurang dari masa yang telah ditentukan, dalam hal ini islam membolehkan kepadanya untuk menyapih anaknya. Dengan melalui musyawarah dengan suami dengan memikirkan masakmasak untung ruginya. Dan suami berkewajiban memberikan makanan dan minuman yang bergizi kepada anaknya sebagai makanan pengganti pada masa penyapihan. Karena dalam islam menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah yang harus diberikan kepada bayi oleh ayahnya lewat sang ibu dengan cara penyusuan. Oleh karena itu, suami berkewajiban mencarikan air susu untuk bayi sesuai dengan kadar kemampuannya dengan cara memberikan makanan bergizi kepada isterinya atau sang suami mencarikan perempuan lain untuk menyusukan anaknya.
96
Syeikkh Sulaiman al-Bijirmiy, Kitab Bijirmiy „ala al-Khathibi, juz. IV, hlm. 69-70; Ibnu Qasim al-Ghazi, Kitab Hasiyyah al-Bujuriy, juz. 2, hlm.
76
77
Dalam islam hubungan keluarga bisa terjadi melalui jalur penyusuan. Namun aturan tersebut tidak bersifat umum, karena Nabi SAW tidak serta merta memberikan hukum tahrim karena sebab penyusuan. Karena dalam proses penyusuan itu harus terdiri dari unsur-unsur pelaksaannya, diantaranya adanya ibu susu, adanya anak yang menyusu dan air susu. Identitas dari orang yang menyusukan itu adalah seorang perempuan yang masih hidup dan perempuan tersebut sudah baligh serta masih dapat melahirkan. Dan laki-laki yang menjadi suaminya menjadi ayah bagi ank-anaknya. Anak yang menyusu harus dalam masa menyusui yakni sebelum usia 2 (dua) tahun sejak waktu kelahirannya. Dan penyusuan tersebut dapat mengenyangkan atau memenuhi akan kebutuhan rasa lapar bayi tersebut. Dan mengenai jumlah air susu yang menjadikan hukum tahrim adalah dengan memberikan batasan minimal 3 (tiga) kali hisapan susuan dan maksimal adalah 5 (lima) kali hisapan susuan. Karena dalam dalil yang diriwatkan melalui jalur „Aisyah r.a., bahwa penyusuan sebanyak 10 (sepuluh) kali hisapan susuan telah dinasakh oleh yang 5 (lima) kali hisapan susuan. Batasan sebanyak 10 (sepuluh) kali susuan, ini berlaku bagi yang tidak mengalami penasakhan. Dalam hal cara pemberian ASI itu terdapat perbedaan pendapat mengenai mekanismenya.
77
78
Menurut Ibnu Hazm dan kelompok Ahl al-Zahir, yang berdampak kepada hukum tahrim adalah dengan menyusui secara langsung melalui puting
ibu
dengan menggunakan mulut. Selain dari itu yakni dengan memerah lalu disuapkan, ASI dicampur atau melalui hidung, telinga dan dengan cara suntik, maka itu tidak mengakibatkan hukum tahrim. Pendapat ini diikuti oleh Yusuf Qaradawi sebagai ulama Kontemporer. Menurut mazhab Maliki, penyusuan yang dilakukan dengan cara disuapkan atau menggunakan bantuan alat lalu dialirkan kehidung dan sampai kedalam rongga perut, maka dapat mengakibatkan hukum tahrim. Begitu juga dengan jarum suntik kedalam tubuh bayi. Al- Muzani pengikut mazhab Syafi‟I juga menetapkan bahwa penyusuan menggunakan suntikan mendapati hukum tahrim secara mutlak. Pengikut mazhab Hanafi, Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hambali, mengenai pemberian ASI melalui mulut atau memasukan kedalam hidung atau menyuapkannya dapat berakibat hukum tahrim. Mengenai cara penyusuan menggunakan alat suntik, mereka mengatakan tidak mengakibatkan mahram. Menurut mazhab Syafi‟I, keharaman ini tidak bisa terjadi dengan cara memasukkan kedalam lubang anus atau kemaluan, sebab tidak ada unsur memberikan makan.
78
79
Mengenai status kemurnian ASI menurut Ibnu al-Qasim bahwa apabila air susu dilarutkan dalam air atau lannya, kemudian diminumkan kepada anaknya maka tidak menyebabkan hukum tahrim. Begitu juga dengan Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa jika ASI tersebut dicairkan, dikentalkan atau dibuat keju maka tidak menyebabkan hukum tahrim, karena hal semacam itu tidak dapat disebutkan sebagai kegiatan menyusui secara alami dan bayi pun tidak merasa puas. Sedangkan menurut Imam Syafi‟I bahwa penetapan mahram tidak disyaratkan susu itu dalam kondisi alami, baru keluar dari puting bahkan meskipun ASI tersebut telah masam, mengental, menguap, menjadi keju atau tercampur air dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu tersebut telah sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan telah tercapai. Karena status dari ASI itu sendiri tidak hilang. C. SEJARAH IBU SUSU
Awal mulanya istilah Ibu Susu sudah dipraktikkan dan sudah menjadi suatu kebiasaan atau tradisi oleh masyarakat Arab Kota untuk mengirimkan anak-anak mereka yang baru lahir kedaerah gurun untuk disusui hingga disapih, serta menghabiskan masa kanak-kanak mereka ditengah-tengah suku badui tak terkecuali Mekkah.97
97
Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Jakarta; PT Serambi Ilmu Semesta, 2003 ) Ed.II, hlm. 42-43
79
80
Tradisi Ibu Susu ini terjadi karena desakan ekonomi dan apalagi sejak musim wabah penyakit dan tingginya angka kematian bayi disana. Bila terjadi paceklik dan timbul kelaparan dibeberapa wilayah Arabia, maka para wanita-wanita yang sedang menyusui bertebaran mencari bayi anak orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan imbalan berupa upah yang memadai.98 Seyogianya bayi itu disusukan kepada selain ibunya dua-tiga hari setelah kelahirannya. Itu yang terbaik karena susu ibunya sendiri waktu itu masih sangat kental, selain memuat berbagai macam formulasi yang berbeda dengan susu wanita yang berprofesi khusus menyusui. Orang-orang arab sangat memperhatikan soal itu.99 Menurut riwayat yang paling kuat mengenai waktu kelahiran Nabi Muhammad SAW yaitu jatuh pada hari Senin malam tepatnya pada tanggal 12 Rabi‟ul Awwal. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, almarhum bapaknya Abdullah meninggal dunia ketika istrinya Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad yang baru berumur 2 (dua) bulan. Lalu beliau di asuh oleh kakeknya yaitu Abdul Muthalib dan disusukan oleh Bani Sa‟ad karena pada waktu itu yakni waktu kelahiran beliau berbarengan dengan musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan pertanian.100
98
Fuad Hasyem, Sirah Muhammad Rasulullah; Suatu Penafsiran Baru, (bandung; mizan, 1984), hlm. 84-85 99 Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Fiqh Bayi, (Jakarta; Fikr, 2007), hlm. 332 100 Muhammad Sa‟id Ramadhan Al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam, ( Jakarta; Robbani Perss, 1999), Cet. I, hlm. 31-32
80
81
Beberapa suku memiliki reputasi yang sangat baik dalam hal menyusui dan mengasuh anak, diantaranya adalah Bani Sa‟ad ibn Bakr. Mereka adalah suku Hawazin terpencil yang tinggal disebelah tenggara Mekkah. Siti Aminah (ibu Nabi Muhammad) ingin mempercayakan putranya untuk diasuh seorang wanita dari suku tersebut, yaitu kepada Halimah binti Abi Zu‟aib as-Sa‟diyah yang berangkat bersama suaminya Haris dan dia baru saja dikaruniai seorang bayi laki-laki yang mereka rawat sendiri.101 Dari penjelasan diatas, dapat difahami bahwa adanya praktik ibu susu tidak terlepas dari sejarah yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad SAW sewaktu kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan karena desakan ekonomi di wilayah Arabia kala itu, serta kondisi alam yang kurang bersahabat dengan timbulnya wabah penyakit yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi disana. Bila terjadi paceklik yaitu datangnya musim kemarau yang menyebabkan keringnya ladang peternakan dan pertanian, serta timbul kelaparan dibeberapa wilayah Arabia. Inilah yang melandaskan para ibu-ibu kala itu untuk mencari anak orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan imbalan berupa upah yang memadai.
101
Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, hlm. 43-
44
81
82
BAB III DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
A. Pengertian Donor ASI
Istilah Donor menurut kamus Bahasa Indonesia ialah “Penderma atau pemberi sumbangan”.102 Sedangkan ASI adalah singkatan dari Air Susu Ibu. Jadi pengertian Donor ASI sebagaimana Donor Darah yaitu orang yang menyumbangkan Air Susu Ibu (ASI) untuk membantu bayi yang membutuhkan.103 B. Pengertian, Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
1. Pengertian AIMI AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) adalah suatu organisasi nirlaba yang tidak mencari keuntungan untuk kepentingan komersil dan “NonGovernment Organisasi” (N.G.O)104 yang bersifat swadaya.105 Juga karena AIMI ini adalah organisasi yang berlandaskan “Mother to Mother support group” artinya “Kami dari, oleh dan sesama ibu-ibu menyusui”. Jadi dalam organisasi
102 103
http://kamusbahasaindonesia.org/donor diakses pada tanggal 29 januari 2011 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta; PT. Ichtiar Baru, 2001), hlm.
279 104
maksudnya adalah suatu organisasi atau lembaga non-pemerintah yang tidak bertujuan untuk mencari profit 105 Wawancara dengan Ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010; http://aimiasi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-komisi-ix-dpr-ri-selasa-25-januari2011/comment-page-1/#comment-8489 diakses tangal 29 januari 2011
82
83
ini ditujukan untuk mengedukasi dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi ibu-ibu menyusui. 2. Sejarah dan Latar Belakang berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Pada awalnya Organisasi AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) didirikan oleh sekelompok ibu-ibu dengan jumlah sekitar 22 (dua puluh dua) orang ibu dan mayoritas dari mereka adalah ibu menyusui. Awal mulanya organisasi ini bergerak melalui milis yaitu Milis Asiforbaby,106 dari milis ini ada beberapa ibu-ibu yang sangat prihatin mengenai pemberian ASI secara eksklusif dan banyaknya ibu-ibu yang tidak mempunyai akses keinternet untuk dapat mengakses informasi mengenai pentingnya ASI. Dan pada akhirnya, timbulah kesepakatan bersama dari para pengurus sekaligus pendiri organisasi ini, untuk menjadikan organisasi AIMI sebagai wadah yang bisa menjangkau lebih banyak ibu-ibu. Dan setelah itu, pada tanggal 21 April 2007 didirikanlah organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ini.107 Tujuan dari organisasi ini adalah meningkatkan prosentasi ibu menyusui dan bayi yang disusui di Indonesia, dengan cara meningkatkan, mendukung dan memperdayakan kegiatan menyusui Indonesia.
106
http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/ diakses 15 januari 2010; Media Indonesia, Pop Komunitas: Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Agar Bayi Kembali Mengonsumsi ASI, hlm. 27 107 Wawancara dengan Ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010
83
84
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2007 hanya 32% (tiga puluh dua persen) bayi dibawah usia 6 (enam) bulan mendapatkan ASI Eksklusif. Jika dibandingkan dengan SDKI tahun 2003, proporsi bayi dibawah 6 (enam) bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif menurun sebanyak 6 (enam) poin. Rata-rata bayi Indonesia hanya disusui selama 2 (dua) bulan pertama, ini terlihat dari penurunan prosentase menyusui dari SDKI tahun 2003 yaitu sebanyak 64% (enam puluh empat persen) menjadi 48% (empat puluh delapan persen) pada SDKI tahun 2007. sebaliknya, sebanyak 65% (enam puluh Lima persen) bayi baru lahir mendapatkan makanan selain ASI selama 3 (tiga) hari pertama. Dalam buku laporan “The State of Breasfeeding in 33 Countries, 2010” yang diterbitkan oleh International Baby Foor Action Network (IBFAN), Asia, secara jelas tercantum bahwa dari 33 (tiga puluh tiga) Negara yang telah mengirimkan laporan dan telah dievaluasi, Indonesia mendapatkan ranking ke-30 (tiga puluh), dibawah Mozambique, Bangladesh dan Afghanistan. 108 Dalam hal ASI Eksklusif ini juga menurut survey kependudukan dan kesehatan antara tahun 1997-2002, jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif menurun dari 7,9% (tujuh koma sembilan persen) menjadi 7,8% (tujuh koma delapan persen). Sebaliknya data tersebut menunjukan pemberian susu formula
108
http://aimi-asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-komisi-ix-dprri-selasa-25-januari-2011/comment-page-1/#comment-8489 diakses tangal 29 januari 2011; Republika, Teraju: Separuh Hati Mendukung ASI, Senin, 21 Maret 2011, hlm. 23
84
85
justru meningkat dari 16,7% (enam belas koma tujuh persen) pada tahun 2002 menjadi 27,9% (dua puluh tujuh koma sembilan persen) pada tahun 2007.109 Dari sekian banyak program-program yang telah dikeluarkan oleh organisasi AIMI, salah satunya adalah program Donor ASI. Dan program ini dilatar belakangi oleh akan kebutuhan dan keinginan dari beberapa anggota member AIMI mengenai adanya Donor ASI. 110 Ibu Mia Susanto, selaku konselor laktasi dan juga sebagai ketua AIMI; Beliau mengatakan, di Indonesia memang sudah ada donor ASI. Menurut sepengetahuannya, di wilayah Jakarta telah ada peminat untuk menjadi donor ASI. Namun jumlahnya masih terbatas, hal itu terkait dengan minimnya kesadaran masyarakat tentang keunggulan ASI. “Mereka yang sadar dan memahami betul manfaat ASI itulah yang terpanggil menjadi pendonor, atau memerlukan ASI donor” ujarnya. 111 Karena memang di indonesia belum begitu lazim menggunakan ASI donor, dan tidak ada Bank ASI di Indonesia hanya sebatas wancana saja. Pada akhirnya dari semua pengurus sepakat untuk menjadikan organisasi AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) sebagai mediator atau perantara dan tidak menyimpan ASI Donornya di organisasi ini.112
109
Koran Tempo, Pemberian ASI Menurun, senin, 04 agustus 2008, hlm. C2 Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 111 Majalah Wanita Kartini, Mendonorkan ASI Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hatihati, hlm. 91 112 Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 110
85
86
Pilihan mendonasikan ASI dan juga menerima donasi ASI kembali kepada pertimbangan orang tua. Setiap orang tua memiliki pandangan berbedabeda. Namun, di luar perbedaan pandangan mengenai donor ASI, aksi sosial ini direspon secara positif oleh sejumlah institusi. Farah dibha Tenrilemba KL, sekretaris Jendral Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), menyatakan bahwa AIMI mendukung ibu donor dan penerima donor. Adapun dari pengakuan dari artis Artika Sari Devi (sebagai Pendonor), RS Kemang Medical Care, tempat kelahiran putrinya, juga memberinya fasilitas pendonoran ASI. Dokter anak, dr. Utami Roesli SpA IBCLC FABM., menyatakan, RS Saint Carolus juga memfasilitasi donor ASI. Ketiga sumber ini berbagi pengalamannya dalam rangkaian talksow Breastfeeding Fair yang diadakan oleh AIMI. Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah hanya sebagai fasilitator yang memberikan informasi kepada ibu yang membutuhkan ASI. Lebih penting lagi mendata pendonor lengkap dengan catatan riwayat kesehatan, hingga kaidah penyimpanan ASI yang tepat.113 Cara penyimpanan ASI harus ditangani dengan baik, menurut The US Centre for Disease Control Amerika Serikat, memaparkan tip penyimpanan ASI, diantaraya sebagai berikut:
113
Lihat http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/016/0621152/donor.asi.bagaimana. caranya. diakses pada tanggal 29 Januari 2011
86
87
a. Cuci tangan sebelum memompa ASI b. Pastikan Anda menyimpan dalam wadah yang bersih dan memiliki katup yang rapat, termasuk botol dengan sekrup, cangkir plasik dengan tutup yang erat atau tas khusus wadah susu dan botol. c. Tandai wadah ASI dengan tanggal, sehingga anda tahu wadah mana yang digunakan terlebih dahulu. d. Jangan pernah menambahkan air susu segar kedalam susu beku yang sudah disimpan. e. Jangan mengisi ulang sebagian susu dari botol yang sudah dikonsumsi. 114 C. Mekanisme Donor Asi Di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (Aimi)
Mengenai mekanisme praktik Donor ASI di AIMI, ibu Mia Menjelaskan bahwa pada dasarnya AIMI tidak mempunyai prosedur baku yang berlaku secara nasional dan prosedur yang dimaksud itu belum ada. Jadi, prosedur yang ada di AIMI, itu adalah prosedur yang dibuat sendiri oleh AIMI. Karena kami tidak ada bentuk kerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam bidang agama, jadi prosedur ini adalah murni inisiatif AIMI sendiri. Namun untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka ditetapkanlah syarat-syarat bagi ibu pendonor dan peminta atau penerima donor ASI. Sebagai berikut: 114
Koran Tempo, Tip Menyimpan ASI, senin, 08 Maret 2010, hlm. C2
87
88
1. Ibu Pendonor Pendonor diwajibkan membuat surat pernyataan diatas kertas bermatrei, yang isinya adalah keterangan sehat dan tidak mengidap penyakit berat maupun keturunan, surat persetujuan suami isteri dengan memberikan keterangan informasi mengenai anak atau bayi yang juga sedang disusui. seperti Usia dan Jenis kelamin. 2. Peminta atau Penerima Donor Membuat surat pernyataan diatas kertas bermatrei yang bersedia menerima resiko dari ASI donor, penerima juga harus membuat surat persetujuan suami isteri. Dan dari AIMI selalu menyarankan kepada penerima donor untuk memfusterisasikan terhadap ASI pendonor untuk menghilangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi. Serta si penerima donor berhak mendapatkan file mengenai profil dari pendonor.115 Nia Umar Kl, selaku wakil ketua AIMI menambahkan, baik pendonor dan penerima donor harus saling kenal, satu pemahaman, saling tahu latar belakang masing-masing keluarga. Dan tidak dipungut biaya apapun karena murni agar sesama bisa saling tolong-menolong.116 Karena dalam organisasi AIMI ini adalah sebagai mediator dalam memfasilitasi Donor ASI, Jadi apabila ada seorang ibu yang mencari ASI donor ke 115
Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 Tabloid Mom and Kiddie, Donor ASI, Selamatkan Bayi-bayi Kurang Beruntung.Ed. 10th V 20 desember 2010-02 Januari 2011, hlm.10 116
88
89
AIMI, dia akan mengisi formulir, didalam formulir tersebut sang ibu ini akan menuliskan kriteria dari ASI yang diinginkannya. Misalnya: dari segi agama, usia bayi, kesehatan calon pendonornya. Dari kriteria yang dituliskan oleh ibu tersebut, AIMI akan memeriksa dari data best yang ada, mana yang lebih memenuhi kriteria yang diinginkan oleh ibu yang mencari donor ASI tersebut. Lalu setelah menemukan ciri-ciri yang cocok dengan permintaan ibu itu, dari AIMI langsung menghubungi sang ibu pencari ASI donor tersebut. Dan mempersilahkan sang ibu itu untuk menghubungi sang pendonor secara langsung. Karena menurut Ibu Mia, prinsip di Indonesia mengenai hal Donor ASI tidak terlepas dari unsur kekeluargaan, juga terkait erat dengan hukum agama dan hukum adat. Jadi untuk prinsip ini, dari AIMI dikembalikan lagi kepada para pelaku baik itu Pendonor dan penerima Donor. Dan keputusan untuk menerima tidaknya ASI donor tersebut itu tergantung dari para pelaku donor. Karena sebelum para pelaku tersebut melakukan donor ASI, perlu ada pertimbangan yang matang dari kedua belah pihak. Seperti si Pendonor harus tahu kepada siapa ASInya diberikan dan si penerima donor juga harus mengetahui dia mendapatkan ASI donor dari siapa.117 Dalam hal berbagi ASI atau melakukan dan menerima donor ASI, ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan terutama masalah kesehatan. Diantarnya sebagai berikut: 117
Wawancara dengan Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010
89
90
1. HIV/AIDS Walaupun penelitian terbaru yang dilakukan telah menemukan bahwa apabila seorang ibu yang positif HIV menyusui secara eksklusif bayinya selama 6 bulan, maka justru akan menurunkan resiko penularan terhadap bayinya, namun dalam hal berbagi ASI, seorang ibu yang positif HIV tidak dianjurkan untuk mendonorkan ASI (kekhawatiran terhadap resiko penularan serta efek sampingan dan terapi pengobatan yang sedang dijalankan). Di luar negeri, ASI donor secara rutin di-pasteurisasi, karena virus HIV dapat di non-aktifkan dengan memanaskan ASI pada suhu derajat yang tinggi. Pasteurisasi dapat juga dilakukan di rumah 2. Hepatitis B dan C Secara teori, memang ada kemungkin resiko penularan virus Hepatitis B dan C, tetapi ini hanya akan terjadi apabila ASI yang didonorkan terkontaminasi oleh darah seorang ibu yang menderita penyakit tersebut (kontaminasi darah dalam ASI yang disebabkan, misalnya, oleh putting luka/lecet). 3. TBC Resiko penularan TBC melalui ASI donor hampir tidak ada, kecuali apabila ibu yang mendonorkan ASI menderita infeksi TBC yang memang terlokalisasi di daerah payudara, kasus yang sangat jarang terjadi. Resiko penularan TBC pada seorang bayi yang sedang menyusu akan terjadi ketika ibunya yang terinfeksi dengan penyakit tersebut bernafas atau batuk tepat di
90
91
muka bayinya, sehingga partikel-partikel TBC akan terhirup langsung oleh bayi. Penularan tidak terjadi melalui ASI. 4. CMV (cytomegalovirus) dan HTLV (human T lymphotropic virus) Seorang ibu yang terinfeksi dengan CMV, maka ada kemungkinan ASInya juga mengadung virus tersebut sehingga timbul resiko penularan terhadap bayinya. Namun demikian, karena manfaat pemberian ASI jauh melebihi resiko penularan itu sendiri (resiko penularannya tergolong kecil), dan karena ASI mengadung zat-zat antibodi yang melindungi terhadap penyakit CMV, maka ibu yang terinfeksi CMV tetap dianjurkan untuk terus menyusui bayinya. Untuk donor ASI, ibu yang terinfeksi dengan CMV tidak dianjurkan untuk menyumbangkan ASI-nya. Sama dengan kasus seorang ibu yang menderita penyakit HIV/AIDS dan CMV, seorang ibu yang terinfeksi HTLV juga tidak disarankan untuk menyumbangkan ASI-nya. Namun demikian, HTLV-1 (dan seluruh sel-selnya) akan musnah dalam jangka waktu 20 menit dengan memanaskan pada suhu 56°C (atau dalam jangka waktu 10 menit pada suhu 56°C), atau membekukan pada suhu -20°C selama 12 jam. 5. Rokok, Narkoba dan Alkohol Obat-obatan Penting untuk mengetahui apakah ibu yang mendonorkan ASI adalah seorang perokok, sering mengkonsumsi alkohol (kurang dari 1 gelas
91
92
per hari biasanya dianggap aman – tetapi alkohol dapat menyebabkan gangguan tidur pada bayi), dan mengkonsumsi kafein dalam jumlah yang besar (lebih dari 1-2 cangkir perhari – dapat menyebabkan bayi menjadi rewel). Penggunaan seluruh jenis narkotika dan obat-obatan terlarang adalah tidak aman. 6. Obat-obatan Sebagian besar obat-obatan yang dijual secara bebas maupun yang diresepkan oleh dokter adalah tergolong aman, dan daftar obat-obatan yang termasuk tidak aman bagi seorang ibu yang menyusui sangat pendek. Contoh obat-obatan yang aman termasuk antibiotika, obat asma, tiroid dan antidepresan.118 Dari beberapa pertimbangan kesehatan ini, juga termasuk orang-orang atau ibu-ibu yang tidak boleh mendonorkan ASInya. Maka dari itu, dalam praktik donor ASI ini sangat penting arti kejujuran dalam mengapresiasikan diri atau ikut andil dalam membantu untuk saling tolong menolong dalam berbagi ASI. Karena prinsip yang dipegang teguh oleh organisasi AIMI adalah prinsip kekeluargaan. D. Manfaat Dan Dampak Adanya Donor Asi
1. Manfaat Adanya Donor ASI, sebagai berikut: a. Bagi si Pemberi manfaat adanya donor ASI agar ASI yang dimiliki si pemberi, karena sangat berlimpah prosuksi ASInya tidak terbuang sia-sia. 118
http://aimi-asi.org/2008/02/donor-asi-aman-ngga-ya/ diakses pada tanggal 14 januari
2011
92
93
b. bagi si Penerima (bayi), donor ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan ASI dan gizi yang belum tentu terpenuhi oleh ibu kandungnya. Misalnya: bayi yang tidak mempunyai ibu atau meninggal disaat dia masih bayi. c. Adanya rasa solidaritas untuk saling berbagi yang tinggi antar sesama. d. Membantu bayi-bayi yang membutuhkan ASI. e. Membantu ibu-ibu yang tidak dapat menyusui bayinya karena banyak faktor. 2. Dampak Adanya Donor ASI Dampak adanya donor ASI ini berkaitan dengan ikatan dari Ibu Susu, mengenai ikatan batin seorang bayi dengan ibu susu atau yang menjadi pendonornya disatu sisi bayi juga mendapatkan sebagian sifat ibu yang mendonorkannya. Kenapa demikian? Menurut dr. Dian N. Basuki, MD, MSC, IBCLC., menjelaskan tentang DNA pada protein dalam ASI. “Dalam DNA, banyak sifatsifat manusia yang dibawa. Termasuk ada zat antibody. Jadi anak yang mendapatkan ASI donor, disatu sisi ia juga mendapatkan sebagian dari sifat ibu yang mendonorkannya”. 119
119
Tabloid Mom and Kiddie, Donor ASI, Selamatkan Bayi-bayi Kurang Beruntung.Ed. 10 V 20 desember 2010-02 Januari 2011, hlm.10 th
93
94
BAB IV ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
E. Donor ASI Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Nasional tanggal 27 Juli 2010 telah mengeluarkan 7 (tujuh) Fatwa baru, termasuk diantaranya adalah masalah Bank Sperma dan Bank ASI. Sebagai berikut: 1. Mendonorkan dan atau menjualbelikan sperma hukumnya HARAM karena bertentangan dengan hukum islam dan akan menimbulkan kekacauan asal-usul serta identitas anak. 2. Mendirikan bank sperma dengan tujuan seperti tersebut di poin satu hukumnya HARAM. 3. Mendirikan Bank ASI hukumnya boleh dengan syarat sebagai berikut: a. Dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dengan pemilik ASI sehingga ada kesepakatan dua belah pihak, termasuk pembiayaannya. b. Ibu yang mendonorkan ASI-nya harus dalam keadaan sehat dan tidak sedang hamil.
94
95
c. Bank tersebut mampu menegakkan dan menjaga ketentuan syariat. 120 Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan kajian mengenai pendonoran ASI. Menurut Sholahudin al-Ayyub selaku wakil sekretaris komisi fatwa MUI, mengatakan ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk mendonorkan ASI. Apabila tidak terpenuhi syarat-syaratnya, maka hukumnya HARAM. Sejumlah syarat-syarat tersebut diantaranya yaitu: 1. Harus ada pembicara antara pendonor ASI dengan ibu kandung, ini dilakukan agar terjadi kejelasan nashab (keluarga). Yang nantinya akan menjadi keluarga persusuan. 2. Pendonor harus dalam keadaan sehat. 3. Anak yang menerima Donor ASI harus berusia kurang dari 2 (dua) tahun. 4. Pemberian ASI benar-benar dalam keadaan darurat. Menurutnya juga “Ketentuan itu harus terpenuhi semuanya, ini ditakutkan terjadinya pembentukan darah sehingga dikhawatirkan akan terjadinya penularan penyakit menular atau keturunan yang diberikan pendonor ASI”. 121 Menurut ibu Dr. Faizah Ali Sibromalisi. MA., 122 beliau menjelaskan mengenai donor asi. Dalam islam bayi yang mendapat ASI dari ibu lain sebetulnya 120
http://www.mui.or.id/index:php?option=com_docman&task=cat_view&gid=78& itemid=78 diakses pada tanggal 01 September 2010 121 http://www.okezone.com/read/2010/11/30/337/398569/337/mui-haramkan-donor-airsusu-ibu.html diakses 14 Januari 2011
95
96
bukan suatu hal yang baru. Nabi Muhammad SAW sendiri mempunyai ibu susu, yaitu oleh Halimah as-Sya‟diyah. Yang perlu menjadi perhatian khusus adalah terjadinya hubungan antar anak yang mendapatkan ASI dan ibu yang memberikan ASInya. Anak yang mendapatkan ASInya melalui ASI donor atau dari ibu susu statusnya sama dengan anak kandung yaitu menjadi mahram si ibu susu, tapi bukan dalam hal waris. Begitu juga anak-anak si ibu susu menjadi saudara sepersusuan dari anak-anaknya. Perlu diperhatikan bahwa dalam Islam tidak melarang adanya ibu susu, dan didalam Al-Qur‟an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang kewajiban menyusui. sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 233, sebagai berikut:
)233 : )2( (انبقشة.. Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan..”(Q.S Al-Baqarah (2):233)
Surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:
)23 : )4( (انُغاء... ...
122
Anggota komisi fatwa MUI, wawancara pada tanggal 01 Juni 2010
96
97
Artinya: “..Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu…” (Q.S. An-Nisaa‟(4): 23)
Surat al-Qashash ayat 7 dan 12, sebagai berikut:
: )28( (انقّصص )7 Artinya : “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul”. (Q.S. al-Qashash (28): 7)
Dan ayat 12, sebagai berikut:
)12 : )28( (انقّصص Artinya: “Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat Berlaku baik kepadanya?”.(Q.S. al-Qashash (28): 12)
Surat Lukman ayat 14, sebagai berikut:
)14 : )31( ٌ ( نقًا Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Q.S. Lukman (31): 14)
97
98
Surat al-Ahqaf ayat 15, sebagai berikut:
(األحقاف )15 : )46( Arinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. ahl-Ahqaf (46): 15)
Surat al-Thalaq ayat 6, sebagai berikut:
) 6 : )65( ( انغالق. Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
98
99
kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.(Q.S. at-Thalaq (65): 6)
Dan Hadis Nabi SAW:
َُّ ػُْذَْاَ َسجُمٌ فَكََأ ِ َٔ َْٓاِّٛ ٔعهى َدخَمَ ػََهَٛ صَهَٗ اهللُ ػهٙػُْٓاَ اٌََ ان َُ ِب َ َُ اهللٙض ِ َػٍَْ ػَا ِئشَت س ُ فَِئًََاَ انشَضاَػَت.ٍَُ ُأَْظُشٌَْ يٍَْ إخَْٕاَُك: فقال.ْٙخ ِ ِإ َُّ َأ: فقانج،َِشَ َٔجُُّْٓ كََأ َُّ كَشَِِ رَِنكٛحَ َغ 123
)يٍَِ انًَجاَػَتِ (سٔاِ انبخاس٘ ٔ يغهى
Artinya : “.Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu!Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat mengenyangkan (rasa lapar bayi)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
َنَا سِضَاعَ إِنَا يَا شَذَ انْؼَظْى
:ِّ ٔعهىٛ قال َسعُٕلُ اهللِ صهَٗ اهللُ ػه:ػٍَِ ابٍِْ َيغْؼُٕدٍ قال 124
) ( ابٕ دأُد.ََٔأ َْبَجَ انَهحْى
Artinya : “Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : Tidak ada penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Daud)
Dalil-dalil tersebut menerangkan tentang kewajiban ibu untuk menyusui dan juga status dari anak-anak yang menyusu menjadi mahram. Karena sekarang ini banyak sekali pemahaman-pemahaman yang salah mengenai kewajiban memberikan ASI dari para ibu-ibu. Mereka ada yang sibuk bekerja atau lebih mementingkan menjadi wanita karier sehingga melupakan
123
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1455 124 Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor. 2059. hlm. 316
99
100
kewajibannya untuk memberikan hak si bayi dan kewajiban menyusui ini memang sudah qodratnya. Mengenai
keberadaan praktik
donor
ASI,
perlu
diperhatikan cara
mekanismenya praktiknya seperti apa. Apakah sudah sesuai dengan syari‟ah. Karena setiap kali ingin melakukan donor ASI perlu dilandaskan dengan ilmu agama. Saya mencotohkan seperti ini, “Ada seorang ibu yang mendonorkan ASInya dirumah sakit tanpa tahu kepada siapa ASI ini diberikan, sang ibu ini hanya tahu nama sang ibu yang menerimanya saja. Hal ini dikarenakan sang ibu yang mendonorkan itu tidak memahami hakikat hukum dari susuan tersebut, tidak bisa asal mendonorkan saja tapi harus dibarengi juga dengan ilmunya”. Dan diharapkan setiap kali ingin mendonorkan ASI, sebaiknya dicatat, agar dikemudian hari tidak ada masalah yang menyangkut mahram. Maksud dicatat disini ialah harus jelas segala sesuatunya, misalnya seperti : si bayi itu anak siapa, nama orang tuanya siapa, jenis kelaminnya apa dan data-data yang menyangkut riwayat penyakit. Jangan sampai ketika anak tersebut dewasa kelak dan bertemu, lalu terjadi pernikahan. Karena mereka sudah menjadi saudara sesusu yang menyebabkan hukum tahrim (orang-orang yang haram untuk dinikahi). Kewajiban mencatat disini bukan hanya dibebankan pada satu pihak, melainkan semua pihak yang terlibat. Dan bentuk catatan tersebut dibuat dan dikeluarkan oleh instansi terkait dalam hal ini dibebankan kepada organisasi yang menyelenggarakan Donor ASI yakni AIMI sendiri. Contohnya seperti sertifikat
100
101
misalnya, didalamnya diterangkan dan ditandakan “bahwa anak-anak mereka pernah disusui atau menggunakan ASI Donor”. Lalu diberikan kepada pihak-pihak yang terlibat dan data best itu disimpan dengan baik di AIMI. Apabila jika di AIMI sendiri tidak mengeluarkan hal semacam itu, maka dari pihak-pihak yang terkait wajib membuat catatan sendiri. Seperti yang telah dicontohkan dan catatan ini harus disimpan dengan baik. Kelak suatu saat nanti dibutuhkan atau sang anak tersebut tumbuh dewasa diperlihatkan dan diberitahu bahwa dia pernah menyusu pada ibu lain dan mempunyai saudara susuan. Beliau juga menganjurkan kepada para pelaku dan instansi terkait, agar lebih berhati-hati dalam menentukan pendapat sendiri, kalau belum memahami ilmunya atau baru mengerti sedikit mengenai hukumnya, alangkah baiknya menanyakan kepada ahlinya langsung. Seperti yang telah dicontohkan diatas jangan asal melakukannya saja, tanpa tahu ilmu yang sebenarnya. Karena pemahaman ini sangat penting suatu saat nanti, agar selalu bersikap hati-hati dalam menentukan sikap dan pendapat sendiri.125 Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya praktik Donor ASI boleh dengan syarat harus dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dengan pemilik ASI sehingga ada kesepakatan bersama termasuk pembiayaannya.
125
Wawancara dengan ibu Dr. Faizah Ali Sibromalisi.MA., tanggal 01 juni 2010
101
102
Kondisi ibu yang mendonorkannya harus dalam keadaan sehat dan tidak sedang hamil. Karena ditakutkan adanya penyakit yang dapat tertular melalui penyusuan dan apabila sang ibu susu itu hamil, maka perjanjian penyusuan tersebut dapat dibatalkan, karena sang ibu susu tersebut juga harus mempersiapkan air susunya untuk calon bayinya dikemudian hari, ini ditakutkan ASI ibu tersebut kurang dari cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya kelak. Tempat yang memfasilitasi praktik donor tersebut harus mampu menegakkan dan menjaga ketentuan Syariat Islam. Mereka harus mempunyai landasan hukum yang kuat berdasarkan Syari‟at Islam, agar dalam pelaksanaannya dengan dasar keimanan yang kuat. Dari ketentuan Syari‟at itu, yang termasuk kedalam penyusuan itu yaitu kurang dari masa penyusuan yakni dibawah usia 2 (dua) tahun. Dan fungsi utama ASI Donor adalah karena memang dalam kondisi darurat. Setiap kali ingin mendonorkan, dianjurkan kepada semua pihak yang terlibat agar dicatat, agar dikemudian hari tidak ada masalah yang menyangkut mahram. F. Relevansi Mengenai Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dengan Hukum Islam Dalam hukum islam, praktik Radha’ pada dasarnya merupakan hak dan kewajiban bagi setiap orang tua yakni ibu dan bapak si bayi, hal ini telah disepakati oleh para
102
103
fuqaha.126 Bahwa Allah SWT memberikan batas 2 (dua) tahun penuh karena pada saat itu, anak masih sangat membutuhkan ASI sebagai sumber makanan pokok pertama yang diadapat oleh sang anak. Oleh karena itu ibu berkewajiban menyusui bayinya kalau ia mampu melaksanakannya . hal ini berlandaskan pada firman Allah SWT dalam surat alBaqarah ayat 233, sebagai berikut:
)233 : )2((انبقشة.. Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2) : 233 )
Ayat diatas mengisyaratkan bagi para ibu untuk menyusui secara ideal. Maka dari itu, hendaklah para ibu untuk menyusui hingga 2 (dua) tahun bila ingin menyempurnakan penyusuan. Bagi para ibu yang menghendaki penyusuan kurang dari masa waktu menyusui yang telah ditentukan, hal ini juga dibolehkan. Akan tetapi, dalam penghentian itu dilakukan secara musyawarah antara suami dan isteri dengan memikirkan secara masak-masak untung ruginya. Dalam ajaran islam, menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah yang harus diberikan kepada bayi oleh suami melewati isteri dengan cara jalur penyusuan. Oleh karena itu, sang suami berkewajiban mencari nafkah sesuai dengan kadar kemampuannya atau
126
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 38-41
103
104
sang suami mencarikan perempuan lain yang sehat baik jasmani maupun rohani untuk menyusukan bayinya.127 Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwasanya praktik Radha’ itu memiliki unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Yang pertama adanya ibu susu, yang kedua adanya anak atau bayi yang menyusu dan yang ketiga air susu ibu. Dari ketiga unsur ini termasuk kedalam rukun radha’, yang menjadikan sebuah ikatan mahram.128 Karena jika kita melihat sejarah adanya Ibu susu, ini tidak lepas dari sejarah yang menghiasi kehidupan Nabi SAW sewaktu kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan karena desakan ekonomi di wilayah Arabia waktu itu. serta kondisi alam yang tidak bersahabat, yang menimbulkan tingginya angka kematian bayi disana. Hal ini yang melandaskan para ibu kala itu untuk mencari anak orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan berupa imbalan atau upah yang pantas dan layak. 129 Menilik fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) diatas. bahwa setiap orang yang ingin memberikan ASInya harus melalui Musyawarah mufakat antar keduabelah pihak, termasuk masalah upah atau pembiayaan. Karena kalau kita lihat di awal, bahwa ASI adalah bentuk nafkah secara tidak langsung oleh suami melalui isteri, jadi dalam hal ini adalah ibu susu bertindak sebagai ibu yang meminta nafkah kepada sang ayah bayi
127
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta; Ghalia Indonesia), hlm. 109-111 128 Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan AlQur‟an dan Hadits, hlm 27 129 Muhammad Sa‟id Ramadhan al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam, hlm. 31-32
104
105
untuk biaya merawat dan memberikan makanan bergizi kepada anaknya dalam bentuk upah. Dan juga kejelasan mengenai hubungan Nasab anak-anak mereka nantinya. Fatwa yang kedua ialah ibu yang mendonorkan ASI-nya harus dalam keadaan sehat dan tidak sedang hamil. Dari pemahaman fatwa ini. Bahwa kondisi sang ibu susu harus dalam kondisi yang prima dan juga sehat baik itu jasmani maupun rohani. Dan tidak sedang hamil, dalam artian ketika si ibu susu ini mengandung, dia juga harus mempersiapkan sumber makanan yang diprioritaskan untuk bayinya terlebih dahulu. Ditakutkan ketika masa menyusuinya si ibu susu ini kurang dari cukup ASI yang diperlukan sang bayinya dan perjanjiannya menjadi batal. Fatwa yang ketiga Bank atau tempat yang digunakan sebagai wadah untuk memfasilitasi ASI donor harus mempunyai landasan hukum yang ditentukan oleh Syari’at islam dalam hal ini Syari’ yaitu Allah SWT., untuk hambanya dengan perantara Rasulullah SAW supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar keimanan yang kuat. Dari ketentuan Syariat itu, yang termasuk kedalam penyusuan yaitu kurang dari masa penyusuan yakni 2 (dua) tahun. Dan fungsi utama ASI donor adalah karena kondisi yang memang benar-benar darurat. Misalnya ada seorang bayi yang lahir secara prematur, sehingga harus dimasukan kedalam alat inkubator. Dan bayi tersebut belum mampu memakan sumber makanan lain selain ASI, karena biasanya kondisi ibu yang melahirkan secara prematur itu belum bisa memproduksi ASI-nya untuk bayinya. Maka dari itu sangat diperlukan ASI donor, dan bantuan ASI donor ini tidak selamanya, hanya sampai si ibu ini sudah mampu memproduksi ASInya sendiri.
105
106
Ada juga ketika melahirkan, sang ibu meninggal dunia. Atau sang ibu menderita suatu penyakit yang menyebabkan ia tidak bisa menyusui anaknya baik secara permanen atau hanya sementara saja. Inilah fungsi utama dari Bank ASI. Sedangkan praktik donor ASI di AIMI ini, mekanismenya seperti yang telah dibahas sebelumnya. Karena AIMI ini hanya sebagai mediator yang memfasilitasi ibu-ibu yang memerlukan ASI donor dan disini tidak menyimpan ASI donor. Namun dari AIMI sendiri mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pelaku secara tertulis. Seperti riwayat jati diri pendonor dan penerima donor termasuk didalamnya mengenai riwayat penyakit dan dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani. Dan mendapatkan persetujuan dari suami, dalam artian suami harus ikut terlibat dalam hal donor ASI ini. Setelah semua itu terpenuhi barulah sipendonor boleh mendonorkan ASInya ke AIMI. Lalu dari AIMI mencarikan ibu-ibu yang sangat memerlukan ASI donor. Dan kedua belah pihak dipertemukan. Lalu Dilakukan secara musyawarah antar kedua belah pihak, dalam proses musyawarah ini AIMI yang bertindak sebagai fasilitator tidak ikut andil dalam musyawarah. AIMI menjembatani hanya sampai batas pertemuan saja, setelah itu mereka sendiri menentukan apakah menerima atau tidak dan menentukan hukumnya. Yang menjadi prioritas utama oleh AIMI yang berhak mendapatkan ASI donor ialah bayi yang sakit dan dirawat dirumah sakit serta bayi yang lahir prematur dengan kegagalan fungsi cerna organ tubuh. Dan juga bayi yang masih dalam waktu ASI eksklusif.
106
107
Ada juga dalam kondisi tertentu dari AIMI memberikan ASI donor dari selain yang telah ditentukan dan kondisi adalah kondisi khusus dengan maksud membantu mengurangi beban si ibu bayi. Menurut Ibu Mia ia menerangkan bahwa ada seorang ibu datang bertemu dengannya, dia mempunyai bayi baru berumur 4 (empat) bulan dan dia mau pindah keluar kota untuk bekerja selama 2 (dua) minggu lamanya. Dan dia bilang “Saya tidak bisa menyetok ASI sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan ASInya, karena setiap hari si bayi tersebut harus minum ASI lebih dari 6 (enam) botol susu ASI”. Pada akhirnya setelah dipertimbangkan permintaan itu disetujui olehnya untuk memberikan ASInya sendiri untuk didonorkan, karena murni ingin membantu sang ibu itu agar tidak gagal dalam ASI eksklusif. Dan kalau seandainya ibu itu tidak dibantu oleh ASI donor, kemungkinan sang ibu itu akan beralih kepada susu formula.130 G. Analisis Penulis mengenai Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
ASI adalah makan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain karena tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada seluruh anak manusia. Menyusukan anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan ASI. Merupakan suatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia didunia ini. Lantaran ASI memiliki keutamaan, kelebihan, manfaat dan keagungan yang tidak dapat disejajarkan, disamakan dan atau disetarakan dengan makanan dan minuman 130
Wawancara dengan Ibu Mia Susanto tanggal 04 februari 2010
107
108
lain buatan manusia. Sedangkan disisi lain, menyusui secara alami dengan ASI bagi setiap ibu, merupakan fitrah bagi manusia yang berjenis kelamin wanita. Oleh sebab itu, menyusukan bayi secara alami dengan ASI seorang ibu, dapat merupakan bukti kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT. Dari penjelasan pada bab-bab terdahulu, bahwa Islam pada dasarnya membolehkan adanya ibu susu. Karena Nabi Muhammad SAW sendiri sudah mempraktikannya sewaktu kecil. Namun yang membedakan adalah mekanisme cara dalam penyusuan kala itu yang dilakukan dengan metode yang sudah umum yakni melalui kontak langsung dengan puting ibu. Diskursus masalah praktik Donor ASI di Indonesia yang diselenggarakan oleh organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Menurut analisa penulis bahwa didalam Hukum Islam praktik penyusuan yang dilakukan pada umur bayi kurang dari 2 (dua) tahun, itu dapat berdampak kepada hukum tahrim. Karena didalam Al-Qur‟an sudah sangat jelas sekali menerangkan status anak dari ibu susu. Firman Allah SWT, sebagai berikut:
.. ) 233 :)2( (انبقشة Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )
Dan firman Allah SWT yang lain:
108
109
(23:)4( (انُغاء.. .. Artinya: “…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan..”. (Q.S. anNisaa‟ (4): 23)
Ayat ini menunjukan bahwa ibu yang menyusui berkedudukan sama dengan ibu kandung demikian juga dengan saudara sepersusuan sama dengan saudara kandung. Dan suami si ibu susu tersebut menjadi ayah bagi anak yang disusui ibu susu tersebut. Dan diperkuat oleh hadis Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud, sebagai berikut:
َ نَا سِضَاعَ إِنَا يَا شَذَ انْؼَظْى:ِّ ٔعهىٛ قال َسعُٕلُ اهللِ صهَٗ اهللُ ػه:ٍ ابٍِْ َيغْؼُٕدٍ قال ِ َػ 131
) (سٔاِ ابٕ دأُد.ََٔأ َْبَجَ انَهحْى
Artinya: “Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : “Tidak ada penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Dawud)
Dan hadis Nabi SAW yang lain:
َُّ ػُْذَْاَ َسجُمٌ فَكََأ ِ َٔ َْٓاِّٛ ٔعهى َدخَمَ ػََهَٛ صَهَٗ اهللُ ػهٙػُْٓاَ اٌََ ان َُ ِب َ َُ اهللٙض ِ َػٍَْ ػَا ِئشَت س ُ فَِئًََاَ انشَضاَػَت.ٍَُ ُأَْظُشٌَْ يٍَْ إخَْٕاَُك: فقال.ْٙخ ِ ِإ َُّ َأ: فقانج،َِشَ َٔجُُّْٓ كََأ َُّ كَشَِِ رَِنكٛحَ َغ 132
) (سٔاِ انبخاس٘ ٔ يغهى.ِيٍَِ انًَجاَػَت
Artinya: “Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah 131
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.
2059. hlm. 316 132
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1455
109
110
menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu!Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat mengenyangkan (rasa lapar bayi)” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Dan hadis Nabi SAW yang lain:
،ْٙال َححِمُ ِن َ َ فَقاَلَ ِآََـا.َْذُ ػَهَٗ ا ْبَُتِ حًَْضَةِّْٚ َٔعَهَىَ اُ ِسَٛ صَهَٗ انهَُّ ػََهٙػبَاطٍ اٌَ انَُب َ ٍِْػٍَِ اب ٘(سٔاِ انبخاس.ِحْشُوُ يٍَِ ان َُغَبَٚ حْشُوُ يٍَِ انشَضـاَػَتِ يَاَٚ َٔ ،ِْ يٍَِ انشَضـاَػَتٙخ ِ ِآََـاَ ا ْبَُتُ َا 133
)ٔيغـهى
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab”.(H.R Bukhari dan Muslim)
Inilah dalil-dalil yang menjadikan anak yang menyusu itu kedudukannya sama dengan anak kandung. Bagaimanapun cara pemberiannya, seperti memerah ASInya terlebih dahulu lalu diminumkan dengan menggunakan alat dan dialirkan ke dalam tenggorokan atau memasukkannya kedalam hidung lalu ASI tersebut telah sampai kedalam perut atau lambung si bayi. Bagaimanapun bentuk dari ASInya, seperti dikeringkan, dikalengkan, dijadikan keju, berbuih dan dicampur air. Apabila sibayi memakannya, maka jelas hukumnya tahrim. Karena pada hakikatnya, ASI itu belum hilang dengan cara-cara seperti itu. dan unsur memberi makan kepada bayi telah tercapai, hal inilah yang menyebabkan hukum tahrim.
133
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz. I, nomor 1445
110
111
Lalu bagaimana hukumnya jika yang mendonorkan ASI tersebut dari kalangan non-muslim?. Dalam masalah ini, untuk menetapkan hukum menerima Donor ASI dari non-muslim yaitu dengan menggunakan kaidah ushul fiqh, yakni اء االباحتٛ االشٙاالصم ف. Maksudnya adalah “Asal dari sesuatu itu adalah kebolehan”. 134
Jika kita melihat definisi dari hukum kaidah ini adalah suatu hukum, dimana Allah SWT (Syari‟) memberikan kebebasan kepada mukallaf untuk memilih diantara mengerjakan dan meninggalkan. Seperti makan, minum, bergurau dan sebagainya. Imam Asy-Syaukani memberikan definisi mubah sebagai berikut: “Mubah ialah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan sama-sama tidak memperoleh pujian. Dalam artian bahwa seseorang itu tidak terkena bahaya (dosa) kalau melaksanakan perbuatan tersebut atau meninggalkannya. Terkadang hukum mubah itu dimaksudkan untuk suatu perbuatan yang tidak mengandung resiko apabila dikerjakan, meskipun pada mulanya perbuatan tersebut diharamkan.”135 Karena jika dilihat dari artinya, Donor itu adalah pemberi sumbangan atau penderma. Yakni pemberian secara sukarela tanpa mengharapkan suatu imbalan apapun, dengan niat membantu. Masalah ini sebagaimana halnya donor darah.
134 135
Abdul Wahab Khallaf, Ushul Fiqh, (Kuwait; Daar al-„Ilmi, 1978), hlm. 115 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2003), cet. VIII, hlm.
56
111
112
Jadi, Tidak ada salahnya kaum muslimin meminta bantuan kepada nonmuslim dalam bidang pengetahuan yang tidak ada hubungannya dengan agama atau tidak membahayakan dia khususnya dalam bidang agama. Seperti dalam bidang kedokteran, perindustrian, pertanian dan sebagainya. Dan orang muslim juga diperbolehkan memberi hadiah kepada non muslim dan boleh juga menerima hadiah darinya serta membalasnya. Karena Nabi SAW sendiri pernah diberi hadiah oleh raja non-muslim dan beliau menerimanya. 136 Hukum mubah ini ditetapkan karena ada salah satu dari tiga hal, yaitu: 1. Tiada berdosa bagi orang yang mengerjakan perbuatan yang semula diharamkan, dengan adanya Qarinah (tanda-tanda) atas diperbolehkannya perbuatan tersebut. Seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
(انبقشة )173 :)2( Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-Baqarah (2): 173)
2. Tiada nash (dalil) yang menunjukan haramnya perbuatan tersebut.
136
Yusuf Qardhowi, Halal dan Haram, (Jakarta; Robbani Pers, 2007), cet. VI, hlm. 396
112
113
3. Ada nash (dalil) yang menunjukan atas halalnya perbuatan tersebut seperti memakan yang halal, berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:
)5 :)5( (انًائذة Artinya: “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (Q.S. Al-Maidah (5): 5)
Dibolehkannya suatu perbuatan yang mubah itu hanyalah bersifat temporer, dimana seseorang itu bebas untuk memilih macam dan waktu-waktunya. Seperti makan dihukumi mubah, hanyalah dalam macam dan waktu-waktu tertentu bukan untuk selamanya. Akan tetapi makan bisa menjadi wajib bagi orang yang menjaga kesehatannya dan hidupnya. Karena menjaga kesehatan adalah suatu perbuatan yang
113
114
diwajibkan. Oleh karena itu untuk hukum mubah ini, hanya bersifat situasional atau kondisional, tidak bersifat umum, keseluruhan dan abadi.137 Jadi hukum menerima Donor ASI dari non-muslim itu hukumnya adalah mubah (boleh). Dan hukum ini hanya bersifat sementara tidak untuk selamanya, selama sipenerima donor tidak menemukan ASI donor yang lain selain dari itu dan tentunya dalam keadaan darurat.
137
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hlm. 57-58
114
115
BAB V PENUTUP
H. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis yang penulis dapatkan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Yang melatarbelakangi timbulnya Praktik Donor ASI di Organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), itu berasal dari kebutuhan serta keinginan para ibu-ibu akan adanya ASI donor. hal itu terkait dengan minimnya kesadaran masyarakat tentang keunggulan ASI. Mereka yang sadar dan memahami betul manfaat ASI, itulah yang terpanggil menjadi pendonor, atau memerlukan ASI donor. 2. Mekanisme paraktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah sebagai berikut: a. Pendonor wajib membuat surat pernyataan bermaterai, yang isinya adalah keterangan sehat, tidak mengidap penyakit berat maupun keturunan dan syaratsyarat yang telah ditentukan oleh AIMI. b. Penerima donor wajib membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai yang bersedia menerima resiko dari ASI donor dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh AIMI. 3. Manfaat pemberian ASI oleh Donor ASI (ibu susu)
115
116
a. Bagi si Pemberi manfaat adanya donor ASI agar ASI yang dimiliki si pemberi, karena sangat berlimpah prosuksi ASInya tidak terbuang sia-sia. b. Bagi si Penerima (bayi), donor ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan ASI dan gizi yang belum tentu terpenuhi oleh ibu kandungnya. Misalnya: bayi yang tidak mempunyai ibu atau meninggal disaat dia masih bayi. c. Adanya rasa solidaritas untuk saling berbagi yang tinggi antar sesama. d. Membantu bayi-bayi yang membutuhkan ASI. e. Membantu ibu-ibu yang tidak dapat menyusui bayinya karena banyak faktor seperti terkena penyakit yang menyebabkan sang ibu tersebut tidak dapat menyusui secara permanen atau hanya sementara saja. 4. Hukum Donor ASI menurut Hukum Islam adalah pada dasarnya boleh dengan syarat harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Syariat Islam. I.
Saran
Donor ASI merupakan bukan hal baru dalam Islam, Nabi SAW sendiri mempunyai ibu susu yakni oleh Halimah as-Sya‟diyah. Namun yang perlu dicermati adalah mengenai mekanisme yang diberlakukan. Dalam hukum Islam mekanisme ini telah diatur sedemikian rupa oleh Allah SWT melalui firmannya dengan perantara Rasul SAW untuk hambanya, agar tidak tersesat dalam melakukannya dan harus didasarkan dengan keimanan yang kuat.
116
117
Masalah ini perlu ada perhatian khusus oleh organisasi atau instansi-instansi yang menyediakan praktik Donor ASI, seperti AIMI ini. Mereka harus mempunyai landasan hukum yang kuat untuk menjadi pegangan mereka, meski terdapat perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan ulama. Karena, pemahaman akan ilmuilmu agama-dalam hal ini ilmu Fikih- begitu sangat penting dan tidak boleh melakukan sesuatu tanpa dilandasi dengan ilmu. Apalagi menentukan sikap dan pendapat sendiri. Kalau perlu, setiap program yang mereka buat atau yang mereka canangkan harus didampingi paling tidak ada satu badan hukum atau orang-orang yang ahli dalam bidangnya. Ini berguna ketika terjadi permasalahan yang timbul dikemudian hari dan semuanya itu dapat dipertanggung jawabkan dengan baik. Untuk itu penulis hanya bisa menyarankan kepada pihak-pihak yang terlibat didalam Praktik Donor ASI, agar selalu bersikap hati-hati dalam menentukan pendapat. Wa Allahu A‟lam bi as-Shawab ..
117
118
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur‟an Al-Karim Abbas, Ahmad Sudirman, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan Antar Mazhab, T.tp: Pt. Prima Heza Lestari, 2006, cet. I Abdullah, Abdul Hakim al-Sayyid, Keutamaan Air Susu Ibu, Jakarta: PT. Fikahati Anesha, 1993 Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, Bairut: Dar Ibnu Hazm, 1997, cet. I Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998, cet. XI, ed. Revisi IV Ayub, Syeikh Hasan, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Fal-Kautsar, 2001, cet. I Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, juz VII Al-Bijirmiy, Syeikh Sulaiman, Kitab Bijirmiy ala al-khatibi, Beirut: Dar al-Fikr, 1995, juz. IV Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Beirut: Dar al-Fikr, 1981. Juz. V Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyyah: Analisis Ilmiah Manhajiyah Sejarah Pergerakan Islam, Jakarta: Robbani Press, 1999, cet. I Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2001 Danim, Sudarman, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002 cet. I Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta; Balai Pustaka, 1988, cet. I Al-Ghazi, Ibnu Qosim, Kitab Hasiyah al-Bujuriy, juz. 2 Hasan, Ahmad, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar al-Asqolani, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2002, cet. XXVI Hasyem, Fuad, Sirah Muahmmad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, Bandung: Mizan, 1984
118
119
Hasan, Muhammad Ali, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1998 Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtasid, juz. II Indriarti, MT, A to Z the Golden Age: Merawat, Membesarkan dan Mencerdaskan Bayi Anda Sejak dalam Kandungan Hingga Usia 3 Tahun, Jogjakarta: CV. Andi Offset, 2007 Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Fiqh Bayi, Jakarta: Fikr, 2007 Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, Beirut: Dar alFikr, t.th, cet.IV Jone, Derek liewellyn, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, Jakarta: Gaya Favorit Press, 1977 Kashiko, Kamus Al-Munir Arab – Indonesia, Surabaya; Kasikho, 2000, cet. I Khallaf, Abdul Wahab, „Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Daar al-„Ilmi, 1978 Lings, Martin, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003, ed. VI Moehji, Sjahmien, Ilmu Gizi II: Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2003 Mughniyyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab: Ja‟far, Hanafi, Maliki, Syafi‟I dan Hambali, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2003, cet. II Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, juz. I Roesli, Utami, Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya, 2000 Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2003 Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1985 Shihab, Quraish, Tafsir Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. X, jilid I
119
120
Shihab, Quraish, Tafsir Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. X, jilid II Siregar, Muhamad Arifin, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara, 2004 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, T.tp, T.p, T.th Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2003, ed. I, cet. VI Sunardi, Ayah Beri Aku ASI, Solo: Aqamedika, 2008 Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh II, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005, cet. III Qordhowi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta: Robbani Press, 2007, cet. VI Uwaidah, Syeikh Kamil Muhammad, Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003, cet. XII Yanggo, Huzaemah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia Indonesia, t.th Zahrah, Muhammad Abu, Ushul al-Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003, cet. VIII Zuhaili, Wahbah, Fiqh Imam Syafi‟i: Mengupas Masalah Fiqhiyah berdasarkan alQur‟an dan Hadits, Jakarta: al-Mahirah,2010, cet. I Zuhaili, Wahbah, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam Studi Banding Dengan Hukum Positif, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, cet. I Koran Media Indonesia, Pop Komunitas: Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Agar Bayi Kembali Mengonsumsi ASI, Jumat, 11 Maret 2011 Koran Republika, Wawasan: Menyusui adalah Perintah Agama, Rabu, 4 Agustus 2010 Koran Republika, Teraju: Separuh Hati Mendukung ASI, Senin, 21 Maret 2011 Koran Republika, Teraju: Tren Global Menyusui Dua Tahun, Senin, 21 Maret 2011
120
121
Koran Tempo, Kosmo:Pemberian ASI menurun, Senin 4 Agustus 2008 Koran Tempo, Kosmo: Tips Penyimpanan ASI, Senin 8 Maret 2010 Koran Tempo, Kosmo: Perilaku Anak Berawal dari ASI, Rabu 5 November 2010 Majalah Ayah Bunda, edisi 25 September - 08 Oktober 2004 Majalah Kartini, no.2221 edisi 26 Juni - 10 Juli, 2008 Tabloid Mam and kiddie, Donor ASI Selamatkan Bayi-bayi yang Kurang Beruntung, edisi. 10thV, 20 Desember- 02 Januari 2011 http://aimi-asi.org/2008/02/donor-asi-aman-ngga-ya? http://aimi-asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-kamisi-IXdpr-ri-selasa-25-januari-2011/comment-page-1/#comment-8489 http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/ http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/016/06211/donor.asi.bagaimana.caranya? http://selasi.net/artikel/klipping-artikel-menyusui/156-alasan-medis-yang-dapatditerima-sebagai-dasar-penggunaan-pengganti-asi/ http://www.detikhealth.com/read/2010/11/154034/1491453/mengapa-asi-eksklusifharus-6-bulan/ http://www.detikhealth.com/read/2010/11/10/121828/14911/764/asi-6-bulan-samadengan-menyelamatkan-30.000-bayi http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082/ http://www.kamusbahasaindonesia.org/donor
121
122
http://www.mui.or.id/indext:php?option=com_docman&task=cat_view&gid=788ite mid=78 http://www.okezone.com/read/2010/11/30/337/398509/337/mui-haramkan-donor-asi
122