POTENSI SUMBERDAYA LAMUN SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI PULAU MENJANGAN BESAR, KEPULAUAN KARIMUN JAWA
USULAN PENELITIAN
AINI IFTINAAN KHOOTIMAH JARLIS NPM 230210130069
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR 2017
POTENSI SUMBERDAYA LAMUN SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI PULAU MENJANGAN BESAR, KEPULAUAN KARIMUN JAWA
USULAN PENELITIAN Di Tujukan Untuk Menempuh Seminar Usulan Penelitian
AINI IFTINAAN KHOOTIMAH JARLIS NPM 230210130069
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR 2017
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur atas ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dimana atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyususnan skripsi yang berjudul “Potensi Sumberdaya Lamun Sebagai Penunjang Ekowisata di Pulau Menjangan Besar, Kepulauan Karimun Jawa”. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, petunjuk, nasehat, dan dukungan selama penyusunan skripsi ini kepada : 1. Donny Juliandri Prihadi, S.Pi, M.Sc., CPM., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Muhamad Untung Kurnia Agung, S.Kel, M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Dosen Wali yang telah memberi masukan serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Wahyuniar Pamungkas, SE, M.EP., selaku Dosen Penelaah yang telah memberikan koreksi serta saran dalam penyusunan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Iskandar, M.Si., selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 5. Dra. Sri Astuty, M.Sc., selaku Koordinator Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. 6. Abi dan bunda yang selalu memberikan semangat dan dukungan yang berupa doa, kasih saying, dan materi. 7. Annisa, Salsabila, dan Ninik selaku keluarga yang selalu memberikan motivasi kepada penulis. 8. Kepada kakak – kakak dari masa SMA yang senantiasa menjadi tempat bernaung penulis pada segala kesulitan yaitu Ambar, Cynthia, Jannat, Muthi, dan Salma. 9. Rekan seperjuangan dari awal kuliah yang selalu memotivasi dan mendukung melalui tindakan maupun doanya yaitu Kattia, Meidina, Sabrina, dan Baiti.
iv
v
10. Rekan seperjuangan selama hidup di perkuliahan yang selalu mendukung penulis mencari semangat untuk menyelesaikan skripsi ini yaitu Sapta, Amel, Cakra, Steffiera, M Gilang, Fadlillah Hilton, Putri Amalia, Dini Widia, Ynry, dan Yullinda. 11. Teman-teman Kelautan 2013 (ANTASENA) yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih diperlukan adanya perbaikan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dalam penyusunan tulisan kedepannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya khususnya pihak-pihak yang menggeluti bidang penelitian konservasi.
Jatinangor, Januari 2017
Aini Iftinaan Khootimah J
DAFTAR ISI
BAB
JUDUL
HALAMAN
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. viii DAFTAR TABEL .................................................................................... ix I.
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Identifikasi Masalah ................................................................................. 2
1.3
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
1.4
Kegunaan Penelitian................................................................................. 3
1.5
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 3
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1
Kondisi Umum Pulau Menjangan Besar .................................................. 5
1.2
Ekosistem Lamun ..................................................................................... 6
2.2.1
Klasifikasi Lamun .................................................................................... 6
2.2.2
Fungsi Lamun .......................................................................................... 9
2.2.3
Asosiasi Ikan di Ekosistem Lamun .......................................................... 9
2.3
Faktor Lingkungan Yang Menunjang Keberadaan Ekosistem Lamun .. 10
2.3.1
Kedalaman dan Kecerahan ..................................................................... 10
2.3.2
Substrat................................................................................................... 11
2.3.3
Kecepatan Arus ...................................................................................... 11
2.3.4
Suhu ....................................................................................................... 11
2.3.5
Salinitas .................................................................................................. 12
2.4
Daya Dukung Ekosistem Lamun ........................................................... 12
III.
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 17
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 17
3.2
Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 17
3.2.1
Alat Penelitian ........................................................................................ 17
3.2.2
Bahan Penelitian..................................................................................... 18
3.3
Metode Penelitian................................................................................... 18
3.3.1
Tahap Persiapan ..................................................................................... 19
vi
vii
3.3.2
Penentuan Stasiun .................................................................................. 19
3.3.3
Pengumpulan Data Sekunder ................................................................. 19
3.3.4
Pengambilan Data Primer ...................................................................... 19
3.3.5
Analisis Ekosistem Lamun Untuk Ekowisata ........................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26
DAFTAR GAMBAR NO JUDUL HALAMAN 1. Pulau Menjangan Besar....................................................................................... 5 2. Jenis Lamun Yang Ada Di Indonesia.................................................................. 8 3. Peta Pulau Menjangan Besar ............................................................................. 17 4. Pengambilan Data Lamun ................................................................................. 20
viii
DAFTAR TABEL NO JUDUL HALAMAN 1. Alat Penelitian ................................................................................................... 18 2. Bahan Penelitian................................................................................................ 18 3. Kategori Tutupan Lamun .................................................................................. 23 4. Potensi Ekologis Pengunjung (K) ..................................................................... 15 5. Waktu Kegiatan Pengunjung (Wp) ................................................................... 15 6. Matriks Kesesuaian Ekowisata Lamun ............................................................. 24 7. Skala Likert ....................................................................................................... 16
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup terendam
dalam kolom air dan berkembang dengan baik di perairan laut dangkal. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang paling produktif, sehingga dapat mendukung potensi sumberdaya yang tinggi pula (Agardi, 2003). Di Indonesia terdapat 13 jenis lamun dengan perkiraan luasan 30.000 Km2 di seluruh indonesia (Kuo, 2007). Jenis lamun yang ada di Indonesia adalah Halodule pinifolia, halodule uninervis, Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Thalassodendron ciliatum, Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila decipiens, Halophila spinulosa, dan Halophila sulawesii (den Hartog & Kuo, 2006). Padang lamun memiliki nilai ekonomis yang berguna untuk masyarakat sekitar dan juga memiliki fungsi ekologis. Fungsi ekonomi dari padang lamun yang berguna untuk masyarakat adalah sebagai produsen bagi ikan dan tujuan wisata bagi wisatawan. Fungsi ekologis dari padang lamun sendiri adalah (1) sumber utama produktivitas primer, (2) sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus, (3) penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment (trapping sediment), (4) tempat berlindung bagi biota laut, (5) tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, (6) pelindung pantai dengan cara meredam arus, (7) penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan. Jenis lamun yang ada di daerah Menjangan besar adalah Cymodocea rotundata, Thalasia hempricii, dan Enhalus acoroides (Indonesia, 2012). Dengan adanya beberapa jenis lamun yang ada di daerah Menjangan besar ditemukan juga bermacam organisme yang hidup di sekitar padang lamun seperti teripang jenis Holothuria atra, sponge, ikan amphripoin, alga, anemone, dan ikan – ikan lain yang memanfaatkan daerah padang lamun sebagai nursery ground (Indonesia, 2012).
1
2
Ekowisata adalah salah satu jenis pariwisata yang sedang banyak dikembangkan oleh daerah – daerah di Indonesia. Ekowisata adalah jenis wisata yang mengunggulkan potensi sumber daya alam, lingkungan, serta keunikan alam dan budaya yang ada pada suatu daerah. Sedangkan ekosistem lamun adalah suatu ekosistem yang memiliki manfaat ekologis dan ekonomis bagi masyarakat disekitarnya. Dengan adanya pengembangan kegiatan ekowisata lamun maka akan memberikan beberapa keuntungan bagi masyarakat seperti membuka lapangan pekerjaan dan usaha untuk mensejahterakan ekonomi masyarakat di daerah sekitarnya. Adapun peran masyarakat dalam hal pengembangan ekowisata lamun adalah sebagai penjaga lingkungan yang dijadikan tempat ekowisata lamun (Elma, et al., 2015). Kegiatan wisata adalah suatu bentuk kegiatan pemanfaatan sumbersaya alam untuk kepuasan manusia (Yulianda, 2007). Sedangkan kegiatan ekowisata adalah suatu kegiatan wisata alami yang senantiasa menjaga lingkungannya. Kondisi lamun di Indonesia belakangan ini terus mengalami kerusakan akibat beberapa kegiatan wisata seperti aktivitas pengunjung, kegiatan pembangunan, pencemaran, dan lainnya yang dapat menurunkan fungsi dan mengganggu keseimbangan ekologis di lingkungan laut itu sendiri (Vatria, 2010). Adanya kegiatan wisata yang dapat merusak ekosistem lamun itu sendiri mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang ekowisata lamun. Dengan harapan dapat mengoptimalkan pemanfaatan agar lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
1.2
Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah apakah ekosistem lamun di
Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa bisa dijadikan sebagai penunjang kegiatan wisata berbasis konservasi. 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui potensi biofisik ekosistem lamun sebagai penunjang kegiatan ekowisata di Pulau Menjangan Besar
3
2. Mengetahui presepsi dan partisipasi masyarakat di Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa terhadap peluang daya dukung ekosistem lamun sebagai penunjang ekowisata. 1.4
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah yaitu dapat memberikan
informasi mengenai kesesuaian wilayah ekosistem lamun sebagai penunjang ekowisata di perairan Pulau Menjangan Besar sehingga dapat dijadikan referensi bagi pemerintah atau masyarakat dalam pemanfatan ekosistem lamun sebagai penunjang lokasi ekowisata.
1.5
Kerangka Pemikiran Lamun adalah salah satu ekosistem yang berpengaruh terhadap ekosistem
disekitarnya yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang paling produktif, sehingga mampu mendukung potensi sumberdaya yang tinggi pula (Agardi, 2003). Secara keseluruhan kondisi ekosistem lamun di kepulauan Karimun Jawa mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh banyak hal yang bersifat alamiah ataupun buatan. Aktivitas manusia dalam zona pemanfaatan pariwisata dan budidaya, serta aktivitas pemukiman. Selain itu faktor alam juga mempengaruhi kondisi ekosistem lamun di kepulauan Karimun jawa seperti arus dan gelombang. Kondisi lain yang mempengaruhi kerentanan ekosistem lamun antar lain pembangunan pesisir untuk perumahan, resort, hotel, industri, pelabuhan dan pengembangan marina yang seringkali menyebabkan reklamasi pengerukan tanah (Laksono & Mussadun, 2014). Ekowisata bahari adalah kegiatan wisata yang tidak mengeksploitasi sumberdaya alam tetapi hanya menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan fisik, pengetahuan, dan psikologis pengunjung (Yulianda, 2007). Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintergrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Maka dari itu ekowisata adalah merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani
4
kepentingan
perlindungan
sumberdaya
alam/lingkungan
dan
industri
kepariwisataan (META, 2002 dalam Yullianda,2007). Ekosistem padang lamun di Indoneisa sering di jumpai di daerah pasang surut bawah dan subtidal atas. Ekosistem lamun adalah salah satuh ekosistem yang mempengaruhi daerah sekitarnya seperti ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Ekosistem lamun sangat berhubungan erat dengan ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang di lihat secara horizontal. Ekosistem lamun berinteraksi langsung dan sebagai mata rantai dan sebagai penyangga dengan mangrove di pantai dan terumbu karang kearah laut. Maka dari itu kualitas dari ekosistem lamun itu sendiri mempengaruhi kualitas 2 ekosistem di sekitarnya (Azkab, 1999). Ekosistem lamun tidak hanya berperan ekologi bagi biota yang berasosiasi di sekitarnya namun juga bermanfaat bagi manusia. Diantaranya sebagai objek pendidikan dan penelitian serta dapat dimanfaatkan sebagai objek rekreasi berbasis konservasi (Philips & Menez, 1988). Pada dasarnya lamun yang rusak harus di pulihkan dengan cara transplantasi, sedangkan lamun yang sudah dalam kondisi baik harus di lestarikan dengan cara konservasi sehingga dapat dikembangkan sebgai kawasan ekowisata sumberdaya lamun dengan pengelolaan yang berkelanjutan (Diposantoso, 2009). Ekosistem lamun yang ada di Pulau Menjangan Besar di ketahui pada kedalaman kurang lebih 100 cm dengan sebaran padang lamun terletak pada garis pantai sejauh 10 m dari bibir pantai dan dengan substrat dasar berupa pasir dan pecahan karang. Rata – rata penutupan padang lamun yang hidup adalah 15,82% sampai 70,31%, dengan tinggi kanopi berkisar 30 cm. dengan 3 jenis yang di temukan yaitu Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acroides. Kelimpahan dari jenis lamun yang ada di Pulau Menjangan Besar adalah di dominasi oleh jenis Cymodocea rotundata dengan nilai 233 ind/m2, sedangkan jenis yang paling sedikit adalah jenis Enhalus acoroides dengan nilai 1 ind/m2. Maka dari itu Pulau Menjangan Besar termasuk ke dalam zona pemanfaatan wisata bahari yang memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan di wilayah ini (Indonesia, 2012).
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kondisi Umum Pulau Menjangan Besar Pulau Menjangan Besar merupakan salah satu pulau yang ada pada
kepulauan Karimun Jawa. Jarak dari pulau Menjangan Besar ke pulau Karimun Jawa hanya butuh waktu 15 menit untuk menyebrangi keduanya karena hanya dipisahkan oleh selat kecil. Secara letak geografis pulau Menjangan besar berada pada koordinat 5o 53’ 16’’ LS dan 110o 25’ 41’’ BT. Luas dari pulau ini adalah 61 Ha dan keliling pulau mencapai 5.026 m, dengan kondisisi penduduk yang tidak tetap.
Gambar 1. Pulau Menjangan Besar (Sumber: Google Earth 2017) Batas – batas wilayah dari pulau Menjangan Besar adalah sebelah utara yaitu pulau Karimun Jawa, sebelah selatan yaitu Laut Jawa, sebelah barat yaitu Pulau menjangan kesil, dan sebelah timur yaitu Laut Jawa (Indonesia, 2012). Menurut nelayan setempat wilayah yang paling banyak dihidupi lamun adalah di pulau Menjangan Besar sebelah utara. Jenis lamun yang ada yaitu Cymodocea Rotundata, Thalassia Hempricii, dan Enhalus Acroides. Berbagai macam organisme juga ditemukan disekitar ekosistem lamun seperti Holothuria atra, sponge, ikan amphripoin, alga, anemone, dan ikan – ikan lain. Pada tahun
6
2012 dilakukan survey disekitar pulau Menjangan Besar, pulau ini memiliki nilai kelimpahan lamun berkisar 290 ind/m2 pada keseluruhan lokasi survey. Jenis lamun Cymodocea Rotundata adalah jenis lamun yang memiliki nilai indeks dominansi paling tinggi, sedangkan jenis Enhalus Acroides memiliki nilai indeks dominansi paling rendah (Indonesia, 2012).
1.2
Ekosistem Lamun Lamun adalah salah satu tumbuhan laut yang termasuk kedalam tumbuhan
sejati karena dapat dibedakan antara batang, daun, dan akarnya. Lamun adalah tumbuhan berbunga yang tumbuh di perairan dangkal dan estuary yang ada di seluruh dunia. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik (Kawaroe, 2009). Lamun dapat dikelompokkan kedalam 6 kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya yaitu lamun yang hidup di substrat berlumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang, dan batu karang (Kiswara & Hutomo, 1985).
2.2.1
Klasifikasi Lamun Klasifikasi beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan pantai Indonesia
(Azkab, 1999) adalah sebagai berikut: Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermeae Subkelas : Monocotyledoneae Ordo : Helobiae Famili: Hydrocharitaceae Genus : Enhalus Spesies : Enhalus acoroides Genus : Halophila Spesies : Halophila decipiens Halophila minor Halophila ovalis Halophila Spinulosa
7
Genus : Thalassia Spesies : Thalassia hemprichii Famili: Potamogetonaceae Genus : Cymodocea Spesies : Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata Genus : Halodule Spesies : Halodule pinifolia Halodule uninervis Genus : Syringodium Spesies : Syringodium isoetifolium Genus : Thalassodendron Spesies : Thalassodendron ciliatum
Enhalus acoroides
Halophila ovalis
Halophila decipiens
Halophila minor
Halophila spinulosa
Thalassia hemprichii
8
Cymodocea
Cymodocea serrulata
Halodule pinifolia
Syringodium isoetifolium
Thalassodendron ciliatum
rotundata
Halodule uninervis Gambar 2. Jenis Lamun Yang Ada Di Indonesia (Waycott, et al., 2004) Sebagian besar lamun mempunyai morfologi luar yang sama secara kasat mata. Lamun tumbuh dari rhizome yang merambat. Bagian tubuh lamun dapat dibedakan ke dalam morfologi yang tampak seperti daun, batang, akar, bunga, dan buah (Nyabakken, 1992). Padang lamun sangat mirip dengan padang rumput di daratan. Pada umumnya sebagian besar padang lamun menyebar pada kedalaman 1 – 10 meter. Pada beberapa perairan dangkal, kita dapat menyaksikan padang lamun dengan kepadatan yang cukup tinggi yang memberikan kesan hijau pada dasar perairan (Nyabakken, 1992). Padang lamun di perairan Indonesia umumnya termasuk padang vegetasi campuran (Azkab, 1999). Ekosistem padang lamun di Indonesia sering di jumpai di daerah pasang surut bawah (inner intertidal) dan subtidal atas (upper subtidal). Dilihat dari pola zonasi lamun secra horizontal, ekosistem lamun terletak diantara dua ekosistem penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Ekosistem lamun sangat berhubungan erat dan berinteraksi serta sebagai mata
9
rantai (link) dan sebagai penyangga (buffer) dengan mangrove di pantai dan terumbu karang ke arah laut.
2.2.2
Fungsi Lamun Daun – daun lamun yang padat dan saling berdekatan dapat meredam gerak
arus, gelombang, dan arus materi organik yang memungkinkan padang lamun menjadi kawasan yang tenang dengan produktifitas tinggi di lingkungan pantai di samping terumbu karang. Maka dari itu lamun memiliki fungsi ekologis sebagai tempat perlindungan bagi invertebrate dan ikan – ikan kecil. Padang lamun menjadi tempat tinggal bagi beberapa biota laut seperti penyu, dan dugong. Dugong mengasuh anak – anaknya di padang lamun karena lamun menjadi makanan pokok baginya. Sedangkan penyu memakan lamun jenis Syriungodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii. Dan ketika air surut jenis lamun Enhalus Acroides bermunculan ke permukaan sehingga burung – burung berdatangan dan mencari makan diantara dedaunan lamun tesebut (Nontji, 1987). Lamun juga memiliki fungsi penting lainnya yaitu: (1) sumber utama produktivitas primer, (2) sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus, (3) penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sediment (trapping sediment), (4) tempat berlindung bagi biota laut, (5) tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), serta sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, (6) pelindung pantai dengan cara meredam arus, (7) penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan (Nyabakken, 1992).
2.2.3
Asosiasi Ikan di Ekosistem Lamun Pada padang lamun mempunyai peranan penting bagi kehidupan ikan,
lamun berfungsi sebagai daerah asuhan (nursery ground), sebagai tempat mencari makan ikan (Feeding ground), dan sebagai makanan ikan. Adapun beberapa jenis ikan yang sering sering ditemui yaitu famili Elopidae, Plotosidae, Belonidae, Hemirhampidae,
Bothidae,
Synganathidae,
Chaetodontidae,
Nemipteridae,
Mullidae,
Scaridae,
Gerridae,
Monacanthridae,
Labridae, Mugilidae,
10
Leiognathidae,
Gobiidae,
Apogonidae,
Lethrinidae,
Lutjanidae,
dan
Tetraodonthidae (Adrim, 2006). Dari beberapa jenis ikan yang ditemukan berasosiasi di padang lamun, dibagi menjadi 4 kategori (Hutomo & Martosewojo, 1997) yaitu : 1.
Penghuni tetap, dengan memijah dan menghabiskan sebagai besar hidupnya di padang lamun. Contohnya Apogon margaritoporous).
2.
Menetap dengan menghabiskan hidupnya di padang lamun dari juvenile sampai siklus hidup dewasa, tetapi memijah di luar pada lamun. Contohnya Halichoeres leparensis, Pranaesus duodecimalis, Paramia quinquilineata, Gerres
macromosa,
Monachantus
tomentosus,
Hemiglyphidodon
plagyometopon, Synadhoides biaculeatus. 3.
Menetap hanya pada saat tahap juvenile. Contohnya Siganus canaliculatus, S.virgatus, S.chrysospilos, Lethrinus spp, Scarus spp, Abudefduf spp, Monachnthus, Mulloides samoensis, Pelates quadrilineatus, Upeneus tragula.
4.
Menetap sewaktu – waktu atau singgah hanya mengunjungi padang lamun untuk berlindung atau mencari makan. Dari 4 kategori di atas memang penghuni tetap ikan di padang lamun tidak
banyak. Namun peran ekosistem lamun yang utama adalah sebagai tempat perlindungan dimana ikan dapat menghindari predasi.
2.3
Faktor Lingkungan Yang Menunjang Keberadaan Ekosistem Lamun
2.3.1
Kedalaman dan Kecerahan Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus
lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Semakin tinggi nilai kecerahan, semakin tinggi pula tingkat penetrasi cahaya ke kolom perairan. Nilai ini sangat bergantung pada keadaan cuaca, waktu pengukuran dan padatan tersuspensi. Penetrasi cahaya matahari atau kecerahan sangat penting sekali, karena akan mempengaruhi pertumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk melaksanakan proses fotosintesis. Hasil observasi menunjukan bahwa sebaran lamun di dunia
11
masih ditemukan hingga kedalaman 90 meter, asalkan pada kedalaman ini masih dapat cahaya matahari. Beberapa hal yang dapat menimbulkan gangguan terhadap prokdutivitas primer ekosistem lamun adalah seperti membuang sampah ke laut, aktivitas kapal, tempat pariwisata, dll yang dapat meningkatkan muatan sedimen pada badan air yang akan berakibat pada tinggingan kekeruhan perairan sehingga mengurangi penetrasi cahaya (Dahuri, 2003).
2.3.2
Substrat Lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, pecahan karang, dan batu
karang adalah jenis substrat yang biasanya di hidupi oleh lamun. Kesesuaian substrat yang paling utama bagi perkembangan lamun ditandai dengan kandungan sedimen yang cukup. Semakin tipis substrat perairan akan menyebabkan kehidupan lamun yang tidak stabil, dan berlaku sebaliknya. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal, yaitu: perlindungan tanaman dari arus laut, dan tempat pengolahan dan pemasok nutrient (Agardi, 2003).
2.3.3
Kecepatan Arus Kecepatan arus adalah salah satu parameter yang mempengaruhi aktivitas
lamun itu sendiri. Contohnya pada arus yang cepat sedimen pada padang lamun terdiri dari lumpur halus dan detritus. Produktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan, rendahnya kecepatan arus sangat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan lamun dan ikan, kecepatan arus berpengaruh besar dalam transportasi telur (Merryanto, 2000).
2.3.4
Suhu Kenyataan pada spesies lamun di daerah tropikal adalah daerah lamun yang
mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu. Kisaran suhu optimal bagi spesies lamun adalah 28 – 30oC. Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila temperature perairan berada di luar kisaran optimal tersebut (Dahuri, 2003).
12
2.3.5
Salinitas Spesies lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda – beda terhadap
salinitas, namun sebagai besar memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 10 – 40 ͧ/͚. Nilai salinitas optimum untuk spesies lamun adalah 35 ͧ/͚. Salah satu factor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang lamun adalah meningkatnya salinitas yang di akibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai (Dahuri, 2003).
2.4
Lamun Sebagai Penunjang Ekowisata Padang lamun merupakan ekosistem wilayah pesisir yang memiliki peranan
dan manfaat dari segi ekonomis dan ekologis. Sedangkan wisata merupakan sutatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalakan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Ekowisata adalah perjalanan ke tempat alami yang belum tergangu utuk pendidikan atau sekedar menikmati flora, fauna, geologi, dan ekosistem sebagimana orang yang hidup berdampingan dengan alam sehingga konservasi dan pengembangan berkelanjutan dapat terlaksana (Wallace & Pierce, 1996). Tujuan yang harus diperhatikan dalam ekowisata adalah sebagi berikut (Reynold & Braitwaite, 1999): a. Agar turis atau pelaku perjalanan memiliki kepuasan dan sikap hidup lebih menjaga alam. b. Agar dapat mengurangi degdrasi lingkungan serta memilki kotribusi dalam pengembangan lingkungan yang sehat. c. Agar dapat ditentukan seberapa banyak pengunjung yang di perbolehkan dalam waktu tertentu. Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Pengelolaan ekowisata bahari merupakan suatu konsep pengelolaan yang merupakan konsep pengelolaan yang memprioritaskan kelestarian memanfaatkan sumberdaya masyarakat (Yulianda, 2007). Ekowisata bahari adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke alam laut dengan tetap memelihara lingkungan dan meningkatkan pendapatan penduduk lokal (The Internasional Ecotorism Society, 2001).
13
2.5
Indeks Kesesuaian Wisata Lamun Kegiatan wisata yang akan di kembangkan seperti kegiatan wisata bahari
hendaknya disesuaikan dengan sumberdaya yang ada dan keperuntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungannya yang sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan. Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan pada daerah tersebut. Matriks kesesuaian untuk Snorkeling, yaitu:
Kategori S2
Skor
Katergori S3
Kategori N
Skor
5
>75
3
>50 – 75
2
25 – 50 1
>25
0
3
>75
3
>50 – 75
2
25 – 50 1
>25
0
3
>10
3
6 - 10
2
3–5
1
>3
0
3
Syringodiu m, Thalassode ndron
2
Thalas sia
1
Enhal us
0
1
Lump ur
0
4 Jenis lamun 5
6
7
8
Jenis substrat
3
1
Kecepata n arus 1 (cm/s) Kedalam 1 an lamun (m) Aksesibi 1 litas
Cymodo cea, Halodul e, Halophil Pasir berkaran g
Skor
Skor
3
Kategori S1
2
Tutupan lamun Kecerah an Perairan Jenis ikan
Bobot
1
Parameter
No
Tabel 1. Matriks Kesesuaian Ekowisata Lamun
3
Pasir
2
Pasir berlum pur
0-15
3
>15 – 30
2
>30 – 1 50
>50
0
1-3 m
3
>3 – 6
2
>6 – 10 1
>10
0
4 ketentua n
4
3 ketentuan
3
2 2 ketentu an
1 ketent uan
1
14
9
Sarana Prasaran a
1
4 4 3 ketentuan 3 2 2 ketentua ketentu n an Sumber: Yulianda,F 2007 dalam (Anderson, 2011)
1 ketent uan
1
Nilai maksimum = 78 S1 = Sangat sesuai, dengan nilai 83%-100% S2 = Sesuai, dengan nilai 50%-<83% S3 = Sesuai bersyarat, dengan nilai 35%-<50% N = Tidak sesuai, dengan nilai <35% Matriks tersebut digunakan sebagai acuan dalam menggunakan indeks kesesuaian wisata dalam penentuan potensi suatu lokasi dalam penentuan kawasan wisata.
2.6
Daya Dukung Ekosistem Lamun Daya dukung lingkungan secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan
alam untuk mendukung kehidupan manusia atau benda hidup lainnya. Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka 7 menyebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya (Darsoprajitno, 2013). Daya dukung lingkungan secara umum dapat diartikan sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia atau benda hidup lainnya. Daya dukung sebagai tingkat pemanfaatan dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik yang terkandung didalamnya, dengan memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam (Bengen & Retraubun, 2010 dalam Ketjulan, 2010). Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas masksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan suatu kawasan, dimana akan menimbulkan penurunan kepuasan pengguna terhadap suatu kawasan yang diakibatkan adanya kegiatan yang telah melampaui batas. Sedangkan daya dukung secara ekonomi adalah tingkat skala usaha yang masih memberikan keuntungan (Ketjulan, 2010).
15
Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Pada daerah ekosistem lamun kegiatan wisata bahari yang bisa dilakukan adalah kegiatan snorkeling. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung untuk melakukan snorkeling mempertimbangkan kemampuan alam memperkecil peluang pengunjung untuk merusak ekosistem lamun sehingga kelestarian alam tetap terjaga. Tabel 2. Potensi Ekologis Pengunjung (K) No Jenis Kegiatan Ʃ Pengunjung
1
Snorkling
Unit Area
(Orang)
(Lt)
1
500 m2
Keterangan
Setiap 1 orang dalam 100 m x 5m
Sumber : (Yulianda, 2007) Konsep daya dukung wisata juga akan menghasilkan waktu yang bisa di gunakan untuk kegiatan snorkeling. Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt) (Tabel 4). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (jam 8 – 16). Tabel 3. Waktu Kegiatan Pengunjung (Wp) No Jenis Kegiatan Waktu yang
1
Snorkling
Total Waktu 1 hari –
dibutuhkan – WP (Jam)
Wt (Jam)
3
6
Sumber: (Yulianda, 2007)
2.7
Skala Likert Skala likert adalah suatu alat ukur untuk melihat sikap atau respon seseorang
terhadap suatu objek. Pengungkapan sikap dengan menggunakan skala likert banyak digunakan oleh ahli psikologi, hal ini dikarenakan selain praktis, skala likert yang dirancang dengan baik pada umumnya memiliki reliabilitas yang memuaskan (Azwar, 1995).
16
Skala likert menggunakan beberapa butir pertanyaan untuk mengukur perilaku individu dengan merespon 5 titik pilihan pada setiap butir pertanyaan, sangat setuju, setuju, ragu – ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Likert, 1932). Adapun 5 titik pilihan yang akan didunakan adalah sebagai berikut. Tabel 4. Skala Likert No
Skala Presepsi, Sikap, dan Partisipasi Masyarakat Skor
Kategori
1
Sangat setuju
5
>4,2 – 5,0
2
Setuju
4
>3,4 – 4,2
3
Ragu - ragu
3
>2,6 – 3,4
4
Tidak setuju
2
>1,8 – 2,6
5
Sangat tidak
1
1,0 – 1,8
setuju Sumber (Elma, et al., 2015) Lima titik pilihan yang telah di tentukan akan didampingi pernyataanpernyataan yang akan direspon oleh responden dengan memperhatikan jumlah butir yang telah ditetapkan dan proporsional dengan relevansi bobot setiap aspek (Azwar, 1995). Menurut Burn 1993, dalam (Mirawati, et al., 2013) jumlah responden yang disarankan untuk pemula adalah minimal sebanyak 30 orang. Metode yang digunakan untuk menentukan responden adalah purposive method sampling (sampel bertujuan) yang biasa digunakan dalam penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu ditentukan dengan cara pemilihan unit terlebih dahulu misal individual, kelompok individu, atau institusi yang didasarkan pada tujuan spesifik terkait dengan jawaban dari pertanyaan penelitian. Purposive method sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang melibatkan pemilihan unit permasalahan tertentu atau didasarkan pada tujuan spesifik (Teddlie & Yu, 2007).
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan April 2017 yang
terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap survey dan tahap pengambilan data. Untuk tahap survey lapangan dilakukan pada bulan April 2017. Lokasi penelitian berada di kawasan perairan pulau Menjangan Besar yaitu berada di kepulauan Karimun Jawa yang merupakan salah satu lokasi tujuan wisata. Untuk penentuan stasiun pengambilan data lamun menggunakan 4 titik yang bisa mewakili dari lamun yang ada di pulau Menjangan Besar untuk selanjutnya dianalisis. Berikut adalah peta penelitian yang disajikan pada gambar.
Gambar 3. Peta Pulau Menjangan Besar 3.2 3.2.1
Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian
Pada penelitian kali ini alat digunakan untuk menunjang data parameter yang akan di ambil. ada 17 alat yang di gunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan pada penelitian kali ini. 17
18
Tabel 5. Alat Penelitian No Alat Penelitian
Fungsi
1
GPS
Untuk penetuan stasiun dan titik sampling
3
ADS (Alat Dasar Selam)
Untuk melihat lamun dengan lebih jelas
4
Roll meter
Untuk mengukur panjang line transek
5
Tali raffia
Untuk menandai setiap line transek
6
Pancang
Untuk menandai setiap line transek
7
Papan dada
Untuk menjadi alas logsheet
8
Alat tulis
Untuk mencatat
9
Kamera digital
Untuk dokumentasi
10
Buku identifikasi lamun
Untuk panduan identifikasi lamun
11
Kuesioner
Untuk pengisian pertanyaan dari responden
12
ArcMap
Untuk membuat peta
13
Laptop
Untuk pengolahan data
14
Secchi disk
Untuk mengukur tingkat kecerahan
15
Trekking float
Untuk mengukur kecepatan arus
16
Termometer
Untuk mengukur suhu
17
Refraktometer
Untuk mengukur salinitas
3.2.2
Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan untuk pemakaian alat guna menunjang penelitian ini yaitu: Tabel 6. Bahan Penelitian No Bahan penelitian Fungsi 1
Sabak
Untuk mencatat hasil pengamatan lamun
2
Aquades
Untuk mengkalibrasi refractometer
3.3
Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode survey yaitu pengambilan data
secara langsung yang terdiri dari data biologi, data fisik dan kimia, dan data
19
infrastruktur. Data biologi terdiri dari tutupan lamun, jenis lamun, dan jenis ikan. Pengambilan data fisik dan kimia terdiri dari kecerahan, suhu, kedalaman, kecepatan arus, jenis substrat, dan salinitas. Kemudian yang terakhir pengamatan data infrastruktur terdiri dari sarana dan prasarana, dan aksesibilitas.
3.3.1
Tahap Persiapan Tahap persiapan adalah suatu tahap yang dilakukan sebelum pengambilan
data di lapangan. Tahap persiapan yang dilakukan adalah studi pustaka dan diskusi yang berhubungan dengan ruang lingkup penelitian.
3.3.2
Penentuan Stasiun Stasiun pengamatan terdiri dari stasiun pengamatan lamun dan stasiun
pengamatan oseanografi Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa. Penentuan stasiun lamun ditentukan sesuai dengan kondisi wilayah berdasarkan penutupan komunitas lamun yang paling banyak yang ada di daerah Pulau Menjangan Besar sehingga mampu menjadi data yang mewakilkan kondisi ekosistem lamun di daerah tersebut. Penentuan stasiun pengamatan oseanografi diambil untuk mendapatkan data yang mewakili kondisi umum wilayah oseanografi Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa.
3.3.3
Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder diambil dari data penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Dapat juga diambil dari instansi terkait ataupun dari satelit untuk melengkapi data primer.
3.3.4
Pengambilan Data Primer Pengambilan data primer dibagi menjadi 9 parameter yaitu data biologi
yang terdiri dari tutupan lamun, jenis lamun, dan jenis ikan lalu data fisik dan kimia yang terdiri dari kecerahan, suhu, kedalaman, kecepatan arus, jenis substrat, dan salinitas. Data yang terakhir adalah data infrastruktur yang terdiri dari aksesibilitas, sarana dan prasarana.
20
1.
Biologi Data biologi yaitu data yang mencakup 3 parameter yaitu utnuk
mendapatkan data tutupan lamun, jenis lamun, dan jenis ikan yang ada di Pulau Sambangan Besar Kepulauan Karimun Jawa. Metode transek kuadran adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai kerapatan dan jenis lamun dengan menggunakan transek kuadran berukuran 50 x 50 cm2 dengan 4 kotak kecil didalam transek kuadran dibagi sama rata dengan pengambilan data setiap stasiunnya adalah 3 kali (3 line transek) (Malikusworo & Nontji, 2014). Panjang dari line transek adalah 100 m dengan jarak dari satu line transek ke line transek yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya 100 x 100 m2. Transek kuadran diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak antar kuadran satu dengan transek kuadran lainnya adalah 10 m sehingga total transek kuadran dari setiap line transek adalah 11. Titik awal transek diletakkan pada jarak 5 – 10 m dari kali pertama lamun dijumpai. Setiap stasiun mengambil data mengenai tutupan lamun, dan jenis lamun. Sedangkan utntuk melihat jumlah ikan yang tinggal di sekitar ekosistem lamun menggunakan metode visual, dengan melakukan snorkeling di area sekitar ekosistem lamun.
Gambar 4. Pengambilan Data Lamun Sumber: (Malikusworo & Nontji, 2014)
21
2.
Fisik dan Kimia Data fisik dan kimia merupakan data yang akan menunjang kondisi
ekosistem lamun penunjang ekowisata pada perairan di Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa dengan 5 parameter yaitu kecerahan, kecepatan arus, suhu, jenis substrat, dan salinitas. Secchi disk adalah alat yang digunakan untuk melihat parameter kecerahan. Cara penggunaan dari alat ini adalah memasukan secchi disk ke perairan lalu hitung jarak tali ketika secchi disk tidak terlihat, lalu Tarik talinya perlahan dan saat sechii disk mulai terlihat hitung jarang talinya. Dari kedua jarak yang didapat dijumlahkan lalu dibagi dua. Trekking float adalah alat yang digunakan untuk menghitung kecepatan arus pada suatu wilayah perairan. Dengan menaruh trecking float pada permukaan perairan lalu dihitung waktu sampai tali jarak habis. Lalu bagi jarak tali yang habis dengan satuan waktu yang telah ditentukan. Termometer digunakan untuk mengukur suhu pada stasiun yang telah digunakan. Cara pemakaiannya adalah menaruh termometer menyentuh perairan pegang menggunakan tali yang telah tersambung pada termometer, tunggu hingga air raksa di dalam termometer berhenti hingga menunjukan angka berapa suhu di stasiun tersebut. Data jenis substrat bisa diketahui melalui cara sederhana yaitu dengan mengambil substrat yang ada di daerah stasiun pengambilan data lamun lamun di identifikasi jenis substratnya. Salinitas diukur menggunakan refraktometer dengan cara mengambil sampel dari perairan, lalu di kalibrasi terlebih dahulu refractometer. Setelah itu taruh sedikit sampel pada alat dan hadapkan alat pada cahaya matahari (wilayah yang lebih terang) dan lihat angka dari salinitas stasiun tersebut. Sedangkan kedalaman stasiun di ukur menggunakan roll meter yang dipakai untuk menghitung jarak line transek pada pengambilan data lamun. 3.
Infrastruktur Data infrastruktur dibagi menjadi 2 data yaitu data aksesibilitas dan data
sarana dan prasarana untuk menunjang berlangsungnya kegiatan ekowisata bagi
22
para wisatawan dilihat dari hasil data primer di Pulau Menjangan Besar. Data aksebilitas yaitu
seperti akses jalan yang baik, banyaknya jalan alternatif
transportasi. Sedangkan data saran dan prasarana yaitu seperti ketersediaan fasilitas seperti toilet umum, air bersih, tong sampah dan alat- alat yang diperlukan dalam ekowisata lamun (Malikusworo & Nontji, 2014)
3.3.5
Analisis Ekosistem Lamun Untuk Ekowisata
1.
Pengolahan Data Lamun Hasil dari data yang di ambil di lapangan akan diolah menggunakan 4 tahap
pengolahan data. Sehingga akan didapati hasil akhir yaitu berupa nilai rata – rata penutupan lamun(%) dan persentase penutupan lamun per jenis, termasuk komposisinya. Tahap pertama yang dilakukan adalah menghitung penutupan lamun dalam satu kuadran, dengan rumus sebagai berikut;
𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑚𝑢𝑛 (%) =
Jumlah penutupan lamun (4 kotak) 4
Dari rumus tahap pertama di atas maka akan di dapati hasil akhir yaitu berupa rata – rata penutupan lamun perkuadran (%). Tahap kedua adalah menghitung rata – rata penutupan lamun per stasiun. Perbedaan nilai penutupan lamun pada setiap kuadrat dilihat dengan menghitung standar deviasi. Dengan perhitungan sebagai berikut; 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑚𝑢𝑛 (%) =
Jumlah penutupan lamun seluruh transek Jumlah kuadrat seluruh transek
Maka dari rumus di atas akan didapati hasil rata – rata penutupan lamun (%) per line transek. Pada tahap ke tiga akan di hitung jumlah penutupan lamun per jenis pada satu stasiun, untuk menentukan jenis lamun yang paling dominan pada suatu lokasi berdasarkan presentase tutupannya. Dengan rumus sebagai berikut;
23
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝐿𝑎𝑚𝑢𝑛 (%) =
Jumlah nilai penutupan setiap jenis lamun pada seluruh 𝑙𝑖𝑛𝑒 transek Jumlah kuadran seluruh 𝐿𝑖𝑛𝑒 transek Maka dari rumus di atas akan di dapati nilai rata – rata dominansi lamun
serta nilai standar deviasinya. Tahap terakhir yaitu taha empat adalah tahap menghitung rata – rata penutupan lamun per lokasi/pulau. Dengan rumus sebagai berikut; 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑡𝑢𝑝𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑚𝑢𝑛 𝑃𝑒𝑟 𝐿𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 (%) =
Jumlah nilai rata − rata penutupan lamun seluruh stasiun dalam satu pulau 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖𝑢𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑢𝑙𝑎𝑢 Nilai dari rata – rata penutupan lamun per lokasi/pulau dapat di kategorikan
menjadi 4 kategori presentase penutupan (%) yaitu; Tabel 7. Kategori Tutupan Lamun Presentase Penutupan (%)
Kategori
0 – 25
Jarang
26 – 50
Sedang
51 – 75
Padat
76 – 100
Sangat padat
Sumber (Malikusworo & Nontji, 2014) 2.
Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Rumus yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian wisata lamun adalah
rumus IKW atau Indeks Kesesuaian Wisata, adapun metode perhitungannya (Yulianda, 2007) yaitu; 𝑵𝒊 𝐈𝐊𝐖 = Ʃ ( ) 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 𝑵 𝒎𝒂𝒙
24
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata. Ni = Nilai parameter ke-I (Bobot x Skor) N maks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata 3.
Daya Dukung Kawasan (DDK) Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan
ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Kelngkapan data dalam menggunakan rumus DDK akan dilengkapi oleh matriks ekologis pengunjung (Tabel. 5) dan matriks kegiatan pengunjung (Tabel. 6), adapun perhitungan Daya dukung kawasan adalah sebagai berikut: DDK = K x (Lp/Lt) x (Wt/Wp) K
= Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area
Lp
= Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan
Lt
= Unit area untuk kategori tertentu
Wt
= Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari
Wp
= Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Adapun Aksesibilitas yang perlu dianalisis dalam penelitian ini adalah akses
jalan yang baik, banyaknya jalan alternative, transportasi dan juga sarana dan prasarana pendukung yang perlu di analisis dalam penelitian ini adalah ketersediaan fasilitas seperti toilet umum, air bersih, tong sampah dan alat- alat yang diperlukan dalam ekowisata lamun di Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa. 4.
Skala Likert Data sosial yang digunakan untuk melihat respon dari masyarakat mengenai
presepsi masyarakat mengenai pengembangan ekowisata lamun, dengan skala Likert (Yulianda, 2007). Skala likert yang digunakan adalah terbagi menjadi 5 titik pilihan yang akan digunakan responden untuk menjawab pertanyaan yang telah disesuaikan guna mengetahui presepsi dan partisipasi masyarakat di Pulau Menjangan Besar Kepulauan Karimun Jawa terhadap peluang daya dukung
25
ekosistem lamun sebagai penunjang ekowisata. Metode pengambilan responden masyarakat dilakukan berdasarkan referensi dari Burn 1993, dalam (Mirawati, et al., 2013) yang mengatakan dasar penentuan jumlah sampel bagi peneliti pemula agar mudah dianalisis, selain itu perwakilan sebanyak 30 responden menjadi data yang diambil sebagai data pendukung, yaitu teknik purposive sampling (Teddlie & Yu, 2007).
DAFTAR PUSTAKA Adrim, M., 2006. Asosiasi Ikan di Padang Lamun. Pusat Penelitian OseanografiLIPI, pp. Bulletin Ilmiah Oseana 31 (4): 1-7. Agardi, G., 2003. Struktur Komunitas Lamun di perairan Pangerungan, Jawa Timur [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Anderson,
S.,
2011.
KAJIAN
SUMBERDAYA
LAMUN
UNTUK
PENGEMBANGAN EKOWISATA di DESA TELUK BAKAU, KEPULAUAN RIAU , Bogor: IPB. Azkab, M., 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. pp. Oseana 24 (3): 45-55. Azwar, S., 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bengen, D. G., 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Lautan Institut Pertanian Bogor. Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelnjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Darsoprajitno, S., 2013. Ekologi Pariwisata Tata Laksana Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata. s.l.:CV Angkasa. den Hartog, C. & Kuo, J., 2006. Taxonomy and Biogeography of Seagrass In Larkum, A. W. D., R. J. Orth, dan C. M. Duarte. Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation, pp. 1-23. Diposantoso, S., 2009. Urgensi Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Lautan, Jakarta: Di sampaikan pada loka karya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. Elma, R. S., Febrianti, L. & Fitria, U., 2015. KAJIAN POTENSI EKOSISTEM LAMUN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA LAMUN DI DESA BATU LICIN KABUPATEN BINTAN KEPULAUAN RIAU.
26
27
G, A., 2003. Struktur Komunitas Lamun di perairan Pangerungan, Jawa Timur [skripsi]. Hutomo, M. & Martosewojo, S., 1997. The Fishes of Seagrass Community on The West Side of Burung Island (Pari Island, Seribu Island) and Their Variation in Abudance. Marine Research Indonesia 17, pp. 147-172. Indonesia,
D.
p.
Available
-.
p.
k.
i.,
at:
2012.
Menjangan
Besar.
[Online]
http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-
pulau/index.php/public_c/pulau_info/4303 Kawaroe, M., 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut. Lokakarya Lamun Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Ketjulan, R., 2010. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ketjulan, R., 2010. Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ketjulan, R., Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2010. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Kiswara, W. & Hutomo, M., 1985. Habita dan Sebaran Geografis Lamun. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, pp. Oseana 10(1): 21-30. Kuo, J., 2007. New monoecious seagrass of Halophila sulawesii (Hydrocharitaceae) from Indonesia Aquatic Botany. pp. 171-175. Laksono, A. N. & Mussadun, 2014. Dampak Aktivitas Ekowisata di Pulau Karimun Jawa Berdasarkan Presepri Masyarakat. Jurnal Teknik PWK, Volume 3. Likert, R., 1932. Technique for the measurement of attitudes. s.l.:Archives of Psychology. Malikusworo, h. & Nontji, A., 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Bogor: PT. Sarana Komunikasi Utama. Merryanto, Y., 2000. Struktur Komunitas Ikan dan Asosiasinya dengan Padang Lamun Perairan Teluk Awur Jepara. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
28
Mirawati, tengku, e. & winny, r., 2013. Kajian Poensi Mangrove Sebagai Daerah Ekowisata Di Desa Sebong Lagoi. MSP, FIKP. UMRAH. Kepri.. Nienhuis, P., 1993. Structure and functioning of Indonesian seagrass ecosystems. In: Moosa, M.K., H.H. de Iongh, H.J.A. Blaauw & M.K.J. Norimana (eds.). Amsterdam:
Proceedings
of
International
Seminar
Coastalzone
Management of Small Island Ecosystems. Univ. Pattimura, CML-Leiden Univ. & AIDEnvironment Amsterdam, 82-86. . Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Jakarta: s.n. Nyabakken, J. W., 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: PT Gramedia. Philips, C. & Menez, E., 1988. Seagrass. Press. Washington DC: s.n. Reynold, P. C. & Braitwaite, D., 1999. Towards a conseptual framework for wildlife tourism. Tourism Management 22. Teddlie, C. & Yu, F., 2007. Basic of social research: Qualitative and quantitative approaches. s.l.:Sage Publication. Vatria, B., 2010. Berbagai Kegiatan Manusia yang Dapat Menyebabkan Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak yang Ditimbulkanya. Berlian, Volume 9. Wallace, G. N. & Pierce, S. M., 1996. An evaluation of ecotourism in amazonas, Brazil. Annals of Tourism Research , pp. 843 - 873. Waycott, M., J, M. K., Calladine, A. & Kleine, D., 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. Townsville - Queensland - Australia: James Cook University. Wimbaningrum, R., 2002. Pola zonasi lamun (Seagrass) dan invertebrate makrobentik yang berkoeksistensi di rataan terumbu pantai bama, Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Jurnal dasar, Volume Vol. 3 No.1, pp. 1-7. Yulianda, F., 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir berbasis konservasi, Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB..