Potensi Senyawa Antifungal Jamur Basidiomycota Indigenus DAS Kahayan untuk Mengendalikan Fusarium oxysporum f.sp.Cubense Rahmawati Budi Mulyani1, Adrianson Agus Djaya1 dan Patricia Erosa Putir2 1 Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya 2 Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya E-mail :
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis jamur Basidiomycota yang memiliki aktivitas antifungal dan mampu menghambat perkembangan koloni pathogen F.o. cubense secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis jamur makro Basidiomycota menghasilkan senyawa antifungal yang ditunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan koloni patogen F. o. cubense dengan efektivitas penghambatan tertinggi terdapat pada Phellinus sp. (53,80%), diikuti oleh Trametes sp 7 (39,92%). Sedangkan pada jenis lain efektivitasnya berada di bawah 30% dan efektivitas penghambatan terendah sebesar 3,46 % terdapat pada jenis Polyporus xanthopus. Kata Kunci : Basidiomycota, Antifungal, Penyakit Layu Fusarium Pendahuluan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan di Provinsi Kalimantan Tengah merupakan kawasan ekologi yang khas berupa hutan hujan tropika, yang sebagian besar didominasi oleh hutan rawa gambut dengan keanekaragaman hayati yang sangat melimpah. Salah satu jenis mikroorganisme yang banyak ditemukan di kawasan hutan tersebut adalah jamur-jamur makro filum Basidiomycota. Jamur makro Basidiomycota, mengandung nutrisi yang baik untuk kesehatan, mengandung senyawa antikanker atau antitumor, senyawa antimikroba, dan senyawa aktif lainnya serta mengandung senyawa aromatik untuk industri makanan dan minyak esensial untuk industri kosmetik. Istilah senyawa antimikroba didefinisikan lebih luas yaitu semua substansi baik yang berasal dari alam maupun sintetik yang mempunyai toksisitas selektif terhadap satu atau beberapa mikroorganisme tujuan, tetapi mempunyai toksisitas cukup lemah terhadap inang manusia, hewan atau tumbuhan. Lebih dari 10.000 senyawa antimikroba asal alam telah diisolasi dari organisme yang sangat beragam, 15 persen di antaranya berasal dari cendawan/jamur. Senyawa antimikroba tersebut dapat diisolasi dari tubuh buah, miselium maupun filtrat kulturnya. Molekul dan aktivitasnya juga sangat beragam, beberapa spesies dari genus Lentinus seperti L. edodes, L. trabeum, L. adhaerens, L. squarrosulus, L. cajor-caju, L. cladopus dan L. torulosus diketahui dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, antivirus, antitumor, immunostimulan, dan antiaggregant. Spesies jamur lainnya yang juga menghasilkan senyawa antimikroba adalah Lentinula edodes, Ganoderma lucidum, dan G. applanatum (Sudirman,2004). Beberapa senyawa antifungi dan antibakteria telah berhasil diisolasi dari jamur makro Basidiomiset di antaranya adalah pleuromutilin, mucidin, aegeritin, hedcenols, enokipodin C dan D. Senyawa antibakteri ditemukan pula dari eksopolisakarida jamur makro seperti lentinan dari Lentinus edodes, schizophyllan dari Schizophyllum commune dan polisakarida kureha dari Trametes versicolor (Demir dan Yamac, 2008).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
843
Spesies-spesies jamur yang menghasilkan senyawa antimikroba tersebut umum dijumpai pada habitat hutan hujan tropis, dan tidak menutup kemungkinan spesies lainnya yang belum teridentifikasi mempunyai kemampuan pula menghasilkan senyawa antimikroba. Mulyani et al (2009) mengidentifikasi 73 jenis dari 41 famili jamur makro filum Basidiomycota yang terdapat pada berbagai habitat DAS Kahayan dan beberapa di antaranya memiliki potensi sebagai penghasil senyawa antifungal. Senyawa antifungal tersebut masih harus diekstraksi dan diuji kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan patogen Fusarium oxysporum f.sp. cubense, penyebab penyakit layu pisang. Identifikasi senyawa bioaktif alami tersebut sangat diperlukan sebagai sumbangan pengetahuan di bidang fitopatologi khususnya pada pengendalian patogen yang lebih ramah lingkungan, dalam upaya mendukung kedaulatan pangan yang berjekanjutan. Metodologi Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta UPR. Ektraksitubuhbuahjamurdilaksanakan di Laboratorium Dasar MIPA Analitik ULM Banjarmasin.Bahan yang digunakan antara lain 23 sampelekstrak kasar tubuh buah jamur, media PDA, metanol untuk analisis, alkohol 70%, spiritus, kertas saring Whatman No. 4. Alat yang digunakan antara lain otoklaf, shaker, laminar air flow, rotavor, blender, corong Buchner, bor gabus, cawan petri, labu erlenmeyer, danmikropipet. Pembuatan ekstrak senyawa antifungal mengikuti metode Sudirman (2004).Sebanyak 23 jenis jamur Basidiomycota (dipilih dari koleksi penelitian Tahun I) yang akan diuji aktivitas antifungalnya terhadap jamur patogen F. o. cubense. Senyawa antifungal diekstraksi dari tubuh buah jamur yang sudah dikeringkan dalam oven pada suhu 35oC. Tubuh buah kering dihaluskan dengan menggunakan blender,selanjutnya dimaserasi tiga kali dengan metanol(konsentrasi 10%) masing-masing sebanyak 100 ml/50g tepung tubuh buah. Hasil ekstraksi dipisahkan dengan cara disaring menggunakan corong Buchner yang dilapisi kertas saring Whatman No. 4. Larutan hasil ekstrak dipekatkan dalam kondisi vakum dengan rotary evaporator, pada suhu air bak 35oC pada tekanan 337 mbar, kemudian dikeringudarakan dengan kompresor udara. Ekstrak kering kemudian dilarutkan kembali dengan metanol untuk mendapatkan senyawa antimikroba. Ekstrak kasar tubuh buah jamur yang diperoleh selanjutnya diuji aktivitasnya terhadap jamur patogen F. o. cubense(koleksi Laboratorium Jurusan BDP Faperta UPR) yang telahdiremajakan kembali pada media PDA. Isolat yang digunakan untuk pengujian berumur 7 hari. Isolat dengan diameter 7 mm diambil menggunakan bor gabus, dan diletakkan pada cawan Petri berisi media PDA. Ekstrak masing-masing sebanyak 100 µl diteteskan pada cakram kertas berdiameter 7 mm, kemudian disinari dengan sinar UV selama 15 menit. Metanol yang tidak mengandung ekstrak digunakan sebagai kontrol. Pada tiap-tiap cawan Petri diletakkan masingmasing potongan biakan F.o.cubense dan cakram kertas ekstrak senyawa antifungal. Cawan diinkubasikan selama 3-4 jam pada suhu 10oC sebelum diinkubasi selama 5 hari pada suhu ruang. Aktivitas senyawa antifungal ditentukan dengan mengukur diameter zona bening yang terbentuk di sekitar caram kertas dan dinyatakan sebagai penghambatan pertumbuhan setelah dikoreksi dengan diameter cakram kertas. Sebagai kontrol pada cawan Petri yang lain hanya diletakkan potongan biakan dan cakram kertas yang hanya mengandung metanol (Gambar 1).
844
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
A : patogen F.o.cubense
A
B : cakram kertas senyawa antifungal
B
C : zona hambatan
C
Gambar 1. Pengujian aktivitas senyawa antifungal dari jamur Basidiomycota
Hasil dan Pembahasan
Produksi dan ekstraksi senyawa antifungal Jenis jamur yang diuji aktivitas senyawa antifungalnya ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan famili jamur makro yang diuji aktivitas antifungal Kode Ekstrak E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15 E16 E17 E18 E19 E20 E21 E22 E23
Jenis jamur makro Fomitopsis sp. Fomes sp. Trametes sp 1. Xylaria sp. Microporus sp. Trametes pubescens sp. Phellinus sp. Daedaleopsis sp. Ganoderma sp. Albatrellus sp. Trametes sp 2. Trametes versicolor Stereum sp. Stereopsis sp. Pycnoporus sp. Coriolus sp. Hydrelium sp. Oligoporus sp. Peziza sp. Rigidoporus sp. Schizophyllum sp. Polyporus xanthopus sp. Clavaria sp.
Famili Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Xylariaceae Polyporaceae Polyporaceae Phellinaceae Polyporaceae Ganodermataceae Scutigeraceae Polyporaceae Polyporaceae Stereaceae Podochyphaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Polyporaceae Pezizaceae Polyporaceae Schyzophyllaceae Polyporaceae Clavariaceae
Berdasarkan Tabel 1, jamur makro yang diuji didominasi oleh famili Polyporaceae (13 jenis, 56,5%), sedangkan famili lainnya masing-masing hanya satu jenis (4,5%). Mulyani et al.(2009) melaporkan dari41 famili jamur Basidiomycota yang teridentifikasi didominasi oleh Polyporaceae. Hal ini mengindikasikan bahwa famili Polyporaceae dominan terdapat pada wilayah hutan DAS Kahayan, umumnya habitatnya terdapat pada kayu mati dan pepohonan sebagai jamur pelapuk kayu.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
845
Menurut Zjawiony (2004), diperkirakan 75% jamur Polypore (Aphyllophorales) menunjukkan aktivitas antimikrobial yang kuat. Senyawa yang bersifat insektisidal dan nematosidal, antifungal, antibakteri dan antivirus telah diisolasi dari jamur Polypore seperti Ganoderma lucidum,G. Applanatum, Laetiporus sulphureus, dan Trametes versicolor (Sudirman,2004). Uji aktivitas senyawa antifungal Hasil pengujian efektivitas antifungal ekstrak jamur Basidiomiset terhadap patogen F.o. cubense (5 hsi) ditampilkan pada Gambar 2. Dari pengujian ekstrak kasar tubuh buah jamur Basidiomycota tidak terlihat adanya zona hambatan yang terbentuk, sehingga pengukuran dugaan adanya aktivitas antifungal dilakukan terhadap perkembangan diameter koloni jamur patogen F.o.cubense.
Kemampuan ekstraks dalam menghambat pertumbuhan F.o.cubense belum
maksimal karena tidak terdapat ekstrak yang mampu menghambat sampai 100%. Umur tubuh buah dan lama penyimpanan diduga turut mempengaruhi efektivitas senyawa antimikrobial yang dihasilkan oleh jamur makro tersebut. Walaupun demikian, Phellinus sp. (Fam. Phellinaceae) masih mampu menunjukkan penghambatan tertinggi terhadap perkembangan koloni F.o.cubense dengan efektivitas mencapai 53,80 %, diikuti oleh Trametes sp 7. (Fam. Polyporaceae) sebesar 39,92 %. Phellinus sp. yang menunjukkan efektivitas penghambatan tertinggi diduga menghasilkan senyawa aktif yang bersifat antimikrobial. Sittiwet dan Puangpronpitag (2008) melaporkan adanya aktivitas antibakteri dari Phellinus igniarius. Senyawa tersebut dimungkinkan dapat pula bersifat sebagai antifungi terhadap F.o.cubense yang diuji. Silva et al. (2009) juga melaporkan beberapa jenis jamur makro dari famili Polyporaceae seperti Phellinus rimosus, Pycnoporus sanguineus, Datronia caperata memiliki aktivitas farmakologi dan potensial sebagai sumber produk alami dibidang kesehatan. Hal ini disebabkan kandungan senyawa aktif yang terdapat pada tubuh buah jamur makro tersebut. Senyawa polifenol, flavonoids, quinon dan terpen diidentifikasi terkandung dalam ekstrak Ganoderma lucidum dan Phellinus rimosus ( Sheena et al., 2003). Berdasarkan hal tersebut maka jamur makro terutama famili Polyporaceae dalam penelitian ini diasumsikan pula menghasilkan senyawa antimikroba dan potensial untuk mengendalikan penyakit layu pisang yang disebabkan oleh F.o.cubense.
846
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Jenis Jamur Makro Trametes sp 1
27.76
Fomitopsis sp
27.76
Fomes sp
29.63
Trametes sp 1
21.96
Xylaria sp
29.63
Microporus
25.71
T. pubescens
24.41
Phellinus sp
53.80
Daedaleopsis sp
19.35
Ganoderma, sp
20.90
Albatrellus sp.
16.93
Trametes sp 7
39.92
T. versicolor
11.64
Stereopsis
13.67
Pycnoporus
18.06
Coriolus sp
3.87
Hydnellum sp
18.06
Oligoporus sp
15.30
Peziza sp
11.02
Rigidoporus sp
8.98
Schizophyllum sp
13.47
P. xanthopus
3.46
Clavaria sp Kontrol
% Penghambatan
16.93
Stereum sp
3.67 0.00 0.00
20.00
40.00
Efektivitas Penghambatan (%)
60.00
Gambar 2. Grafik Efektivitas Penghambatan Antifungal Jamur Makro Jamur Patogen Fusarium oxysporum cubense (5 hsi).
Jenis Fomes sp. (Fam. Polyporaceae) dan Xylaria sp. (Fam. Xylariaceae) menunjukan efektivitas penghambatan yang sama (29,63 %), sedangkan efektivitas penghambatan terendah yaitu sebesar 3,46 % terdapat pada jenis Polyporus xanthopus (Fam. Polyporaceae). Secara umum beberapa jenis dari famili Polyporaceae masih memperlihatkan efektivitas penghambatan yang lebih baik dari famili jamur makro lainnya yaitu lebih dari 20%. Fomitopsis officinalis (Polyporaceae) diketahui mengandung senyawa aktif agaricin, Beta glucans, antibiotik ekstraselular dan triterpenoid (www.cordycepsreishiextracts.com), sehingga jenis inipun (Tabel 2) menunjukkan penghambatan yang lebih tinggi dari jenis lain (27,70%).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
847
Menurut Zjawiony (2004), diperkirakan 75% jamur Polyporaceae (Aphyllophorales) menunjukkan aktivitas antimikrobial yang kuat, sebagai insektisidal dan nematosidal telah diisolasi dari jamur Polypore seperti Ganoderma lucidum, Laetiporus sulphureus, Trametes versicolor, Grifola umbellata, Inonotus obliquus dan Wolfiporia cocos.Spesies jamur lainnya yang juga menghasilkan senyawa antimikroba dan mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, antivirus, antitumor, immunostimulan, dan antiaggregant. adalah Lentinula edodes, Ganoderma lucidum, dan G. applanatum (Sudirman,2004). Filtrat kultur dari jamur makro Pycnoporus cinnabarinus menunjukkan efek penghambatan yang baik terhadap pertumbuhan miselium Colletotrichum gloeosporioides dan C. miyabeanus (Imtiaj dan Taesoo, 2007). Ekstrak Pleurotus cystidiosus menunjukkan aktivitas antifungi terhadap C. gloeosporioides (Menikpurage, et.al., 2009). Senyawa fenolik yang dihasilkan dari ekstrak Phellinus torulosus menunjukkan aktivitas antifungi yang lebih tinggi daripada aktivitas antibakteri (Dulger, et.al., 2005). Senyawa antifungal dan antibakterial yang diketahui terdapat pada jamur Basidiomiset adalah sparassol yang diisolasi dari jamur makro Sparassis crispa, pleuromutilin, mucidin, aegeritin, hedcenols, enokipodin C dan D, lentinan dari Lentinus edodes, schizophyllan dari Schizophyllum commune dan polisakarida kureha dari Trametes versicolor (Demir dan Yamac, 2008). Jamur Filum Basidiomycota banyak dilaporkan dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain baik cendawan, bakteri maupun virus. Cyphellopsis anomala, penghasil antibiotik yang bersifat antifungal terhadap Curvularia lunata, Paxilus involutus dan Suilus tomentosus yang menghambat pertumbuhan Fusarium moniliforme, serta Lepista sordida yang menghambat Bacillus subtilis dan F. oxysporum (Iswati, 2001).Senyawa antifungal yang diidentifikasi sebagai asam phidroksibensoilformat dan asam r-p-hidroksimandelat (pisolithin A dan pisolithin B) telah diisolasi dari media kultur cair Pisolithus arhizus dan mampu menghambat perkecambahan konidia dari Truncatella hartigii (Kope, dkk., 1991). Potensi jamur makro indigenus dengan indeks keragaman tinggi pada hutan hujan tropis membuka peluang ditemukannya senyawa aktif yang bersifat sebagai antimikrobia yang sangat bemanfaat untuk dikembangkan dalam bidang industri pestisida hayati maupun di bidang farmasi. Penelitian kandungan bahan aktif dan upaya perbanyakan jamur makro basidiomiset dalam skala komersial masih sangat diperlukan. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis jamur makro Basidiomycota menghasilkan senyawa antifungal karena memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur patogen Fusarium oxysporum cubense dengan efektivitas penghambatan tertinggi ditunjukkan oleh Phellinus sp. (53,80%), diikuti
oleh Trametes sp 7 (39,92%).
Sedangkan pada jenis lain efektivitasnya berada di bawah 30% dan efektivitas penghambatan terendah sebesar 3,46 % terdapat pada jenis Polyporus xanthopus. Disarankan pada penelitian sejenis untuk mendapatkan ekstrak senyawa antimikrobia agar mempertimbangkan umur tubuh buah dan miselium jamur makro yang masih segar untuk menghindari kerusakan kandungan senyawa tersebut. Perlu diketahui jenis senyawa antifungal yang terdapat pada jamur makro yang mempunyai efektivitas penghambatan tinggi terhadap F.o.cubense.
848
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Daftar Pustaka Demir, M.S., dan M. Yamac. 2008. Antimicrobial Activities of Basidiocarp, Submerged Mycelium and Exopolysaccharide of SomenativeBasidiomycetes Strains. J. of App. Biological Sciences 2 (3): 89-93 Dulger, B., T.B. Suerdem, D. Yesilyurt, N. Hacioglu and A. Camdeviren. 2005. Evaluation of Antimicrobial Activity of the MacrofungusPhellinustorulosus. J. Biol. Sci. 5(4) : 436-439 Imtiaj, A and L. Taesoo. 2007. Screening of Antibacterial and Antifungal Activities from Korean Wild Mushrooms. World J. Agric. Sci. 3(3) : 316-321 Iswati, R., L.I. Sudirman, dan B. Tjahjono. 2001. Aktivitas senyawa anti Xanthomonas campestris pv. glycinesdari miselium Lentinus cladopus LC4, hlm. 136 – 140. Di dalam : Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah. 22-24 Agustus 2001. Bogor : Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Kope, H.H., Y.S. Tsantrizos, J.A. Fortin, and K.K. Ogilvie. 1991. P-Hydroxybenzoylformic acid and R-p-hydroxymandelic acid, two antifungal compounds isolated from the liquid culture of ectomycorrizal fungus Pisolithusarhizus. Can. J. Microbiol. 37 (4) : 258 - 264 Menikpurage, I.P., D.T.U. Abeytunga, N.E. Jacobsen and R.L.C. Wijesundara. 2009. An Oxidized Ergosterol from PleurotuscystidiosusAvtiveAgaints Anthracnose Causing Colletotrichumgloeosporioides. Mycophatologia167 : 155-162 Mulyani, R.B., A.A. Djayadan P. E. Putir. 2009. KeanekaragamanJenisdanPotensiAktivitasSenyawaJamur-JamurBasidiomycotadari Wilayah DAS Kahayan Kalimantan Tengah TerhadapPatogen Fusariumoxysporumf.sp.cubense. LaporanPenelitian Fundamental, LembagaPenelitian, UniversitasPalangka Raya Seeley, Jr., H.W., P.J. VanDemark, dan J.J. Lee. 1991. Microbes in Action. Ed. Ke-4. New York : W.H. Freeman and Company. Sheena, N., T.A. Aiith, A. Mathew dan K.K. Janardhanan. 2003. Antibacterial activity of Three Macrofungi, Ganoderma lucidum, Navesporus floccosa, and Phellinus rimosus occurring in South India. Amala cancer research, 41 (8). P 564-567 Silva, F., de Sa Matheus, C. Jose Fernando, P. Fernanda, L. Milena, L. Anglica, G.N. Aristoteles, Z. Mariano, R. Ricardo dan S. Milena. 2009. In Vitro Pharmacological screening of Macrofungi Extracts from the Brazilian Northeastern region. Journal of Pharmacognosy 47 (5). P 384-389 Sittiwet, C dan D. Puangpronpitag. 2008. Anti-staphylococcus aureus Activity of Phellinus igniarius Aqueous Extract. Int. J. Of Pharmacology 4 (6) : 503-505 Sudirman, L.I. 2004. Jamur budidaya penghasil senyawa antimikrob. 6 hal. Makalah Pelatihan Mikrobiologi Dosen PTN se Kalimantan dan Nusa Tenggara. Bogor: Departemen Biologi FMIPA IPB. Zjawiony, J.K. 2004. Biologically Active Compounds from Aphyllophorales (Polypore) Fungi. J. Nat. Prod. 67 (2) : 300 - 310
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
849