PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan (Studi Deskriptif Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang) James Party Samuel1, Prof. Badaruddin, M. Si2
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK Potensi modal sosial merupakan kemampuan buruh bangunan untuk bekerja sama membangun modal sosial yang terdiri dari jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi untuk mencapai kepentingan dan tujuan bersama. Menumbuh kembangkan modal sosial berarti upaya buruh bangunan untuk bekerja sama membangun dan mengembangkan jaringan sosial, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi yang sudah tercipta sebelumnya agar dapat menjadi lebih baik lagi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil analisis dan pengolahan data dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa potensi modal sosial yang terdapat pada buruh bangunan berupa negoisasi, jaringan informasi dan relasi, kepercayaan, nilai dan norma, etos kerja yang tinggi dan gotong royong. Usaha mereka untuk menumbuhkembangkannya dengan tetap berkomunikasi, tolong menolong, menjaga kepercayaan dan kejujuran, saling pengertian serta selalu bekerja dengan baik. Para buruh bangunan juga sepakat bahwa dengan potensi modal sosial yang mereka miliki dapat menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan. Kata kunci: Modal Sosial, Buruh Bangunan
PENDAHULUAN Sebagai salah satu provinsi yang besar, Sumatera Utara dengan ibukota Medan sedang bergiat dalam melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan dilakukan di bidang perkantoran, plaza, jalan-jalan, jalan fly over maupun perumahan dan bidang lainnya. Salah satu bidang yang banyak menyerap tenaga kerja informal adalah bidang konstruksi bangunan. Hal ini disebabkan tenaga kerja adalah salah satu komponen penting dalam industri jasa pelaksanaan konstruksi bangunan. Hampir semua bagian dan detail pekerjaan konstruksi masih memerlukan tenaga kerja manusia. Secara umum terdapat lima macam tenaga kerja dalam bidang konstruksi yaitu konsultan, arsitektur, pengawas, mandor dan tukang (kenek). Pada suatu bidang konstruksi bangunan, umumnya yang bekerja di suatu bangunan tersebut lebih sering disebut buruh bangunan. Buruh bangunan memiliki status pekerjaan yang tidak tetap dan berpindah-pindah sesuai dengan panggilan proyek kepada buruh 1
Mahasiswa Departemen Sosiologi FISIP USU Dosen Departemen Sosiologi FISIP USU
2
58
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
bangunan tersebut. Dimana para pekerja buruh bangunan setiap kali mendapatkan proyek pekerjaan atau lahan baru untuk dikerjakan, harus melakukan negosiasi kesepakatan kerja, waktu dan gaji terlebih dahulu dengan pihak yang telah memanggil buruh bangunan tersebut. Keberhasilan sebuah proyek bangunan dilihat dari segi sumber daya manusia yang merupakan keberhasilan penggabungan dari berbagai macam profesi yang saling mendukung sehingga tercipta sebuah hasil yang sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dalam sebuah proyek bangunan akan dikenal berbagai macam profesi yang salah satunya adalah buruh bangunan. Seringkali keberadaan buruh bangunan ini diabaikan sehingga hanya menganggapnya sebagai robot yang siap bekerja dengan upah yang telah disediakan, hal ini tentu akan sangat berbeda hasilnya jika manajemen proyek dapat memperlakukan seorang buruh bangunan sebagai manusia yang sesungguhnya. Secara umum pengelompokan buruh bangunan dapat dibedakan berdasarkan keahliannya menjadi yaitu tukang batu, tukang besi, tukang cor, tukang bekisting, tukang kayu, tukang las, tukang listrik, tukang plumbing, tukang mekanikal & elektrikal dan lain-lain. Buruh bangunan adalah sebuah profesi jasa yang sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak. Buruh bangunan atau ada juga yang menyebut sebagai kuli bangunan dapat dibedakan menjadi dua tingkat yaitu yang pertama tukang dan yang kedua adalah pembantu tukang atau kenek. Tukang bertugas mengerjakan proses berdirinya suatu bangunan, sedangkan pembantu tukang atau kenek bertugas melayani apa saja kebutuhan tukang dalam bekerja. Menurut Media Kompas, karir di dalam pekerjaan sebagai buruh bangunan sama seperti halnya pada kepegawaian dengan tingkatan pangkat, pada pekerja bangunan juga mengenal tingkatan karir. Tingkatan terendah adalah kenek atau pembantu tukang. Tingkat selanjutnya yang lebih tinggi tentu saja tukang. Karir profesi pekerja bangunan rata-rata hanya sampai pada tingkat tukang. Dimana pada tingkat ini biasanya sudah mempunyai spesifikasi atau keahlian tersendiri, misalnya spesifikasi pemasangan batu, pemasangan besi, pemasangan kayu, pemasangan keramik, finishing pengecatan, pemasangan kaca dan lainlain. Namun pada dasarnya mereka mempunyai keahlian yang sama dalam pembuatan sebuah tembok
bangunan
(http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/07/31/mengenal-sedikit-
pekerja-bangunan/ diakses pada tanggal 21 oktober 2012 pada jam 07:23). Buruh bangunan disini menetap di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, ada yang bekerja di sekitaran Lingkungan 12 tetapi kebanyakan bekerja di Kota Medan atau yang biasa disebut penglaju. Buruh bangunan tersebut umumnya memiliki potensi modal sosial yang terdapat pada masing-masing individu dan kelompok yang tercipta dan lahir sebagai sistem sosial dalam masyarakat desa. Modal sosial merupakan sumber daya yang dapat dipandang 59
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan individu. Selain pengetahuan dan keterampilan terdapat juga kemampuan individu untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Kemampuan ini akan menjadi modal penting bukan hanya bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga bagi setiap aspek eksistensi sosial yang lain. Modal yang demikian ini disebut dengan ‘modal sosial’ (social capital), yaitu kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama demi mencapai tujuan bersama dalam suatu kelompok dan organisasi (Coleman, 1990). Penekanannya pada potensi kelompok dan pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok. Kekuatan dasar berupa modal sosial sebenarnya sudah ada terbangun pada sebagian kelompok buruh bangunan tersebut, ini terlihat dari keseharian mereka yang saling mengajak dan memberikan informasi pekerjaan kepada buruh bangunan lainnya ketika ada pekerjaan ataupun proyek yang mau dikerjakan sehingga hubungan-hubungan dan interaksi sosial mereka sampai sekarang tetap berjalan. Modal sosial pada kelompok buruh bangunan tersebut dapat menyelesaikan permasalahan dan juga mempersatukan potensi yang ada di dalam masyarakat dengan suatu energi/kekuatan yang ada dalam masyarakat, diantaranya adalah kebersamaan dan kepercayaan. Modal sosial digambarkan sebagai kepercayaan, jaringan dan norma-norma untuk memudahkan kooperasi untuk manfaat timbal balik (Putnam, 1993:167). Modal sosial sebagai penentu dan dasar kehidupan masyarakat yang teratur dan sejahtera. Modal sosial ini merupakan potensi yang dapat menjadi energi dalam menjembatani dan memperkuat bahkan mendorong potensi modal lainnya dalam suatu kelompok. Pada intinya modal sosial menjadi potensi yang dapat dioptimalkan oleh individu dalam suatu komunitas untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi. Menurut Lesser (2000), modal sosial sangat penting bagi kelompok karena (1) dapat memberi kemudahan dalam mengakses informasi bagi anggota kelompok, (2) menjadi media “power sharing” atau pembagian kekuasaan dalam kelompok, (3) mengembangkan solidaritas, (4) memungkinkan pencapaian bersama, (5) memungkinkan mobilitas sumber daya kelompok, (6) membentuk perilaku kebersamaan dan berorganisasi kelompok. Modal sosial merupakan suatu komitmen dari setiap individu untuk saling terbuka, saling percaya dan memberi kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk berperan sesuai dengan tanggung jawabnya. 60
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana buruh bangunan di lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah menumbuhkembangkan modal sosial untuk menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui potensi modal sosial yang ada pada buruh bangunan dan apakah modal sosial tersebut menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan, (2) untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan buruh bangunan untuk menumbuhkembangkan potensi modal sosial yang dimiliki oleh buruh bangunan, (3) untuk mempelajari karakteristik elemen modal sosial seperti jaringan sosial, kepercayaan, nilai dan norma yang ada. Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dan sumber informasi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu sosiologi seperti kajian sosiologi ekonomi dan bagi peneliti serta semua pihak berkaitan dengan kajian modal sosial dalam buruh bangunan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah referensi hasil penelitian yang juga dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian bagi mahasiswa sosiologi selanjutnya, serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis mengenai permasalahan yang diteliti dan kemampuan untuk membuat karya tulis ilmiah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah, mengenai informasi modal sosial buruh bangunan yang membantu dalam membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan di dalamnya.
TINJAUAN PUSTAKA Menurut para ahli modal sosial dapat didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok dan organisasi (Coleman, 1999). Sedangkan Putnam (2000) mendefinisikan, modal sosial adalah penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Fukuyama (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Adapun Cox (1995) mendefinisikan, modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan
61
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Dari pengertian para ahli di atas, maka menurut penulis modal sosial (social capital) secara umum adalah hubungan-hubungan yang tercipta berupa jaringan, nilai dan norma, hubungan sosial, kepercayaan dan institusi yang membentuk kualitas dan kuantitas serta efisiensi masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan dengan memfasilitasi tindakantindakan yang terkoordinasi serta sebagai perekat sosial (social glue) yang menjaga kesatuan diantara anggota masyarakat luas secara bersama-sama. Modal sosial diterapkan atau dihubungkan melalui mekanisme-mekanisme kultural atau budaya seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Fukuyama, 2000). Akuisisi atau bentuk positif dari modal sosial memerlukan pembiasaan terhadap norma-norma moral sebuah komunitas yang dalam konteksnya sekaligus dapat mengadopsi nilai-nilai kebajikan seperti kesetiaan dan kejujuran serta menjadi suatu hal yang dapat dipercayai dan dipertanggungjawabkan. Dimensi modal sosial tumbuh di dalam suatu masyarakat yang didalamnya berisi nilai dan norma serta pola-pola interaksi sosial dalam mengatur kehidupan keseharian anggotanya (Woolcock dan Narayan, 2000). Oleh karena pendapat itu Adler dan Kwon (2000) menyatakan, dimensi modal sosial adalah merupakan gambaran dari keterikatan internal yang mewarnai struktur kolektif dan memberikan keterkaitan satu sama lain dan keuntungan-keuntungan bersama dari proses dinamika sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Dimensi lain yang juga sangat menarik perhatian adalah yang berkaitan dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk terikat (bonding/exclusive) atau menjembatani (bridging/inclusive). Keduanya memiliki pengertian, pemahaman dan implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam sebuah proses kehidupan dan pembangunan masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 1.
62
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Tabel 1 Modal Sosial Terikat dan Modal Sosial Menjembatani Bonding Social Capital Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif. Perbedaan yang kuat antara orang kami dan orang luar. Hanya ada satu alternatif jawaban. Sulit menerima arus perubahan. Kurang akomodatif terhadap pihak luar. Mengutamakan kepentingan kelompok. Mengutamakan solidaritas kelompok
Bridging Social Capital
Terbuka. Memiliki jaringan yang lebih fleksibel. Toleran. Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah. Akomodatif untuk menerima perubahan. Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitaristik, dan universal.
Sumber: Hasbullah (2006) Dilihat dari aspek sosiologis maka elemen-elemen modal sosial terdiri dari: jaringan sosial (social networks), nilai dan norma timbal balik, hubungan antar individu/interaksi sosial kepercayaan (Trust) institusi dan asosiasi. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dilakukan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan peneliti memilih tempat penelitian ini adalah ; (1) Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah merupakan desa pinggiran kota yang masyarakatnya ada yang bekerja sebagai buruh bangunan dan dipercayai masyarakat sekitar dengan hasil bangunan yang baik ; (2) Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah salah satu desa yang terdapat potensi modal sosial seperti jaringan, kepercayaan, hubungan sosial dan norma sosial yang bisa ditumbuhkembangkan menjadi lebih baik lagi. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang bekerja sebagai buruh bangunan atau dengan kata lain kumpulan pekerja buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang yang kesemuanya masyarakat Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah yang bekerja sebagai buruh bangunan meliputi kenek, tukang, kepala tukang dan mandor buruh bangunan.
63
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam yang menggunakan panduan pertanyaan (interview guide), observasi partisipasi dan dokumentasi sedangkan teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan studi kontemporer. HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pinggiran kota yaitu Kota Medan. Jarak tempuh dari Desa Bandar Khalipah ke Kecamatan Percut Sei Tuan sekitar 0,5 kilometer sedangkan jarak tempuh
dari
desa
ke
Kabupaten Deli Serdang sekitar 21 kilometer dan jarak tempuh dari desa ke Kota Medan sekitar 14 kilometer. Desa ini memiliki wilayah sekitar 883 ha/m2 yang terdiri dari 17 dusun. Untuk batas wilayah, Desa Bandar Khalipah sebelah utara berbatasan dengan Desa Bandar Setia dan Desa Laut Dendang. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bandar Klippa dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bandar Klippa dan Desa Tembung sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Desa Medan Estate dan Kelurahan Tembung. Penduduk Desa Bandar Khalipah berjumlah sekitar 38.381 jiwa yang terdiri dari laki-laki sekitar 18.191 jiwa dan perempuan sekitar 20.190 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sekitar 7.117 KK. Jenis mata pencaharian yang paling banyak di Desa Bandar Khalipah yaitu Buruh sekitar 7.430 jiwa yang terdiri dari buruh bangunan, buruh pabrik, buruh tani dan buruh kapuk. Keberadaan Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Keberadaan para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah dimulai pada saat Desa Bandar Khalipah ini baru berkembang. Di mana Desa Bandar Khalipah ini dulunya adalah desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, namun seiring berjalannya waktu dan adanya perluasan Kota Medan maka penduduk di Desa Bandar Khalipah ini pun mengubah pola mata pencaharian mereka dari bertani menjadi buruh kasar atau pegawai. Para buruh bangunan ini rata-rata Suku Jawa yang dimana kebanyakan penduduk asli desa ini dan ada juga perantau yang berasal dari luar kota. Keberadaan para pekerja bangunan di Desa Bandar Khalipah ini memang pada dasarnya menjadi satu hal yang menjadi peluang pekerjaan bagi orang-orang yang mempunyai pendidikan hanya sampai taraf SMP atau bahkan yang tidak sekolah karena pekerjaan di bidang bangunan ini tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi. Seperti yang dikemukakan oleh informan berikut: 64
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
“Buruh bangunan di desa ini dimulai dari tahun 1960-an dimana para buruh bangunan disini kebanyakan penduduk sini yang menetap dan seiring berjalannya waktu, buruh bangunan di desa ini terus bertambah. Kalau saya bekerja sebagai buruh bangunan semenjak berkeluarga di sini karena dulu saya bekerja di bengkel tetapi hasilnya tidak mencukupi dan kebetulan saya bisa menjadi tukang.” (Pak Rasman) Sejarah Buruh Bangunan Desa Bandar Khalipah juga mengikuti perkembangan zaman yang mengarah ke kota dimana mereka berpikir harus bisa lebih maju dari sebelumnya sehingga masyarakat di desa ini semakin maju daya pikirnya hingga mencoba bekerja sebagai buruh, pegawai, guru dan sebagainya yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Selain itu adanya pembangunan jalan tol yang menyebabkan terjadinya penggusuran sehingga banyak masyarakat yang pindah ke desa ini karena tanah di desa ini masih relatif lebih murah ketimbang tanah di Kota Medan. Masyarakat di desa ini juga kebanyakan menjual tanah bekas pertanian mereka kepada orang karena untuk mencukupi kebutuhan hidup. Hanya orang tua zaman dahulu lah yang masih mempertahankan lahan pertaniannya karena sudah menganggapnya sebagai tanah warisan dan tanah kelahiran. Pekerjaan sebagai buruh bangunan pertama kali ditekuni oleh penduduk Desa Bandar Khalipah tidak dapat dipastikan secara tepat. Namun sesuai data desa yang dikemukakan oleh Kepala Desa Bandar Khalipah dapat diketahui bahwa awal mula buruh bangunan di desa ini dimulai atau sudah ada sekitar tahun 1960-an. Di mana pada saat itu mata pencaharian bertani juga masih banyak namun karena adanya perkembangan waktu maka sebagian besar memilih sebagai buruh bangunan yang sampai saat ini terus berkembang dan bertambah banyak dari sekitar tahun 2000-an hingga sekarang. Perkembangan dan Kondisi Sosial Ekonomi Buruh Bangunan Perkembangan buruh bangunan menjadi lebih pesat di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah dimulai pada sekitaran tahun 2000-an, di mana pada tahun 1960-an sampai 1980-an buruh bangunan hanya beberapa orang yang terdapat di desa ini. Hingga saat ini perkembangan buruh bangunan selalu bertambah banyak seiring berjalannya waktu. Pekerjaaan sebagai buruh bangunan ini banyak ditekuni oleh penduduk asli Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah. Pekerjaan sebagai buruh bangunan ini ditekuni mereka karena beberapa alasan seperti sudah memang menjadi skill atau keahliannya di bidang bangunan, belum adanya lowongan pekerjaan lain yang di dapat, pekerjaan di bidang bangunan ini menjanjikan dan hasil gaji
65
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
yang didapatkan lumayan tinggi dan kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa pekerjaan sebagai buruh bangunan tidak memerlukan ijazah dan sekolah tinggi, cukup hanya memerlukan tenaga dan fisik yang kuat. Seperti yang dikemukakan oleh informan berikut ini: “Alasan menjadi buruh bangunan ya karena keahlian saya sudah dibangunan dan saya hanya tamatan SMA. Kondisi buruh bangunan pada saat ini menengah dan baik, tergantung tingkatan & spesifikasinya. Kalau pendapatan saya ya mencukupi kebutuhan sehari-hari.” (Bang Ferri) Kondisi sosial ekonomi para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah ini sangat beragam, tergantung tingkatan karir dan spesifikasinya serta upah/gaji. Sebagian besar kondisi sosial ekonomi buruh bangunan termasuk tukang masih menengah dan hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari saja. Sedangkan sebagian besar kenek menengah ke bawah dan hanya sekedar lepas makan saja. Rutinitas Pekerjaan Buruh Bangunan Buruh bangunan yang berada di Desa Bandar Khalipah selain bekerja di sekitar desa mereka banyak juga yang dipanggil untuk bekerja di kota Medan. Hal yang dilakukan adalah migrasi yang bersifat sementara dimana pada waktu pagi hari penduduk desa pergi ke kota dalam rangka bekerja ataupun dalam urusan lainnya dan pada sore harinya penduduk desa tersebut pulang ke rumah yang berada di daerah pedesaan inilah yang biasa disebut nglaju. Nglaju ke Kota Medan merupakan tujuan utama dan rutinitas setiap hari penduduk desa Bandar Khalipah yang bekerja sebagai buruh bangunan. Mulai dari pukul 07.30 WIB setiap hari sampai hari sabtu penduduk desa berangkat dari rumah dan tiba di lokasi tempat mereka bekerja lalu disibukkan oleh kegiatan untuk bekerja. Pada sore hari sekitar pukul 17.00 WIB para buruh bangunan ini sudah bersiap-siap untuk pulang ke rumah mereka dari tempat mereka masing-masing bekerja. Buruh Bangunan dan Modal Sosial Buruh bangunan adalah pekerja di bidang bangunan yang dalam penelitian ini terdiri dari tukang atau kenek yang pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga, kemampuan dan keahliannnya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya dari si pemberi kerja. Buruh bangunan yang berasal dari Desa Bandar Khalipah mayoritasnya adalah penduduk asli dan ber-etnis Jawa. Proyek yang biasa dikerjakan oleh buruh bangunan ini yaitu meliputi membangun perumahan semi villa, perumahan warga, ruko, toko, gedung kantor, gedung sekolah dan lain sebagainya. Dalam pembangunan berskala besar seperti perumahan semi villa, toko dan gedung biasanya proyek 66
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
pekerjaan ini ditangani oleh si pemborong atau mandor. Akan tetapi jika hanya mengerjakan suatu rumah seperti membangun, memperbaiki rumah dan sebagainya biasanya pekerjaan itu hanya ditangani langsung oleh satu atau dua orang tukang dan beberapa anggota kenek. Pemahaman
modal
sosial
dipandang
sebagai
atribut
masyarakat
untuk
mengkarakterisasi beragam cara yang digunakan oleh anggota-anggotanya untuk saling berinteraksi. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh dari para informan buruh bangunan yang mengatakan bahwa modal sosial adalah sebuah bentuk sikap kerja sama yang masing-masing dimiliki oleh seorang buruh bangunan untuk dapat bekerja sama dengan buruh bangunan lainnya dengan tujuan yang sama untuk mendapatkan hasil yang sama pula dan saling menguntungkan. Seperti yang dikemukakan oleh informan buruh bangunan berikut ini: “Bentuk kerja sama diantara sesama buruh bangunan itu harus sama-sama menjaga masing-masing spesifikasi pekerjaannya, tidak boleh mencampuri pekerjaan teman kita kecuali dia minta tolong. Dan yang terpenting kerja sama diantara sesama buruh bangunan itu harus saling menguntungkan dan apabila ada teman sesama buruh bangunan yang mengalami kesusahan maka kami meminjamkan ke bos untuk membantunya.” (Pak Supardi) Terdapat semacam potensi modal sosial atau yang sering lebih dikenal dengan sikap hubungan kerja sama antara sesama buruh bangunan dan buruh bangunan dengan si pemberi kerja seperti negoisasi atau kesepakatan kerja, nilai dan norma, kepercayaan dan jaringan informasi relasi serta pola gotong royong yang masih tetap berjalan. Potensi ini dimiliki oleh masing-masing individu dan dikembangkan diantara sesama buruh bangunan yang sangat mempengaruhi pekerjaan mereka agar terus berlanjut ke depannya bekerja sebagai buruh bangunan dan memperoleh informasi-informasi yang berkaitan atau berhubungan dengan bidang bangunan. Seperti yang dikemukakan informan berikut: “Bentuk sikap kerja sama diantara buruh bangunan meliputi jaringan relasi, sikap kepercayaan dan kejujuran, aturan kerja serta pola gotong royong dan saling tolong menolong jika ada yang membutuhkan serta ada perkumpulan sekali-sekali dengan sesama buruh bangunan.” (Pak Dedi Sumaidi) Kekuatan Modal Sosial Diantara Sesama Buruh Bangunan Proses kerja sama dari gabungan elemen-elemen modal sosial ini dapat menjadi sebuah peluang dan sikap serta kekuatan dari diri individu tersebut di dalam suatu kelompok yang disandarkan pada sifat dan substansi yang dimilikinya yakni kepercayaan, norma dan jaringan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hasil kerja sama dari gabungan elemenelemen modal sosial ini menghasilkan peluang dan sikap positif seperti rasa tanggung jawab, 67
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
kepedulian, kejujuran, kerjasama, rasa saling percaya, solidaritas, perasaan aman dan nyaman bahkan etos kerja positif dalam menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan dan dapat bertahan hidup kedepannya Seperti yang dikatakan informan buruh bangunan berikut: “Sikap kerja sama, sikap kepercayaan dan jaringan informasi dengan sesama buruh bangunan lainnya menjamin pekerjaan saya sebagai buruh bangunan hingga sampai sekarang pekerjaan saya terus ada.” (Bang Norman) Menumbuhkembangkan Modal Sosial di Kalangan Buruh Bangunan Penelitian sebelumnya yang berjudul “Making Democracy Work civic Traditions in Modern Italy” oleh Putnam pada tahun 1993 menunjukkan bahwa modal sosial juga sebagai modal dasar dalam suatu kelompok atau masyarakat luas yang mengandung beberapa fungsi dan peran dalam mengatasi masalah sosial dalam masyarakat antara lain: (1) membentuk solidaritas sosial, (2) membangun partisipasi, (3) sebagai penyeimbang hubungan sosial dalam masyarakat, (4) membangkitkan keswadayaan dan keswasembadaan ekonomi masyarakat, (5) sebagai bagian dari mekanisme manajemen masalah sosial (Konflik dan kemiskinan), (6) memelihara dan membangun integrasi sosial yang rawan masalah sosial (konflik dan kemiskinan), (7) memulihkan masyarakat sebagai akibat dari masalah sosial dan (8) menghasilkan kepercayaan (trust) (Munandar Sulaeman, 2002). Untuk menjaga dan menumbuhkembangkan potensi modal sosial atau sikap kerja sama diantara sesama buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, haruslah ada cara dan usaha yang dilakukan oleh buruh bangunan. Banyak usaha dan cara yang dilakukan oleh buruh bangunan tersebut diantaranya dengan menjaga kepercayaan dan jaringan serta meningkatkan kejujuran dengan sesama teman, tetap berkomunikasi dan terbuka, tidak merugikan dan saling pengertian, saling menolong dan tidak pelit dengan sesama teman, selalu memberikan pengarahan atau contoh yang baik dan menjaga kerjaan supaya tetap rapi dan hasilnya memuaskan. Seperti yang dikatakan oleh beberapa informan buruh bangunan berikut: “Usaha saya menjaga sikap hubungan kerja sama yaitu dengan saling percaya dan terbuka dengan sesama teman.” (Pak Rasman) ; “Usaha saya dengan tetap berkomunikasi yang baik sesama teman.” (Bang Mulia) ; “Usaha saya yaitu tidak mengecewakan teman.” ( Pak Dedi) ; “Usaha saya yaitu dengan menjaga kerjaan supaya tetap rapi dan hasilnya memuaskan.” (Bang Ferri) Dengan menumbuhkembangkan potensi modal sosial yang ada pada setiap buruh bangunan maka modal sosial tersebut dapat menjadi modal pendorong yang dimiliki oleh 68
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
buruh bangunan tersebut untuk terbukanya peluang dan potensi modal lainnya. Dengan menumbuhkembangkan modal sosial tersebut maka akan terciptalah dasar kehidupan masyarakat yang teratur dan sejahtera. Negosiasi Kesepakatan Kerja Pada Buruh Bangunan Negosiasi adalah adanya proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak dengan pihak lainnya yang dalam hal ini kesepakatan antara si pemberi pekerjaan dengan si buruh bangunan. Hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, dapat diketahui bahwa ada negosiasi atau kesepakatan kerja yang biasa disepakati oleh si pemberi pekerjaan dengan buruh bangunan. Seperti yang dikemukakan oleh informan buruh bangunan berikut ini: “Wilayah kerja kami disekitar Bandar Khalipah dengan jam kerja dari pukul 08.00-16.30 dan istirahat pada pukul 12.00. Untuk gaji dihitung perhari yaitu 85.000-100.000 perharinya. Sedangkan pembagian kerja berdasarkan spesifikasinya. Pekerjaan ini tidak selalu ada setiap saat atau dengan kata lain sering menunggu juga.” (Bang Bambang dan Bang Surya) Nilai dan Norma Pada Buruh Bangunan Menurut Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, pantas, berharga dan mempengaruhi perilaku sosial orang-orang yang memiliki nilai tersebut. Sedangkan norma adalah aturan-aturan yang biasanya tidak tertulis, namun demikian dapat dipahami oleh setiap individu dalam konteks hubungan sosial-ekonomi (Lawang, 2004:180). Berdasarkan data di lapangan yang didapatkan dari hasil wawancara dengan para informan dan observasi, dapat diketahui bahwa pada saat buruh bangunan bekerja ataupun berhubungan dan berinteraksi dengan sesama buruh bangunan. Seperti yang dikemukakan oleh informan buruh bangunan berikut ini: “Aturan dalam buruh bangunan sebenarnya tidak terlalu terlihat hanya ada pada jam kerja saja yang harus datang dan pulang sesuai kesepakatannya dan bila dilanggar tahap pertama maka akan disuruh pulang/tidak bekerja dan apabila dilanggar lagi maka akan dipecat. Pola gotong royong juga masih berjalan ini berkat adanya kerja sama dan dibayar pun seikhlasnya.” (Pak Dedi Sumaidi) Kepercayaan/Trust Pada Buruh Bangunan Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama (Fukuyama, 1995). Kemudian Cox (1995) mengatakan bahwa dalam
69
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan
tinggi, aturan-aturan sosial cenderung
bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Terbentuknya rasa percaya antara sesama pekerja buruh bangunan merupakan salah satu wujud bentuk modal sosial yang ada pada individu sesama buruh bangunan, rasa percaya yang terbangun sesama buruh bangunan ini memudahkan mereka dalam menjalin pergaulan sehari-hari baik di dalam dunia pekerjaan maupun bermasyarakat sehingga dengan adanya rasa percaya tersebut maka para buruh bangunan ini menjadi lebih solid, hubungan pertemanan mereka semakin erat yang akhirnya sudah menganggapnya seperti saudara sendiri dan setiap ada permasalahan ataupun kesulitan-kesulitan di bidang apapun yang dihadapi buruh bangunan dapat dicari solusinya bersama-sama. Seperti yang dikemukakan oleh informan buruh bangunan berikut ini: “Sikap kepercayaan itu sangat penting, nomor 1 bagi saya karena sikap kepercayaan tersebut banyak manfaatnya bagi pekerjaan. Karena jika orang sudah percaya dengan kita maka kita akan terus dipakai dalam bekerja.” (Bang Mulia) Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah, diketahui bahwa wujud dari sikap itu dapat dilihat dari bentuk kerja sama mereka yang saling memiliki sikap kejujuran antara buruh yang satu dengan buruh yang lainnya dan selalu menjaga kepercayaan masing-masing agar tidak mengecewakan sesama buruh bangunan dan juga si pemberi proyek pekerjaan. Kepercayaan juga tidak hanya terdapat hanya pada sesama buruh bangunan saja melainkan antara buruh bangunan dengan si pemberi pekerjaan juga. Banyak manfaat yang dirasakan oleh buruh bangunan dengan terciptanya rasa saling percaya antara buruh bangunan dengan si pemberi pekerjaan yaitu si pemberi pekerjaan akan puas dan senang dengan hasil maksimal yang dikerjakan oleh buruh bangunan tersebut dan begitu juga sebaliknya buruh bangunan juga akan senang menerima upah dan fasilitas yang diberikan sesuai dengan kesepakatan kerja oleh si pemberi pekerjaan. Seperti yang dikemukakan oleh informan buruh bangunan berikut: “Kepercayaan dari si pemberi pekerjaan itu sangat penting bagi seorang buruh bangunan, karena dengan kepercayaan tersebut maka buruh bangunan merasa dihargai pekerjaannya. Begitu juga dengan kita yang harus menjaga kepercayaan dari buruh bangunan tersebut, menjaga sesuai dengan kesepakatan negoisasi kerja dengan buruh bangunan tersebut. Agar kedepannya juga buruh bangunan tersebut masih mau bekerja sama kita.” (Pak Mulyadi)
70
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Dengan demikian kedepannya si pemberi pekerjaan juga akan terus memakai jasa si buruh bangunan tersebut walaupun banyak buruh bangunan lainnnya dan begitu juga sebaliknya dengan buruh bangunan yang akan terus bekerja dengan si pemberi pekerjaan tersebut karena merasa betah. Ini tercipta berkat sikap saling percaya antara kedua belah pihak yang pada akhirnya akan menjadi hubungan yang baik dan berjalan terus kedepannya dan saling menguntungkan kedua belah pihak. Jaringan Sosial Pada Buruh Bangunan Jaringan (network) diartikan sebagai berikut (1) adanya ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (media sosial). Hubungan ini diikat dengan kepercayaan, boleh dalam bentuk strategi boleh pula dalam bentuk moralistik. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak; (2) adanya kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama. Kepercayaan yang ditandai dengan makna hubungan dari kedua belah pihak dan kepercayaan perseorangan masuk dalam kategori ini (Lawang, 2004:50). Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antara individu dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan sumberdaya milik bersama, karena ia mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam dalam Lubis (2001) tentang jaringan sosial sebagai salah satu elemen dari modal sosial. Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan terhadap sebagian besar buruh bangunan, dapat diketahui bahwa sebagian dari buruh bangunan ini pekerjaannya tidak pernah berhenti berkat jaringan informasi yang selalu diberikan oleh teman-temannya. Seperti yang dikemukakan oleh informan berikut ini: “Sesama buruh bangunan harus saling menolong sesama teman dan tetap saling bersilahturahmi. Dan kalau kerjaan kita rapi dan hasil memuaskan maka teman kita pasti selalu memberikan informasi pekerjaan kepada kita karena kepercayaan itu sudah ada pada sesama buruh.” (Bang Ferri) Ini semua berkat adanya rasa kepentingan dan tujuan bersama dimana sesama buruh bangunan saling membutuhkan pekerjaan untuk dapat bertahan hidup. Semuanya juga tidak terlepas dari rasa tolong menolong, sikap kerja sama dan adanya rasa solidaritas yang merekatkan hubungan sosial diantara mereka serta ikatan pertemanan yang kuat dan menganggap temannya sudah seperti saudaranya sendiri. Kesimpulan
71
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan mengenai “Potensi Modal Sosial Buruh Bangunan Pada Buruh Bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang” ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Keberadaan para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah dimulai pada saat desa ini baru berkembang yaitu sejak tahun 1960-an, kemudian berkembang menjadi lebih pesat dimulai pada sekitaran tahun 2000-an.
2.
Kondisi sosial ekonomi buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah masih menengah dan hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari saja (lepas makan).
3.
Buruh bangunan di Lingkungan 12 memiliki modal sosial atau sikap kerja sama yang beragam yaitu meliputi jaringan informasi relasi, sikap kepercayaan, negoisasi kesepakatan kerja, nilai dan norma, etos kerja yang tinggi serta gotong royong.
4.
Banyak usaha yang dilakukan oleh para buruh bangunan untuk menjaga dan menumbuhkembangkan sikap-sikap kerja sama tersebut antara lain dengan menjaga rasa saling percaya dan terbuka sesama buruh bangunan, tidak merugikan sesama teman dan bila dikasih pekerjaan diselesaikan dengan baik dan meningkatkan sikap kejujuran serta saling menolong dengan sesama buruh bangunan.
5.
Para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah sepakat bahwa dengan potensi modal sosial atau sikap hubungan kerja sama yang mereka miliki dapat menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan.
Saran Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan beserta kesimpulan, ada beberapa hal yang menjadi saran dalam penelitian ini yaitu: 1.
Bagi para buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah untuk dapat bertahan hidup dan menjamin kelangsungan pekerjaan mereka sebagai buruh bangunan maka hendaknya mereka harus tetap solid dan tetap menjaga serta menumbuhkembangkan potensi modal sosial atau sikap kerja sama yang beragam di kalangan buruh bangunan.
2.
Bagi aparatur desa yang dalam hal ini aparatur Desa Bandar Khalipah, hendaknya dapat menciptakan semacam kelompok atau organisasi bagi para buruh bangunan agar dapat berkumpul dan saling bertukar pikiran tentang masalah pekerjaan mereka.
3.
Bagi si pemberi pekerjaan/proyek, hendaknya bersikap adil dan tidak sewenangwenangnya dengan buruh bangunan sesuai dengan sistem kesepakatan kerja bersama. 72
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
Dalam penyelesaian jurnal ini dari awal hingga selesai, saya telah melibatkan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU sekaligus selaku dosen pembimbing saya yang sudah bersedia memberikan waktu, tenaga, pengetahuan kepada saya dalam penulisan jurnal ini. 2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU. 3. Ibu Harmona Daulay S.Sos, M.Si, selaku Editor jurnal saya. 4. Seluruh dosen-dosen dan staff di Departemen Sosiologi. 5. Bapak Misno, selaku Kepala Desa Bandar Khalipah dan seluruh masyarakat khususnya buruh bangunan di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah. 6. Kepada kedua orang tua saya dan keluarga besar saya yang terus memberikan perhatian, semangat dan doanya demi keberhasilan saya. 7. Pak Lek Syamsudin sekeluarga yang telah memberikan saya tempat tinggal, nasehat, perhatian dan doanya selama saya penelitian di Lingkungan 12 Desa Bandar Khalipah. 8. Buat teman-teman seperjuangan di Departemen Sosiologi, khususnya stambuk 2009. Abang dan Kakak Senior di Departemen Sosiologi beserta Adek-adek Junior. Terima kasih buat saran, semangat dan doa-doanya serta teman-teman Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dan teman-teman organisasi cipayung lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Coleman, JS. 1990. Foundation of Social Theory. Harvard University Press, Cambriedge and London. ___________. 1999. Social Capital in the Creation of Human Capital. Cambridge Mass: Harvard University Press. Cox Eva. 1995. A Truly Civil Society. ABC Books. Sedney. Fukuyama, Francis. 1995. Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity. NY: Free Press.
73
PERSPEKTIF SOSIOLOGI, VOL. 3, NO. 1, OKTOBER 2015
________________. 2000. Social Capital and Civil Society. International Monetary Fund Working Paper, WP/00/74, 1-8. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited. Jousairi Hasbullah, 2006. Social Capital : Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. Jakarta: MR-United Press. Lawang R, MZ. 2004. Kapital Sosial Dalam Perspektif Sosiologi (suatu Pengantar). Jakarta: Fisip UI Press Jakarta. Lesser, E. 2000. Knowledge and Sosial Capital, Foundation and Application. Butterworth Helneman: Boston Lubis, Zulkifli, B., dan Fikarwin Zuska. 2001. Resistensi, Persistensi dan Model Transmisi Modal Sosial dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Milik Bersama, Laporan Penelitian, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Munandar, S. 2002. Pemberdayaan Modal Sosial Sebagai Alternatif Antisipasi Konflik Sosial (Makalah) Seminar Nasional ISI di Bogor Jawa Barat. Putnam, RD. 2000. Bowling Alone : The Collapse and Revival of American Community. Simon and Schuster. New York. Woolcock, M. D. Narayan. 2000. Social Capital: Implication for Development Theory, Research, and Policy. World Bank Research Observer, 15(2), August, 225-49. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited. Sumber Internet : http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/07/31/mengenal-sedikit-pekerja-bangunan/ diakses pada tanggal 21 oktober 2012 pada jam 07:23. Sumber Jurnal : Putnam. RD. 1993. The Prosperous Community; SOSIAL Capital and Public Life. The American Prospect: hal 13-65-78.
74