POTENSI MEMBANGUN KARAKTER KEWIRAUSAHAAN MELALUI MATA KULIAH WORKSHOP DAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA Farida Nurhasanah Univesitas Sebelas Maret
[email protected]
Abstrak Terjadinya dekadensi moral yang ditengarai karena kegagalan system pendidikan yang mementingkan aspek kognitif semata, dengan mendewa-dewakan nilai sebagai hasil belajar memunculkan wacana tentang dibutuhkannya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menjadi topik dalam berbagai diskusi dan seminar pendidikan. Salah satu karakter yang perlu ditumbuhkan di Indonesia dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi dan kesehjateraan rakyat adalah karakter kewirausahaan. Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta baru memiliki sekitar 0,2% wirausahawan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah wirausahawan di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah idealnya yaitu 2% dari seluruh populasi penduduk suatu Negara. Untuk membangun karakter kewirausahaan melalui internalisasi dalam kehidupan pembelajaran di kampus dibutuhkan suatu kajian yang komprehensif mengenai potensi dari mata kuliah yang diajarkan kepada mahasiswa. Salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh para calon guru matematika adalah mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika. Kondisi ini memunculkan ide untuk menulis kajian tentang bagaimana potensi mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika dalam membangun karakter kewirausahaan mahasiswa. Diharapkan melalui kajian dan analisis yang komprehensip dapat dihasilkan suatu rumusan tentang strategi pendekatan yang dapat dimanfaatkan dalam menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan melalui proses pembelajaran pada mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika. Selain itu, tulisan ini diharapkan pula dapat membuka wawasan para calon guru untuk berkiprah dibidang wirausaha, tidak sekadar menggantungkan cita-cita sebagai Pegawai Negri Sipil. Kata Kunci: Pendidikan karakter, kewirausahaan, media pembelajaran matematika.
PENDAHULUAN Pendidikan karakter ramai menjadi topik berbagai diskusi dan seminar pendidikan akhir-akhir ini. Hal ini terkait dengan terjadinya dekadensi moral yang ditengarai disebabkan oleh kegagalan sistem pendidikan dalam membentuk kepribadian anak didik dengan menanamkan nilai-nilai moral yang dapat membentuk karakter baik manusia. Sistem pendidikan saat ini masih menekankan pada aspek kognitif semata,
1
nilai dalam bentuk skor sering dipandang sebagai capaian tertinggi dari hasil proses pembelajaran seorang anak didik, sehingga berbagai upaya dilakukan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Sayangnya, dalam banyak diskusi dan seminar, pendidikan karakter banyak dibahas sebatas wacana belaka padahal sejatinya pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai dan pendekatan pelaksanaannya sebaiknya dilakukan terintegrasi dan terinternalisasi ke dalam seluruh kehidupan sekolah (Furqon Hidayahtullah, 2011). Kehidupan sekolah dalam lingkup pendidikan tinggi memiliki potensi yang sama besarnya dalam upaya menumbuhkan benih-benih karakter baik. Sebagai salah satu pencetak calon guru, maka proses pendidikan pada Fakultas Keguruan memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan idealisme membentuk karakter manusia Indonesia yang baik dan kuat. Guru memiliki peran penting dalam menularkan semangat membangun karakter anak bangsa. Salah satu upaya nyata dalam membangun karakter anak didik adalah dengan melakukan internalisasi dalam proses pembelajaran di kelas. Untuk melakukan internalisasi nila-nilai ke dalam proses pembelajaran yang berlangsung dikampus perlu dikaji mendalam tentang potensi dari mata kuliah terkait dengan materi yang disampaikan dan nilai-nilai yang bersesuaian untuk dibangun melalui suatu strategi pembelajaran yang sesuai. Salah satu mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh calon guru matematika adalah mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika. Mata kuliah ini berisi materi bagaimana cara membuat media pembelajaran matematika dalam bentuk alat peraga untuk digunakan dalam proses pembelajaran matematika. Hingga saat ini, di lapangan masih banyak guru matematika yang mengesampingkan pemanfaatan media pembelajaran matematika dalam menjelaskan konsep-konsep matematika kepada siswanya. Masih banyak guru yang beranggapan bahwa merancang media pembelajaran matematika itu sulit dan membutuhkan dana besar. Padahal, alat peraga matematika, mempunyai peran yang cukup besar dalam proses pembelajaran matematika, khususnya pada siswa-siswa di tingkat sekolah dasar
2
dan sekolah menengah pertama yang tingkat berpikir matematikanya belum sampai pada tingkat abstrak. Hal ini mengindikasikan bahwa, pada dasarnya peluang pemanfaatan alat peraga dalam proses pembelajaran matematika masih sangat luas. Selain itu, hingga saat ini jenis dan bentuk alat peraga, khususnya alat peraga konkrit sebagai penunjang proses pembelajaran matematika juga masih relatif sedikit, sehingga peluang membuat alat peraga matematika masih sangat luas. Terkait dengan pembentukan karakter baik dan potensi yang ada dalam bidang pembuatan alat peraga matematika, salah satu karakter yang diperlukan dalam proses pembangunan
ekonomi
kerakyatan
dan
pemberdayaan
masyarakat
adalah
menumbuhkan karakter kewirausahaan. Perihal kewirausahaan juga menjadi salah satu perhatian Universitas Sebelas Maret, hal ini tercermin dari visi dan misi-nya. Sehingga diharapkan setiap proses yang berlangsung dalam lingkungan civitas academia UNS bernafaskan visi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan mengkaji tentang potensi mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika dalam
membangun karakter
kewirausahaan pada mahasiswa.
PENDIDIKAN KARAKTER Karakter dalam Kamus Lengkap Bahasa Indoensia diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Senada dengan definisi tersebut, dalam Dorland’s Pocket Medical Dictionary (1968) karakter diartikan sebagai sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Sedangkan Hidayatullah (2009) mengemukakan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, ahklak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat, watak, atau tabiat, sebagai kepribadian khusus dan atributnya dapat diamati untuk bisa membedakan individu tersebut dengan orang lain.
3
Sedangkan pendidikan karakter memiliki beberapa pengertian, diantaranya: David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004) berpendapat bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”. Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah serangkaian usaha yang dilakukan untuk membantu individu memahami, peduli dan memiliki sikap terhadap nilai-nilai yang terdapat pada lingkungannya. Terkait dengan pengertian tersebut, konteks pendidikan yang bertalian erat dengan proses pembelajaran maka dapat diartikan pula bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru atau pendidik adalah salah seorang individu yang memiliki peluang sekaligus wewenang dalam membantu membentuk watak peserta didik. Melalui proses pembelajaran yang berlangsung baik di dalam kelas maupun melalui berbagai kegiatan di luar kelas diharapkan guru atau pendidik dapat mengoptimalkan potensi dalam membentuk karakter siswa didiknya. Orang sering terjebak, pendidikan karakter itu diterjemahkan hanya sebagai sopan santun. Padahal lebih dari itu. Yang mau dibangun adalah karakter-budaya yang menumbuhkan kepenasaranan intelektual (intellectual curiosity) sebagai modal untuk mengembangkan kreativitas dan daya inovatif yang dijiwai dengan nilai kejujuran dan dibingkai dengan kesopanan dan kesantunan. Jika ditinjau dari konteks pendidikan di Indonesia, T. Ramli (2003) dalam Diknas mengemukakan bahwa, pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat
atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-
4
nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Berdasarkan kajian tersebut, dapat dikerucutkan bahwa pendidikan karakter di Indonesia merupakan suatu upaya dalam menumbuhkan nilai-nilai luhur yang bersumber pada budaya bangsa kepada peserta didik agar terinternalisasi dalam kepribadiannya. KARAKTER KEWIRAUSAHAAN
Wirausaha seringkali diartikan sebagai membuka suatu usaha. Kata ini identik dengan dengan kata pengusaha, menjadi bos untuk dirinya sendiri, memiliki banyak pengawai, atau berjualan. Tidak heran jika sebagian orang beranggapan bahwa kemampuan wira-usaha adalah kemampuan untuk menghasilkan produk tertentu, atau kemampuan untuk memasarkan produk atau berjualan. Selain itu ada pula yang beranggapan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan wira-usaha adalah seorang yang mampu mengelola usahanya secara mandiri. Rohadi (2011) mengemukakan bahwa pada hakekatnya kewirausahaan merupakan suatu sikap mental atau mindset. Mindset kewirausahaan merupakan serangkaian sikap hidup yang dibutuhkan untuk aktivitas wira-usaha. Sikap hidup tersebut diantaranya adalah, jujur, kreatif, inovatif, percaya diri, tahan banting dan berani mengambil resiko. Jika demikian maka pada dasarnya dapat dikatakan bahwa kewirausahaan juga merupakan suatu karakter yang dapat dibangun melalui serangkaian proses pembelajaran. Senada dengan pendapat ini, Charles (2010) dalam Kompas Female juga mengungkapkan bahwa sejumlah karakter kewirausahaan yang paling menonjol adalah memiliki kegigihan, siap menghadapi tantangan, jeli melihat keadaan dan peluang, kreatif, berpikir lebih terbuka dan tidak terkotak-kotakkan, atau berpikir out of the box. Ciputra, salah seorang wirausahawan besar di Indonesia pada ajang Makassrpreuner mengungkapkan bahwa setidaknya ada 10% orang Indonesia yang berbakat menjadi wirausaha, sayangnya karena tidak pernah dididik, dilatih dan diberi kesempatan sehingga mereka tidak berhasil menjadi entrepreneur. Pendapat ini memberikan indikasi bahwa pada dasarnya sebagai suatu karakter maka kewirausahaan dapat dibentuk atau dibangun melalui proses pembelajaran.
5
PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME Dalam pandangan konstruktivisme, proses pembelajaran bertujuan untuk membangun pemahaman bukan sekadar mengoleksi sebanyak-banyaknya pengetahuan tanpa memahaminya. Premis dasarnya adalah bahwa individu harus secara aktif “membangun” pengetahuan dan ketrampilannya (Bruner, 1990 dalam Baharudin dan Wahyuni, 2007). Terkait dua pandangan tentang bagaimana individu mengkontruksi pengetahuan, yaitu secara psikologis dan sosiologis seperti diungkapkan oleh Matthew (Suparno, 1997) dalam Sunardi (2006) bahwa pengetahuan dibangun berdasarkan pada perkembangan
psikologis,
dilain
pihak
pandangan
konstrutivisme
sosiologis
mengatakan bahwa pengetahuan dibangun men-dasarkan pada hubungan sosial. Berdasarkan hal tersebut menurut Sunardi (2005) jika kedua pandangan tersebut dipadukan maka proses kontruksi pengetahuan dapat berlangsung lebih cepat. Artinya ketika individu mengonstruk pengetahuan, mereka difasilitasi dengan kondisi sehingga keaktifan dan kesiapan individu secara psikologis dipenuhi. Di samping itu dalam proses belajar mengonstruk pengetahuan, didukung lingkungan sosial sehingga tercipta interaksi sosial individu dengan teman belajar. Untuk menciptakan lingkungan sosial perlu suatu pengkondisian agar interaksi social dapat tercipta, salah satu caranya adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif. Selain itu, Kanselaar (2002) mengungkapkan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam menciptakan lingkungan belajar yang sesuai dengan pandangan konstruktivisme sosiologis diantaranya, menciptakan komunitas belajar untuk mendukung aktivitas belajar guna mencapai tujuan yang diiginkan, selain itu lingkungan belajar berbasiskan multimedia komputer juga dapat digunakan. Senada dengan hal tersebut, Asnawati(2006) mengungkapkan bahwa adanya komunitas belajar akan merancang siswa untuk berdiskusi dengan kawannya, yang tentu saja akan meningkatkan aktivitas siswa, biasanya orang ingin dihargai pada komunitasnya, sehingga ia akan berusaha untuk mendapatkan penghargaan. Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa pendekatan pembelajaran konstruktivisme yang menguatamakan proses pembentukan pengetahuan dengan mendayagunakan komunitas belajar untuk menciptakan lingkungan social yang
6
kondusif dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam membangun karakter kewirausahaan pada proses pembelajaran di kelas. PEMBAHASAN Mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa program pendidikan matematika sebelum lulus dan menjadi guru matematika. mata kuliah ini berisi tentang materi yang berkaitan dengan konsep-konsep media pembelajaran matematika yang terdiri dari alat peraga matematika konkrit dan alat peraga matematika maya. Mata kuliah ini memiliki bobot 3 sks, standar kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah ini adalah mahasiswa mampu memanfaatkan dan membuat alat peraga konkrit dan alat peraga maya dalam pembelajaran matematika. Mata kuliah ini berisi tentang materi-materi yang terkait dengan pemanfaatan dan proses produksi alat peraga konkrit dan alat peraga maya yang merupakan bagian dari media pembelajaran matematika. Pada mata kuliah ini juga diuraikan penjelasan tentang prosedur pemilihan media yang berdasarkan pada karakteristik siswa, tujuan, sifat bahan ajar, dan komponen-komponen instruksional dalam pembelajaran matematika lainnya. Selain itu mahasiswa juga diberikan bekal tentang prosedur untuk memproduksi alat peraga serta panduan pemanfaatan alat peraga dalam proses pembelajaran matematika. Tabel 1. Kompetensi Dasar dan Indikator pada Mata Kuliah Workshop dan Media Pembelajaran No Kompetensi Dasar 1 Mengenal pengertian media pengajaran serta jenis – jenis media pembelajaran
2
Indikator Mahasiswa menjelaskan pengertian media pembelajaran. Mahasiswa menerangkan fungsi media pembelajaran Mahasiswa dapat membedakan macammacam media pembelajaran Mengenal macam-macam Mahasiswa dapat membedakan jenis alat alat peraga dalam peraga berdasarkan pembuatannya pembelajaran matematika Mahasiswa dapat membedakan jenis alat peraga matematika berdasarkan tujuan penggunaannya
7
No Kompetensi Dasar Indikator 3 Mampu memilih alat peraga Mahasiswa dapat memilih alat peraga yang konkrit dan atau alat peraga tepat untuk menanamkan konsep maya untuk menanamkan Mahasiswa dapat memilih alat peraga yang dan menguatkan konsep tepat untuk menguatkan konsep matematika siswa Mahasiswa dapat menyusun perangkat pembelajaran yang sesuai dengan alat peraga yang digunakan 4 Mampu mendisain dan Mahasiswa dapat mendisain alat peraga membuat alat peraga Mahasiswa dapat mendisain modul matematika penggunaan alat peraga
Melihat dari Standar Kompetensi yang diharapkan pada mata kuliah tersebut, yaitu mahasiswa bukan hanya diharapkan dapat memanfaatkan melainkan dituntut pula untuk dapat membuat alat peraga konkrit dan alat peraga maya pada mata pelajaran matematika. Jika dikaitkan dengan potensi untuk membangun karakter kewirausahaan, maka pada Kompetensi Dasar ke-empat, yaitu mahasiswa mampu mendisain dan membuat alat peraga matematika sangat strategis untuk mengembangkan karakter kewirausahaan karena hasil belajar mahasiswa selain nilai dalam bentuk skor namun mereka juga memiliki karya berupa produk alat peraga maya dan konkrit untuk pembelajaran matematika. Memiliki karakteristik berupa yang tertuang dalam Kompetensi Dasar dan Indikator dapat dirancang suatu strategi pembelajaran dengan memadukan konsep pendidikan karakter yang potensial membangun karakter kewirausahaan. Berikut adalah strategi yang dapat dicoba untuk membangun karakter kewirausahaan pada mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika: Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konstruktivisme yang berpusat pada mahasiswa, dengan memnfaatkan metode pembelajaran workshop, penugasan, presentasi, diskusi
dan praktek. Bentuk penilaian berupa penilaian produk dan
presentasi untuk melihat aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Produk yang dibuat adalah Alat Peraga Maya dan Alat Peraga Konkrit untuk pembelajaran matematika. produk tersebut, sebelum dipresentasikan dan dikumpulkan dinilai terlebih dahulu oleh beberapa dosen yang berkompeten sebagai panelis untuk mendapatkan kritik dan saran terkait produk yang dibuat.
8
Berikut adalah tabel analisis karakter kewirausahaan yang potensial muncul pada aktivitas pembelajaran yang sesuai dengan strategi yang akan diterapkan: Tabel 2. Analisis Karakter Kewirausahaan pada Proses Pembelajaran No 1
Kegiatan Pembelajaran Karakter Kewirausahaan yang Potensial Mahasiswa Muncul Mengajukan ide tentang alat Aktivitas ini potensial untuk membangun peraga yang akan dibuat dalam karakter kreativitas dan berani mengambil resiko bentuk proposal
2
atas ide yang dimunculkan
Proses membuat pelengkap dan Aktivitas
ini potensial untuk membangun
penunjang alat peraga berupa karakter kreativitas dan inovatif dalam membuat modul, LK dan RPP
LK, dan mengembangkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan alat peraga yang dibuat
3
Mencari Panelis tiga orang Pada kegiatan ini potensial memunculkan dosen pendidikan matematika karakter kewirausahaan percaya diri dan pantang untuk memberikan penilaian, menyerah. Dibutuhkan tingkat percaya diri yang kritik dan saran dalam proses tinggi untuk mencari dosen yang bersedia pembuatan alat
dan
penyusunan memberikan penilaian dan presentasi dihadapan
peraga
dengan mereka. Selain itu, kritik dan saran dari dosen
pelengkapnya
juga
akan
memperbaiki
memicu dan
peserta
didik
untuk
menyempurnakan
karya
mereka sebelum diberi penilaian akhir. 4
Presentasi
hasil
karya
mempraktekkan
dan Kegiatan ini, melatih kemampuan komunikasi cara mahasiswa secara
menggunakan alat peraga yang kesempatan dibuat
ini,
lisan. Selain itu, pada mahasiswa
juga
perlu
mempertanggungjawabkan produk yang sudah dibuatnya dihadapan teman sekelas dan dosen.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat dilihat karakter kewirausahaan berupa mindset yang dapat dibangun melalui serangkaian aktivitas pembelajaran yang disusun sedemikian hingga agar sesuai dengan karakteristik mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika.
9
KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan, berdasarkan kajian teoretis dapat disimpulkan bahwa mata kuliah workshop dan media pembelajaran potensial dalam membangun karakter kewirausahaan melalui suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan pendekatan konstruktivisme dengan penekanan pada student centered dan memanfaatkan model pembelajaran kooperatif untuk membangun suatu lingkungan belajar yang kondusif dengan menekankan pada proses pembuatan alat peraga matematika dalam bentuk konkrit dan maya, serta dilengkapi dengan perangkat pembelajaran berupa modul, Lembar Kerja Siswa dan RPP pembelajaran. Pembentukan lingkungan yang kondusif juga dibangun bersama dengan dosen-dosen serumpun sebagai panelis untuk memberi kritik, saran, dan penilaian atas produk alat peraga yang dibuat oleh siswa. Terkait dengan hasil kajian tersebut, perlu dilakukan penelitian tindak lanjut mengenai hasil dari strategi pembelajaran yang diterapkan terhadap karakter yang terbentuk pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah workshop dan media pembelajaran matematika.
DAFTAR PUSTAKA Asnawati, R. 2006. Meningkatkan Aktivitas, Motivasi, dan Hasil Belajar Melalui Pendekatan Kontekstual dengan Model Kooperatif Tipe STAD (Studi di Kelas IV B SDN 2 LabuhanratuBandar Lampung. Prosiding BKS PTN Wilayah Barat Bidang Pendidikan. p 83Universitas Negeri Surabaya. P 23 Baharudin & Wahyuni. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
David Elkin dan Freddy Sweet. 2004. How to Do Character Education. Today’s School Magazine. Edisi September/Oktober 2004. Dorland’s Pocket Medical Dictionary. 1956. W.B. Saunder Company. Philadelphia. Hidayatullah, Furqon. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Yuma Pustaka. Surakarta. Kanselaar, G. 2002. Constructivism and Socio-construtivism. Tidak dipublikasikan.
10
Rohadi. 2011. Membangun Mindset Wirausaha. Dapat diakses http://rohadientrepreneurship.blogspot.com/2011/02/membangun-mindsetwirausaha.html
di:
Sunardi. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Disertasi.
Tribun Timur. 2011. Membangun Karakter Mental Kewirausahaan Pemuda. Edisi Selasa, 11 Oktober 2011. Dapat diakses di : http://makassar.tribunnews.com/2011/10/11/membangun-karakter-mental kewirausahaan-pemuda.
11