POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA (STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)
APJULKHIR PAPUA HM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 28 Januari 2008
APJULKHIR PAPUA HM NRP A353060384
ABSTRACT
APJULKHIR PAPUA HM. The Potency of Ex-Mining Area as Tourism Object (Case Study Kandi-Tanah Hitam Sawahlunto City). Under the direction of DARMAWAN and MANUWOTO. Mining was the primary economic generator for the city of Sawahlunto and its surrounding areas. The role of coal in the region’s economy has been diminished eversince and people and the government are enforced to develop alternatives strategies for moving the region’s economy. One of the strategy that is now being developed is to turn the ex-mining sites for tourism activities. This strategy was succesfully applied in many ex-mining areas all over the world and came out with a better economic condition for its people and the region as well. Based on these facts, development strategies of Sawahlunto was arranged with new vision to becoming mine tourism city in 2020. The objectives of this research are: (1) to identify tourism development potential at ex-mining area of Kandi-Tanah Hitam; (2) to find out tourism development impact to regional development; and (3) to make a tourism development strategy at ex-mining area Kandi-Tanah Hitam. This research used descriptive analysis for physical aspect of tourism development potency and impacts. SWOT Analysis was used to build the tourism development strategy. The result shows that this area suitable for sport and tourisms such as horserace, motocross circuit, roadrace, breeding farm, fishing area, water recreation, and also mini zoo in Tandikat and Kandi Lake. Tourism development in this area could give positive impact to physical environment, economics and culture aspects. The priority strategies are development of the tourism area, service center, and new strategic area based on the potency of area, direction from regional planning, and low population density. Key words : mining tourism, regional development, Sawahlunto
RINGKASAN
APJULKHIR PAPUA HM. Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto). Dibawah bimbingan DARMAWAN dan MANUWOTO. Kota Sawahlunto merupakan kota yang berkembang dari adanya aktivitas penambangan batubara semenjak zaman Hindia Belanda dan merupakan daerah tambang batubara yang tertua di Indonesia. Kota ini mulai menghadapi masalah dalam hal pembangunan wilayah sejak berhentinya aktivitas penambangan karena habisnya cadangan tambang terbuka yang merupakan sumberdaya penggerak perekonomian kota. Fenomena tersebut akan menjadikan kota ini mati seperti yang biasa terjadi pada daerah bekas tambang lainnya, serta dapat menimbulkan kegelisahan terhadap masyarakat dan daerah ini apabila tidak disikapi secara bijak oleh Pemerintah Kota. Untuk menghindari hal tersebut, maka Pemerintah Kota Sawahlunto telah menyusun strategi pengembangan wilayah seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 Tahun 2001 tentang Visi Kota Sawahlunto sebagai kota wisata tambang yang berbudaya tahun 2020. Salah satu misinya berbunyi objek wisata tambang yang potensial digali, ditumbuhkan, dikembangkan, dilestarikan dan dikemas sebagai paket wisata. Upaya pengembangan pariwisata pada kawasan ini jelas tidak bisa berdiri sendiri, tetapi sangat erat kaitannya dengan kondisi perkembangan pariwisata di Indonesia, Sumatera Barat dan khususnya di Kota Sawahlunto sendiri. Pengalaman yang kurang dari daerah ini adalah dalam hal mengemas dan mengembangkan objek-objek wisata yang ada, menyebabkan diperlukannya perencanaan yang matang sebelum kawasan ini dikembangkan lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi potensi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam; 2) Mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto; dan 3) Membuat arahan strategi pengembangan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara. Unsur-unsur yang diamati meliputi aspek sumberdaya fisik (geologi, lereng, tanah, hidrologi, dan infrastruktur), aspek daya tarik, kondisi fisik obyek wisata (sarana prasarana penunjang, jalan, aksesibilitas) dan hubungan antar obyek wisata. Wawancara dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada wisatawan untuk mendapatkan persepsi tentang pengembangan objek wisata yang ada. Data sekunder bersumber dari beberapa dinas/instansi yang terkait (Bappeda; Dinas Pertambangan, Industri dan Perdagangan; Dinas Kimpraswil; Kantor Pariwisata,
Seni dan Budaya; BPS; BPN; PT. BA-UPO dan pihak-pihak terkait lainnya). Data sekunder tersebut terdiri dari foto udara Kota Sawahlunto tahun 2003 dan petapeta (Peta Administrasi, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sungai, Peta Landuse, Peta Reklamasi, Peta Geologi, Peta Lereng dan Peta RTRW). Analisis dan interpretasi data biofisik, ekonomi dan sosial budaya dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Sementara itu untuk mengetahui kondisi objek pariwisata saat ini, diukur melalui analisis kepuasan konsumen. Analisis deskriptif juga digunakan untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan masyarakat sekitar kawasan. Selanjutnya untuk membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang, dilakukan dengan analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa: 1) Secara biofisik, ekonomi dan sosial budaya serta objek wisata yang terbangun, maka kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi untuk pengembangan wisata; 2) Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berdampak positif terhadap konservasi dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan bekas tambang, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar kawasan dan turut membangun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sawahlunto, serta tidak ditemukan dampak negatif terhadap budaya masyarakat sekitar kawasan; dan 3) Prioritas arahan strategi pengembangan kawasan bekas tambang KandiTanah Hitam yaitu pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah. Kata Kunci : Wisata Tambang, Pengembangan Wilayah, Sawahlunto
©Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA (STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO)
APJULKHIR PAPUA HM
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS
Judul Tesis
: Potensi Kawasan Bekas Tambang sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto)
Nama
: Apjulkhir Papua HM
NIM
: A. 353060384
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Darmawan, M.Sc Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 28 Januari 2008
Tanggal Lulus :
PERSEMBAHAN
Tulisan ini kupersembahkan untuk yang kucintai dan kuhormati....................... istriku (Drg. Azizah) yang telah tabah & sabar merawat buah hati kami dengan penuh suka duka, anak-anakku (Jilan Afanin Azipua & Muhammad Haikal Azipua) yang tidak banyak mendapat kasih sayang selama ditinggal, yang kuhormati ayahanda H. Malius & ibunda Jurhalimas yang telah banyak memberikan dukungan nasehat & doa keluarga besarku (Osa, Risa, Alin & Diva) yang selalu hangat dan kompak dalam kebersamaan, ayah dan ibu mertuaku H. Hasan Basri (Alm) & Hj. Nurhayati, yang memberikan dorongan & doa almamaterku serta sahabat-sahabatku, rekan-rekan mahasiswa PWL 2006 terimakasih atas semua dukungan dan kebersamaan kita
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2007 ini adalah pengembangan sektor pariwisata di kawasan bekas tambang, dengan judul Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata (Studi Kasus Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto). Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan tarima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Ir. Darmawan, M.Sc, dan Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc sebagai Komisi Pembimbing yang telah melakukan pembimbingan dan pengarahan dengan penuh tanggung jawab. 2. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S selaku Penguji Luar Komisi, terima kasih atas segala masukan dan saran dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi dan seluruh staf pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah. 4. Pusbindiklatren Bappenas selaku sponsor yang memberikan beasiswa untuk tugas belajar S-2 13 bulan. 5. Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto yang telah memberikan ijin dan dukungan moral untuk mengikuti tugas belajar. 6. Teman-teman kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah tahun 2006. 7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada kedua orangtua yang selalu memberikan dukungan doa. Istri dan anak-anak tercinta, serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala pengorbanan, doa, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Bogor, 28 Januari 2008
APJULKHIR PAPUA HM NRP A353060384
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Solok Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 25 Juli 1971, putra kedua dari lima bersaudara pasangan H. Malius dan Jurhalimas. Pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas diselesaikan penulis di Kota Solok. Gelar Sarjana Komputer diperoleh penulis dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Komputer – Yayasan Perguruan Tinggi Komputer (STMIK-YPTK) Padang, jurusan Manajemen Informatika pada tahun 1996. Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. Saat ini tercatat sebagai staf pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat. Pada bulan Agustus 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ......................................................................................................
i
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
v
PENDAHULUAN Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian ....................................................................................
1 5 6
TINJAUAN PUSTAKA Teori Pengembangan Wilayah................................................................... 7 Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah .............................................. 10 Pariwisata................................................................................................... 13 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran .................................................................................. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... Jenis dan Sumber Data ............................................................................. Analisis Data ............................................................................................. Analisis Potensi Pengembangan Pariwisata ................................. Analisis Pengembangan Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah ......................................................................................... Arahan Strategi Pengembangan Kawasan ....................................
23 23 23 26 26 32 33
HASIL dan PEMBAHASAN Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................................... 38 Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah ........................ 38 Kondisi Geobiofisik Lahan .......................................................... 39 Perekonomian ................................................................................ 55 Sosial Budaya dan Kependudukan ................................................ 57 Objek Wisata yang Telah Ada ....................................................... 60 Potensi Pengembangan Pariwisata ........................................................... 67 Potensi Biofisik Kawasan Bekas Tambang .................................. 69 Potensi Perekonomian ................................................................... 82 Potensi Sosial Budaya dan Kependudukan ................................... 86 Potensi Objek Wisata yang Telah Ada ......................................... 88 Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah ........................... 103 Dampak Fisik ................................................................................ 103 Dampak Ekonomi ......................................................................... 107 Dampak Sosial Budaya ................................................................. 110
Strategi dan Arahan Pengembangan Pariwisata Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam .................................................................. 113 Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman ........... 113 Analisis SWOT dan Alternatif Strategi ........................................ 115 Analisis dan Strategi Prioritas ....................................................... 118 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 126 PUSTAKA ......................................................................................................... 127 LAMPIRAN ....................................................................................................... 130
DAFTAR TABEL Halaman 1
Teknik analisis dan output yang diharapkan ............................................... 27
2
Kriteria nilai Indek Kepuasan Konsumen (CSI/IKK) ................................. 31
3
Pembobotan setiap unsur SWOT ................................................................ 34
4
Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Strategi ......................................... 35
5
Rangking Alternatif Strategi ....................................................................... 36
6
Luas wilayah penelitian .............................................................................. 38
7
Pola distribusi kelas lereng pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam ...... 43
8
Klasifikasi tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ............. 47
9
Susunan kimia tanah asli dari kawasan Kandi-Tanah Hitam ...................... 47
10 Data kesuburan tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ..... 48 11 Status dan kondisi lahan reklamasi di Kawasan Kandi-Tanah Hitam ........ 51 12 Data pemantauan kualitas air di Batang Ombilin sesudah pertemuan dengan Batang Tandikat .............................................................................. 52 13 Data kondisi jalan eksisiting ....................................................................... 54 14 Laju pertumbuhan dan distribusi PDRB Kota Sawahlunto ........................ 55 15 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha ............................................................................................ 57 16 Perkembangan jumlah penduduk Kota Sawahlunto ................................... 59 17 Jumlah dan distribusi penduduk di wilayah penelitian ............................... 59 18 Penggunaan lahan eksisting (sekarang) wilayah penelitian ........................ 75 19 Kesesuaian penggunaan lahan menurut RTRW .......................................... 76 20 Luas kepemilikan lahan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ....... 80 21 Jumlah kunjungan wisatawan di Kota Sawahlunto ..................................... 85 22 Data kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah ........ 86 23 Jenis kesenian rakyat di sekitar Kawasan Kandi-Tanah Hitam .................. 87 24 Faktor internal Kekuatan /Strength (S) dan Kelemahan/Weakness (W) ...... 114 25 Faktor eksternal Peluang/Opportunity (O) dan Tantangan/Threath (T) ..... 115 26 Strategi silang unsur SWOT ....................................................................... 116 27 Pemberian bobot untuk setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ...................................................................................................... 118 28 Penentuan strategi prioritas pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ............................................................ 119
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Sustainable Tourism .................................................................................... 20
2.
Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata .......................................... 21
3.
Diagram Alir Kerangka Pemikiran ............................................................. 24
4.
Peta Lokasi Wilayah Penelitian .................................................................. 25
5.
Diagram Kartesius Importance-Performance Analysis ............................... 29
6.
Diagram Alir Tahapan Penelitian ............................................................... 37
7.
Peta Formasi Geologi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ...... 44
8.
Peta Kelas Lereng Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam............. 45
9.
Peta Distribusi Lokasi Reklamasi Kawasan Bekas Tambang KandiTanah Hitam ................................................................................................ 53
10. Peta Sebaran Infrastruktur Penunjang Kawasan Bekas Tambang KandiTanah Hitam ................................................................................................ 56 11. Peta Jenis dan Lokasi Objek yang Ada pada Tambang Kandi-Tanah Hitam .......................................................................................................... 60 12. Objek Wisata Pacuan Kuda Kandi .............................................................. 61 13. Objek Breeding farm Kandi ......................................................................... 62 14. Objek Wisata Taman Satwa Kandi .............................................................. 63 15. Objek Wisata Rekreasi Air Danau Tandikat ................................................ 64 16. Objek Wisata Dermaga Danau Kandi ......................................................... 65 17. Objek Wisata Sirkuit Road Race Kandi ...................................................... 65 18. Objek Wisata Motocross Tanah Hitam ....................................................... 66 19. Pencapaian Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam dalam Konstelasi Regional .................................................................................... 71 20. Peta Penggunaan Lahan Eksisting (Sekarang) Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam ..................................................................................... 77 21. Peta Kepemilikan Lahan Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam . 81 22. Kontribusi Kelompok Sektor PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Persen) . 83 23. Alokasi Anggaran Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto ............................. 85 24. Jumlah Kunjungan Wisatawan pada Objek Taman Satwa (per Juli 2007) . 97
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Karateristik pengunjung .............................................................................. 131
2.
Tahapan Pengambilan Keputusan ............................................................... 133
3.
Hasil analisis kuadran ................................................................................. 137
4.
Plot Kinerja – Harapan (analisis kuadran) .................................................. 138
5.
Perhitungan selisih bobot antara kinerja – harapan (gap) ............................ 139
6.
Plot selisih rata-rata kinerja – harapan (gap) ............................................... 140
7.
Plot selisih bobot kinerja – harapan (gap) ................................................... 140
8.
Hasil perhitungan Indeks Kepuasan Konsumen ......................................... 141
9.
Hasil analisis Friedman dan jumlah ranking fasilitas tambahan ................. 143
10. Data curah hujan Kota Sawahlunto 1996-2002 ........................................... 144 11. Formulir kuesioner kepuasan pengunjung .................................................. 145
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sejak dimulainya era otonomi daerah telah merubah paradigma perencanaan pembangunan, yang semula bertumpu pada kebijakan-kebijakan pemerintah pusat kini setiap daerah harus mampu menggali kemampuannya dalam membuat perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kondisi wilayahnya masing-masing. Dalam perencanaan tersebut minimal ada tiga komponen yang perlu diperhatikan, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi (atau yang disebut dengan tiga pilar pengembangan wilayah) (Nachrowi, 1999 dalam Alkadri et al., 2001). Pengembangan
wilayah
merupakan
interaksi
antara
tiga
pilar
pengembangan wilayah. Suatu wilayah yang mempunyai sumberdaya alam yang cukup kaya dan sumberdaya manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi akan cepat berkembang dibandingkan wilayah lain yang tidak cukup mempunyai sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang cukup unggul. Namun demikian pembangunan yang terlalu bertumpu pada sumberdaya alam yang bersifat ekstraktif suatu saat akan mengalami hambatan jika ketersediaannya berkurang dan akhirnya habis. Banyak kota dan daerah yang kaya sumberdaya alam seperti batubara, emas, tembaga dan sebagainya kemudian menjadi mati setelah sumberdaya alamnya habis dieksploitasi. Namun ada juga daerah-daerah yang mampu memanfaatkan dan mengelola sisa-sisa aktivitas eksploitasi sumberdaya alam tersebut, sehingga tetap memberi nilai ekonomi yang tinggi, bahkan dicari dan diteliti karena kekhasannya, seperti Kota Rhondda Valley di Wales dan Glace Bay Nova di Kanada, yang merupakan kota bekas pertambangan
batubara.
Bekas
lubang
tambangnya
dijadikan
museum,
permukiman buruhnya dipugar dan dikenang sebagai warisan masa lampau (Antono, 1993). Kegiatan sektor pertambangan (termasuk tambang batubara) selama ini telah menjadi salah satu penopang ekonomi nasional terbesar bagi Indonesia.
Namun demikian permasalahan yang timbul pada penambangan batubara adalah kerusakan lingkungan akibat proses penambangan yang dilakukan dengan sistem penambangan terbuka (open pit mining), baik itu kerusakan kerusakan iklim mikro setempat (klimatis) maupun kerusakan tanah (edafis). Kerusakan klimatis dan edafis ini terjadi akibat penambangan yang dilakukan dengan cara menyingkirkan seluruh lapisan tanah di atas deposit batubara, termasuk vegetasi yang menutupi lahan tersebut. Dalam konteks pengelolaan kawasan bekas tambang ini, Indonesia masih mempunyai banyak peluang untuk mengembangkannya guna berbagai maksud dan kegunaan. Perangkat peraturan yang memayunginya sudah tersedia, antara lain Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UndangUndang ini dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi semua kegiatan pengelolaan sumberdaya yang beragam jenisnya, baik di daratan maupun di lautan, agar dapat dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu sumberdaya yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaannya adalah sumberdaya di sektor pariwisata. Selain itu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), pasal 11 ayat (1) menyebutkan bahwa kawasan pariwisata termasuk dalam kawasan budidaya sedangkan yang dimaksud dengan kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pasal 49 peraturan ini menyebutkan bahwa kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pariwisata adalah: (1) kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan; (2) kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat memberikan manfaat dalam: - meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi; - meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya;
- tidak mengganggu fungsi lindung; - tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam; - meningkatkan pendapatan masyarakat; - meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; - meningkatkan kesempatan kerja; - melestarikan budaya; dan - meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam sektor pariwisata sendiri terdapat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, yang dimaksudkan untuk mengatur kegiatan pengembangan sektor ini. Pasal 4 Undang-Undang ini menyebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri atas wisata alam (flora dan fauna), museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Mengacu pada pasal 4 Undang-undang ini, maka kawasan bekas tambang dapat dikategorikan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan untuk kegiatan pariwisata. Salah satu kawasan bekas tambang di Indonesia yang mempunyai arti penting untuk pembangunan daerah dan masyarakat setempat adalah kawasan bekas tambang batubara Kandi-Tanah Hitam di Kota Sawahlunto, Propinsi Sumatera Barat. Kawasan yang secara administratif terletak di Kota Sawahlunto, oleh Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto direncanakan akan dikembangkan sebagai kawasan pariwisata yang dapat menjadi andalan daerah ini. Sesuai dengan visi pembangunan Kota Sawahlunto yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2001 yaitu menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya pada tahun 2020. Pada dasarnya tahun 2020 ini dimaksudkan agar target waktu pencapaian tersebut dapat merangsang munculnya motivasi bagi Pemerintah Kota dan seluruh stakeholders. Berbudaya dimaksudkan agar dalam upaya mewujudkan Kota Wisata Tambang tersebut seluruh masyarakat dan stakeholders dapat beraktifitas, berkreasi dan berinovasi seluasluasnya. Namun harus tetap berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.
Penjabaran dari visi tersebut adalah dalam bentuk misi yang salah satunya adalah obyek wisata tambang yang potensial digali, ditumbuhkan, dikembangkan, dilestarikan dan dikemas sebagai paket wisata. Perwujudan misi ini dikembangkan ke dalam sebuah agenda mewujudkan kota wisata tambang yang berbudaya (Agenda 2002 – 2020) dengan menetapkan empat faktor kebijakan yang perlu dikembangkan, yaitu: (1) kapasitas institusi; (2) kerjasama antar daerah; (3) peningkatan kualitas kota; dan (4) peningkatan kualitas produk dan kawasan wisata. Untuk mewujudkan visi ini, pemerintah Kota Sawahlunto mulai membenahi peninggalan-peninggalan yang ada dengan membuat peraturan dalam bentuk penyusunan dan penetapan Draft Perda Pelestarian Benda Cagar Budaya dengan Surat Keputusan (SK) Walikota Sawahlunto Nomor 109 Tahun 2006 tanggal 23 Maret 2006. Sebanyak 73 buah peninggalan budaya fisik di Kota Sawahlunto sudah dilindungi dan disahkan sebagai Benda Cagar Budaya. Sisa-sisa peninggalan budaya fisik bekas aktivitas tambang dalam berbagai bentuk bangunan kolonial yang berupa bangunan perkantoran, rumah hunian, pertokoan, gereja, stasiun, jaringan jalan, instalasi penambangan, dan situs bekas penambangan mulai dipugar dan direvitalisasi dalam lingkungan kawasan cagar budaya. Untuk merealisasikan visi kota yang berkaitan dengan pelestarian, revitalisasi dan pengembangan urban heritage tersebut, pemerintah Kota Sawahlunto telah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak dan instansi terkait antara lain Departemen Pekerjaan Umum-Kimpraswil, University Technology Of Malaysia, Museum Adityawarman Padang, dan Balai P3 Batusangkar. Sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian antara Pemerintah Kota Sawahlunto dengan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk Nomor 06/08.04/2400000002/XI-2004 dan Nomor 180/11/Huk-Org/2004, kawasan bekas tambang yang diserahkan ke Pemerintah Kota Sawahlunto untuk dikelola dan dimanfaatkan sebagai kawasan wisata dan olahraga adalah kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dengan luas lahan ± 400 Ha.
Secara umum pengembangan pariwisata di kawasan Kandi-Tanah Hitam diperuntukan untuk penataan kawasan wisata dan olah raga terpadu yang bertujuan untuk menarik kunjungan wisatawan sebanyak mungkin. Caranya dengan meningkatkan kualitas fasilitas wisata, mengadakan promosi wisata, dan menjaga lingkungan alam sebagai aset pariwisata guna mempertahankan keasrian, serta menggali potensi-potensi baru yang dapat dijadikan objek wisata. Diharapkan dari berbagai sentra-sentra wisata tersebut dapat menjadi suatu konsepsi baru yang saling mendukung dan sekaligus pemerataan penyebaran kegiatan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Berdasarkan uraian tentang pengembangan kawasan bekas tambang tersebut, maka timbul beberapa hal yang menjadi pertanyaan, yaitu: 1. Apakah memang benar kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang berpotensi untuk meningkatkan pengembangan wilayah Kota Sawahlunto? 2. Bagaimana kondisi objek wisata yang telah dikembangkan ditinjau dari tingkat kepuasan pengunjung terhadap atribut-atribut
wisata yang
ditawarkan oleh kawasan wisata ini secara keseluruhan? 3. Bagaimana prospek dan dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto secara keseluruhan? Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang muncul di atas, perlu dilakukan kajian terhadap Potensi Kawasan Bekas Tambang Sebagai Objek Wisata dengan studi kasus pada kawasan Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi potensi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam; 2. Mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto; 3. Membuat arahan strategi pengembangan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah
Kota
Sawahlunto
dalam
melakukan
perencanaan,
pengelolaan,
pemanfaatan, evaluasi dan monitoring pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang untuk masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pengembangan Wilayah Salah satu prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan wilayah adalah bahwa setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan wilayah harus didasarkan pada karakteristik wilayah masing-masing. Pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan permasalahan wilayah bersangkutan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sangat berbeda. Untuk itu perlu diketahui yang menjadi penggerak utama (prime mover) yang ada di wilayah tersebut. Prime mover adalah suatu potensi yang dapat dikembangkan menjadi pusat industri besar yang membutuhkan front end investment yang besar, dan dapat bertahan untuk waktu puluhan tahun. Prime mover dapat berupa (1) Tambang Mineral (Freeport); (2) Tambang minyak (Caltex); (3) Tambang Batubara (PT BA); (4) Pusat Penelitian dan pengembangan (R&D di Serpong); (5) Hutan industri (Riau); (6) Pusat pendidikan (Jogjakarta). Bila suatu daerah telah memiliki prime mover, maka pengembangan wilayah dikaitkan dengan aktivitas yang berputar disekitar prime mover tersebut (Hamzah, 2005). Dengan demikian perencanaan pengembangan wilayah perlu didukung melalui program-program pengembangan yang relevan dengan karakterisitik wilayah. Program pengembangan wilayah harus dilaksanakan dengan berorientasi pada kepentingan daerah dan berdasarkan pada kebutuhan serta aspirasi yang berkembang dalam rangka pemerataan serta percepatan pembangunan daerah. Ada beberapa pendapat mengenai fungsi, manfaat dan kegunaan pengembangan wilayah. Riyadi (2002) dalam Hamzah (2005) mengatakan bahwa pengembangan wilayah merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah menyerasikan berbagai kepentingan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat optimal untuk mendukung
kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan lingkungan yang berkelanjutan. Pernyataan lain dikemukakan bahwa pengembangan wilayah merupakan usaha memberdayakan suatu masyarakat yang berada di suatu daerah itu untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang terdapat disekeliling mereka dengan menggunakan teknologi yang relevan dengan kebutuhan, dan bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang bersangkutan (Alkadri et al., 2001). Berdasarakan teori di atas maka dapat dikatakan bahwa pengembangan wilayah tidak lain dari usaha mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya teknologi dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan itu sendiri yang kesemuanya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Suhandoyo (2002) bahwa dalam membangun suatu wilayah, minimal ada tiga pilar yang harus diperhatikan, yaitu : sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi. Pilar sumberdaya manusia (SDM) memegang peranan sentral karena mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan. Pertama, sebagai objek pembangunan SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterakan. Kedua, SDM berperan sebagai subjek (pelaku) pembangunan. Dengan demikian, pembangunan sesungguhnya merupakan pembangunan yang berorientasi kepada manusia, dimana SDM dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan. Berdasarkan kepada tujuannya, menurut Triutomo (2001) dalam Alkadri et al. (2001) pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan. Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat campur tangan manusia terhadap lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam pengembangan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan
pendekatan regional atau teritorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat. Selanjutnya Ary (2001) dalam Alkadri et al. (2001) mengatakan bahwa, tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna sumberdaya yang tersebar di wilayah Indonesia guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk itu arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah adalah: (1). pembangunan
diarahkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat dengan tetap memperkukuh kesatuan dan ketahanan nasional serta mewujudkan Wawasan Nusantara. (2). pembangunan sektoral dilakukan secara saling memperkuat untuk meningkatkan pertumbuhan, pemerataan, dan kesatuan wilayah nasional serta pembangunan yang berkelanjutan. (3). perkembangan wilayah diupayakan saling terkait dan menguatkan sesuai dengan potensi wilayah. Dengan demikian, arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah pada prinsipnya mendukung dan memperkuat pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam pengembangan wilayahnya adalah meningkatkan pertumbuhan produktivitas, memeratakan distribusi pendapatan, memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran, serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara berkesinambungan (Alkadri dan Djajadiningrat, 2002). Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral, karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada issue (permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait, sementara pembangunan sektoral sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu tanpa terlalu memperhatikan kaitannya dengan sektor-sektor lain. Namun dalam orientasinya kedua konsep tersebut saling melengkapi, dimana pengembangan wilayah akan berujung pada titik optimal sektor itu sendiri. Bahkan hal ini dapat
menciptakan konflik kepentingan antar sektor, yang pada gilirannya akan terjadi kontra produktif dengan pengembangan wilayah (Hamzah, 2005). Selanjutnya juga dikemukan oleh Alkadri et al. (2001) bahwa, aspek lainnya yang tidak boleh dilupakan dalam usaha pengembangan wilayah adalah aspek lingkungan hidup. Masalah-masalah lingkungan hidup sudah muncul pada tahap desa, kecamatan, kabupaten dan terus ke tingkat perkotaan. Untuk itu dalam menyusun peraturan daerah mengenai pengembangan wilayah ataupun penataan ruang, supaya lebih menekankan pada pengeloaan lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan. Tata Ruang Wilayah dan Tata Guna Tanah Undang-Undang tentang Penataan Ruang yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa ruang dipahami sebagai suatu wadah yang meliputi daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Hal ini menjelaskan bahwa sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, sumberdaya buatan/infrastruktur wilayah, dan kegiatan usaha merupakan unsur pembentuk ruang wilayah dan sekaligus unsur bagi pembangunan wilayah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang bertujuan agar terselenggara pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, pengaturan dan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. Hasil perencanaan tata ruang wilayah berupa rencana tata ruang wilayah yang merupakan pedoman dalam pemanfaatan ruang suatu wilayah. Selain itu rencana tata ruang wilayah pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan.Untuk itu setiap daerah kabupaten/kota perlu menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota sebagai arahan pelaksanaan pembangunan. Sejalan dengan
penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 yang menitikberatkan kewenangan pelaksanaan pembangunan pada pemerintah kota, dalam hal ini termasuk pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah kota. Menurut Permana (2004), penataan ruang adalah suatu proses
yang
mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang melalui serangkaian program pelaksanaan pembangunan yang sesuai rencana, dan pengendalian pelaksanaan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang merupakan perumusan tata ruang yang optimal dengan orientasi produksi dan konservasi bagi kelestarian lingkungan.
Perencanaan ini
mengarahkan dan mengatur alokasi pemanfaatan ruang, alokasi kegiatan, keterkaitan antar fungsi kegiatan, serta program dan kegiatan pembangunan. Senada dengan hal tersebut Rustiadi et al. (2006) mengatakan, penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja dengan memahaminya sebagai proses pembangunan melalui upaya-upaya perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik,
maka penataan ruang merupakan bagian dari proses
pembangunan. Urgensi keberadaan tata ruang adalah: (1). optimalisasi pemanfaatan sumberdaya (prinsip produktifitas dan efisiensi); (2). alat dan wujud distribusi sumberdaya
(prinsip pemerataan,
keberimbangan, dan keadilan); dan (3). keberlanjutan (prinsip sustainability). Sasaran efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi, dimana dalam konteks kepentingan publik pemanfaatan ruang diarahkan untuk kemakmuran rakyat. Tata ruang harus merupakan perwujudan keadilan dan melibatkan partisipasi masyarakat, oleh karenanya perencanaan yang disusun harus dapat diterima oleh masyarakat. Perencanaan tata ruang juga harus berorientasi pada keseimbangan fisik-lingkungan dan sosial sehingga menjamin peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan. Arahan
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997, merupakan acuan spasial perencanaan pembangunan nasional yang bersifat makro dan
dimaksudkan agar sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. RTRWN memuat arahan struktur ruang wilayah nasional yang berupa arahan sistem permukiman nasional (perkotaan dan pedesaan) dan prasarana wilayah serta arahan pola pemanfaatan ruang nasional yang berupa arahan pengelolaan kawasan lindung, pengembangan kawasan budidaya prioritas dan kriteria pengelolaannya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Dirjen Penataan Ruang (2003), bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah merupakan hasil dari proses perencanaan tata ruang wilayah. RTRW selain merupakan guidance of future actions juga merupakan
bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi
manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras dan seimbang untuk mencapai kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan. Pada dasarnya penataan ruang merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup. Pembagian penataan ruang berdasarkan fungsi utama meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya, berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah nasional, propinsi, dan wilayah kabupaten/kota dan berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu. Setidaknya terdapat dua unsur dalam penataan ruang, yaitu menyangkut proses penataan fisik ruang dan menyangkut unsur kelembagaan/institusional penataan ruang (Rustiadi et al., 2006). Dalam proses penataan fisik ruang salah satu yang termasuk didalamnya adalah penatagunaan tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah menjelaskan
bahwa tanah merupakan unsur ruang yang strategis dan
pemanfaatannya terkait dengan penataan ruang wilayah sehingga dalam pemanfaatan ruang perlu dikembangkan penatagunaan tanah. Penatagunaan tanah didefinisikan sebagai pengelolaan tata guna tanah berupa penyesuaian penggunaan tanah untuk menwujudkan pemanfaatan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, meliputi kegiatan perencanaan penatagunaan tanah,
pengaturan pemanfaatan tanah dan pengendalian pemanfaatan tanah dengan memperhatikan perkembangan teknologi. Tujuan
dari
penatagunaan
tanah
adalah
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan nilai tanah berupa Ricardian Rent; mencakup kualitas tanah, Locational Rent; mencakup lokasi relatif tanah dan Environmental Rent; mencakup sifat tanah sebagai suatu komponen utama dari ekosistem (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Pada pasal 33 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan, bahwa penatagunaan tanah dilaksanakan melalui kebijakan penatagunaan tanah dan penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam kebijakan penatagunaan tanah dinyatakan kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah ditentukan berdasarkan pedoman, standar dan kriteria teknis yang ditetapkan pemerintah pusat, yang dijabarkan lebih lanjut oleh pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing. Penyelenggaraan penatagunaan tanah meliputi kegiatan (1) inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (2) penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan; dan (3) penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Kegiatan penatagunaan tanah tersebut disajikan dalam peta dengan skala yang lebih besar daripada skala peta Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan. Pariwisata Pengertian Pariwisata Wisata merupakan kata dasar dari pariwisata, dimana menurut UndangUndang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Subadra (2007) menyebutkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari satu tempat
ketempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan hidup guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Hal senada juga dikatakan oleh Yoeti (1997), bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat wisata, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan berekreasi atau untuk memenuhi keinginan lainnya. Sementara itu Soekadijo (2000) juga mengatakan bahwa pariwisata sebagai suatu kegiatan melibatkan banyak orang di dalam masyarakat yang masing-masing melakukan pekerjaanpekerjaan tertentu dan semua kegiatan dalam masyarakat yang berkaitan satu dengan yang lain dan merupakan perkaitan sosial. Menurut Wall (1995) pariwisata adalah perpindahan temporer dari orangorang dari tempat mereka bekerja dan menetap, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama mereka berada di tempat tujuan dan kemudahan yang diberikan dalam melayani kebutuhan mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh Wibowo (2001) bahwa pariwisata dalam bentuk paling sederhana terdiri dari tiga komponen, yaitu asal (tempat tinggal wisatawan), perjalanan (sarana menuju tempat tujuan dan kembali ke tempat asal), dan tujuan (tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan). Kegiatan pariwisata sangat erat kaitannya dengan keinginan manusia untuk berekreasi. Rekreasi adalah mengerjakan sesuatu perbuatan atau aktifitas yang menyegarkan tubuh, membangun minat, dan menciptakan kembali kesegaran pikiran dan perasaan. Sedangkan Soemarwoto (1997) berpendapat bahwa pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok ke suatu tempat tujuan wisata dalam jangka waktu yang singkat untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
Pariwisata Tambang di Beberapa Wilayah Pariwisata tambang (mines tourism) digolongkan sebagai pariwisata warisan keindustrian (industrial heritage tourism) karena tambang khususnya tambang batubara adalah penggerak revolusi industri abad ke-19 yang mewariskan industrialisasi dan kemakmuran yang dicapai saat ini. Walaupun batubara telah digunakan sejak zaman Romawi yaitu pada sekitar 400 tahun sebelum masehi, tetapi mulai dieksploitasi secara besar-besaran dan menjadi sumber energi yang telah merubah tata kehidupan dunia, baru terjadi pada abad ke-19. Dapat dimengerti kalau bekas tambang menjadi daya tarik wisatawan yang ingin menelusuri warisan budaya dan menambah wawasan (Edward, 1996). Pada tahun 1993, gua bekas tambang (slate cavern) Llechwedd, di Wales di kerajaan Britania yang kemudian dikemas menjadi suatu taman pertambangan telah dikunjungi oleh 204.800 orang. Begitupun dengan Big Pit Musseum di Rhondda Valley, bekas lubang tambang barubara sedalam 90 meter di bawah tanah telah dikunjungi 107.551 orang. Dibandingkan dengan British Musseum yang dikunjungi rata-rata 6,3 juta orang pertahun dan Tower of London 2,2 juta per tahun, atraksi bekas tambang tersebut memang belum seberapa. Meskipun demikian patut dimengerti bahwa kedua objek budaya terakhir berlokasi di London dan telah dikenal sejak seratus tahun yang lalu, sedangkan objek wisata bekas tambang baru ada 20 tahun yang lalu di lokasi yang jauh dari London, kota yang menjadi tujuan utama wisatawan (Nawanir, 2003). Menurut Kuswartoyo (2001), ada empat macam peninggalan kegiatan tambang yang dapat dikemas dan dikembangkan menjadi atraksi pariwisata yaitu : (1). tapak atau situs penambangan di permukaan atau di bawah tanah, lubang, gua atau bekas galian tambang; (2). pemrosesan atau pengolahan hasil tambang; (3). pengangkutan hasil tambang, prasarana dan alat angkutan; (4). produk sosial budaya oleh kegiatan tambang, peralatan, perlengkapan, permukiman, sejarah perjuangan buruh tambang dan sebagainya. Keempat macam atraksi pariwisata dapat dikemas dan dikembangkan menjadi suatu objek daya tarik wisata yang menjadi andalan dan keunikan tersendiri serta
mempunyai nilai jual kepada wisatawan. Selanjutnya juga
dikatakan, bahwa hampir semua negara maju di benua Eropa dan Amerika Utara telah menggenjot penggunaan batubara secara besar-besaran dan menjadikan batubara sebagai pemacu industrialisasi diawal abad ke-20. Sehingga pada awal abad ke-21 banyak negara mulai kehabisan batubara dan banyak yang harus meninggalkan tambang ini dengan segala sarana dan fasilitasnya. Pemerintah Inggris pada tahun 1947 telah menasionalisasi sekitar 950 perusahaan tambang batubara, tetapi pada tahun 1996 hanya tersisa 27 perusahaan. Bagaimana nasib kota yang semula tumbuh dan hidup dari tambang ini, berikut contoh dari bebarapa kota yang semula merupakan kota yang hidup dari tambang batubara yaitu : -
Glace Bay, Nova Scotia, Canada. Tambang di Glace Bay ini dimulai tahun 1858 dan ditutup tahun 1960. Pasca pertambangan sumber penghidupan penduduk beralih ke industri perikanan karena kota ini memang terletak di pantai. Bekas pemukiman buruh tambang (miners village) dipugar dan dikenang sebagai warisan masa lampau. Kebetulan desa ini dapat digabungkan dengan menara transmisi penerima sinyal pertama dari seberang atlantik pada tahun 1903 yang dikirim oleh Markoni si penemu telegram.
-
Rhondda Valley, Wales, United Kingdom. Tambang batubara yang telah ditutup pada tahun 1980 ini dijadikan museum, karena teknologinya yang istimewa pada zamannya. Penggalian batubara pada kedalaman 90 meter, merupakan prestasi teknologi pada zaman itu yang perlu diingat dan dikenang oleh generasi mendatang, karena itulah tambang ini dipugar menjadi museum yang dinamakan Big Pit Musseum
-
Heerlen, Limburg, Belanda. Kota yang terletak di Negara Bagian Belanda bagian selatan ini merupakan mukiman yang telah ada sejak zaman Romawi, dikenal sebagai kawasan tambang batubara. Sejak tahun 1970 tambang batubara telah ditutup, tetapi batubara dikawasan itu telah mewariskan budaya industri yang telah menumbuhkan industri kecil: tembikar, briket, batu api, dan sebagainya.
-
Barnsley, South Yorkshie, England UK. Kota yang menjadi pusat pertambangan batubara di abad ke-19 ini, kemudian menjadi pusat pendidikan tambang (mining college) dan pusat pemasaran produk pertanian. Kegiatan tambang yang kemudian mewariskan pendidikan dan museum yang memang saling berkaitan tersebut juga di jumpai di Bochum, Wesphalia Jerman (museum geologi dan pertambangan) dan juga di Walbrzych, Polandia (museum sejarah tambang batubara).
Sumberdaya dan Komponen Wisata Menurut Jayadinata (1986), sumberdaya adalah setiap hasil, benda atau sifat/keadaan yang dapat dihargai bilamana poduksi, proses dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya dapat dibagi menjadi sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) dan teknologi. Sumberdaya alam terbagi atas: (1). sumberdaya alam abstrak, yaitu hal-hal tidak tampak tetapi dapat diukur, seperti lokasi (keadaan tempat yang dapat dihubungkan dengan jarak dan biaya), tapak atau posisi; (2). sumberdaya alam nyata, berupa bentuk daratan, air, iklim tubuh tanah, vegetasi, hewan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, dan mineral. Selanjutnya sumberdaya manusia terdiri atas (1). keadaan penduduk yaitu jumlah, kerapatan, pendidikan, penyebaran, susunan atau struktur; (2). proses penduduk: kelahiran, kematian, migrasi; dan (3). lingkungan sosial penduduk berupa kebudayaan dan kebiasaan penduduk setempat. Sumberdaya teknologi merupakan kemampuan manusia untuk merubah sumberdaya alam yang ada sehingga bermanfaat bagi kehidupannnya
dan
perubahan tersebut berdampak pada daerah sekitarnya. Soekadijo (2000) mengemukakan sumberdaya pariwisata atau sering disebut juga modal atau potensi pariwisata merupakan sesuatu yang dapat
dikembangkan menjadi atraksi wisata di suatu daerah atau tempat tertentu. Sumberdaya pariwisata yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga yaitu: (1). sumberdaya alam, yaitu alam fisik, flora dan fauna; (2). sumberdaya
kebudayaan,
yang
diartikan
secara
luas
bukan
kebudayaan yang tinggi saja, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan hidup ditengah-tengah masyarakat; dan (3). sumberdaya manusia, yaitu manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan. Robinson (1976), mengemukakan bahwa komponen geografi yang bernilai bagi pariwisata dapat berupa : (1) lokasi dan aksesibilitas (location and accessibility); (2) ruang (space); (3) pemandangan alam (scenery) berupa landform seperti gunung, danau, air terjun, air panas dan laut, tumbuhan seperti hutan, padang rumput; (4) iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan; (5) kehidupan binatang berupa binatang liar seperti burung, cagar alam, dan kebun binatang atau binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan memancing; (6) kenampakan pemukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah, monumen dan peninggalan arkeologi; dan (7) kebudayaan berupa cara hidup, tradisi, cerita rakyat, seni, dan kerajinan tangan. Selain itu elemen lain yang sangat penting untuk pengembangan pariwisata adalah kelengkapan akomodasi dan fasilitas hiburan lainnya. Dikaitkan dengan keberadaan sumberdaya untuk pariwisata suatu daerah, maka penilaian terhadap sumberdaya fisik tidak hanya menyangkut inventarisasi berbagai aset fisik seperti fasilitas publik, infrastruktur, industri atau sumberdaya alam tetapi juga menyangkut analisis mengenai karakteristik dari sumberdaya tersebut dan kemampuannya untuk dapat menopang strategi dan keunggulan daerah (Kertajaya dan Yuswohadi, 2005). Menurut Gunawan (2000), daya dukung adalah batas-batas dimana kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukungnya belum/tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan masyarakat di mana wisatawan juga mendapat keputusan kunjungan tanpa gangguan akibat kepadatan pengunjung.
Pariwisata Berkelanjutan Pariwisata berkelanjutan adalah adalah pariwisata yang memenuhi kebutuhan wisatawan dan daerah penerima pada saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk waktu yang akan datang, mengarah kepada pengelolaan seluruh sumberdaya sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses ekologi yang esensial, keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (Gunawan, 2000). Pengembangan pariwisata di Kepulauan Karibia, selama berabad-abad sumberdaya lahan dan pesisir berlangsung dengan populasi yang relative kecil, tetapi dengan meningkatnya aktifitas ekonomi modern maka ekosistem pulau juga berada pada tekanan yang meningkat. Tanpa kebijakan yang berjalan terhadap kekuatan pendorong dibalik tekanan tersebut maka pembangunan yang berkelanjutan di Kepulauan Karibia tidak mungkin terjadi. Lingkungan seringkali harus berkompromi dengan kebutuhan mendesak untuk mendapatkan devisa terutama melalui kepariwisataan. Jika pariwisata terus dijadikan sebagai alat pembangunan untuk negara-negara kepulauan kecil dengan ekosistem yang rapuh, pembuat kebijakan pemerintah harus mengetahui kerapuhan lingkungan dari pulau-pulau tersebut dan membuat kebijakan yang menekankan pada pandangan secara menyeluruh terhadap kepulauan (Grandoit, 2005). Menurut Rencana Strategis Nasional Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2004, bahwa konsep pengembangan dan penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan adalah untuk perlindungan, berintikan partisipasi aktif masyarakat, dengan penyajian produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal, memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta kawasan budaya. Konsep hubungan tersebut sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1.
Sustainable Tourism.
Rencana pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan mencakup dua aspek, yaitu aspek spasial, dan aspek nonspasial. Aspek spasial menyangkut halhal yang terkait dengan perencanaan wilayah tata ruang, termasuk di antaranya perencanaan kawasan wisata unggulan dan keterkaitan antar kawasan dan keterhubungan atau aksesibilitasnya. Aspek nonspasial, khususnya yang terkait dengan pengembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan, mekanisme kerjasama antarlembaga, dan hal-hal lainnya yang nonspasial, termasuk keterkaitan antarsektor dalam mendukung pengembangan pariwisata. Selain aspek perencanaan pengembangan, tiga dimensi yang minimal harus diperhatikan, yaitu dimensi bisnis (ekonomi), dimensi pengembangan wilayah, serta dimensi budaya. Dimensi ekonomi memandang pengembangan pariwisata harus menguntungkan dari segi ekonomi, dalam hal meningkatkan pendapatan dan menyejahterakan masyarakat, pemerintah daerah, maupun pihak swasta (Bappeda Provinsi Jabar, 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan berkelanjutan juga harus memiliki dimensi pengembangan wilayah, yang berarti bahwa perencanaan pariwisata harus mendukung dan saling menunjang bagi kemajuan wilayah secara keseluruhan. Pariwisata menjadi alat dalam pengembangan wilayah, sebagai penggerak kegiatan perekonomian wilayah, dan memberikan kontribusi
terhadap
pemecahan
permasalahan
kewilayahan,
termasuk
ketimpangan perkembangan wilayah. Pembangunan kepariwisataan perlu
memperhatikan dimensi budaya sebagai bagian dari pembangunan budaya masyarakat, termasuk membudayakan masyarakat agar mau berpariwisata dan mengenalkan pariwisata. Dimensi ini juga melihat keterkaitan sejarah dan budaya masyarakat sebagai pengikat dalam pengembangan pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu alat dalam usaha melestarikan budaya. Ketiga dimensi tersebut merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisah-pisahkan, karena memiliki tingkat kepentingan yang sama, seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2.
Aspek dan Dimensi Pengembangan Pariwisata.
Kepuasan Konsumen Agar bisa memuaskan konsumen, produsen mesti tahu apa kebutuhan dan bagaimana selera konsumen (Farid, 2003). Penelitian yang sudah dilakukan tentang kepuasan konsumen jasa wisata berdasarkan penelusuran yang dilakukan sangat banyak dan bervariasi. Indek Kepuasan Konsumen (Costumer Satisfaction Index) memiliki keuntungan dapat menggunakan data hasil Importance Performance Analysis (IPA) sebagai data awal dalam menganalisis sehingga dapat memperhitungkan atau mengetahui kepuasan konsumen secara variabel keseluruhan dengan sederhana dan lebih akurat. Kekurangannya adalah tidak dapat menganalisis variabel secara terpisah sehingga hasil analisis yang diperoleh kurang jelas. Rainanto (2003) dan Suhadi (2004) dalam Ihshani (2005) melakukan penelitian tentang identifikasi perilaku konsumen dan tingkat kesesuaian harapan
pelanggan dalam proses keputusan pembelian dan evaluasi kepuasan pengguna kereta api Pakuan Ekspress Bogor. Metode utama yang digunakan dalam penelitian adalah Importance Performance Analisis (IPA) yang kemudian hasilnya dipetakan melalui analisis diagram kartesius, dan indek kepuasan pelanggan (IKPCostumer Satisfaction Index). Mahfudz (2003) dalam Oktaviani (2006), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Wisata Alam Pantai Anyer dengan mempelajari proses keputusan pembelian dan preferensi konsumen. Manfaat yang dicari oleh konsumen dalam pembelian jasa wisata adalah hiburan. Motivasi yang mendorong konsumen untuk datang ke Pantai Anyer adalah untuk menikmati pemandangan dan menghirup udara pantai, hasil analisis tabulasi silang dengan uji Chi Kuadrat didapat variabel-variabel yang berhubungan antara lain pendapatan dengan biaya transportasi dimana semakin besar tingkat pendapatan maka akan semakin besar juga biaya transportasi yang dikeluarkan. Selanjutnya adalah tingkat pendidikan dengan biaya transportasi dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan. Urutan peringkat kepentingan atribut wisata alam Pantai Anyer antara lain kenyamanan, keamanan, kebersihan, harga, lokasi wisata, pelayanan wisata, kelengkapan fasilitas, manfaat yang peroleh, pemandu wisata dan promosi. Sedangkan atribut yang tidak dipentingkan adalah manfaat berkunjung, pemandu wisata dan promosi. Septriani (2001) dalam Ihshani (2005), meneliti tentang Perilaku Konsumen Dalam Pembelian Jasa Wisata Agro Gunung Mas dengan mempelajari proses keputusan pembelian dan preferensi konsumen. Konsumen yang diteliti dibagi menjadi tiga kelas yaitu, kelas rekreasi, kelas olahraga dan kelas menginap. Bagi kelas rekreasi, atribut yang dianggap paling penting adalah keamanan, manfaat kunjungan, pelayanan wisata, kenyamanan, kebersihan dan lokasi wisata agro. Atribut yang dianggap penting oleh konsumen kelas olahraga adalah atribut perlengkapan fasilitas penunjang, manfaat kunjungan, kenyamanan, kebersihan, keamanan lokasi wisata agro. Sedangkan kelas menginap, atribut yang dianggap penting adalah kebersihan, manfaat kunjungan, keamanan, kenyamanan dan kelengkapan fasilitas penunjang.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasari oleh kerangka pemikiran sebagaimana tercantum pada Gambar 3. Berakhirnya kegiatan pertambangan batubara di Kota Sawahlunto sebagai prime mover pembangunan daerah menimbulkan masalah pada keberlanjutan pengembangan wilayah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah kota dengan segenap stakeholders mencanangkan pengembangan areal bekas tambang sebagai objek wisata yang diharapkan menjadi salah satu sektor pengerak pembangunan. Dalam rangka pengembangan kawasan bekas tambang menjadi objek wisata perlu dilakukan identifikasi terhadap aspek sumberdaya biofisik serta aspek ekonomi dan sosial budaya. Selain itu perlu dilakukan identifikasi kondisi dan evaluasi terhadap objek wisata yang telah ada dengan bantuan data sekunder serta hasil pengamatan lapang. Selanjutnya untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah perlu ditinjau aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan pengaruhnya terhadap masyarakat sebagai dasar untuk membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 5 (lima) bulan, dimulai pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2007. Lokasi penelitian sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapang dan wawancara. Unsur-unsur yang diamati meliputi aspek sumberdaya fisik (geologi, lereng, tanah, hidrologi, dan infrastruktur), aspek daya tarik, kondisi fisik obyek wisata
(sarana prasarana penunjang, jalan, aksesibilitas) dan hubungan antar obyek wisata. Wawancara dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada wisatawan untuk mendapatkan persepsi tentang objek wisata yang ada. Data sekunder bersumber
dari
beberapa
dinas/instansi
yang
terkait
(Bappeda,
Dinas
Pertambangan, Industri dan Perdagangan, Dinas Kimpraswil, Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya, BPS, BPN, PT. BA-UPO dan pihak-pihak terkait lainnya). Data sekunder tersebut terdiri dari foto udara Kota Sawahlunto tahun 2003 dan peta-peta (Peta Administrasi, Peta Obyek Pariwisata, Peta Jaringan Jalan, Peta Sungai, Peta Landuse, Peta Reklamasi Lahan, Peta Geologi, Peta Lereng dan Peta RTRW) (Tabel 1). Habisnya sumberdaya tambang sbg Prime mover pembangunan daerah
Masalah keberlanjutan pengembangan daerah Visi wisata tambang 2020
Pengembangan pariwisata pada lahan bekas tambang
Sumberdaya Fisik
Sumberdaya Ekonomi
Identifikasi kondisi objek wisata saat ini dengan Analisis Kepuasan Konsumen
Sumberdaya Sosial Budaya
Potensi dan dampak Arahan strategi pengembangan pariwisata pada lahan bekas tambang
Gambar 3. Kerangka Pendekatan Studi.
100 44'40" 694000
100"45'00"
0
100"45'20"
100"45'40"
PETA
100"46'00"
LUI'ASIIJI:I'oIlUTIAI'oI 1\.ntdSdll 1l1~k.dS T dlllbdll!! I\dlldi-Tdlldh tiitdln
Skala
----
200
0
200
400
~'"
~ PusatDcsa ~ Balas Kccamalan ~ BatasDcsa
rM
~
"----------------+---~'~~
Jalan Arteri Sckulldcr
INl INl
lalan Kota dan Kawasall Jalan Tanah ~ Jalan Selapak ~ Sungai dan Danau
lM
Balas Ka\\asan Kandi-Tanah Hilam
~
7i~----------~--~~~--------------------~--~"~ ~~
g :il
g;
b N
~
~ 0 0 0 0
~
~
693500 100 44'20" 0
694000 100"44'40"
695000
694500 100"45'00"
695500 100"45'20"
696000 100"45'40"
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian.
696500 100"46'00"
S[KOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUD! PERENCAIliMN WILAVAH INSTITUT P[RTANIAN BOGOR
Analisis Data Analisis dan interpretasi data biofisik, ekonomi dan sosial budaya dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Sementara itu untuk mengetahui kondisi objek pariwisata saat ini, diukur melalui analisis kepuasan konsumen. Analisis deskriptif juga digunakan untuk mengetahui dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah ditinjau dari aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan masyarakat sekitar kawasan. Selanjutnya untuk membuat arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang, dilakukan dengan analisis SWOT. Hubungan antara tujuan penelitian, data yang digunakan, sumber data, teknik analisis, dan output yang diharapkan dapat dilihat dalam Tabel 1 dan Gambar 6. Analisis Potensi Pengembangan Pariwisata Analisis ini bertujuan untuk mengetahui potensi biofisik, ekonomi, sosial budaya termasuk potensi objek wisata yang telah ada pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Potensi biofisik diinterpretasi melalui peta-peta tematik seperti peta topografi, peta geologi, peta lereng, peta reklamasi, peta existing land-use, maupun foto udara, serta data-data tabular mengenai kondisi fisik wilayah seperti curah hujan, hidrologi dan tanah. Analisis data spasial dilakukan dengan cara mengelompokkan data berdasarkan temanya, mengambil data, mengklasifikasi ukuran data, dan menumpangtindihkan data (overlay) (Barus dan Wiradisastra, 2000). Operasi yang dilakukan dengan memanfaatkan ekstensi tools geoprocessing berupa Dissollve, Merge, Clip, Intersect, dan Union yang terdapat pada aplikasi pemetaan ArcView versi 3.3 dan digunakan mengolah peta digital yang ada. Interpretasi peta yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui potensi fisik pengembangan wisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Semua peta yang diperoleh sebagai hasil analisis ditampilkan menggunakan sistem koordinat Geografis (GCS_WGS_1984[4326]) dan Universal Tranverse Mercator / UTM (WGS_1984_UTM_Zone_47S[32747]) pada zona 47 lintang selatan.
Tabel 1. Teknik analisis dan output yang diharapkan Teknik Output yang analisis diharapkan 1 Analisis Foto udara, Dinas/Instansi Interpretasi Potensi biofisik, potensi peta Pemda Kota data biofisik, ekonomi, sosial pengembangan administrasi, Sawahlunto, ekonomi, budaya dan pariwisata lereng, geologi, BPS, BPN, PT. sosial budaya, kondisi objek reklamasi, BA-UPO, RTRW dan wisata yang telah jalan, sungai, kuesioner analisis ada pada kawasan penggunaan pengunjung deskriptif wisata bekas lahan, iklim, tambang Kandiarahan RTRW Tanah Hitam dan data ekonomi, sosial budaya, objek wisata 2 Analisis Aspek fisik, Data potensi dan Analisis Memprediksi dampak ekonomi, sosial kendala Deskriptif dampak positif pengembangan budaya pengembangan dari data dan negatif dari pariwisata pariwisata pengamatan, pengembangan terhadap hasil pariwisata pengembangan kuesioner dan terhadap wilayah literatur pengembangan wilayah 3 Membuat Data potensi Kompilasi data Analisis Strategi dan arahan strategi dan kendala potensi internal SWOT arahan pengembangan pengembangan dan ancaman pengembangan pariwisata kawasan eksternal wisata yang berkelanjutan
No
Tujuan
Jenis data
Sumber data
Potensi ekonomi dan sosial budaya dilakukan dengan menginterpretasi peta distribusi fasilitas dan infrastruktur pendukung kawasan serta penggunaan data tabular mengenai Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Sawahlunto Dalam Angka (SDA) dan penyerapan tenaga kerja pada sektor pariwisata serta sumbangan sektor pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk melihat kondisi objek wisata yang telah ada pada kawasan KandiTanah Hitam, digunakan pendekatan analisis kepuasan konsumen. Analisis deskriptif digunakan untuk
menjelaskan
karakteristik responden dan proses
pengambilan keputusan konsumen melakukan kunjungan ke lokasi wisata. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan konsumen terhadap kinerja yang ditawarkan oleh objek wisata yang ada pada kawasan Kandi-Tanah
Hitam digunakan Importance-Peformance Analysis. Analisis ini terdiri dari dua komponen yaitu, analisis kuadran dan analisis kesenjangan (gap). Analisis kuadran dapat mengetahui respon konsumen terhadap atribut yang diplotkan berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja dari atribut tersebut. Langkah pertama untuk analisis kuadran adalah menghitung rata-rata penilaian kepentingan dan kinerja untuk setiap atribut dengan rumus:
dimana: = Bobot rata-rata tingkat penilain kinerja atribut ke-i = Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan atribut ke-i = Jumlah responden Dilanjutkan dengan menghitung rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja untuk keseluruhan atribut, dengan rumus:
dimana: = Nilai rata-rata kinerja atribut = Nilai rata-rata kepentingan atribut = Jumlah atribut Nilai
ini memotong tegak lurus pada sumbu horisontal, yakni sumbu
yang mencerminkan kinerja atribut (X) sedangkan nilai
memotong tegak lurus
pada sumbu vertikal, yakni sumbu yang mencerminkan kepentingan atribut (Y). Setelah diperoleh bobot kinerja dan kepentingan atribut serta nilai rata-rata kinerja dan kepentingan atribut, kemudian nilai-nilai tersebut diplotkan ke dalam diagram kartesius seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Diagram kartesius ImportancePerformance Analysis terbagi ke dalam empat kuadran (Supranto, 2001) yaitu : Kuadran I (Prioritas utama), kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap
penting oleh konsumen tetapi pada kenyataannya atribut-atribut tersebut belum sesuai dengan harapan konsumen. Tingkat kinerja dari atribut tersebut lebih
Kepentingan (Y)
rendah dari pada tingkat harapan konsumen terhadap atribut tersebut.
Kuadran I (Prioritas Utama)
Kuadran II Pertahankan Prestasi
Kuadran III Prioritas Rendah
Kuadran IV Berlebihan
Tingkat Kepuasan (X) Gambar 5. Diagram Kartesius Importance-Performance Analysis. Atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini harus lebih ditingkatkan lagi kinerjanya agar dapat memuaskan konsumen. Kuadran II (Pertahankan prestasi), atribut-atribut yang terdapat dalam kuadran ini menunjukkan bahwa atribut tersebut penting dan memiliki kinerja yang tinggi. Atribut ini perlu dipertahankan untuk waktu selanjutnya. Kuadran III (Prioritas rendah), atribut yang terdapat dalam kuadran ini dianggap kurang penting oleh konsumen dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan terhadap atribut yang masuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh konsumen sangat kecil. Kuadran IV (Berlebihan), kuadran ini memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh konsumen dan dirasakan terlalu berlebihan. Peningkatan kinerja pada atribut-atribut yang terdapat pada kuadran ini hanya akan menyebabkan terjadinya pemborosan sumberdaya. Analisis kesenjangan (gap) dilakukan untuk melihat kesenjangan antara kinerja suatu atribut dengan harapan konsumen. Hasilnya diplotkan ke dalam bentuk grafik selisih antara kinerja dengan harapan. Setelah itu dilakukan proses pencarian bobot kesenjangan dengan melakukan pengurangan antara kinerja
dengan harapan dari masing-masing atribut. Hasil pengurangan tersebut kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan total jumlah gap yang ada. Total jumlah gap yang didapat, kemudian dibagi dengan jumlah atribut yang dinilai sehingga didapatkan bobot gap. Setelah didapatkan bobot gap, dilakukan proses ploting nilai kesenjangan (gap) dan bobot kesenjangan yang ada untuk menilai atribut mana saja yang terdapat dibawah bobot kesenjangan untuk dilakukan proses perbaikan kinerja. Atribut-atribut yang berada dibawah bobot gap, dibandingkan dengan hasil analisis kuadran untuk mendapatkan atribut mana saja yang menjadi prioritas perbaikan kinerja untuk dapat memuaskan keinginan pengunjung. Selanjutnya dicari Indeks Kepuasan Konsumen (IKP) atau Customer Satisfaction Index (CSI) yang berguna untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atributatribut produk atau jasa yang ditawarkan. Untuk mengetahui besarnya IKP/CSI, maka dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Aritonang, 2005). 1) Menentukan nilai Mean Importance Score (MIS), yang berasal dari rata-rata kepentingan tiap konsumen.
dimana: n Yi
= Jumlah Konsumen = Nilai Kepentingan Atribut ke-i
2) Menentukan bobot Weight Factors (WF), yang merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS seluruh atribut.
dimana: p
= Atribut kepentingan ke-p
3) Menentukan bobot Weight Score (WS), yang merupakan perkalian antara WF Dengan rata-rata tingkat kepuasan (X) (Mean Satisfaction Score = MSS)
4) Menentukan Customer Satisfaction Index atau Indeks Kepuasan Konsumen (CSI/IKK)
dimana : p HS
= Atribut kepentingan ke-p = (Highest scale) skala maksimum yang digunakan.
Pada umumnya, bila nilai CSI di atas 50 persen dapat dikatakan bahwa konsumen sudah merasa puas sebaliknya bila nilai CSI dibawah 50 persen konsumen belum dikatakan puas. Nilai CSI dalam penelitian ini dibagi ke dalam lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas (Tabel 2). Kriteria ini mengikuti modifikasi kriteria yang pernah dilakukan oleh PT Sucofindo dalam melakukan Survei Kepuasan Pelanggan. Tabel 2. Kriteria nilai Indek Kepuasan Konsumen (CSI/IKK) Nilai CSI 0.81 – 1.00
Kriteria CSI Sangat Puas
0.66 – 0.80
Puas
0.51 – 0.65
Cukup Puas
0.35 – 0.50
Kurang Puas
0.00 – 0.34
Tidak Puas
Sumber: Ihshani (2005) Tahap selanjutnya adalah untuk mengetahui fasilitas tambahan apa saja yang menjadi prioritas untuk segera dikembangkan. Uji Friedman dan Multiple Comparison Uji Friedman digunakan untuk melihat perbedaan yang signifikan antara atribut-atribut yang perlu ditambahkan oleh pihak manajemen dalam usaha pengembangan kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Hipotesis yang digunakan dalam analisis Friedman dalam penelitian ini yakni : Ho : Setiap fasilitas tambahan memiliki peringkat yang sama sehingga tidak memiliki perbedaan tingkat keperluan.
H1 : Setiap fasilitas tambahan memiliki peringkat yang berbeda sehingga memiliki perbedaan tingkat keperluan. Nilai Friedman dapat didekati dengan menggunakan nilai Chi-Squar
)
dengan rumus (Santoso, 2001) :
dimana: = Nilai dari hasil uji Friedman = Jumlah responden k Rj
= Jumlah variabel yang akan diuji (atribut tambahan) = Jumlah ranking tiap variabel
Kriteria untuk Analisis Varian Ranking Dua Arah Friedman, yaitu: jika nilai
>
, maka kesimpulan yang akan diperoleh adalah tolak Ho.
Hal tersebut berarti terdapat perbedaan tingkat keperluan atau kebutuhan diantara fasilitas tambahan. Untuk lebih mengetahui perbedaan yang nyata diantara variabel-variabel tersebut dilakukan Uji Perbandingan Berganda untuk uji Friedman (Santoso, 2001).
Kriteria uji untuk uji perbandingan berganda untuk uji Friedman ini yaitu: jika nilai sebelah kiri
lebih besar daripada nilai dari sisi sebelah kanan , berarti diantara dua variabel tersebut benar-benar terdapat
perbedaan yang nyata. Analisis Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah Analisis dampak pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dilakukan dengan metode deskriptif, menggunakan data hasil pengamatan lapang, kuesioner, dan literatur. Analisis ini bertujuan untuk
memprediksi dampak pengembangan pariwisata terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto secara keseluruhan, dilihat dari aspek fisik, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat sekitar kawasan. Arahan Strategi Pengembangan Kawasan Untuk menentukan arahan strategi pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, dilakukan dengan Analisis SWOT (Strength-Weaknesses-Opportunities-Threats). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengembangan suatu usaha. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Menurut Ulrike (2006), ancaman dalam lingkungan eksternal dan perubahan dalam pasar industri telah menantang organisasi pemasaran tujuan wisata untuk berubah secara fundamental. Respon-respon strategis terhadap pembangunan-pembangunan ini pada intinya merupakan keputusan untuk membentuk secara proaktif, beradaptasi atau secara pasif
berjuang melawan
krisis. Memprediksi masa depan pariwisata dan memeriksa cara-cara yang mungkin untuk mencapai berbagai skenario masa depan, merupakan latihan penting dalam proses menentukan pendekatan strategis untuk diadopsi. Sebagai respon atas peningkatan kebutuhan akan visi-visi baru dari masa depan pariwisata dan khususnya pemasaran tujuan wisata, yang mengarahkan para agen pemasaran tujuan wisata dari daerah pertengahan barat (Midwestern) Amerika Serikat diundang untuk berpartisipasi dalam sebuah kelompok besar terarah untuk membahas tantangan-tantangan spesifik yang dihadapi organisasi mereka. Proses penyusunan strategi dengan metode SWOT menurut Rangkuti (1997), dilakukan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis dan tahap keputusan. Tahap masukan atau tahap pengumpulan data, merupakan tahap klasifikasi dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data sebagai faktor eksternal dan data sebagai faktor internal yang mempengaruhi tujuan pengembangan usaha. Tahap analisis kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan diambil.
Menurut Aminudin (2003), langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai berikut: (1). Identifikasi Kekuatan/ Kelemahan dan Peluang/Ancaman Pada tahap ini dilakukan penelaahan kondisi faktual di lapangan dan kecenderungan
yang
mungkin
terjadi
untuk
mengidentifikasi
Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. (2). Analisis SWOT dan Alternatif Strategi Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis hubungan keterkaitan antar unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman untuk memperoleh alternatif strategi (S-O, S-T, W-O, W-T). Untuk mendapatkan prioritas strategi, maka dilakukan pemberian bobot (nilai) berdasarkan tingkat kepentingan (Tabel 3). Bobot yang diberikan berkisar antar 1-5. 1 untuk bobot sangat tidak penting, 2 untuk bobot tidak penting, 3 untuk bobot cukup penting, 4 untuk bobot penting, dan 5 untuk bobot sangat penting. Selanjutnya unsurunsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk memperoleh beberapa alternatif strategi (S-O, S-T, W-O, W-T). Kemudian bobot setiap alternatif dijumlahkan untuk menghasilkan ranking dari setiap strategi. Strategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan. Tabel 3. Pembobotan setiap unsur SWOT berdasarkan Blok Plan Resort Wisata Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto Kekuatan (S) S1 S2 ... Sn
Bobot ... ... ... ...
Peluang (O) O1 O2 ... On
Bobot ... ... ... ...
Kelemahan (W) W1 W2 ... Wn
Sumber: Diperindagkop Kota Sawahlunto, 2006 Keterangan: Nilai Bobot 5 Nilai Bobot 4 Nilai Bobot 3 Nilai Bobot 2 Nilai Bobot 1
= = = = =
Sangat Penting Penting Cukup Penting Kurang Penting Sangat Tidak Penting
Bobot ... ... ... ...
Ancaman Bobot (T) T1 T2 ... Tn
... ... ...
(3). Analisis Prioritas Strategi Alternatif strategi pada matrik hasil SWOT (Tabel 4) dihasilkan dari Strategi S-O, yaitu menggunakan kekuatan internal untuk meraih dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada; Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada; Strategi S-T, adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman; dan Strategi W-T, merupakan taktik untuk bertahan yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal serta menghindar dari ancaman yang akan datang. Tabel 4. Matrik Analisis SWOT dan Penentuan Strategi IFAS EFAS OPPORTUNITIES (O) Tentukan faktor peluang eksternal
THREATS (T) Tentukan faktor ancaman eksternal
STRENGTHS (S) Tentukan faktor kekuatan internal STRATEGI (S-O) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang S-O1 … S-O(n) STRATEGI (S-T) Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman S-T1 … S-T(n)
WEAKNESSES (W) Tentukan faktor kelemahan internal STRATEGI (W-O) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang W-O1 … W-O(n) STRATEGI (W-T) Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman W-T1 … W-T(n)
Strategi yang dihasilkan terdiri dari beberapa alternatif. Untuk menentukan prioritas strategi, maka dilakukan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif prioritas. Jumlah bobot akan menentukan prioritas strategi dalam pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rangking Alternatif Strategi No
Unsur SWOT Strategi S-O S-O 1 S-O 2 Strategi S-T S-T 1 S-T 2 Strategi W-O W-O 1 W-O 2 Strategi W-T W-T 1 W-T 2
S1,S2,S(n),O1,O2,O(n)
Jumlah Bobot 20
S1,S2,S(n),T1,T2,T(n)
10
3
W1,W2,W(n),O1,O2,O(n)
15
2
W1,W2,W(n),T1,T2,O(n)
5
4
Keterkaitan
Ranking 1
Tahap berikutnya adalah tahap pengambilan keputusan. Langkah ini adalah tahap terakhir dalam menentukan alternatif strategi terpilih yang mungkin dapat diimplementasikan.
Quisioner pengunjung di objek wisata
RTRW 2003
Peta Biogeofisik Overlay
Analisis deskrpitif Potensi Biogeofisik Data Ekonomi, Sosial Budaya
Karakteristik & Proses Pengambilan keputusan kunjungan
Analisis deskrpitif
Multiple Comparison Uji Friedman Prioritas Fasilitas Tambahan
Potensi pengembangan kawasan Dampak pengembangan Pariwisata terhadap Pengembangan Wilayah
Analisis Kuadran
Analisis GAP
Respon Konsumen
Kesenjangan Kinerja-Harapan
Analisis Kepuasan Pengunjung (CSI) Indeks Kepuasan Pengunjung
Analisis deskrpitif Analisis SWOT
Arahan Strategi Pengembangan Pariwisata Kandi-Tanah Hitam
Gambar 6.
Importance Performance Analysis
Diagram Alir Tahapan Penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Batas Administrasi Wilayah Kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Barangin dan Talawi Kota Sawahlunto dengan luas kawasan sekitar 4 km2 atau 400 hektar. Secara geografis wilayah penelitian terletak 0°36’30” – 0° 39’00” Lintang Selatan dan 100°43’30” – 100°46’30” Bujur Timur. Batas-batas fisik dari wilayah penelitian adalah sebagai berikut: -
sebelah Utara berbatasan dengan Batang (sungai) Ombilin dan Batang Malakutan;
-
sebelah Timur berbatasan dengan Batang Ombilin dan Jalan Propinsi Sawahlunto-Batusangkar;
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Propinsi Sawahlunto-Batusangkar dan Jalan Kota Santur-Talawi; dan
-
sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Kota Santur-Talawi dan Batang Malakutan. Kemudian secara administrasi wilayah penelitian merupakan bagian dari 5
(lima) desa yaitu Desa Kolok Mudik dan Desa Kolok Nan Tuo di Kecamatan Barangin serta Desa Salak, Desa Sijantang Koto, dan Desa Sikalang di Kecamatan Talawi. Lebih rinci mengenai desa, kecamatan, dan luas wilayah yang termasuk dalam wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas wilayah penelitian No 1. 2. 3. 4. 5.
Desa
Kecamatan
Kolok Mudik Barangin Kolok Nan Tuo Barangin Salak Talawi Sijantang Koto Talawi Sikalang Talawi Jumlah
Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006
Luas Wilayah (Ha) Administrasi Penelitian 1.125,62 95,15 1.406,74 0,63 641,78 55,49 413,10 170,49 260,89 78,24 6.339,19 400,00
Kondisi Biofisik Lahan -
Geologi Daerah Kota Sawahlunto terletak pada cekungan pra-tersier Ombilin yang
berbentuk belah ketupat panjang dengan ujung bulat, selebar 22,50 km dan Panjang 47,00 km. kedalaman cekungan ini diperkirakan 2,00 km, diisi oleh lapisan yang muda yang disebut dengan Formasi Brani, Formasi Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawah Tambang dan Formasi Ombilin. Formasi Ombilin merupakan lapisan paling muda menurut kategori zaman tersier atau berumur sekitar 2 juta tahun. Kota Sawahlunto terletak di atas Formasi Sawahlunto, batuan yang terbentuk pada zaman yang diberi istilah kala (epoch) Eocen sekitar 40 – 60 juta tahun yang lalu. Para ahli geologi beropini bahwa Kepulauan Nusantara sekarang ini terbentuk sekitar 4 juta tahun yang lalu. Mereka menduga ketika Formasi Sawahlunto terbentuk belum ada Pulau Sumatera seperti sekarang ini. Pada Cekungan Ombilin inilah tersimpan batubara. Sampai saat ini, 30 juta ton batubara telah ditambang sedangkan yang telah teruji dan terkira diperkirakan masih tersisa sekitar 132 juta ton lagi (Antono, 1993). Biasanya lapisan tanah dan batuan tanah ini memang membeku atau liat serta sulit untuk meluruskan atau menyimpan air tanah dan kemungkinan air tanah hanya tersimpan hanya tersimpan pada kulit bumi yang telah lapuk. Akan tetapi tidak demikian pada Formasi Sawahlunto. Tanah pada Formasi Sawahlunto mengandung butiran pasir yang dapat meluruskan air, tetapi dari gambar penampang Geologi Ombilin diduga air itu justru lolos ke tempat lain. Aspek geologi yang perlu mendapat perhatian
yang sangat serius dalam
perencanaan dan pengembangan Kota Sawahlunto adalah : sesar, gempa bumi, dan gerakan tanah. (1). Sesar. Sesar atau patahan yang dapat menimbulkan bencana adalah sesar yang aktif. Prasarana vital seperti pipa minyak, pipa air bersih harus direncana pembangunannya tidak memotong sesar aktif. Berdasarkan pola sesarnya yang sejajar dengan Sesar Besar Sumatera diperkirakan Sesar Sawahlunto adalah sesar aktif. (2). Gempa Bumi. Kota Sawahlunto dan sekitarnya telah teridentifikasi sebagai daerah rawan gempa bumi. Telah tercatat bahwa gempa bumi
yang sering terjadi di Propinsi Sumatera Barat menyebabkan kerusakan di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. (3). Gerakan Tanah. Gerakan tanah sering terjadi di Kota Sawahlunto adalah gerakan tanah dengan tipe aliran bahan rombakan (debris slide), runtuhan batu (rock fall), longsor (land slide), dan rayapan tanah (soil creep). Gerakan tanah ini dapat terjadi pada semua jenis batuan mulai dari batu gamping, konglomerat, dan batu lempung. Gerakan tanah inipun dapat terjadi pada semua batuan yang memiliki salah satu atau beberapa keadaan berikut : - morfologi atau kemiringan lereng yang curam - kekar atau retakan batu yang rapat - kemiringan perlapisan batuan searah dengan kemiringan lereng dan tanah pelapukan cukup tebal. Dapat disimpulkan bahwa terjadinya gerakan tanah di sekitar Kota Sawahlunto sering dipicu oleh kegiatan pemotongan lereng (misalnya pada road cut), curah hujan yang tinggi dan minimnya upaya penguatan lereng. Bahaya sesar aktif dan gempa bumi dapat diamati secara langsung di lapangan. Hasil pengamatan lapang ditemukan 4 (empat) tipe gerakan tanah yang semuanya terjadi di Kota Sawahlunto. Berikut ini 4 (empat) tipe gerakan tanah tersebut antara lain: (1). Aliran bahan rombakan (debris slide) Aliran bahan rombakan terutama terjadi karena aktivitas manusia seperti pemotongan tebing bagian bawah untuk pelebaran jalan dan panggalian
tanah
urug.
Pemotongan
tebing
bagian
bawah
menyebabkan hilangnya kekuatan penyangga sehingga jika musim hujan, batuan yang lapuk di bagian atas menjadi mudah longsor. (2). Longsor (land slide) Banyak terjadi di sepanjang jalan Sawahlunto – Talawi, terutama pada ruas Lubang Panjang – Sungai Durian, baik pada jalan bawah maupun jalan atas. Longsor terjadi karena sisi barat daya jalan yang umumnya berupa lembah yang tererosi secara alami yang menyebabkan jalan kehilangan penyangga. Apabila tanah di bawah bertambah berat
karena peresapan air hujan, sebagian atau seluruh badan jalan akan longsor atau turun ke bawah. Beban kendaraan dapat mempercepat terjadinya longsor. (3). Rayapan Tanah (soil creep) Dapat ditemui pada sisi timur laut jalan Sawahlunto–Talawi di Sungai Durian di bagian yang lerengnya agak landai. Rayapan tanah telah dikelola dengan pemberian teras di bagian kaki rayapan. Rayapan tanah terjadi karena masuknya air hujan ke dalam bagian tanah yang merayap. Air hujan yang meresap menambah berat massa tanah, tetapi mengurangi daya gesek tanah. (4). Runtuhan Batu (rock fall) Dapat terjadi alami pada tempat-tempat yang bertebing terjal, terutama pada tempat yang batuannya keras dan rapat, seperti pada batu pasir dan batu gamping di sekitar Kota Sawahlunto pada sepanjang ruas jalan Muara Kelaban–Sawahlunto, sepanjang ruas jalan Muara Kelaban Padang Sibusuk, sepanjang gawir sesar turun di Sungai Durian dan sepanjang Batang Ombilin. Secara alamiah runtuhan batu pada kekar bertambah lebar karena pelapukan. Oleh karena itu, kejadian runtuhan batu baru terjadi pada periode yang lama dan sulit untuk diramalkan. Hal ini justru menyebabkan masyarakat menjadi lupa akan bahaya yang ditimbulkannya. Untuk formasi geologi kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam sendiri tersusun oleh jenis batuan sebagai berikut: (1). Formasi Ombilin (Tmol) yang terdiri dari batupasir konglomeratan berselingan dengan batu lanau dan lapisan batubara. Merupakan lapisan paling muda menurut kategori zaman tersier atau berumur sekitar 2 (dua) juta tahun. Penyebarannya meluas dari Desa Kolok Mudik sampai ke Desa Sikalang; (2). Formasi Gunung Api (Qpt) dan formasi Silungkang (Psl) berupa Satuan Batuan Vulkanik, lapisan batu lempung, batu lanau yang mengandung lapisan batubara. Penyebarannya di bagian utara dan barat dari wilayah penelitian;
(3). Formasi Sangkarewang (Tos) berupa lapisan batu konglomerat dan batu pasir, dimana penyebarannya dominan di seluruh wilayah penelitian; dan (4). Sebagian kecil dari wilayah penelitian berupa lapisan Aluvial yang terdapat di pinggiran sungai Batang Ombilin dan Batang Malakutan, terlihat pada Gambar 7. -
Topografi Wilayah penelitian terletak pada ketinggian berkisar antara 210-350 meter
di atas permukaan laut (m dpl) dengan bentuk wilayah dominan (80%) berbukit dan bergelombang yang sebagian besar berlokasi di bagian tengah kawasan bekas tambang dengan kemiringan lahan antara 15-40%, sisanya (20%) termasuk datar, landai sampai agak curam (lereng 0-15%) terletaknya di pinggir jalan propinsi, dan sangat curam (lereng >40%) yang terletak pada areal bekas tambang KandiTanah Hitam (Tabel 7). Perbukitan yang terjal merupakan bentang alam yang dominan dalam daerah administrasi Kota Sawahlunto yang dicirikan oleh bukit-bukit yang membulat dengan lereng bukit curam sampai terjal (Gambar 8). Kemiringan lahan yang terjal ini menjadi kendala atau faktor pembatas pengembangan wilayah Kota Sawahlunto. Bentuk wilayah yang landai tersebar hampir di tengah Kota Sawahlunto, yang umumnya merupakan jalur- jalur sempit sehingga dirasa sulit untuk dikembangkan menjadi permukiman perkotaan; posisinya memanjang sepanjang Sesar Sawahlunto, memisahkan perbukitan terjal yang terletak di kedua sisinya.
Bentuk
wilayah
yang
relatif
landai
sehingga
memungkinkan
berkembangnya permukiman perkotaan hanya dijumpai di Talawi dan Kota Sawahlunto sendiri. Topografi yang berbukit atau bergunung tidak menguntungkan untuk dilakukannya kegiatan pertanian di kawasan bekas tambang ini; dan karena pada daerah ini telah tertimbun material hasil aktivitas pertambangan, sehingga sangat mungkin dan rentan terhadap erosi dan longsor. Sebagaimana yang diketahui bahwa terjadinya erosi dan longsor mempunyai hubungan yang erat dengan sifatsifat tanah, topografi dan curah hujan serta vegetasi penutup. Sehubungan dengan
kegiatan penambangan terbuka, terjadi perubahan terhadap lereng/topografi dan tanah, yaitu: (1). tanah puncak (top soil) dan mineral tanah yang akan tergusur dan teraduk yang menyebabkan menurunnya tingkat kesuburan tanah di bekas tambang terbuka; (2). bentang alam, permukaan tanah yang berbukit dan bergelombang akan menjadi rata, sebaliknya lembah-lembah akan tertutup tanah timbunan; dan (3). kemantapan lereng (slope stability), untuk kawasan yang memiliki lereng yang besar dari 45° akan berkurang kemantapannya karena tumbuhan penutup/vegetasi telah ditebas dan banyak tanah kupasan yang tergusur ke lembah-lembah ternyata menyangkut di lerenglereng. Tabel 7. Pola distribusi kelas lereng pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam No
Lereng
1
0–8% (Datar-agak landai)
2 3 4
Distribusi Lokasi
Relatif sedikit dan berada di pinggir Jalan Kota, Jalan Propinsi, sungai dan pada areal bekas tambang batubara 9 – 15 % Sebagian besar berada dekat (Landai-agak curam) lahan dengan lereng 0 – 8 % 16 – 40 % Tersebar di seluruh lokasi (Agak curam-curam) wilayah penelitian > 40 % Berada di bagian timur wilayah (Sangat curam) penelitian Jumlah
Luas (Ha) 23,279
6,69
31,737
9,12
%
280,874 80,69 12,189
3,50
348,079
100
100"44'20"
100"45'20"
100"45'00"
100"44'40"
PETA
100"45'40"
1'()I2M4.SI
(;~()L()(71
I\dwdSdn Ilf~h.dS T dmbdnl! I\dndi-Tdndh tlildm
Skala
200
0
200
400
• •--....0 MOo
1: 18.000
o ---,v
Pusat Desa Batas KeC3matan
/'.,' Batas Desa Jalan Arteri Sekunder /\/ Jalan Kola dan Kawasan /\/ Jalan Tanah /v' Jalan Sclapak N Sungai dan Danal! N Balas Kmvasan Kandi-Tanah Hitam
N
o
1\-- -...,------f---I-
•
L IiHI I
Banmn GUllung Api
FOTInasi Brani
FOfmasi Ombilin
Fomms) Sangkarc\\ang Fommsi Silungkang ••• Sesar Nomlal 10. ......
Sesar Naik
~ Sesar Gcscr
693500 100"44'20"
694000 100"44'40"
694500
695000 100"45'00"
695500 100"45'20"
696000 100"45'40"
696500 100"46'00"
Gambar 7. Peta Formasi Geologi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam
SEKOLAH PASCASARJAIliA PROGRAM snJm PERElliCAIllAAIll WILAYAH IIliSTITUT PERTAIliIAIll BOGOR
Gambar 8. Peta Kelas Lereng Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam
-
Iklim Keadaan iklim di wilayah penelitian lebih kurang sama dengan iklim Kota
Sawahlunto yaitu beriklim tropis. Peta Curah Hujan Indonesia memberikan gambaran bahwa Kota Sawahlunto berada di dalam isohyat (garis curah hujan) antara 1.500 - 2.000 mm per tahun dengan rata-rata curah hujan per tahunnya sebesar 1.754,7 mm dengan rata-rata hari hujan 128 hari. Suhu udara berkisar antara 22,5 - 27,9 °C. Musim kemarau di daerah ini terjadi pada bulan Juni sampai Oktober, sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan Nopember sampai Mei. Menurut Schmitt & Ferguson, iklim Sawahlunto termasuk dalam tipe Afa, iklim hujan tropis dengan suhu pada bulan terdingin >18 °C. Curah hujan tahunan ± 2350 mm, dengan bulan kering (curah hujan bulanan <60 mm) rata-rata selama 1,5 bulan dan maksimum 4 bulan, serta rata-rata bulan basah selama 7-8 bulan. Berdasarkan hal tersebut regim suhu tanahnya tergolong dalam isohipertermik dan regim kelembaban tanahnya tergolong dalam udik. Keadaan tersebut juga memberikan petunjuk perlunya pemilihan tanaman (pertanian/kehutanan) yang menyukai kelembaban tinggi dan suhu yang panas atau tanaman yang dapat beradaptasi dengan iklim tersebut. Perlu ditambahkan bahwa tanah di daerah ini sebagian besar dipadatkan sehingga permeabilitasnya lambat yang berakibat terhambatnya proses pencucian secara vertikal, dan perakaran tanaman akan terhambat perkembangannya sehingga tanaman semusim akan lebih mudah mengalami kekeringan. -
Tanah Berdasarkan data dari Bagian Pengelolaan Lingkungan PT. BA-UPO
(Depkimpraswil, 2003), tanah-tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam didominasi oleh Podsolik Merah Kuning atau setara dengan Typic Hapludults, dan sebagian tanah Aluvial di sepanjang Batang Ombilin. Secara lengkap klasifikasi tanah kawasan bekas tambang ini hingga tingkat subgrup menurut Soil Taxonomy tahun 2003 dan padanannya menurut kriteria Pusat Penelitian Tanah (PPT) tahun 1983 dicantumkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Klasifikasi tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
Ordo Ultisols
Subordo Udults
Klasifikasi Tanah Soil Taxonomy Grup Subgrup Kandiudults Typic Kandiudults Kanhapludults Typic Kanhapludults Hapludults Typic Hapludults
PPT (1983) Podsolik Kandik Podsolik Kandik Podsolik Haplik
Tanah Podsolik Merah Kuning merupakan tanah mineral yang mengalami tingkat perkembangan cukup sampai kuat yang dicirikan oleh adanya horizon diagnostik (horizon penciri perkembangan) argilik (pelindian liat ke lapisan bawah), kejenuhan basa rendah (< 40%), dan sangat peka erosi. Penyebarannya dijumpai pada fisiografi teras angkatan dan dataran volkan tua. Podsolik Merah Kuning berwarna coklat tua kekuningan sampai kemerahan, bertekstur lempung liat berpasir di horizon atas dan lempung berliat di horizon bawah, struktur gumpal bersudut dengan konsistensi teguh sampai sangat teguh. Kerikil, kwarsit, dan kongresi besi dijumpai dalam tanah, dan pada beberapa tempat merupakan lapisan padat dan tersembul di permukaan, seperti yang terlihat pada Tabel 9. Dalam keadaan alami kesuburan pada lapisan berbahan organik tanah ini tergolong cukup baik hanya terbatas di atas tetapi bila digunakan dengan kurang seksama, kesuburannya cepat menurun dan merupakan tanah yang marginal untuk pertanian tanaman semusim. Umumnya tanah ini lebih sesuai untuk tanaman tahunan misalnya berbentuk perkebunan dan kehutanan. Pada daerah datar sampai berombak dapat di usahakan pertanian tanaman pangan dan peternakan dengan ketentuan harus diiringi dengan manajemen yang tepat. Tabel 9. Susunan kimia tanah asli dari kawasan Kandi-Tanah Hitam No Kedalaman Blok/ profil
Tekstur
pH Pasir Debu Liat H2O KCl C
cm UPO-1
Ekstrak 1;2,5
%
Terhadap contoh kering 105OC Bahan organik
HCl 25%
Nilai Tukar Kation (NH4Acetat 1N, pH7)
KCl 1N
N C/N P2O5 K2O Ca Mg K Na KTK KB* AL3+ H+ %
Mg/100 g
m.e/100 g
% m.e/100 g
0-40
51
20 29 4,2 3,7 0,92 0,06 15
2
6 0,31 0,15 0,06 0,18 7,28
10 3,32 0,34
40-130
38
19 43 4,4 3,8 0,34 0,05
7
5
7 0,16 0,12 0,04 0,06 7,19
5 4,26 0,47
130-170
29
34 37 4,2 3,8 0,21 0,03
7
5
6 0,36 0,15 0,04 0,05 7,82
8 3,88 0,38
Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003) * >100 terdapat kation-kation bebas disamping kation-kation dapat ditukar
Jenis tanah Aluvial yang terdapat di sepanjang Batang Ombilin, umumnya memiliki solum dangkal sampai dalam, berwarna kelabu sampai kelabu kekuningan dan kecoklatan, sering berglei dan bercak kuning, coklat dan merah, bertekstur lempung sampai liat, berlapis-lapis debu dan pasir, lapisan atas masih selalu mengalami penambahan bahan, kadang-kadang mengandung bahan organik (PPTA, 1994). Umumnya secara tetap atau semusim dipengaruhi penggenangan air (berkala/menetap) atau pelimpahan air banjir (pasang). Konsistensi basah lekat sampai teguh dengan daya penahan air rendah sampai tinggi. Kesuburan tanah Aluvial dipengaruhi pula oleh asam-asam humus dan bahan-bahan racun (Al dan Fe) yang ikut terbawa oleh air. Beragamnya daerah penyebaran tanah Aluvial dan tingkat kesuburan tanah, terlihat pada Tabel 10. Tabel 10. Data kesuburan tanah di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam No Parameter
Satuan
Lokasi Sampel Tingkat Kesuburan Tanah Tanah Kandi Rendah Sedang Tinggi Hitam
1 PH 5.31 6.07 <6 6-7 7 - H2O 5.11 6.00 < 6 6 7 7 - KCl PPM 2.60 5.10 < 10 10 40 40 80 2 Cu PPM 7.60 7.70 < 10 10 - 200 200 - 300 3 Zn PPM 49.00 112.00 < 20 20 200 200 - 300 4 Mn PPM 253.00 155.00 < 1000 1.000 10.000 10.000 - 100.000 5 Fe PPM TU 3.10 < 5 5 39 40 6P m.e / 100 gr 0.76 2.56 2 5 6 10 11 20 7 Ca m.e / 100 gr 0.80 0.56 0,1 0,3 1,1 2,0 2,1 8,0 8 Mg m.e / 100 gr 0.48 0.48 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1,0 9 Na m.e / 100 gr 0.18 0.10 0,1 0,3 0,4 0,7 0,8 - 1,0 10 K m.e / 100 gr 12.20 13.00 5 16 17 24 24 - 80 11 KTK m.e / 100 gr 0.74 0.21 12 H+ m.e / 100 gr 2.10 0.21 < 3 3,1 8 8,1 40 13 Al Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003) Keterangan : TU = Tidak Terukur
Selain tanah asli, perlu diperhatikan sifat-sifat bahan timbunan yang mendominasi daerah ini. Berdasarkan komponen penyusunnya, bahan timbunan pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, umumnya terdiri dari: (1). komponen
lapisan
bawah
yang
terdiri
dari
fragmen-
fragmen/bongkahan batuliat, batupasir, dan batubara muda yang tidak terpilih berukuran besar. Fragmen batuan tersebut sangat masif, sangat
keras, dan sulit ditembus perakaran. Sebaliknya dalam keadaan terbuka di permukaan dan terkena air (air hujan) bahan ini mudah rekah, hancur, dan melumpur, sehingga mudah terbawa air aliran permukaan; dan (2). komponen lapisan atas yang merupakan bahan tanah merah, sering berkerikil, berkerakal, serta berfragmen bahan induk/batuan induknya. Lapisan ini ketebalannya berbeda-beda, padat, dan sangat keras; karena penggunaan alat berat dan dipadatkan pada saat penimbunan dan perataan. -
Hidrologi Sungai besar yang terdapat di sekitar wilayah penelitian ada dua yaitu
Batang Ombilin dan Batang Malakutan, sedangkan sungai kecil juga dua yaitu Batang Lurah Gadang dan Batang Tandikat. Batang Malakutan, Batang Lurah Gadang dan Batang Tandikat merupakan anak sungai Batang Ombilin, sehingga sungai yang melewati wilayah penelitian hanya dua yaitu Batang Lurah Gadang dan Batang Tandikat yang keseluruhan sungai tersebut mengalir dari Barat ke Timur atau Utara ke selatan. Pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ini juga terdapat beberapa danau yang terbentuk dari aktivitas penambangan batubara, yaitu: (1). Danau Kandi, Danau Tanah Hitam, dan Danau Belibis yang terbentuk dari bekas galian tambang batubara; (2). Danau Tandikat yang terbentuk akibat terhalangnya aliran sungai Tandikat oleh timbunan (disposal) dari kegiatan tambang batubara di sekitarnya. Berdasarkan kajian awal yang dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, mendeskripsikan bahwa air tanah akan relatif sulit didapatkan di Kota Sawahlunto karena kondisi lapisan tanah dan batuan yang ada di kota ini bersifat masif (Pemda Kota Sawahlunto, 2004).
-
Perubahan Lingkungan Akibat Penambangan Rona awal lingkungan kawasan Kandi dan Tanah Hitam sebelum tahun
1990 dapat dideskripsikan sebagai berikut: (1). sebagian besar berupa hutan dengan pohon-pohon kecil (Hutan Tersier) dan semak belukar; dan (2). sebagian kecil berupa permukiman yang tersebar di masing-masing pusat Desa Kolok Nan Tuo, Kolok Mudik, Sikalang dan Salak serta berupa danau alam yaitu danau Tandikat. Setelah dilakukannya kegiatan penambangan batubara setelah tahun 1990 oleh Perusahaan Terbatas Bukit Asam-Unit Pertambangan Ombilin (PT. BAUPO), maka rona lingkungan kawasan ini mengalami perubahan atau gangguan, yaitu berupa: (1). pada lereng-lereng terjadi erosi alur (gully erotion) cukup berat. Untuk menahan laju erosi dan perbaikan struktur tanah telah dilakukan penanaman Albazia sp dan Accasia auriculiformis sejak tahun 1992; (2). kawasan hutan berkurang secara signifikan, terutama di bagian timur wilayah penelitian yang merupakan kawasan kegiatan penambangan batubara PT. BA-UPO (kawasan Kandi dan Tanah Hitam). Kawasan tersebut telah berubah menjadi kawasan terbuka (tidak bervegetasi) dan terbentuknya danau-danau; dan (3). kawasan permukiman tidak ada pertambahannya. Konsekuensi dari terjadinya perubahan rona lingkungan ini, maka PT. BAUPO sebagai perusahaan pemegang Kuasa Pertambangan kawasan tersebut, berkewajiban melaksanakan Kegiatan Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan sebelum kegiatan tambang ditutup. Dalam hal ini kegiatan pemantauan lingkungan dari PT. BA-UPO dijadikan sebagai bahan untuk menilai kondisi eksisting lingkungan kawasan bekas tambang, terutama pada kawasan yang telah mengalami perubahan rona lingkungan. Lingkungan kawasan bekas tambang setelah dilakukan reklamasi pasca aktivitas penambangan batubara menunjukkan bahwa lahan tersebut sudah hampir kembali ke keadaan sebelumnya, yaitu sudah menjadi hutan kembali. Di beberapa tempat sempat terjadi perusakan areal
reklamasi karena aktivitas penambangan liar, namun akhirnya aktivitas tersebut berhasil dihentikan pada akhir tahun 2006 (Tabel 11). Tabel 11. Status dan kondisi lahan reklamasi di Kawasan Kandi-Tanah Hitam No
Luas (Ha) Kandi Tanah Hitam 192,796 201,34
Uraian
1 Daerah Terganggu 2 Daerah Tereklamasi
Jumlah (Ha) 394,136
141,296
160,908
302,204
3 Dirusak Tambang Liar
42,038
27,99
70,028
4 Kewajiban Reklamasi*
61,500
32,114
93,614
Jumlah
437,63
422,352
859,982
Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003) Ket : * tidak termasuk yang dirusak peti
Berdasarkan laporan bagian pengelolaan lingkungan PT BA-UPO, pada tahun 2003 lahan yang dirusak penambangan liar seluas 70, 028 Ha, terlihat pada Gambar 9. Hal ini perlu mendapat perhatian dan penangan khusus karena berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan. Untuk
kepentingan
analisis
potensi
pencemaran
akibat
kegiatan
penambangan atau pasca penambangan, mengacu kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 tahun 2003 yang membatasi parameter untuk pengawasan kegiatan penambangan batubara hanya terbatas pada empat parameter, yaitu: pH, zat padat tersuspensi, besi, dan mangan (Diperindagkop Kota Sawahlunto, 2006). Data Kondisi Air Permukaan (Depkimpraswil, 2003), dipantau pada dua titik yaitu pada titik Batang Ombilin setelah pertemuan dengan Batang Lurah Gadang di Tanah Hitam dan Batang Ombilin setelah bertemu Batang Lurah Tandikat di Kandi. Kedua titik itu memiliki data pemantauan sejak tahun 1998 sampai dengan Juli 2003. Titik-titik tersebut digunakan untuk melihat kecenderungan kondisi kualitas air permukaan, terlihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Data pemantauan kualitas air di Batang Ombilin sesudah pertemuan dengan Batang Tandikat Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003* 1 pH 7.59 7.26 7.23 7.6 7.29 7.59 2 TSS mg/l 27 17.6 25 7 31 8 3 Besi mg/l 0.071 2.728 0.25 2.496 0.86 0.27 4 Mangan mg/l 0.04 0.385 0.38 0.048 0.05 0.05 Sumber : Bag. Pengelolaan Lingkungan, PT. BA – UPO, (Depkimpraswil, 2003) Ket: *sampai dengan Juli 2003 No
-
Parameter
Satuan
Infrastruktur Penunjang Infrastruktur penunjang yang terdapat di sekitar kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam dapat diuraikan sebagai berikut: (1). fasilitas keamanan, terdiri dari 1 Polres di Desa Sikalang, 1 Polsek yaitu di desa Kolok Mudik dan Pos Hansip pada setiap pusat desa; (2). fasilitas peribadatan, berupa Mesjid yang berlokasi di Desa Kolok Nan Tuo 2 unit, Desa Kolok Mudik 1 unit, Desa Santur 2 unit, Desa Sikalang 2 unit dan Desa Salak 2 unit serta Desa Sijantang 1 unit dengan kondisi baik; dan (3). fasilitas kesehatan berupa Puskesmas di Desa Kolok Nan Tuo, Desa Kolok Mudik dan Desa Salak masing-masing 1 unit, poliklinik sebanyak 1 unit di Desa Sikalang dan Posyandu sebanyak 6 unit yang berlokasi pada Pusat Desa (Gambar 10). Berdasarkan data kondisi jalan yang ada saat ini (Diperindagkop Kota Sawahlunto, 2006), panjang jaringan jalan di sekitar wilayah penelitian adalah 22,52 km dengan luas 11,07 Ha yang terdiri dari : (1) jalan propinsi berupa jalan aspal sepanjang 3,43 km dengan kondisi sebagian rusak akibat longsoran dan amblas; (2) jalan kota berupa jalan aspal 5,46 km, jalan tanah/perkerasan 1,88 km; dan (3) jalan tambang berupa jalan tanah sepanjang 11,74 km yang dulunya merupakan sarana transportasi kegiatan penambangan batubara yang dilakukan oleh PT BA-UPO (Tabel 13).
Gambar 9. Peta Distribusi Lokasi Reklamasi Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam.
Tabel 13. Data kondisi jalan eksisting No
Status Jalan
Kondisi Eksisting Jalan Jenis Panjang Lebar Luas Konstruksi (m) (m) (m2)
1 Jalan Aspal Propinsi 2 Jalan Kota Aspal
Kondisi
3.423,23
5,00
5,460,60
5,00
Tanah & 1.888,20 Perkerasan Tanah 11.740,40
4,00
17.161,15 Baik Rusak 27.303,00 Baik Rusak 7.552,80
5,00
58.702,00
3 Jalan Tambang Jumlah 22.521,43 Sumber : Depkimpraswil, 2003
Keterangan
& Rusak = 250 m & Rusak = 25 m
110.718,95
Wilayah penelitian terdapat 4 (empat) ruas jalan yang menghubungkannya dengan jalan propinsi dan jalan kota, dan baru satu ruas yang kondisinya permanen yaitu ruas jalan dari Simpang Napar menuju Kawasan Kandi dengan badan jalan yang diaspal sepanjang 2,4 km. Ruas jalan komplek Perkantoran Kolok menuju kawasan Motocross sedang dalam tahap perkerasan, dan sudah bisa dilewati oleh kendaraan roda empat maupun roda dua. Ruas ini dipersiapkan sebagai jalan lingkar dari Talawi – Simpang Napar – Kawasan Wisata – Jalan Raya Kolok – Pusat Kota. Pembuatan jalan lingkar ini ditujukan untuk mengantisipasi macetnya arus lalu lintas akibat adanya aktivitas wisata di kawasan ini, juga untuk menghubungkan antar objek wisata yang ada di dalam kawasan ini sehingga bisa lebih mudah dijangkau oleh wisatawan. Fasilitas transportasi di wilayah penelitian dapat diuraikan sebagai berikut: (1). fasilitas terminal tidak ada, namun disekitar terdapat satu terminal bayangan di dekat Pusat Desa Santur (bagian Selatan wilayah penelitian); (2). fasilitas pakir formal ada dua yaitu di depan gerbang pacuan kuda dan di samping gerbang taman satwa; (3). fasilitas untuk pejalan kaki tidak ada, lebih banyak menggunakan bahu jalan; (4). moda angkutan umum berupa kendaraan roda empat untuk angkutan dalam kota dan antar kota serta kendaraan roda dua atau ojek untuk angkutan dalam kawasan wisata; dan
(5). jaringan jalan yang dilalui oleh angkutan formal (dalam dan luar kota) hanya jalan kota dan jalan propinsi. Perekonomian Perekonomian Kota Sawahlunto tahun 2005 yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp. 619.543,77 Juta, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 444.671,75 Juta, dengan pertumbuhan mencapai 1,96 persen dibanding tahun 2004 (Bappeda Kota Sawahlunto, 2006). Kalau diperhatikan (Tabel 14), tampak bahwa ada perubahan dalam struktur perekonomian kota Sawahlunto di tahun 2005 ini. Pada Tahun 2004 struktur perekonomian Kota Sawahlunto masih didominasi oleh Sektor Pertambangan dan Penggalian, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, strukturnya sudah mulai bergeser kepada Sektor Jasa-jasa. Kondisi ini mengindikasikan semakin berkurangnya ketergantungan perekonomian Kota Sawahlunto terhadap sektor Pertambangan dan Penggalian (batubara) yang menjadi ciri khas daerah ini. Tabel 14. Laju pertumbuhan dan distribusi PDRB Kota Sawahlunto No
Pertumbuhan 1)
Lapangan Usaha
Distribusi PDRB 2)
2004 *) 2005 **) 2004 *) 2005 **) (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa – jasa PDRB Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006
Keterangan : * ) Angka Diperbaiki ** ) Angka Sementara
1) 2)
(2) 7,30 1,77 5,12 5,66 4,89 4,40 5,90 6,04 3,98 4,04
(3) (4) 8,03 6,78 -4,79 26,61 6,48 11,87 9,52 0,80 3,58 5,58 0,22 10,51 5,59 8,44 4,35 5,03 4,42 24,39 1,96 100,00
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Atas Dasar Harga Berlaku
(5) 7,45 24,36 12,05 0,94 5,79 10,51 8,86 5,08 24,96 100,00
Gambar 10. Peta Sebaran Infrastruktur Penunjang Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam.
Kenyataannya diperkuat dengan semakin berkurangnya kontribusi sektor ini terhadap nilai PDRB. Pada tahun 2004, PDRB Kota Sawahlunto atas dasar harga berlaku yang disumbangkan oleh sektor Pertambangan dan Penggalian adalah sebesar 151,67 milyar, tahun 2005 berkurang menjadi 150,94 milyar. Sedangkan sumbangan dari Sektor Jasa-jasa di tahun 2004 adalah sebesar 139,07 milyar, tahun 2005 meningkat menjadi 154,62 milyar. Apabila dilihat dari sumber mata pencaharian masyarakat, juga terlihat bahwa sebelum tahun 2005 sektor Pertanian merupakan sektor yang terbanyak digeluti oleh masyarakat Kota Sawahlunto sebagai mata pencahariannya. Namun demikian di tahun 2005 ini tampaknya sudah bergeser kepada sektor Jasa-jasa, terlihat pada Tabel 15. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005, menunjukkan bahwa 24,49 persen penduduk Kota Sawahlunto bekerja pada sektor Jasa-jasa, sedangkan di tahun 2004 hanya 21,17 persen. Tabel 15. Persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Tahun
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri dan Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa – jasa
2004 27,75 8,27 5,63 3,63 6,62 17,14 8,74 1,05 21,17
2005 21,90 13,00 8,84 1,51 3,29 16,67 8,65 1,66 24,49
100,00
100,00
Total Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006
Sosial Budaya dan Kependudukan Secara umum sosial budaya masyarakat wilayah penelitian dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat Minangkabau dimana ada tiga pihak (Tigo Tungku Sajarangan)
yang
berperan
dalam
perilaku
sosial
budaya
kehidupan
masyarakatnya. Tiga pihak tersebut adalah Alim Ulama, Cerdik Pandai
(Intelektual), Ninik Mamak (Pemuka Adat). Selain itu dalam kehidupan sosial budayanya juga menggunakan prinsip Adat bersandi Syarak (Agama) dan Syarak bersandi Kitabulah (Al Quran). Berdasarkan komposisi suku bangsa, wilayah penelitian memiliki keragaman yang tinggi, antara lain Minangkabau, Jawa, Batak, Cina, Melayu Deli, Melayu Riau, Melayu Jambi, Aceh, Palembang, dan Sunda. Hal ini diakibatkan oleh kegiatan tambang batubara yang menjadi faktor penarik bagi pendatang untuk bekerja di sektor pertambangan atau di sektor lain yang mendukung kegiatan pertambangan. Keragaman ini terlihat dalam acara-acara besar seperti perayaan hari kemerdekaan nasional dan pekan budaya. Pembauran yang terjadi tampak telah berjalan secara alami. Tidak terdapat konflik etnik/suku bangsa dalam kehidupan sosial budaya kemasyarakatan pada wilayah penelitian. Selain itu budaya bekerja sama berupa kegiatan gotong royong tampaknya kental pada sistem kemasyarakatan di wilayah penelitian, terutama untuk kegiatan yang menyangkut kepentingan bersama seperti pembangunan fasilitas umum, pembangunan rumah penduduk, dan rumah ibadah. Budaya gotong royong ini mulai dari dulu sampai sekarang telah menjadi ciri khas budaya masyarakat di sekitar wilayah penelitian. Salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan adalah masalah kependudukan (demografi). Aspek kependudukan merupakan basis yang secara tidak langsung membentuk hampir semua aspek kehidupan. Data-data pokok kependudukan bergerak, bergeser, dan bermutasi seiring perjalanan waktu, yang umumnya disebabkan oleh proses migrasi, natalitas, maupun mortalitas. Bila dihitung, rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kota Sawahlunto selama lima tahun terakhir adalah 0,71 persen, sedangkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk Provinsi Sumatera Barat adalah 1,76 persen. Perkembangan jumlah penduduk Kota Sawahlunto dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Perkembangan jumlah penduduk Kota Sawahlunto No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Jumlah Penduduk (jiwa) 50.875 51.065 51.533 52.562 52.457 52.708
Pertumbuhan (%) 0,37 0,92 2,00 -0,20 0,48
Sumber : Bappeda Kota Sawahlunto, 2006
Dari Tabel 16 terlihat bahwa pada tahun 2004 telah terjadi penurunan jumlah penduduk Kota Sawahlunto dibanding tahun 2003 sebesar 0,20 persen. Hal tersebut diduga berkaitan erat dengan pemutusan hubungan kerja yang terjadi pada perusahaan batubara PT BA-UPO akibat berkurangnya produksi. Sebagian yang terkena PHK memutuskan untuk keluar dari Kota Sawahlunto untuk mencari pekerjaan pengganti dan sebagian lagi pindah kerja ke Kantor Pusat PT BA-UPO yang berada di Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Namun di tahun 2005, kondisi pertumbuhan penduduk terlihat sudah mengalami sedikit
peningkatan (0,48
persen), sehingga jumlah penduduk menjadi 52.708 jiwa. Hasil registrasi penduduk akhir tahun 2005, didapatkan kepadatan penduduk Kota Sawahlunto secara rata-rata adalah sebesar 192,75 jiwa/km2, telah terjadi peningkatan sebesar 0,48 persen bila dibandingkan dengan kepadatan penduduk rata-rata di tahun 2004, yang sebesar 191,83 jiwa/km2. Data kepadatan penduduk di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah dan distribusi penduduk di wilayah penelitian Desa/Kelurahan 1 Kolok Mudik
Luas Rasio Jumlah Kepadatan Wilayah Laki-laki Perempuan Jenis 2 Penduduk (jiwa/km ) (km2) Kelamin 873 8,52 102 405 468 86,5
2 Kolok Nan Tuo
1.134
16,76
68
539
595
90,6
3 Sikalang
1.635
6,59
248
816
819
99,63
4 Salak
1.067
6,6
162
531
536
99,07
5 Sijantang Koto
1.061
6,4
166
536
525
102,1
5.770
44,87
Sumber : BPS Kota Sawahlunto, 2006
Dari Tabel 17 terlihat bahwa rata-rata kepadatan penduduk di wilayah penelitian adalah 149 jiwa/km2, dengan kepadatan penduduk yang terpadat di Desa Sikalang (248 jiwa/km2) dan kepadatan penduduk terjarang berada di Desa Kolok Nan Tuo (68 jiwa/km2). Objek Wisata yang Telah Ada Pembangunan fisik objek wisata saat ini yang telah dikembangkan di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam antara lain Objek Pacuan Kuda, Breeding farm, Dermaga Danau Kandi, Wisata Air Danau Tandikat, Sirkuit Road Race dan Arena Motocross (untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11). Berikut deskripsi singkat tentang kondisi masing-masing objek wisata yang telah ada, antara lain: -
Objek Wisata Pacuan Kuda Terletak di bagian utara wilayah penelitian dengan standar nasional. Luas
lahan yang disediakan 39,69 Ha, pada ketinggian 300 m dpl dengan status milik Pemerintah Kota Sawahlunto (Gambar 12). Fasilitas pendukung yang tersedia saat ini berupa: (1) track pacuan dengan panjang 1.400 meter dan lebar 20 meter; (2) tribune VVIP dengan kapasitas 300 penonton, tribune VIP dengan kapasitas 500 penonton, tribune masyarakat dengan kapasitas lebih dari 30.000 penonton ; (3) kandang kuda dengan kapasitas 200 ekor kuda; (4) dua unit tower judge dan steward; (5) jalan aspal menuju kawasan; (6) jalan kuda, foto finish, Mounting Yard, Saddling Paddock; dan (7) sarana penunjang lainnya seperti mushalla, toilet, kafetaria, dan lahan parkir permanen dan non permanen.
Gambar 11. Objek Wisata Pacuan Kuda Kandi.
Kendala yang ditemui di lapangan adalah kurang optimalnya pengelolaan objek pacuan kuda ini. Begitu selesai sebuah event kejuaran, kondisi objek menjadi tidak terawat, dimana sampah dan bekas bangunan tribune swadaya masyarakat berserakan dimana-mana, serta rumput yang dibiarkan tumbuh tak beraturan. -
Breeding farm Objek ini berada di bagian Barat kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam atau tepatnya di pinggir Danau Tandikat. Luas lahan yang tersedia 11.00 Ha, berada di ketinggian 290 m dpl. Status milik Pemerintah Kota Sawahlunto dan merupakan kawasan peternakan sapi terbesar di kota ini (Gambar 13). Sarana yang tersedia saat ini adalah sapi 200 ekor dan kandang dengan kapasitas 400 ekor, lahan rumput, akses jalan ke lokasi serta sumber air. Peternakan ini dikelola oleh PT. Lembu Betina Subur yang merupakan perusahaan patungan antara Pemerintah Kota Sawahlunto dengan investor
swasta (PT. Lembu Jantan
Perkasa) dari Jakarta. Peternakan sapi ini dibangun dalam bentuk demplotdemplot dan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk belajar beternak.
Gambar 12. Objek Breeding farm Kandi. -
Taman Satwa Kandi Objek wisata ini berdiri pada lahan seluas 2 Ha dan berada pada ketinggian
275 m dpl. Pembangunan objek ini ditujukan sebagai objek wisata yang bisa dikunjungi tiap hari dan merupakan tahap awal dari rencana untuk pembangunan objek yang lebih besar lagi yaitu Taman Safari Kandi. Sarana yang terdapat pada objek ini sudah cukup memadai dan waktu penelitian dilakukan, lokasi ini merupakan tempat pengambilan kuesioner kepuasan konsumen.
Gambar 13. Peta Jenis dan Lokasi Objek Wisata yang Ada.
Prasarana jalan di objek Taman Satwa cukup memadai ditambah dengan adanya tempat parkir yang luas di sebelah kiri gerbang utamanya. Sarana yang tersedia berupa : (1) gerbang jaga yang sekaligus tempat penjualan tiket masuk; (2) pos keamanan; (3) mess bujangan tempat istirahat pengelola Taman Satwa; (4) kandang berbagai jenis satwa seperti gajah, unta, rusa, kangguru, monyet, kelinci, landak, kura-kura, ular, elang, merpati; (5) arena atraksi gajah dan kuda poni; (6) gudang tempat penyimpanan dan pengolahan makanan satwa; (7) pos pemeliharaan kesehatan satwa (pos karantina). Selain tempat wisata, objek ini diharapkan oleh pengelola sebagai sarana pembelajaran bagi generasi muda untuk dapat melindungi dan menyayangi satwa (Gambar 14). Taman Satwa Kandi merupakan ikon berwisata ke kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam.
Gambar 14. Objek Wisata Taman Satwa Kandi. -
Rekreasi Air Danau Tandikat Berada bersebelahan dengan objek Breeding farm, merupakan kawasan
wisata air dan pemancingan. Luas danau keseluruhan 14 Ha dan berada pada ketinggian 280 m dpl. Kawasan masih asri dan indah, dengan kedalaman danau ± 5 meter dan berbentuk seperti boomerang (Gambar 15). Fasilitas yang tersedia saat ini yaitu : (1) Dermaga untuk wisata air; (2) 5 unit sepeda air; (3) 1 unit boat
dan 1 unit rakit kayu; (4) 100 ekor angsa dan 60 ekor itik air; dan (5) arena pemancingan di seputar danau dengan potensi 1 (satu) ikan ton yang pernah dimasukkan oleh Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. Objek rekreasi air ini dikelola oleh dua orang penjaga yang diambil dari masyarakat setempat dan setiap harinya selalu berada di lokasi untuk melayani wisatawan yang ingin memanfaatkan jasa penyewaan sepeda air, rakit maupun motorboat yang ada. Disamping itu mereka juga bertugas membersihkan, merapikan dan merawat bunga-bunga yang ditanam di sekitar objek wisata rekreasi air ini.
Gambar 15. Objek Wisata Rekreasi Air Danau Tandikat. -
Dermaga Danau Kandi Objek ini berada di pinggir Danau Kandi yang terletak pada ketinggian
220 m dpl, dengan luas lahan yang tersedia ± 2 Ha. Fasilitas yang ada berupa dermaga permanen yang biasanya digunakan sebagai tempat rekreasi keluarga oleh pengunjung yang datang ke sana. Pemandangan sangat indah, karena danau ini bersebelahan dengan Batang Ombilin (Gambar 16). Danau ini terbentuk akibat merembesnya badan sungai dari Batang Ombilin ke kolong bekas tambang yang dikelola oleh sub kontraktor dari PT. BA-UPO yaitu PT. AIC.
Gambar 16. Objek Wisata Dermaga Danau Kandi. -
Arena Road Race Di bagian tengah wilayah penelitian tepatnya di selatan Danau Tandikat,
terdapat arena Road Race dengan sirkuit berstandar nasional pertama di Sumatera Barat (Gambar 17). Luas lahan yang tersedia 10 Ha milik Pemerintah Kota Sawahlunto. Sarana yang tersedia antara lain adalah : (1) Track sirkuit berstandar nasional sepanjang 1,2 km lengkap dengan fasilitas penunjangnya. Potensi dari objek ini adalah salah satu olahraga yang digemari oleh generasi muda dan berada pada lokasi jalan utama kawasan wisata ini sehingga mudah dijangkau oleh pengunjung. Waktu penelitian berlangsung, objek wisata ini sedang dalam tahap pembuatan track sirkuit dan prasarana pendukung lainnya.
Gambar 17. Objek Wisata Sirkuit Road Race Kandi.
-
Sirkuit Motocross Objek olahraga bermotor ini berada di bagian Selatan kawasan bekas
tambang tepatnya di sekitar Danau Tanah Hitam dengan luas lahan yang tersedia ± 10 Ha (Gambar 18). Pembangunan dan pengembangannya dibiayai oleh pihak swasta yang merupakan pengusaha batubara setempat. Sirkuit ini sudah terdaftar dalam kalender tetap IMI Sumatera Barat sebagai tuan rumah penyelenggaraan kejuaraan motocross. Sarana yang tersedia dalam arena ini antara lain adalah: (1) Track sirkuit standar nasional; (2) Paddock; (3) Tower; (4) Mushalla, toilet dan kafetaria; (5) Tribune permanen. Dalam eksebisi kejuaraan motocross yang diadakan pada bulan Agustus 2007, event ini dihadiri oleh crosser-crosser nasional dan mendapat pujian dari semua tim yang ikut terhadap kualitas halang rintang yang ada. Kendala yang ditemui di lapangan tidak ada karena dalam pelaksanaan setiap event kejuaraan, pengelola objek ini tetap berkoordinasi dengan pemerintah setempat melalui Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto.
Gambar 18. Objek Wisata Motocross Tanah Hitam. Disamping itu terdapat beberapa atraksi dan objek wisata lain yang cocok dibangun pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam, yang saat ini sedang dalam tahap penelitian pengembangan, seperti: (1). Objek Wisata Air Danau Kandi berupa banana boat, perahu naga dan jet ski; (2). Camping ground yang berlokasi di sebelah Barat Danau Tandikat yang berdampingan dangan rencana pengembangan sarana Outbound, dengan lahan yang tersedia seluas 2 Ha;
(3). Stadion Olahraga dengan lahan yang tersedia seluas 9,5 Ha yang berlokasi di tengah kawasan wisata ini. Pembangunannya objek olahraga ini bertujuan untuk mengantisipasi kebutuhan sarana olahraga yang semakin meningkat; (4). Hotel, cottage dan penginapan yang pembangunannya menunggu investor yang berminat untuk melakukan investasi; dan (5). Taman Safari yang rencananya merupakan pengembangan dari Objek Taman Satwa yang ada sekarang ini. Potensi Pengembangan Pariwisata Alasan kuat mengapa kawasan bekas tambang ini dipilih sebagai basis kegiatan wisata oleh pemerintah Kota Sawahlunto, seiring dengan berakhirnya aktivitas penambangan batubara di kawasan Kandi-Tanah Hitam adalah: (1). karena perkembangannya sebagai tambang batubara tertua di Indonesia. Tambang yang lebih dikenal sebagai tambang batubara Ombilin ini telah menyimpan riwayat yang mengenaskan ketika pada tahun 1892 kekayaan alamnya mulai dikuras dengan mengerahkan buruh paksa; (2). dapat dikembangkan pusat latihan pertambangan dan penelitian batubara yang ada dengan memanfaatkan pengalaman serta peninggalan bekas tambang batubara yang ada. Upaya ini dapat mendatangkan pengunjung yang dikategorikan sebagai wisatawan budaya; (3). kegiatan pertambangan telah menyediakan dan meninggalkan banyak prasarana, fasilitas dan instalasi yang dapat digunakan untuk kegiatan wisata selain juga menjadi objek wisata sendiri. Jaringan jalan, jaringan rel dan stasiun kereta api, telekomunikasi, instalasi air bersih, pelayanan kesehatan yang semula dibangun untuk mendukung operasi tambang, danau-danau dan bukit-bukit hasil aktivitas penambangan yang dapat dikembangkan dan dialihkan untuk keperluan pariwisata; dan (4). dari kaitan tidak langsung atas kegiatan tambang di Kota Sawahlunto, telah muncul tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa bersejarah dan nama Kota Sawahlunto sendiri yang dikenal oleh masyarakat internasional.
Kemudian dalam konstelasi regional Sumatera Barat, kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam merupakan bagian dari Satuan Pengembangan Pariwisata (SPP) Kota Sawahlunto dan termasuk dalam Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP) III yang berpusat di Kota Solok. Secara eksisting WPP III (Solok) ini kurang berkembang dibandingkan WPP I (Bukittinggi) dan WPP II (Padang). Oleh sebab itu peluang pengembangan kegiatan wisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam diharapkan berasal dari limpahan dari Pusat WPP I (Kota Bukittinggi) dan Pusat WPP II (Kota Padang). Kota Bukittinggi sebagai kota tujuan wisata utama Sumatera Barat mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, terlihat dari adanya tuntutan pemekaran Kota Bukittinggi yang bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakatnya secara optimal. Selain itu Kota Padang juga mengalami pertumbuhan yang cukup pesat dengan salah satu indikator adalah tingginya kenaikan jumlah penumpang pesawat dan lalu lintas penerbangan di Bandara Internasional Minangkabau. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dinilai bahwa peluang pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam untuk kegiatan wisata tambang cukup besar. Tingkat kemudahan pencapaian (aksesibilitas) yang cukup tinggi dari Kota Padang (± 96 km / ± 2,5 jam) dan dari Kota Bukittinggi (± 105 km / ± 2,5 jam) melalui jalan aspal dengan kondisi baik, turut mendorong percepatan pertumbuhan pariwisata di kawasan ini. Dalam konstelasi regional (Sumatera Barat-Riau), kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam merupakan satu-satunya daerah bekas tambang batubara dengan sistem tambang terbuka yang tertua di Indonesia. Kemudian secara geografis kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam yang berlokasi di bagian timur Propinsi Sumatera Barat dan berdekatan dengan Propinsi Riau, sehingga dapat dikatakan bahwa peluang pengembangan kegiatan wisata tambang di kawasan ini cukup besar karena dapat melayani Propinsi Sumatera Barat dan Propinsi Riau. Khusus untuk Propinsi Riau, faktor lain yang dapat mendorong pengembangan kegiatan wisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam adalah:
(1). tingkat perekonomian masyarakat Propinsi Riau lebih tinggi daripada masyarakat Propinsi Sumatera Barat; (2). sebagian dari penduduk Propinsi Riau berasal dari Propinsi Sumatera Barat termasuk dari wilayah ini; (3). aksesibilitas (tingkat kemudahan pencapaian) yang cukup tinggi, dimana dapat dicapai melalui jalur: (a) jalan darat melalui jalur utara (melalui Payakumbuh-Batusangkar dan atau Bukittinggi-Batusangkar) atau jalur selatan (melalui jalan Lintas Sumatera-Sawahlunto/Sijunjung ) dengan kondisi jalan yang bagus berupa jalan aspal; (b) jalan udara melalui Bandara Tabing (via Padang – Solok); dan (4). keberadaan PLTU Sijantang yang tidak hanya melayani Propinsi Sumatera Barat tetapi juga melayani wilayah Propinsi Riau dan Jambi. Lebih jelas mengenai pencapaian ke kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dalam konstelasi regional dapat dilihat pada Gambar 19. Potensi Biofisik Kawasan Bekas Tambang -
Geologi Berdasarkan formasi geologinya (Gambar 7), kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam terdiri dari formasi Batuan Gunung Api seluas 27,96 Ha, formasi Ombilin seluas 3,46 Ha dan formasi Sangkarewang seluas 368,26 Ha. Potensi bahaya sesar (pergerakan tanah) di kawasan bekas tambang ini terlihat adanya yaitu Sesar Normal di bagian utara dan timur kawasan KandiTanah Hitam, Sesar Naik juga di bagian Timur Kawasan Kandi-Tanah Hitam dan Sesar Geser yang terdapat di bagian Selatan Kawasan Kandi-Tanah Hitam. Sesar yang paling berbahaya (resiko tinggi) adalah sesar geser, sehingga perlu dihindari untuk kawasan budidaya, atau jika digunakan harus memenuhi persyaratan konstruksi tertentu. Indikasinya tersebut dapat terlihat di Desa Sikalang yang termasuk dalam zona sesar geser dimana bangunan-bangunan lamanya terbuat dari kayu dan jaringan pipa airnya berada di atas tanah. Objek wisata yang terbangun sekarang tidak berada pada resiko sesar tersebut, sehingga aman untuk pengembangan objek wisata.
-
Lereng Ditinjau dari topografi dan lereng, maka dapat dikatakan bahwa kawasan
bekas tambang Kandi-Tanah Hitam secara topografis terletak pada ketinggian antara 210-350 m dpl, mempunyai kondisi topografi yang beragam yaitu relatif datar di sekitar Danau Tandikat dan Danau Tanah Hitam, berbukit-bukit dan memiliki beberapa kawasan yang curam dengan lereng diatas 40% di sekitar Danau Kandi. Kondisi topografi yang beragam ini menjadikan pemandangan alam di kawasan ini sangat atraktif dan berpotensi untuk pengembangan wisata alam dengan berbagai kegiatan atraksi wisata rekreasi dan tamasya. Lereng berpengaruh pada tingkat erosi, penentuan jenis vegetasi, arah aliran saluran drainase, serta jenis kegiatan fisik yang akan dikembangkan. Secara umum semakin tinggi tingkat lereng, semakin besar pula kendala pembangunan fasilitas fisik. Lereng yang curam menyebabkan peningkatan dalam biaya konstruksi, membutuhkan penelitian yang harus akurat dan faktor utama penyebab terjadinya erosi. Walaupun demikian dengan rekayasa teknologi, tidak tertutup kemungkinan untuk memanfaatkan lahan dengan lereng yang agak curam tersebut. Kegiatan tambang batubara yang dimulai pada tahun 1990 pada kawasan Kandi-Tanah Hitam, merupakan penyebab utama perubahan topografi dan lereng kawasan ini. Hal ini terlihat dari kawasan yang dulunya berupa bukit telah berubah menjadi lembah dan danau. Perubahan yang terjadi semakin parah karena adanya aktivitas tambang liar yang terjadi dari tahun 1998 hingga tahun 2006. Berdasarkan pola distribusi kelas lereng yang terdapat pada Tabel 7, persentase dari luas kawasan bekas tambang yang mempunyai lereng agak curam sampai curam (lereng 16-40%) adalah sebesar 81 persen yang tersebar di seluruh kawasan, 9 persen dari luas kawasan mempunyai lereng landai sampai agak curam
PEKANBARU
!
! "#
$
% &
$
% &
&
Gambar 19. Pencapaian Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam Dalam Konstelasi Regional.
(lereng 9-15%) yang sebagian besar berada dekat lahan dengan lereng 0-8%, berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata hiking, berkemah dan outbound dengan tetap memperhatikan faktor pembatas untuk tiap jenis objek yang akan dikembangkan. Sebesar 7 persen dari luas lahan kawasan ini mempunyai lereng datar sampai agak landai (lereng 0-8%) yang berada sebagian areal
bekas
tambang,
berpotensi
untuk
dikembangkan
sebagai
lokasi
pengembangan objek fisik seperti stadion olahraga, cottage atau hotel. Sisanya lahan yang mempunyai lereng sangat curam (lereng lebih dari 40%) yang dominan berada di bagian Timur kawasan bekas tambang, berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek hutan wisata atau dipertahankan fungsinya sebagai areal konservasi bagi daerah sekitarnya (Gambar 8). Walaupun sebagian besar dari kawasan ini mempunyai lereng agak curam, namun masih dimungkinkan untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan objek wisata serta prasarana jalan kawasan dengan mengikuti bekas jalan tambang yang telah ada. -
Hidrologi Potensi hidrologi kawasan ini dengan adanya dua sungai besar yaitu
Batang Ombilin dan Malakutan serta dua sungai kecil yaitu Batang Lurah Gadang dan Tandikat. Sungai-sungai itu dimanfaatkan sebagai sumber air bersih dan sedikit untuk pertanian. Sungai-sungai itu juga dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) maupun oleh PT. BA UPO sebagai air baku, untuk selanjutnya diolah menjadi air bersih. Keadaan geomorfologi, topografi dan bentuk wilayah secara bersamasama membentuk pola aliran sungai-sungai itu. Pola sungai-sungai di Sawahlunto umumnya adalah dendritik atau berbentuk bulu burung, dengan anak-anak sungai yang mengalir pada lembah perbukitan menuju sungai utama. Ditinjau dari arah sungai yang ada, sungai-sungai ini mengalir pada suatu daerah aliran sungai, yaitu Batang Ombilin yang meliputi sub daerah aliran Batang Lunto, daerah aliran Batang Lasi, dan daerah aliran Batang Parambahan yang akhirnya mengalir pada daerah aliran Batang Ombilin. Ada wacana dari Pemerintah Kota Sawahlunto untuk memanfaatkan potensi sungai-sungai tersebut sebagai pengembangan obyek wisata. Batang Lunto yang melintasi Kota Sawahlunto telah diubah menjadi kanal kota, dan telah
menjadi bersifat urban. Tebingnya tidak lagi alami, tetapi telah menggunakan turap (retaining wall) dengan tembok penahan tanah dan digunakan untuk mendirikan bangunan. Pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam juga terdapat 3 (tiga) danau dengan pemandangan cukup indah, yaitu: -
Danau Kandi yang terbentuk akibat aktivitas penambangan batubara ;
-
Danau Tanah Hitam yang juga terbentuk akibat aktivitas penambangan batubara; dan
-
Danau Tandikat yang terbentuk akibat adanya timbunan material bekas tambang batubara dan menghalangi aliran sungai. Potensi hidrologi yang beragam ini dimanfaatkan untuk pengembangan
wisata rekreasi air dan pemancingan seperti yang dilakukan pada Objek Wisata Air Danau Tandikat serta untuk objek wisata pemandangan alam yang dapat ditemukan pada Objek Wisata Danau Kandi. Potensi air Danau Tandikat saat ini dimanfaatkan untuk kebutuhan air bagi satwa yang ada dan untuk menyiram bunga yang terdapat disepanjang jalan Taman Satwa. Pada objek Breeding farm, potensi air dari Danau Tandikat dimanfaatkan untuk kebutuhan air minum sapisapi yang ada serta untuk membersihkan kotoran sapi yang ada di kandang setiap harinya. Air danau yang ada dinaikkan dengan pompa air dan ditampung dalam tangki air yang telah disediakan sebelumnya. Selain itu untuk memaksimalkan potensi danau yang ada dan untuk menambah pendapatan masyarakat Nagari yang ada di sekitar kawasan bekas tambang ini, pemerintah daerah telah mengalokasikan dana dan lahan untuk pembuatan tambak ikan air tawar di pinggiran Danau Kandi. Masing-masing Nagari hak dan izin untuk mengelola tambak-tambak yang telah disediakan tersebut dengan bimbingan teknis dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Kota Sawahlunto. Untuk potensi air tanah, berdasarkan laporan Bantek Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pertambangan Batubara (Depkimprawil, 2003) berkisar antara kedalaman 5-10 meter pada wilayah yang relatif datar (dekat sungai) dan 10-25 meter pada wilayah berbukit (jauh dari sungai). Fasilitas air bersih merupakan kebutuhan utama untuk kemajuan sebuah objek wisata yang
dikembangkan. Menyadari pentingnya fungsi fasilitas tersebut, pemerintah daerah telah bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk membangun jaringan distribusi air minum yang direncakanan akan melewati seluruh objek wisata yang ada pada kawasan ini. Saat penelitian ini berlangsung, jaringan distribusi yang telah terpasang baru mencapai objek wisata Danau Kandi. -
Tanah Jenis tanah asli kawasan bekas tambang ini didominasi oleh Podsolik
Merah Kuning, tingkat kesuburan tanah yang rendah, ketebalan solum 100-150 cm, bertekstur lempung liat berpasir di horizon atas dan lempung berliat dihorizon bawah. Sangat miskin unsur hara, pH ± 4,2 dengan kandungan C-organik, N, P, K dan kejenuhan basa sangat rendah. KTK rendah dan kejenuhan Al tinggi (>40%), sehingga perlu tanaman yang toleran terhadap keracunan aluminium. Melihat kondisi tanah dan topografi (lereng) maka dapat ditanami tanaman keras (misal angsana, lamtoro, pinang dan akasia) serta tanaman buah-buahan (jambu, belimbing, rambutan, manggis, sirsak, jambu bol, alpukat dan nangka). Untuk tujuan penghijauan disesuaikan dengan objek wisata yang akan dikembangkan. Lahan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam tidak sesuai dipergunakan untuk kegiatan produksi pertanian dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau dibawah vegetasi alam. Lahan ini dapat dipergunakan untuk daerah rekreasi alam atau hutan lindung (konservasi). Faktor penghambat yang tidak dapat diperbaiki lagi dari tanah ini adalah: (1) erosi yang cukup berat karena berasal dari timbunan material bekas tambang; (2) kemiringan lereng yang cukup besar atau terjal; (3) berbatu-batu; dan (4) kapasitas menahan air yang rendah.Sebagaimana yang dijumpai dilapangan dan didukung oleh data fisik tanah dari Bagian Pengelolaan Lingkungan PT BA-UPO, lahan dikawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam mempunyai tingkat kesuburan rendah, terdapat banyak batuan dan cadas sehingga sulit untuk ditembus oleh perakaran. Data hasil survei Bantuan Teknis (Bantek) (Depkimpraswil, 2003), bahwa kawasan bekas tambang ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai kawasan wisata dengan tetap mempertimbangkan faktor penghambat dari kemampuan lahan tersebut. Penempatan objek fisik yang akan dibangun tetap memperhatikan daya dukung lahan dan lingkungan serta tetap mempertahankan fungsinya sebagai
daerah konservasi (daerah tangkapan air). Pembangunan objek-objek yang ada dilakukan bersamaan dengan penanaman pohon pelindung di sekitarnya dan membuat arah aliran drainase yang baik, sehingga selain menambah aspek keindahan juga merupakan salah satu usaha dalam memperbaiki kualitas lahan dan untuk mengurangi resiko erosi dan longsor di sekitar objek wisata tersebut. -
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan saat ini pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah
Hitam, secara garis besar didominasi oleh semak seluas 185,83 Ha (46,46%) dan hutan belukar seluas 150, 18 Ha (37,55%), terlihat pada Gambar 19. Untuk lahan terbangun terkonsentrasi di luar kawasan yang diserahkan yaitu berada di sepanjang jalan kota (Desa Santur-Desa Kolok Nan Tuo) dan jalan propinsi (Desa Santur-Desa Sijantang). Lebih lengkap tentang penggunaan lahan eksisting terlihat pada Tabel 18. Penggunaan lahan kawasan saat ini didominasi oleh semak dan pohon akasia hasil reboisasi yang telah dilakukan oleh PT BA-UPO dari tahun-tahun sebelumnya serta hutan belukar yang berada disekitar Danau Tandikat yang memanjang sampai ke Selatan. Potensi lahan yang masih belum dijamah oleh aktivitas pembangunan di kawasan bekas tambang berpeluang untuk dilakukannya pengelolaan lahan secara optimal dan berkelanjutan. Tabel 18. Penggunaan lahan eksisting (sekarang) Kawasan Kandi-Tanah Hitam No 1 2 3 4 5
Nama Hutan Belukar Kebun Campuran Perkebunan Semak Danau Total
Luas (Ha) 150,18 10,05 2,02 185,83 51,92 400,00
Persentase % 37,55 2,51 0,51 46,46 12,98 100,00
Jika dicocokan dengan arahan penggunaan lahan dari RTRW, dari 400 Ha lahan bekas tambang yang diserahkan tersebut hanya seluas 177,37 Ha lahan yang sesuai peruntukannya untuk resort wisata, sarana dan prasarana olahraga. Lahan seluas 93,86 Ha berpotensi untuk pengembangan wisata rekreasi alam, dan seluas 37,24 Ha berpotensi dipertahankan sebagai kawasan hutan untuk tujuan
konservasi (Tabel 19). Potensi lainnya sebagai pengembangan kawasan perkantoran dan pemukiman dengan tetap mempertimbangkan kondisi lahan yang ada baik itu bahaya pergerakan tanah maupun peruntukan sebagai kawasan konservasi. Tabel 19. Kesesuaian penggunaan lahan menurut RTRW No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Peruntukan lahan Perkantoran Perkebunan dan Hutan (Kawasan lindung) Danau/Perairan Resort Wisata,Sarana & Prasarana Olahraga Daerah Hijau Kampung/Pemukiman Jumlah
Luas (Ha) 22,28 37,24
% 5,58 9,32
51,92 177,37
12,99 44,38
93,86 17,00 399,67
23,48 4,25 100
Ditinjau dari distribusi penggunaan lahan terbangun berupa kampung seluas 46,03 Ha, terlihat bahwa di bagian Selatan dan Timur dari kawasan bekas tambang cenderung lebih dominan lahan terbangunnya dibandingkan dengan bagian Barat dan Utara. Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa bagian Selatan dan Timur cenderung lebih maju dibandingkan bagian Barat dan Utara yang disebabkan oleh: (1). pengaruh pusat Kota Sawahlunto yang berlokasi di bagian Selatan kawasan bekas tambang; (2). pengaruh jalan propinsi (arteri sekunder) yang membentang dari SelatanTimur-Utara kawasan bekas tambang; (3). kegiatan tambang batubara yang sebagian besar berlokasi di bagian Timur kawasan bekas tambang; (4). adanya pengembangan wilayah tersebut dengan pembangunan Kantor Kepolisian Resort Sawahlunto dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di bagian Timur kawasan bekas tambang atau tepatnya di desa Sijantang Koto.
Gambar 20.
Peta Penggunaan Lahan Eksisting (Sekarang) Kawasan i-Tanah Hitam.
Berdasarkan Stategi pokok pengembangan wilayah dari RTRW yaitu pemanfaatan dan pengembangan ruang kota dengan memperhatikan potensi dan sumberdaya
yang
ada
untuk
mendukung
kegiatan
diberbagai
sektor,
pengembangan sistem pemukiman kota dan pengembangan infrastruktur kota, pengembangan dan optimalisasi sarana dan prasarana, transportasi dan utilitas kota melalui pengembangan pariwisata secara terencana akan mendorong kawasan-kawasan hinterland untuk berkembang sebagai penunjang perkembangan kawasan pusat dan sub pusat kota. Potensi pengembangan wilayah di sekitar kawasan bekas tambang ini bisa dipacu dengan berkembangnya sektor pariwisata yang menumbuhkan aktivitas ekonomi baru sejalan peningkatan aktivitas yang terjadi pada kawasan wisata ini. Pembentukan konsep struktur ruang dalam RTRW Sawahlunto 2004-2014 dipengaruhi oleh: (1). kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal dalam kaitannya dengan ketersediaan ruang; (2). peran serta masyarakat dalam pembangunan dan menjaga kelestarian lingkungan di wilayah kota Sawahlunto; dan (3). rencana-rencana pembangunan yang telah ada dalam rangka mewujudkan visi dan misi pengembangan kota Sawahlunto. Untuk itu terdapat 4 (empat) skenario pengembangan dalam rangka membentuk struktur ruang kota meliputi: (1). pengembangan ekonomi; (2). penyebaran penduduk; (3). pengembangan kepariwisataan; dan (4). pengembangan fisik. Berdasarkan skenario pengembangan kota tersebut, maka di sekitar kawasan bekas tambang termasuk dalam kawasan pengembangan Sub Pusat Utama Kota, dimana peruntukan kawasannya adalah: (1). kawasan Talawi sebagai daerah potensi pengembangan perdagangan lokal dan pertenakan; (2). kawasan Sijantang bekas penambangan tambang terbuka PT BA-UPO yaitu daerah Kandi dan Tanah Hitam diperuntukkan sebagai kawasan
reboisasi yang produktif dengan mengembangkan Resort Wisata dan Olahraga; (3). kawasan Kolok meliputi Desa Kolok Nan Tuo, Desa Talago Gunung, Desa Kolok Mudik dan Santur diarahkan sebagai kawasan pertanian, peternakan, permukiman dengan tetap mempertahankan perkantoran yang ada. Melihat potensi pengembangan wilayah dan arahan RTRW yang ada, maka pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang ini mempunyai prospek yang cerah untuk lebih berkembang karena dikelilingi oleh kawasan pengembangan kota yaitu sektor perdagangan, pertanian, peternakan dan pemukiman. Potensi ini ditunjang oleh ketersediaan lahan untuk pengembangan pariwisata yang masih cukup luas pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Hal ini didukung oleh keabsahan kepemilikan lahan yang secara hukum, kawasan yang semula dikuasai oleh PT Bukit Asam-Unit Pertambangan Ombilin (PT BA-UPO) selaku pemegang Kuasa atau konsensi Pertambangan (KP). Berdasarkan nota kesepakatan (surat perjanjian) PT BA-UPO dengan Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto Nomor 06/08.04/2400000002/XI-2004 dan Nomor 080/11/Huk-Org/2004 tentang penyerahan pengelolaan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam kepada pemerintah daerah, maka secara status kepemilikan lahan dapat dikatakan bahwa kawasan ini resmi milik Pemerintah Kota Sawahlunto untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata dan olahraga. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa luas kepemilikan lahan yang paling besar (42,05%) dimiliki oleh PT BA-UPO yaitu seluas 502,05 Ha. Kemudian kepemilikan tanah Pemda seluas 414,13 Ha (34,68%), dan seluas 221,48 Ha (18,55%) dimiliki oleh Tanah Ulayat. Lebih jelas mengenai luas kepemilikan lahan di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dapat dilihat pada Tabel 20 dan Gambar 21.
Tabel 20. Luas kepemilikan lahan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam No 1 2 3 4 5 6
Nama Tanah Hak Milik Tanah Hak Pakai Tanah Negara Tanah Pemda Tanah PT BA-UPO Tanah Ulayat Total
Luas (ha) 28,10 12,65 15,59 414,13 502,05 221,48 1.194,00
Persentase (%) 2,35 1,06 1,31 34,68 42,05 18,55 100,00
Sumber : BPN Kota Sawahlunto,2006
Masalah yang sering timbul pada kepemilikan suatu lahan adalah apabila lahan yang dikelola menjadi menguntungkan (karena proses komoditisasi tanah), maka masyarakat lokal mulai menggugat proses kepemilikan hak atas tanah secara adat yang sebenarnya didorong oleh proses individualisasi kepemilikan. Proses gugatan ini disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan nilai ekonomi dari suatu lahan, biasanya dilakukan oleh generasi selanjutnya yang tidak mengetahui secara pasti duduk persoalan kepemilikan suatu lahan. Permasalahan ini dijumpai pada saat penelitian dilakukan, dimana ada sebagian masyarakat yang mencoba untuk memanfaatkan kawasan yang telah diserahkan ini untuk kegiatan perkebunan dengan anggapan bahwa tanah di kawasan ini adalah milik ulayat mereka waktu zaman dulunya. Terjadinya hal ini disebabkan karena kelengahan instansi terkait yang tidak membuat patok atau batas kawasan yang telah diserahkan dan kurang waspada akan efek negatif yang timbul dari pengembangan suatu kawasan yaitu terjadinya perebutan lahan di sekitar kawasan. Kepemilikan tanah di Sumatera Barat sangat khas, meskipun UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 telah lama diberlakuan, terutama dalam pengaturan pendistribusian tanah namun masyarakat disini sangat kuat menganut hukum adat tentang tanah ulayat. Tanah Ulayat terbagi menjadi tiga macam, yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku dan tanah ulayat kaum. Tanah ulayat nagari adalah suatu bidang tanah yang didalamnya terdapat hak nagari atas tanah yang dipergunakan untuk kepentingan umum dan dikuasai oleh penghulu-penghulu nagari secara bersama-sama. Umumnya tanah ulayat ini dipergunakan untuk fasilitas umum seperti tempat ibadah, pasar, balai adat dan
Gambar 21. Peta Kepemilikan Lahan Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam.
lain-lain. Tanah ulayat suku adalah tanah yang dimiliki dan dikelola oleh suatu suku secara turun menurun, yang dikuasai oleh penghulu-penghulu dalam persekutuan untuk kepentingan suku tersebut dan hanya anggota suku saja yang dapat mempergunakannya. Tanah ulayat suku dalam perkembangannya dapat menjadi tanah ulayat kaum, yaitu ketika hanya dikelola oleh satu kaum saja. Kaum merupakan bagian dari suku, yaitu kelompok kekerabatan yang terdiri dari satu suku yang tinggal di suatu jorong/dusun tertentu. Hukum adat di Minangkabau memiliki konsep tersendiri tentang pola pemilikan tanah, sehingga dalam pembebasan tanah yang mengandung batubara mengalami proses berdasarkan pola-pola hukum adat tersebut. Ditinjau dari sejarah cikal bakal berdirinya Kota Sawahlunto, ternyata pembebasan tanah untuk lokasi penambangan telah diselesaikan secara hukum adat antara pihak Kaum Adat selaku yang mempunyai hak ulayat dengan pemerintah Hindia Belanda selaku pihak yang akan melakukan penambangan. Ada dua tahap yang harus dilalui untuk bisa melakukan penambangan batubara pada zaman itu, yaitu pembebasan tanah dari kaum adat dan konsensi penambangan dari pemerintah kolonial Belanda (Asoka et al., 2005). Permasalahan lainnya adalah adanya keengganan masyarakat untuk menyerahkan lahan yang dianggap strategis oleh Pemerintah Daerah untuk pembangunan sarana prasarana pendukung pengembangan pariwisata di kawasan ini. Hal ini terjadi ketika Pemerintah Daerah berencana untuk mengganti rugi lahan yang berada di bagian barat Danau Tandikat untuk penginapan atau cottage. Keengganan tersebut disebabkan oleh jumlah ganti rugi yang ditawarkan tidak sesuai dengan harapan masyarakat dan ditunjang oleh potensi lahan di sekitar kawasan yang cukup strategis dimasa yang akan datang sehingga membuat masyarakat tidak mau menjual lahan tersebut. Potensi Perekonomian Pengembangan pariwisata diharapkan mampu meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan sekaligus berperan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat serta pendapatan pemerintah daerah. Peran serta pihak swasta dan pemerintah dalam penyelenggaraan pengembangan pariwisata perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan dalam iklim kompetisi
yang sehat dan didasari dengan komitmen saling menguntungkan serta saling menghidupi. Keadaan tersebut di atas tentunya merupakan suatu prakiraan yang realitis, dengan asumsi bahwa secara umum prakiraan sasaran pengembangan pariwisata adalah untuk meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dengan indikator peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat. Apabila diuraikan menurut sektor yang menyusun struktur perekonomian Kota Sawahlunto tahun 2005, ternyata didominasi oleh tiga sektor yang merupakan andalan pada masing-masing kelompoknya yaitu Sektor Jasa-jasa (24,96%), Sektor Pertambangan dan Penggalian (24,36%) serta Sektor Industri Pengolahan (12,05%). Dilihat dari struktur PDRB Kota Sawahlunto tahun 2005 (Gambar 22) lebih banyak diciptakan oleh kelompok sektor tersier (sekitar 49,41%) daripada kelompok sektor primer (31,81%) dan kelompok sektor sekunder (18,78%). Dalam kelompok sektor tersier, sektor jasa-jasa merupakan merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar kepada PDRB Kota Sawahlunto. Kelompok sektor primer yang memberikan sumbangan terbesar adalah sektor Pertambangan dan Penggalian. Kemudian pada kelompok sektor sekunder, sektor Industri Pengolahan merupakan pemberi kontribusi terbesar kepada PDRB Kota Sawahlunto.
Gambar 22. Kontribusi Kelompok Sektor PDRB atas Dasar Harga Berlaku (Persen).
Perekonomian di kawasan penelitian ditopang dengan adanya 2 pasar yaitu di Desa Kolok Mudik dan Talawi Hilir. Aktivitas ekonomi masyarakat di sepanjang jalan dari Desa Santur sampai ke Desa Kolok Mudik mulai tumbuh yang ditandai dengan berdirinya beberapa rumah toko (Ruko), toko alat kebutuhan rumahtangga, toko bangunan, penginapan, dan klinik swasta. Begitu juga di sekitar Desa Sikalang sampai Desa Salak juga tumbuh aktivitas perekonomian baru seperti ruko, rumah makan, bengkel mobil dan sepeda motor, pengemudi ojek ke kawasan wisata dan beberapa penginapan kecil. Aktivitas ekonomi masyarakat di sekitar kawasan bekas tambang terus tumbuh dan berkembang sejak adanya rencana pengembangan wisata di kawasan Kandi-Tanah Hitam dan pembangunan Kantor Polisi Resort Kota Sawahlunto di Desa Sijantang. Aktivitas ekonomi masyarakat sebelah timur kawasan bekas tambang didominasi aktivitas buruh tambang pada PT BA-UPO, buruh tambang liar dan karyawan pada PLTU Sijantang, sedangkan yang di sebelah barat kawasan bekas tambang lebih didominasi oleh sektor pertanian, perkebunan, perdagangan dan jasa. Data kunjungan wisatawan Kota Sawahlunto (Tabel 21) memperlihatkan kenaikan dari tahun ke tahun, dan mencapai puncak pada tahun 2006 dengan jumlah pengunjung sebanyak 376.220 orang wisatawan. Hal ini disebabkan karena mulai berkembangnya beberapa objek wisata yang ada di Kota Lama (Penataan Kota Lama, Taman Lapangan Segitiga, Museum Gudang Ransum dan Museum Kereta api) dan di kawasan Muaro Kalaban (Waterboom dan Kereta api wisata). Data kunjungan ke kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam memperlihatkan bahwa arus wisatawan lokal yang datang ke kawasan bekas tambang mencapai puncaknya pada waktu pelaksanaan kalender event kejuaraan olahraga ketangkasan seperti pacu kuda dan motocross. Untuk kunjungan wisatawan terhadap objek wisata yang bisa dikunjungi harian seperti objek wisata Dermaga Danau Kandi, wisata air Danau Tandikat, dan Taman Satwa Kandi belum begitu banyak dikunjungi karena baru saja selesai dibangun pada akhir tahun 2006, serta masih minimnya ketersediaan prasarana penunjang yang tersedia pada masing-masing objek wisata tersebut.
Tabel 21. Jumlah kunjungan wisatawan di Kota Sawahlunto No
Objek Wisata
2003
Jumlah Kunjungan 2004 2005 2006
1 Wisata Ziarah 3.545 2.350 2.449 1.500 2 Museum Gudang Ransum 894 5.139 3 Museum Kereta Api 418 139 4 Kolam Renang Air Dingin 9.200 8.695 27.929 10.799 5 Kereta Api Wisata - 3.200 4.820 3.615 6 Wisata MICE (Meeting, Insentive, 49 180 678 706 Convention, Exebition) 7 Taman Satwa Kandi 4.322 8 Pacu Kuda Open Race Lokal - 200.000 9 Kejurnas Pacu Kuda - 150.000 10 Motor Cross Jumlah 12.794 14.425 37.188 376.220 Sumber: Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto, 2007 * Data per Juli 2007
Ket
2007* 4.077 726 248.601 13.764 10.000 277.168
Bila ditinjau dari segi alokasi dana untuk kegiatan pengembangan pariwisata dari tahun 2001 sampai tahun 2007, menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun, dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 sebesar Rp.8,045 milyar, terlihat pada Gambar 23.
Gambar 23. Alokasi Anggaran Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto. Alokasi
ini
terbagi
dalam
beberapa
pos
pengembangan,
yaitu
pengembangan sarana prasarana, promosi, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di bidang pariwisata. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah daerah
dalam memajukan pariwisata di daerah ini sebagai daerah tujuan wisata untuk wilayah Sumatera Barat. Keseriusan tersebut berdampak positif terhadap kontribusi sektor pariwisata terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2007 (Tabel 22). Data yang didapat dari Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto, peningkatan yang terjadi dalam 3 (tiga) tahun terakhir menunjukkan bahwa PAD dari sektor pariwisata tahun 2005 sebesar Rp. 179,155 juta meningkat menjadi Rp.322,585 juta pada tahun 2006. Target PAD Kota Sawahlunto tahun 2007 dari keseluruhan sektor sebesar Rp.20,213 milyar, data yang didapat dari Kantor Pendapatan Daerah Kota Sawahlunto mengenai pemasukan dari sektor pariwisata adalah sebesar Rp.2,859 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata telah berperan dalam peningkatan PAD Kota Sawahlunto yaitu sebesar 14,14 persen. Tabel 22. Data kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Pendapatan Asli Daerah No
Objek
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2005
Tahun 2006
7.200.000
36.000.000
2007* 2.500.000.000
Pemandian Air Dingin (Waterboom) 171.953.271 262.733.622 234.400.000 Hotel & Restoran 0 10.000.000 1.000.000 Museum Gudang Ransum 0 6.900.000 0 Museum Kereta Api 0 6.950.000 1.500.000 KeretaApi Wisata 0 0 30.000.000 Gedung Pertemuan Masyarakat 0 0 80.000.000 Taman Satwa 0 0 5.000.000 Pacuan Kuda 0 0 3.500.000 Outbound 0 0 2.000.000 Andong wisata 0 0 1.800.000 Pentas Seni 179.155.276 322.585.628 2.859.200.000 Jumlah Sumber : Kantor Pariwisata & Kantor Pendapatan Daerah Kota Sawahlunto, 2007 * Keadaan Agustus2007
Potensi Sosial Budaya dan Kependudukan Sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian masih cukup kuat yaitu dengan masih tingginya sifat kegotongroyongan yang masih hidup ditengahtengah masyarakat. Adat budaya yang tetap dijaga oleh masyarakat asli di sekitar Desa Kolok Mudik sampai Kolok Nan Tuo ditambah dengan berhasilnya
pembauran antar etnis yang terdapat di sekitar Desa Sikalang dan Sijantang, telah ikut membentuk karakter sosial budaya masyarakat di sekitar wilayah penelitian. Berdasarkan
posisi
geografisnya,
Kawasan
Kandi-Tanah
Hitam
merupakan sebuah kawasan yang strategis. Kawasan ini merupakan melting pot (tempat berbaur) beberapa etnis suku yang ada di Indonesia karena adanya aktivitas penambangan batubara. Ciri khas budaya yang berkembang di wilayah ini dalam bentuk bahasa, makanan, dan seni budaya, terlihat pada Tabel 23. Masyarakat asli yang sebagian besar berada di bagian barat wilayah penelitian, budayanya berkembang sesuai dengan adat istiadat Minangkabau serta tetap memelihara dan menjalankan adat istiadat tersebut. Suasana wilayah pertanian sangat terasa di sekitar daerah ini karena didominasi oleh hunian masyarakat asli setempat. Tabel 23. Jenis kesenian rakyat di sekitar Kawasan Kandi-Tanah Hitam No Jenis kesenian 1 Kuda Kepang, Lukah Gilo 2 Randai, Campur Sari 3 Tari Tradisional 4 Talempong Bambu 5 Saluang , Selawat Dulang 6 Wayang kulit
Alamat Kel. Durian II, Desa Kolok Mudik Desa Kolok Mudik, Salak Desa Santur, Sikalang, Salak Desa KolokMudik Desa Kolok Mudik, Salak
Keterangan Tarian unsur magic Musik dan lagu Tarian daerah Musik Musik dan lagu
Desa Sikalang
Cerita rakyat
Untuk wilayah timur kawasan penelitian didominasi oleh hunian buruh tambang dan aktivitas jasa pertambangan lainnya. Jalan yang berdebu, sisa dari material tambang yang tertinggal dari truk pengangkut batubara, mengindikasikan bahwa daerah ini aktivitas utamanya pertambangan. Hunian yang siang hari hanya didiami oleh para wanita dan anak-anak, aktivitas masyarakatnya mulai terlihat dari sore sampai malam hari. Daerah yang merupakan hunian buruh tambang yang berasal dari beberapa suku yang ada di tanah air, telah membentuk suatu komunitas sosial budaya yang baru dengan tetap mengacu kepada kebiasaan penduduk asli yang hidup di sekitarnya. Kebiasaaan tenggangrasa dan menerima pendatang baru dengan ramah, menambah potensi pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang ini bila ditinjau dari aspek sosial budaya.
Kawasan pengembangan pariwisata yang mulai berkembang pada akhir tahun 2006 di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, belum terlihat adanya dampak negatif terhadap masyarakat di sekitar wilayah penelitian. Justru yang berkembang sekarang adalah dampak positifnya, yaitu dengan terbukanya lapangan kerja baru bagi penduduk sekitar baik sebagai petugas pengelola pada objek Taman Satwa, sebagai pelaksana pada event yang diadakan di objek wisata, dan terbukanya peluang untuk berusaha di sektor pariwisata. Bila dikaitkan dengan pembangunan, penduduk dapat dibedakan atas dua pendapat; (1) penduduk dapat menjadi faktor penghambat pembangunan; (2) penduduk merupakan sumber daya untuk memacu pembangunan. Penduduk dikatakan sebagai faktor penghambat pembangunan bila mengkajinya lewat pendapatan perkapita. Jika jumlah penduduk besar, hanya akan memperkecil angka pendapatan perkapita suatu daerah, serta akan menambah masalah sosial ketenagakerjaan. Berdasarkan kepadatan dan rata-rata pekerjaan penduduk, maka wilayah yang berpotensi untuk pengembangan penduduk dan pemukiman adalah Desa Kolok Mudik dan Desa Kolok Nan Tuo dengan kepadatan penduduk 102 dan 68 jiwa/km2 dengan pekerjaan utama yang sebagian besar bergerak di sektor pertanian dan jasa. Kepadatan penduduk Desa Sijantang, Salak, dan Sikalang lebih tinggi dari wilayah sebelah barat kawasan penelitian, dengan mayoritas pekerjaan penduduk yang bergerak di sektor pertambangan. Kawasan ini berpotensi untuk pengembangan kawasan perdagangan, pusat pelayanan, dan jasa untuk melayani perkembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang KandiTanah Hitam. Hal ini sesuai dengan paradigma pembangunan nasional yang berupaya memadukan antara pembangunan sektoral dan pembangunan daerah dengan memperhatikan kondisi dan potensi daerah yang bersangkutan. Potensi Objek Wisata Yang Telah Ada Potensi daya tarik wisata tambang terdiri dari daya tarik yang bersifat tengible (terwujud) seperti daya tarik wisata pegunungan, museum maupun intengible (tidak berwujud), seperti sejarah, budaya masyarakat lokal maupun events (peristiwa pariwisata). Potensi daya tarik wisata di kawasan bekas tambang
Kandi-Tanah Hitam dilihat dari objek wisata yang ada dapat dibedakan sebagai berikut: -
Objek Wisata Olahraga (1). Gelanggang Pacuan kuda Objek wisata gelanggang pacuan kuda untuk skala regional Sumatera Barat terdapat di beberapa daerah seperti di Kota Solok, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, dan Kabupaten Tanah Datar. Gelanggang pacuan kuda di atas adalah gelanggang pacuan kuda yang bersifat tradisional, dengan segala fasilitas pendukung yang serba minim dan sarana pendukung yang juga minim dan biasanya dengan pelaksanaan event yang tidak terjadwal. Untuk Wilayah Pengembangan Pariwisata III Sumatera Barat, selain di Kawasan Kandi-Tanah Hitam, gelanggang pacuan kuda lainnya hanya ada di Ampang Kualo Kota Solok. Dari segi luas area dan kelengkapan sarana prasarana di lapangan, gelanggang pacuan kuda Ampang Kualo Kota Solok tidak semenarik gelanggang pacuan kuda yang ada di Kawasan Kandi-Tanah Hitam. Penyebabnya adalah karena gelanggang yang ada sudah terlalu tua dan kawasannya sudah mulai jenuh dengan pemukiman yang ada di sekitarnya. Sementara itu gelanggang pacuan kuda Kandi berada di kawasan yang relatif kosong dan didukung oleh sarana prasarana yang memadai untuk pelaksanaan event tingkat nasional atau fasilitas yang dimiliki setara dengan gelanggang pacuan kuda yang ada di Pulomas Jakarta. Untuk event yang bisa diadakan, ketiga gelanggang yang disebut di atas cuma bisa melaksanakan event pacuan kuda tingkat lokal. Gelanggang pacuan kuda Kandi sudah pernah melaksanakan event kejuaraan tingkat nasional pada bulan September 2006, dengan kata lain objek wisata ini berpotensi sebagai salah satu sektor andalan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah Kota Sawahlunto.
(2). Arena Motocross Objek wisata arena motocross yang ada di daerah Sumatera Barat yaitu terdapat di kota berikut, yaitu di Kota Bukittinggi, Kota Padang dan Kota Padang Panjang. Dari segi kelengkapan sarana prasarana yang dimiliki, tipe track dan tingkat kebisingan yang ditimbulkan, maka dapat dikatakan bahwa arena motocross yang ada di Tanah Hitam adalah yang terbaik di Sumatera Barat. Ini dibuktikan dengan kepercayaan yang diberikan oleh Ikatan Motor Indonesia (IMI) Pusat, untuk melaksanakan kejuaraan nasional tiap tahun di arena ini. Keberhasilan pembangunan arena motocross yang lengkap seperti yang ada di kawasan ini, dimungkinkan karena adanya investasi dari pengusaha penambangan batubara yang kebetulan juga pribumi lokal. Tujuan utama dari investor tersebut adalah untuk ikut berpartisipasi mengembangkan pariwisata dan olahraga, dan juga untuk menjaga kelestarian lingkungan kawasan karena arena motocross yang dibangun pada lahan timbunan material bekas penggalian batubara yang ditata sedemikian rupa menjadi sebuah arena motocross. Untuk sekali event kejuaraan motocross, kawasan ini bisa menampung 5.000-10.000 ribu penonton sekaligus. Ditunjang dengan tempat parkir yang luas dan fasilitas pendukung lainnya serta dibantu oleh masyarakat sekitar sebagai petugas yang membantu pelaksanaan sehingga pengunjung merasa aman dan nyaman dalam menyaksikan pertandingan. Dimanfaatkannya tenaga penduduk sekitar sebagai petugas pelaksana
kegiatan
yang
diadakan,
telah
ikut
meningkatkan
pendapatan mereka untuk sesaat. Untuk lebih memberdayakan ekonomi masyarakat sekitarnya, pemerintah daerah dan investor sedang berusaha untuk meningkatkan frekuensi kejuaraan motocross tingkat lokal. Diharapkan akan muncul bakat-bakat baru dalam olahraga ini dan juga akan ikut mengangkat perekonomian masyarakat daerah ini.
(3). Sirkuit Road Race Untuk skala regional Sumatera Barat, sirkuit Road Race yang resmi hanya terdapat di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung dan di Kawasan Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto. Untuk kelengkapan sarana yang ada, sirkuit di Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung masih dalam skala kejuaraan daerah dan pelaksanaan event kejuaraan yang diadakan pun tidak tetap, sedangkan event yang dilaksanakan di sirkuit Kandi dalam rencananya berskala daerah dan nasional dengan kelengkapan sarana prasarana yang memadai untuk dilaksanakannya event tersebut. Objek wisata Road Race ini dibangun pada areal bekas pembuangan limbah pembakaran batubara dari PLTU Sijantang. Setelah pemerintah daerah dan PT BA-UPO melarang pembuangan abu batubara ke lokasi tersebut karena merasa khawatir akan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan kawasan. Sebagai alternatif pemanfaatan lahan dan pengembangan pariwisata pada lahan tersebut, maka dibangunlah objek wisata dan olahraga bermotor yaitu sirkuit Road Race. Adanya sarana ini diharapkan aktivitas kebut-kebutan generasi muda di jalan raya dapat ditekan dan disalurkan dalam bentuk kegiatan olahraga ini. Hal ini sejalan dengan program dari kepolisian daerah setempat untuk mengurangi angka kecelakaan di jalan raya. Saat
penelitian
dilakukan,
sirkuit
ini
dalam
tahap
pembangunan track dan prasarana penunjang lain untuk sebuah event kejuaraan. Pembangunannya sendiri berasal dari dana pengembangan lingkungan tambang dari PT BA-UPO. Jadi sepenuhnya dikerjakan oleh perusahaan penambangan tersebut dalam rangka kompensasi terhadap perbaikan lingkungan akibat aktivitas tambang yang telah mereka lakukan. Sirkuit ini berada pada lokasi yang sangat strategis karena berada jalan utama kawasan wisata dan terletak tidak jauh dari objek Danau Tandikat dan Taman Satwa, sehingga berpeluang untuk dapat
berkembang menjadi objek yang akan ramai dikunjungi dan bisa dinikmati oleh generasi muda sebagai sarana penyaluran bakat ketangkasan bermotor yang sedang digemari saat ini. -
Objek Wisata Danau Walaupun danaunya tidak seluas danau lainnya di sekitar wilayah ini
seperti Danau Singkarak, Danau di Atas-di Bawah di Kabupaten Solok, dan Danau Maninjau di Kabupaten Agam, namun danau yang ada di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam Hitam mempunyai keunikan tersendiri yang terbentuk hasil aktivitas penambangan batubara. Seperti halnya Danau Kandi yang terbentuk karena jebolnya Batang (sungai) Ombilin ke dalam kawasan bekas tambang dan Danau Tandikat yang terbentuk karena terhalangnya aliran sungai karena timbunan material bekas tambang serta Danau Tanah Hitam yang terbentuk dari aktivitas penambangan batubara. Potensi pengembangan objek wisata danau pada kawasan ini adalah ketiga danau tersebut dapat ditempuh dalam satu kali kunjungan wisata, karena terletak pada jalur utama kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Ketiga danau tersebut mempunyai kekhasan masing-masing dan aktivitas yang dapat dilakukan disana juga berbeda-beda, sehingga pengunjung yang datang tidak akan merasakan bosan dalam melakukan kunjungan. Dari ketiga danau yang ada tersebut, hanya objek wisata Danau Kandi dengan Dermaganya serta Danau Tandikat dengan objek wisata airnya berupa sepeda air, motor boat dan kolam pemancingan yang bisa dikunjungi untuk kegiatan wisata. Untuk Danau Tanah Hitam saat ini belum dikelola sebagai sebuah objek wisata, namun tetap bisa dikunjungi karena suasana alaminya yang indah. (1). Objek Wisata Dermaga Danau Kandi Merupakan objek yang menjadi pioner kunjungan wisata pada kawasan ini. Disamping posisinya yang berada pada gerbang utama kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam, objek ini juga mempunyai pemandangan yang cukup indah, di sekelilingnya ditumbuhi oleh pohon akasia yang rimbun, pinggiran danau yang cukup lebar sehingga bisa dibuat untuk lintasan jogging track di sekeliling danau. Namun karena keterbatasan dana pemerintah dan banyaknya objek
yang mau dikembangkan, maka objek wisata yang bisa dikunjungi saat ini hanyalah bangunan dermaga dengan sebuah anjungan tingkat dua untuk melihat pemandangan Danau Kandi. Untuk lahan yang berada di pinggiran danau belum dikembangkan secara maksimal, saat ini hanya dibuatkan pagar pembatas dan tanda-tanda peringatan pengaman untuk menjaga keselamatan pengunjung yang bermain di sekitar pinggir danau. Rencana pengembangan wisata pada objek ini dari Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Sawahlunto adalah pengadaan sarana atraksi wisata air seperti perahu naga, jet ski, banana boat dan lainnya, namun karena pertimbangan aspek keselamatan pengunjung maka pelaksanaannya ditunda dulu sampai didapatkan solusi mengenai keselamatan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa Danau Kandi adalah danau yang paling dalam diantara ketiga danau yang dikembangkan untuk kegiatan wisata air. Dalamnya hampir 50 meter dan dari pinggir danau langsung curam ke bawah, mengakibatkan pengembangan atraksi wisata air di lokasi ini menjadi terkendala dan terbatas pemanfaatannya. Perlu kajian yang matang untuk pengadaan atraksi air yang cocok dikembangkan disini agar dapat diterima dan tidak membahayakan keselamatan wisatawan yang memanfaatkannya. Masalah lain yang ditemui di lapang yaitu jalan permanen menuju dermaga sering ambles terbawa longsoran air dari tempat yang lebih tinggi. Drainase yang kurang baik, kecil, dan kurang memperhatikan kecepatan aliran air dalam pembuatan jalan, menyebabkan hal ini terjadi. Sewaktu penelitian dilaksanakan, sedang dilakukan perbaikan jalan masuk, pembuatan jalan alternatif, dan pembangunan sarana penunjang objek wisata, serta pelebaran bangunan drainase menuju dermaga tersebut, sehingga diharapkan jika terjadi lagi hal yang sama aktivitas kunjungan wisata masih tetap dapat berjalan sebagaimana bisa melalui jalan alternatif yang ada.
(2). Objek Wisata Air Danau Tandikat Objek wisata air Danau Tandikat cukup ramai dikunjungi ketika libur mingguan, musim liburan panjang, dan libur nasional. Posisinya yang strategis dan kemudahan tingkat pencapaian objek wisata karena terletak ditengah-tengah kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Pada objek wisata air ini tersedia bermacam fasilitas untuk aktivitas keluarga dan anak-anak berupa sepeda air, boat untuk bertamasya keliling danau, bangku-bangku tempat santai di sekitar dermaga danau, dan aktivitas memancing yang bisa dilakukan waktu siang maupun malam hari. Aktivitas yang selalu ramai dikunjungi di objek Danau Tandikat ini adalah aktivitas pemancingan. Daya tarik dari objek pemancingan yang ada disini adalah tidak adanya pungutan biaya kepada pengunjung ketika melakukan aktivitas memancing. Hal ini disebabkan karena ikan yang ada di danau merupakan sisa dari satu ton ikan yang dimasukkan oleh pemerintah daerah ketika peresmian sebagai objek wisata, dengan mengadakan lomba memancing tingkat Sumatera Barat. Daya tarik lainnya adalah wisata sepeda air yang ditujukan untuk pengunjung berpasangan atau berkeluarga. Pada musim libur mingguan, fasilitas ini cukup ramai dimanfaatkan (disewa) wisatawan. Sarana lain yang menjadi daya tarik wisatawan adalah adanya dermaga permanen tempat naik turunnya pengunjung ketika menggunakan fasilitas sepeda air. Disamping dermaga tersebut terdapat semacam tempat pertunjukan (plasa) yang setiap hari libur menampilkan aneka kesenian daerah dan hiburan rakyat. Selain itu suasana sekeliling danau yang rindang dihiasi dengan pemandangan indah oleh hampir seratusan ekor angsa dan puluhan ekor bebek yang berenang dan sengaja dilepas oleh pemerintah daerah untuk menghiasi objek ini. Tujuan untuk memperindah danau memang tercapai, namun juga menyebabkan terjadinya pencemaran danau akibat limbah yang dihasilkan dari
kotoran angsa dan bebek itu setiap hari. Terbentuknya Danau Tandikat akibat terhalangnya aliran sungai oleh timbunan material bekas tambang yang akhirnya membentuk danau. Jika setiap hari ratusan hewan tersebut membuang kotoran di danau sedangkan airnya tidak mengalir, maka dikhawatirkan akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem danau. Berdasarkan hal tersebut, maka ahli kebun binatang yang tengah membantu pemerintah daerah untuk pengembangan kawasan Taman Satwa, menyarankan kepada pengelola taman satwa untuk membatasi jumlah unggas yang berada di lingkungan Danau Tandikat, supaya aspek kelestarian lingkungan bisa terjaga tanpa mengurangi fungsi keindahan. Hal lain yang juga menjadi kekurangan objek ini adalah tidak adanya sarana pendukung seperti toilet dan kafetaria yang dibutuhkan wisatawan. Kesulitan untuk menemukan sarana tersebut ketika dibutuhkan, sempat menimbulkan keluhan dari wisatawan yang datang besama anggota keluarga. Hasil wawancara dengan Kepala Kantor Pariwisata Kota Sawahlunto tentang rencana pengembangan objek wisata ini, dikatakan bahwa pada tahun 2007 memang akan segera dibangun sarana pendukung tersebut. Sementara menunggu realisasi sarana tersebut, alternatif pemecahan untuk sementara adalah dengan memanfaatkan toilet milik penjaga Taman Satwa. (3). Objek Wisata Danau Tanah Hitam Potensi wisata Danau Tanah Hitam tidak kalah dengan Danau Kandi dan Danau Tandikat. Walaupun tidak seluas danau Kandi, namun karena banyaknya pohon yang tumbuh di sekeliling danau, membuat kawasan ini menjadi indah dan asri serta dihuni oleh satwa lainnya. Namun demikian objek ini relatif belum dikembangkan untuk kegiatan wisata disebabkan keterbatasan dana dari pemerintah daerah. Objek wisata Danau Tanah Hitam berdasarkan arahan penggunaan lahan RTRW 2004-2014 ditetapkan sebagai kawasan hijau. Pada lokasi tersebut sebelumnya merupakan kawasan reboisasi, namun pasca reformasi tahun 1999 menjadi rusak oleh kegiatan
penambangan liar. Perlu dilakukan kembali perbaikan struktur lahannya, dengan pemilihan tanaman pioner yang cocok dengan kondisi tanah, untuk persiapan sebagai kebun wisata dan sarana rekreasi keluarga. Selain itu pada objek ini berpotensi untuk pengembangan wisata off road untuk mobil double gardan, yang didukung oleh medan di sekitarnya yang berlereng agak curam. Aksesibilitas menuju objek ini dari jalan arteri sekunder (jalan Propinsi) tidak terlalu jauh, dan merupakan salah satu objek yang paling mudah diakses. Beberapa kali survei dan uji coba kelayakan arena yang pernah dilakukan oleh komunitas off road Sumatera Barat, objek ini mendapatkan rekomendasi sebagai lokasi yang layak untuk pengembangan olahraga off road tersebut. -
Objek Wisata Taman Satwa Objek wisata Taman Satwa ini merupakan miniatur dari objek wisata
kebun binatang yang ada di Kota Bukittinggi. Keunikannya adalah membuat pengunjung dapat melihat dan merasakan kawasan bekas tambang sebagai taman satwa lengkap dengan segala atraksi hewan yang ada di dalamnya. Berdasarkan data kunjungan menunjukan bahwa objek ini mencapai puncaknya pada musim liburan panjang (sekitar bulan Juni), sedangkan untuk kunjungan bulan lainnya baru ramai pada waktu libur mingguan atau hari-hari besar nasional (Gambar 24). Data ini diperkuat oleh hasil kuesioner yang diambil ketika melakukan penelitian (Lampiran 2). Objek ini telah dikelola dengan baik, terlihat dari banyaknya petugas yang ada, dan dokter hewan yang selalu berada di lokasi Taman Satwa. Untuk pengembangan menjadi Taman Safari, saat ini dibantu oleh seorang ahli kebun binatang yang juga merupakan aktivis WWF spesialis binatang liar. Berbagai inovasi terus dilakukan agar lokasi ini lebih maju, indah, dan dikenal sebagai objek wisata yang memiliki keunikan lokal.
Gambar 24. Jumlah Kunjungan Wisatawan Pada Objek Taman Satwa (per Juli 2007). Atraksi wisata yang ada setiap minggu berupa menunggang gajah dan menaiki kuda poni mengelilingi taman satwa, ikut menambah daya tarik objek wisata ini. Salah satu yang membuat pengunjung merasa aman untuk ikut dalam atraksi tersebut adalah setiap hewan yang berinteraksi dengan pengunjung dijaga oleh seorang pawang yang sehari-harinya merangkap sebagai pengasuh satwa. Keberadaan objek ini ditunjang oleh adanya objek wisata air di Danau Tandikat dan objek Breeding farm yaitu tempat pembibitan sapi yang dikelola oleh perusahaan patungan antara Pemerintah Kota dengan pihak swasta yang terletak bersebelahan dengan objek ini. Masalah yang muncul adalah pengunjung kurang betah berlama-lama berada di objek taman satwa ini, karena adanya aroma tidak sedap yang ditimbulkan oleh kotoran sapi yang ada pada objek breeding farm. Di setiap pergantian musim, dari hujan ke panas atau panas ke hujan, objek breeding farm ini mencemari lingkungan objek wisata disekitarnya. Solusi yang dilakukan oleh pihak pengelola breeding farm dalam mengatasi masalah ini adalah dengan menyemprotkan senyawa EM4. Senyawa ini berfungsi sebagai katalisator yang dapat menguraikan kotoran hewan menjadi zatzat yang lebih bermanfaat untuk kompos dan dapat mengurangi bau tak sedap yang timbul. Namun biaya operasional yang tinggi untuk pengadaan bahan baku senyawa tersebut, maka dicari alternatif pemanfaatan kotoran tersebut dalam proses menjadi biogas. Keuntungan yang diharapkan dari proses ini akan didapatkan produk tambahan dalam bentuk pupuk kandang dan biogas.
Masalah lain yang dijumpai adalah ketika masyarakat dengan sukarela ingin menyerahkan satwa yang dianggap langka atau belum pernah ada di objek taman satwa ini, ternyata tidak diikuti dengan ketersediaan kandang untuk menampung satwa sumbangan tersebut. Penyediaan kandang untuk satwa hanya bisa dilakukan untuk hewan yang sudah direncanakan sebelumnya, sedangkan hewan dari sumbangan masyarakat harus diajukan dulu pembangunannya kepada pemerintah daerah. Masa tunggu yang begitu lama di tempat karantina sebelum kandangnya siap, menyebabkan banyak dari hewan sumbangan tersebut yang akhirnya mati. Hal Antisipasi yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah adalah penyediaan dana cadangan untuk pembuatan kandang tambahan untuk hewan sumbangan masyarakat. Adanya variasi jenis hewan yang beragam ini juga akan menjadi salah satu pontensi pengembangan objek wisata Taman Satwa. -
Hasil Kompilasi Pengamatan Lapang, Kepuasan Pengunjung dan Kondisi Eksisting Sarana dan Prasarana Fisik Objek Wisata Berdasarkan
hasil
kompilasi
pengamatan
lapang,
data
kepuasan
pengunjung dan kondisi eksisting sarana prasarana fisik yang telah terbangun seperti Gelanggang Pacuan Kuda Kandi, Taman Satwa Kandi, Dermaga Danau Kandi, dan Wisata Air Danau Tandikat, arena Road Race dan Motocross adalah sebagai berikut : (1). Kualitas pemeliharaan sarana prasarana yang ada Gelanggang Pacuan Kuda, sirkuit Road Race dan Arena Motocross yang atraksi wisatanya berdasarkan kalender event yang telah ditetapkan, maka agar sarana prasarana yang ada dapat terpelihara dengan baik perlu ditempatkan pengelola yang khusus untuk menangani masing-masing objek tersebut. Hasil kuesioner kepuasan pengunjung membuktikan bahwa kualitas pemeliharaan sarana prasarana adalah atribut yang dianggap penting oleh konsumen, tetapi kinerjanya tidak terlalu tinggi (Lampiran 4). Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan peningkatan atau penambahan kalender event tingkat lokal untuk membantu menutup biaya operasional pemeliharaan sarana prasarana. Alternatif lain adalah dengan menyewakan fasilitas ini untuk
kepentingan olahraga sesuai dengan objek yang ada. Disediakan kuda sewaan yang bisa ditunggangi oleh pengunjung yang datang ke gelanggang pacuan kuda; penyewaan motor bagi pengunjung yang datang ke arena motocross atau Road Race yang dilengkapi dengan segala atribut keselamatan yang ada. Cara ini disamping bisa mengenalkan pengunjung kepada objek yang ada, juga bisa membuat objek ini menjadi tujuan wisata harian yang akan meningkatkan jumlah kunjungan dan aktivitas di kawasan wisata ini. (2). Sarana Ibadah Ditinjau dari aspek sosial budaya masyarakat Sumatera Barat yang mayoritas memeluk agama islam dan merupakan target wisatawan yang diharapkan datang untuk berkunjung. Kebutuhan sarana ibadah merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan, terbukti dari hasil kuesioner yang dilakukan bahwa sarana ibadah adalah salah satu atribut yang dibutuhkan wisatawan namun kinerjanya masih rendah (Lampiran 4). Objek wisata yang menjadi kunjungan tiap hari seperti Wisata Air Danau Tandikat, Taman Satwa Kandi dan Dermaga Danau Kandi, lokasi sarana ibadah dapat dibangun di antara objek wisata yang menjadi kunjungan tiap hari tersebut. Pembangunan fasilitas ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan rohani pengunjung dan akan timbul kenyamanan untuk berwisata ke kawasan ini tanpa harus terburu-buru pulang karena belum melaksanakan ibadahnya, serta akan menambah lama waktu kunjungan. (3). Sarana Toilet Toilet adalah kebutuhan yang tidak bisa diabaikan untuk sebuah objek wisata karena menyangkut aspek kenyamanan, keindahan dan kebutuhan utama dalam melakukan wisata. Objek ini ternyata dari hasil kuesioner kepuasan konsumen termasuk dalam Kuadran I yang artinya merupakan atribut yang punya prioritas tinggi untuk ditingkatkan kinerjanya supaya konsumen merasa puas (Lampiran 4).
Untuk objek wisata yang bisa dikunjungi tiap hari, perlu dibangun sarana toilet yang jumlah disesuaikan dengan rata-rata jumlah kunjungan tiap hari ke masing-masing objek. Pembangunan sarana ini bisa di pada tiap lokasi objek maupun ditempat-tempat yang strategis dan mudah diakses oleh pengunjung yang membutuhkan untuk kegiatan itu. (4). Fasilitas Taman Satwa Daya tarik yang paling besar dan menjadi ikon dari kawasan adalah objek wisata Taman Satwa, karena objek ini didatangi oleh pengunjung tiap hari dan mencapai puncak kunjungan pada waktu musim liburan. Sebagian besar pengunjung mengatakan bahwa jumlah dan jenis satwa yang ada disini terlalu sedikit sehingga menimbulkan kebosanan untuk kedatangan berikutnya. Begitupun dengan lokasi yang terlalu sempit membuat pengunjung susah untuk melakukan aktivitas keluarga dilokasi ini. Untuk itu perlu dipikirkan penganekaragaman jenis dan jumlah satwa yang dapat beinteraksi dengan pengunjung sehingga bisa meningkatkan motivasi, waktu kunjungan dan daya tarik kawasan. Pembangunan pondok-pondok tempat peristirahatan di beberapa tempat yang dianggap strategis akan meningkatkan lama waktu kunjungan, karena kebiasaan pengunjung yang datang ke sini adalah dalam bentuk kelompok yang membutuhkan terjaganya privacy mereka ketika berkunjung. Pengembangan fasilitas Taman Satwa di lokasi yang lebih luas dan dengan keadaan alam yang lebih alami akan membawa keuntungan bagi perkembangan objek ini. Pengunjung yang datang akan merasa lebih nyaman karena disuguhi dengan atraksi hewan pada habitat alaminya, dan ruang yang tersedia untuk penganekaragaman jenis dan jumlah satwa akan lebih banyak. Konsep ini akan membuat objek Taman Satwa akan berbeda dengan kebun binatang yang ada di Bukittinggi, sehingga mempunyai daya saing tersendiri untuk menyedot pengunjung untuk datang ke objek ini.
(5). Fasilitas tambahan Kebun Wisata Kebun wisata merupakan fasilitas tambahan yang mempunyai prioritas paling tinggi untuk segera dibangun dari hasil kuesioner kepuasan konsumen (Lampiran 9). Fasilitas kebun wisata untuk wilayah provinsi Sumatera Barat belum ada yang mencoba membangunnya dan merupakan salah satu daya saing bagi pengembangan
pariwisata
di
kawasan
bekas
tambang
ini.
Ketersediaan lahan yang cukup luas pada kawasan ini dan arahan dari RTRW tentang kawasan hijau di bagian selatan kawasan ini, berpotensi untuk diwujudkannya pembangunan fasilitas tambahan kebun wisata. Untuk melakukan itu semua perlu dilakukan kecermatan dalam pemilihan model kebun wisata seperti apa yang cocok dan sesuai untuk dibangun disini, dan siapa yang akan melaksanakannya. Dilihat dari Rencana Strategis kegiatan Dinas Pertanian Perkebunan Kota Sawahlunto tahun 2008, ternyata fasilitas tambahan kebun wisata termasuk dalam salah satu agenda yang akan dikembangkan pada kawasan dalam waktu dekat ini. Di lapang pun ditemui adanya masyarakat sekitar kawasan yang sudah mulai membudidayakan jeruk lokal dan hasilnya ternyata cukup bagus. Untuk meningkatkan partisipasi aktif dan rasa memiliki masyarakat sekitar dalam berwisata, dalam pembangunan objek kebun wisata ini perlu melibatkan peranserta mereka sehingga timbul sinergitas antara Pemerintah Daerah sebagai pengelola kawasan dengan masyarakat sekitar sebagai penduduk lokal yang harus mendapatkan porsi yang seimbang dalam pengembangan pariwisata. Pengembangan pariwisata diharapkan bisa mengangkat taraf hidup masyarakat dan daerah untuk melanjutkan pembangunan dan pengembangan wilayahnya. (6). Alternatif Pengembangan Objek Wisata Lain Melihat kesesuaian lahan, pola penggunaan lahan dari RTRW, topografi dan formasi geologi dari wilayah serta dukungan data sosial
ekonomi yang ada, beberapa objek dan atraksi lain yang dapat dikembangkan di kawasan ini antara lain (1) Camping Ground; (2) Fasilitas Outbound; (3)
Sarana pembelajaran wisata yaitu lokasi
penanaman pohon pelindung. Untuk arena camping ground dan outbound, dari hasil pengamatan lapang dapat dikembangkan pada bagian Utara dari Danau Tandikat karena tersedia lahan yang cocok untuk melakukan aktivitas perkemahan. Lokasi ini dapat dicapai melalui Taman satwa dan Breeding farm, dilanjutkan melewati jalan setapak dalam hutan akasia dan hingga akhirnya sampai ke hamparan lahan yang berbentuk datar hingga landai. Lahan tersebut sebelumnya merupakan padang golf milik PT BA-UPO sehingga dimungkinkan untuk mendirikan kemah karena kondisi lahannya yang sudah diperbaiki. Lokasinya agak unik karena di sekitarnya terdapat lahan yang agak curam menuju arah danau dan bisa dimanfaatkan sebagai kawasan outbound. Beberapa kali kegiatan yang pernah dilakukan disana, rata-rata peserta merasa senang dan puas dengan lokasi tersebut. Aktivitas baru yang cocok dan belum pernah dilakukan dalam wisata di daerah ini adalah wisata pendidikan alam. Bentuk wisata ini adalah dalam bentuk mendidik generasi muda untuk peduli dengan kelestarian alam dan lingkungan sekitar. Kegiatan yang dilakukan berupa penyediaan bibit tanaman pelindung yang akan ditanam oleh wisatawan di lahan yang kondisinya agak kritis dan sering terjadi erosi. Diharapkan wisatawan dapat belajar bagaimana menyelamatkan lingkungan sambil berwisata sehingga ada nilai plus yang bisa diambil begitu wisatawan pulang ke tempat asalnya dan lingkungan kawasan wisata sendiri juga menjadi terselamatkan.
Dampak Pariwisata Terhadap Pengembangan Wilayah Pengembangan wisata pada kawasan bekas tambang ditujukan untuk meningkatkan roda perekonomian, pembangunan lintas sektor dan tidak mengganggu fungsi lindung dan upaya pelestarian alam kawasan bekas tambang khususnya dan untuk Kota Sawahlunto pada umumnya. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum pada pasal 49 ayat (2) PP Nomor 47 tahun 1997 tentang RTRWN yaitu tujuan akhir dari pengembangan suatu kawasan adalah untuk menimbulkan efek manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitarnya. Pariwisata dapat menaikkan taraf hidup masyarakat di sekitar melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa ke kawasan tersebut. Pengembangan infrastruktur dan penyediaan fasilitas rekreasi, wisatawan dan penduduk setempat saling diuntungkan. Idelanya pariwisata hendaknya dikembangkan sesuai dengan daerah tujuan wisatanya. Pengembangan tersebut hendaknya memperhatikan tingkatan budaya, sejarah dan ekonomi dari daerah tujuan wisata. Bagi para wisatawan daerah tujuan wisata yang dikembangkan seperti itu akan merupakan daerah yang mampu memberi pengalaman yang unik bagi mereka. Pengembangan sektor pariwisata ternyata berdampak terhadap sumberdaya fisik, ekonomi dan sosial budaya kawasan sekitar pengembangan, yaitu dalam bentuk dampak positif dan dampak negatif. Berikut ini beberapa dampak dari pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam terhadap pengembangan wilayah Kota Sawahlunto. Dampak Fisik Pengembangan pariwisata sama seperti pembangunan bidang lainnya, mempunyai pengaruh terhadap lingkungan. Pengaruhnya dapat positif atau negatif. Untuk kawasan yang baru berkembang, pengembangan pariwisata dapat meningkatkan lingkungan bagi wisatawan maupun penduduk setempat lewat peningkatan sanitasi, sistem pembuangan dan perumahan. Untuk kawasan yang sudah berkembang, pengembangan pariwisata tampaknya yang harus diperhatikan segi negatifnya seperti polusi dan kemacetan.
Ditinjau dari aspek aksesibilitas dan sarana prasarana transportasi menuju kawasan ini cukup memadai, karena secara geografis terletak di tengah jalan utama yaitu jalan propinsi dan jalan kota. Pengembangan kawasan ini dari segi jalur transportasi dirasa tidak menjadi kendala yang berarti. Untuk menuju kawasan tersebut dari pusat Kota Sawahlunto dibutuhkan waktu antara 10-15 menit atau paling lama 20 menit, sedangkan dari pusat Kecamatan Talawi dibutuhkan waktu antara 5 -10 menit. Kelancaran transportasi ditunjang dengan akses yang baik menuju kawasan ini yaitu jalan yang dilalui sudah merupakan jalan aspal. Angkutan kota jurusan Pusat Kota-Talawi cukup memadai untuk pencapaian ke objek wisata ini, walaupun harus menunggu penumpang terisi penuh, dan tersedia cukup banyak ojek motor yang siap mengantar pengunjung ke dalam kawasan wisata dengan harga yang terjangkau. Pengembangan aksesibilitas dalam kawasan wisata ditujukan untuk terwujudnya suatu sinergitas antar objek wisata yang ada melalui pengembangan jalan utama dan jalan penghubung antar objek wisata. Hal ini disamping untuk kelancaran aksesibilitas dalam kawasan, juga diharapkan dapat mengurangi kemacetan pada ruas jalan arteri sekunder ketika berlangsungnya sebuah event kejuaraan pada objek wisata yang ada dalam kawasan ini. Untuk pengembangan transportasi ke dan dari kawasan wisata ini, perlu dibuatkan rute khusus angkutan kota yang menghubungkan antara jalan propinsi di sebelah timur dengan jalan kota di sebelah barat. Dapat dibuat dua rute angkutan kota, yaitu dari pusat kotakawasan wisata-pusat kota dan dari Talawi-kawasan wisata-Talawi, sehingga dapat lebih mempermudah para pengunjung untuk mencapai kawasan wisata ini. Hal ini baru dapat direalisasikan jika pemeliharaan prasarana jalan yang ada di dalam kawasan terus di tingkatkan dari keadaan sekarang, dimana jalan dalam kawasan baru sebagian yang sudah aspal hotmix yaitu sampai ke gerbang Taman Satwa. Aksesibilitas lainnya masih berupa jalan tanah yang merupakan jalan bekas tambang yang dulunya diperuntukan untuk akses transportasi hasil tambang batubara untuk dibawa keluar dari lokasi penambangan. Dampak fisik dari pengembangan pariwisata yang mungkin terjadi adalah terbukanya daerah yang masih kurang berkembang. Pembangunan sarana dan infrastruktur menuju dan disekitar kawasan wisata ikut membuka kawasan ini
menjadi lebih berkembang. Pembangunan jalan utama didalam kawasan wisata ini membuat jalur alternatif yang lebih singkat dari dan ke Pusat Kota. Untuk daerah tujuan wisata yang belum berkembang seperti di kawasan bekas tambang ini, pembangunan yang dilakukan dapat memberikan keuntungan baik bagi kawasan maupun penduduk setempat yang tinggal di sekitarnya. Tanah atau lahan dilindungi untuk kepentingan penduduk setempat maupun wisatawan, sarana infrastruktur bisa jadi ditambahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk setempat. Dampak positif lainnya dari pengembangan pariwisata bisa membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan. Pariwisata dapat merangsang rehabilitasi tempat-tempat bersejarah, bangunan-bangunan dan monumenmonumen serta mendorong pembangunan objek-objek tua menjadi objek wisata yang baru sambil tetap mempertahankan struktur aslinya. Pariwisata juga mendorong pelestarian sumberdaya alam, seperti di Taman Nasional di Afrika yang bertambah jumlahnya bukan hanya untuk melindungi satwa liar tetapi juga menyediakan ruang yang menarik bagi wisatawan. Hal ini ternyata juga terjadi pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, pengembangan pariwisata berdampak positif dengan tetap terjaganya fungsi konservasi yang ada pada kawasan ini. Hal ini disebabkan oleh setiap pengembangan objek wisata selalu diikuti dengan penanaman vegetasi pelindung di sekitar objek tersebut. Dalam pemilihan lokasi pengembangan objek wisata selalu dipertimbangkan aspek kelestarian dan keberimbangan dengan lingkungan serta aspek degradasi lahan. Lingkungan alamiah adalah daya tarik utama bagi wisatawan karena mereka cenderung tertarik pada kawasan yang berpanorama
indah, beriklim
menyenangkan dan mempunyai pemandangan yang lain dari yang lain. Agar bisa memenuhi selera wisatawan, diperlukan pengembangan sarana prasarana seperti jalan, penginapan, dan rumah makan. Pengembangan pariwisata menghasilkan pengendalian kawasan tujuan wisata yang memang sengaja dirancang untuk melindungi lingkungan. Sayangnya pada banyak kasus pengendalian ini baru berdayaguna setelah akibat negatif dari banyaknya wisatawan yang datang baru terasa, seperti yang terjadi di Kepulauan Karibia. Pengendalian itu dapat berupa pengurangan kesempatan memasuki
kawasan tertentu supaya kawasan yang dilindungi dapat terjaga keasriannya. Semakin banyak suatu kawasan digunakan, semakin besar pula akibat dan pengaruhnya. Akan ada suatu titik ketika lebih banyak orang menggunakan sebuah
kawasan
melebihi
kemampuan
yang
bisa
ditopangnya
yang
mengakibatkan rusaknya lingkungan. Pengembangan pariwisata juga bisa mengakibatkan perubahan struktur pemanfaatan ruang sebuah kawasan tujuan wisata. Walaupun belum diketahui seberapa positif perubahan tersebut, namun ketika pariwisata dikembangkan pada suatu daerah tertentu secara tak langsung juga akan ikut merubah pola pekerjaan masyarakat sekitarnya. Seringkali kawasan yang kurang berkembang hanya mempunyai dua pilihan untuk membangun perekonomiannya yaitu untuk pertanian atau pariwisata. Ada kecenderungan masyarakat setempat meninggalkan pekerjaan mereka semula yang umumnya bergerak di sektor pertanian, beralih ke pekerjaan di sektor pariwisata karena merasa lebih baik dari pekerjaan semula. Hal ini menyebabkan banyak lahan yang menjadi terlantar dan terjadi perubahan penggunaan lahan yang tidak bisa dihindarkan. Apabila pariwisata berkembang, persaingan di kawasan itu muncul sehingga harga tanah menjadi naik yang menyebabkan banyak orang yang menjual tanahnya untuk mencari keuntungan sesaat (Mill, 2000). Dari semua hal di atas, kondisi tersebut tidak terjadi pada Kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam maupun Kota Sawahlunto. Dari hasil pengamatan lapang dan data kepemilikan lahan pada wilayah penelitian, dimana proporsi kepemilikan lahan yang paling besar dimiliki oleh PT BA-UPO (72,30%) yaitu seluas 865,72 Ha dan Tanah Ulayat (22,33%) seluas 300,85 Ha. Setelah berakhirnya hak konsensi pertambangan, maka status kepemilikan lahan untuk PT. BA-UPO akan berubah status menjadi milik negara. Sehingga lahan yang diserahkan tersebut bisa dipergunakan untuk pengembangan pariwisata. Sedangkan untuk tanah ulayat, proses jual beli tanah memerlukan waktu yang panjang karena melibatkan hak kaum dan adat setempat. Untuk itu pengembangan kawasan pariwisata akan mengalami kendala jika pengembangannya berhubungan dengan penggunaan tanah ulayat.
Dampak negatif lainnya yang terjadi seperti meningkatnya tingkat kemacetan dan pencemaran, perubahan lahan dan perubahan keseimbangan ekologi makhluk hidup, dan berkurangnya atraksi-atraksi alami. Tanpa perencanaan yang matang, kawasan tersebut bisa jadi berkembang terlalu cepat yang mengakibatkan adanya bahaya yang mengancam bagi lingkungan dan penduduk setempat. Untuk itu diperlukan adanya suatu program perencanaan pembangunan yang matang, sehingga aspek fisik dan lingkungan dapat terjaga untuk keberlanjutan dimasa yang akan datang. Dampak Ekonomi Ciri-ciri ekonomi pariwisata menjelaskan jenis-jenis pengaruh yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap sebuah komunitas. Ada lima ciri yang berbeda, (1) produk pariwisata tidak dapat disimpan; (2) permintaannya sangat tergantung pada musim; (3) permintaan dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh luar yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya; (4) permintaan adalah sebuah fungsi dari banyak motivasi yang komplek; dan (5) berhubungan erat dengan biaya dan pendapatan yang elastis (Mill, 2000). Daerah tujuan wisata harus memilih secara seksama segmentasi pasarnya, karena hanya ada sedikit kesetiaan bagi sebagian besar wisatawan (Mill, 2000). Artinya, sebagian besar wisatawan ingin mengunjungi daerah yang berbeda setiap waktunya daripada kembali ke tempat yang sama setiap musim liburan. Perubahan nilai tukar mata uang, gejolak politik, bahkan perubahan cuaca bisa mempengaruhi permintaan. Keadaan ini belum terjadi di kawasan wisata KandiTanah Hitam. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa walaupun responden belum merasa puas dengan kinerja yang diperlihatkan oleh kawasan ini dalam memenuhi harapan mereka, namun keinginan untuk berkunjung kembali ke kawasan ini sangat tinggi (90,91%). Stynes dalam Yoeti (2006) menyebutkan bahwa dampak ekonomi dari pengembangan pariwisata dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu direct, Indirect dan induced impact. Manfaat langsung akan didapatkan dari pengeluaran wisatawan dalam bentuk makan minum, transportasi, upah dan lainnya pada saat musim ramai pengunjung. Manfaat tidak langsung terjadi sejalan dengan adanya
manfaat langsung. Pengadaan bahan baku untuk pembangunan objek wisata, lapangan pekerjaan baru yang muncul, pengusahaan jasa wisata, bahan makanan dan kebutuhan lainnya dapat memberikan manfaat kedua dari pengembangan pariwisata. Induced impact merupakan manfaat tersier dari kegiatan wisatawan berupa transaksi, pendapatan, dan pekerjaan yang dihasilkan dari pengeluaran rumah tangga yang meningkatkan gaji, atau pendapatan pemilik usaha. Rumah tangga atau tenaga kerja yang memperoleh manfaat ekonomi secara tidak langsung dari kegiata pariwisata, kemudian kemudian menyisihkan keuntungan dan membelanjakan kembali pendapatannya untuk keperluan lain. Data kuesioner tentang rata-rata pengeluaran wisatawan dalam sekali kunjungan ke kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam adalah sebanyak Rp.50.000,(Lampiran 2). Jika dikalikan dengan jumlah pengunjung yang datang sebanyak 13.764 orang (data sampai bulan Juli 2007), maka didapatkan uang yang beredar ditengah masyarakat adalah sebanyak Rp.688.200.000,-. Jika modal yang dikeluarkan untuk bahan baku adalah 80% dari total produk, maka manfaat tak langsung yang didapat masyarakat adalah Rp.137.640.000,-. Jika manfaat tak langsung ini dibelanjakan kembali oleh masyarakat dalam bentuk barang kebutuhan sehari-harinya maka akan terjadi peningkatan perputaran ekonomi ditengah-tengah masyarakat dalam bentuk efek pengganda. Studi yang dilakukan oleh BPS ditahun 1991 terhadap peningkatan ekonomi dari pengembangan pariwisata menunjukkan adanya efek pengganda sebesar 1,88 dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh wisatawan (Gunawan, 2000). Artinya setiap rupiah yang dikeluarkan wisatawan tidak berhenti disektor kepariwisataan saja tetapi akan membangkitkan kegiatan ekonomi lainnya yang berarti membuka kesempatan kerja di berbagai sektor lain yang terkait dengan kepariwisataan. Hal yang sama dikatakan juga oleh Mill (2000), bahwa pengembangan pariwisata menimbulkan dampak langsung dan tak langsung dari pendapatan yang masuk ke sebuah kawasan yang diistilahkan sebagai pengganda. Pengganda menjadi penyebab peningkatan dalam hal penjualan, pendapatan, pekerjaan dan upah. Pendapatan yang berasal dari sektor pariwisata juga meningkatkan pendapatan pemerintah yang masuk melalui pajak langsung atas pembelian barang
dan jasa, pajak tidak langsung dari pembayaran bea dan cukai, dan dari pendapatan yang dihasilkan oleh usaha milik pemerintah sendiri. Pengembangan pariwisata menimbulkan beberapa efek pengganda lain seperti pengganda pekerjaan dan pengganda upah. Pengganda pekerjaan adalah peningkatan pengeluaran wisatawan yang menciptakan pekerjaan baru. Jenis pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam ini antara lain pedagang, penjual makanan dan minuman, penjual tanaman hias, boneka dan mainan anak-anak, hasil pertanian, dan lain-lain. Pekerjaan lainnya adalah menjadi karyawan pada objek wisata, supir angkot, pengemudi ojek, juru parkir, dan pemandu wisata. Dampak ekonomi tak langsung terjadi sebagai akibat harga yang dibayarkan ketika melakukan wisata. Pemilik penginapan mungkin menggunakan sebagian dari uang sewa kamar untuk membeli bahan makanan dan membayar upah karyawan. Pemasok bahan makanan dan karyawan penginapan tadi mungkin membeli baju dan sepatu baru. Akibat dari uang sewa penginapan tadi akan terus meningkat, sampai akhirnya uang tersebut disimpan di Bank atau dibelanjakan di luar kawasan Kandi-Tanah Hitam. Dua kegiatan terakhir merupakan kebocoran dari kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Fenomena yang dulunya sering terjadi di Kota Sawahlunto adalah tingginya tingkat kebocoran dana dari daerah ini, karena sebagian besar penduduknya banyak menghabiskan waktu liburannya dengan pergi keluar kota ketika musim liburan datang dan berakibat kepada menurunnya aktivitas perekonomian. Namun setelah dikembangkannya beberapa objek wisata di daerah ini, hal itu berangsur berkurang dan kebocoran dana yang terjadi selama ini dapat ditekan. Fenomena yang terjadi sekarang adalah hal sebaliknya, dimana Kabupaten/Kota tetangga yang mulai terjadi kebocoran dana dan mengalir ke Kota Sawahlunto akibat pesatnya perkembangan sektor pariwisata yang terjadi di kota ini. Masalah yang sering terjadi pada tahap awal pengembangan pariwisata adalah dibutuhkan dana yang cukup besar untuk membangun sarana prasarana dan infrastruktur lainnya. Kebanyakan daerah tidak mampu menyediakan sendiri kebutuhan keuangan ini dan mencoba menarik investor untuk masuk menanamkan
modalnya. Setelah pariwisata berkembang, investor yang datang mengirimkan sebagian keuntungan yang didapat dari sektor pariwisata keluar daerah tersebut. Keadaan seperti itu membuat daerah tujuan wisata yang kurang modal tidak mampu bersaing untuk meningkatkan potensi wisatanya karena tingginya kebocoran dana yang terjadi dan kecilnya efek pengganda yangterjadi ditengah masyarakat. Masalah ekonomi yang berhubungan dengan pariwisata antara lain terjadinya (1) inflasi dan perubahan harga tanah, perkembangan pariwisata bisa meningkatkan harga tanah dan harga barang lainnya serta jasa; (2) ketergantungan pada musim, kawasan pariwisata ini baru ramai pada musim liburan dan sepi pengunjung pada hari biasa. Padahal untuk hari biasa tetap diperlukan biaya operasional mengakibatkan diperlukannya insentif finansial dari sektor publik; (3) penanaman modal yang berlebihan dari pemerintah untuk mendorong sektor pariwisata seringkali mengabaikan usaha produktif lain; (4) ketergantungan yang berlebihan terhadap pariwisata padahal pertumbuhan pariwisata dipengaruhi oleh perubahan internal-masalah politik, ketersediaan energi, perubahan nilai tukar uang; (5) timbulnya permasalahan kriminalitas karena adanya kesenjangan pendapatan antara wisatawan dan masyarakat setempat; (6) timbulnya tindakantindakan asusila; (7) pengurangan debit air bersih; (8) terjadinya pencemaran oleh sampah; dan (9) adanya vandalisme. Dampak Sosial Budaya Budaya sebuah bangsa mengandung kepercayaan, nilai, sikap dan tingkah laku yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakatnya dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya mengekspresikan dirinya dalam bentuk banyak hal seperti pakaian, arsitektur, kerajinan tangan, sejarah, bahasa, agama, pendidikan, tradisi, kegiatan pengisi waktu luang, musik, seni memasak dan sebagainya. Secara umum diterima, bila sebuah budaya yang kuat berhubungan langsung dengan budaya yang lemah maka budaya yang lebih lemahlah yang akan meminjam dari budaya yang lebih kuat. Banyak kegiatan pariwisata melibatkan wisatawan dari budaya yang lebih kuat (Yoeti, 2006).
Berbicara tentang pariwisata, kesan pertama yang timbul dalam perspektif budaya adalah tentang pengeksploitasian dan komersialisasi nilai-nilai budaya untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari sektor pariwisata dan menyebabkan munculnya berbagai macam konflik. Penilaian subjektif terhadap pariwisata dalam persektif budaya bahwa adanya pariwisata justru menimbulkan dampak negatif terhadap eksistensi nilai-nilai budaya sudah begitu melekat kuat dalam pandangan masyarakat luas. Pada kenyataannya bila dinilai secara objektif, dengan adanya pariwisata justru akan menggairahkan perkembangan kebudayaan asli dan bahkan dapat menghidupkan kembali unsur-unsur budaya yang sudah hampir dilupakan. Hal ini terlihat pada kawasan Kandi-Tanah Hitam. Berkembangnya beberapa objek wisata untuk menampilkan beberapa kesenian rakyat, telah ikut mendorong hidup kembali aneka kesenian rakyat yang sudah hampir dilupakan oleh generasi mudanya (Tabel 23). Dampak negatif yang dikhawatirkan timbul akibat pengembangan pariwisata di Kota Sawahlunto pada umumnya dan kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam khususnya, belum menunjukkan efek yang perlu penanganan yang serius karena aspek budaya lebih diutamakan dalam pengembangan objek wisata yang ada. Pengembangan pariwisata di Kota Sawahlunto sesuai dengan visinya Menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya pada tahun 2020, untuk mewujudkan Kota Wisata Tambang tersebut seluruh masyarakat dan stakeholders dapat beraktifitas, berkreasi dan berinovasi seluas-luasnya dengan harus tetap berpedoman kepada nilai-nilai budaya, nilai-nilai agama dan adat istiadat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Dalam pengembangan kegiatan wisata di kawasan bekas tambang KandiTanah Hitam yang perlu diantisipasi pada aspek sosial budaya adalah dalam bentuk: (1). terjadinya perubahan sistim nilai, dimana nilai dan idiologi asing yang diterima mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal dan secara berlahan dikhawatirkan akan menjauhi budaya dan tradisi penduduk; (2). terjadinya perubahan tingkah laku perorangan, hubungan kekeluargaan, gaya hidup dan moral dari masyarakat di lokasi penelitian terutama kaum remaja.
Umumnya kaum remaja di daerah tujuan wisata akan mudah terpengaruh oleh gaya dan pola hidup dari wisatawan yang berkunjung ke daerah mereka seperti cara berpakaian, sikap yang biasanya bertentangan dengan kode etik lokal dan meniru pola konsumsi yang relatif lebih tinggi di atas kemampuan keuangan masyarakat lokal. Namun gejala ini belum terlihat nyata pada kehidupan remaja di sekitar kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam, karena pengunjung yang datang kebanyakan adalah masyarakat yang kultur budayanya hampir sama dengan daerah ini. Hal ini juga ditunjang dengan jenis wisata yang dikembangkan bukanlah dalam bentuk wisata yang modern seperti di kota-kota besar lainnya, melainkan dalam bentuk wisata yang biasa ada di sekitar wilayah Sumatera Barat. Semakin kuat budaya lokal, maka akan semakin tangguh budaya tersebut mempertahankan diri dari pengaruh negatif budaya asing. Hal ini telah dibuktikan oleh masyarakat adat yang ada di Bali sebagai daerah kunjungan wisata mancanegara, mereka dapat mempertahankan adat istiadat dan tradisi mereka di tengah gempuran budaya asing yang ada disekitarnya, karena kegiatan pariwisata diselaraskan dengan budaya yang ada. Begitupun dengan Kota Sawahlunto, objek wisata yang dikembangkan juga diarahkan kepada bagaimana bentuk budaya baru yang muncul akibat aktivitas penambangan yang terjadi selama ini. perwujudan wisata ini dalam bentuk objek wisata museum, objek wisata lubang bekas tambang dan objek wisata proses penambangan hingga menghasilkan batubara yang siap untuk dikirim keluar daerah ini. Objek wisata budaya lainnya yang dikembangkan pada kawasan bekas tambang adalah dalam bentuk prosesi pembauran antar etnik yang ada akibat aktivitas pertambangan dalam bentuk pemugaran kawasan Kota Tua yang didiami oleh berbagai suku bangsa dan etnik yang ada di tanah air.
Arahan Strategi Pengembangan Pariwisata Kawasan Bekas Tambang Kandi-Tanah Hitam Untuk mendapatkan strategi pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam sebagai kawasan pariwisata, maka perlu diidentifikasi mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki berdasarkan karakteristik internal kawasan. Pada penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah dengan Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats Analysis), yaitu analisis potensi, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini diawali dengan melakukan inventarisasi dan klasifikasi terhadap permasalahan/kelemahan dan kelebihan/kekuatan baik secara internal dalam pengembangan pariwisata, maupun secara eksternal yang berasal dari lingkungan di luar kawasan pengembangan pariwisata. Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman Lingkungan
strategis
yang
mempengaruhi
kinerja
pengembangan
pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam dibagi atas faktor internal dan eksternal. Dalam faktor internal; termasuk di dalamnya kekuatan (S= Strengths) dan kelemahan (W= Weakness). Sementara yang tergolong dalam faktor eksternal adalah peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats). Hasil pengamatan dan wawancara di lapangan, diperoleh daftar faktor internal dan eksternal dalam pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang adalah: -
Faktor Internal Kekuatan / Strength (S). Faktor internal yang merupakan kekuatan dalam pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Kelemahan / Weakness (W). Faktor internal yang merupakan kelemahan dalam pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam adalah seperti yang terlihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Faktor internal Kekuatan /Strength (S) dan Kelemahan/Weakness (W) Kekuatan / Strength (S) 1. Arahan RTRW Kota Sawahlunto 2004-2014 2. Status lahan milik Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto 3. Lokasi yang strategis 4. Produktivitas lahan rendah untuk pertanian 5. Budaya Gotong royong dan pluralistik masyarakat 6. Perekonomian masyarakat mulai bangkit 7. Kuantitas jaringan jalan yang memadai 8. Potensi kawasan wisata seluas 400 Ha 9. Potensi hutan kota dari hutan rakyat dan daerah reboisasi 10. Kepadatan penduduk yang masih rendah Kelemahan / Weaknessess (W) 1. Perkembangan fisik wilayah yang cenderung sporadis (ketidakseimbangan perkembangan) 2. Masalah transportasi yang masih terbatas jumlahnya 3. Keterbatasan keuangan pemerintah daerah untuk melakukan pembiayaan 4. Daya dukung fisik lahan, dimana lebih dominan lahan marginal -
Faktor Eksternal Peluang / Opportunity (O). Faktor eksternal yang merupakan peluang yang mendukung pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang KandiTanah Hitam. Ancaman/ Threats (T). Faktor eskternal yang menjadi ancaman dalam pengembangan pariwisata di kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam terlihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Faktor eksternal Peluang/Opportunity (O) dan Ancaman/Threats (T)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Peluang / Opportunity (O) Pengembangan kawasan wisata Kerjasama dengan investor dalam pengembangan kawasan Pengembangan pusat kegiatan (pusat pelayanan) Pengembangan kawasan strategis baru Optimalisasi PAD (alternatif sumber pendapatan baru) Bantuan dana dari Pemerintah Pusat. Bantuan dari paket pinjaman luar negeri. Kerjasama dengan Pemerintah Daerah lain Ancaman / Threats (T) Ketersediaan sarana dan prasarana kota Kualitas sumberdaya manusia di bidang pariwisata Efisiensi, efektivitas dan koordinasi lembaga pemerintahan Persaingan dalam pengembangan kawasan baru Kegagalan dalam implementasi program yang telah dibuat Peningkatan peran serta masyarakat Peningkatan kebutuhan keuangan pemerintah yang makin tinggi Perparkiran Angkutan penumpang resmi (ojek)
Analisis SWOT dan Alternatif Strategi Untuk menentukan strategi dan arahan pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam, maka dilakukan pencarian strategi silang dari ke empat faktor yang ada di atas. Strategi silang yang digunakan adalah: 1). Strategi Strenghts-Opportunities (S-O), yaitu memanfaatkan kekuatan untuk meraih peluang, dengan strategi yang dapat dilakukan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 26. 2). Strategi Strengths-Threats (S-T), yaitu strategi yang memanfaatkan kekuatan untuk mengurangi ancaman, dengan strategi alternatif yang dapat dilakukan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 26. 3). Strategi Weaknesses-Opportunities (W-O), yaitu meminimalkan kelemahan untuk mencapai dan memanfaatkan peluang yang ada, dengan strategi yang dapat dilakukan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 26.
4). Strategi Weaknesses-Threats (W-T), yaitu merupakan taktik untuk bertahan dari ancaman yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan internal sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Tabel 26. Strategi silang unsur SWOT '
Strategi
Keterkaitan
S-O
3
Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru dengan memanfaatkan potensi kawasan yang strategis, arahan RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah. Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain dalam pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan optimalisasi PAD. Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari Luar Negeri dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat yang mulai bangkit.
O1,O3,O4, S8,S1,S10 O2,O8,O1, O5 O6,O7,S5, S6
S-T Peningkatan koordinasi antar sektor terkait dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru. Peningkatan peranserta masyarakat dalam mengatasi keterbatasan keuangan pemerintah untuk pengembangan kawasan wisata dan kawasan strategis baru.
T3,O1,O3, O4 T6,W3,O1, O3, O4
W-O Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan kawasan wisata dalam upaya mengatasi perkembangan wilayah yang cenderung sporadis dan mengatasi masalah transportasi. Pengembangan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dengan memanfaatkan paket bantuan dari Pusat.
O3,O4,O1, W2
S11,W5,O6
W-T
2
Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Meningkatkan kualitas sumberdaya, efisiensi dan melibatkan masyarakat dalam pengembangan kegiatan yang strategis untuk menghindari kegagalam implementasi program.
S8, T1 T2,T3,T6, T5
Berdasarkan strategi silang yang dilakukan terhadap unsur-unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, maka didapatkan beberapa strategi yang bisa dipergunakan dalam pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam. Alternatif strategi tersebut antara lain: (1). Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah. (2). Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain dalam pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan optimalisasi PAD. (3). Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari Luar Negeri dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat yang mulai bangkit (4). Peningkatan koordinasi antar sektor terkait dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru. (5). Peningkatan
peranserta
masyarakat
dalam
mengatasi
keterbatasan
keuangan pemerintah untuk pengembangan kawasan wisata dan kawasan strategis baru. (6). Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan kawasan wisata dalam upaya mengatasi perkembangan wilayah yang cenderung sporadis dan mengatasi masalah transportasi. (7). Pengembangan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dengan memanfaatkan paket bantuan dari Pusat. (8). Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. (9). Meningkatkan kualitas sumberdaya, efisiensi dan melibatkan masyarakat dalam pengembangan kegiatan yang strategis untuk menghindari kegagalan implementasi program. Untuk menentukan prioritas dari beberapa strategi yang telah didapat, maka perlu diberikan bobot pada setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Pemberian bobot (berkisar 1-5, yaitu 1 untuk sangat tidak penting, 2 tidak penting, 3 cukup penting, 4 penting, dan 5 sangat penting), didasarkan
kepada derajat kepentingan dari unsur tersebut terhadap pencapaian tujuan. Artinya, unsur yang paling penting akan mendapatkan bobot paling tinggi sedangkan unsur yang kurang penting akan mendapatkan bobot yang paling rendah. Pada Tabel 27 dapat dilihat pemberian bobot untuk setiap unsur Kekuatan,
Kelemahan,
Peluang,
dan
Ancaman
yang
ada
berdasarkan
kepentingannya terhadap pencapaian tujuan. Tabel 27. Pemberian bobot untuk setiap unsur Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Strength (S)
Bobot
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S 10
5 5 4 4 3 3 4 5 2 3
Weakness (W)
Bobot
W1 W2 W3 W4
5 4 3 3
Opportunity (O)
Bobot
O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7 O8
5 3 3 4 2 2 3 2
Threats (T)
Bobot
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9
1 1 1 2 3 3 3 2 3
Analisis dan Strategi Prioritas Berdasarkan pembobotan yang dilakukan pada Tabel 27, maka dilakukan proses penjumlahan bobot yang terkait dengan strategi yang didapat. Hasil dari penjumlahan tersebut didapatkan beberapa alternatif strategi prioritas, seperti yang terlihat pada Tabel 28.
Tabel 28. Penentuan strategi prioritas pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam Strategi
'
3
9
Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah. Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain dalam pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan optimalisasi PAD. Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari Luar Negeri dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat yang mulai bangkit. Peningkatan koordinasi antar sektor terkait dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru. Peningkatan peranserta masyarakat dalam mengatasi keterbatasan keuangan pemerintah untuk pengembangan kawasan wisata dan kawasan strategis baru. Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan kawasan wisata dalam upaya mengatasi perkembangan wilayah yang cenderung sporadis dan mengatasi masalah transportasi. Pengembangan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dengan memanfaatkan paket bantuan dari Pusat. Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Meningkatkan kualitas sumberdaya, efisiensi dan melibatkan masyarakat dalam pengembangan kegiatan yang strategis untuk menghindari kegagalam implementasi program.
Keterkaitan
Skor
O1,O3,O4, 5,3,4,5,5,3 S8,S1,S10 = 25
Prioritas
1
O2,O8,O1, O5
3,2,5,2 = 12
5
O6,O7,S5, S6
2,3,3,3 = 11
6
T3,O1,O3, O4
1,5,3,4 = 13
4
T6,W3,O1, O3, O4
3,3,5,3,4 = 18
2
O3,O4,O1, W2
3,4,5,4 = 16
3
S11,W5,O6
3,3,2 = 8
7
S8, T1
5,1 =6
8
T2,T3,T6, T5
1,1,3,3 =8
7
Langkah awal yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto dalam pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam
adalah mengembangkan kawasan tersebut sebagai pusat pelayanan,
kawasan strategis baru karena hal ini sesuai dengan arahan yang ada pada RTRW untuk mengatasi kelemahan dan tantangan ketersediaan sarana dan prasarana yang masih kurang tersebut. Berikut ini adalah langkah yang dapat dipakai untuk menunjang strategi yang ada, yaitu: Strategi Pertama
: Pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan
kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah. Sesuai dengan arahan penggunaan lahan yang terdapat dalam RTRW, kawasan ini adalah selain kawasan pengembangan wisata dan olahraga, juga merupakan daerah yang diperuntukan untuk pengembangan pemukiman, perdagangan, pertanian dan pusat pelayanan. Melihat potensi kepadatan penduduk yang masih rendah jika dibandingkan dengan dengan rata-rata kepadatan penduduk keseluruhan, maka langkah yang dapat dilakukan adalah : 1). Membangun kawasan pemukiman di kawasan antara Desa Kolok Mudik sampai Desa Kolok Nan Tuo. 2). Membangun pusat pelayanan dan perdagangan di Desa Sijantang Koto dan Desa Santur. 3). Membangun fasilitas sub terminal angkutan orang dan barang di Desa Santur atau Desa Kolok Mudik. Strategi Kedua
: Peningkatan
peranserta
masyarakat
dalam
mengatasi
keterbatasan keuangan pemerintah untuk pengembangan kawasan wisata dan kawasan strategis baru. Peranserta
masyarakat untuk
pengembangan
kawasan
ini
sangat
diperlukan karena tujuan dari pembangunan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di sekitar wilayah pengembangan. Peranserta masyarakat dapat ditingkatkan melalui kegiatan yang menuntut keterlibatan aktif dari masyarakat, berupa:
1). Membuat kegiatan pengembangan usaha perikanan dalam bentuk keramba di kawasan Danau Kandi. 2). Melibatkan peran aktif masyarakat sekitar dalam pengembangan fasilitas tambahan Kebun Wisata. 3). Kegiatan sosialisasi pengembangan pariwisata terhadap masyarakat yang terkena imbas. Strategi Ketiga
: Pengembangan pusat pelayanan, kawasan strategis baru dan
kawasan wisata dalam upaya mengatasi perkembangan wilayah yang cenderung sporadis dan mengatasi masalah transportasi. Kondisi fisik Kota Sawahlunto yang tidak teralu mendukung untuk pengembangan kawasan perkotaan karena bentuk wilayah yang dominan berbukit, menyebabkan perkembangan wilayah terjadi secara sporadis dan tersebar. Kawasan yang mempunyai potensi yang tinggi untuk melakukan usaha menjadi sangat padat, sedangkan daerah lain yang kurang berpotensi yang menjadi tertinggal dan terbelakang. Langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak ini adalah dengan melakukan kegiatan: 1). Inventarisasi potensi setiap kawasan untuk dilakukan pengembangan sesuai dengan potensi yang ada masing-masing kawasan. 2). Membuka akses terhadap kawasan yang masih belum berkembang berupa pembangunan sarana prasarana yang dibutuhkan dan aksesibilitas yang lancar menuju kawasan tersebut. Strategi Keempat : Peningkatan
koordinasi
antar
sektor
terkait
dalam
perencanaan dan pengelolaan kawasan wisata, pusat pelayanan dan kawasan strategis baru. Pengembangan wilayah membutuhkan keterpaduan antar berbagai elemen yang terlibat didalamnya. Tanpa itu semua, perencanaan yang dilakukan tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Selama ini, perencanaan yang dilakukan cenderung lebih mementingkan egosektoral dari masing-masing dinas/instansi yang ada. Visi kota yang seharusnya menjadi pedoman dalam perencanaan kegiatan dari dinas/instansi yang ada, belum sepenuhnya tergambar dalam rencana maupun kegiatan yang dilakukan oleh dinas/instansi tersebut. Hal
ini mengakibatkan terjadinya perebutan kegiatan yang dianggap basah, dan terbengkalainya beberapa kegiatan pokok yang dianggap kering, sehingga kegiatan pembangunan yang dilakukan tidak begitu efektif. Langkah yang dapat dilakukan untuk mewujudkan strategi tersebut adalah: 1). Menggiatkan kembali pelaksanaan rapat teknis dan rapat koordinasi pembangunan dari dinas/instansi yang ada. 2). Memprioritaskan kegiatan yang berhubungan dengan rencana pengembangan kawasan strategis untuk pencapaian visi kota. 3). Melibatkan
seluruh
dinas/instansi
yang
berhubungan
dengan
pelaksanaan pengembangan kawasan strategis yang direncanakan. Strategi Kelima
: Kerjasama dengan investor dan Pemerintah Daerah lain
dalam pengembangan kawasan bekas tambang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan optimalisasi PAD. Kehadiran investor dalam pembangunan wilayah sangat diperlukan untuk mengatasi kesulitan keuangan daerah dalam melanjutkan pembangunan. Selain itu kerjasama antar daerah dalam kerangka saling menguntungkan antara kedua belah pihak akan berdampak kepada percepatan pengembangan suatu wilayah. Hal yang perlu diperhatikan dan dikaji lebih dalam adalah jangan sampai terjadi adanya kebocoran daerah akibat dari kerjasama ini. Untuk melaksanakan strategi kelima tersebut, dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: 1). Membuat aturan yang jelas tentang sifat kerjasama yang akan dilakukan baik dengan investor maupun dengan pemerintah daerah lain tersebut. 2). Membuat penelitian dan kajian menyeluruh tentang kebutuhan kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan pihak lain tersebut. 3). Kerjasama antar daerah dalam bentuk pemasaran produk unggulan yang dimiliki oleh masing-masing daerah. 4). Mempersiapkan sumberdaya manusia yang terampil melalui pelatihan yang berhubungan dengan kegiatan kerjasama dengan investor maupun pemerintah daerah lain.
5). Memberikan insentif dan kemudahan terhadap investor atau pemerintah daerah lain yang akan melakukan kerjasama dalam kegiatan pembangunan. Strategi Keenam : Peluang bantuan dana dari Pusat dan paket pinjaman dari Luar Negeri dimanfaatkan untuk peningkatan ekonomi dan budaya masyarakat yang mulai bangkit. Berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004, membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk mencari sumber pembiayaan dari pihak lain untuk melanjutkan pembangunan dan pengembangan wilayahnya. Sebagian besar pemerintah daerah berpacu mencari sumber pembiayaan lain baik itu antar pemerintah daerah, dengan pemerintah pusat maupun dengan pihak luar (asing) dalam ketentuan perundangan yang berlaku. Peluang ini dicoba oleh pemerintah Kota Sawahlunto dengan menjajaki kerjasama dengan Pemerintah Malaysia dengan membuat kesepakatan pengembangan budaya melayu serumpun dan Kota Kembar. Langkah yang bisa diterapkan dalam mencapai strategi keenam ini adalah: 1). Membuat Memorandum of Understanding dengan pihak asing untuk mendapatkan paket bantuan pengembangan wilayah maupun budaya yang berkelanjutan. 2). Mengembangkan kerjasama dengan pihak asing dalam bentuk pelatihan aparatur pemerintah untuk magang keahlian di negara yang dituju dengan skema pembiayaan yang saling menguntungkan. 3). Membuat program strategis pengembangan pembangunan daerah untuk menggaet dana pusat dalam bentuk Dana Alokasi Khusus. Strategi Ketujuh
: Peningkatan dan pengembangan kualitas sumberdaya
melalui pendidikan dan pelatihan, efisiensi dengan melibatkan masyarakat dalam pengembangan kegiatan strategis untuk menghindari kegagalan implementasi program. Sumberdaya manusia yang terlatih sangat menentukan dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia agar bisa melaksanakan
pembangunan yang telah direncanakan. Sumberdaya manusia yang tidak berkualitas akan menambah beban suatu daerah. Keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari indek pembangunan manusianya. Untuk mencapai strategi ketujuh, dapat dilaksanakan dengan kegiatan yaitu: 1). Pengiriman aparatur yang berkompeten untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan. 2). Menyekolahkan aparatur yang berprestasi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan disesuaikan dengan kebutuhan bidang keilmuan yang masih diperlukan daerah. 3). Mengadakan on job training terhadap aparatur yang baru disetiap dinas/instansi yang ada supaya lebih mengenal lingkungan kerja. 4). Sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat tentang bagaimana sikap dalam menghadapi wisatawan yang berkunjung ke daerah mereka. 5). Memacu berdirinya kelembagaan pariwisata lokal dalam masyarakat. 6). Melibatkan pihak perguruan tinggi untuk ikut berperan aktif dalam sharing knowlegde terhadap kegiatan pembangunan yang dilakukan. 7). Meningkatkan mutu pendidikan daerah dengan melengkapi sarana prasarana pengajaran yang dibutuhkan. Strategi Kedelapan
: Optimalisasi potensi kawasan dengan meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Potensi kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam baru sedikit yang dimanfaatkan. Terdapat banyak alternatif pengembangan yang bisa dilakukan pada kawasan ini dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungannya. Ketersediaan sarana prasarana penunjang yang dibutuhkan kawasan ini perlu segera dipenuhi untuk mempercepat pengembangan kawasan ini maupun wilayah sekitarnya. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah: 1). Mempercepat penyelesaian jalur utama kawasan yaitu prasarana jalan. 2). Membenahi sarana wisata utama seperti mushalla dan toilet pada objek wisata untuk meningkatkan kenyamanan kunjungan wisatawan. 3). Memperbanyak dan meningkatkan jenis atraksi wisata yang ada masing-masing objek wisata yang ada.
4). Merealisasikan rencana pengembangan objek camping ground dan outbound yang berpotensi dibangun pada kawasan Danau Tandikat. 5). Membenahi pengelolaan masing-masing objek yang terdapat dalam kawasan dalam bentuk Satuan Tugas atau Unit Pelaksana Teknis Daerah. 6). Membuat kelembagaan yang jelas tentang pengelola kawasan wisata yang ada, sehingga bisa lebih optimal dalam melaksanakan tugas.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan serta dengan memperhatikan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Secara biofisik, ekonomi, dan sosial budaya serta objek wisata yang terbangun, maka kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berpotensi untuk pengembangan wisata.
2.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam berdampak positif terhadap konservasi dan pelestarian lingkungan hidup di kawasan bekas tambang, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat sekitar kawasan, dan
turut
membangun Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Sawahlunto, serta tidak ditemukan dampak negatif terhadap budaya masyarakat sekitar kawasan. 3.
Prioritas arahan strategi pengembangan kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam yaitu pengembangan kawasan wisata, pusat pelayanan, dan kawasan strategis baru yang didasarkan pada potensi kawasan, arahan dari RTRW, dan kepadatan penduduk yang rendah. Saran
1.
Perlunya dukungan seluruh stakeholders terkait yang secara konsisten menempatkan pariwisata sebagai sektor utama penggerak ekonomi daerah. Pengembangan pariwisata yang lintas sektoral memerlukan koordinasi yang baik antar semua pengambil kebijakan, perencana, politisi, maupun pelaksana yang dapat menggerakkan pariwisata sebagai sektor yang berdaya saing tinggi seperti yang diharapkan.
2.
Perlu kajian lebih lanjut tentang pengembangan pariwisata pada kawasan bekas tambang ini, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pendapatan asli daerah dalam jangka waktu tertentu.
PUSTAKA
Alkadri, Muchdie, dan Suhandojo, editor. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah. Ed ke-2 (rev). Jakarta: Pusat Pengkajian KTPW BPPT. Alkadri, Djajadiningrat HM. 2002. Bagaimana Menganalisis Potensi Daerah? Konsep dan Contoh Aplikasi. Di dalam: Ambardi UM, Prihawantoro S, penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat Pengkajian KTPW BPPT. Aminudin. 2003. Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Lampung Propinsi Lampung. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Antono, Hari Tetra, Sahrudin Sahmiran, Bambang Yunianto. 1993. Studi Transformasi Struktural Pasca Pertambangan Perusahaan Umum Batubara Ombilin Propinsi Sumatera Barat. Dirjen Pertambangan Umum. Jakarta. Aritonang R, L. 2005. Kepuasan Pelanggan PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Asoka Andi, Wannofri Samry, Zaiyardam Zubir, Zulqayyim. 2005. Sawahlunto, Dulu, Kini Dan Esok Menyongsong Kota Wisata Tambang yang Berbudaya. Padang: Pusat Studi Humaniora Unand kerjasama dengan Pemko Sawahlunto. [Bappeda Provinsi Jabar] Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2005. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah. Bandung: Bappeda Provinsi Jawa Barat. [Bappeda Kota Sawahlunto] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Sawahlunto. 2006. Sawahlunto Dalam Angka 2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. . 2006a. Kecamatan Talawi Dalam Angka 2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. . 2006b. Kecamatan Barangin Dalam Angka 2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. . 2006c. Sensus Ekonomi Nasional Tahun 2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. . 2006d. Keadaan Sosial Ekonomi Kota Sawahlunto 2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. . 2006e. Tinjauan Perekonomian Kota Sawahlunto 2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. . 2006f. Produk Domestik Regional Bruto Kota Sawahlunto: Menurut Lapangan Usaha 2004-2005. Kota Sawahlunto: Bappeda-BPS Kota Sawahlunto. Barus B, Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi. Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor: Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
[Depkimpraswil] Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2003. Bantuan Teknis Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pertambangan Batubara Sawahlunto. PT Barn Cita Laksana. Jakarta. [Diperindagkop Kota Sawahlunto] Dinas Pertambangan Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kota Sawahlunto. 2006. Blok Plan Resort Wisata Kandi-Tanah Hitam Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Bidang Pertambangan dan Energi - Dinas Perindagkop Kota Sawahlunto. Dirjen Penataan Ruang. 2003. Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia: Tinjauan Teoritis Praktis. Jakarta: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Edward J, Arwel. And Llurdes I Coit, Joan Charles. 1996. Mines And Quaries Industrial Heritage Tourism. Annuals of Tourism Research. Vol 23, No 2. Elsevier. Great Britain. Farid, M.S. 2003. Informasi Pasar, Kunci Hidup Mati Usaha Kita. Ed: Mei 2003. Grandoit J. 2005. Tourism as a Development in the Caribbean and the Enverinmental By-products: The StressesOn Small Island Resources and Remedies. International Realtions, Economics, The Maxwell School of Syracuse University. Journal of Development and Social Transformation. Vol 2. http://www.maxwell.syr.edu/journalvol2.pdf. [25 November 2006] Gunawan MP. 2000. Agenda 21 Sektoral; Untuk Pengembangan Kualitas Hidup Secara Berkelanjutan. Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan UNDP. Jakarta. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor: Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hamzah H. 2005. Dampak Kegiatan Pertambangan Terhadap Pengembangan Wilayah, Kasus di Kota Bontang dan kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ihshani, D.W. 2005. Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Atribut Wisata Cangkuang Garut, Jawa Barat. Skripsi. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Jayadinata JT. 1986. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah. ITB Bandung. Kertajaya H, Yuswohadi. 2005. Attracting Tourists Traders Investors: Strategi Memasarkan Daerah di Era Otonomi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kuswartoyo, Tjuk. 2001. Sawahlunto 2020: Agenda Mewujudkan Kota Wisata Tambang yang Berbudaya. Pemerintah Kota Sawahlunto dan LPM-ITB. Bandung. Mill, R C. 2000. Tourism The International Bussiness. Ed.1. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Nawanir, H. 2003. Studi Pengembangan Ekonomi dan Keruangan Kota Sawahlunto Pascatambang. Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Oktaviani, R.W. 2006. Analisis Kepuasan Pengunjung Terhadap Kinerja Kebun Wisata Pasir Mukti dan Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran. Skripsi. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. [Pemda Kota Sawahlunto] Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. 2001. Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 tahun 2001 Tentang Visi Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Pemda Kota Sawahlunto. . 2004. Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 07 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Pemda Kota Sawahlunto. [Pemda Kota Sawahlunto] Pemerintah Daerah Kota Sawahlunto. 2001. Peraturan Daerah Kota Sawahlunto Nomor 2 tahun 2001 Tentang Visi Kota Sawahlunto. Sawahlunto: Pemda Kota Sawahlunto. Permana, RDD. 2004. Rencana Penataan Ruang Jabodetabek-Punjur. Di dalam: Prosiding Seminar Terbatas Penataan Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Permasalahan Lingkungan di Jabodetabek. Bogor, 2004. Bogor: Swara Darmaga-Fakultas Peternakan IPB. [PPTA] Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1994. Laporan Kemajuan: Pengujian dan Pengembangan Reklamasi Sumberdaya Lahan Serta Pelatihan. Kerjasama PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. [PT BA-UPO] Perusahaan Terbatas Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin. 1991. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). . 2005. Laporan Triwulan Pengelolaan, Pemantauan dan Pengendalian Lingkungan. Sawahlunto: PT. BA-UPO. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. [RI] Pemerintah Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan. Jakarta: Depparpostel. . 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta: Bappenas. . 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Depdagri. . 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Jakarta: Bappenas. . 1997. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Jakarta: Bappenas.
Robinson H. 1976. A Geography of Tourism. London. Mc Donald. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2006. Diktat Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Edisi: Mei 2006. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 337 hlm. Santoso, S. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Elek Media Komputindo. Jakarta. Soekadijo, RG. 2000. Anatomi Pariwisata: Memahami Pariwisata sebagai “System Linkage”. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Soemarwoto O. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit Djembatan. Subadra IN. 2007. Prinsip-prinsip Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan. Artikel Pariwisata. 6 April 2007. http://subadra.wordpress.com/tag/artikelpariwisata (23 April 2007). Suhandoyo. 2002. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah. Di dalam: Ambardi UM, Prihawantoro S, penyunting. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Meningkatkan Pangsa Pasar. PT Rineta Cipta. Jakarta. Ulrike G, Fesenmaier D.R, Formica S and O’Leary J.T. 2006. Searching for the future: Challenges Faced by Destination Marketing Organizations. Journal of Travel Research.http://www.sagepub.com [9 Desember 2006]. Wall G. 1995. Introduction to Ecotourism. Dalhousie University. Environmental Studies Center Development in Indonesia Project. Wibowo AS. 2001. Pariwisata, Ekowisata dan Lingkungan. Jakarta. Yoeti. O.A. 1997. Perencanaan Pembangunan Pariwisata. Angkasa. Bandung. . 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya. Pradnya Paramita. Jakarta
Karakteristik Pengunjung
Lampiran 1
Sebaran responden berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Jenis kelamin Jumlah
Jumlah 59 40 99
Sebaran responden berdasarkan Umur
Umur 10-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 60 tahun lebih Jumlah
Jumlah 15 41 27 11 5 0 99
Persentase 59,60% 40,40% 100% Persentase 15,15% 41,41% 27,27% 11,11% 5,06% 0% 100%
Sebaran responden berdasarkan Pendidikan Terakhir
SD SLTP SLTA D1 D2 D3 S1 S2 S3
Pendidikan Terakhir
Jumlah
Jumlah
99
1 12 50 1 2 9 20 4 0
Persentase 1,01% 13,13% 50,50% 1,01% 2,02% 9,09% 20,20% 4,04% 0% 100%
Sebaran responden berdasarkan Status Dalam Keluarga
Status Dalam Keluarga Suami/Ayah Istri/Ibu Anak Lainnya Jumlah
Jumlah 31 22 46 0 99
Persentase 31,31% 22.22% 47,47% 0% 100%
Sebaran responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Anggota Keluarga Inti 1 orang 2 orang 3 orang 4 orang 5 orang 6 orang 7 orang 8 orang 9 orang Jumlah
Jumlah 1 6 23 28 15 13 9 3 1 99
Persentase 1,01% 6,06% 23,23% 28,28% 15,15% 13,13% 10,10% 3,03% 1,01% 100%
Lampiran 1. (Lanjutan) Sebaran responden berdasarkan Jenis Pekerjaan Tetap
Jenis Pekerjaan Tetap PNS TNI/Polri Pegawai Swasta Wiraswasta Pedagang Petani Buruh Rumah Tangga Pelajar/Mahasiswa Lainnya Jumlah
Jumlah 24 3 18 16 6 2 2 4 16 8 99
Persentase 24,24% 3,03% 19,19% 16,16% 6,06% 2,02% 2,02% 4,04% 16,16% 8,08% 100%
Sebaran responden berdasarkan Jabatan (untuk PNS, TNI/Polri, pegawai swasta)
Jabatan (untuk PNS, TNI/Polri, pegawai swasta) Direktur/Kepala Dinas Manager Madya/Kepala Kantor/Kepala Seksi Staf/pegawai Lainnya Jumlah
Jumlah
Persentase
1
2,22%
11
24,45%
32 1 45
71,11% 2,22% 100%
Sebaran responden berdasarkan Pengeluaran perbulan
Pengeluaran Perbulan (Rp) < 1.000.000 1.000.001-2.000.000 2.000.001-3.000.000 3.000.001-4.000.000 4.000.001-5.000.000 >5.000.000 Jumlah
Jumlah 48 32 11 8 0 0 99
Persentase 48,49% 32,32% 11,11% 8,08% 0,% 0,% 100%
Sebaran responden berdasarkan Asal Tempat Tinggal
Asal Daerah Tempat Tinggal Kota Sawahlunto Kab. Sawahlunto/Sijunjung Kab. Dharmasraya Kab. Tanah Datar Kota Padang Kota Padang Panjang Kota Payakumbuh Kab. Solok Kota Solok Indragiri Hulu Jakarta Selatan Jumlah
Jumlah 55 9 1 3 13 1 1 7 7 1 1 99
Persentase 55,56% 9,09% 1,01% 3,03% 13,13% 1,01% 1,01% 7,07% 7,07% 1,01% 1,01% 100%
Lampiran 2
Tahapan Pengambilan Keputusan Pengenalan Kebutuhan Sebaran Manfaat Yang Didapat Dari Kunjungan
Privasi Pengetahuan Keakraban Hiburan Lainnya
Manfaat
Jumlah
Jumlah 1 37 3 57 1 99
Persentase 1,01% 37,37% 3,03% 57,58% 1,01% 100%
Sebaran Kendaraan Yang Digunakanan Untuk Berkunjung Kendaraan
Pribadi Umum Sewaan
Jumlah
Jumlah 74 16 9 99
Sebaran Perasaan Ketika Berkunjung
Rasa Merasa ada yang kurang Biasa saja Jumlah
Jumlah 37 63 99
Persentase 74,75% 16,16% 9,09% 100% Persentase 37% 63% 100%
Sebaran Pernah Berkunjung Ke Lokasi Lain Yang Mirip Pernah Tidak Pernah
Lokasi Lain Jumlah
Jumlah 36 63 99
Persentase 36,3636 63,6364 100%
Pencarian Informasi Sebaran Cara Mendapatkan Informasi Informasi Reklame Radio Teman TV Brosur Media Cetak Jumlah
Jumlah 8 7 85 5 11 6 122
Persentase 6,56% 5,74% 69,67% 4,09% 9,02% 4,92% 100%
Sebaran Kunjungan Keberapa Kali Kunjungan Pertama kali Lebih dari 2 kali Jumlah
Jumlah 0 99 99
Persentase 0% 100% 100%
Lampiran 2. (Lanjutan) Pencarian Informasi Sebaran Fokus Perhatian dari Informasi Yang Ada Fokus Perhatian Harga Kenyamanan Paket Fasilitas Lokasi Lainnya Jumlah
Jumlah 8 27 22 21 43 2 123
Persentase 6,50% 21,95% 17,89% 17,07% 34,96% 1,63% 100%
Sebaran dengan Siapa Berkunjung Saat Ini Dengan Siapa Sendiri Keluarga Pasangan Kelompok Jumlah
Jumlah 10 61 13 15 99
Persentase 10,10% 61,62% 13,13% 15,15% 100%
Evaluasi Alternatif Sebaran Pertimbangan Berkunjung Pertimbangan Pelayanan Kenyamanan Akses Keragaman Harga Lokasi Jumlah
Jumlah 16 35 10 19 16 34 130
Persentase 12,31% 26,92% 7,69% 14,62% 12,31% 26,15% 100%
Keputusan Pembelian Sebaran Rencana Berkunjung Rencana Direncanakan Tidak Direncanakan Jumlah
Jumlah 58 41 99
Persentase 58,59% 41,41% 100%
Sebaran Alokasi Waktu Untuk Berkunjung Alokasi Waktu Waktu Khusus Tidak Jumlah
Jumlah 30 28 58
Persentase 51,72% 49,28% 100%
Sebaran Alternatif Tempat Lain Untuk Dikunjungi Alternatif Tidak Ada Jumlah
Jumlah 17 82 99
Persentase 17,17% 82,83% 100%
Lampiran 2. (Lanjutan) Sebaran Tempat Lain Yang Dikunjungi Tempat Lain Waterboom Taman Kota Makam M Yamin Museum Keretapi Museu Dapur Umum Wisata Goa Jumlah
Jumlah 72 23 4 7 11 7 124
Persentase 58,06% 18,55 3,23% 5,65% 8,87% 5,64% 100%
Sebaran Keputusan Alasan Untuk Datang Berkunjung Jumlah 34 27 13 18 7 99
Alasan Indah Nyaman Unik Akses Bangga Jumlah
Persentase 34,34% 27,28% 13,13% 18,18% 7,07% 100%
Sebaran Dengan Siapa Paling Sering Datang Berkunjung Sering Dengan Sendiri Keluarga Pasangan Kelompok Jumlah
Jumlah 13 53 15 18 99
Persentase 13,13% 53,54% 15,15% 18,18% 100%
Sebaran Frekuensi Kunjungan Frekuensi Setiap minggu 2 minggu sekali Setiap bulan 4-6 kali setahun 2-3 kali setahun Sekali setahun Jumlah
Jumlah 14 8 31 23 23 0 99
Persentase 14,14% 8,08% 31,32% 23,23% 23,23% 0 100%
Sebaran Waktu Berkunjung Hari Libur sekolah Libur nasional Akhir minggu Hari kerja Jumlah
Jumlah 23 23 46 7 99
Persentase 23,23% 23,23% 46,47% 7,07% 100%
Lampiran 2. (Lanjutan) Keputusan Pembelian Sebaran Yang Paling Berpengaruh untuk Berkunjung Sebab Sendiri Teman Keluarga Selebaran Iklan Pengelola Jumlah
Jumlah 23 28 39 2 1 6 99
Persentase 23,23% 28,28% 39,40% 2,02% 1,01% 6,06% 100%
Sebaran Jumlah Pengeluaran Rata-rata Tiap Kunjungan Pengeluaran < Rp 50.000 Rp 50.000 - 100.000 Rp 100.000 - 200.000 > Rp 200.000 Jumlah
Jumlah 42 34 14 9 99
Persentase 42,42% 34,34% 14,14% 9,10% 100%
Perilaku Pasca Pembelian Sebaran Perilaku Pascapembelian Kepuasan Puas Tidak
Jumlah 63 36 99
Persentase 63,64% 36,36% 100%
Sebaran Keinginan untuk Berkunjung Kembali Datang Kembali Ya Tidak Jumlah
Jumlah 90 9 99
Persentase 90,91% 9,09% 100%
Lampiran 3
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Hasil analisis kuadran Atribut
Kebersihan Kenyamanan Keamanan Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung Keramahan dan kesopanan petugas Tingkat pengetahuan tentang fasilitas Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana Area parkir yang luas Fasilitas taman satwa Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat Fasilitas wisata air Danau Tandikat Fasilitas Danau Kandi Fasilitas camping ground Kegiatan edukatif Sarana peribadatan Sarana toilet Jenis paket wisata Harga paket wisata Pemadangan alam Penataan lokasi wisata Kegiatan promosi Kemudahan mencapai lokasi Sarana komunikasi Papan informasi/penunjuk arah Area jajanan/makanan Total
3,25 4,51 3,46 4,61 3,40 4,61 3,37 4,26 3,49 4,39 3,17 4,21 3,03 4,43 3,35 4,11 2,80 4,29 2,81 3,56 2,98 4,04 2,75 3,86 2,68 3,55 2,90 3,98 2,72 4,59 2,66 4,53 2,97 3,77 3,39 3,69 3,65 4,33 3,18 4,35 3,26 3,95 3,48 4,39 3,28 4,21 3,34 4,47 2,88 4,14 78,25 104,83 3,13 4,1932
Lampiran 4
Plot kinerja – harapan (analisis kuadran)
Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kebersihan Kenyamanan Keamanan Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung Keramahan dan kesopanan petugas Tingkat pengetahuan tentang fasilitas Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana Area parkir yang luas Fasilitas taman satwa Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat Fasilitas wisata air Danau Tandikat Fasilitas Danau Kandi Fasilitas camping ground
14. Kegiatan edukatif 15. Sarana peribadatan 16. Sarana toilet 17. Jenis paket wisata 18. Harga paket wisata 19. Pemadangan alam 20. Penataan lokasi wisata 21. Kegiatan promosi 22. Kemudahan mencapai lokasi 23. Sarana komunikasi 24. Papan informasi/penunjuk arah 25. Area jajanan/makanan
Lampiran 5
Perhitungan selisih bobot antara kinerja – harapan (gap)
3,25 3,46 3,40 3,37 3,49 3,17 3,03 3,35 2,80 2,81 2,98 2,75 2,68 2,90 2,72 2,66 2,97 3,39 3,65 3,18 3,26 3,48 3,28 3,34 2,88
Kepentingan/Harapan (Y) 4,51 4,61 4,61 4,26 4,39 4,21 4,43 4,11 4,29 3,56 4,04 3,86 3,55 3,98 4,59 4,53 3,77 3,69 4,33 4,35 3,95 4,39 4,21 4,47 4,14
Selisih Antara Kinerja dan Kepentingan -1,26 -1,15 -1,21 -0,89 -0,90 -1,04 -1,40 -0,76 -1,49 -0,75 -1,06 -1,11 -0,87 -1,08 -1,87 -1,87 -0,80 -0,30 -0,68 -1,17 -0,69 -0,91 -0,93 -1,13 -1,26
3,13
4,1932
-26,58
Atribut
Kinerja (X)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Selisih Bobot (Total Bobot GAP/Jumlah Atribut)
-1,0632
Lampiran 6
Plot selisih rata-rata kinerja – harapan (gap)
Lampiran 7
Plot selisih bobot kinerja – harapan (gap)
Lampiran 8
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Hasil perhitungan Indeks Kepuasan Konsumen
Atribut Kebersihan Kenyamanan Keamanan Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung Keramahan dan kesopanan petugas Tingkat pengetahuan tentang fasilitas Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana Area parkir yang luas Fasilitas taman satwa Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat Fasilitas wisata air Danau Tandikat Fasilitas Danau Kandi Fasilitas camping ground Kegiatan edukatif Sarana peribadatan Sarana toilet Jenis paket wisata Harga paket wisata Pemadangan alam Penataan lokasi wisata Kegiatan promosi Kemudahan mencapai lokasi Sarana komunikasi Papan informasi/penunjuk arah Area jajanan/makanan
Mean Importance Score 4,51 4,61 4,61 4,26
0,0430 0,0440 0,0440 0,0406
Mean Satisfaction Score 3,25 3,46 3,40 3,37
4,39 4,21 4,43
0,0419 0,0402 0,0423
3,49 3,17 3,03
0,1462 0,1273 0,1280
4,11 4,29 3,56
0,0392 0,0409 0,0340
3,35 2,80 2,81
0,1313 0,1146 0,0954
4,04 3,86 3,55 3,98 4,59 4,53 3,77 3,69 4,33 4,35 3,95 4,39 4,21 4,47 4,14 104,83
0,0385 0,0368 0,0339 0,0380 0,0438 0,0432 0,0360 0,0352 0,0413 0,0415 0,0377 0,0419 0,0402 0,0426 0,0395
2,98 2,75 2,68 2,90 2,72 2,66 2,97 3,39 3,65 3,18 3,26 3,48 3,28 3,34 2,88
0,1148 0,1013 0,0908 0,1101 0,1191 0,1149 0,1068 0,1193 0,1508 0,1320 0,1228 0,1457 0,1317 0,1424 0,1137 3,1376
Weighted Factor
Weighted Score 0,1398 0,1522 0,1495 0,1369
Nilai Weighted Average sebesar 3,137617 didapatkan dari penjumlahan nilai Weighted Score/WS seluruh atribut, dimana nilai Weighted Score/WS diperoleh dari hasil pengalian nilai Weighted Factor/WF dari masing-masing atribut dengan tingkat rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score/MSS). Nilai bobot tingkat rata-rata kepuasan (Mean Satisfaction Score/MSS) didapatkan dari hasil penjumlahan masing-masing atribut tingkat kinerja dibagi dengan jumlah responden.
Lampiran 8. (Lanjutan)
IKP/CSI = 0,627523 x 100% IKP/CSI = 62,75% Indeks Kepuasan Pelanggan (IKP) atau Costumer Satisfaction Index (CSI) bisa dicari setalah didapatkan nilai Weighted Average tersebut. Hasil pengolahan data data didapatkan nilai IKP/CSI sebesar 0,627523 atau 62,75 %. Dari tabel range indeks kepuasan pelanggan maka nilai ini termasuk didalam range 0,510,65 dan berada pada kriteria Cukup Puas.
Lampiran 9
Hasil analisis Friedman dan jumlah ranking fasilitas tambahan
Friedman Test Ranks Mean Rank Kolam_renang Hotel Cottage GOR Pujasera Stand_souvenir Kebun_wisata
3,35 3,31 4,15 4,36 3,88 4,29 4,69 Test Statistics(a)
N Chi-Square Df Asymp. Sig.
99 52,377 6 0,000
a. Friedman Test
No 7 4 6 3 5 1 2
Fasilitas Tambahan Kebun Wisata GOR Stand Souvenir Cottage Pujasera Kolam Renang Hotel
Jumlah Ranking (Rj) 468,5 435,5 429,0 414,5 387,5 334,5 330,5
Lampiran 10 Data curah hujan Kota Sawahlunto 1996 – 2002
Tahun RataJumlah rata 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 hari hujan (hh) 4,0 12,0 7,0 12,0 11,0 18,0 16,0 92,0 12,0 Januari Curah hujan (mm) 91,5 226,0 149,2 85,0 226,8 244,0 152,2 1.285,0 160,6 hari hujan (hh) 10,0 2,0 9,0 8,0 3,0 12,0 7,0 68,0 9,0 Februari Curah hujan (mm) 208,0 18,0 138,0 101,0 20,9 203,6 25,2 894,7 111,8 6,0 22,0 106,0 13,0 hari hujan (hh) 15,0 19,0 14,0 10,0 10,0 Maret Curah hujan (mm) 272,0 256,0 210,0 112,0 241,7 19,1 219,5 1.393,8 174,2 1,0 4,0 20,0 22,0 109,0 14,0 hari hujan (hh) 19,0 13,0 15,0 April Curah hujan (mm) 525,5 268,0 156,8 22,0 75,2 312,2 427,3 2.007,9 251,0 hari hujan (hh) 5,0 14,0 9,0 17,0 4,0 12,0 9,0 84,0 11,0 Mei Curah hujan (mm) 22,5 145,0 84,0 310,0 144,8 189,6 90,0 1.166,3 145,8 hari hujan (hh) 7,0 4,0 8,0 9,0 16,0 5,0 8,0 67,0 8,0 Juni Curah hujan (mm) 69,0 24,5 95,0 102,0 109,2 13,9 48,0 530,5 66,3 hari hujan (hh) 5,0 8,0 11,0 9,0 10,0 3,0 7,0 59,0 7,0 Juli Curah hujan (mm) 34,0 96,0 178,0 199,0 89,6 32,8 152,0 802,8 100,4 hari hujan (hh) 18,0 2,0 18,0 6,0 11,0 4,0 9,0 84,0 11,0 Agustus Curah hujan (mm) 278,0 10,5 281,5 85,0 131,4 69,4 266,3 1.329,3 166,2 hari hujan (hh) 8,0 3,0 17,0 21,0 14,0 15,0 10,0 96,0 12,0 September Curah hujan (mm) 125,0 62,0 181,0 282,0 164,2 124,7 246,0 1.246,4 155,8 hari hujan (hh) 10,0 4,0 15,0 19,0 7,0 5,0 7,0 80,0 10,0 Oktober Curah hujan (mm) 134,0 12,2 126,0 220,1 79,1 29,0 110,8 892,5 111,6 hari hujan (hh) 12,0 12,0 6,0 10,0 18,0 15,0 15,0 96,0 12,0 November Curah hujan (mm) 165,0 190,8 19,5 184,0 223,3 131,8 292,0 1.277,2 159,7 hari hujan (hh) 9,0 13,0 12,0 11,0 10,0 16,0 13,0 98,0 12,0 Desember Curah hujan (mm) 82,0 132,0 128,0 181,0 92,4 152,2 55,0 904,6 113,1 hari hujan (hh) 122,0 106,0 141,0 133,0 118,0 131,0 145,0 896,0 128,0 Jumlah Curah hujan (mm) 2.006,51.441,01.747,01.883,1 1.598,71.522,3 2.084,212.282,6 1.754,7 hari hujan (hh) 10,0 9,0 12,0 11,0 10,0 11,0 12,0 Rata-rata Curah hujan (mm) 167,2 120,1 145,6 156,9 133,2 126,9 173,7 Bulan
Sumber : PT. Bukit Asam - Unit Pengolahan Ombilin, Bagian Pengelolaan Lingkungan
Lampiran 11 Formulir kuesioner kepuasan pengunjung S E K OL A H P AS C AS A R J AN A PR O G RA M ST U DI P E RE N C AN A AN W IL A Y A H IN ST IT U T PE RT A NIA N B O G O R TAHUN 2 007 KUISIONER POTENSI KAWASAN BEKAS TAMBANG SEBAGAI OBJEK WISATA (STUDI KASUS KANDI-TANAH HITAM KOTA SAWAHLUNTO) No Responden Tanggal
: :
Pedoman Umum Pengisian:
) pada : untuk pilihan hanya satu jawaban
Berilah tanda ceklis (
untuk pilihan lebih dari satu jawaban
Isilah jawaban ditempat yang telah disediakan
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN A.1. Jenis Kelamin
:
Laki-laki
Perempuan
A.2. Umur
:
10-20 tahun 41-50
21-30 tahun 51-60 tahun
31-40 tahun 60 tahun lebih
A.3. Pendidikan Terakhir
:
SD D1 S-1
SLTP D2 S-2
SLTA D3 S-3
A.4. Status dalam keluarga
:
Suami/Ayah Istri/Ibu
Anak Lainnya
A.5. Jumlah anggota keluarga (inti)
:
A.6. Pekerjaan tetap
:
PNS Rumah tangga Pedagang Pegawai Swasta Buruh
A.7. Jabatan (untuk PNS, TNI/ Polri, Pegawai Swasta)
:
Direktur/Kepala Dinas Manager Madya/Kepala kantor/Kepala Seksi Staf/Pegawai Lainnya
A.8. Pengeluaran perbulan
:
Dibawah Rp. 1.000.000 Rp. 2.000.0001-3.000.000 Rp. 4.000.0001-5.000.000
A.9. Tempat Tinggal Propinsi Kab/Kota Kecamatan
: : : :
……… orang Wiraswasta TNI/Polri Pelajar/Mahasiswa Petani Lainnya
Rp. 1.000.0001-2.000.000 Rp. 3.000.0001-4.000.000 Diatas Rp.5.000.000
...................................................................................................... ...................................................................................................... ......................................................................................................
Lampiran 11. (Lanjutan) B.
PENGENALAN KEBUTUHAN
B.1 Apa motivasi anda ketika berwisata ke sini? Rekreasi untuk mengembalikan kesegaran fisik dan mental Beristirahat dari kesibukan Ingin lebih mengetahui mengenai kawasan bekas tambang Melaksanakan kegiatan menjadi hobi Melaksanakan tugas dari sekolah/kantor/instansi/organisasi B.2 Apa manfaat yang paling anda cari ketika datang berwisata ke sini? Menjaga privacy Menambah pengetahuan Menambah keakraban Hiburan Lainnya ………………………………….. B.3
Kendaraan yang digunakan untuk berkunjung ke tempat ini: Pribadi Umum Sewa/carteran
B.4
Jika anda tidak berkunjung ke sini pada periode tertentu, apa yang anda rasakan? Merasa ada yang kurang Biasa saja
B.5
Pernahkan anda mengunjungi lokasi lain yang mirip dengan lokasi ini dalam 6 (enam) bulan terakhir? Pernah, sebutkan lokasinya ............................................................................ ............................................................................ Tidak pernah
C. PENCARIAN INFORMASI C.1. Dari mana anda pertama kali mendapat informasi tentang kawasan wisata ini? Papan nama/Reklame Televisi Radio Brosur/Leaflet/booklet Teman/Saudara Koran/Majalah C.2. Hal apa saja yang menjadi fokus perhatian anda dari informasi tersebut? Harga paket wisata Fasilitas yang ditawarkan Kenyamanan tempat Lokasi yang mudah dicapai Paket wisata yang menarik Lainnya, sebutkan … C.3. Bersama siapa saat ini anda berkunjung ke sini? Sendiri Pasangan (suami/istri/pacar) Keluarga Kelompok non keluarga C.4. Ini adalah kunjungan anda yang keberapa kali? Pertama kali (jika anda menjawab ini, langsung ke pertanyaan D.4-D.5) Lebih dari 2 kali (jika anda menjawab ini, langsung ke pertanyaan D.1-D.5)
Lampiran 11. (Lanjutan) D. KEPUTUSAN PEMBELIAN D. 1. Dengan siapa anda paling sering datang ke sini? Sendiri Pasangan (suami/istri/pacar) Keluarga Kelompok non keluarga D. 2. Seberapa sering anda berwisata ke sini? Setiap minggu Setiap bulan 2-3 kali setahun
2 minggu sekali 4-6 kali setahun sekali setahun
D. 3. Paling sering anda berkunjung ke sini adalah pada? Hari libur sekolah Hari libur nasional Akhir minggu Hari kerja D. 4. Yang paling mempengaruhi anda untuk berkunjung ke sini adalah? Diri sendiri Teman/kolega/sahabat Anggota keluarga Selebaran/brosur Iklan media massa Pengelola kawasan D. 5. Berapa pengeluaran rata-rata untuk satu kali berkunjung ke sini? Di bawah Rp.50.000 Rp.50.000 – Rp.100.000 Rp.100.001 – Rp.200.000 Di atas Rp.200.000
E.
EVALUASI ALTERNATIF
E. 1. Apa yang menjadi pertimbangan anda ketika memutuskan untuk datang berwisata ke sini? Pelayanan yang memuaskan Keragamanan paket wisata Kenyamanan lokasi Harga tiket yang murah Aksesibilitas yang lancar Lokasi yang mudah dijangkau E. 2. Kegiatan wisata ini sudah anda rencanakan jauh-jauh sebelumnya? Ya (sudah direncanakan jauh hari sebelumnya) Tidak (mendadak, niat berkunjung timbul ketika melewati lokasi ini) E. 3. Jika ya, waktu melakukan kunjungan ke sini? Meyediakan waktu khusus hanya untuk berkunjung Sekalian mengunjungi objek wisata lain yang berdekatan E. 4. Sebelum anda memutuskan untuk datang ke sini, apakah anda memiliki alternatif tempat lain untuk dikunjungi? Ya (langsung ke pertanyaan E.5 dan E.6) Tidak (langsung ke pertanyaan E.6) E. 5. Bila ya, tolong sebutkan alternatif tempat tersebut? Waterboom Muaro Kalaban Museum Kereta Api Taman Kota Lapangan segitiga Museum Dapur Umum Makam Muhammad Yamin Wisata Goa E. 6. Mengapa pada akhirnya anda memutuskan untuk datang ke sini? ........................................................................................................................... ...........................................................................................................................
Lampiran 11. (Lanjutan) F.
ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN ATRIBUT KAWASAN
Berilah penilaian berdasarkan tingkat Kepentingan atau harapan anda terhadap atribut di bawah ini dengan cara melingkari angka pada skala evaluasi 5 angka yang berjajar dari “Sangat Tidak Penting” hingga “Sangat Penting” untuk kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Tolong berikan nilai pada tempat yang telah disediakan untuk setiap atribut yang ditanyakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Sangat Tidak Penting Kurang Penting Cukup Penting Penting Sangat Penting
(STPt) (KPt) (CPt) (Pt) (SPt)
Atribut Kebutuhan Kebersihan Kenyamanan Keamanan Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung Keramahan dan kesopanan petugas Tingkat pengetahuan tentang fasilitas Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana Area parkir yang luas Fasilitas taman satwa Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat Fasilitas wisata air Danau Tandikat Fasilitas Danau Kandi Fasilitas camping ground Kegiatan edukatif Sarana peribadatan Sarana toilet Jenis paket wisata Harga paket wisata Pemadangan alam Penataan lokasi wisata Kegiatan promosi Kemudahan mencapai lokasi Sarana komunikasi Papan informasi/penunjuk arah Area jajanan/makanan
Tingkat Kepentingan / Harapan STPt KPt CPt Pt SPt 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Lampiran 11. (Lanjutan) G. ANALISIS TINGKAT KINERJA ATRIBUT KAWASAN Berilah penilaian berdasarkan tingkat Kinerja atau kepuasan anda terhadap atribut di bawah ini dengan cara melingkari angka pada skala evaluasi 5 angka yang berjajar dari “Sangat Tidak Puas” hingga “Sangat Puas” untuk kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Tolong berikan nilai pada tempat yang telah disediakan untuk setiap atribut yang ditanyakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Sangat Tidak Puas (STP) Tidak Puas (TP) Cukup Puas (CP) Puas (P) Sangat Puas (SP) Atribut Kebutuhan
Kebersihan Kenyamanan Keamanan Kesigapan petugas dalam melayani pengunjung Keramahan dan kesopanan petugas Tingkat pengetahuan tentang fasilitas Kualitas dan pemeliharaan berbagai fasilitas dan sarana Area parkir yang luas Fasilitas taman satwa Fasilitas kolam pancing Danau Tandikat Fasilitas wisata air Danau Tandikat Fasilitas Danau Kandi Fasilitas camping ground Kegiatan edukatif Sarana peribadatan Sarana toilet Jenis paket wisata Harga paket wisata Pemadangan alam Penataan lokasi wisata Kegiatan promosi Kemudahan mencapai lokasi Sarana komunikasi Papan informasi/penunjuk arah Area jajanan/makanan
Tingkat Kinerja / Kepuasan STP TP CP P 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
SP 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Lampiran 11. (Lanjutan) H. PERILAKU PASCAPEMBELIAN 1.
Secara keseluruhan, apakah anda merasa puas dengan kinerja dan kelengkapan fasilitas yang ada di sini? Ya, alasan ............................................................................................................... ...................................................................................................................................... Tidak, alasan........................................................................................................... ......................................................................................................................................
2.
Apakah anda akan datang lagi berkunjung ke sini? Ya, alasan ............................................................................................................... ...................................................................................................................................... Tidak, alasan........................................................................................................... ......................................................................................................................................
I.
ANALISIS FASILITAS TAMBAHAN
Fasilitas-fasilitas berikut ini belum terdapat di kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. Berilah penilaian anda berdasarkan hal-hal berikut dengan melingkari angka pada skala evaluasi 5 angka yang berjajar dari “Sangat Tidak Perlu Dibangun” hingga “Sangat Perlu Dibangun” terhadap fasilitas yang akan dibangun pada kawasan wisata Kandi-Tanah Hitam. 1. Sangat tidak perlu dibangun/diadakan (STP) 2. Tidak perlu dibangun/diadakan (TP) 3. Biasa saja (B) 4. Perlu dibangun/diadakan (P) 5. Sangat perlu dibangun/diadakan (SP) No 1 2 3 4 5 6 7
Fasilitas Tambahan Kolam Renang Hotel Penginapan / Cottage Gelanggang Olahraga (GOR) / Stadion Pujasera / Pusat jajanan Tempat penjualan souvenir Kebun Wisata / Kebun Buah
STP 1 1 1 1 1 1 1
TP 2 2 2 2 2 2 2
B 3 3 3 3 3 3 3
P 4 4 4 4 4 4 4
SP 5 5 5 5 5 5 5
Apa harapan dan saran anda terhadap pengembangan objek wisata alam pada kawasan bekas tambang Kandi-Tanah Hitam ke depan nantinya? Harapan : ............................................................................................................................................... Saran : ...............................................................................................................................................
Terima kasih atas perhatian dan kerjasama yang baik dari anda