Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Sumatera Barat Jl. Lintas Sumatera Madang Salak Km. 40 Sukarami, Padang
ABSTRAK Populasi ternak sapi di Sumatera Selatan sekitar 420.000 ekor yang memberi sumbangan berarti dalam memenuhi kebutuhan daging dalam daerah sendiri (50.000 ekor/tahun) dan kebutuhan daerah lain (dikeluarkan sebanyak 10.000 ekor/tahun). Dimana data luas lahan penggembalaan hanya 47.600 ha atau seluas 0,42% dari total lahan di Sumatera Selatan. Di pihak lain, lahan perkebunan kelapa sawit, karet dan kelapa di Provinsi Sumatera Selatan diperkirakan seluas 1,5 juta ha. Apabila potensi sumberdaya pakan yang berada di lahan perkebunan tersebut dimanfaatkan maka produksi dan populasi ternak sapi dapat ditingkatkan secara substansial. Dengan memanfaatkan lahan perkebunan maka diperhitungkan dapat menampung sebanyak 200.000 ekor ternak besar. Dengan kata lain, apabila lahan potensial tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan peternakan sapi maka Sumatera Selatan dapat menyumbang 50% dari total impor sapi dari Australia setiap tahun. Akan tetapi dalam upaya pengembangan peternakan di daerah ini terdapat berbagai masalah di antaranya adalah masih kurang kompetitif dibandingkan dengan usahatani lainnya, kekurangan modal, dan keamanan ternak. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk mengembangkan usaha ternak sapi di areal perkebunan Sumatera Selatan. Kata Kunci: Sumatera Selatan, Sapi, Perkebunan, Sumber pakan, Kurangi Impor
PENDAHULUAN Seperti daerah lainnya di Indonesia, pembangunan pertanian di Provinsi Sumatera Selatan (Sumatera Selatan) diarahkan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan pendapatan petani, perluasan kesempatan kerja, serta meningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara melalui peningkatan ekspor. Dalam upaya meningkatkan pembangunan pertanian tersebut di atas maka beberapa langkah yang umumnya diterapkan antara lain adalah: (i) Memperbaiki kinerja produktivitas tiap subsektor, (ii) Melakukan kerjasama yang sinergis antar subsektor, dan (iii) Subsektor yang kuat menarik subsektor yang agak lemah. Dalam tahun 2001, sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebanyak 57% dari total tenaga kerja. Sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB adalah sebesar 16,4% pada tahun 2001 dimana subsektor perkebunan menyumbang sebesar 6,3%, diikuti oleh tanaman pangan sebesar 4,6%, subsektor perikanan sebesar 2,4%, subsektor kehutanan sebesar 1,7% dan terakhir subsektor peternakan sebesar 1,4% seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 1 (BPS SUMATERA SELATAN, 2002). Dalam hal ini, tulisan ini membahas upaya meningkatkan hasil peternakan, melalui
112
pemanfaatan sumberdaya lahan perkebunan, khususnya perkebunan kelapa sawit, karet dan kelapa yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan. SUB SEKTOR PETERNAKAN DI SUMATERA SELATAN Dalam kehidupan sehari-hari, ternak memiliki banyak peran yang bermanfaat bagi para pemilik dan petani pemeliharanya, yaitu antara lain untuk: (i) Sebagai sumber pendapatan yang dapat meningkatkan daya beli petani, (ii) Menyediakan makanan bergizi, khususnya protein hewani, khususnya bagi masyarakat pedesaan, (iii) Menciptakan lapangan pekerjaan, (iv) Menghasilkan bahan input dalam berusahatani seperti: kotoran hewan sebagai sumber pupuk dan membantu tenaga kerja pertanian, dan (v) Digunakan sebagai tabungan yang setiap saat dapat dijual dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga. Mengingat pentingnya peternakan dalam kehidupan masyarakat luas maka dibahas secara ringkas mengenai status dan permasalahan peternakan, khususnya ternak sapi di kancah nasional dan peternakan umum di Provinsi Sumatera Selatan.
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Tabel 1. Distribusi persentase PDRB Provinsi Sumatera Selatan berasal dari sektor pertanian dan sumbangan 3 komoditi terbesar pada tiap sub-sektor tahun 2001 Sub-sektor pertanian 1. Perkebunan: Kelapa sawit Karet Kopi 2. Tanaman Pangan: Padi dan palawija Buah-buahan Sayur-sayuran 3. Perikanan: Perikanan darat Perikanan laut 4. Peternakan: Itik/ayam kampung Sapi potong Ayam pedaging
Sumbangan PDRB (%) 6,28 4,60 2,39 1,41 -
Sumbangan komoditi (%) 1,85 1,27 1,12 3,38 1,04 0,17 1,24* 1,15* 0,40 0,24 0,10
* Diolah berdasarkan data Statistik Sumatera Selatan, 2002
Jumlah populasi ternak sapi di Sumatera Selatan adalah sebanyak 420.000 ekor yang memberi sumbangan yang cukup berarti dalam memenuhi kebutuhan daging dalam daerah sendiri. Setiap tahun diperkirakan jumlah ternak sapi yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi lokal adalah sekitar 50.000 ekor/tahun dan yang dikeluarkan ke provinsi tetangga sebanyak 10.000 ekor/tahun. Sekitar 200 ekor sapi perah terdapat di Kabupaten
Muara Enim, dan ternak lain menyebar di semua kabupaten (Tabel 2). Walaupun terdapat potensi yang besar dalam mengembangkan peternakan sapi, terdapat juga beberapa masalah, antara lain: (i) Adanya kompetisi dengan usaha pertanian lainnya yang lebih menguntungkan dari usaha ternak, (ii) Kekurangan suplai ternak bakalan, (iii) Kekurangan modal, dan (iv) Kurang terjaminnya keamanan berusaha (BAMUALIM dan WIRDAHAYATI, 2004).
Tabel 2. Populasi ternak dan produksinya di Sumatera Selatan tahun 2000 Jenis ternak Ternak besar: Sapi Kerbau Kuda Ternak kecil: Kambing Domba Babi Unggas: Ayam kampung Ayam ras Itik Total unggas
Populasi (ekor)
Produksi
420.617 85.707 1.498
9.737 ton daging 1.486 ton daging -
432.080 56.014 50.154
738 ton daging kambing/domba 2.058 ton daging
16.500.000 Data tidak tersedia 2.198.000 -
6.425 ton telur 18.360 ton telur 9.564 ton telur 31.678 ton daging unggas
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan, 2001
113
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut apabila peternakan sapi ingin dikembangkan sesuai dengan potensi lahan yang tersedia. INTEGRASI TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN Di Sumatera Selatan, perkebunan besar didominasi oleh perkebunan kelapa sawit dengan luas sekitar 500.000 ha diikuti oleh perkebunan karet sekitar 70.000 ha dan relatif sedikit tanaman kelapa yakni hanya seluas 3.000 ha. Sedangkan perkebunan rakyat didominasi oleh tanaman karet seluas 820.000 ha diikuti oleh tanaman kelapa seluas 65.000 ha. Selain tanaman karet dan kelapa, maka tanaman kopi juga memiliki areal tanam yang luas yakni sekitar 265.000 ha. Walaupun terdapat juga berbagai jenis tanaman perkebunan lainnya, namun dalam hubungannya dengan peternakan maka pembahasan lebih ditekankan untuk tanaman kelapa sawit, karet dan kelapa yang memiliki luasan areal sekitar 1,5 juta ha di wilayah Sumatera Selatan. Hubungan antara perkebunan dan peternakan dapat dikatakan masih sangat minim dewasa ini. Dengan perkataan lain bahwa potensi lahan perkebunan yang cukup luas tersebut, khususnya perkebunan besar, belum banyak dimanfaatkan untuk usaha lain seperti usaha peternakan yang dapat meningkatkan pendapatan usaha perkebunannya. Pengembangan peternakan di daerah Sumatera Selatan, khususnya ternak sapi yang saat ini berjumlah 420.000 ekor, masih sangat berpotensi untuk ditingkatkan. Hal ini tercermin dari dukungan sumberdaya alam, letak geografis Sumsel yang menguntungkan dan adanya jaminan pemasaran yang kondusif bagi usaha peternakan. Dukungan sumberdaya alam dimaksudkan menyangkut ketersediaan pakan bagi pemeliharaan ternak, antara lain: (i) pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun, (ii) limbah hasil pertanian yang berlimpah, dan (iii) limbah hasil perkebunan yang cukup tersedia. Walaupun data luas lahan penggembalaan hanya 47.600 ha atau seluas 0,42% dari total lahan di Sumatera Selatan (BPS SUMATERA SELATAN, 2001), namun
114
kenyataannya lahan yang dapat digunakan untuk penggembalaan ternak sangat luas dan beragam terdiri dari lahan sawah, lahan rawa dan lahan perkebunan. Di pihak lain, kebutuhan akan produk peternakan nasional semakin meningkat dari tahun ke tahun akibat meningkatnya pendapatan masyarakat dan kesadaran untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan tambahan sapi potong sebanyak 400.000 ekor yang didatangkan dari Australia. Jumlah ternak yang diimpor tersebut merupakan potensi pemasaran yang sangat besar bagi usaha peternakan sapi di Indonesia. Dalam hal ini kegiatan pengembangan ternak sapi perlu mendapat perhatian khusus, terutama dalam mengatasi masalah kekurangan pasokan daging dalam negeri dan menurunnya populasi ternak besar yang dihadapi oleh dunia peternakan Indonesia dewasa ini. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu digalakkan untuk meningkatkan produksi peternakan di Indonesia, dalam hal ini Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan hasil peternakannya. Salah satu upaya tersebut adalah mengintegrasikan peternakan dengan sumberdaya alam yang ada di lahan perkebunan yang dapat menjadi upaya terobosan dalam pembangunan pertanian. Pemeliharaan ternak di lahan perkebunan merupakan suatu potensi yang belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Belum banyak dimanfaatkan lahan perkebunan untuk usaha peternakan disebabkan kehadiran ternak yang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman perkebunan itu sendiri. Hal ini memang benar terjadi terutama apabila tanaman masih berumur muda, namun bila tanaman telah berproduksi, ancaman tersebut menjadi minim. Sebenarnya cukup banyak keuntungan pemeliharaan ternak di bawah tanaman perkebunan yaitu antara lain: a. Ternak dapat memanfaatkan hijauan yang tumbuh di bawah tanaman perkebunan, baik melalui penggembalaan maupun cut and carry. b. Ternak sebagai penghasil pupuk organik bagi tanaman utama dan mengurangi infestasi tanaman gulma. c. Limbah hasil perkebunan sebagai sumber pakan yang berkualitas tinggi.
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
d.
Di beberapa perkebunan, ternak digunakan sebagai sumber tenaga kerja pengangkut hasil perkebunan. e. Produksi ternak yang dipelihara di bawah naungan lebih tinggi daripada yang digembalakan di alam terbuka. f. Ternak sebagai tambahan penghasilan bagi pekerja dan pengusaha perkebunan. Apabila dikalkulasi luasan areal yang potensial digunakan untuk merumput adalah seluas 20% untuk lahan kelapa sawit, 10% untuk lahan karet dan 30% untuk lahan kelapa maka diperkirakan jumlah ternak sapi yang dapat ditampung di lahan perkebunan kelapa sawit adalah sekitar 100.000 ekor sapi, di lahan karet sebanyak 80.000 ekor sapi dan 19.500 ekor sapi di lahan kelapa. Apabila potensi ini dimanfaatkan maka lahan perkebunan dapat menampung sekitar 200.000 ekor sapi di Sumatera Selatan. Dengan kata lain, sebanyak 40-50% kebutuhan impor sapi secara potensial dapat dipenuhi apabila lahan perkebunan di Sumatera Selatan dimanfaatkan sebagai tempat usaha peternakan tanpa mengurangi produksi perkebunan itu sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Disamping itu, berbagai limbah perkebunan merupakan sumber pakan yang bermutu. Salah satunya adalah limbah hasil pengolahan kelapa sawit, yang dapat dijadikan sumber pakan untuk ternak sapi. Suatu laporan dari Kalimantan Tengah menyatakan bahwa pemberian kelapa sawit solid, yang merupakan limbah pengolahan kelapa sawit, secara ad libitum bersama rumput dapat meningkatkan pertumbuhan ternak sapi PO sebesar 0,5 kg ekor-1 hari-1 di atas pertumbuhan yang hanya diberikan rumput alam. Seekor sapi dewasa
mampu mengkonsumsi kelapa sawit solid sebanyak 5-10 kg/ekor/hari. Sedangkan banyaknya kelapa sawit solid yang dihasilkan dari luasan areal sawit 10.000 ha adalah sebanyak 20 ton/hari (WIJAYA dan UTOMO, 2001). Apabila ditransformasikan pada 490.000 ha luas lahan sawit di Sumatera Selatan maka produksi kelapa sawit solid adalah sebanyak 980 ton/hari. Walaupun sebagian besar limbah kelapa sawit ini diekspor ke luar negeri untuk industri peternakan negara maju, namun hasil solid sawit sebanyak ini merupakan suatu jumlah yang menakjubkan. Sebenarnya produk tersebut hanya diperlukan dalam jumlah yang kecil saja untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak sapi. Penampilan ternak sapi yang dipelihara di bawah naungan pepohonan pada umumnya lebih baik dari yang digembalakan di lahan terbuka. Suatu pengamatan yang dilakukan di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), memperlihatkan bahwa ternak sapi Bali yang dipelihara di bawah pohon kelapa ternyata memberikan tingkat produktivitas yang terbaik di NTT dimana bobot hidup anak sapi Bali jantan berumur setahun telah mencapai 120-130 kg/ekor, jauh lebih tinggi dari bobot hidup sapi Bali yang dipelihara secara penggembalaan bebas di Pulau Timor dengan bobot sekitar 80 kg/ekor. Sistem pemeliharaan yang dianut masyarakat disana adalah mengikat-pindahkan ternak sapi betina dari satu batang pohon ke batang pohon kelapa lainnya dan melepas bebas sapi pejantan sehingga tingkat reproduksinya mencapai 90% per tahun.
Tabel 3. Potensi pengembangan ternak sapi di lahan perkebunan Sumatera Selatan Jenis perkebunan Perkebunan besar - Kelapa sawit - Karet Perkebunan rakyat - Karet - Kelapa Total
Porsi untuk usaha ternak sapi (%)
Daya dukung (ekor)*
Sistem pemeliharaan**
488.500 71.500
20 10
97.700 7.150
Feedlot + Breeding Breeding
822.700 64.500 1.447.200
10 30 -
82.270 19.350 206.470
Breeding Breeding + Feedlot -
Luas (ha)
* Daya dukung diperhitungkan 1 (satu) ekor sapi dewasa per ha; ** Feedlot = penggemukan; Breeding = usaha pengembangbiakan (induk-anak sapi)
115
Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Berbagai varietas tanaman dapat ditanam hijauan makanan ternak (HMT) yang tahan naungan dapat ditanam di bawah tanaman perkebunan. Beberapa jenis HMT yang tahan naungan antara lain adalah: Tanaman rumput = Guinea grass; Brachiaria spp.; Carpet grass; dan Tanaman leguminosa = Calopogonium, Centrocema dan Pueroria spp. Ke depan diharapkan adanya upaya yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak terkait, terutama oleh pihak pemerintah, kiranya dapat merintis pemanfaatan potensi sumberdaya lahan perkebunan di Indonesia pada umumnya dan di Pulau Sumatera pada khususnya. Untuk itu bekerjasama dengan pihak swasta dapat dikembangkan model usaha peternakan di lahan perkebunan yang menjadi percontohan bagi para pengusaha dan investor yang berminat. Sangat jelas terlihat dari gambaran potensi yang dibahas secara ringkas di atas bahwa usaha peternakan sapi di lahan perkebunan sangat menjanjikan baik ditinjau dari aspek sumberdaya lahan maupun prospek ekonominya. KESIMPULAN Provinsi Sumatera Selatan, dengan dukungan sumberdaya alamnya, memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan peternakan sapi, khususnya di lahan perkebunan sawit, karet dan kelapa. Dengan memanfaatkan lahan perkebunan untuk mengembangkan ternak sapi di Sumatera Selatan maka ketergantungan Indonesia terhadap ternak impor akan semakin berkurang. Bahkan usaha peternakan yang dikembangkan di lahan perkebunan Pulau Sumatera secara keseluruhan diyakini akan mampu menutupi seluruh kebutuhan konsumsi daging sapi dalam negeri. Namun demikian, saat ini masih terdapat beberapa permasalahan yang memerlukan pemecahan dalam rangka memanfaatkan lahan perkebunan untuk usaha peternakan. Pada tahap pertama diperlukan suatu usaha pendahuluan dalam mengembangkan model percontohan usaha pemeliharaan ternak sapi di lahan perkebunan.
116
DAFTAR PUSTAKA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) dan BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (Bappeda) Provinsi Sumatera Selatan. 2001. Gross Regional Domestic Product of South Sumatera 2000. BAMUALIM, A. dan R.B. WIRDAHAYATI. 2004. Profil dan prospek pengembangan peternakan sapi dan kerbau di Pulau Sumatera. Dalam Lokakarya Nasional Sapi Potong. Yogyakarta, 8-9 Oktober 2004. DINAS PETERNAKAN PROVINSI SUMATERA SELATAN. 2000. Laporan Tahunan 1999/2000. WIJAYA, E. dan B.N. UTOMO. 2001. Pemanfaatan limbah kelapa sawit solid sebagai pakan tambahan ternak ruminansia di Kalimantan Tengah. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian. Bogor, 17-18 September 2001.