POTENSI Aspergillus DAN Penicillium ASAL SERASAH DIPTEROCARP SEBAGAI ENDOSIMBION AKAR PELARUT FOSFAT
DEZI HANDAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Potensi Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp sebagai Endosimbion Akar Pelarut Fosfat adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Dezi Handayani NIM G351080021
ABSTRACT DEZI HANDAYANI. Potency of Aspergillus and Penicillium from Dipterocarp Leaf Litter as Phosphate Solubilizer and Root Endosymbiont. Under direction of GAYUH RAHAYU and MIFTAHUDIN The ability of soil microorganisms especially fungi to convert insoluble forms of phosphorus (P) to an accecible form is important for plant growth and development. Aspergillus sp. IPBCC.09.619 and Penicillium sp. IPBCC.09.620 showed phosphate solubilizing capacity in vitro. However, phosphate solubilizer capability and its endosymbiotic capacity with Zea mays and Shorea selanica root have not been studied. This study was aimed to evaluate the potency of Aspergillus and Penicillium from dipterocarp leaf litter as phosphate solubilizer and root endosymbiont. Microscopic observations of Z. mays and S. selanica seedlings before fungal inoculation showed that Z. mays roots were free from endosymbiotic fungi while those of S. selanica bore Dark Septate Endophyte (DSE). DSE occurred on 85% of S. selanica root seedlings and it is assumed that DSE has synergetic function with Penicillium sp. Of the two fungi studied, only Penicillium sp. lives as endosymbiont. Colonization of Penicillium sp. to Z. mays and S. selanica roots started at root hairs and then penetrated epidermal cell through epidermal junction. Some hyphae became lobed within epidermal and cortical cells and fullfiled inoculated cells with tiny hyphae. After 8 weeks inoculation, hyphae came out from the epidermal cells and developed penicillate structure on root surface. Inoculation of Penicillium sp. to Z. mays root at 100% TCP dosage (equal to 60 mg P 2 O 5 /plant) increased all of growth parameters, except S. selanica shoot length. Shoot dry weight of Z. mays and S. selanica showed higest response to fungal inoculation as indicated by 82% and 54.7% increases respectively. Colonization of Penicillium sp. to both plants increased P uptake at 60 mg P 2 O 5 /plant dosage (37% and 103% higher than plant control respectively). Phosphorus uptake at 50% P dosage was not significantly different with control. It means, inoculation of Penicillium sp. makes application of P efficient. Keywords: phosphate solubilizing fungi, Aspergillus sp., Penicillium sp., root endosymbiont, plant growth, DSE.
RINGKASAN DEZI HANDAYANI. Potensi Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp sebagai Endosimbion Akar Pelarut Fosfat. Dibimbing oleh GAYUH RAHAYU dan MIFTAHUDIN Fosfor merupakan hara makro esensial tanaman yang keberadaannya seringkali mengalami defisiensi dalam tanah. Pemberian pupuk fosfat ke tanah dapat mengatasi masalah ini, namun tidak efisien karena fosfat dengan cepat akan mengalami presipitasi sehingga tidak tersedia lagi bagi tanaman. Sebagian bakteri dan cendawan memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat, sehingga dapat digunakan sebagai penyedia fosfat bagi tanaman. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis potensi Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp sebagai pelarut fosfat simbiotik akar Z. mays bebas endosimbion dan S. selanica terkolonisasi DSE. Kemampuan kapang asal serasah dipterocarp melarutkan fosfat diketahui dengan cara menumbuhkan masing-masing isolat pada media agar Pikovskaya. Adanya zona bening di sekitar koloni mengindikasikan bahwa kapang tersebut mampu melarutkan fosfat. Dua isolat yang memiliki indeks kelarutan fosfat cukup tinggi, yaitu Aspergillus sp. IPBCC.09.619 dan Penicillium sp. IPBCC.09.620 diinokulasikan ke akar tanaman Z. mays dan S. selanica untuk mengetahui kapasitas endosimbionnya. Sebelum inokulasi kapang, diketahui bahwa akar Z. mays bebas cendawan endosimbion sedangkan akar S. selanica membawa DSE. Persentase jumlah kecambah S. selanica yang membawa DSE adalah 85%, namun keberadaannya tidak dominan (paling banyak 15 sel akar pada setiap potongan akar yang diamati). Umumnya DSE dalam akar berbentuk mikrosklerosia yang memenuhi sel akar. Dua jenis koloni DSE (koloni hitam dan putih) berhasil diisolasi dari akar S. selanica pada akhir perlakuan. Koloni DSE berwarna hitam memiliki hifa bersekat pendek dan bercabang dengan klamidospora interkalar sedangkan koloni berwarna putih memiliki hifa halus bercabang banyak dengan klamidospora terminal dan interkalar. Bentuk simbiosis kapang pelarut fosfat dengan tanaman uji dianalisis melalui beberapa tahap, yaitu analisis proses kolonisasi kapang pada akar tanaman uji, respon tumbuh tanaman uji yang diinokulasi kapang pelarut fosfat dengan perlakuan berbagai taraf % TCP (dinyatakan sebagai mg P 2 O 5 /tanaman) dalam larutan Hoagland dan serapan hara tanaman. Proses kolonisasi kapang terhadap akar tanaman uji dianalisis menggunakan metode pewarnaan akar biru tripan dan ditunjang dengan pengamatan mikroskop pemindai elektron. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Aspergillus sp. bukanlah endosimbion akar kedua tanaman uji sedangkan Penicillium sp. dapat mengkolonisasi akar tanpa menimbulkan gejala sakit pada tanaman. Kolonisasi Penicillium sp. pada kedua akar tanaman uji terbatas pada bagian epidermis dan korteks sehingga cendawan ini dapat dikategorikan sebagai cendawan endofit akar. Kolonisasi akar Z. mays dimulai dengan masuknya hifa ke dalam epidermis akar dan dilanjutkan dengan pembentukan struktur seperti noktah. Struktur seperti noktah ini bertambah besar dan banyak, kemudian berkecambah membentuk hifa renik yang menyebar dalam sel. Hifa renik selanjutnya tumbuh kembali ke
permukaan akar membentuk hifa eksternal dengan ciri khas Penicillium. Kolonisasi pada akar S. selanica sedikit berbeda dengan Z. mays. Struktur seperti noktah tidak mengalami perkembangan lebih lanjut, namun hifa eksternal tetap terlihat pada akhir pengamatan. Respon tumbuh dan serapan hara tanaman terhadap inokulasi kapang pelarut fosfat diuji dengan memberi perlakuan berbagai taraf % TCP dalam larutan Hoagland, yaitu 0% (setara 0 mg H 2 PO 5 /tanaman), 50% (setara 30 mg H 2 PO 5 /tanaman) dan 100% (setara 60 mg H 2 PO 5 /tanaman). Sebagai kontrol, tanaman diberi perlakuan 60 mg H 2 PO 5 /tanaman, tetapi tidak diinokulasi dengan cendawan pelarut fosfat. Hasil analisis menunjukkan bahwa inokulasi dan kolonisasi Penicillium sp. dengan pemberian 60 mg H 2 PO 5 /tanaman dapat meningkatkan semua parameter respon tumbuh kedua tanaman uji secara signifikan kecuali untuk pertambahan tinggi tanaman S. selanica bila dibandingkan tanaman kontrol. Parameter respon tumbuh Z. mays dan S. selanica yang mengalami peningkatan paling besar adalah berat kering tanaman, yaitu berturut-turut sebesar 82% dan 54.7%. Inokulasi Penicillium sp. dengan pemberian 30 mg H 2 PO 5 /tanaman pada akar Z. mays dapat meningkatkan tiga parameter respon tumbuh secara signifikan (berat basah dan berat kering tanaman serta panjang akar). Hal ini mengindikasikan bahwa Penicillium sp. dapat meningkatkan efisiensi penggunaan P. Sementara itu, kolonisasi Penicillium sp. tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan S. selanica dengan pemberian 30 mg H 2 PO 5 /tanaman. Kolonisasi Penicillium sp. meningkatkan serapan P kedua tanaman uji secara nyata pada pemberian 60 mg P 2 O 5 /tanaman yaitu berturut-turut sebesar 3.7 mg dan 1.2 mg P 2 O 5 per tanaman (37% dan 103% lebih tinggi dari serapan P tanaman kontrol). Serapan P berkorelasi positif dengan serapan N dan K sehingga memberi keuntungan lebih pada tanaman uji. Kata kunci: kapang pelarut fosfat, Aspergillus sp., Penicillium sp., endosimbion akar, respon tumbuh tanaman, serapan hara, DSE.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
POTENSI Aspergillus DAN Penicillium ASAL SERASAH DIPTEROCARP SEBAGAI ENDOSIMBION AKAR PELARUT FOSFAT
DEZI HANDAYANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si.
Judul Tesis : Potensi Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp sebagai Endosimbion Akar Pelarut Fosfat Nama : Dezi Handayani NIM : G351080021
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Gayuh Rahayu Ketua
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Mikrobiologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2010 ini adalah kolonisasi cendawan pelarut fosfat, dengan judul Potensi Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp sebagai Endosimbion Akar Pelarut Fosfat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Gayuh Rahayu selaku pembimbing I sekaligus pemberi dana penelitian, Bapak Dr. Ir. Miftahudin selaku pembimbing II, serta Bapak Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, M.Si. yang telah banyak memberi saran. Terima kasih kepada Ade, Lia, Dita, Riana, Rina dan teman-teman Laboratorium Mikologi yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu atas kerjasama dan hari-hari yang menyenangkan. Terima kasih kepada suami saya Cipta Budiman, S.Si, MM. atas cinta, dukungan dan pengertiannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Apa, Ama, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011 Dezi Handayani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 26 Januari 1977 dari ayah Asrul St. Marajo dan ibu Wilda. Penulis merupakan putri kedua dari tujuh bersaudara dan istri dari Cipta Budiman, S.Si., MM. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bukittinggi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB pada jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada Mayor Mikrobiologi Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Biologi, Departemen FMIPA Universitas Negeri Padang sejak tahun 2006. Mata kuliah yang diampu adalah Mikologi, Taksonomi Tumbuhan Rendah dan Biologi Umum. Selama perkuliahan, penulis mengikuti beberapa kegiatan diantaranya Bridging University to High School: in Real Modern Biology, kerjasama Departemen Biologi IPB dan University of Kassel Germany dan Seminar Nasional I Gaharu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xv
1
2
3
4
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.3 Hipotesis Penelitian ..........................................................................
1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan dan Ketersediaan Fosfor ..................................................... 2.2 Cendawan Mutualistik Akar ............................................................ 2.3 Kolonisasi Cendawan pada Akar ..................................................... 2.4 Analisis Proses Kolonisasi Cendawan pada Akar Tanaman ............ 2.5 Dark Septate Endophyte (DSE) .......................................................
4 5 6 7 8
BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 3.2 Bahan ............................................................................................... 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Uji Aktivitas Pelarut Fosfat Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp ................................................................ 3.3.2 Produksi Inokulan Aspergillus dan Penicillium ....................... 3.3.3 Perkecambahan Z. mays dan S. selanica ................................ 3.3.4 Inokulasi Aspergillus dan Penicillium pada Akar Tanaman Uji, Pemberian Hara dan Pemeliharaan .................. 3.3.5 Analisis Simbiosis Aspergillus dan Penicillium dengan Akar Z. mays dan S. selanica ..................................... 3.3.6 Uji Viabilitas Endosimbion..................................................... 3.3.7 Isolasi DSE............................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan 4.1.1 Potensi Aspergillus dan Penicillium sebagai Cendawan Pelarut Fosfat ........................................................................... 4.1.2 Aspergillus sp. pada Akar Z. mays dan S. selanica ................. 4.1.3 Penicillium sp. pada Akar Z. mays .......................................... 4.1.4 Penicillium sp. pada Akar S. selanica ..................................... 4.1.5 Respon Tumbuh Tanaman Uji yang Diinokulasi Penicillium sp. ......................................................................... 4.1.6 Serapan Hara Tanaman Uji yang Diinokulasi Penicillium sp. ......................................................................... 4.1.7 Viabilitas Endosimbion ...........................................................
9 9
11 11 11 12 12 16 16
18 20 21 26 31 34 34
5
4.2 Pembahasan.......................................................................................
35
SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan .......................................................................................... 5.2 Saran ................................................................................................
42 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
44
LAMPIRAN ...........................................................................................
49
DAFTAR TABEL Halaman 1
2
3
4
Indeks kelarutan fosfat Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp .............................................................................................
18
Persentase kolonisasi Penicillium sp. 8 minggu setelah inokulasi dengan perlakuan P berbeda .................................................................
31
Pengaruh perlakuan P terhadap pertumbuhan tanaman uji yang diinokulasi Penicillium sp. . ....................................................................
31
Pengaruh berbagai perlakuan P terhadap serapan hara tanaman uji ...........................................................................................................
34
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Bagan alur penelitian .............................................................................
10
2
Struktur DSE pada akar S. selanica .......................................................
19
3
Hasil isolasi DSE ...................................................................................
20
4
Pengaruh inokulasi Aspergillus sp. terhadap Z. mays dan S. selanica ..............................................................................................
21
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 1 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
22
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 2 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
23
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 3 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
24
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 4 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
25
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 8 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
26
10 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 1 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
27
11 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 2 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
28
12 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 3 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
29
13 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 4 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
29
14 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 8 minggu setelah inokulasi .................................................................................................
30
15 Kurva respon tumbuh tanaman uji terhadap dosis P .............................
32
16 Reisolasi Penicillium sp. dari akar tanaman uji .....................................
34
5
6
7
8
9
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Komposisi media Pikovskaya .................................................................
50
2
Larutan Hoagland dengan TCP sebagai sumber P .................................
51
3
Rumus untuk menentukan kadar N,P dan K ...........................................
52
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Fosfor (P) merupakan unsur vital bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman dan ditemukan pada semua sel tanaman hidup. Fosfor memegang peranan penting dalam proses metabolisme energi, aktivasi metabolit intermediet, sebagai komponen aliran sinyal transduksi, elemen struktural asam nukleat dan fosfolipid (Bucher 2007). Walaupun kandungan P total dalam tanah tinggi, namun sebagian besar P ada dalam bentuk terikat dan hanya 0.1 sampai 0.5% yang dapat digunakan oleh tanaman (Pradan & Sukla 2005). Kendala ini dapat diatasi dengan penambahan P ke tanah pertanian dalam bentuk pupuk fosfat. Walaupun demikian, lebih dari 80% pupuk fosfat yang diaplikasikan dengan cepat berubah bentuk menjadi P terikat melalui reaksi presipitasi dengan ion Al3+ dan Fe3+ dalam keadaan tanah asam serta Ca2+ pada tanah dengan pH tinggi (Hao et al. 2002; Holford 1997) sehingga penggunaan pupuk menjadi tidak efisien. Dengan demikian, pupuk fosfat harus ditambahkan secara teratur agar ketersediaan P bagi tanaman terpenuhi. Penggunaan pupuk yang terus menerus menimbulkan beberapa dampak negatif, diantaranya adalah peningkatan biaya produksi pertanian dan penurunan kualitas lahan akibat akumulasi pupuk kimiawi dalam tanah pertanian (Saraswati 1999). Alternatif lain untuk mengatasi masalah di atas adalah penggunaan mikroorganisme pelarut fosfat. Selain mampu meningkatkan ketersediaan P dan memicu pertumbuhan tanaman, mikroorganisme pelarut fosfat juga diketahui dapat melindungi tanaman dari penyakit dan bertindak sebagai agens biokontrol (Koike et al. 2001; Shivanna et al. 1999), menghasilkan hormon tumbuh (Yadav et al. 2011; Nenwani et al. 2010); melarutkan berbagai hara mikro (Altomare et al. 1999); meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman (Pandya & Saraf 2010) dan relatif ramah lingkungan. Bakteri dan cendawan tanah diketahui dapat melarutkan fosfat anorganik. Fosfat dalam bentuk terikat akan diubah menjadi fosfat terlarut sehingga dapat diserap dengan mudah oleh tanaman (Nenwani et al. 2010; Panhwar et al. 2009; Ali Khan et al. 2009). Mikroorganisme pelarut fosfat memegang peranan penting
1
dalam penyediaan P bagi tanaman sehingga memungkinkan untuk pemberian pupuk P secara berkelanjutan dan efisien. Mikroorganisme ini termasuk dalam kelompok bakteri, cendawan dan aktinomiset. Perubahan fosfat menjadi bentuk terlarut umumnya dilakukan melalui asidifikasi, pengkelatan logam dan reaksi pertukaran ion (Pradhan & Sukla 2005). Cendawan diketahui memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada bakteri dalam proses pelarutan fosfat (Nahas 1996). Aspergillus sp. dan Penicillium sp. secara berurutan dapat melarutkan 480 µg/ml dan 275 µg/ml fosfat dari 0.5% trikalsium fosfat (TCP) setelah 4 hari (Pradhan & Sukla 2005). Richa et al. (2007) melaporkan bahwa A. tubingensis dan A. niger merupakan cendawan pelarut fosfat yang baik diaplikasikan pada tanah alkalin dengan sumber P berupa rock phosphate. Hal senada juga dilaporkan oleh Barrow & Osuna (2002) yang menyatakan bahwa cendawan dark septate endophyte (DSE) dapat meningkatkan efisiensi penyerapan fosfat pada tanaman Atriplex canescens. Penapisan cendawan pelarut fosfat sampai sekarang terus dilakukan untuk mendapatkan isolat potensial. Cendawan ini dapat digunakan sebagai pupuk hayati untuk meningkatkan efisiensi penyerapan P dalam tanah (Kucey 1987; Barrow & Osuna 2002; Richa et al. 2007). Cendawan pelarut fosfat dapat dikategorikan sebagai cendawan mutualistik akar yang terdiri dari cendawan mikoriza, misalnya Glomus fasciculatum dan Acaulospora laevis (Sabannavar & Lakshman 2009) dan cendawan non mikoriza seperti Penicillium rugulosum (Reyes et al. 2002), P. citrinum, Trichoderma harzianum dan Aspergillus niger (Yadav et al. 2011). Penelitian terhadap cendawan-cendawan pelarut fosfat telah banyak dilakukan, namun lebih terkonsentrasi pada jenis cendawan mikoriza. Sementara itu, penelitian terhadap cendawan mutualistik akar non mikoriza serta respon tanaman inang dan proses kolonisasi yang terjadi belum banyak diketahui (Varma et al. 1999). Imaningsih (2010) berhasil mengisolasi beberapa isolat Aspergillus dan Penicillium dari serasah hutan dipterocarp asal Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp tersebut diketahui mampu menghasilkan IAA, termotoleran dan dapat bertindak sebagai dekomposer, tetapi potensi pelarut fosfat isolat-isolat tersebut belum dipelajari.
2
1.2
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi Aspergillus dan
Penicillium asal serasah dipterocarp sebagai pelarut fosfat simbiotik akar Z. mays bebas endosimbion dan S. selanica terkolonisasi DSE.
1.3
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.
Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp adalah cendawan pelarut fosfat
2.
Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp dapat hidup sebagai cendawan endosimbion akar Z. mays bebas endosimbion dan akar S. selanica terkolonisasi DSE.
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Peranan dan Ketersediaan Fosfor Fosfor merupakan unsur hara makro esensial bagi tanaman dan menempati
kurang lebih 0.2% bobot kering tanaman. Fosfor adalah komponen penyusun molekul asam nukleat, fosfolipid dan ATP yang penting. Oleh karena itu tanpa adanya asupan P yang cukup, tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Fosfor organik (Pi) juga terlibat dalam pengontrolan serangkaian reaksi enzimatik dan regulasi lintasan metabolik (Theodorou & Plaxton 1993). Meskipun jumlah total P dalam tanah tinggi, namun P tersedia dalam bentuk terikat atau jauh dari daerah rizosfer sehingga tidak dapat dijangkau oleh sistem perakaran tanaman. P dalam tanah ditemukan dalam beberapa bentuk berbeda, seperti asam organik dan mineral (Schachtman et al. 1998). Pada banyak sistem produksi pertanian, fosfor merupakan unsur hara esensial yang paling sering dijumpai dalam keadaan kahat setelah N (Mosali et al. 2005). Sebagian mikroorganisme tanah memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat. Mekanisme pelarutan fosfat dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu asidifikasi, pengkelatan logam dan reaksi pertukaran ion (Pradhan & Sukla 2005). Umumnya proses solubilisasi fosfat oleh mikroorganisme terjadi melalui mekanisme pengkelatan logam (Whitelaw 2000). Mikroorganisme menghasilkan berbagai asam organik dengan bobot molekul rendah seperti asam glukonat, asam sitrat dan asam laktat untuk mengkelat kation dari senyawa fosfat (Chen et al. 2006). Gugus hidroksil dan karboksil dari asam yang dihasilkan akan mengkelat kation (Al, Fe, Ca) dari senyawa fosfat sehingga Pi dapat dilepaskan. Biasanya, reaksi ini diikuti oleh penurunan pH tanah (Sagoe et al. 1998). Solubilisasi kalsium fosfat umumnya terjadi melalui proses asidifikasi. Proses asidifikasi lingkungan sekitar sel mikroba dilakukan dengan substitusi proton/ekskresi H+ diikuti absorbsi kation dalam jumlah yang besar. Goldstein (1986) secara umum menggambarkan proses asidifikasi kalsium fosfat dalam persamaan berikut: (Ca2+) m (PO 4 3-) n + (HA) = (H+) (PO 4 3-) + Ca2+ (A-) Solubilisasi fosfat organik (Po) di dalam tanah terjadi melalui proses mineralisasi melalui aksi fosfatase. Fosfatase (alkaline fosfatase dan acid fosfatase)
5
menggunakan fosfat organik sebagai substrat dan mengubahnya menjadi bentuk fosfat inorganik (Nenwani et al. 2010). Fosfor diserap akar tanaman dalam dua bentuk anion, masing-masing dihidrogen fosfat (H 2 PO 4 -) dan monohidrogen fosfat (HPO 4 2-) (Jones 1998). Bentuk Pi dalam larutan tergantung pada pH larutan. Nilai pK disosiasi H 3 PO 4 menjadi H 2 PO 4 - dan HPO 4 2- secara berurutan adalah 2.1 dan 7.2. Oleh karena itu, di bawah pH 6 Pi umumnya ada dalam bentuk monovalen H 2 PO 4 - . Sedangkan HPO 4 2- ada dalam proporsi minor (Schachtman et al. 1998).
2.2
Cendawan Mutualistik Akar Cendawan mutualistik akar dapat dikategorikan dalam kelompok cendawan
mikoriza dan non mikoriza. Cendawan mikoriza merupakan cendawan non patogen paling umum yang bersimbiosis dengan sekitar 80% akar tanaman berpembuluh (Smith & Read 1997). Cendawan mikoriza memberi kemudahan bagi tanaman untuk mendapatkan nutrisi. Kemampuan hifa eksternal cendawan mikoriza mengeksploitasi P yang berlokasi di sekitar daerah deplesi P dapat mengatasi keterbatasan difusi fosfat anorganik yang lambat dalam tanah. Ukuran hifa yang jauh lebih kecil (1/10) dibandingkan dengan akar tanaman memberi kemudahan bagi hifa masuk jauh sampai ke pori-pori tanah untuk menjangkau P dan air (Smith et al. 2003). Dalam habitat alami, asosiasi antara cendawan mikoriza dan tanaman inang saling menguntungkan. Namun dalam sistem yang melibatkan campur tangan manusia, asosiasi tersebut bisa berkembang ke arah parasitisme. Hal ini dapat terjadi pada media tanam dengan konsentrasi P terlarut tinggi (Bucher 2007). Berbagai jenis cendawan lain termasuk cendawan endofit dapat berasosiasi dengan sistem perakaran tanaman membentuk simbiosis mutualisme. Cendawan endofit dapat membantu tanaman inang dalam berbagai hal, diantaranya yaitu adaptasi di habitat yang kurang menguntungkan, perlindungan terhadap stress lingkungan baik biotik maupun abiotik, peningkatan pertumbuhan dan penyerapan nutrisi (Maciá-Vicente et al. 2009). Eksploitasi cendawan endofit yang menguntungkan terus dilakukan untuk berbagai tujuan aplikasi langsung di lapangan, diantaranya meningkatkan hasil
6
panen tanaman pertanian, mengontrol penyakit dan hama tanaman, adaptasi tanaman terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan serta untuk kegiatan penghutanan lahan kembali. Ekploitasi cendawan endofit untuk tujuan-tujuan di atas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan cendawan endofit yang secara alami sudah terbukti memberikan keuntungan bagi tanaman inang dan melalui kolonisasi jaringan tanaman oleh cendawan yang diduga memiliki ciri-ciri yang diinginkan (Maciá-Vicente et al. 2009; Bhagobaty et al. 2010).
2.3
Kolonisasi Cendawan pada Akar Kolonisasi cendawan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
cendawan berada dalam tubuh inang untuk jangka waktu tertentu (Casadeval & Pirovski 2000). Barker et al. (1998) menyatakan bahwa inisiasi awal simbiosis cendawan mikoriza dengan inangnya ditandai dengan pelekatan cendawan pada jaringan inang. Umumnya cendawan mikoriza melekat pada jaringan inang melalui apresoria (cendawan vesikula arbuskula/VAM) atau dengan hifa (ektomikoriza). Tahapan ini dilanjutkan dengan kolonisasi bagian internal sel dan perkembangan hifa intraselular (hanya cendawan VAM). Prekolonisasi cendawan VAM dimulai dengan perkecambahan spora dalam air menghasilkan hifa aseptat. Pertumbuhan hifa tidak berlanjut tanpa keberadaan akar atau eksudat akar. Perkecambahan spora dipengaruhi oleh senyawa kimia yang dihasilkan akar. Senyawa kimia yang bertindak sebagai sinyal pemicu respon hifa atau spora cendawan adalah berbagai senyawa fenolik dan iso/flavonoid yang umum terbentuk akibat interaksi tanaman-mikroba (Barker et al. 1998). Struktur khas cendawan VAM yang dibentuk secara interselular adalah arbuskula dan vesikula. Arbuskula adalah percabangan dikotomus yang intensif dari hifa intraselular dan berperan dalam transfer nutrisi antara cendawan dan tumbuhan. Vesikula dibentuk secara intra dan interseluler. Struktur ini berfungsi sebagai cadangan makanan bagi cendawan. Varma et al. (1999) menyatakan bahwa
cendawan
mutualistik
akar
non
mikoriza
Pirimospora
indica
mengkolonisasi akar melalui pembentukan apresorium saat terjadi kontak dengan akar tumbuhan inang. Setelah itu dilanjutkan dengan kolonisasi interseluler di
7
dalam korteks melalui pembentukan struktur percabangan dan koil atau struktur menyerupai klamidospora. Namun pada cendawan mutualistik akar non mikoriza tidak terjadi pembentukan arbuskula.
2.4
Analisis Proses Kolonisasi Cendawan pada Akar Tanaman Proses kolonisasi cendawan pada akar tanaman dapat dipelajari dengan
menggunakan beberapa metode. Beberapa metode yang sering digunakan diantaranya adalah metode pewarnaan akar, metode biokimiawi dan metode molekular. Dua metode terakhir membutuhkan biaya yang cukup besar dan waktu preparasi yang relatif lama sehingga tidak digunakan secara rutin. Mewarnai akar dan pengamatan mikroskopis merupakan metode standar yang banyak digunakan sampai sekarang (Vierheilig et al. 2005). Brundrett (2004) menyatakan bahwa teknik pewarnaan akar dan pengamatan mikroskop tidak saja dapat memberikan data tingkat kolonisasi cendawan pada akar secara akurat tetapi juga mampu memperlihatkan keberadaan struktur kunci seperti arbuskula yang penting dalam penentuan ciri morfologi cendawan yang berasosiasi dengan tanaman inang. Untuk tujuan pengamatan ciri morfologi, material akar perlu diproses sedemikian rupa agar ciri morfologi yang ingin diamati dapat dengan mudah terdeteksi. Pengamatan simbiosis cendawan dengan akar tanaman dapat dilakukan menggunakan metode non destruktif dan destruktif. Metode non destruktif mungkin dilakukan dalam keadaan tertentu. Metode ini dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pengamatan langsung dibawah mikroskop cahaya, mikroskop epiflouresens dan mikroskop pemindai laser konfokal (confocal laserscanning microscopy) (Vierheilig et al. 2005; Maciá-Vicente et al. 2009). Pengamatan menggunakan mikroskop pemindai elektron (SEM) dilakukan untuk tujuan mendapatkan hasil observasi dengan detail yang lebih baik daripada mikroskop cahaya. Metode destruktif terdiri dari pewarnaan vital dan non vital. Pewarnaan vital menggunakan aktivitas enzim-enzim spesifik cendawan untuk visualisasi jaringan cendawan yang metabolismenya aktif, sementara itu pewarnaan non vital dipergunakan untuk mewarnai keseluruhan jaringan cendawan.
8
Teknik pewarnaan non vital merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk visualisasi cendawan pada akar tanaman. Struktur cendawan biasanya tidak nampak karena terhalang oleh pigmen alami tanaman dan isi sel. Oleh karena itu, diperlukan prosedur untuk menghilangkan pigmen yang ada pada dinding sel tanaman dan mengeluarkan isi sel (Gardner 1975). Struktur cendawan yang terdapat dalam akar setelah proses penjernihan kemudian diikat oleh zat warna. Zat warna ini biasanya diaplikasikan dalam larutan asam yang mengandung asam laktat, gliserin dan air (Brundrett et al. 1984).
2.5
Dark Septate Endophyte (DSE) Jumpponen & Trappe (1998) mendefinisikan DSE sebagai cendawan
Askomiset dengan ciri hifa bersekat, memiliki konidia atau steril, membentuk struktur termelanisasi (hifa interseluler, hifa intraseluler dan mikroskleria) di dalam akar tanaman. Kolonisasi DSE dilaporkan terjadi pada sekitar 600 spesies tanaman meliputi 320 genus dan 114 famili dan tersebar luas mulai dari daerah tropis sampai kutub dan pegunungan. DSE merupakan kelompok cendawan heterogen yang secara ekologi dan fungsinya tumpang tindih dengan cendawan tanah, cendawan saprob akar, cendawan patogen dan mikoriza. Keragaman DSE secara taksonomi tidak begitu banyak diketahui walaupun keberadaaannya melimpah. Umumnya DSE tidak bersporulasi, atau bila bersporulasi, konidia yang dihasilkan sangat sedikit (Jumpponen & Trappe 1998). Beberapa strain hanya dapat bersporulasi bila diberi stimulus temperatur rendah (Fernando & Currah 1995). Asosiasi DSE dengan tanaman inang berdasarkan performa dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam jaringan tanaman inang bervariasi, yaitu interaksi negatif, positif dan netral. Bentuk asosiasi DSE dengan tanaman inang ditentukan oleh jenis DSE dan tanaman yang menjadi inangnya. Jenis DSE dan inang yang berbeda akan membentuk asosiasi yang berbeda pula. Selain itu bentuk asosiasi juga ditentukan oleh kondisi percobaan yang dilakukan (Jumpponen 2001).
9
10
3 BAHAN DAN METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai Maret 2011 di
Laboratorium Mikologi, Departemen Biologi FMIPA IPB dan Laboratorium Zoologi LIPI, Cibinong.
3.2
Bahan Aspergillus sp. IPBCC.09.619, Aspergillus sp. IPBCC.07.503, Aspergillus
sp. IPBCC.10.643, Penicillium sp.
IPBCC. 09.620 dan Penicillium sp.
IPBCC.09.621 merupakan kapang koleksi IPBCC yang berasal dari serasah hutan
dipterocarp Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Biji Z. mays varietas Bismo diperoleh dari Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian Cimanggu, Bogor. Biji S. selanica diperoleh dari Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Media agar Pikovskaya digunakan untuk uji aktivitas pelarut fosfat. Larutan Hoagland dengan TCP sebagai sumber P digunakan untuk perlakuan berbagai taraf % P. Pewarna biru tripan 0.05% digunakan untuk analisis tahapan kolonisasi kapang terhadap tanaman uji. Komposisi media dan larutan hara yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
3.3
Metode Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi 3 tahapan (Gambar 1), yaitu 1. Uji aktivitas pelarut fosfat Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp dan produksi inokulan isolat 2. Perkecambahan tanaman inang, inokulasi isolat dan pemeliharaan 3. Analisis simbiosis Aspergillus dan Penicillium dengan akar Z. mays dan S. selanica meliputi, analisis kolonisasi, respon tumbuh dan serapan hara tanaman.
11
Potensi Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp sebagai Endosimbion Akar Pelarut Fosfat
Aspergillus dan Penicillium
Z. mays dan S. selanica
Uji aktivitas pelarut fosfat
Pemilihan biji
Aspergillus dan Penicillium pelarut fosfat potensial
Perkecambahan biji
Produksi inokulan
Kecambah
Inokulan
Pengamatan status endosimbion akar
jika ada Inokulasi Aspergillus Penicillium dan pada akar
Reisolasi endosimbion
Pemberian larutan hara dan pemeliharaan tanaman
Uji Viabilitas Endosimbion
Analisis
Proses kolonisasi: 1. Pewarnaan Biru Tripan 2. SEM
Respon tumbuh tanaman uji
Analisis serapan NPK tanaman
Gambar 1 Bagan alur penelitian
12
3.3.1 Uji Aktivitas Pelarut Fosfat Aspergillus dan Penicillium Asal Serasah Dipterocarp Uji aktivitas pelarut fosfat Aspergillus dan Penicillium dilakukan terhadap kapang koleksi IPBCC yang berasal dari serasah dipterocarp. Aspergillus dan Penicillium diremajakan pada media agar kentang dekstrosa (PDA) selama 7 hari. Bagian tepi koloni yang tumbuh aktif diambil dengan menggunakan cork borer steril (diameter 5 mm) dan kemudian diinokulasikan ke media Pikovskaya dengan TCP sebagai sumber P, lalu diinkubasi pada suhu ruang. Adanya zona bening di sekitar koloni mengindikasikan bahwa kapang memiliki kemampuan untuk melarutkan TCP menjadi fosfat anorganik (Pi). Indeks kelarutan fosfat dihitung berdasarkan rumus berikut:
Dua isolat Aspergillus dan Penicillium yang memiliki aktivitas cukup tinggi digunakan untuk analisis potensi dan proses kolonisasi terhadap tanaman uji.
3.3.2 Produksi Inokulan Aspergillus dan Penicillium Produksi inokulan dua isolat terpilih dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing tiga potong koloni kapang (diameter 5 mm) dalam 100 ml media dekstrosa kentang cair. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 1 minggu dengan agitasi 100 rpm. Miselium dipanen dan kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman steril. Sebanyak kurang lebih 3 gram miselium diinokulasikan pada perakaran tanaman uji.
3.3.3 Perkecambahan Z. mays dan S. selanica Biji yang digunakan memiliki ukuran yang relatif seragam, tingkat kematangan yang baik dan tidak cacat. Perkecambahan dilakukan pada media zeolit steril yang telah dicuci dalam wadah plastik. Sebelum ditanam sayap biji S. selanica dibuang. Sterilisasi permukaan biji dilakukan untuk menghilangkan kontaminan yang mungkin terdapat pada biji. Biji dicuci dengan air mengalir selama kurang lebih 10 menit dan direndam dalam alkohol 70% selama 30 detik. Selanjutnya alkohol dihilangkan dengan membilas biji menggunakan air steril sebanyak 3-5 kali. Biji kemudian direndam dalam NaOCl 0.05% selama 5 menit 13
dan dicuci kembali dengan air steril sebanyak 3-5 kali. Biji dikeringkan dengan tissue steril dan ditanam dalam zeolit. Untuk merangsang perkecambahan biji, permukaan wadah ditutup dengan aluminium foil selama 1 malam.
3.3.4 Inokulasi Aspergillus dan Penicillium pada Akar Tanaman Uji, Pemberian Hara dan Pemeliharaan Sebelum kecambah diinokulasi, kecambah diamati status endosimbionnya. Bila ditemukan, maka endosimbion diisolasi dengan media yang sesuai dan dimurnikan pada akhir perlakuan. Kecambah Z. mays yang telah berumur 1 minggu dan 3 minggu untuk S. selanica diinokulasi dengan kurang lebih 3 gram inokulan kapang. Zeolit steril lembab (200g) dimasukkan ke dalam gelas plastik sebanyak kurang lebih sepertiga wadah. Ke dalam wadah kemudian diletakkan inokulan dan diaduk supaya inokulan tidak menumpuk pada satu daerah saja. Kecambah dimasukkan ke dalam wadah, lalu ditutup dengan sisa media. Larutan Hoagland digunakan sebagai sumber hara tanaman dengan TCP sebagai sumber P. Tanaman dipelihara selama delapan minggu dan disiram dengan air steril sekali dua hari atau sesuai kebutuhan. 3.3.5 Analisis Simbiosis Aspergillus dan Penicillium dengan Akar Z. mays dan S. selanica Bentuk simbiosis Aspergillus dan Penicillium pelarut fosfat dengan tanaman uji dianalisis melalui beberapa tahap, yaitu analisis kolonisasi Aspergillus dan Penicillium terpilih pada akar tanaman uji, respon tumbuh tanaman uji yang diinokulasi Aspergillus dan Penicillium pelarut fosfat dengan perlakuan berbagai taraf % TCP (dinyatakan sebagai mg P 2 O 5 /tanaman) dalam larutan Hoagland dan serapan hara tanaman.
14
A
Analisis kolonisasi dengan biru tripan 0.05% dan mikroskop pemindai elektron Analisis kolonisasi dilakukan dengan cara mewarnai akar tanaman yang
telah diinokulasi dengan Aspergillus dan Penicillium menggunakan biru tripan 0.05%. Analisis dilakukan terhadap lima contoh dari masing-masing tanaman setiap minggu dengan pemberian dosis P 100% (setara 60 mg P 2 O 5 /tanaman). Metode pewarnaan akar mengikuti prosedur Kormanick & McGraw (1982) dan diperkuat dengan pengamatan mikroskop pemindai elektron. Akar tanaman dipisahkan dari media dengan hati-hati agar sistem perakaran tidak rusak. Akar dicuci dengan air mengalir selama 10 menit untuk menghilangkan sisa media tanam dan setelah itu dipotong dengan ukuran 1 cm. Akar direndam dalam larutan KOH 10% pada suhu 90oC selama 10-15 menit untuk menghilangkan isi sel. Apabila selama proses tersebut akar masih gelap, maka perendaman dapat diperpanjang sampai diperoleh akar yang transparan. KOH dibuang dan sisanya dihilangkan dengan membilas akar dengan akuades sebanyak 3-5 kali. Akar direndam dalam larutan HCL 1N selama 1 malam, selanjutnya diwarnai dengan pewarna biru tripan 0.05% selama 20-30 menit. Akar yang telah diwarnai disimpan dalam larutan gliserol 50% dan diamati menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan kolonisasi Aspergillus dan Penicillium pada akar tanaman menggunakan mikroskop pemindai elektron sesuai dengan metode Lewinson (Lewinson et al. 1994). Preparasi diawali dengan merendam sampel akar di dalam caccodylate buffer selama 2 jam, kemudian diagitasi dalam ultrasonic cleaner selama 5 menit. Akar direndam dalam larutan glutaraldehyde 2.3% selama 2 hari dan difiksasi dengan tannic acid 2% selama 6 jam. Akar dicuci 4 kali dengan caccodylate buffer selama 5 menit, selanjutnya didehidrasi secara bertahap dalam alkohol 50% (5 menit), alkohol 70% (20 menit), alkohol 85% (20 menit), alkohol 95% (20 menit) dan 2 kali dalam alkohol absolut (10 menit). Akar selanjutnya direndam dua kali dalam tert butanol selama 10 menit, dibekukan dalam freezer dan terakhir dimasukan ke dalam freezed drier sampai kering. Akar yang sudah kering diletakkan di atas batang besi dan dilapisi dengan 30 nm emas menggunakan mesin ion coater IB2. Struktur cendawan yang terdapat pada
15
permukaan akar diamati menggunakan mikroskop pemindai elektron model JSM 5000 LV yang dioperasikan pada tegangan 20 kv. Pengamatan proses kolonisasi menggunakan mikroskop pemindai elektron dilakukan di Laboratorium Zoologi, LIPI Cibinong. Akar dinyatakan terkolonisasi bila minimal setengah dari panjang potongan akar membawa Aspergillus dan Penicillium. Kolonisasi dinyatakan dalam persen jumlah akar terkolonisasi dari seluruh akar yang diamati tiap sampel. Strukturstruktur
khusus
cendawan
yang
terbentuk
semuanya
diamati
dan
didokumentasikan menggunakan kamera digital.
B
Analisis respon tumbuh dan serapan hara tanaman inang yang diinokulasi kapang pelarut fosfat Respon tumbuh dan serapan hara tanaman terhadap inokulasi Aspergillus
dan Penicillium pelarut fosfat diuji dengan memberi perlakuan berbagai dosis % TCP (dinyatakan sebagai mg P 2 O 5 ) dalam larutan Hoagland pada tanaman Z. mays dan S. selanica. Dosis TCP yang digunakan yaitu, 0% (0 mg P 2 O 5 /tanaman), 50% (setara 30 mg P 2 O 5 /tanaman) dan 100% (setara 60 mg P 2 O 5 /tanaman). Tanaman kontrol diberi perlakuan 60 mg P 2 O 5 /tanaman tetapi tidak diinokulasi dengan Aspergillus dan Penicillium pelarut fosfat. Parameter respon tumbuh yang diamati yaitu pertambahan tinggi tajuk tanaman, bobot basah dan kering tanaman, panjang akar serta bobot basah akar. Setelah pengukuran parameter respon tumbuh tanaman selesai, maka dilakukan analisis serapan hara (NPK) terhadap tanaman tersebut. Analisis NPK dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Bogor secara komposit. Serapan NPK (mg hara/tanaman) dihitung dengan mengalikan persentase kadar hara (%) dan bobot kering masing-masing tanaman. Sebelum dilakukan analisis NPK, sampel tanaman dicuci dengan air bebas ion untuk menghilangkan debu-debu dan kotoran yang menempel. Contoh tanaman kemudian dikeringkan di dalam oven dengan suhu 70oC. Contoh yang telah kering digiling dengan mesin grinder yang memiliki filter dengan kehalusan 0.5 mm, selanjutnya dipanaskan pada suhu 105oC selama 4 jam untuk menghilangkan air dan siap untuk dianalisis.
16
Analisis kadar N dilakukan menggunakan metode Kjehdahl. Sebanyak 0.25 g contoh tanaman dimasukkan ke dalam tabung digestion dan ditambah dengan 1 g campuran selen (siap pakai) dan 2.5 ml H 2 SO 4 . Campuran diratakan dan dibiarkan selama satu malam. Blanko dibuat dengan cara yang sama tetapi tidak mengandung sampel. Sampel selanjutnya dipanaskan hingga suhu 350oC dan dihentikan setelah terlihat ada uap putih yang keluar sehingga didapat ekstrak jernih. Tabung diangkat dan didinginkan, kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml. Ekstrak dikocok sampai homogen dan dibiarkan semalam agar partikel mengendap. Satu ml ekstrak contoh dipipet ke dalam tabung reaksi, ditambah dengan 9 ml air bebas ion dan divorteks. Dua ml ekstrak encer dimasukkan dalam tabung reaksi baru dan ditambah larutan sangga Tartrat dan Na-fenat masing-masing sebanyak 4 ml, lalu divorteks dan dibiarkan 10 menit. Masing-masing tabung ditambah 4 ml NaOCl 5%, divorteks dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 636 nm. Larutan (NH4) 2 SO 4 dengan konsentrasi 0-20 ppm digunakan sebagai standar. Penetapan unsur P dan K dilakukan dengan metode pengabuan basah menggunakan campuran asam nitrat (HNO 3 ) dan asam perklorat (HClO 4 ). Sebanyak 0.5 g sampel tanaman dimasukkan ke dalam tabung digestion, lalu ditambah dengan 5 ml HNO3 dan HClO 4 dan dibiarkan selama satu malam. Sampel dipanaskan dalam digestion blok pada suhu 100oC selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150oC. Setelah uap kuning habis, suhu digestion blok ditingkatkan menjadi 200oC. Proses destruksi dihentikan setelah terlihat ada asap putih yang keluar dan sisa ekstrak kurang lebih 0,5 ml. Tabung diangkat dan dibiarkan dingin. Ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga tepat 50 ml dan dikocok sampai homogen dan siap digunakan untuk penentuan kadar P dan K. Pengukuran kadar P dilakukan dengan mengencerkan masing-masing ekstrak contoh sampai 10x. Sebanyak 2 ml ekstrak encer contoh ditambah dengan 10 ml pereaksi pewarna P dan divorteks sampai homogen lalu dibiarkan selama 30 menit. Kadar P diukur pada panjang gelombang 693 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Sebagai standar digunakan larutan PO 4 dengan konsentrasi 0-20 ppm.
17
Pengukuran kadar K dilakukan dengan cara memipet masing-masing 1 ml ekstrak ke dalam tabung reaksi dan ditambah dengan 9 ml larutan La 0,25 %. Larutan divorteks sampai homogen dan kadar K diukur menggunakan flamefotometer. Larutan standar K yang digunakan adalah K 2 SO 4 dengan konsentrasi 0-250 ppm. Larutan pereaksi yang digunakan dalam penentuan kadar NPK dan rumus yang dipakai dapat dilihat pada Lampiran 3. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 ulangan. Data selanjutnya diolah menggunakan program SPSS 16.0 dan diuji lanjut menggunakan uji Jarak Berganda Duncan.
3.3.6 Uji Viabilitas Endosimbion Untuk mengetahui viabilitas endosimbion, dilakukan reisolasi kapang dari akar tanaman 8 minggu setelah inokulasi menggunakan media PDA. Akar tanaman yang telah diinokulasi dengan kapang pelarut fosfat dipisahkan dari media secara hati-hati, dicuci dengan air mengalir selama kurang lebih 10 menit lalu dipotong dengan ukuran kurang lebih 1 cm. Akar direndam dalam alkohol 70% selama 30 detik lalu NaOCl 0.05% selama 5 menit. Setiap selesai satu tahap, akar dibilas dengan air steril sebanyak 3-5 kali. Akar dikeringkan dengan tissue steril dan ditanam pada media PDA lalu diinkubasi pada suhu ruang. Viabilitas endosimbion dapat diketahui apabila reisolasi berhasil dilakukan. Selanjutnya endosimbion yang berhasil direisolasi dimurnikan dan diremajakan menggunakan media yang sama.
3.3.7 Isolasi DSE Dark Septate Endophyte yang ditemukan pada akar S. selanica diisolasi menggunakan media Malt Extract Agar (MEA) dengan komposisi setengah dosis (50%). Akar yang diduga mengandung DSE dibersihkan dari sisa media tanam dengan cara dicuci menggunakan air mengalir selama kurang lebih 10 menit. Selanjutnya akar dipotong dengan ukuran kurang lebih 1 cm dan direndam dalam EtOH 70% selama dua menit. EtOH dibuang dan dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan Chlorine 1% selama 2 menit. Akar dibilas sebanyak 2-3 kali dengan akuades steril, lalu dikeringkan dengan tissue steril selama 3-4 jam. Akar yang
18
sudah steril dan kering ditanam di media MEA 50% dan diinkubasi pada suhu 300C. Koloni cendawan yang pertumbuhannya lambat diduga sebagai DSE dan dimurnikan menggunakan media yang sama. Koloni DSE diamati secara mikroskopik menggunakan mikroskop cahaya.
19
20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1 Potensi Aspergillus dan Penicillium sebagai Cendawan Pelarut Fosfat Aspergillus dan Penicillium koleksi IPBCC yang berasal dari serasah dipterocarp dapat membentuk zona bening pada media Pikovskaya dengan indeks kelarutan bervariasi (Tabel 1). Dua isolat, yaitu Aspergillus sp. IPBCC.09.619 dan Penicillium sp. IPBCC.09.620 memiliki indeks kelarutan fosfat yang cukup tinggi dan selanjutnya potensi pembentukan endosimbion dengan akar tanaman Z. mays dan
S. selanica dianalisis. Tabel 1
Indeks kelarutan fosfat Aspergillus dan Penicillium asal serasah dipterocarp Indeks kelarutan fosfat pada hari keNama Isolat 1 2 3 4 5
Aspergillus sp. IPBCC.09.619 Aspergillus sp. IPBCC.07.503 Aspergillus sp. IPBCC.10.643 Penicillium sp. IPBCC.09.620 Penicillium sp. IPBCC.09.620
0.35 0.16 0.11 0.33 0.2
0.19 0.04 0.04 0.27 0.12
0.13 0.03 0.03 0.31 0.41
0.14 0.26 0.25 0.69 0.38
0.01 0.01 0.21 0.09
Sebelum potensi endosimbiosis Aspergillus dan Penicillium diuji pada Z. mays dan S. selanica, akar-akar dari kedua tanaman tersebut diperiksa status endofitnya. Akar Z. mays ditemukan bebas endofit sedangkan akar S. selanica membawa DSE. Jumlah sel akar S. selanica yang mengandung DSE dalam setiap potongnya paling banyak 15 sel dan penyebarannya tidak merata. Persentase DSE dalam kecambah adalah sebesar 85% (35 dari 40 kecambah membawa DSE). Kolonisasi DSE pada setiap kecambah bervariasi mulai dari 7.5-83.3% dengan rata-rata 28.2% (data tidak disajikan). Pengamatan DSE secara mikroskopik memperlihatkan bahwa kebanyakan DSE dalam akar berbentuk mikrosklerosia yang memenuhi sel epidermis dan korteks akar. Mikrosklerosia yang ditemui ada dua jenis, yaitu mikrosklerosia berwarna coklat yang tidak menyerap pewarna biru tripan (Gambar 2a) dan mikrosklerosia berwarna biru yang menyerap pewarna biru tripan (Gambar 2b). Variasi bentuk lain berupa hifa pendek dan bercabang menyerupai rantai yang tumbuh secara interseluler ataupun di permukaan akar (Gambar 2c, d). Selain itu 21
juga ditemui hifa dengan ukuran besar yang tumbuh menjalar di permukaan akar dengan percabangan masuk ke dalam sel akar (Gambar 2e). Pengamatan akar menggunakan mikroskop pemindai elektron (Scanning Electron Microscope/ SEM) memperlihatkan miselium DSE di permukaan akar dengan klamidospora terminal (Gambar 2f).
hifa interseluler mikroskerosia
mikroskerosia
20 µm
a
20 µm
b
c
20 µm
DSE hifa interseluler hifa interseluler
20 µm
d
Gambar 2
20 µm
e
1500x
f
Struktur DSE pada akar S. selanica, a, b) mikrosklerosia memenuhi sel akar, c) hifa berbentuk rantai interseluler, d) hifa berbentuk rantai tumbuh di permukaan akar, e) hifa berukuran besar, bercabang dan menjalar di permukaan akar, f) penampakan DSE pada permukaan akar.
Dua jenis koloni DSE (putih dan hitam) berhasil diisolasi dari akar S. selanica (Gambar 3a). Pengamatan mikroskopik terhadap koloni DSE berwarna hitam memperlihatkan DSE memiliki hifa bersekat pendek dan bercabang.
22
Beberapa klamidospora interkalar ditemukan pada koloni tersebut (Gambar 3b, c). Koloni berwarna putih memperlihatkan bahwa DSE tersebut memiliki hifa halus bercabang banyak. Klamidospora terminal dan interkalar dijumpai pada koloni yang sudah tua (Gambar 3d, e).
klamidospora
hifa bersekat
20 µm
b
20 µm
c
k. terminal
hifa a
k. interkalar 20 µm
Gambar 3
d
20 µm
e
Hasil isolasi DSE, a) Koloni DSE berwarna putih dan hitam umur 7 hari hasil isolasi dari akar S. selanica pada media Malt Extract Agar (MEA), b) hifa bersekat pendek dan bercabang, c) klamidospora interkalar, d, e) hifa bercabang dengan klamidospora interkalar dan terminal, k = klamidospora.
4.1.2 Aspergillus sp. pada Akar Z. mays dan S. selanica Tiga hari setelah inokulasi Aspergillus sp., daun jagung menjadi layu dan pada hari ketujuh terlihat bahwa akar membusuk serta mudah putus. Hasil pengamatan mikroskop stereo memperlihatkan akar yang terinfeksi Aspergillus sp. menjadi berair dan transparan (Gambar 4a). Inokulasi Aspergillus sp. pada perakaran S. selanica menyebabkan akar menghitam dan mati setelah dua minggu. Daun S. selanica bebercak kuning dan agak keriput (Gambar 4b, c).
23
bercak kuning
busuk
mati daun sehat a
Gambar 4
b
c
d
Pengaruh inokulasi Aspergillus sp. terhadap Z. mays dan S. selanica, a) akar Z. mays berair dan lapuk, b) akar S. selanica menghitam dan mati, c) bercak kuning pada daun S. selanica, d) daun sehat. Tanda panah menunjukkan bagian yang terkena pengaruh Aspergillus sp.
4.1.3 Penicillium sp. pada Akar Z. mays Penicillium sp. dapat mengkolonisasi akar Z. mays dan tidak menyebabkan gejala sakit pada tanaman. Satu minggu setelah inokulasi, miselium cendawan pada umumnya terlihat menempel pada permukaan akar termasuk akar rambut (Gambar 5a, b dan g). Penetrasi hifa pada sebagian besar akar belum terjadi (Gambar 5c). Walaupun demikian, pada sebagian kecil potongan akar teramati adanya penetrasi hifa pada rongga intersel epidermis akar dan tidak terlihat adanya struktur khusus untuk penetrasi (Gambar 5d). Pertumbuhan hifa di dalam akar pada awal kolonisasi terjadi secara interseluler. Satu minggu setelah inokulasi Penicillium sp., tidak terlihat adanya perubahan morfologi pada akar Z. mays (Gambar 5e). Akar-akar dari tanaman kontrol tidak memperlihatkan adanya kolonisasi endofit (Gambar 5f). Namun analisis dengan SEM mendeteksi adanya struktur menyerupai apresorium berbentuk noktah (Gambar 5h). Struktur menyerupai apresorium ini menempel pada dinding sel akar dan menyebabkan bagian akar berlubang sehingga hifa dapat masuk ke dalam sel akar.
24
miselium
miselium
hifa
akar akar rambut 50 µm
a
10 µm
b
10 µm
c
rongga intersel
akar hifa
10 µm
e
d
akar rambut
Gambar 5
f
apresorium
miselium pada akar rambut
500x
50 µm
akar
g
3500x
h
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 1 minggu setelah inokulasi, a) miselium menempel pada akar, b) akar tanaman kontrol, c) hifa menempel pada rambut akar, d) hifa pada permukaan akar, e) hifa masuk ke rongga intersel, f) akar setelah 1 minggu inokulasi, g) gumpalan miselium menyelubungi rambut-rambut akar, h) struktur apresorium.
Dua minggu setelah inokulasi terlihat miselium Penicillium sp. mulai menyebar di permukaan akar (Gambar 6a, b). Hifa yang masuk ke dalam celah intersel menjalar di sepanjang ruang antar sel epidermis dan terbentuk kompartementasi hifa (Gambar 6c). Hifa membentuk semacam tonjolan sampai
25
akhirnya berbentuk bulat. Struktur ini semakin lama semakin membesar dan bertambah banyak (Gambar 6d-g). Pada saat ini tidak terdeteksi adanya perubahan morfologi akar. Perubahan hanya terjadi di tempat lebih banyak miselium menempel. Akar-akar ini berwarna kecoklatan (Gambar 6h).
hifa interseluler
hifa
miselium
hifa interseluler
50 µm
a
50 µm
10 µm
b
c
10 µm
d
agak coklat tonjolan noktah
noktah
10 µm
e
10 µm
f
20 µm
g
h
Gambar 6 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 2 minggu setelah inokulasi, a, b) miselium mulai tumbuh menjalar di permukaan akar, cg) proses pembentukan struktur seperti noktah, h) bentuk akar 2 minggu setelah inokulasi. Sebagian ujung akar terlihat mulai membesar pada minggu ketiga setelah inokulasi (Gambar 7a, b). Miselium semakin menyebar di permukaan akar dan terjadi perubahan morfologi sel akar pada bagian yang memiliki tingkat kolonisasi lebih tinggi. Sel-sel ini membulat dan ukurannya lebih besar dari sel-sel normal (Gambar 7c). Struktur seperti noktah terlihat semakin banyak memenuhi sel akar pada bagian akar yang memiliki tingkat kolonisasi tinggi sehingga sel menjadi berwarna gelap (Gambar 7d, e). Pada saat yang sama juga ditemukan struktur seperti klamidospora dan sel-sel seperti hifopodium (Gambar 7f-h).
26
hifa
noktah
sel akar membulat
ujung akar membesar ujung akar membesar
a
50 µm
b
20 µm
c
10 µm
d
hifopodium klamidospora
hifopodium
noktah
10 µm
e
10 µm
f
10 µm
g
10 µm
h
Gambar 7 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 3 minggu setelah inokulasi, a) bentuk akar setelah 3 minggu inokulasi, b) miselium mulai memenuhi permukaan akar dan ujung akar membesar, c) sel-sel dengan tingkat kolonisasi tinggi membesar dan membulat, d-e) struktur bulat seperti noktah semakin banyak, f) struktur seperti klamidospora, g-h) struktur seperti hifopodium pada permukaan akar. Kolonisasi Penicillium sp. pada
empat minggu setelah inokulasi
menyebabkan sebagian besar ujung-ujung akar Z. mays bertambah besar, bercabang 2 atau 3 dan tidak memanjang lagi (Gambar 8a, b). Pengamatan mikroskopik terhadap ujung akar yang membesar menunjukkan bahwa morfologi sel-sel akar yang semula panjang dan ramping berubah bentuk menjadi membulat dan bertambah besar. Bagian ujung akar yang membesar terlihat berisi gumpalan hifa (Gambar 8c-d). Hifa tumbuh menjalar di ruang antar sel dan membentuk noktah pada beberapa bagian. Selain itu juga terlihat hifa masuk ke dalam sel membentuk jalinan hifa renik yang memenuhi sel akar (Gambar 8e). Struktur seperti noktah di dalam sel akar mulai berkecambah membentuk jalinan hifa renik yang memenuhi sel-sel akar, menyebabkan sel terlihat berwarna ungu kebiruan (Gambar 8f-g). Pada minggu ini juga terlihat miselium tumbuh di luar permukaan
27
akar (Gambar 8h, i). Tanaman kontrol tidak menunjukkan adanya kolonisasi cendawan (Gambar 8j).
ujung akar bercabang 2 atau 3
sel di ujung akar membulat
sel-sel berisi gumpalan hifa
ujung akar bercabang 2
a
50 µm
b
40x
20 µm
c
d
noktah
noktah
hifa ekstraseluler
noktah hifa renik hifa renik hifa renik 20 µm
e
10 µm
f
10 µm
g
h
hifa ekstraseluler akar tanaman kontrol
50 µm
i
50 µm
j
Gambar 8 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 4 minggu setelah inokulasi, a) ujung-ujung akar membesar, b) ujung akar yang membesar setelah diwarnai, c) sel-sel ujung akar membulat d) gumpalan hifa mengisi sel-sel akar yang membesar, e-g) sel-sel akar berisi noktah dan hifa renik, h, i) hifa ektraselular mulai muncul ke permukaan akar, j) akar tanaman kontrol. Delapan minggu setelah inokulasi, hifa Penicillium sp. telah memenuhi sebagian besar sel-sel epidermis dan korteks akar. Sel-sel akar terlihat berwarna biru muda sampai biru gelap (Gambar 9a). Hifa tumbuh ke luar sel melalui sel-sel berwarna biru membentuk hifa bercabang, konidiofor dan fialid, tetapi belum menghasilkan konidia (Gambar 9b-d). Hasil pengamatan dengan mikroskop stereo 28
dan SEM juga memperlihatkan struktur Penicillium sp. yang tumbuh ke luar sel akar. Struktur yang teramati berupa konidiofor dan fialid uniseriat dengan konidia di bagian ujung (Gambar 9e, f). Sampai minggu terakhir pengamatan, tidak dijumpai adanya kolonisasi pada bagian empulur akar Z. mays.
sel-sel akar berisi hifa renik hifa tumbuh ke luar sel akar
Penicillium sp.
50 µm
a
20 µm
b
10 µm
c
Penicillium sp.
Penicillium sp.
Penicillium sp. 50 µm
Gambar 9
d
e
2000x
f
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays 8 minggu setelah inokulasi, a) sel-sel akar dipenuhi oleh hifa renik sehingga berwarna biru, b-d) hifa tumbuh tegak ke luar sel melalui sel-sel berwarna biru, e, f) pengamatan struktur Penicillium sp. (tanda panah) melalui mikroskop stereo dan SEM.
4.1.4 Penicillium sp. pada Akar S. selanica Penicillium sp. juga dapat mengkolonisasi akar S. selanica tanpa menimbulkan gejala sakit (Gambar 10a). Minggu pertama setelah inokulasi Penicillium sp., terlihat bahwa miselium umumnya menempel pada permukaan akar dan mulai tumbuh menjalar disepanjang permukaan akar (Gambar 10b, c). Pada bagian tertentu, hifa membentuk tonjolan untuk menempel dan penetrasi 29
pada permukaan sel kemudian membentuk struktur seperti apresorium (Gambar 10d-f).
miselium hifa
a
50 µm
b
20 µm
c
apresorium
tonjolan hifa
20 µm
apresorium
d
20 µm
e
1500x
f
Gambar 10 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 1 minggu setelah inokulasi, a) penampakan akar, b) miselium menempel pada permukaan akar, c) hifa menjalar di permukaan akar, d) tonjolan hifa untuk menempel dan penetrasi, e, f) struktur seperti apresorium. Dua minggu setelah inokulasi terlihat adanya penetrasi pada sel epidermis. Penetrasi terjadi langsung pada permukaan sel melalui struktur mirip apresorium. Di dalam sel, hifa membentuk semacam tabung yang kemudian menembus sel dibawahnya membentuk struktur seperti noktah (Gambar 11b). Penetrasi juga terlihat di bawah kumpulan massa miselium yang menempel pada permukaan akar dan menembus dinding sel lalu membentuk struktur seperti noktah di bagian dalam sel (Gambar 11c). Noktah membesar dan hifa eksternal sebagian besar sudah tidak terlihat lagi menempel pada permukaan akar (Gambar 11d, e). Penicillium sp. yang berada di luar sel akar terlihat juga membentuk klamidospora bersel dua (Gambar 11f, g).
30
penetrasi melalui apresorium
a
penetrasi melalui massa miselium
20 µm
b
20 µm
c
klamidospora noktah
noktah klamidospora
10 µm
d
10 µm
e
20 µm
f
20 µm
g
Gambar 11 Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 2 minggu setelah inokulasi, a) penampakan akar, b) penetrasi melalui struktur semacam apresorium, c) penetrasi di bawah kumpulan massa miselium, d-e) struktur seperti noktah yang terlihat semakin membesar, f-g) struktur seperti klamidospora di luar sel akar Kolonisasi Penicillium sp. setelah tiga minggu tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal ini terlihat dengan tidak ditemukannya penetrasi hifa yang lebih jauh ke dalam sel. Umumnya struktur seperti noktah hanya ditemukan pada sel epidermis. Bedanya, pada minggu ini terlihat struktur seperti noktah mulai tumbuh memanjang dan berkecambah (Gambar 12b-f). Minggu keempat setelah inokulasi terlihat bahwa sebagian hifa tumbuh di permukaan akar dan bagian lain berada di ruang interseluler dan intraseluler. Di luar akar, hifa membentuk klamidospora (Gambar 13b). Pada minggu ini terlihat bahwa miselium sudah mulai menjalar di dalam sel akar membentuk struktur seperti noktah yang lebih banyak (Gambar 13c). Penetrasi hifa ke dalam sel tidak meluas. Hifa umumnya hanya berada pada bagian epidermis akar.
31
noktah
noktah
a
10 µm
10 µm
c
b
noktah
noktah
noktah
10 µm
Gambar 12
10 µm
d
e
10 µm
f
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 3 minggu setelah inokulasi, a) penampakan akar, b-c) struktur seperti noktah yang memanjang, d-f) struktur seperti noktah mulai berkecambah
klamidospora noktah
hifa ekstraseluler
a
Gambar 13
32
20 µm
b
20 µm
c
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 4 minggu setelah inokulasi, a) penampakan akar, b) hifa intraselular dan klamidospora, c) struktur seperti noktah yang semakin banyak.
noktah noktah
miselium
a
20 µm
hifa ekstraseluler
20 µm
20 µm
c
hifa ekstraseluler
hifa ekstraseluler
50 µm
d
Gambar 14
b
e
1500x
f
Kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica 8 minggu setelah inokulasi, a) miselium pada permukaan akar, b, c) struktur seperti noktah pada epidermis sel, d-f) hifa ekstraseluler yang tumbuh ke luar akar setelah 8 minggu inokulasi.
Delapan minggu setelah inokulasi Penicillium sp., miselium sudah tumbuh menyebar memenuhi beberapa bagian sel akar (Gambar 14a). Pengamatan mikroskopik menunjukkan bahwa hifa yang ada dalam akar kebanyakan hanya berupa noktah yang semakin banyak. Noktah tidak menunjukkan perkembangan lebih lanjut seperti halnya noktah pada tanaman Z. mays (Gambar 14b, c). Hifa yang terlihat pada permukaan akar merupakan hifa ekstraseluler, tetapi belum terlihat adanya struktur khas Penicillium (Gambar 14d-f). Perlakuan berbagai taraf % TCP tidak mempengaruhi tingkat kolonisasi Penicillium sp. pada tanaman Z. mays. Sementara itu, kolonisasi cendawan pada perakaran S. selanica dipengaruhi oleh dosis % TCP yang diberikan. Persentase kolonisasi tertinggi diperoleh dengan pemberian TCP sebesar 60 mg
33
P 2 O 5 /tanaman. Pada perlakuan kontrol tidak dijumpai kolonisasi cendawan baik pada Z. mays maupun S. selanica (Tabel 2). Tabel 2
Persentase kolonisasi Penicillium sp. 8 minggu setelah inokulasi dengan perlakuan P berbeda
Jenis Tanaman
Z. mays
S. selanica
Perlakuan (mg P 2 O 5 /tanaman) 60 - Penicillium sp 0 + Penicillium sp. 30 + Penicillium sp. 60 + Penicillium sp. 60 - Penicillium sp 0 + Penicillium sp. 30 + Penicillium sp. 60 + Penicillium sp.
% Kolonisasi Penicillium sp. 0.0a 91.7b 96.7b 100.0b 0.0a 10.8b 39.2c 55.0d
% Kolonisasi DSE 0.0 0.0 0.0 0.0 14.2a 30.8ab 26.7ab 40.0b
Ket:
Angka dalam kolom yang sama pada masing-masing kelompok dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P<0.05
4.1.5
Respon Tumbuh Tanaman Uji yang Diinokulasi Penicillium sp.
Tabel 3 Pengaruh perlakuan P terhadap pertumbuhan tanaman uji yang diinokulasi Penicillium sp. Jenis Tanaman
Z. mays
S. selanica
Ket:
34
Δ Tinggi Tan (cm)
BB Tan (g)
BK Tan (g)
Panjang Akar (cm)
BB Akar (g)
60 - Penicillium sp.
10.64a
6.57b
0.85a
26.00a
2.28a
0 + Penicillium sp.
11.66a
4.15a
0.66a
34.98b
3.03ab
30 + Penicillium sp.
12.30a
9.42c
1.07b
41.06b
3.3ab
60 + Penicillium sp.
16.16b
11.81d
1.55c
43.24b
3.74b
60 - Penicillium sp.
4.06a
1.53a
0.53a
10.22a
0.44a
0 + Penicillium sp.
3.80a
1.21a
0.47a
9.78a
0.43a
30 + Penicillium sp.
4.73a
1.59a
0.57a
10.30a
0.48ab
60 + Penicillium sp.
a
b
b
b
Perlakuan (mg P 2 O 5 /tanaman)
5.94
2.29
0.82
12.44
0.72b
Angka dalam kolom yang sama pada masing-masing kelompok dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P<0.05. BB = bobot basah; BK = bobot kering; Tan = tanaman.
Gambar 15
Kurva respon tumbuh tanaman uji terhadap dosis P. ( = Z. mays; = S. selanica) 35
Inokulasi Penicillium sp. terhadap sistem perakaran tanaman uji dapat meningkatkan pertumbuhan kedua tanaman uji secara signifikan dengan pemberian P dosis normal (60 mg P 2 O 5 /tanaman) kecuali untuk pertambahan tinggi tanaman S. selanica bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa inokulasi (Tabel 3). Respon tumbuh tanaman uji dinyatakan dengan pertambahan tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering tanaman, panjang akar serta bobot basah akar. Pemberian P sebesar 30 mg P 2 O 5 /tanaman juga dapat meningkatkan tiga parameter respon tumbuh Z. mays (bobot basah dan bobot kering tanaman serta panjang akar) walaupun peningkatannya tidak sebesar dosis 60 mg P 2 O 5 /tanaman. Sementara itu, kolonisasi Penicillium sp. tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan S. selanica pada pemberian P 30 mg P 2 O 5 /tanaman. Perlakuan P sebesar 0 mg P 2 O 5 /tanaman memberikan respon tumbuh paling rendah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil analisis kurva respon tumbuh tanaman uji terhadap pemberian berbagai taraf P (0 mg, 30 mg dan 60 mg P 2 O 5 /tanaman) menunjukkan adanya hubungan antara dosis P dengan respon pertumbuhan tanaman. Semua parameter respon tumbuh yang diamati membentuk kurva linear kecuali parameter bobot basah tanaman Z. mays. Bobot basah tanaman ini membentuk kurva kuadratik (Gambar 15).
4.1.6 Serapan Hara Tanaman Uji yang Diinokulasi Penicillium sp. Kolonisasi Penicillium sp. mempengaruhi serapan hara kedua tanaman uji secara nyata pada perlakuan P normal (60 mg P 2 O 5 /tanaman), sedangkan pemberian P 30 mg P 2 O 5 /tanaman memberikan pengaruh yang hampir sama dengan tanaman kontrol kecuali serapan K untuk tanaman S. selanica (Tabel 4). Kolonisasi cendawan pada kedua tanaman yang diberi perlakuan 0 mg P 2 O 5 /tanaman memberikan respon daya serap hara paling rendah untuk semua perlakuan.
36
Tabel 4 Pengaruh berbagai perlakuan P terhadap serapan hara tanaman uji Tanaman
Perlakuan (mg P 2 O 5 /tanaman)
3.92
33.14ab
8.33
3.69
24.39a
1.58
16.95b
3.48
37.34b
3.72c
1.72
26.64c
3.71
57.47c
0.11
0.59ab
1.01
5.38ab
0.78
4.16a
0.47a
0.08
0.38a
0.84
3.96a
0.96
4.53a
30 + Penicillium sp.
0.57a
0.11
0.63b
1.15
6.60bc
0.73
4.19a
60 + Penicillium sp.
0.82b
0.15
1.23c
1.02
8.34c
1.19
9.73b
60 - Penicillium sp. Z. mays
S. selanica
Ket:
Rataan % P Serapan P % N Serapan N % K Serapan K (mg/tan) Jar BK Jar (mg/tan) Jar (mg/tan) 0.85ab 0.32
0 + Penicillium sp.
a
0.66
30 + Penicillium sp.
2.71b
1.73
0.07
a
0.46
1.26
1.07b
0.20
2.15b
60 + Penicillium sp.
1.55c
0.24
60 - Penicillium sp.
0.53a
0 + Penicillium sp.
14.63b a
Angka dalam kolom yang sama pada masing-masing kelompok dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P<0.05. BK= bobot kering; Jar = jaringan; tan = tanaman.
4.1.7 Viabilitas Endosimbion Delapan minggu setelah inokulasi Penicillium sp., endosimbion berhasil diisolasi kembali dari akar tanaman Z. mays dan S. selanica dan dapat tumbuh dengan baik pada media PDA. Penicillium sp. hasil reisolasi dari akar S. selanica bercampur dengan DSE dan sulit untuk dipisahkan. Pemisahan koloni dilakukan dengan cara pengenceran bertingkat. Hasil reisolasi dapat dilihat pada Gambar 16.
Penicillium sp.
Penicillium sp.
DSE a
a
Gambar 16 Reisolasi Penicillium sp. dari akar tanaman uji 8 minggu setelah inokulasi, (a) dari akar Z. mays dan (b) S. selanica.
37
4.2
Pembahasan Aspergillus dan Penicillium koleksi IPBCC yang berasal dari serasah hutan
dipterocarp dapat membentuk zona bening di sekitar koloni pada media agar Pikovskaya. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut memiliki kemampuan untuk melarutkan TCP secara in vitro. Aspergillus sp. IPBCC.09.619 dan Penicillium sp. IPBCC.09.620 merupakan dua isolat yang memiliki indeks kelarutan fosfat tertinggi, yaitu berturut-turut sebesar 0.35 (1 hsi) dan 0.69 (4 hsi) sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai cendawan pelarut fosfat. Kedua isolat ini diinokulasikan pada akar kecambah Z. mays dan S. selanica untuk dianalisis kemampuan pembentukan endosimbionnya. Aspergillus dan Penicillium telah
dilaporkan
mampu
melarutkan
fosfat
dan
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan tanaman (Pradan & Sukla 2005; Richa et al. 2007; Yadaf et al. 2011), namun kemampuan simbiosisnya belum pernah dilaporkan. Dark Septate Endophyte ditemukan pada sebagian besar kecambah S. selanica yang digunakan sebagai tanaman uji (85% dari total kecambah membawa DSE), namun hanya sedikit sel akar yang terkolonisasi DSE pada setiap potongan akar yang diamati. Keberadaan DSE tersebut diasumsikan tidak akan mengganggu kolonisasi cendawan pelarut fosfat dan pertumbuhan tanaman uji. Selain itu, adanya DSE dalam akar tanaman tidak menyebabkan gejala sakit pada tanaman uji. Jumpponen et al. (1998) menyatakan bahwa DSE diduga berfungsi sebagai cendawan mutualistik yang berperan dalam pengambilan nutrisi dan air terutama dalam kondisi lingkungan tidak menguntungkan. Kolonisasi DSE bersamaan dengan cendawan mikoriza pada suatu tanaman inang diduga membuat DSE bertindak sebagai suatu sistem back up pada saat pertumbuhan cendawan mikoriza terhambat oleh kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Kemungkinan besar DSE yang ditemukan berasal dari cendawan tular benih (seed borne fungi) atau cendawan kontaminan yang masuk ke dalam biji pada saat biji jatuh ke tanah. Pengaruh DSE terhadap inokulasi Penicillium sp. dan tanaman uji belum diketahui dengan pasti, namun kemungkinan besar DSE bekerja secara sinergis dengan Penicillium sp. dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Scervino et al. (2009) menyatakan bahwa eksudat DSE (Dreschlera sp.) dapat meningkatkan
38
percabangan dan panjang hifa cendawan mikoriza Gigaspora rosea. Jumpponen et al. (1998) menumbuhkan benih Pinus contorta di tanah glasier dengan kondisi kandungan nitrogen (N) rendah. Mereka menyatakan bahwa inokulasi DSE Phialocephala fortinii dapat meningkatkan konsentrasi P pada daun dan apabila inokulasi DSE dikombinasikan dengan penambahan N, maka biomassa P. contorta meningkat sebesar 50%. Haselwandter & Read (1982) juga menyatakan bahwa inokulasi dua jenis DSE dapat meningkatkan kandungan P pada daun benih Carex firma dan C. sempervirens. Inokulasi kedua jenis DSE tersebut hanya dapat merangsang pertumbuhan C. firma. Usuki & Narisawa (2007) menyatakan bahwa DSE dapat bertindak sebagai cendawan mikoriza melalui transfer nutrisi dua arah secara in vitro. Akar tanaman merupakan salah satu habitat alami berbagai mikroorganisme termasuk cendawan. Hubungan yang terbentuk antara tanaman dan cendawan dapat berupa interaksi positif, negatif atau netral (Atlas & Barta 1998). Bentuk interaksi cendawan dengan tanaman inang dapat diketahui melalui pengamatan respon tanaman uji terhadap inokulasi cendawan. Inokulasi Aspergillus sp. pada akar kedua tanaman uji menyebabkan kerusakan akar dan daun tanaman. Gejala yang terlihat akibat inokulasi Aspergillus sp. pada Z. mays adalah layu daun dan busuk akar sedangkan daun S. selanica bebercak kuning dan agak keriput, akar menjadi hitam dan mati. Adanya kerusakan jaringan tanaman inang yang disebabkan oleh inokulasi Aspergillus sp. mengindikasikan bahwa cendawan ini bukan endosimbion akar kedua tanaman uji sehingga dapat dikatakan bahwa Aspergillus sp. adalah cendawan patogen Z. mays dan S. selanica. Hal ini sesuai dengan definisi patogen yang dinyatakan oleh Cassadeval & Pirofski (2000). Menurut definisi tersebut, patogen adalah mikroba yang mampu menyebabkan kerusakan tubuh inang. Penicillium sp. dapat mengkolonisasi epidermis dan korteks akar Z. mays dan S. selanica tanpa menyebabkan gejala sakit pada tanaman. Kolonisasi pada bagian empulur tidak ditemukan sampai akhir pengamatan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Penicillium sp. merupakan cendawan endosimbion kedua tanaman uji (Saikkonen et al. 1998). Kontak awal Penicillium sp. dengan akar kedua tanaman terjadi pada daerah akar rambut dan permukaan akar. Hal ini
39
sesuai dengan pendapat Lagopodi et al. (2002); Olivain & Alabouvette (1999) bahwa Fusarium oxysporum pertama kontak dengan akar tomat juga pada bagian akar rambut. Kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays dimulai dengan masuknya hifa ke dalam akar melalui rongga intersel epidermis. Struktur khusus penetrasi tidak terlihat melalui teknik pewarnaan biru tripan. Namun melalui pengamatan SEM terlihat bahwa hifa menembus epidermis akar melalui struktur mirip apresorium yang menyebabkan sel akar berlubang sehingga hifa dapat melakukan penetrasi. Kolonisasi pada akar S. selanica dimulai dengan terbentuknya tonjolan hifa pada permukaan akar dan kemudian berkembang menjadi struktur seperti apresorium. Massa miselium yang menempel pada permukaan akar juga dapat mempenetrasi dinding sel. Cara penetrasi Penicillium sp. pada akar Z. mays dan S. selanica berbeda, namun dapat dikategorikan ke dalam mekanisme penetrasi secara aktif, artinya cendawan dapat secara langsung menembus sel akar tanpa pelukaan terlebih dahulu (Lagopodi et al. 2002). Setelah berada di dalam akar, hifa Penicillium sp. tumbuh secara interseluler dan mengalami kompartementasi. Hifa menonjol dan diikuti dengan terbentuknya struktur berbentuk bulat yang semakin lama semakin membesar dan bertambah banyak. Proses ini mirip dengan kolonisasi cendawan endofit Heteroconium chaetospira pada akar tanaman kubis Cina. Tiga minggu setelah inokulasi, hifa H. chaetospira membentuk cuping bulat tidak teratur di dalam sel epidermis tanaman sehat dan selanjutnya terbentuk mikrosklerosia (Ohki et al. 2002). Struktur bulat seperti noktah pada akar Z. mays selanjutnya membentuk jalinan hifa renik yang memenuhi sel akar sehingga sel terlihat berwarna biru gelap setelah diwarnai dengan biru tripan. Hifa-hifa renik yang ada di dalam sel akar akan tumbuh kembali ke arah luar membentuk struktur khas Penicillium. Struktur seperti noktah pada akar S. selanica tidak mengalami perkembangan lebih lanjut. Struktur ini hanya terlihat bertambah panjang atau berkecambah membentuk beberapa hifa renik. Perkembangan hifa di dalam sel tanaman inang tidak meluas menutupi seluruh sel seperti halnya pada akar Z. mays. Sampai saat ini belum ada laporan secara rinci tentang proses kolonisasi cendawan pada akar tanaman, mulai dari kontak awal, penetrasi, perkembangan cendawan di dalam sel
40
akar, sampai hifa eksternal keluar kembali dari sel yang terkolonisasi. Oleh sebab itu, hasil penelitian ini merupakan laporan pertama tentang proses kolonisasi cendawan endosimbiotik akar pelarut fosfat secara lengkap. Inokulasi Penicillium sp. pada akar Z. mays menyebabkan terjadinya perubahan morfologi beberapa bagian ujung akar. Ujung akar membesar dan bercabang dua atau tiga dan selanjutnya tidak bertambah panjang lagi. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa setiap sel-sel ujung akar berisi gulungan hifa. Perubahan morfologi akar Z. mays tersebut tidak sama dengan perubahan morfologi akar yang dikolonisasi oleh cendawan ektomikoriza yang membentuk percabangan dikotomus (Smith & Read 1997). Sementara itu, inokulasi Penicillium sp. pada akar S. selanica tidak menyebabkan terjadinya perubahan morfologi akar. Penicillium sp. tidak membentuk vesikula dan arbuskula di dalam sel akar tanaman uji sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam cendawan mikoriza (Brundrett 2004). Inokulasi Penicillium sp. terhadap akar tanaman uji dapat meningkatkan pertumbuhan kedua tanaman uji secara signifikan dengan pemberian 60 mg P 2 O 5 /tanaman kecuali untuk pertambahan tinggi tajuk S. selanica bila dibandingkan dengan tanaman kontrol tanpa inokulasi cendawan. Bobot kering tanaman merupakan parameter tumbuh yang mengalami peningkatan paling besar pada kedua jenis tanaman uji (82% untuk Z. mays dan 54.7% untuk S. selanica). Peningkatan respon tanaman uji yang diinokulasi Penicilium sp. pelarut fosfat ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Reyes et al. (2002) menyatakan bahwa P. rugulosum hanya dapat meningkatkan bobot kering tanaman Z. mays sebesar 3.6-28.6%. Peningkatan bobot kering tajuk tanaman buncis yang diinokulasi P. citrinum hanya sebesar 10.7% dan bila inokulasi P. citrinum digabung dengan Aspergillus niger, bobot kering tanaman meningkat lebih tinggi sebesar 56.8% (Yadav et al. 2011). Kucey (1987) juga menyatakan bahwa P. bilaji dapat meningkatkan bobot kering gandum dan penyerapan P. Inokulasi Penicillium sp. terhadap akar Z. mays dengan pemberian 30 mg P 2 O 5 /tanaman dapat meningkatkan tiga parameter respon tumbuh secara signifikan (bobot basah tanaman 43.3%, bobot kering tanaman sebesar 26% serta panjang akar sebesar 58%). Hal ini mengindikasikan bahwa inokulasi Penicillium
41
sp. terhadap tanaman Z. mays dengan pemberian P setengah dari dosis sudah dapat memicu peningkatan pertumbuhan tanaman dan penggunaan P dapat dihemat sebesar 50%. Musfal (2010) menyatakan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) juga dapat meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk NPK sampai 50% pada tanaman jagung. Selain dapat melarutkan fosfat, cendawan juga membantu menjangkau nutrisi yang jauh dari akar. Hifa cendawan yang berukuran jauh lebih kecil (1/10) dibandingkan dengan akar tanaman memberi kemudahan bagi hifa masuk jauh sampai ke pori-pori tanah untuk menjangkau P dan air (Smith et al. 2003). Sementara itu, kolonisasi Penicillium sp. tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan S. selanica yang diberi 30 mg P 2 O 5 /tanaman. Hal ini diduga
terjadi
karena
S.
selanica
merupakan
tanaman
tahunan
yang
perkembangannya lebih lambat dibandingkan dengan tanaman setahun dan karena adanya perbedaan morfologi akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Marschner (1995) bahwa parameter penting yang menentukan efisiensi pengambilan P berhubungan dengan morfologi, sifat biokimiawi dan fisiologis akar. Selain itu persentase kolonisasi Penicillium sp. pada akar S. selanica juga lebih kecil bila dibandingkan dengan persentase kolonisasi Penicillium sp. pada akar Z. mays. Chuang et al. (2006) juga menyatakan bahwa respon tumbuh tanaman Brassica berkorelasi positif dengan persentase kolonisasi A. niger. Aplikasi berbagai dosis TCP terhadap tanaman uji yang diinokulasi Penicillium sp. memberi respon tumbuh berupa kurva linear. Hal ini berarti bahwa dosis TCP yang diberikan sampai 60 mg P 2 O 5 /tanaman belum mencapai titik maksimum, terutama terhadap S. selanica. Parameter bobot basah tanaman Z. mays membentuk kurva kuadratik. Kurva pertumbuhan kuadratik ini dapat digunakan untuk memperkirakan dosis pupuk yang optimum berdasarkan persamaan garis regresi yang diplot dengan model kuadratik. Rekomendasi pupuk dalam bentuk dosis optimum TCP (mg P 2 O 5 /tanaman) ditentukan melalui perhitungan hasil pada saat mencapai 90% dari hasil maksimum (Amisnaipa et al. 2009; Siswanto et al. 2004). Hasil analisis menunjukkan bahwa dosis maksimum untuk memperoleh bobot basah tanaman Z. mays sebesar 10.42 g adalah 56 mg P 2 O 5 /tanaman. Artinya, peningkatan kandungan P media hingga 56 mg
42
P 2 O 5 /tanaman akan meningkatkan bobot basah tanaman Z. mays, namun bila melebihi dosis tersebut tidak akan terjadi peningkatan bobot basah tanaman bahkan terjadi penurunan. Dosis optimum TCP untuk memberikan hasil bobot basah tanaman yang menguntungkan secara ekonomis adalah 22.25 mg P 2 O 5 /tanaman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa inokulasi Penicillium sp. dapat menghemat pemakaian TCP lebih dari 50%. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan kedua tanaman uji, inokulasi Penicillium sp. juga dapat meningkatkan vigor tanaman. Daun Z. mays dan S. selanica berwarna lebih hijau bila dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi. Wu et al. 2011 juga menyatakan kandungan klorofil maksimum tanaman Bermudagrass yang dikolonisasi oleh cendawan mikoriza arbuskula relatif lebih tinggi dibandingkan tanaman non-mikoriza. Daun S. selanica berukuran lebih besar dan jumlahnya lebih banyak. Batang S. selanica juga lebih besar dan kokoh daripada tanaman kontrol. Kolonisasi Penicillium sp. mempengaruhi serapan hara kedua tanaman uji secara nyata dengan pemberian 60 mg P 2 O 5 /tanaman. Inokulasi Penicillium sp. pada tanaman Z. mays dan S. selanica secara berturut-turut mampu menyerap P sebesar 3.7 mg dan 1.2 mg P 2 O 5 /tanaman. Serapan P ini lebih tinggi 37% dan 103% bila dibandingkan dengan serapan P tanaman kontrol. Pradhan & Sukla (2005); Kucey (1987); Reyes et al. (2002) juga menyatakan bahwa inokulasi cendawan pelarut fosfat dapat meningkatkan serapan P tanaman. Seiring dengan meningkatnya serapan P, serapan N dan K kedua tanaman juga meningkat pada pemberian 60 mg P 2 O 5 /tanaman. Peningkatan serapan N dan K tanaman Z. mays berturut-turut sebesar 82.2% dan 67.7% sedangkan serapan N dan K tanaman S. selanica berturut-turut meningkat sebesar 53.7% dan 130%. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa serapan P berkorelasi positif dengan serapan N dan K dengan koefisien korelasi berturut-turut 0.92 dan 0.88. Peningkatan serapan N dan K diduga berhubungan dengan peningkatan ketersediaan P oleh Penicillium sp melalui aktivitas pelarutan fosfat. Asumsi ini sesuai dengan pendapat Shehu et al. (2010) dan Rao et al. (1982) yang menyatakan bahwa suplai unsur P yang memadai bagi tanaman biasanya berasosiasi dengan peningkatan densitas dan proliferasi akar sehingga membantu eksplorasi air dan nutrisi lain. Serapan P pada
43
pemberian 30 mg P 2 O 5 /tanaman tidak berbeda nyata dengan tanaman kontrol, sehingga inokulasi Penicillium sp. dapat meningkatkan efisiensi serapan P sebesar 50%.
44
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Penicillium sp. dan Aspergillus sp. merupakan cendawan pelarut fosfat
dengan indeks kelarutan fosfat berturut-turut sebesar 0.69 dan 0.35. Sebelum inokulasi kapang, akar Z. mays bebas cendawan endosimbion sedangkan S. selanica membawa DSE (85%). Diantara kedua isolat ini, hanya Penicillium sp. yang merupakan endosimbion akar Z. mays dan S. selanica. Kolonisasi akar Z. mays dimulai dengan masuknya hifa ke dalam epidermis akar dan dilanjutkan dengan pembentukan struktur seperti noktah. Struktur ini bertambah banyak dan menyebar dalam sel serta berkecambah membentuk hifa renik yang memenuhi sel. Selanjutnya hifa tumbuh keluar permukaan akar membentuk hifa eksternal dengan ciri khas Penicillium. Kolonisasi pada akar S. selanica sedikit berbeda dengan Z. mays. Struktur seperti noktah tidak mengalami perkembangan lebih lanjut, namun hifa eksternal tetap terlihat pada akhir pengamatan. Inokulasi dan kolonisasi Penicillium sp. pada pemberian 60 mg P 2 O 5 /tanaman dapat meningkatkan hampir semua parameter respon tumbuh yang diamati kecuali pertambahan tinggi tanaman S. selanica. Bobot kering kedua tanaman merupakan parameter tumbuh yang mengalami peningkatan paling besar pada kedua jenis tanaman uji (82% untuk Z. mays dan 54.7% untuk S. selanica). Aplikasi TCP sampai dosis 60 mg P 2 O 5 /tanaman terhadap tanaman uji yang diinokulasi Penicillium sp. memberi respon tumbuh berbentuk kurva linear yang berarti dosis maksimum belum tercapai. Namun parameter bobot basah tanaman Z. mays membentuk kurva kuadratik dengan dosis optimum TCP yang dapat direkomendasikan adalah 22.25 mg P 2 O 5 /tanaman. Pemberian TCP pada dosis ini dapat menghemat TCP sampai lebih dari 50%. Kolonisasi Penicillium sp. meningkatkan serapan P kedua tanaman uji secara nyata pada pemberian 60 mg P 2 O 5 /tanaman yaitu berturut-turut sebesar 3.7 mg dan 1.2 mg P 2 O 5 /tanaman (37% dan 103% lebih tinggi dari serapan P tanaman kontrol). Serapan P berkorelasi positif dengan serapan N dan K sehingga memberi keuntungan lebih pada tanaman uji.
45
5.2
Saran Potensi Penicillium sp. sebagai endosimbion akar pelarut fosfat terhadap Z.
mays dan S. selanica baru dilakukan dalam skala laboratorium, sehingga aplikasi dilapangan belum diketahui. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian serupa dalam skala yang lebih besar di lapangan.
46
DAFTAR PUSTAKA Ali Khan A, Jilani G, Akhtar MS, Naqvi SMS, Rasheed M. 2009. Phosphorus solubilizing bacteria: Occurance, mechanisms and their role in crop production. J Agric Biol Sci 1(1): 48-58. Altomare C, Norvell WA, Bjbrkman T, Harman GE. 1999. Solubilization of phosphates micronutrients by the plantgrowth promoting and biocontrol fungus Trichoderma harzianum Rifai 1295-22. Appl Environ Microbiol 65:2926-2933. Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R, Purnomo DW. 2009. Penentuan kebutuhan pupuk kalium untuk budidaya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethilene. J Agron Indones 37(2):115-122. Atlas RM, Bartha R. 1998. Mycrobial Ecology Fundamental and Appilcation. Fourth Edition. New York: Benjamin Cumming. Barker SJ, Tagu D, Delp G. 1998. Regulation of root and fungal morphogenesis in mycorrhizal symbioses. Plant Physiol 116:1201-1207. Barrow JR, Osuna P. 2002. Phosphorus solubilization and uptake by dark septate fungi in fourwing saltbush, Atriplex canescens (Pursh) nutt. J Arid Environ 51:449-459. Bhagobaty RK, Joshi SR, Kumar R. 2010. Penicillium verruculosum RS7PF: A root fungal endophyte associated with an ethno-medicinal plant of the indigenous tribes of Eastern India. Afr J Microbiol Res 4(9):766-770. Brundrett MC, Piché Y, Peterson RL. 1984. A new method for observing the morphology of vesicular-arbuscular mycorrhizae. Can J Bot 62:2128-2134. Brundrett MC. 2004. Diversity and classification of mychorrhizal associations. Biol Rev 78:473-495. Bucher M. 2007. Functional biology of plant phosphate uptake at root and mycorrhiza interfaces. Review. New Phytologist 173:11-26. Casadeval A, Pirofski LA. 2000. Host-pahogen interaction: Basic concepts of microbial commensalism, colonization, infection and disease. Infect Immunity 68(12):6511-6518. Chen YP, Rekha PD, Arun AB, Shen FT, Lai WA, Young CC. 2006. Phosphate solubilizing bacteria from subtropical soil and their tricalcium phosphate solubilizing abilities. Appl Soil Ecol 34:33-41.
47
Chuang C-C, Yu-Lin K, Chao CC, Chao WL. 2006. Solubilization of inorganic phosphates and plant growth promotion by Aspergillus niger. Bio Fertils Soil:140-147. Fernando AA, Currah RS. 1995. Leptodontidium orchidicola (Mycelium Radicis Atrovirens complex): aspects of its conidiogenesis and ecology. Mycotaxon 54:287-294. Gardner RO. 1975. On overview of botanical clearing technique. Stain Technol 50:99-105. Goldstein AH. 1986. Bacterial solubilization of mineral phosphates: historical perspectives and future prospects. Am J Altern Agric 1:51-57. Hao X, Cho CM, Racz GJ, Chang C. 2002. Chemical retardation of phosphate diffusion in an acid soil as affecting by liming. Nutr Cycl Agroecsys 64:213224. Haselwandter K, Read DJ. 1982. The significance of root fungus association in two Carex species of high-alpine plant communities. Oecologia 53:352-354. Holford ICR. 1997. Soil phosphorus: it’s measurement, and its uptake by plant. Aust J Soil Res 35:227-239. Imaningsih W. 2010. Potensi cendawan asal serasah tanaman hutan sebagai IAA (Indole-3-acetic acid) dan sebagai dekomposer [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jones JB. 1998. Plant Nutrition Manual. Florida: CRC Press. Jumpponen A, Mattson KG, Trappe JM. 1998. Mycorrhizal functioning of Phialocephala fortinii : interactions with soil nitrogen and organic matter. Mycorrhiza 7: 261-265. Jumpponen A, Trappe JM. 1998. Dark septate endophytes: a review of facultative biotrophic root colonizing fungi. New Phytol 140:295–310. Jummponen A. 2001. Dark septate endophytes – are they mycorrhizal. Mycorrhiza 11:207-211. Koike N, Hyakumachy M, Kageyama K, Tsuyumu S, Doke N. 2001. Induction of systemic resistance in cucumber againts several diseases by plant growth promoting fungi: lignification and superoxide generation. Europ J Plant Pathol 107:523-533. Kormanick PP, McGraw AC. 1982. Quantification of Vesicular-Arbuscular Mycorrhiza in Plant Roots. St Paulus: The American Phytophatology Society.
48
Kucey RMN. 1987. Increased phosphorus uptake by wheat and field beans inoculated with a phosphorus-solubilizing Penicillium bilaji strain and with vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi. Appl Environ Microbiol 53(12):2699-2703. Lagopodi AL, Ram AFJ, lamers GEM, Punt PJ, Honder CAMJJ van den , Lugtenberg BJJ, Bloemberg GV. 2002. Novel aspect of tomato root colonization and infection by Fusarium oxysporum f. sp. radicis-lycopersici revealed by confocal laser scanning microscopic analysis using the green fluorescent protein as a marker. MPMI 15(2):172-197. Lewinson D, Lewinson E, Bertagnolli CL, Partridge AD. 1994. Blue stain fungi and their transport structure on the Douglas-fir beetles. Can J For Res 24:2275-2283. Maciá-Vicente JG, Hans-Börje J, Lopez-Llorca LV. 2009. Assesing fungal root colonization for plant improvement. Plant Signal Behav 4(5):445-447. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. London: Academic Press. Mosali J, Girma K, Teal RK, Freeman KW, Martin KL, Raun WR. 2005. Effect of foliar application on winter grain yield, phosporus uptake and use efficiency. J Plant Nutr 29:2147-2163 Musfal. 2010. Potensi cendawan mikoriza arbuskula untuk meningkatkan hasil tanaman jagung. J Litbang Pertanian 29(4):154-158. Nahas E. 1996. Factors determining rock phosphate solubilization by microorganism isolated from soil. World J Microb Biotechnol 12:18-23. Nenwani V, Doshi P, Saha T, Rajkumar S. 2010. Isolation and characterization of a fungal isolate for phosphate solubilizaion and plant growth promoting activity. J Yeast Fungal Res 1(1):009-014. Ohki T, Masuya H, Yonezawa M, Usuki F, Narisawa K, Hashiba T. 2002. Colonization process of the root endophytic fungus Heteroconium chaetospira in roots of Chinese cabbage. Komunikasi singkat. Mycoscience 43:191-194. Olivain C, Alabouvette C. 1999. Process of tomato root colonization by a pathogenic strain of Fusarium oxysporum f. sp. lycopersici in comparison with a non-pathogenic strain. New Phytol 141:497-510. Pandya U, Saraf M. 2010. Application of fungi as biocontrol agent and their biofertilizer potential in agriculture. J Adv Dev Res 1(1): 90-99.
49
Panhwar QA, Radziah O, Sariah M, Ismail MR. 2009. Solubilization of different phosphate forms by phosphate solubilizing bacteria isolated from arabic rice. Int J Agric Biol 11(6):667-673. Pradhan N, Sukla LB. 2005. Solubilization of inorganic phosphates by fungi isolated from agriculture soil. Afr J Biotechnol 5(10):850-854. Rao AV, Venkateswarin, Kami P. 1982. Isolation of a phosphate dissolving actinomycete. Curr Sci 51: 1117-1118. Reyes I, Bernier L, Antoun H. 2002. Rock phosphate solubilization and colonization of maize rizosphere by wild and genetically modified strains of Penicillium rugulosum. Microb Ecol 44: 39-48. Richa G, Koshla B, Reddy MS. 2007. Improvement of maize plant growth by phosphate solubilizing fungi in rock phosphate amended soils. World J Agri Sci 3(4):481-484. Sabannavar SJ, Lakshman HC. 2009. Effect of rock phosphate solubilization using mychorrhizal fungi and phosphobacteria on two high yielding varieties of Sesamum indicum L. World J Agric Sci 5(4): 470-479. Sagoe CI, Ando T, Kouno K, Nagaoka T. 1998. Relative importance of proton and solution calcium concentration in phosphate rock dissolution by organic acids. Soil Sci Plant Nutr 44:617-625. Saikkonen K, Faith SH, Helander M, Sullivan TJ. 1998. Fungal endophytes: a continium interactions with hosts plants. Ann Rev Ecol Syst 29:319-343. Saraswati R. 1999. Teknologi pupuk mikrob multiguna menunjang keberlanjutan sistem produksi kedelai. Ulas Balik. J Mikrobiol Indones 4(1):1-9. Scervino JM, Gottlieb A, Silvani VA, Pérgola M, Fernández L, Godeas AM. 2009. Exudates of dark septate endophyte (DSE) modulate the development of the arbuscular mycorrhizal fungus (AMF) Gigaspora rosea. Komunikasi singkat. Soil Bio Biochem 41:1753-1756. Schachtman DP, Reid RJ, Ayling SM. 1998. Phosphorus uptake by plant: From soil to cell. Plant Physiol 116:447-453. Shehu HE, Kwari JD, Sandabe MK. 2010. Effects of N, P and K fertilizers on yield, content and uptake of N, P and K by Sesame (Sesamum indicum). Int J Agric Biol 12: 845–850. Shivanna MB, Meera MS, Hyakumachy M. 1996. Role of root colonization ability of plant growth promoting fungi in the suppression of take-all and common root rot of wheat. Crop Protection 15:497-504.
50
Smith SE, Read DJ. 1997. Mycorrizhal symbiosis. San Diego, CA, USA: Academic Press. Smith SE. Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal can dominate phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol 133:16-20. Siswanto U, Sukarja EI, Risnaily. 2004. Respon tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.) pada berbagai takaran dan aplikasi vermikompos. J Ilmu-Ilmu Pangan Indones 6(2): 83-90. Theodorou ME, Plaxton WC. 1993. Metabolic adaptations of plant respiration to nutritional phosphate deprivation. Plant Physiol 101:339-344. Usuki F, Narisawa K. 2007. A mutualistic symbiosis between a dark septate endophytic fungus, Heteroconium chaetospira, and a nonmycorrhizal plant, Chinese cabbage. Mycologia 99(2):175-184. Varma A, Verma S, Sudha, Sahay N, Butehorn, Franken P. 1999. Piriformospora indica, a cultivable plant growth promoting root endophyte. Appl Environ Microbiol. 65(6):2741-2744. Vierheilig H, Schweiger P, Brundrett M. 2005. An overview of methods for the detection and observation of arbuscular mycorrhizal fungi in roots. Physiol Plant. 125:393-404. Whitelaw MA. 2000. Growth promotion of plants inoculated with phosphate solubilizing fungi. Adv Agron 69:99-151. Wu J, Sun B, Wang Y, Xin G, Ye S. Peng S. 2011. Arbuscular mycorrhizal fungal colonization improves regrowth of Bermudagrass (Cynodon dactylon L.) after cutting. Pak J Bot 43(1): 85-93. Yadav J, Verma JP, Tiwari KN. 2011. Plant growth promoting activities of fungi and their effect on chickpea plant growth. Asian J Biol Sci 4(3): 291-299.
51
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi media Pikovskaya
Glukosa
10 g
Yeast Ekstrak
0.5 g
Agar
15 g
Ca 3 (PO 4 ) 2
5g
(NH 4 ) 2 .SO 4
0.5 g
KCl
0.2 g
MgSO 4 .7H 2 O
0.1 g
MnSO 4 .H 2 O
2 mg
FeSO 4 . 7H 2 O
2 mg
Aquades
1l
Lampiran 2 Larutan Hoagland dengan TCP sebagai sumber P
Larutan stok terdiri dari: a. Hara makro Ca(NO 3 ) 2 .4H 2 O
236.1 g/l
KNO 3
101.1 g/l
Ca 3 (PO 4 ) 2
320.2 g/l
MgSO 4 .7H 2 O
246.5 g/l
b. Hara mikro (dicampur dalam 1 liter aquadestilata) H 3 BO 3
2.8 g
MnCl 2 .4H 2 O
1.8 g
ZnSO 4 .7H 2 O
0.2 g
CuSO 4 .5H 2 O
0.1 g
NaMoO 4
0.025 g
c. FeEDTA EDTA.2Na FeSO 4 .7H 2 O KOH
10.4 g/l 7.8 g/l 56.1 g/l
Larutan kerja dibuat dengan cara mencampur ketiga jenis larutan stok dengan dosis sebagai berikut: 7 ml Ca(NO 3 ) 2 stock 5 ml KNO 3 2ml Ca 3 (PO 4 ) 2 2 ml MgSO 4 1 ml hara mikro 1 ml FeEDTA aquades sampai volume 1 l
Lampiran 3 Rumus untuk menentukan kadar N, P dan K Kadar N (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk Kadar P (%)
= ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x B.A. P /B.M. PO 4 x fp x fk
Kadar K (%) = ppm kurva x ml ekstrak 1.000 ml-1 x 100 mg contoh-1 x fp x fk
Keterangan: ppm kurva
=
kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko
100
=
konversi ke %
fp
=
faktor pengenceran (10)
fk
=
faktor koreksi kadar air = 100/(100-% kadar air)
BAP
=
Ar P (31)
BM PO 4
=
Mr PO 4 (95)