POTENSI ABU CANGKANG KERANG DARAH (Anadara granosa) DENGAN VARIASI WAKTU KALSINASI SEBAGAI ADSORBEN ION Cu2+, Sn2+, CN- DAN NO3Asleni1, Itnawita2, Ganis Fia Kartika2 1
Mahasiswa Program Studi S1 Kimia Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia
[email protected] 2
ABSTRACT Cockle shell has been usually used as craft materials, while the rest was discarded as waste. This shell contains 97% of CaCO3, which recognized as an adsorbent in the ash form. This ash was produced via calcination step at 800ºC for variation time of 4, 5, and 6 hours. Each of the ash obtained were tested for the ability adsorption of through the Cu2+, Sn2+, CN- and NO3- ions with a concentration of 50 ppm and contacting for 24 hours. The ash blood cockle shells was potential as an adsorbent cations such as Cu2+ ions (98.92%) and Sn2+ ions (98.11%) that were analyzed using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), and anions such as CN- ions (57.54%) and NO3- ions (64.41%) that were analyzed using a UV-Vis spectrophotometer. Keywords: ash, adsorption, cockle shells. ABSTRAK Cangkang kerang darah biasanya hanya dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan, sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah. Cangkang ini mengandung CaCO3 sebesar 97%, sehingga sangat memungkinkan dijadikan sebagai adsorben dalam bentuk abu. Abu dapat dibuat melalui proses kalsinasi pada suhu 800ºC dengan variasi waktu kalsinasi 4, 5, dan 6 jam. Masing-masing abu yang didapat diuji kemampuan adsorpsinya terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3- dengan konsentrasi 50 ppm dan pengontakan selama 24 jam. Abu cangkang kerang darah berpotensi sebagai bahan adsorben kation seperti ion Cu2+ (98,92%) dan ion Sn2+ (98,11%) yang dianalisis menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dan anion seperti ion CN(57,54%) dan ion NO3- (64,41%) yang dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Kata kunci : abu, adsorpsi, cangkang kerang darah. PENDAHULUAN Perairan Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dengan berbagai jenis biota lautnya. Salah satu Repository FMIPA
biota tersebut adalah kerang darah. Kerang darah termasuk dalam golongan hewan mollusca, mempunyai tubuh yang lunak dan dilindungi oleh cangkang yang keras. Kerang darah hidup di perairan 1
pantai yang memiliki pasir berlumpur dengan cara membenamkan diri dan hidupnya mengelompok. Cangkang kerang mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Hal ini terlihat dari tingkat kekerasan cangkang kerang. Semakin keras cangkang, maka semakin tinggi kandungan kalsium karbonatnya (Surest dkk., 2012). Menurut Mohamed, dkk., (2012), cangkang kerang darah mengandung 97% kalsium karbonat (CaCO3), sehingga sangat berpotensi sebagai adsorben dalam proses penyerapan logam berat (Maryam, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3- melalui variasi waktu kalsinasi (4, 5, dan 6 jam) pada suhu 800⁰C. Variasi waktu digunakan karena waktu sangat mempengaruhi proses kalsinasi dalam pembentukan senyawa oksida yang akan digunakan sebagai adsorben untuk penyerapan ionion berbahaya yang berada di dalam badan perairan. Untuk menyikapi hal tersebut, maka dalam penelitian ini ingin diketahui kemampuan serapan dari abu cangkang kerang darah terhadap ion tembaga, timah, sianida dan nitrat dalam skala laboratorium. METODE PENELITIAN a. Persiapan sampel kerang darah
cangkang
Sampel yang digunakan adalah limbah cangkang kerang darah yang telah melalui proses pemasakan, yang diambil secara acak (random sampling) dari pasar selasa panam, kota Pekanbaru. Sampel yang didapat dicuci bersih dan dipisahkan dari daging yang masih melekat. Sampel dikering anginkan pada Repository FMIPA
suhu ruang, kemudian sampel dipecah kecil-kecil dengan ukuran ±1 cm. b. Proses pengabuan Krusibel yang digunakan dimasukkan ke dalam oven selama 30 menit pada suhu 105⁰C hingga beratnya konstan. Krusibel yang sudah diketahui beratnya diisi dengan sampel lalu ditimbang kembali, kemudian dilakukan proses pengabuan dalam furnace pada suhu 800⁰C dengan variasi waktu kalsinasi (4, 5, dan 6 jam). Sampel abu dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan. Setelah dingin sampel abu digerus dan diayak dengan ukuran partikel 100 dan 200 mesh. Sampel yang diambil adalah sampel yang lolos ukuran 200 mesh dan disimpan dalam desikator. c. Penentuan Kandungan Cangkang Kerang Darah
Abu
Kandungan abu cangkang kerang darah ditentukan dengan cara menimbang berat krusibel kosong hingga beratnya konstan. Setelah konstan krusibel diisi dengan cangkang kerang darah sesuai dengan ukuran krusibel, selanjutnya beratnya ditimbang (W1). Kemudian krusibel yang berisi cangkang kerang darah dimasukkan ke dalam furnace dan dipanaskan pada suhu 800ºC dengan waktu yang bervariasi (4, 5, dan 6 jam). Setelah dipanaskan, berat krusibel ditimbang kembali (W2). Sehingga dihasilkan kandungan abu cangkang kerang darah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: W
Kandungan abu (%) = W2 x100% 1
Keterangan: W1 = Berat cangkang + krusibel (g) W2= Berat abu + krusibel (g)
2
d. Penentuan kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah dengan variasi waktu kalsinasi terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3(i).
Adsorpsi ion Cu2+ menggunakan abu cangkang kerang darah
Sebanyak ±0,5 gram abu cangkang kerang darah (4, 5, dan 6 jam) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 25 mL, kemudian ditambahkan 20 mL larutan CuSO4 50 ppm. Selanjutnya campuran distirer selama 10 menit. Setelah distirer, campuran didiamkan selama 24 jam. Bagian larutan yang jernih dipipet dengan menggunakan pipet tetes dan dianalisis dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. (ii). Adsorpsi ion Sn2+ menggunakan abu cangkang kerang darah Sebanyak ±0,5 gram abu cangkang kerang darah (4, 5, dan 6 jam) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 25 mL, kemudian ditambahkan 20 mL larutan SnCl2 50 ppm. Selanjutnya campuran distirer selama 10 menit. Setelah distirer, campuran didiamkan selama 24 jam. Bagian larutan yang jernih dipipet dengan menggunakan pipet tetes dan dianalisis dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. (iii). Adsorpsi ion CN- menggunakan abu cangkang kerang darah Sebanyak ±0,5 gram abu cangkang kerang darah (4, 5, dan 6 jam) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 25 mL, kemudian ditambahkan 20 mL larutan KCN50 ppm. Selanjutnya campuran distirer selama 10 menit. Repository FMIPA
Setelah distirer, campuran didiamkan selama 24 jam. Bagian larutan yang jernih dipipet dengan menggunakan pipet tetes dan dianalisis dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. (iv). Adsorpsi ion NO3- menggunakan abu cangkang kerang darah Sebanyak ±0,5 gram abu cangkang kerang darah (4, 5, dan 6 jam) dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 25 mL, kemudian ditambahkan 20 mL larutan KNO3 50 ppm. Selanjutnya campuran distirer selama 10 menit. Setelah distirer, campuran didiamkan selama 24 jam. Bagian larutan yang jernih dipipet dengan menggunakan pipet tetes dan dianalisis dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. e. Analisis Data Analisis data dari hasil pengukuran daya serap abu cangkang kerang darah terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Kandungan abu Proses kalsinasi dilakukan pada suhu 800ºC yang bertujuan untuk menghasilkan CaO , karena cangkang kerang darah mengandung 97% CaCO3 (Mohamed, dkk., 2012) dan didapatkan hasil kalsinasi berupa abu yang berwarna putih. Dekomposisi termal CaCO3 menjadi CaO dapat dilakukan pada suhu 500 – 1000ºC (Mohamed, dkk., 2012). Mahreni dan Sulistyawati (2011) melakukan penelitian terhadap kalsinasi kulit telur yang juga mengandung 3
Kandungan Abu (%)
CaCO3 cukup tinggi, dimana suhu kalsinasi optimal terjadi pada suhu 800ºC dan didapatkan hasil kalsinasi yang berwarna putih sesuai dengan spesifikasi CaO. Pada penelitian ini, proses kalsinasi dilakukan pada suhu 800ºC dengan variasi waktu kalsinasi dari 4, 5, dan 6 jam, yang bertujuan untuk mendapatkan kerangka CaO yang optimal. Hasil kandungan abu cangkang kerang darah yang dikalsinasi pada kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 100
95,19 73,43
80
68,98
60 40 20 0 4 5 6 Waktu Kalsinasi (Jam)
Gambar 1.
Hasil kandungan abu cangkang kerang darah dengan variasi waktu kalsinasi
Gambar 1 memperlihatkan bahwa semakin lama waktu kalsinasi, kandungan abu cangkang kerang darah semakin menurun. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu kalsinasi, permukaan adsorben akan mengalami dekomposisi termal secara sempurna. Dimana senyawa kimia yang terdapat dalam cangkang kerang darah (CaCO3) mengalami dekomposisi menghasilkan senyawa oksida. Reaksi dekomposisi termal yang terjadi adalah seperti berikut (Qoniah dan Prasetyoko, 2010): CaCO3 (s) CaO (s) + CO2 (g)…….. (1) ∆
Selain itu, pembentukan CaO juga dapat dilihat dari perubahan berat sampel Repository FMIPA
sebelum dan sesudah kalsinasi dengan asumsi bahwa telah terjadi reaksi dekomposisi sesuai dengan persamaan reaksi (1). Besarnya perubahan berat abu pada suhu 800ºC selama 4 jam dan 5 jam masing-masing dari 47,21 g menjadi 45,47 g. Berdasarkan data di atas, proses kalsinasi dengan waktu 6 jam diperoleh kandungan abu yang masih menurun. Hal ini menunjukkan masih terjadinya proses dekomposisi. Kalsinasi tidak dilakukan pada waktu yang lebih lama, karena semakin lama waktu kalsinasi abu yang didapat akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan senyawa oksida yang ada akan terurai. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Asnibar (2014), bahwa dari hasil XRD cangkang kerang darah yang dikalsinasi pada suhu 800ºC didapatkan puncak-puncak mineral yang semakin menurun seiring meningkatnya waktu kalsinasi. Hal ini dikarenakan pada saat kalsinasi, mineral yang terdapat dalam cangkang kerang darah mengalami penguraian menjadi senyawa oksida. Senyawa oksida yang dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai adsorben ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3-. b. Kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah dengan variasi waktu kalsinasi terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3Gambar 2 memperlihatkan kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah yang dikalsinasi pada suhu 800ºC selama 4, 5, dan 6 jam terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3- pada konsentrasi 50 ppm (secara perhitungan) yang dikontakkan selama 24 jam. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa semakin tinggi waktu kalsinasi, kemampuan adsorpsi terhadap kation dan anion semakin besar. Semakin besar 4
kerangka CaO, luas permukaan aktif juga semakin besar, dengan kata lain jika waktu kalsinasi pendek (4 jam) didapatkan kandungan abu yang lebih besar dan kemampuan adsorpsi yang kecil. Hal ini dikarenakan kandungan abu yang tinggi dalam sampel dapat mengurangi kemampuan adsorben untuk
permukaan abu atau senyawa oksida mempunyai perbedaan potensial yang lebih besar terhadap kation dibanding anion. Jika dilihat kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah terhadap ion Cu2+ dan Sn2+, didapatkan kemampuan adsorpsi ion Cu2+ lebih besar
Kemampuan Adsorpsi (%)
120 100
95,22
98,79 98,92
4 Jam
96.60 97,36 98,11
5 Jam
6 Jam
80 62,88 64,41 54,99 57,54
60
57.20
44,14
40 20 0 Cu2+
Gambar 2.
Sn2+ CNJenis Adsorbat
NO3-
Kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah dengan variasi waktu kalsinasi terhadap ion Cu2+, Sn2+, CN- dan NO3-
mengadsorpsi adsorbat, karena kandungan mineral yang terdapat dalam abu seperti kalium, natrium, magnesium dan kalsium akan menyebar ke dalam permukaan adsorben sehingga akan menutupi pori-pori adsorben (Pari dan Sailah, 2001). Gambar di atas menjelaskan bahwa kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah lebih tinggi pada kation (Cu2+ dan Sn2+) dibandingkan anion (CN- dan NO3-), karena adsorben mengandung senyawa oksida yang bersifat lebih elektronegatif. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Surest, dkk. (2012), bahwa abu cangkang kerang darah yang dikalsinasi pada suhu 800ºC menghasilkan senyawa oksida yang bersifat elektronegatif, seperti CaO, SiO2, Fe2O3, Al2O3 dan MgO. Sehingga Repository FMIPA
dibandingkan ion Sn2+. Hal ini dikarenakan ukuran jari-jari ion Cu2+ (0,69 Ǻ) (Sukardjo, 1992) lebih kecil dibandingkan ukuran jari-jari ion Sn2+ (0,93 Ǻ) (Achmad, 1992), sedangkan diameter pori dari kerangka CaO sebesar 17,37 m2/g (Pahlevi, dkk., 2015). Sehingga interaksi antara gugus aktif (CaO) yang terdapat di dalam adsorben dengan ion Cu2+ lebih kuat jika dibandingkan dengan Sn2+. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartati, dkk. (2011), bahwa adsorpsi kitosan-bentonit terhadap ion Fe3+ lebih besar dibandingkan residu logam lainnya seperti ion Cu2+, Cd2+, diazon dan endosulfan, yang disebabkan oleh perbedaan ukuran molekul adsorbat. Hal yang sama juga telah dijelaskan oleh Santoso, dkk. (2010), bahwa adsorpsi 5
biosorben khitosan terhadap ion Cu2+ lebih kuat dibandingkan dengan ion Ni2+. Fakta ini dapat dikaitkan dengan ukuran jari-jari ion dari adsorbat. Jika dilihat kemampuan adsorpsi abu cangkang kerang darah terhadap ion NO3- dan CN-, diperoleh kemampuan adsorpsi ion NO3- lebih besar dibandingkan ion CN-. Hal ini disebabkan perbedaan ukuran molekul dari adsorbat. Dimana ukuran molekul ion NO3- (1,21 Å) lebih besar dibandingkan dengan ion CN- (1,15 Å) (Sukardjo, 1989).
Produksi Biodisel Dengan Katalis CaO Dari Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa) Kalsinasi 800oC. Skripsi. FMIPA-UR, Pekanbaru. Hartati, C.S., Permanasari, A. dan Zackiyah. 2011. Adsorpsi Simultan Kitosan-Bentonit Terhadap Ion Logam Dan Residu Pestisida Dalam Air Minum Dengan Teknik Batch. Seminar Nasional Kimia UNJAJI. UPI.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa abu cangkang kerang darah berpotensi sebagai adsorben ion Cu2+ (98,92%), Sn2+ (98,11%), CN- (57,54%) dan NO3(64,41%). Kemampuan adsorben dalam mengadsorpsi adsorbat semakin besar seiring meningkatnya waktu kalsinasi.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini yaitu: Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau, Laboratorium Air Fakultas Teknik Universitas Andalasdan Laboratorium Pengujian Air Unit Pelaksanaan Teknis Pengujian Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, H. 1992. Kimia Unsur dan Radiokimia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Asnibar,
S. 2014. Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas Untuk
Repository FMIPA
Mahreni dan Sulistyawati, E. 2011. Pemanfaatan Kulit Telur Sebagai Katalis Biodisel Dari Minyak Sawit Dan Metanol. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. FT-Universitas Diponegoro, Semarang. Maryam, S. 2006. Pengaruh Serbuk Cangkang Kerang Darah Sebagai Filter Terhadap SifatSifat Dari Mortar. Skripsi. FMIPA-USU, Medan. Mohamed, M. Yusup, S. dan Maitra, S. 2012. Decomposition Study of Calcium Carbonate in Cockle Shell. Journal of Engineering Science and Technology, Malaysia. 7(1): 1-10. Pahlevi, M.R., Nurhayati dan Sofia, A. 2015. Variasi Berat Katalis dan Suhu Reaksi Transesterifikasi Crude Palm Oil Menggunakan Katalis Cangkang Kerang Darah Kalsinasi 800ºC. JOM FMIPA-UR. 2(1): 186-191. Pari, G. dan Sailah, I. 2001. Pembuatan Arang Aktif dari Kelapa Sawit 6
dengan Bahan Pengaktif NH4HCO3 dan (NH4)2CO3 Dosis Rendah. Bluten Penelitian Hasil Hutan, Bogor. 19(4): 231-244. Qoniah, I. dan Prasetyoko, D. 2010. Penggunaan Cangkang Bekicot Sebagai Katalis Untuk Reaksi Transesterifikasi Refined Palm Oil. Prosiding Skripsi. FMIPAITS, Surabaya. Santoso, E., Juwono, H., Jayanti, D.D. dan Rachmawati, R. 2010. Studi Komparatif Kurva Break Through Pemisahan Ion Cu2+ Dan Ni2+ Dari Larutan Dengan Pelet Komposit Cangkang Kupang–KhitosanTerikatsilang Dalam Up Flow Fixed Bed Column. Seminar Nasional Kimia. FMIPA-ITS, Surabaya.
Repository FMIPA
Sukardjo. 1989. Ikatan Kimia. Rineka Cipta, Yogyakarta. Sukardjo. 1992. Kimia Koordinasi. Rineka Cipta, Jakarta. Surest,
A.H., Wardani, A.R., dan Fransiska, R. 2012. Pemanfaatan Limbah Kulit Kerang Untuk Menaikkan pH Pada Proses Pengelolaan Air Rawa Menjadi Air Bersih. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang. 3(18): 10 – 15.
7