2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi dan Klasifikasi Kerang Darah (Anadara granosa) Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang
terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir dengan kedalaman 10 – 30 m (Suwignyo et al. 2005).
Menurut Broom (1985), A.granosa dapat hidup di
perairan dengan suhu optimum 20-30 ºC serta salinitas 26-31 ppt. Berikut klasifikasi kerang darah menurut Linnaeus (1978) diacu dalam Dance (1974). Filum
: Moluska
Kelas
: Pelecypoda
Ordo
: Arcoida
Famili
: Arcidae
Genus
: Anadara
Spesies : Anadara granosa Kerang darah tersebar luas di wilayah Indo-Pasifik Barat, sebelah utara Jepang, serta bagian selatan, utara, dan timur Australia (FAO 2012). Nurjanah et al. (2005) menjelaskan A. granosa disebut kerang darah karena kelompok kerang ini memiliki pigmen darah merah atau haemoglobin yang disebut bloody cockles, sehingga dapat hidup pada kondisi kadar oksigen yang relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa hidup walaupun tanpa air. Ciri-ciri kerang darah, yaitu mempunyai 2 keping cangkang yang tebal, kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm. Morfologi kerang darah dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerang darah (Anadara granosa) (FAO 2012).
25
Populasi kerang darah tertinggi pada umumnya ditemukan di daerah pasang surut berlumpur lunak yang berbatasan dengan hutan bakau. Kepadatan tertinggi A. granosa terdapat pada hamparan lumpur pantai tetapi tidak terletak di daerah mulut atau muara sungai dengan salinitas bervariasi yang dipengaruhi oleh musim. Kerang darah yang hidup pada perairan selama enam bulan panjangnya 4-5 mm, sedangkan kerang yang berada selama satu tahun pada perairan memiliki panjang 30 mm. Hal tersebut dapat bervariasi tergantung dengan kondisi lingkungan seperti suhu air, kandungan oksigen terlarut, amonia, dan salinitas (Broom 1985). 2.2
Komposisi Kimia Kerang Darah (Anadara granosa) Kualitas dan keamanan konsumsi produk-produk perikanan merupakan hal
yang sangat penting dan perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan dibukanya perdagangan bebas, karena menyangkut kepercayaan konsumen dalam dan luar negeri terhadap produk yang dihasilkan (Murtini dan Ariyani 2005). Kandungan nutrisi kerang sangat mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Permintaan berbagai jenis kerang terus mengalami peningkatan, sehingga diperlukan tindakan nyata dari berbagai pihak untuk mencapai target konsumsi kerang. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengetahui komposisi kimia pada daging kerang, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna mengenai kandungan gizi kerang (Jacoeb et al. 2008). Komposisi mineral kerang secara umum dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi mineral kerang (dalam 100 g) Komponen Natrium (mg) Kalium (mg) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Seng (mg) Tembaga (mg)
Jumlah 313,650 227,800 28,050 31,450 242,250 5,712 2,269 0,127
Sumber : USDA (2006)
Komposisi kimia kerang darah dinyatakan dalam presentase dari unsurunsur air, abu, protein, dan lemak. Komposisi kimia bahan baku sangat bervariasi
36
tergantung pada ukuran, jenis kelamin, tingkat kematangan seksual, maupun waktu penangkapan biota. Komposisi kimia kerang dari berbagai hasil penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia kerang Komposisi kimia Kadar Air Kadar Protein Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Karbohidrat 2.3
Daluningrum (2009) 81,81 % (bb) 11,84 % (bb) 2,00 % (bb) 0,60 % (bb) 3,75 % (bb)
Nurjanah et al. (2005) 74,37 % (bb) 19,48 % (bb) 2,24 % (bb) 2,50 % (bb) 1,41 % (bb)
Yusefi (2011) 80,43 % (bb) 9,72 % (bb) 1,90 % (bb) 3,85 % (bb) 4,10 % (bb)
Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peran penting dalam
pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Disamping itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim. Sumber mineral yang paling baik adalah makanan hewani. Berdasarkan kebutuhannya mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yag dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2009). 2.3.1 Mineral makro Mineral makro berfungsi sebagai bagian dari zat yang aktif dalam metabolisme atau struktur sel dan jaringan. Adapula yang memegang fungsinya di dalam cairan tubuh, baik intraseluler maupun ekstraseluler (Sediaoetama 1993). Mineral makro terdiri dari natrium, kalsium, kalium, klorida, fosfor, sulfur, dan magnesium (Almatsier 2009). a)
Natrium (Na) Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Sebanyak 35-40%
natrium ada dalam kerangka tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur atau NaCl. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu, tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah 500 mg (Almatsier 2009).
4 7
Kekurangan natrium disebabkan oleh berkurangnya cairan ekstraseluler sehingga tekanan osmotik dalam tubuh menurun. Natrium dalam jumlah banyak akan menyebabkan orang muntah-muntah atau diare, kejang, dan kehilangan nafsu makan. Pada saat kadar natrium dalam darah turun, maka perlu diberikan natrium dan air untuk mengembalikan keseimbangan (Almatsier 2009). Kelebihan kadar natrium akan menyebabkan hipertensi, banyak ditemukan pada masyarakat yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar, diantaranya pada mayarakat Asia. Hal ini disebabkan oleh pola konsumsi dengan kandungan natrium yang tinggi yaitu 7,6-8,2 g/hari (Winarno 2008). b)
Kalium (K) Kalium merupakan ion bermuatan positif (kation) utama yang terdapat di
dalam cairan intraseluler. Konsentrasi total kalium di dalam tubuh diperkirakan sebanyak 2 g/kg berat badan. Namun jumlah ini dapat bervariasi bergantung terhadap beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, dan massa otot. Di dalam tubuh, kalium mempunyai fungsi dalam menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Hampir sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat diserap oleh tubuh (Irawan 2007). Angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa adalah sebesar 2000 mg/hari. Kekurangan kalium pada manusia akan mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan dan kelumpuhan, sedangkan kelebihan akan menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta gangguan fungsi ginjal (Almatsier 2009). c)
Kalsium (Ca) Kalsium merupakan unsur terbanyak di dalam tubuh manusia. Tubuh orang
dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar 2% dari berat badan. Kalsium terkonsentrasi pada tulang, tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 2008). Kalsium hanya bisa diabsorbsi bila terdapat dalam bentuk larut air dan tidak mengendap karena unsur makanan lain, yaitu oksalat. Peningkatan kebutuhan terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, menyususi, defisiensi kalisum, dan tingkat aktivitas fisik yang meningkatkan densitas tulang. Jumlah kalsium yang dikonsumsi mempengarui absorbsi kalsium. Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat,
5
mudah bengkok dan rapuh. Semua orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun kehilangan kalsium dari tulangnya. Hal ini dinamakan osteoporosis yang dapat dipercepat oleh keadaan stres sehari-hari. Konsumsi kalsium hendaknya tidak melebihi 2.500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal dan juga konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2009). d)
Magnesium (Mg) Magnesium merupakan unsur esensial bagi tubuh. Magnesium bertindak di
dalam semua sel jaringan lunak sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologik termasuk reaksi-reaksi yang berkaitan dengan metabolisme, energi, karbohidrat, lipida dan protein. Peran magnesium dalam hal ini berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot, sedangkan magnesium mengendorkan otot. Kalsium mendorong penggumpalan darah, sedangkan magnesium mencegah penggumpalan darah. Kecukupan magnesium rata-rata sehari untuk Indonesia di tetapkan sekitar 4,5 mg/kg berat badan. Ini berarti kecukupan untuk orang dewasa laki-laki adalah 280 mg/hari dan untuk wanita dewasa 250 mg/hari. Kekurangan magnesium berat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, mudah tersinggung, gugup, kejang, gangguan sistem saraf pusat, halusinasi, koma, dan gagal jantung. Kelebihan magnesium terjadi pada penyakit gagal ginjal (Almatsier 2009). e)
Fosfor (P) Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium,
yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang (Almatsier 2009). Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium. Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam sel otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu pembentukan tulang dan gigi. Pada bahan pangan, fosfor terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Sumber fosfor yang utama adalah makanan yang kaya akan protein. Bahan makanan yang dapat dijadikan sumber fosfor, yaitu daging, susu, telur, dan ikan (Winarno 2008).
8
6 9 2.3.2 Mineral mikro Mineral mikro atau trace element merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang secara tetap terdapat dalam sistem biologis (Winarno 2008). Mineral mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi. Mineral mikro terdiri dari besi, seng, iodium, tembaga, mangan, kobalt, krom, dan selenium (Almatsier 2009). a)
Besi Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi berperan sebagai pembawa oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi juga dalam jaringan atau dalam sel (Almatsier 2009). Manusia hanya mampu menyerap dan membuang atau mengeluarkan besi dalam jumlah yang terbatas. Dalam keadaan normal, diperkirakan orang dewasa menyerap dan mengeluarkan besi sekitar 0,5 sampai 2,0 mg per hari. Pembuangan besi keluar tubuh terjadi melalui beberapa jalan diantaranya melalui keringat, air seni, serta feses dan menstruasi. Kekurangan zat besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka, selain itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Kekurangan zat besi pada anak-anak menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar. Kelebihan zat besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau dan pingsan (Almatsier 2009). b)
Seng (Zn) Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel.
Sebagian besar berada di hati, pankreas, otot, ginjal, dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat,
7 10
spermatozoa, kulit, rambut, dan kuku. Di dalam cairan tubuh, seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng dalam plasma tubuh hanya merupakan 0,1% dari keseluruhan seng dalam tubuh yang mempunyai masa pergantian yang cepat (Almatsier 2009). Angka kecukupan gizi rata-rata seng bagi bayi umur 0-12 bulan adalah sebesar 1,3-7,5 mg/hari, anak-anak 1-9 tahun sebesar 8,2-11,2 mg/hari, laki-laki dan wanita 10-18 tahun sebesar 12,6-17,4 mg/hari serta usia 19-65 tahun ke atas sebesar 9,3-13,4 mg/hari (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004). Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat menyebabkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan kematangan seksual, gangguan sistem saraf, sistem otak dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2009). c)
Tembaga (Cu) Tembaga merupakan salah satu mineral mikro yang esensial bagi lancarnya
proses metabolisme dan kerja enzim dalam tubuh. Makanan sehari-hari mengandung ±1 mg tembaga, dan sebanyak 35-70% diabsorbsi. Fungsi utama tembaga dalam tubuh adalah sebagai bagian dari enzim (Almatsier 2006). Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Winarno 2008). Kekurangan tembaga jarang terjadi, oleh karena itu AKG untuk tembaga di Indonesia belum ditentukan. Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat menyebabkan nekrosis hati atau serosis hati. Konsumsi sebanyak 10-15 mg tembaga sehari dapat menimbulkan muntahmuntah dan diare (Almatsier 2009).
2.4
Logam Berat Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang
sama dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini masuk kedalam tubuh organisme hidup. Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan
8 11 metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup. Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh makhluk hidup, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Palar 2008). Beberapa macam logam biasanya dominan daripada logam lainnya. Hal ini tergantung pada sumber airnya. Logam yang umumnya mencemari lingkungan diantaranya merkuri (Hg), timbal (Pb), kadmium (Cd), tembaga (Cu), seng (Zn), dan besi (Fe) (Darmono 1995). a)
Timbal (Pb) Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang
terdapat di seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi (Palar 2008). Selain dalam bentuk logam murni, timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik. Semua bentuk timbal (Pb) tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia (Darmono 2001). Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke dalam perairan melaui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam badan perairan (Palar 2008). b)
Kadmium (Cd) Kadmium dan bentuk garamnya banyak digunakan pada beberapa jenis
pabrik untuk proses produksinya. Industri pelapisan logam adalah pabrik yang paling banyak menggunakan Kadmium murni sebagai pelapis, begitu juga pabrik yang membuat Ni-Cd baterai. Bentuk garam Cd banyak digunakan dalam proses fotografi, gelas dan campuran perak, produksi foto elektrik, foto konduktor, dan fosforus. Kadmium asetat banyak digunakan pada proses industri porselen dan
9 12 keramik.Kadmium dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh Kadmium (Darmono 2001). Lebih lanjut Darmono (2001) menjelaskan bahwa sekitar 5% dari diet kadmium diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar Cd masuk melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses sekitar 3-4 minggu kemudian, dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionein. Keracunan kronis terjadi bila inhalasi Cd dosis kecil dalam waktu lama dan gejalanya juga berjalan kronis. Kasus keracunan Cd kronis menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi, hal tersebut terjadi dikarenakan tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap kadmium. Selain itu, kadmium juga dapat menyebabkan terjadinya gejala osteomalasea karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam ginjal. Salah satu kasus keracunan kronis Cd yang terjadi di daerah Tayoma (daerah Jepang), dimana disepanjang sungai Jinzu, penduduk wanita yang berumur 40 tahun atau lebih terjangkit penyakit itai-itai, suatu nama penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Darmono 2001).
2.5
Kelarutan Mineral Mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses
pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya (Santoso et al. 2006). Menurut Wardiatno et al. (2012), pemasakan dengan media asam dan dengan proses perebusan akan menghasilkan tingkat kelarutan mineral tertinggi pada udang mantis (Harpiosquilla raphidea). Natrium dan kalsium memiliki nilai kelarutan tertinggi untuk mineral makro, sementara seng dan besi memiliki kelarutan tertinggi untuk mineral mikro. Septiani (2011) juga menjelaskan bahwa dengan proses pengolahan, seperti perebusan pada keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo), dapat meningkatkan nilai kelarutan Ca sebesar 64,76% dan P sebesar 68,98%. Sementara proses perebusan garam meningkatkan kelarutan Na sebesar 73%, dan Mg sebesar 70,49%.
10 13 Mineral pada umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan-bahan organik alam maupun bahan-bahan organik buatan. Proses pembentukan ikatan tersebut dapat terjadi melalui pembentukan garam organik dengan gugus karboksilat, misalnya asam sitrat, tartrat, dan lain-lain. Disamping itu, sejumlah logam juga dapat berikatan dengan atom-atom yang mempunyai elektron bebas dalam senyawa organik sehingga terbentuk kompleks (Palar 2008). Mineral-mineral yang mempunyai berat molekul dan jumlah muatan (valensi) yang sama bersaing satu sama lain untuk diabsorpsi, contohnya magnesium, kalsium, besi dan tembaga yang mempunyai valensi +2. Kalsium yang dimakan terlalu banyak akan menghambat absorpsi besi. Keberadaan vitamin C akan meningkatkan absorpsi besi apabila dimakan dalam waktu yang bersamaan, sedangkan vitamin D akan meningkatkan daya absorpsi dari kalsium. Banyak vitamin membutuhkan mineral untuk melakukan peranannya dalam metabolisme, misalnya koenzim tiamin membutuhkan magnesium untuk berfungi secara efisien. Interaksi serat dengan mineral akan mempengaruhi ketersediaan mineral, misalnya asam fitat (dalam serat, kacang-kacangan, dan serelia), serta asam oksalat (dalam bayam) yang mampu mengikat mineral-mineral tertentu (Almatsier 2009). Umumnya mineral tersedia sebagai mineral yang terikat (mineral binding protein) di dalam tubuh suatu organisme. Metaloprotein adalah protein yang terikat dengan mineral seperti feritrin dan hemosiderin. Protein ini biasanya berikatan dengan mineral besi, tembaga, dan seng. Studi mengenai hubungan antara efek logam berat dengan perubahan tingkat protein dalam organisme, ditemukan pada protein metallotionin (MT). Logam berat seperti kadmium memiliki mekanisme toksisitas yang kompleks dalam suatu organisme. Salah satu mekanisme tersebut adalah kemampuan kadmium untuk mengikat protein menyebabkan
kadmium
dapat
ikut
masuk
kedalam
tubuh
pada
saat
mengkonsumsi protein.
2.6
Penurunan Logam Berat pada Kerang Menurut Sari (2005) diacu dalam Muhajir (2009), salah satu cara yang
mudah dilakukan oleh masyarakat konsumen kerang untuk mengurangi masuknya
11 14 logam berat ke dalam tubuh adalah dengan perendaman larutan asam cuka (asam asetat) 25% atau yang telah diencerkan, yang banyak ditemui di pasaran. Larutan asam cuka merupakan larutan yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan yaitu sebagai pengasam, pengawet, dan juga penyedap makanan. Larutan cuka mempunyai kemampuan mengikat logam (chelating agent) sehingga dapat menurunkan kadar logam kadmium pada beberapa jenis ikan dan kerang sebelum pengolahan menjadi makanan. Perendaman daging ikan bandeng dalam larutan asam cuka 25% dengan waktu 1, 2, dan 3 jam menunjukkan penurunan kadar logam berat timbal (Pb) berturut-turut sebesar 44,76%, 49,59%, 66,45% (Imaduddin et al. 2000 diacu dalam Muhajir 2009).