2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anadara granosa (Kerang darah) Klasifikasi kerang darah (Anadara granosa) (Gambar 2) berdasarkan Dance (1974) adalah sebagai berikut : Filum
: Moluska
Kelas
: Bivalvia
Ordo
: Euxodontidae
Superfamili
: Arcacea
Famili
: Arcidae
Genus
: Anadara
Spesies
: Anadara granosa Linnaeus
Gambar 2. Anadara granosa (Kerang darah) Kerang darah (Anadara granosa) hidup pada lahan pantai yang berada di daerah rataan pasang dan daerah rataan surut, tetapi tidak ditemukan di atas garis rataan pasang (Broom 1985). Menurut Pathansali (1996) in Broom (1985) populasi kerang darah tertinggi pada umumnya ditemukan di daerah pasang surut berlumpur lunak yang berbatasan dengan hutan bakau. Kepadatan tertinggi A. granosa terdapat pada hamparan lumpur pantai tetapi tidak terletak di daerah mulut atau muara sungai. Salinitas pada daerah ini bervariasi yang dipengaruhi oleh musim. Selama musim hujan salinitas pada daerah ini berkisar antara 5 ppt sampai 10 ppt, sedangkan pada musim kemarau berkisar 28 ppt sampai 31 ppt (Pathansali 1963 ; Broom 1980 in Broom 1985). Anadara granosa (kerang darah) termasuk ke dalam kelas bivalvia. Kelas bivalvia atau pelecypoda memiliki karakteristik yang khas yaitu memiliki tubuh pipih lateral dan seluruh tubuhnya tertutup dua keping cangkang (bivalvia) yang berhubungan di bagian dorsal dengan adanya “hinge ligament” yang merupakan pita
6
plastik yang terbuat dari zat tanduk (Barnes 1987 in Prawuri 2005) Berdasarkan cara hidupnya kerang darah (A. granosa) termasuk ke dalam benthos. Benthos (benthic organism) merupakan organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap, merayap maupun membenamkan dirinya di pasir atau lumpur (Odum 1996). Kerang memilki sifat bioakumulatif terhadap logam berat. Logam berat dalam perairan akan masuk ke dalam siklus rantai makanan atau berflokulasi dalam senyawa “metal-humate”, sehingga terakumulasi dan mengalami peningkatan kadar secara biologis (biomagnifikasi) dalam tubuh hewan maupun substrat. Pada kadar tertentu logam yang terkandung dalam tubuh hewan dapat mengganggu organ tubuh atau menjadi racun dan dapat berakibat fatal bagi hewan tersebut (Waldbott 1973 in Tetelepta 1990).
2.2. Logam Berat Logam berat merupakan unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7 (Miettinen 1977 in Marganof 2003). Logam berat biasanya termasuk dalam elemen metalik dengan berat atom lebih dari 40, akan tetapi logam alkalin bumi, logam alkali, lanthanides dan actinides tidak termasuk ke dalamnya. Logam berat paling penting untuk melihat polusi perairan adalah zink, timbal, kadmium, merkuri, nikel dan kromium. Beberapa logam tersebut merupakan elemen penting bagi kehidupan organisme, namun dalam konsentrasi yang sangat tinggi dapat menjadi racun (Abel 1989). Sebagian logam berat seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), dan cadmium (Cd) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas logam berat yang tinggi terhadap unsur S dapat menyebabkan logam-logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tidak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya (Manahan 1977 in Marganof 2003).
7
Berdasarkan sifat kimia dan fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) adalah merkuri (Hg), kadmium (Cd), seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan cobalt (Co) (Sutamihardja dkk 1982 in marganof 2003). Keberadaan logam berat di perairan sangat berbahaya, baik secara langsung terhadap kehidupan organisme maupun efek tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat berdasarkan PPLH-IPB (1997) ; Sutamihardja et al. (1982) in Marganof (2003) yaitu : 1. Sulit terdegradasi, sehingga mudah terkumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami sulit terurai (dihilangkan). 2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut 3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air. Di samping itu sedimen mudah tersuspensi karena pergerakan massa air yang akan melarutkan kembali logam yang dikandungnya ke dalam air, sehingga menjadi sumber pencemar dalam skala waktu tertentu.
2.2.1. Merkuri (Hg) Merkuri (Hg) merupakan unsur renik pada kerak bumi. Merkuri terdapat di lingkungan sebagai senyawa anorganik dan organik (Lu 1995). Logam ini biasanya disebut air raksa, biasanya bersenyawa dengan sulfid membentuk HgS, akan tetapi logam ini tersebar luas dalam bentuk gabungan pada batu dan tanah (Moriber 1974). Berdasarkan Darmono (1995), merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Satu-satunya logam yang berbentuk cair pada suhu kamar (25°C) dan memiliki titik beku yang rendah dibanding logam lainnya, yaitu -39ºC. 2. Memiliki kisaran suhu yang luas dalam bentuk cair, yaitu 396°C. 3. Memiliki volatilitas yang tinggi dibandingkan dengan logam lainnya. 4. Merupakan konduktor yang baik karena memiliki ketahanan listrik yang rendah. 5. Mudah dicampur dengan logam lain membentuk komponen yang disebut amalgam (alloy).
8
6. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat toksik terhadap semua makhluk hidup. Sumber merkuri dapat berasal dari pelapukan batuan dan erosi tanah yang melepas merkuri ke dalam perairan. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar merkuri di lingkungan. Aktivitas tersebut antara lain adalah penambangan, peleburan (untuk menghasilkan logam dari bijih tambang sulfidnya), pembakaran bahan bakar fosil, dan produksi baja, semen serta fosfat (Lu 1995) Bentuk merkuri di alam dapat dklasifikasikan menjadi dua, yaitu organik dan anorganik. Merkuri anorganik terdiri dari logam merkuri (Hg), (Hg+) atau (Hg++), serta garam-garamnya yaitu merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO). Sedangkan merkuri organik terdiri dari fenil merkuri, metoksi merkuri, dan alkil merkuri (Laws 1945). Merkuri anorganik dapat mengalami transformasi menjadi dimetil merkuri dengan bantuan aktivitas mikroba, baik pada kondisi aerob maupun anaerob. Pada kadar merkuri anorganik yang rendah, akan terbentuk dimetil merkuri sedangkan pada kadar merkuri anorganik yang tinggi akan terbentuk monometil merkuri. Pada perairan alami, kadar monometil merkuri dan dimetil akan dipengaruhi oleh keberadaan mikroba, karbon organik, kadar merkuri anorganik, metal merkuri dapat mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi pada biota perairan (Effendi 2003). Tingkat kestabilan merkuri dalam perairan tergantung pada keadaan pH di lingkungan perairan tersebut. Kadar merkuri pada perairan laut berkisar antara < 10 ng/liter sampai 30 ng/liter. Untuk melindungi kehidupan organisme laut merkuri yang diperbolehkan tidak boleh lebih dari 0,3 µg/liter (Moore 1991 in effendi 2003). Pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutan yang rendah dalam air dan kemudahan diserap dan terkumpul dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui food chain (Budiono 2002).
9
2.2.2. Kadmium (Cd) Kadmium (Cd) merupakan logam dan termasuk ke dalam elemen transisi dengan dua elektron pada kulit terluar dan pada kulit kedua dari terluar diisi dengan delapan elektron. Pada sistem periodik Cd termasuk dalam golongan II B. Adapun sifat dan kegunaan dari kadmium (Darmono 1995) ialah : 1. Tahan terhadap panas, sehingga sangat baik jika digunakan dalam campuran bahan-bahan keramik, enamel dan pastik. 2. Tahan terhadap korosi, sehingga baik dalam pelapisan pelat besi dan baja. Kadmium banyak digunakan dalam industri metalurgi, industri cat, pelapisan logam, pigmen, baterai, keramik, tekstil, dan plastik (Darmono 1995). Kadar kadmium pada perairan alami berkisar antara 0.29-0.55 ppb dengan rata-rata 0.42 ppb (Sanusi 2006). Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap grup sulfhidrid daripada enzim dan meningkat kelarutannya dalam lemak. Perairan alami yang bersifat basa, kadmium mengalami hidrolisis, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun inorganik, yaitu: Cd2+, Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd-organik. Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda: Cd2+ > CdSO4 > CdCl+ > CdCO3 > Cd(OH)+ (Sanusi 2006). Pada pH yang tinggi kadmium mengalami presipitasi atau pengendapan. pH dan kesadahan merupakan faktor yang mempengaruhi toksisitas kadmium. Selain itu, keberadaan seng dan timbal dapat meningkatkan toksisitas kadmium. menyatakan bahwa sifat racun Cd terhadap ikan yang hidup dalam air laut berkisar antara 10-100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki tingkat kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Sedangkan toksisitas kadmium turun pada salinitas dengan kondisi isotonis dengan cairan tubuh hewan bersangkutan (Laws 1993).
10
2.2.3. Timbal (Pb) Timbal (Pb) adalah satu-satunya logam yang terdapat pada kelompok IVA dalam tabel periodik (Sorensen 1948). Pb merupakan sejenis logam lunak berwarna cokelat kehitaman dan mudah dimurnikan dari pertambangan. Adapun sifat dan kegunaan dari logam ini (Darmono 1995) ialah : 1. Memiliki titik lebur yang rendah, sehingga mudah digunakan dan murah biaya operasinya. 2. Lunak sehingga mudah dibentuk. 3. Memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga dapat digunakan untuk melapisi logam untuk mencegah perkaratan. 4. Bila dicampur dengan logam lain membentuk logam campuran yang lebih bagus daripada logam murni lainnya. 5. Kepadatannya melebihi logam lain. Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas, dan kadar oksigen. Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Tingkat toksisitas timbal lebih rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan tembaga (Cu), akan tetapi lebih tinggi daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), seng (Zn). Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 -25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1- 60 μg/liter. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 -10 μg/liter. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar (Sudarmaji et al. 2006). Penggunaan timbal terbesar berada dalam produksi baterai yang memakai timbal metalik dan komponen-komponennya. Selain itu, timbal juga digunakan untuk produk-roduk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa, solder, bahan kimia dan pewarna (Lu 2006). Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta melalui pernapasan dan penetrasi pada kulit. Timbal dapat menutupi lapisan mukosa pada organisme akuatik, dan
11
selanjutnya dapat mengakibatkan sufokasi. Di dalam tubuh manusia, timbal dapat menghambat aktifitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat menyebabkan penyakit anemia. Gejala yang diakibatkan dari keracunan logam timbal adalah kurangnya nafsu makan, kejang, kolik khusus, muntah dan pusingpusing (Iqbal et al. 1990; Pallar 1994 in Marganof 2003).
2.3. Sedimen Sedimen meliputi tanah dan pasir yang masuk ke badan air akibat erosi atau banjir. Sedimen terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari hasil pembongkaran batu-batuan dan potongan-potongan kulit (shell) serta sisa rangka-rangka dari organisme. Ukuran partikel yang ada di lautan bervariasi tergantung pada lokasi partikel tersebut berada. Pada dasar laut yang dalam ditutupi oleh jenis partikelpartikel yang berukuran kecil yang terdiri dari sedimen halus, sedangkan hampir semua pantai-pantai ditutup jenis partikel-partikel yang berukuran besar yang terdiri dari sedimen kasar (Hutabarat & Evans 1985). Ukuran partikel sedimen laut dangkal sangat beragam, mulai dari batuan kerikil (> 1 mm), pasir (1/16 – 1 mm), lumpur (1/256 – 1/32 mm) dan lempung atau liat (1/4069 – 1/640 mm). Sedimen non pelagik termasuk laut dangkal pada umumnya terdiri atas campuran komponen lithogenous, hydrogenous dan biogenous dan mengandung C-organik tinggi, terutama karena pengaruh interaksi dengan daratan (Chester 1990 in Sanusi 2006). Sedimen lithogenous berasal dari sisa pengikisan batu-batuan di darat. Partikel batu-batuan diangkut dari daratan ke laut oleh sungaisungai. sedimen biogenous merupakan sisa-sisa rangka dari organisme yang membentuk endapan partikel-partikel halus yang biasanya mengendap pada daerahdaerah yang letaknya jauh dari pantai. Sedangkan sedimen hydrogenous merupakan hasil reaksi kimia dalam air laut (Hutabarat & Evans 1985). Pada umumnya logam-logam berat pada sedimen tidak terlalu membahayakan bagi makhluk hidup perairan. Kondisi perairan yang bersifat dinamis seperti perubahan pH akan menyebabkan logam-logam yang mengendap dalam sedimen terionisasi ke perairan.
Hal inilah yang merupakan bahan pencemar dan akan
memberikan sifat toksik terhadap organisme hidup bila ada dalam jumlah yang berlebih (Connel dan Miller 1995).