Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur.
4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan nilai porositas dan volume shale. Persamaan dalam perhitungan porositas total sebagai berikut:
Keterangan : PHIE = Porositas Efektif (v/v) PHIT = Porositas Total (v/v) Vsh = Jumlah kandungan lempung (v/v) Perhitungan porositas efektif dalam penelitian menghasilkan sebuah histogram frekuensi porositas efektif seluruh sumur. Rata-rata dari porositas total pada interval penelitian adalah 0,10 (Gambar 4.2.4).
Gambar 4.2.4. Histogram frekuensi porositas efektif seluruh sumur.
38
4.2.4. Permeabilitas Perhitungan permeabilitas dilakukan berdasarkan sintetik data permebilitas dari data routine core pada sumur FY-264. Sintetik permeabilitas didapatkan dengan regresi antara data porositas efektif dan permeabilitas. Persamaan regresi digunakan untuk penentuan permeabilitas pada seluruh sumur (Gambar 4.2.5.).
Gambar 4.2.5. Persamaan regresi data permeabilitas sumur FY-264.
4.2.5. Saturasi Air Saturasi air adalah rasio dari volume pori yang terisi oleh air dengan volume porositas total. Penulis melakukan perhitungan saturasi air pada interval penelitian dengan menggunakan rumus Archie sebagai berikut:
Keterangan : Sw = Saturasi air n = Eksponen saturasi a = Faktor Turtuosity
m = Eksponen sementasi Rw = Resistivity formasi air Rt = True Resistivty
Φ = Porositas
Rumus Archie digunakan dengan asumsi pada interval ini resevoirnya berupa clean sand. Untuk nilai eksponen saturasi menggunakan standar senilai 2. Faktor turtoisity senilai 1. Eksponen sementasi sebesar 1,8 untuk reservoir batupasir. Nilai Rw didapatkan dari percobaan laboratorium yang telah dilakukan sebelumnya. Nilai Rw pada lapangan Flamingo
39
sebesar 1,76 ohmm pada temperature 77 °F. Rata-rata dari saturasi air pada interval penelitian adalah 0,95 (Gambar 4.2.6.).
Gambar 4.2.6. Gambar histogram frekuensi saturasi air seluruh sumur.
4.3. Pemetaan Distribusi Batupasir Pemetaan batupasir pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kualitas batupasir. Berdasarkan analisis petrofisika, penulis dapat memetakan distribusi batupasir berdasarkan kesamaan karakteristik. Pemetaan batupasir ini juga dibagi berdasarkan fasies sedimentasi yang sebelumnya telah ditentukan. Pemetaan distribusi batupasir pada penelitian terdiri dari distribusi gross sand, net effective sand, dan net pay. Pemetaan distribusi ini berdasarkan ketebalan dari batupasir yang memiliki parameter petrofisika tertentu (Gambar 4.3.1). Pemetaan distribusi digambarkan dalam sebuah peta isopach.
40
Keterangan : = Batas Fasies Sedimentasi
Gross Sand Net Effective Sand Net Pay
Gambar 4.3.1. Hasil analisis petrofisika Sumur FY-35.
4.2.5.1 Gross Sand Gross sand adalah batupasir yang memiliki Vshale kurang dari nilai ambang. Berdasarkan perhitungan Vshale, penulis menentukan nilai ambang (cut-off) sebesar 0,625. Nilai ini menjelaskan bahwa batuan yang memiliki nilai Vshale > 0,625 dikelompokan kedalam serpih sedangkan batuan yang memiliki nilai Vshale ≤ 0,625 dikelompokan kedalam batupasir (Gambar 4.3.2.). Batuan inti juga digunakan sebagai validasi dalam penentuan nilai ambang Vshale. Pemetaan distribusi gross sand dimaksudkan untuk mementukan geometri dari fasies sedimentasi. Berdasarkan geometri dari fasies, penulis dapat menginterpretasikan arah sedimentasi dalam proses pengendapan batupasir pada interval penelitian. Secara umum fasies tidal channel akan melihatkan geometri berupa “channel”, sedangkan fasies tidal ridge dan tidal sand flat akan melihatkan geometri berupa “bar”. Berdasarkan distribusi dari gross sand, penulis menginterpretasikan bahwa arah sedimentasi
41
pada interval penelitian berarah NE-SW (Gambar 4.3.2., Gambar 4.3.3., Gambar 4.3.4, Gambar 4.3.5., Gambar 4.3.6., Gambar 4.3.7., Gambar 4.3.8.).
Gambar 4.3.2. Histogram cut-off Vshale.
Gambar 4.3.3. Peta isopach Gross Sand Fasies Tidal Channel 1.
42
Gambar 4.3.4. Peta isopach Gross Sand Fasies Tidal Ridge 1.
Gambar 4.3.5. Peta isopach Gross Sand Fasies Tidal Sand Flat 1.
43
Gambar 4.3.6. Peta isopach Gross Sand Fasies Tidal Channel 2.
Gambar 4.3.7. Peta isopach Gross Sand Fasies Tidal Ridge 2.
44
Gambar 4.3.8. Peta isopach Gross Sand Fasies Tidal Sand Flat 2.
4.2.5.2. Net Effective Sand Net effective sand adalah batupasir yang memiliki efektif porositas efektif yang baik. Penulis menentukan net effective sand berdasarkan hasil analisis petrofisika. Penulis melakukan crossplot antara Vshale dan porositas efektif. Dalam penelitian ini, net effective sand memiliki parameter petrofisika berupa Vshale ≤ 0,625 dan porositas efektif ≥ 0,15 (Gambar 4.3.9.). Penentuan cut-off crossplot ini juga didasarkan pada data batuan inti dan kurva log permeabilitas.
Gambar 4.3.9. Crossplot Vshale dan porositas efektif seluruh sumur. 45
Gambar 4.3.10. Peta isopach Net Effective Sand.
46
4.2.5.3. Net Pay Net pay adalah batupasir yang kemungkinan mengandung minyak. Net pay ditentukan berdasarkan saturasi air dan porosits efektif pada batupasir. Penulis melakukan crossplot antara saturasi air dan porositas efektif untuk menentukan net pay. Dalam penelitian ini, net pay memiliki parameter petrofisika berupa saturasi air ≤ 0,7 dan porositas efektif ≥ 0,15 (Gambar 4.3.11.). Penulis melakukan penentuan nilai ambang porositas efektif berdasarkan kurva log permeabilitas. Nilai ambang saturasi air sebesar 0,7 ditentukan berdasarkan interpretasi dari penulis. Penulis juga membandingkan dengan nilai ambang saturasi air berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh PT Chevron Pacific Indonesia.
Gambar 4.3.11. Crossplot saturasi air dan porositas efektif seluruh sumur.
47
Gambar 4.3.12. Peta isopach Net Pay.
48
4.3. Analisis Hubungan Fasies Sedimentasi dengan Kualitas Batupasir Berdasarkan fasies sedimentasi dan analisis petrofisika, penulis menyimpulkan bahwa lingkungan pengendapan sangat mempengaruhi kualitas dari batupasir. Pada interval penelitian batupasir yang baik untuk dijadikan reservoir adalah batupasir yang diendapkan di lingkungan tidal channel sedangkan batuan yang tidak baik sebagai reservoir adalah batuan yang diendapkan di lingkungan tidal ridge dan tidal sand flat. Batupasir pada yang diendapkan dilingkungan tidal channel memiliki porositas dan permeabilitas yang baik. Hal ini disebabkan karena batupasir ini diendapkan dengan energi pengendapan yang cukup tinggi sehingga kandungan mud pada batupasir ini cenderung lebih sedikit. Batupasir yang diendapkan pada lingkungan tidal sand flat akan mengandung mud yang cenderung lebih banyak karena batupasir ini diendapkan dengan arus pengendapan yang tenang. Fasies tidal ridge pada daerah penelitian memiliki struktur bioturbasi cukup dominan. Hal ini menyebabkan sorting pada fasies ini menjadi buruk yang menyebabkan porositas dan permeabilitas fasies ini menjadi buruk juga. Pada interval penelitian dapat dilihat bahwa net pay pada fasies tidal channel cukup tebal. Jadi, Fasies Tidal Channel 1 dan Tidal Channel 2, merupakan batuan reservoir yang memiliki prospek hidrokarbon pada interval Bekasap C. 4.4. Perhitungan Cadangan Hidrokarbon (Original Oil in Place) Perhitungan cadangan hidrokarbon mula-mula (Original Oil in Place) dilakukan untuk Formasi Bekasap interval C. Data yang diperlukan dalam perhitungan cadangan hidrokarbon adalah volume reservoir, porositas total, dan saturasi air. Rumus yang digunakan dalam perhitungan cadangan hidrokarbon sebagai berikut:
Keterangan:
OOIP = Original Oil In Place Vb = Volume Batuan Reservoir Sw = Saturasi Air Φ = Porositas Total FVF = Formation Volume Factor
Berdasarkan analisis petrofisika, penulis dapat menginterpretasikan bahwa di daerah penelitian berpotensi mengandung hidrokarbon. Berdasarkan peta struktur kedalamanan, kemungkinan besar minyak tersebut terperangkap pada struktur antiklin. Untuk itu, penulis menggunakan model antiklin dalam perhitungan volume hidrokarbon (Gambar 4.4.1.). 49
Gambar 4.4.1. Model perhitungan volume reservoir dengan perangkap struktur antiklin
Perhitungan volume batuan reservoir dilakukan berdasarkan pengurangan volume dari top reservoir dan bottom reservoir. Untuk batas bawah dalam perhitungan volume reservoir adalah batas OWC, sehingga volume reservoir yang dihitung adalah volume reservoir yang terisi hidrokarbon. Dalam penelitian ini, top reservoir adalah top Bekasap interval C dan bottom reservoir adalah pengurangan top Bekasap interval C dengan ketebalan reservoir. Ketebalan reservoir yang digunakan adalah ketebalan net effective sand. Untuk ketebalan net effective sand, penulis menjumlahkan tebal dari Fasies Tidal Channel 1 dan Fasies Tidal Channel 2. Pada interval penelitian data OWC yang digunakan berupa OWC minimum bernilai 4791 ft dan OWC maksimum berilai -4703 ft. Data OWC diperoleh dari pihak PT Chevron Pacific Indonesia berdasarkan penelitan yang sebelumnya pernah dilakukan. Pada penelitian ini kedua nilai OWC tersebut akan digunakan dalam menghitung volume reservoir. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai volume reservoir sebagai berikut: Tabel 4.1. Volume batuan reservoir Bekasap C.
Top Bekasap C Bottom Bekasap C Reservoir Bekasap C
Volume Minimum (acre feet) 66.324,17 35.654,55 30.669,62
Volume Maksimum (acre feet) 162.425,32 104.232,15 58.193,17
NIlai porositas total dan saturasi air yang digunakan dalam perhitungan cadangan hidrokarbon berupa nilai rata-rata. Nilai rata-rata tidak dihitung berdasarkan jumlah data pada interval penelitian, namun hanya dihitung pada interval net effective sand pada Fasies Tidal Channel 1 dan Fasies Tidal Channel 2. Berdasarkan histogram frekuensi nilai porositas total dan saturasi pada net effective sand, penulis mendapatkan nilai rata-rata porositas total dan saturasi air sebesar 0,2 dan 0,69. 50
Gambar 4.4.2. Top reservoir (kiri) dan bottom reservoir (kanan).
0.2
0.69
Gambar 4.4.3. Histogram frekuensi porositas total (kiri) dan saturasi air (kanan) pada Net Effective Sand Fasies Tidal Channel 1 dan Fasies Tidal Channel 2.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus OOIP, didapatkan jumlah cadangan minyak mula-mula (Original Oil in Place) berkisar antara 13.410.876,85 – 25.446.074,54 barrels. 51