POLITIK MEDIA MENGKONSTRUKSI BERITA (Analisis Wacana Berita: “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” Harian Radar Lampung, Minggu 20 Nopember 2011) Oleh Bangun Suharti Staf Pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lampung
ABSTRACT This study uses discourse analysis of Norman Fairclough models. This model does not only analyze the text, but also the context. Context will further analyze how ideology, history, hegemony, and the political economy of media, news affecting construction of the news text. Action / effect analyzes what is desired by the media, in constructing an event in the news.This study proves that knowledge, the proximity of the reporter to the event, ideology, hegemony vested interests of advertisers, media cultural institutions, as well as the political economy of the media plays a major role in the process of news construction . Constructed news will further affects the public perception of the event, as well as those who become participating in the news (involved). Keywords: Media Politics, news construction, discourse analysis, text and context
PENDAHULUAN Pers sebagai bagian dari institusi sosial, tidak dapat melepaskan diri dari kepentingan yang berada disekitarnya baik yang datang dari dalam media itu (kepentingan internal), maupun dari luar (eksternal media). Kepentingan internal media antara lain, kepentingan pemilik modal yang berorientasi bisnis dan keuntungan, keterbatasan ruang dan waktu, kepentingan keberlangsungan media, serta kepentingan idealisme profesi jurnalistik. Sedangkan kepentingan yang berada di luar media antara lain, politik yang berkembang dalam masyarakat, kepentingan para pengiklan, kepentingan dan represvitas penguasa, serta dominasi ideologi yang telah menjadi common sense (nalar atau penerimaan umum) di dalam masyarakat. Seringkali realitas yang digambarkan berbeda dengan realitas sesungguhnya. Para awak media akan membuat rekonstruksi realitas berdasarkan kepentingan-kepentingan tersebut. Faktor individual para awak media juga berpengaruh besar dalam pembuatan peta makna atas sebuah peristiwa. Faktor individual ini antara lain afiliasi politik, ideologi, agama, keterbasan pengetahuan/pendidikan, lingkungan sosial kulturalnya. Kepentingan pihak internal, dalam rangka pencapaian target penjualan dan iklan, berpengaruh pula pada konstruksi peristiwa. Pada level sosial, kekuatan dominan dapat mendesakkan kekuatannya untuk mendominasi informasi demi kepentingan tertentu. 24
Politik Media Mengkonstruksi Berita
Hal ini menarik untuk diteliti dikaitkan politik media atau arah kecenderungan media dalam mengkonstruksi berita, yang dalam penelitian ini, meneliti kasus penembakan warga Mesuji oleh aparat di area PT BSMI. Politik media dalam hal ini adalah bagaimana media membuat kebijakan, atau mengkonstruksi realitas mengenai kasus penembakan warga oleh aparat di area PT BSMI, hingga menjadi realitas baru versi Radar Lampung, yang terbentuk dalam berita: Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan (20 Nopember 2011). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Radar Lampung mengkonstruksi berita kasus penembakan warga, yang tertuang dalam berita berjudul: Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan (20 Nop. 2011) dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konstruksi berita di atas. Penelitian ini bertujuan untuk memberi kritik dan pemberdayaan baik bagi insan pers terutama bagi khalayak, agar lebih kritis dalam menerima informasi dari media massa. Landasan teori yang digunakan yakni sebagaimana yang dikemukakan Denis Mcquail (1987), menggambarkan media massa di tengah kekuatan sosial, serta perspektif alternatif menyangkut fungsi dan tujuan media massa, sebagai berikut : Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber: Denis Mcquail, 1987
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan analisis wacana model Norman Fairclough. Model analisis ini, mengkaji teks dan konteks. Kajian teks meliputi teks, interteks serta discourse dan sosioculture practice. Discourse dan sosioculture practice dipandang telah mencukupi untuk melihat konteks munculnya teks.
Jurnal Sosiologi, Vol. 16, No. 1: 24-34
25
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis teks berita dan konstruksi berita: Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan (Radar Lampung Minggu, 20 Nopember 2011) Konstruksi PT BSMI BSMI: perusahaan ini direpresentasikan sebagai pihak yang bersalah telah mengambil tanah warga dengan cara sewenang-wenang. Identitasnya tidak jelas, prosedur pengambilan tanah tidak jelas. Representasi PT BSMI PT BSMI dijadikan latar utama peristiwa terjadinya bentrok warga dengan aparat keamanan. Bentrokan ini dipicu oleh sengketa lahan antara warga 3 kampung (Sritanjung, Keagungandalam dan Nipahkuning) dengan pihak perusahaan PT BSMI. Tidak diinformasikan lebih lanjut siapa PT BSMI. Representasi (representasi dalam kombinasi anak kalimat penjelas: ‘yang memicu bentrok hingga menewaskan satu warga dan enam lainnya luka tembak’ menjelaskan ‘sengketa lahan antara PT BSMIdengan warga kampung Sritanjung, keagungan dalam dan Nipahkuning, Mesuji).
Teks berita “ Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” “Sengketa lahan antara PT Barat Selatan Makmur Investindo (BSMI) dengan warga kampung Sritanjung, Keagungandalam, dan Nipahkuning, Mesuji, yang memicu bentrok hingga menewaskan satu warga dan enam lainnya luka tembak, mengundang perhatian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) . Kemarin, Komnas HAM bersama sejumlah warga Mesuji datang ke Mapolda Lampung dan RSUDAM.”
Ini menjelaskan bahwa sengketa lahan itu telah menimbulkan jatuhnya korban di pihak warga dengan satu orang tewas dan 6 orang lainnya luka tembak. Representasi Polda Lampung dan aparat keamanan Mapolda Lampung direpresentasikan sebagai tempat pembahasan keluh kesah warga terhadap kerusuhan di Mesuji yang menimbulkan korban tersebut. Representasi aparat dan Teks berita “Komnas HAM Dituding Jadi Tameng PT POLDA Lampung BSMI” (representasi dalam kombinasi “Kemarin, Komnas HAM bersama sejumlah warga anak kalimat koherensi Mesuji datang ke Mapolda Lampung dan RSUDAM. elaborasi) Kedatangan Komnas HAM disambut langsung Kapolda Lampung Brigjen Jodie Rooseto. Pertemuan selama empat jam ini berlangsung di aula mapolda.” “komisioner Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak mengatakan pertemuan yang berlanngsung dari pukul 11.00 wib itu membahas tentang keluh kesah warga terhadap kerusuhan di Mesuji hingga menewaskan satu warga setempat,” 26
Politik Media Mengkonstruksi Berita
Representasi aparat dan POLDA Lampung (represesntasi dalam kombinasi anak kalimat koherensi elaborasi (saling menjelaskan). (representasi anak kalimat elaborasi. Pada tingkat kosakata, penggunaan kata diduga, menunjukkan bahwa penembakan tersebut masih diduga pelakunya, belum ada kepastian).
Teks berita “Komnas HAM Dituding Jadi Tameng PT BSMI” “Kita disini (Polda Lampung) membahas tentang cerita yang sebenarnya sebelum terjadinya penembakan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga ,’ ungkap Johny.” “Terkait penembakan yang diduga dilakukan oleh aparat ini, Kapolda memahami psikologis warga dan aparat yang menembak.”
(representasi dalam kombinasi “Untuk itu, dia (Kapolda) akan melakukan penyelidikan antara kalimat yang saling terhadap anggotanya “ mendukung, yang merupakan kesatuan pemikiran, bahwa oleh karena belum jelas, masih diduga pelakunya, adalah aparat, maka Kapolda akan melakukan penyelidikan. Pada tataran kosa kata, kata ‘ akan’, bukan segera, juga menunjukkan ketidakjelasan, kapan penyelidikan dilakukan). Secara keseluruhan, representasi tentang Polda Lampung dan aparat masih belum jelas dan tegas, apakah mereka melakukan penembakan atau tidak. Tidak dinyatakan secara tegas, bahwa pelaku penembakan akan dihukum sesuai aturan atau tidak. Wartawan tidak mengkonfirmasi lebih lanjut, hal-hal yang tidak jelas tersebut, terutama kepada pihak Polda, bagaimana sikap Polda Lampung mengenai kasus ini. Pernyataan ini adalah dari Jhony Nelson Simanjuntak (selanjutnya akan disebut JNS). (identifikasi partisipan lain dilakukan oleh pihak Komnas HAM). Representasi Komnas HAM Komnas HAM direpresentasikan sebagai pihak yang memantau kasus penembakan dan tidak dapat melakukan tekanan kepada pihak yang dianggap telah melakukan penembakan terhadap warga yang menyebabkan satu warga tewas tersebut. Dalam judul “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” (representasi kosakata, pantau, yang menjelaskan adanya peristiwa dan tindakan). Judul ini jelas tergambar bahwa komisi ini hanya sekedar melakukan pemantauan, bukan menekan pihak yang bertanggung jawab, agar masalah segera diselesaikan. Komnas HAM menaruh perhatian dalam masalah ini, yaitu memantau proses pengusutan, tetapi langkah-langkah nyata untuk membela kepentingan warga Mesuji,terutama korban penembakan, belum tampak. Jurnal Sosiologi, Vol. 16, No. 1: 24-34
27
Representasi Komnas HAM Representasi dalam rangkaian antar kalimat
(representasi dalam rangkaian antar kalimat. Representasi disini ada dua, baik langsung dan tidak langsung dengan menyuarakan kembali. Ini adalah suara wartawan. Komnas Ham menjadi perantara atau penghubung antara warga dengan pihak aparat.)
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan “Sengketa lahan antara PT BSMI dengan warga Sritanjung, Keagungandalam dan Nipahkuning, Mesuji, yang memicu bentrok hingga menewaskan satu warga dan enam lainnya luka tembak, mengundang perhatian Komnas HAM. Kemarin Komnas HAM bersama sejumlah warga Mesuji datang ke Mapolda Lampung dan RSDUAM “Komisioner Komnas HAM Jhony Nelson Simanjuntak mengatakan, pertemuan yang berlangsung dari pukul 11.00 wib itu membahas tentang keluh kesah warga terhadap kerusuhan di Mesuji hingga menewaskan satu warga setempat. ‘Kita disini (Polda Lampung) membahas cerita yang sebenarnya sebelum terjadinya penembakan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga,’ ungkap Jhony.”
Komnas HAM juga melakukan aksi simpatik dengan mengunjungi korban di RSUDAM. Namun demikian HAM tampak tidak mampu memberikan tekanan kepada pihak Polda atas kasus pelanggaran HAM ini. Pernyataan di bawah ini menunjukkan bahwa aparat telah melakukan pelanggaran HAM. Representasi Komnas HAM Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” (representasi dalam kombinasi “Saya berharap apapun alasannya, aparat yang anak kalimat dalam menembak itu bukan hanya diberi sanksi disiplin, tetapi perpanjangan kontras. Kata harus dihukum pidana,” tukasnya.” ‘tetapi’, yang menekankan hukuman yang seharusnya ditimpakan kepada pelaku penembakan). ( representasi dalam rangkaian antara kalimat, dimana pernyataan ketidakpuasan (kekecewaan) diposisikan diakhiir)
“Setelah pertemuan itu, komnas HAM bersama anggotanya menyempatkan diri menjenguk korban bentrok yang masih dirawat di RSUDAM. Mereka membesuk Muslim (18) yang dirawat di ruang Gelatik. Jhony mengungkapkan, kunjungannya sebagai bentuk memberikan simpati kepada korban. Juga mengecek dan mencari apakah ada penanganan medis yang sesuai dengan keperluan-keperluan pasien. Dalam kunjungannya itu, Jhony mengungkapkan kekecewaannya ……….”
Secara keseluruhan, representasi ini masih menyisakan banyak pertanyaan, apakah kedatangan Komnas HAM, telah sesuai dengan prosedur dan kapasitasnya ? Bagaimana posisi tawar Komisi ini terhadap pihak-pihak yang melakukan penembakan ? Bagaimana kelanjutan atau langkah apa yang akan dilakukan, ketika komnas HAM melihat sendiri, penanganan terhadap pasien korban penembakan masih mengecewakan ? Pertanyaan28
Politik Media Mengkonstruksi Berita
pertanyaan ini tidak dikonfirmasi lebih lanjut oleh wartawan. Wartawan menerima informasi ini dari satu pihak saja, bukan dua arah (dominasi informasi dari Komnas HAM) Representasi RSUD Abdoel Moeloek (RSUDAM) Pihak yang belum memberikan pelayanan secara baik kepada pasien korban penembakan. Hal ini terungkap dari pernyataan JNS, yang menyatakan kekecewaannya atas penanganan pasien korban penembakan yang dirawat di RSUDAM. Representasi RSUDAM Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” (representasi kombinasi antar “Dalam kunjungannya itu, Jhony mengungkapkan kalimat yang saling kekecewaannya. Sebab dia melihat dalam penanganan mendukung. Pada kalimat pasien ini masih lamban. kedua, kalimat saling mendukung: kekecewaannya – dengan – penanganan pasien masih lamban) Pernyataan keluarga korban juga merepresentasikan bahwa rumah sakit ini belum/ tidak memberikan pelayanan yang baik kepada korban penembakan. Representasi RSUDAM (representasi dalam rangkaian antar kalimat saling mendukung)
Teks berita ”Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” “Erna (40), kakak korban, mengaku pihaknya selama ini belum mendapatkan bantuan dan penanganan yang khusus dari pihak RSUDAM. ‘Bahkan kami harus membeli darah untuk adik saya. Dan belum jelas akan dioperasi,’ keluhnya.”
Relasi Wartawan dengan Pihak Komnas HAM Relasi yang terbentuk sangat dekat, seringkali langsung, terbuka, namun posisi komisi ini berada lebih tinggi. Hal ini tampak dari bagaimana wartawan tidak cukup memberi pertanyaan dan konfirmasi kepada pihak Komnas HAM maupun pihak-pihak yang terkait dengan identifikaski yang dibuat Komnas HAM. Hampir seluruh alinea berita ini, merupakan keterangan yang diperoleh wartawan dari Komnas HAM. Relasi Wartawan dan Komnas HAM Dekat, langsung tetapi tidak setara (Komnas HAM mendominasi seluruh informasi)
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan “ ‘Komisioner Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak mengatakan, pertemuan………. (alinea 3) “Johny mengungkapkan, kunjungannya sebagai bentuk memberikan simpati…. (alinea 8) “Dalam kunjungannya itu, Johny mengungkapkan kekecewaannya. Sebab ….. (alinea 9)
Relasi Wartawan dengan Polda Lampung dan Aparat Penembak Relasinya jauh dan tidak langsung. Polda Lampung dijadikan latar belakang cerita, yaitu sebagai tempat pertemuan antara pihak Komnas HAM, beberapa warga Mesuji dan pihak Polda sendiri. Pihak Polda, meskipun demikian, tidak dimintai keterangan terkait kasus Jurnal Sosiologi, Vol. 16, No. 1: 24-34
29
penembakan ini. Berbagai informasi tentang Polda dan aparat, relasinya dihubungkan oleh Komnas HAM. Relasi Wartawan dengan Polda/Aparat Tidak langsung, diantarai Komnas HAM
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” “Terkait penembakan yang diduga dilakukan oleh aparat ini, Kapolda memahami psikologis warga dan aparat yang menembak. Untuk itu dia (Kapolda) akan melakukan penyelidikan terhadap anggotanya,” tukasnya.”
Relasi Wartawan dengan pihak RSUD Abdoel Moeloek Tampak jarak yang lebar antara wartawan dengan pihak RSUDAM. Informasi tidak diperoleh sedikitpun dari pihak Rumah Sakit. Informasi lambannya penanganan terhadap korban, hanya didapatkan dari pernyataan Komnas HAM dan keluarga korban. Relasi wartawan dan RSUDAM Berjarak diantarai Komnas HAM dan keluarga korban luka
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” “Dalam kunjungannya itu, Johny mengungkapkan kekecewaannya. Sebab dia melihat dalam penanganan pasien ini masih lamban. Erna (40), kakak korban, mengaku pihaknya selama ini belum mendapatkan bantuan dan penanganan yang khusus dari pihak RSUDAM. “Bahkan, kami harus membeli darah untuk adik saya. Dan belum jelas kapan akan dioperasi,’keluhnya.”
Relasi Khalayak dengan Polda dan Aparat Relasinya jauh dan berjarak, hampir-hampir tertutup. Semua informasi didapatkan dari Komnas HAM, sehingga khalayak yang seharusnya mendapatkan informasi tentang kasus penembakan, aparat pelaku peenembakan tersebut, tidak mendapatkan keterangan apa-apa. Reaksi dan pendapat Polda terkait korban, kapan pihak Polda akan mengusut kasus ini, apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan pihak Polda terkait kasus ini, tidak dapat dikonfirmasi. Padahal kegiatan ini pertemuan antara Komnas HAM, warga dan Polda Lampung berlangsung di Mapolda Lampung. Relasi khalayak dan Polda/aparat Jauh, berjarak dan tak dapat mengkonfirmasi lebih lanjut hal-hal terkait kasus penembakan
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” “Kedatangan Komnas HAM disambut langsung Kapolda Lampung Brigjen Pol. Jodie Rooseto. Pertemuan selama empat jam ini berlangsung di aula mapolda.”
Identitas wartawan : wartawan berada di pihak Komnas HAM dan Mapolda Lampung (diwakili oleh Kapolda Lampung, meskipun identifikasi berasal dari Komnas HAM) Identifikasi pihak RSUDAM : tidak memperhatikan korban penembakan. Kepastian akan dioperasi pun tidak ada, bantuan keringanan biaya untuk korban, juga tidak ada. 30
Politik Media Mengkonstruksi Berita
Identifikasi korban : diibaratkan ‘sudah jatuh tertimpa tangga pula’. Ketika sudah di bawa ke rumah sakit, ternyata tidak mendapatkan pelayanan yang memadai. Pihak terkait juga tidak memberi bantuan untuk meringankan penderitaan korban. Identifikasi aparat dan Kapolda Lampung : aparat menyebabkan korban meninggal dunia,sama-sama menanggung beban psikologis, seperti korban. Hal ini dipahami oleh Kapolda Lampung (pernyataan ini indikasi bahwa semua harus ikut merasakan kondisi psikologis aparat yang menembak, beban psikologisnya sama dengan korban. Aparat jangan disalahkan, atau dituntut, Kapolda yang akan menyelidiki anggotanya). Identifikasi Aparat/ Polda Menenmbak tidak menggunakan peluru karet, sama-sama menanggung beban psikologis, bukan hanya sanksi disiplin tapi pidana
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan “Dia menambahkan, peluru yang diduga digunakan dilakukan oleh aparat untuk menembak warga, bukan peluru karet, melainkan peluru tajam sehingga warga mengalami kematian. ‘ Terkait penembakan yang diduga dilakukan oleh aparat ini, Kapolda memahami psikologis warga dan aparat yang menembak. Untuk itu, dia (Kapolda) akan melakukan penyelidikan terhadap anggotanya. Saya berharap, apapun alasannya, aparat yang menembak itu bukan hanya diberi sanksi disiplin , tetapi harus dihukum pidanan,” tukasnya.
Identifikasi khalayak : Khalayak pasif, bentuk berita hardnews. Representasi wacana : berita hard news, wartawan melaporkan apa adanya, khalayak penerima laporan Metadiscourse : pihak dominan : Komnas Ham. Sedangkan pihak yang didefinisikan adalah pihak aparat. Metadiscourse Komnas HAM dominan, aparat yang didefinisikan tapi diposisikan menanggung beban psikologis seperti korban
Teks berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan “ ‘Terkait penembakan yang diduga dilakukanoleh aparat ini, Kapolda memahami psikologis warga dan aparat yang menembak. Untuk itu, dia, (Kapolda) akan melakukan penyelidikan terhadap anggotanya. Saya berharap apapun alasannya, aparat yang menembak itu bukan hanya diberi sanksi disiplin, tetapi harus dihukum pidana,” tukasnya.”
Genre : Berita koran yang memiliki keterbatasan Tipe aktivitas : Hardnews, dan trend news (berita yang berkembang terus, sesuai perkembangan masalahnya) Gaya (style) : gaya jurnalistik dengan menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami. Wacana I : komnas HAM memantau (tidak menekan) kasus penembakan warga Mesuji Wacana II : identitas aparat penembak belum diketahui
Jurnal Sosiologi, Vol. 16, No. 1: 24-34
31
Discourse Practice berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” (Radar Lampung, Minggu, 20 Nop. 2011) Individu wartawan, hubungannya dengan struktur organisasi Radar Lampung Wartawan dalam meliput berita berjudul “Komnasham Pantau Kasus Penembakan” juga pada setiap pembuatan berita, bukanlah pribadi yang otonom. Berita ini telah diproyeksikan oleh pihak redaktur Radar Lampung (telah didapatkan informasi sebelumnya bahwa Komnas HAM bersama beberapa warga Mesuji, akan datang di Mapolda Lampung). Wartawan hanya menjalankan instruksi dari koordinator liputan kota, untuk meliput kegiatan di Mapolda (wartawan yang bertugas di Polda) dan RSUDAM (wartawan liputan kota). Kegiatan di Mapolda bukan dalam bentuk konferensi pers, tidak di press room namun di ruang Kapolda Lampung. Wartawan langsung wawancara dengan Komnas HAM. Koordinator liputan kota menginstruksikan (memberikan kisi-kisi liputan) kepada wartawan agar mencari informasi tentang kondisi pasien, mengkonfirmasinya kepada pasien dan keluarganya yang sedang dirawat di RSUDAM. Rutinitas media: Porsi berita politik untuk hari Minggu sedikit, karena khusus untuk koran keluarga/ hiburan (hari Minggu). Isi berita juga tidak terlalu berat. Socioculture Practice berita “Komnas HAM Pantau Kasus Penembakan” (Radar Lampung, Minggu, 20 Nop. 2011) Level situasional : Berita ini adalah berita berkelanjutan, menyambung dari beritaberita yang telah dibuat sebelumnya. Juga merupakan konsekwensi dari adanya berita utama (headline) sebelumnya, terkait kasus konflik tanah antara warga 3 desa dengan perusahaan PT BSMI. Karena peristiwa penembakan adalah kasus yang menyangkut HAM, meskipun kasus pertanahan adalah kasus hukum, maka kehadiran Komnas HAM sangat berarti bagi penyelesaian kasus ini. Maka pihak wartawan maupun pihak Radar Lampung merasa perlu memuat kasus ini. Apalagi peristiwanya ada di kota Bandar Lampung. Berita ini layak untuk dijual/ditampilkan/diberitakan. Level Institusional : Secara khusus, karena berita ini akan dimuat pada hari minggu, maka porsi pemberitaan hanya sedikit. Namun karena khalayak sasaran Radar Lampung adalah masyarakat terdidik perkotaan, maka berita ini masih dimuat. Satu hal yang di pegang oleh Radar Lampung, adalah selangkah lebih maju dari pesaing (media lain) dalam pemberitaannya). Institusi yang mempengaruhi secara kuat pada berita ini adalah pihak Komnas HAM (partisipan berita pertama dan utama). Komnas HAM secara kuat mendominasi berita, dalam rangka membentuk citra positip lembaga ini. Lembaga ini memiliki kekuatan untuk mendesakkan informasinya, bekerjasama dengan pihak Mapolda Lampung (partisipan berita kedua), sehingga distribusi informasi yang tercipta sepihak. Sedangkan pihak (partisipan berita lain) warga Kampung Sritanjung, yang juga turut hadir dalam pertemuan di Mapolda, tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk mendistribusikan informasinya kepada wartawan. Warga tetap sebagai pihak yang lemah dalam mendistribusikan informasinya kepada khalayak luas melalui media massa. Muslim, korban penembakan karena masih luka, yang sedang dirawat di RSUDAM, mendapatkan porsi pemberitaan. Hal ini karena korban yang sedang dirawat ini, dipakai sebagai latar cerita kehadiran komisioner Komnas HAM (JNH) di RSUDAM dalam kegiatannya mengunjungi korban penembakan dalam rangka membentuk citra positip lembaganya (Komnas HAM) tersebut 32
Politik Media Mengkonstruksi Berita
Level sosial : Kasus penembakan warga sipil yang terjadi dalam bentrok di PT BSMI oleh anggota TNI, jelas termasuk pelanggaran HAM. Maka Komnas HAM lah yang seharusnya mempedulikan kasus ini dan menekan pihak terkait untuk mengusut kasus tersebut. Secara tegas, harus tergambar bagaimana peranan Komnas HAM dalam menangani kasus penembakan warga tersebut, hal ini tidak tergambar dalam berita.
KESIMPULAN Pihak yang dominan adalah Komnas HAM. Komnas HAM mendominasi informasi, identifikasi partisipan berita, semua didapatkan dari Komnas HAM. Wartawan tidak dapat mendeskripsikan partisispan berita lain, kecuali deskripsi yang dibuat oleh Komnas HAM. Aparat kepolisian yang menembak warga Mesuji, disembunyikan, dengan kosakata psikologi, ditutup dengan identifikasi Kapolda Lampung yang memahami kondisi psikologis warga dan aparat yang menembak. Kosa kata memahami kondisi psikologis, menutupi kenyataan bahwa siapa yang bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dihukum. Siapa yang memerintah aparat untuk menembak warga, tidak dengan menggunakan peluru karet? Berita ini, memberi citra positip Komnas HAM, yang memiliki kekuatan untuk mendesakkan dan mendominasi informasi, sekaligus menutupi identitas pelaku penembakan (citra positip Polda Lampung dan aparat pelaku penembakan melalui identifikasi oleh Komnas HAM)
SARAN Wartawan seharusnya lebih kritis dalam membuat berita, sehingga jalan menuju kebenaran dapat dibuka. Sebaiknya kasus tersebut dibuat dalam bentuk indepth reporting dan indepth interview, sehingga lebih mendalam dan teridentifikasi jalan menuju kebenaran realitas kasus ini. Awak media harus lebih kritis dalam menerima informasi dari informan beritanya, memahami tugas pokok dan fungsi Komnas HAM, kepolisian, prosedur yang benar dalam melakukan penanganan terhadap kasus bentrok fisik, memahami peraturan yang berlaku terkait pelanggaran HAM. Media massa, sebagai arena wacana, sudah selayaknya menyajikan informasi yang lebih lengkap, lugas dan luas agar masyarakat dapat melihat masalah dengan lebih arif, adil, serta kritis dalam menerima informasi. Hal ini akan berdampak pada kepedulian khalayak terhadap berbagai masalah yang ada disekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA Eriyanto, Bimo Nugroho,Frans Sudiarsis, 1999, Politik Media Mengemas Berita, ISAI, Jakarta Eriyanto, 2000, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Yogyakarta, 370 hal McQuail, Denis., 1987, Teori Komunikasi Massa, Penerbit Erlangga, Jakarta, 313 hal
Jurnal Sosiologi, Vol. 16, No. 1: 24-34
33
Syahputra, Iswandi., 2013, Rezim Media : Pergulatan Demokrasi, Jurnalisme dan Infotainment dalam industri Televisi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 216 hal
34
Politik Media Mengkonstruksi Berita