Polisi Biarkan Ahmadiyah Diserbu Saiful Rizal | Senin, 06 Mei 2013 14:37:23 WIB
JAKARTA - Sikap polisi yang tidak tegas terhadap penyerbuan gerombolan organisasi masyarakat (ormas) berbendera Islam terhadap komunitas Ahmadiyah di Tenjowaringin, Salawu, Tasikmalaya, Minggu (5/5) dini hari, disesalkan. Padahal, pihak kepolisian setempat sudah mengetahui bahwa akan ada pergerakan massa menuju lokasi tempat kegiatan yang diadakan jemaah Ahmadiyah. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta Kapolri untuk segera melakukan evaluasi internal di tubuh kepolisian dan mengusut tuntas pelaku-pelaku intoleransi yang melakukan penyerangan warga di Desa Tenjowaringin, Tasikmalaya itu. Selain itu, YLBHI mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat bekerja sama dengan aparat keamanan untuk memberikan jaminan perlindungan kepada kelompok-kelompok minoritas. "Berdasarkan catatan kami, Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang paling lemah memberikan jaminan perlindungan terhadap kelompok-kelompok minoritas," tutur Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain kepada SH, Senin (6/5). Juru bicara Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) Jawa Barat, Dedi Suherman, mengatakan polisi sebenarnya tidak sulit mengusut kasus ini. "Para penyerang menggunakan atribut ormas tertentu. Semuanya jelas. Polisi mestinya mudah mengambil tindakan hukum terhadap kekerasan yang mereka lakukan," ungkapnya, Senin. Kasus ini, menurut Dedi, telah dilaporkan ke polisi. Tidak ada korban jiwa dalam tindak kekerasan itu. Hanya saja sekitar 26 rumah warga dan satu masjid yang biasa digunakan Ahmadiyah rusak.
1
Penyerangan dipicu dipakainya lagi masjid untuk kegiatan jemaah Ahmadiyah. Dedi tidak memungkiri apabila ada kegiatan di masjid itu. Setiap hari kegiatan rutin dilakukan di masjid. Selain ibadah, kegiatan pendidikan sehari-hari dilakukan di sekolah yang berdekatan letaknya dengan masjid. Dia mengatakan, sebelumnya telah beredar kabar masjid dan tempat tinggal jemaah Ahmadiyah di Tasikmalaya itu akan diserbu ormas tertentu. Dengan informasi itu, polisi semestinya bisa melacak. Hal senada dikatakan Bahrain. Menurutnya, polisi sebenarnya sudah mengetahui akan adanya pergerakan massa menuju lokasi jemaah Ahmadiyah. Hal itu dipertegas dengan disiagakannya aparat dari pasukan pengendalian massa (dalmas) sebanyak dua truk untuk pengamanan warga jemaah Ahmadiyah. Tapi, penjagaan itu hanya bertahan sampai sore hari. Dengan dasar masa krisis pengamanan sudah lewat, sehingga diambil keputusan untuk menarik pasukannya dan menyisakan sedikit pasukan antihuru-hara. "Melihat polanya seperti itu, kami melihat penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah Tasikmalaya sudah didesain terlebih dahulu; meskipun kami belum mengetahui siapa aktor di balik penyerangan tersebut. Kami minta polisi mengusut tuntas kasus penyerangan ini," ucapnya. Mengenai rumah warga dan masjid yang dirusak, Dedi mengatakan telah diperbaiki. "Warga tidak ada yang mengungsi. Mereka memilih tetap bertahan di rumah masing-masing," tutur Dedi. Kondisi mulai berangsur-angsur pulih. Desa yang dikenal sebagai permukiman jemaah Ahmadiyah itu telah dijaga polisi guna mencegah terulangnya aksi penyerangan. Kendati demikian, Dedi mengaku warga belum sepenuhnya aman mengingat para pelaku penyerangan belum ditangkap. Proses advokasi dilakukan melalui LBH Bandung. Selain itu, Dedi mengisyaratkan kemungkinan meminta perlindungan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
2
Cabut SKB Ahmadiyah Dengan terulangnya penyerangan kepada Ahmadiyah di Tasikmalaya maka menambah panjang rentetan tindakan intoleransi di Jawa Barat. Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai terus berulangnya penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah menunjukkan bahwa pemerintah masih "memelihara" berbagai peraturan yang diskriminatif. Salah satunya adalah Surat Keputusan Bersama (SKB) Pembatasan Ahmadiyah. "Pada hakikatnya, SKB Pembatasan Ahmadiyah sangat diskriminatif. Sekalipun mengadopsi jaminan kebebasan beragama sebagai konsiderannya, muatan materi SKB justru bertentangan dengan jaminan konstitusional yang menjadi konsiderannya," ungkapnya. Sebagai ganti, pemerintah harus mengeluarkan sebuah UU yang mengatur jaminan kebebasan beragama di Indonesia. Dia menilai, SKB adalah produk ilegal karena tidak ada dalam hierarki perundang-undangan. Pemerintah harus menginisiasi sebuah draf UU yang mengatur jaminan kebebasan beragama. Seperti diketahui, tindak kekerasan kembali terjadi terhadap jemaah Ahmadiyah Tenjowaringin, Salawu, Tasikmalaya, Minggu dini hari. Penyerangan terjadi saat warga Ahmadiyah melakukan pengajian Majelis Taklim di desanya. Pelaku penyerangan berasal dari massa yang tidak jelas, dengan jumlah sekitar 150 orang. Akibat penyerangan, tiga mobil rusak bagian kacanya, satu motor rusak, 29 rumah warga rusak bagian kaca jendela, dan juga bagian kaca jendela fasilitas umum yakni Madrasah Diniyah Imamuddin, SDN I Tenjowaringin, Masjid Baitussubhan dan Musala Nurul Khilafat. Kepala Polres Tasikmalaya AKBP Widjanarko mengatakan polisi sempat mengadang massa yang melempar batu. “Massa mendatangi lokasi kegiatan pengajian Ahmadiyah, maka kami adang, supaya tidak terjadi benturan," ungkapnya.
3
Widjanarko juga mengatakan, puluhan anggota Polres Tasikmalaya sudah dikerahkan sebelumnya untuk mengantisipasi serangan ini. Polisi juga telah berusaha meminta massa untuk tidak mendekati masjid dan kawasan permukiman warga mayoritas Ahmadiyah itu. Namun, saat massa diminta mundur untuk kembali ke jalan raya, menurut dia, tanpa diduga sejumlah orang dari massa itu melemparkan batu ke arah rumah warga dan masjid Ahmadiyah. Sejak 2002, hampir setiap tahun ada saja penyerbuan dan penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah. Bulan lalu, Masjid Al Misbah milik jemaah Ahmadiyah di Jalan Pangrango Terusan, Kelurahan Jatibening, Pondokgede, Kota Bekasi, disegel kelompok ormas berbendera Islam. Sampai hari ini, para jemaah Ahmadiyah masih tinggal di masjid tersebut. Shinta Nuriyah, istri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Minggu, menengok jemaah Ahmadiyah di Bekasi dan meminta Pemkot Bekasi membuka segel masjid Ahmadiyah. (Didit Ernanto/Ant) Sumber : Sinar Harapan
Presiden: Laporkan Perlakuan Tak Manusiawi Selasa, 07 Mei 2013 - 08:17:33 WIB
(Foto:dok/ist) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tindakan penyekapan terhadap para pekerja di Tangerang tidak dapat dibenarkan. JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau peran aktif masyarakat untuk melaporkan aksi perlakuan tidak manusiawi kepada pekerja sebagaimana kasus penyekapan pekerja di perusahaan Tangerang. "Jika ada perlakuan terhadap pekerja yang tidak manusiawi dan melanggar hukum seperti yang ada di Tangerang, masyarakat agar melaporkan," tulis 4
Presiden Yudhoyono di akun jejaring sosial, twitternya @SBYudhoyono, Senin (6/5) malam. Presiden menegaskan bahwa tindakan penyekapan terhadap para pekerja di Tangerang tidak dapat dibenarkan dan pihak kepolisian telah bekerja untuk menegakkan hukum. Sebelumnya Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar meminta agar pelaku penyekapan para buruh yang terjadi di Tangerang untuk dihukum karena tidak hanya melakukan pelanggaran aturan ketenagakerjaan berat, melainkan juga termasuk dalam pelanggaran hak-hak asasi manusia. Menakertrans juga telah mengintruksikan petugas pengawas ketenagakerjaan dari Kemnakertrans dan Kabupaten Tangerang dan Kemnakertrans untuk berkoordinasi dan bergabung dengan Polres Tangerang untuk identifikasi tindak pidana bidang ketenagakerjaan. Muhaimin mengatakan, saat ini penyidik pegawai pengawas ketenagakerjaan (PPNS) tengah melakukan penyidikan (BAP) atas tindak pidana ketenagakerjaan yang dilakukan secara terpisah dengan BAP Polisi. Jadi selain dituntut secara pidana umum oleh pihak kepolisian, para pelaku juga akan dituntut secara berlapis atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Selain penanganan hukum pelaku penyekapan, Muhaimin mengatakan pemerintah dan semua pihak terkait telah bekerja sama dan berkoordinasi untuk menangani para buruh korban penyekapan tersebut. Sumber : Ant
5