POLA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA DEYANGAN KECAMATAN MERTOYUDAN KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI) dalam Ilmu Tarbiyah
Disusun Oleh : LAILATUL AROFAH NIM : 121 07 007
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Lailatul Arofah
NIM
: 121 07 007
Jurusan
: Tarbiyah
Program studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga,
Januari 2010
Yang menyatakan,
Lailatul Arofah NIM.121 07 007
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara : Nama
: LAILATUL AROFAH
NIM
: 121 07 007
Jurusan
: Tarbiyah
Program studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: POLA
PENDIDIKAN
ISLAM
DALAM
MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT
BERAGAMA DI DESA DEYANGAN,
KECAMATAN MERTOYUDAN, KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2009 Telah kami setujui untuk munaqosah.
Salatiga, 9 Januri 2010 Pembimbing
Yedi Efriadi, M.Ag NIP. 19720721 200112 1 002
iii
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PENGESAHAN Skripsi Saudari: LAILATUL AROFAH dengan Nomor Induk Mahasiswa: 121 07 007 yang berjudul: "POLA PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA DEYANGAN,
KECAMATAN MERTOYUDAN, KABUPATEN
MAGELANG TAHUN 2009", Telah dimunaqasahkan dalam sidang panitia ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga pada hari : Sabtu, 13 Maret 2010 yang bertepatan dengan tanggal 27 Rabiul Awal 1431 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah.
13 Maret 2010 M Salatiga, 27 Rabiul Awal 1431 H Panitia Ujian Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag NIP. 19660215 199103 1 001
Penguji I
Penguji II
Drs. Kastolani, M.Ag NIP. 1690612 199403 1 001
Mochlasin, M.Ag NIP. 19710923 200604 1 002 Pembimbing
Yedi efriadi, M.Ag NIP. 19680812 199403 2 003
iv
MOTTO
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Departemen Agama RI, 2005 : 517)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi
yang
sederhana
ini
Penulis
persembahkan kepada : 1. Ayah
dan
memberikan perhatian
ibu
tercinta
do’a
dan
baik
berupa
yang
telah
semangat
serta
moril
maupun
materiil, semoga rahmat dan hidayahNya selalu tercurah kepada beliau. Amin 2. Kakakku Eni dan Adikku arif yang telah memberi motifasi dan kasih sayang yang telah diberikan. 3. Pak Yedi Efriadi yang dengan sabar membimbingku dalam penulisan skripsi. 4. Ibu kos yang selalu memberi nasehat. 5. Semua teman-teman seperjuangan angkatan tahun 2009 transfer atas bantuan dan dukungannya. 6. Semua teman-temanku Nanik, mbak Yanti, Erna, Narso, Paijo, Misbakh, bro, mas Ali, mas Bayu, dobleh, yang telah memberiku semangat,dukungan dan selalu menghiburku disaat penat. 7. Teman spesialku yang selalu memberikan semangat dan selalu setia menungguku.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing manusia kejalan yang lurus dan diridhoi Allah SAW. Syukur Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : ”Pola Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama di Desa Deyangan Kecamatan Mertoyudan Kabupaten Magelang tahun 2009”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana PAI STAIN Salatiga. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini. Untuk terwujudnya penulisan skripsi ini sudah tentu penulis mandapat bantuan, bimbingan dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu bersama ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs.Imam Suyomo, M.Ag selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Fatchurrahman, M Pd selaku progdi PAI 3. Bapak Yedi efriadi, M.Ag selaku pembimbing yang dengan ikhlas, tekun dan sabar dalam membimbing penulis. 4. Segenap dosen STAIN yang telah memberikan ilmu kepada penulis. 5. Seluruh staf dan sifitas Akademik STAIN 6. Kepada teman-teman yang telah memberi semangat dan bantuan atas penulisan skripsi ini.
vii
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada para cendekiawan yang ilmunya telah penulis petik dalam penulisan skripsi ini. Penulis merasa bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan dari penulis sendiri. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak apabila bersedia untuk memberikan sumbangsih berupa saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. Besar harapan saya skripsi ini bisa bermanfaat bagi pihak-pihak yang berhubungan khususnya bagi pembaca. Amin
Salatiga,
Maret 2010
Penulis,
Lailatul Arofah NIM : 121 07 007
viii
ABSTRAK
Arofah, Lailatul, 2010. Pola Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang Tahun 2009. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Yedi Efriadi M.Ag. Kata Kunci: Pendidikan, Kerukunan Hidup, Umat Beragama, Tolerasni Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pendidikan Islam dalam mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang tahun 2009. Penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana bentuk pendidikan Islam yang diterapkan oleh masyarakat dalam mewujudkan kerukunan? (2) Bagaimana keadaan sosiokultuiral masyarakat? (3) Bagaimana bentuk kerukunan hidup antar umat beragama?, dan (4) Mengapa kehidupan umat beragama di desa Deyangan saling hidup rukun tanpa ada konflik? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat merasakan nyaman tinggal di desa mereka meskipun berada dalam keragaman agama. Menurut masyarakat, berada dalam daerah yang memiliki keanekaragaman merupakan suatu berkah karena dengan perbedaan tersebut masyarakat dapat menjalin hubungan yang baik dan dapat mengetahui budayabudaya yang ada dalam agama lain. Pola pendidikan yang diterapkan masyarakat untuk mewujudkan kerukunan adalah melalui pendidikan keluarga dan kegiatankegiatan masyarakat. Adat istiadat masyarakat mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama karena adat dalam masyarakat masih sangat dijunjung oleh masyarakat sekitar dan merupakan adat turun temurun. Adat istiadat di desa Deyangan mempunyai pesan moral bahwa masyarakat harus menjaga kerukunan antar sesama warganya. Kerukunan antar umat beragama terwujud dengan tidak adanya konflik antar pemeluk agama yang berbeda dan hidup saling tolong menolong antar sesama warganya tanpa memandang perbedaan agama. Penyebab tidak adanya konflik adalah adanya dialog antar pemuka agama dan juga peran pemerintah desa dalam menghadapi permasalahan warganya. Untuk mempertahankan kerukunan antar umat beragama diperlukan adanya peningkatan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, dialog antar umat beragama dan juga peran pemerintah desa serta masyarakat itu sendiri untuk mewujdukan kerukunan.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................
iii
PENGESAHAN .......................................................................................
iv
MOTTO ...................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ....................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .............................................................................
vii
ABSTRAK ..............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...........................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................
8
C. Tujuan Penelitian ..........................................................
8
D. Kegunaan Penelitian .....................................................
9
E. Penegasan Istilah ...........................................................
10
F. Metode Penelitian .........................................................
11
1. Jenis Penelitian .........................................................
11
2. Kehadiran Peneliti .....................................................
12
3. Lokasi Penelitian .......................................................
12
4. Sumber Data .............................................................
12
5. Prosedur Pengumpulan Data .....................................
13
x
BAB II
6. Analisis Data .............................................................
14
7. Pengecekan Keabsahan Data .....................................
15
8. Tahap-tahap Penelitian ..............................................
15
G. Sistematika Penelitian ...................................................
15
LANDASAN TEORI A. Pendidikan Islam ...........................................................
18
1. Pengertian ...............................................................
18
2. Tujuan Pendidikan Islam .........................................
20
3. Jalur Pendidikan ......................................................
21
B. SosioKultural ................................................................
29
1. Pengertian ................................................................
29
2. Agama dan Budaya Masyarakat ..............................
30
C. Kerukunan Antar Umat Beragama ................................
33
1. Arti Kerukunan ..........................................................
33
2. Semangat Toleransi Menuju Kerukunan .....................
36
3. Hidup Rukun Dalam Masyarakat Islam ......................
38
4. Hidup Rukun Dalam Masyarakat Kristen Katholik .....
41
D. Problematika Dalam Kehidupan Umat Beragama ...........
43
1. Pluralisme agama .......................................................
43
2. Masalah yang mempengaruhi hubungan antar umat beragama........................................................................ 3.
Upaya
Penyelesaian
Konflik
Antar
Umat
Beragama .......................................................................
xi
30
48
BAB III
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Paparan Informasi Observasi .........................................
57
1. Sejarah Desa Deyangan ............................................
57
2. Organisasi Desa Deyangan .......................................
58
3. Potensi Sumber Daya Manusia .................................
60
B. Paparan Informasi Wawancara ......................................
64
1. Pola Pendidikan Islam .............................................
64
2. Keadaan Sosial Masyarakat ......................................
67
a. Kehidupan Sosial Masyarakat ...............................
67
b. Kultural Masyarakat .............................................
70
3. KerukunanAntar Umat Beragama.............................
72
a. Bentuk Kerukunan Hidup .....................................
72
b. Dasar Dalam Mewujudkan Kerukunan .................
77
4. Sebab Tidak Adanya Konflik antar Umat Beragama .
80
C. Paparan Informasi Dokumentasi .....................................
85
1. Potensi Kelembagaan ................................................
85
2. Keamanan dan Ketertiban..........................................
86
3. Kepribadian Kebangsaan Masyarakat ........................
89
4. Kedaulatan Politik Masyarakat ..................................
90
PEMBAHASAN A. Pola Pendidikan Islam ...................................................
93
B. SosioKultural Masyarakat .............................................
96
C. Pola Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama ..............
99
D. Sebab Tidak Adanya Konflik antar Umat Beragama .....
104
xii
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................
111
B. Saran..............................................................................
112
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai negara yang majemuk dengan berbagai macam keberagaman dalam hal agama, tradisi serta budaya yang dimiliki. Misalnya saja dalam kaitannya dengan masalah agama, setidaknya ada enam agama yang secara resmi diakui oleh pemerintah. Keenam agama tersebut meliputi: agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghuchu. Namun terdapat berbagai macam agama, dalam hal ini pemerintah tidak pernah ikut campur dalam urusan intern masing-masing agama, terutama masalah aqidah dan ibadah bagi pemeluk masing-masing agama (Usa dan Wijan, 1997: 121). Kemajemukan adalah sebuah fenomena yang tidak mungkin kita hindari. Kita hidup di dalam kemajemukan dan merupakan bagian dari proses kemajemukan, aktif maupun pasif. Ia menyusup dan menyangkut dalam setiap dan seluruh ruang kehidupan, tak terkecuali juga dalam kepercayaan menghadapi kenyataan adanya berbagai agama dengan umatnya masingmasing. Dalam menghadapi kemajemukan seperti itu, tentu saja kita tidak mungkin bisa mengambil sikap anti pluralisme, kita harus belajar toleran terhadap kemajemukan dan dituntut untuk hidup di atas dasar dan dalam semangat pluralisme.
1
2
Ada berbagai harapan dalam setiap manusia hidup beragama. Secara umum manusia beragama mengharapkan rasa aman dalam menjalankan aktivitas keagamaannya. Seorang penganut agama berkeinginan tidak lagi hidupnya dibayang-bayangi teror dari orang yang sedang membuat keonaran, kekerasan dan ancaman atas nama agama. Selain itu, ada wilayah yang tidak bisa dipungkiri bahwa agama yang lahir dan hadir sering mengundang dan menimbulkan berbagai persoalan, karena agama terlahir memiliki berbagai macam wajah dan corak yang berbeda. Pluralisme adalah sebuah paham tentang keberagamaan cara pandang untuk mengatakan bahwa segala sesuatunya adalah jamak dan beragam. Aliran pemahaman ini dilawankan sekaligus sebagai reaksi penolakan atas monisme yang beranggapan bahwa hakikat sesuatu adalah tunggal (Ali, 2006: 4) Pluralisme dicirikan oleh keyakinan sebagai berikut: 1. Pertama, realitas fundamental bersifat jamak; berbeda dengan dualisme (yang menyatakan bahwa realitas fundamental ada dua) dan monisme (yang menyatakan bahwa realitas fundamental hanya satu). 2. Kedua, ada banyak tingkatan hal-hal dalam alam semesta yang terpisah, yang tidak dapat diredusir, dan pada dirinya independen. 3. Ketiga, alam semesta pada dasarnya tidak tertentukan dalam bentuk; tidak memiliki kesatuan atau kontinuitas harmonis yang mendasar, tidak ada tatanan koheren dan rasional fundamental (Ali, 2006: 5)
3
Kecenderungan untuk menjadi umat yang universal tidak mengingkari kenyataan bahwa pluralitas adalah satu sunnah (ketentuan) dari sunnah Allah SWT dalam kosmos dan penciptaannya, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah:
Artinya : “Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. sesungguh-nya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” (QS. Ar-Ruum : 22) Jadi pluralitas disini merupakan conditio sine quanon yang merupakan syarat mutlak bersifat universalitas. Toleransi dalam kehidupan antaraumat beragama harus senantiasa menjadi suatu nuansa yang menonjol dalam setiap perilaku kehidupan seharihari, sebab dalam kehidupan individu dan sosial tidak terhindar lagi bahwa pemeluk suatu agama pasti memiliki perasaan dan keyakinan tertentu yang sangat kuat dan berbeda antara satu dengan yang lain. Apabila mengamati keadaan persaudaraan dalam suatu jenis golongan beragama saja, misalnya umat Kristen tersendiri dan umat Islam tersendiri, maka sesungguhnya sudah jelas tujuan dari masing-masing agama tersebut dalam menjalankan tugasnya, yaitu memupuk rasa persaudaraan. Karena itu baik agama Kristen maupun agama Islam masing-masing telah berhasil mempersatukan sekian banyak
4
bangsa dan ras di dunia termasuk di Indonesia. Dengan demikian, melalui perdamaian agama, perdamaian di bumi yang didambakan oleh setiap insan untuk sebagai sudah mulai terwujud (Hendropuspito, 1994: 51). Prinsip kebebasan beragama diterapkan oleh para penguasa Islam klasik berkenaan dengan agama-agama Timur Tengah, khususnya Kristen, yang dibagi menjadi beberapa sekta dan masing-masing mengaku yang paling benar kemudian saling bermusuhan. Para penguasa Islam menegakkan prinsip bahwa setiap sekta mempunyai hak untuk hidup dan menyatakan diri dan berkedudukan sama di hadapan hukum (Rahman, 2006: 1138). Agama sebagaimana didefinisikan Roland Roberston, dalam buku agama dan analisis sosiologi adalah benteng moralitas bagi umat. Lewat agama diatur bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia, dan antar umat manusia dengan Tuhannya. Dalam ajaran agama dinyatakan,
manusia
beriman adalah mereka
yang
memahami dan
mengamalkan esensi persaudaraan. Yang kuat harus menolong yang lemah, yang kaya menolong yang miskin. Dengan demikian bisa terwujud tatanan yang demokratis di tengah masyarakat (Dly, 2006: 183). Pada hakekatnya kalau setiap umat bisa mengamalkan ajaran agama dengan baik, maka akan terwujud kerukunan hidup dan kasih sayang antar sesama umat manusia. Selain itu menumbuhkan sikap toleransi dalam masyarakat pada lingkungan yang berlainan agama sangat penting. Dengan tumbuh kuatnya kesadaran toleransi setiap individu dan masyarakat, maka
5
interaksi keberagamaan akan berjalan dengan baik dan akan tercipta kerukunan hidup antar umat beragama. Secara umum kehidupan dan pergaulan antar umat beragama tampak rukun.Akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa kehidupan dan pergaulan antar umat beragama tidak pernah terjadi ketegangan atau persaingan satu sama lain.Ketegangan dan persaingan dalam kehidupan umat beragama itu wajar dalam kehidupan masyarakat yang beraneka.Sebab dalam masyarakat majemuk pasti terdapat suatu persaingan dan justru dalam persaingan itu terdapat keberagaman yang menarik. Walaupun ketegangan dan persaingan tersebut
biasa dianggap
wajar,namun suatu ketika ketegangan dan persaingan tersebut bisa meruncing dan dapat menjadi sebuah masalah yang tak terkendali.Kemungkinan peruncingan masalah itu bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain masalah penyebaran agama,serta masalah kompleks mayoritas dan minoritas. Sesungguhnya masyrakat yang majemuk bisa juga dipandang menjadi suatu berkah sebab dengan kemajemukan itu selain bisa menjadi sumber konflik dan perpecahan,sebenarnya juga berpotensi sebagai sumber kekuatan manakala sumber kekuatan itu dapat dikembangkan untuk pencapaian kesejahteraan dan parsatuan dalam masyarakat itu sendiri.Sesungguhnya kemajemukan
itu
bukan
menjadi
penghalang
dalam
pencapaian
kesejahteraan,perdamaian,dan persatuan serta kemajuan masyarakat.Dengan adanya perbedaan itu masyarakat dapat membangun kerjasama dan kemitraan secara tulus bukan bentuk kerjasama yang semu yang dipaksakan sehingga
6
dengan ketulusan itu dapat tercapai sebuah kerukunan dan dapat membentuk masyarakat yang harmonis. Dalam kebersamaan itu manusia dapat berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang direalisasikan dengan bermacam macam hubungan antar sesamanya. Kebersamaan merupakan sarana dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya.Tanpa kebersamaan manusia tidak mampu hidup sendiri dan dengan kebersamaan itu pula manusia dapat memenuhi kebutuhanya secara timbal balik. Upaya untuk mewujudkan kebersamaan antar sesama dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan formal maupun non formal, misalnya dalam lembaga pendidikan formal bisa berupa memasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Akan tetapi mengingat jam pelajaran untuk pendidikan agama dinilai kurang, maka bisa ditambahkan di luar jam pelajaran sebagai upaya pemantapan kerukunan. Dalam pendidikan Islam, kedudukan anak didik merupakan subyek didik yang harus dipersiapkan dan dibimbing sedini mungkin melalui kegiatan pengajaran dan latihan baik dari segi jasmani, rohani serta akalnya. Anak dituntut untuk bersikap bertingkah laku dan berkomitmen menurut agamanya. Oleh karena itu sikap guru agama terhadap pemeluk agama lain sangat berpengaruh terhadap sikap anak didik dalam menghadapi pemeluk agama lain. Pendidikan Islam tidak dapat diajarkan dalam lembaga formal saja, tetapi dapat diajarkan dalam lingkungan masyarakat. Inti agama adalah iman,
7
inti keberagamaan adalah keberimanan, keberimanan tidak dapat diajarkan di sekolah, di pesantren ataupun dengan cara mengudang guru agam ke rumah. Di sekolah dan pesantren diajarkan pengetahuan tentang iman, keimanan dan keberimanan dan pengajaran itu hanya bersifat kognitif saja yaitu berupa penyampaian pengetahuan (pengetahuan tentang iman, keimanan, dan keberagamaan). Nabi mengajarkan bahwa pendidikan keimanan itu pada dasarnya dilakukan oleh orang tuanya. Caranya melalui peneladanan dan pembiasaan. Peneladanan dan pembiasaan itu tidak mungkin dilakukan di sekolah, pesantren atau guru agama. Hanya kedua orang tuanyalah yang dapat melakukannya, karena orang tua adalah orang yang menjadi panutan anak. Keimanan sangat diperlukan oleh anak-anak kita untuk menjadi landasan bagi akhlak mulia. Keimanan sangat diperlukan agar akhlak anak remaja kita tidak merosot. Pendidikan agama di dalam keluarga sangatlah diperlukan, karena keluarga satu-satunya institusi pendidikan yang mampu melakukan pendidikan keimanan bagi anak-anak. Melakukan pendidikan agama dalam keluarga berarti berusaha menyelamatkan generasi muda dan juga ikut berpartisipasi dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Dapat dikatakan bahwa untuk membangun pendidikan Islam bukanlah persoalan yang mudah, karena pendidikan Islam harus memiliki kewajiban untuk melestarikan, menanamkan nilai-nilai ajaran Islam. Selain itu pendidikan Islam harus dapat mengembangkan kemampuan dan tingkah laku
8
sehingga terciptalah karakteristik masyarakat yang demokratis, berkualitas dan berakhlakul karimah. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
yang
berjudul
“POLA
PENDIDIKAN
ISLAM
DALAM
MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA DEYANGAN, KECAMATAN MERTOYUDAN, KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2009“.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah penulis jelaskan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pola pendidikan Islam yang dilakukan masyarakat dalam mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama? 2. Bagaimana keadaan sosiokultural masyarakat di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang? 3. Bagaimana bentuk kerukunan hidup antar umat beragama di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang? 4. Mengapa kehidupan antar umat beragama di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang saling hidup rukun tanpa adanya konflik?
C. Tujuan Penelitian Agar tidak menyimpang dari masalah-masalah yang diuraikan di atas, maka penulis mempunyai tujuan penelitian sebagai berikut:
9
1. Untuk mengetahui pola pendidikan Islam yang dilakukan masyarakat dalam mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama. 2. Untuk mengetahui keadaan sosiokultural masyarakat di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 3. Untuk mengetahui bentuk kerukunan hidup antar umat beragama di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 4. Untuk mengetahui kehidupan antar umat beragama di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang yang saling hidup rukun tanpa ada konflik.
D. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat
secara teoritik dari penelitian ini
adalah untuk
menyumbangkan warna baru tentang pola kerukunan hidup antar umat beragama yang terjadi di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan sasaran pendidikan di sekolah, keluarga, dan juga masyarakat menjadi lebih baik. b. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk sumbangan pemikiran yang
berguna bagi pihak yang berkepentingan dan dapat menjadi
contoh bagi masyarakat secara umum.
10
E. Penegasan Istilah Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda, maka penulis akan menguraikan arti serta maksud yang dipakai dalam judul skripsi ini, dan agar permasalahan tidak melebar ke berbagai permasalahan yang tidak ada kaitannya dengan judul, maka penulis alangkah baiknya kalau ada pembatasan istilah. Adapun pembatasan dan penjelasan istilah dari judul di atas adalah : 1. Pola Pola adalah bentuk (struktur) yang tetap (Departemen P dan K,1989: 692). Yang dimaksud dalam pola disini adalah bentuk toleransi atau kerukunan hidup yang dilakukan oleh masyarakat di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 2. Pendidikan Islam Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan pada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memiliki, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab dengan nilai-nilai Islam (Zuhairini, 1991: 152). 3. Kerukunan Hidup Yaitu perihal hidup rukun, rasa rukun, kesempatan bersama; bisa berarti bentuk terikat, (antara) di lingkungan atau hubungan yang satu dengan yang lain (Departemen P dan K, 1989: 757).
11
Yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik / adanya keterkaitan untuk menjalin hidup rukun dengan sesama umat beragama meskipun kepercayaan yang dianut berbeda-beda. 4. Umat beragama Umat adalah para penganut (pemeluk atau pengikut) suatu agama. (Departemen P dan K, 1989: 988). Beragama adalah menganut (memeluk) agama. (Departemen P dan K, 1989: 9). Jadi yang dimaksud dengan umat beragama adalah himpunan orang yang menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama, bisa juga himpunan orang yang sudah menjalankan situssitus keagamaan atau upacara-upacara adat, serta himpunan orang yang memiliki pengetahuan tentang ajaran agamanya dan juga bisa berupa himpunan orang yang berusaha mengatur perilakunya di tengah-tengah masyarakat yang sesuai dengan ajaran agamanya (Paised, 1986: 42).
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam menganalisa hasil penelitian adalah metode diskriptif kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif, berupa kata-kata lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor, 1975: 5). Metode analisis diskriptif ini digunakan untuk mendiskripsikan masing-masing penelitian yaitu:
Keadaan sosiokultural Masyarakat,
bentuk kerukunan hidup antar umat beragama, dan kehidupan antar umat
12
beragama yang saling hidup rukun tanpa ada konflik di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 2. Kehadiran Peneliti Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian, maka peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian sampai memperoleh data-data yang diperlukan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pola kerukunan hidup antar umat beragama diwilayah Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 4. Sumber Data Data yang dikumpulkan meliputi berbagai macam data yang berhubungan dengan pola kerukunan hidup antar umat beragama di Deyangan, Kecamatan, Kabupaten Magelang. Secara umum data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari sumber data pertama yaitu: a. Data tentang keadaan sosio kultural masyarakat Desa Deyangan Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang b. Data tentang bentuk kerukunan hidup antar umat beragama di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang c. Data tentang sebab-sebab tidak adanya konflik antar umat beragama di Desa Deyangan, Kecamatan Mertiyudan, Kabupaten Magelang.
13
Adapun data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh kantor balai desa Deyangan yang meliputi : a. Data tentang sejarah Desa Deyangan. b. Data tentang organisasi Desa deyangan. c. Data tentang potensi sumber daya manusia. Adapun data pendukung tentang kerukunan hidup antar umat beragama yang meliputi : a. Data tentang Keamanan dan ketertiban. b. Data tentang kepribadian kebangsaan masyarakat. c. Data tentang kedaulatan politik masyarakat. 5. Prosedur Pengumpulan Data a. Metode observasi Metode observasi bisa diartikan sebagai pengamatan langsung ke lokasi penelitian, dilakukan untuk mengetahui kondisi objektif secara kongkret dan diamati, menyelidiki gejala-gejala yang dipandang sebagai pengamanan diri sendiri (Hadi, 1995: 136) Observasi dilakukan penulis untuk mengamati langsung kelokasi penelitian, untuk mengetahui kondisi secara konkret, mengenai pola kerukunan hidup. b. Interview / Wawancara Interview
atau
wawancara
adalah
salah
satu
metode
pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara yaitu suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung
14
dengan mengungkapkan pertanyaan dan responden (Subagyo, 1997: 39) Wawancara ini dilakukan dengan tanya jawab dengan masyarakat sekitar tentang pola kerukunan hidup antar umat beragama. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal hal atau variable yang berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 128). Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang pola kerukunan hidup antar umat baragama di Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. 6. Metode analisis data Metode analisis data merupakan suatu analisis untuk mencari atau mengumpulkan data deskriptif serta data aktual. Maka dalam pengolahan data penulis menganalisa isinya (Suryabrata, 1995: 65-66). Pada bagian analisis data ini diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip transkip wawancara dan bahan bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta mengungkapkan hal yang penting dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalam penelitian kualitatif ini, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data.
15
7. Pengecekan Keabsahan Data Untuk
menguji
keabsahan
data
yang
diperoleh,
penulis
menggunakan cara perpanjangan kehadiran peneliti dilapangan, observasi yang diperdalam dan juga lain-lain sampai data dapat diuji kebenarannya. 8. Tahap-tahap Penelitian a. Penelitian pendahuluan Penulis
mengkaji
buku-buku
yang
berkaitan
dengan
sosiokultural, kerukunan hidup, dan juga buku lain yang berhubungan dengan pola kerukunan hidup antar umat beragama. b. Pengembangan Desain Setelah penulis mengetahui banyak hal tentang sosiokultural, kerukunan hidup antar umat beragama, konflik antar umat beragama, maka penulis melakukan observasi dilapangan untuk melihat secara langsung sosiokultural masyarakat, bentuk kerukunan hidup, dan sebab-sebab tidak adanya konflik dalam masyarakat tersebut. c. Penelitian Sebenarnya Dalam hal ini peneliti mengkaji hal yang berhubungan dengan pola kerukunan hidup antar umat beragama yaitu sosiokultural masyarakat, bentuk kerukunan hidup antar umat beragama dan sebabsebab tidak adanya konflik antar umat beragama dalam masyarakat.
G. Sistematika Penelitian Bab I
PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan akan dibahas:
16
A. Latar belakang masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Penegasan Istilah F. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian 2. Kehadiran Peneliti 3. Lokasi Penelitian 4. Sumber Data 5. Prosedur pengumpulan Data 6. Analisis Data 7. Pengecekan Keabsahan Data 8. Tahap-tahap Penelitian G. Sistematika penulisan Bab II
LANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas beberapa teori yang berhubungan dengan penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan, antara lain: A. Kerukunan hidup antar umat beragama 1. Makna kerukunan 2. Semangat toleransi menuju kerukunan
17
3. Hidup rukun dalam masyarakat islam 4. Hidup rukun dalam masyarakat kristen katolik B. Problematika dalam kehidupan umat beragama 1. Pluralisme agama 2. Masalah yang mempengaruhi hubungan antar umat beragama 3. Upaya penyelesaian konflik antar umat beragama Bab III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas beberapa laporan penelitian antara lain: A. Paparan Informasi observasi B. Paparan informasi wawancara C. Paparan informasi dokumentasi
Bab IV
PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang analisis pendahuluan dan analisis lanjutan.
Bab V
PENUTUP Merupakan bagian akhir penulis yang tercakup didalamnya kesimpulan, dan saran saran.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan pada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memiliki, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta bertanggung jawab dengan nilai-nilai Islam (Zuhairini, 1991: 152). Pada umumnya orang beranggapan bahwa memperbincangkan masalah pendidikan maka orientasinya adalah ke dunia sekolah dan selalu menghubungkan antara guru dan murid. Kita tidak menyadari bahwa sebelum seseorang menjadi murid, anak-anak telah memperoleh pendidikan yang diberikan dalam keluarga terutama pendidikan yang diperoleh dari ayah dan ibu. Orang tua mempunyai tugas dan kewajiban tidak hanya sekedar merawat serta memberikan perlindungan kepada anak-anaknya tetapi juga membesarkannya atau mendidiknya agar suatu saat anaknya menjadi orang dewasa yang berakhlak baik. Diungkapkan oleh Suwarno, bahwa dalam keluargalah anak pertama-tama menerima pendidikan, dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan yang terpenting atau utama terhadap perkembangan pribadi anak (Santoso, 1981: 3).
18
19
Jadi, dalam keluargalah sebenarnya telah terjadi proses pendidikan dan sistem yang digunakan dalam keluarga berbeda dengan sistem sekolah yang mempunyai peraturan-peraturan yang ketat dan tegas. Rasulullah SAW bersabda:
.ِطلُبُىالْ ِع ْلمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَ اللَحْد ْ ُا Artinya: Tuntutlah ilmu sejak masa ayunan sampai di lubang lahad (Ibnu Al-Barr) Hadits di atas mengandung makna tuntutlah ilmu sejak dari masa di dalam rahim sampai masa di liang lahad. Akan tetapi, menuntut ilmu secara aktif belum dapat dilakukan oleh anak di dalam kandungan. Ia hanya dirangsang dengan beberapa stimulus yang disusun secara sistematik edukatif Islami, karena ia responsif terhadap stimulus itu. Oleh karena itu, pendidikan dilakukan oleh orang tuanya, terutama ibunya (Tafsir, 1995: 27). Pendidikan
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuannya adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Tim Merah Putih, 2007: 11). Pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dapat dilakukan dimana saja dan kapanpun baik dilakukan secara sadar maupun tidak sadar. Pendidikan dapat dilakukan dalam lingkup keluarga, sekolah,
20
maupun lingkungan masyarakat untuk mencetak generasi yang berkualitas dan mempunyai akhlak serta moral yang baik. Moralitas meliputi keteraturan tingkah laku. Apabila seseorang memiliki moral yang baik maka segala tingkah lakunya akan baik pula. Pendidikan dapat membantu kita menentukan jalan untuk mengorientasikan tingkah laku kita. Moralitas berarti suatu orientasi aktivitas yang impersonal. Tindakan demi kepentingan diri sendiri bukanlah bersifat moral. Perilaku yang bersifat moral bukanlah orientasi diri sendiri, obyek perilaku moral haruslah sesuatu yang berada di luar diri seseorang yaitu orang lain atau masyarakat. Unsur-unsur moralitas meliputi: a. Disiplin yang dibentuk oleh keteraturan tingkah laku dan wewenang. b. Masyarakat atau ikatan pada kelompok sosial. c. Otonomi yang menyangkut keputusan pribadi dengan mentehaui sepenuhnya konsekuensi dari berbagai tindakan (Durkheim, 1990: 13). 2. Tujuan Pendidikan Islam Al-Syaibani menjabarkan tujuan pendidikan Islam meliputi : a. Tujuan yang berkaitan dengan individu, mecakup perubahan yang berupa pengetahuan, tingkah laku, jasmani rohani, dan kemampuan yang harus dimiliki untuk hidup di dunia dan di akhirat. b. Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
21
c. Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi dan sebagai kegiatan masyarakat (Tafsir, 1991: 40). Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah seperti dalam firman Allah dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56 sebagai berikut:
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. 3. Jalur Pendidikan a. Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Tim Merah Putih, 2007: 8). Dalam konsepsi Islam, fungsi utama sekolah adalah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, akidah, dan syariat demi terwujudnya penghambaan diri kepada Allah serta sikap mengEsakan Allah dan mengembangkan segala bakat atau potensi manusia sesuai fitrahnya sehingga manusia terhindar dari berbagai penyimpangan (Nahlawi, 1995: 152).
22
Sekolah merupakan media untuk mendidik generasi muda yang diharapkan dapat mencetak generasi yang berkualitas tinggi baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan sosialnya. Jenjang-jenjang pendidikan formal terdiri atas: 1) Pendidikan Dasar Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. 2) Pendidikan Menengah Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah umum berbentuk Sekolah Menengah Umum (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejujuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. 3) Pendidikan Tinggi Pendidikan
tinggi
merupakan
jenjang
pendidikan
setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma,
sarjana,
magister,
spesialis
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
dan
doktor
yang
Pendidikan tinggi
diselenggarakan dengan sistem terbuka. Pendidikan tinggi dapat
23
berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas (Tim Merah Putih, 2007: 19). b. Pendidikan Informal Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Tim Merah Putih, 2007: 8) Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk yang dapat mendidik dan dididik. Pendidikan merupakan kegiatan yang selalu mendampingi hidup
manusia yaitu sejak dari kecil hingga akhir
hayatnya. Manusia yang baru dilahirkan perlu memperoleh potensipotensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan dapat terlaksana dengan perantara komunikasi. Pendidikan infotmal dapat berlangsung di dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan sehari-hari. Pendidikan informal tidak terikat pada jam, hari, bulan tertentu sehingga pendidikan informal dapat berlangsung setiap saat. Selain itu, pendidikan informal merupakan pendidikan yang menyampaikan berbagai hal yang berhubungan dengan masalah-masalah kehidupan. Tempat-tempat berlangsungnya kegiatan informal meliputi: 1) Pendidikan Keluarga Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pasti dialami seseorang sejak dilahirkan. Setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna. Orang tua menginginkan anak yang dilahirkan itu kelak menjadi orang
24
yang sehat, cerdas, dan beriman. Untuk mencapai tujuan itu orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda:
ِعلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَىَاهُ يُهَىِدَا ِنو َ ُمَامِنْ مَ ْىلُىْدٍ ِاالَ يُىْ لَد .ِجسَا ِنو ِ َاَوْيُ َنصِرَ ِنوِ اَوْ يُم Artinya : Tidak ada seorangpun dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani atau Majusi. (Al-Hajaj, tt: 2048). Dalam hal ini ditegaskan bahwa Rasulullah SAW mengatur tentang besarnya pengaruh orang tua dalam membentuk agama anaknya. Orang tualah yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anaknya (Hafizh, 1997: 37) Nabi mengajarkan bahwa pendidikan keimanan itu pada dasarnya
dilakukan
oleh
orang
tuanya.
Caranya
melalui
peneladanan dan pembiasaan. Peneladanan dan pembiasaan tidak mungkin dilakukan di sekolah, pesantren atau oleh guru agama, yang dapat melakukannya adalah orang tua. Hasil penelitian psikologi menjelaskan bahwa apa yang dialami ibu hamil akan mempengaruhi
bayi
yang
dikandungnya.
Apabila
ibunya
mendapatkan pendidikan keimanan, anak yang dikandungya juga akan memperoleh pendidikan keimanan (Hafizh, 1997: 8)
25
Orang tua dan keluarga adalah pendidik utama dalam hal penanaman keimanan bagi anaknya. Disebut pertama karena merekalah yang pertama kali mendidik anaknya. Menanamkan keimanan kepada anak sangat diperlukan sebagai landasan akhlak mulia dan moral yang baik. Akhlak dan moral yang baik itulah yang akan menjadi landasan hidup mereka, dan menunjukkan tujuan hidup mereka, serta mereka dapat menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Adapun fungsi pendidikan dalam keluarga meliputi: a) Pengalaman pertama masa kanak-kanak b) Menjamin kehidupan emosional anak c) Menanamkan dasar pendidikan moral d) Memberikan dasar pendidikan sosial e) Pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan penting untuk meletakkan dasar pendidikan agama bagi anak (Josoef, 1981: 47). 2) Pendidikan dalam Lingkungan Masyarakat Saat memasuki usia kedewasaan, individu sering terlibat di dalam kegiatan yang mengarah pada proses pendidikan, walaupun proses pendidikan tersebut kurang disadari oleh masing-masing individu. Dengan bergaul dengan masarakat diharapkan anak dapat mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya baik bersama orang dewasa maupun anak seusianya. Beradaptasi dengan
26
lingkungannya diharapkan anak tidak mempunyai perasaan rendah diri. Dengan pendidikan seperti ini anak dapat bersikap benar dalam pergaulannya dengan orang sekitar, baik dalam bergaul antar sesama dan juga sopan santun terhadap orang yang lebih dewasa. Islam mengkonsepsikan bahwa kehidupan itu harus berlandaskan: a) Kemanfaatan Artinya hubungan antar individu dalam kehidupan kemasyarakatan
hendaknya
memberikan
manfaat
bukan
kemadharatan bagi semua pihak. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195:
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. b) Kasih Sayang Artinya, dalam melakukan hubungan kemasyarakatan dengan individu lain dilakukan dengan penuh kasih sayang, saling menghargai dan menghormati. c) Saling menghargai dan menghormati Artinya menghargai dan menghormati orang lain secara wajar.
27
d) Menumbuhkan rasa aman pada individu lain Artinya keberadaan seorang individu menjadikan orang lain merasa tentram lahiriyah maupun batiniah. e) Kerjasama kontruktif Artinya setiap individu berusaha membantu individu lain untuk saling meninggikan derajat kemanusiaannya masingmasing. f) Toleransi Artinya
terhadap
orang
yang
berlainan
agama
dikembangkan sikap saling menghormati. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 64:
Artinya: Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". g) Keadilan
28
Artinya setiap orang menghargai hak orang lain dan berkewajiban memberikan apa yang menjadi hak orang lain itu tanpa mengorbankan apa yang menjadi haknya (Faqih, 2001: 142). c. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan non formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Tim Merah Putih, 2007: 8). Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang dilakukan secara sadar tetapi tidak terpacu pada peraturan-peraturan yang ketat.
Pendidikan non formal
merupakan pendidikan yang berada diantara pendidikan informal dan pendidikan formal. Pendidikan non formal dapat diselenggarakan dalam gedung sekolah dan pada umumnya tidak dibagi atas jenjang. Waktu penyampaian di program lebih pendek dan usia siswa tidak sama atau tidak terbatas. Adapun asas-asas pendidikan non formal adalah sebagai berikut:
29
1) Asas inovasi Dalam inovasi dapat dikemukakan norma, nilai, metode, teknik-teknik kerja, cara-cara berorganisasi, cara-cara berfikir dan lain-lain yang merupakan kebutuhan anak didik. 2) Asas penentuan dan perumusan tujuan pendidikan non formal Berbicara tentang perumusan tujuan berarti mempersoalkan tuntutan minimal apa yang harus dipenuhi agar si terdidik dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagai manusia sehingga memiliki kehidupan yang layak. 3) Asas perencanaan dan pengembangan program pendidikan non formal Tahap perencanaan mempunyai nilai yang sangat penting, karena dapat membawa efektifitas dan efisiensi suatu kegiatan yang dilaksanakan (Joesoef, 1979: 54).
Kegiatan
pendidikan
non
formal
meliputi
pendidikan
masyarakat, pendidikan keolahragaan, organisasi pemuda, organisasi kesenian, pembinaan, dan lain-lain.
B. SosioKultural 1. Pengertian Sosio kultural terbentuk dari dua kata, yaitu sosio dan kultural. Sosial berasal dari kata latin yaitu socius yang berarti kawan atau masyarakat, sedangkan cultural berasal dari colere yang berarti mengolah.
30
Colere berasal dari bahasa inggris yaitu cultur yang diartikan sebagai segala daya upaya dan kegiatan manusia dalam mengubah dan mengolah alam (http://www.indoskripsi.com/pendidikan/kodes 1.pend.13 html). Budaya menurut Koentjoroningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Jadi budaya diperoleh melalui belajar (Nasrudin: http://www.google.com) Kultur, atau
yang
disebut kebudayaan memiliki tujuh unsur
yaitu: a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alatalat rumah tangga, senjata, alat produksi, transportasi, dan sebagainya). b. Mata pencaharian hidup dan system tata ekonomi (pertanian, peternakan, system produksi, system produksi dan lain-lain). c. Sistem kemasyarakatan (Sistem kekerabatan, organisasi politik, system hokum, system perkawinan) d. Bahasa (lisan dan tulisan). e. Kesenian. f. Sistem pengetahuan g. Religi. (http://www. Indoskripsi.com/pendidikan/kodes1.pend.13.html) 2. Agama dan Budaya Masyarakat Kata agama berasal dari bahasa sansekerta dari kata „a‟ berarti tidak dan “gama” berarti kacau. Jika kata itu dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Fungsi agama dalam pengertian ini adalah memelihara
31
integritas dari seseorang dan atau sekelompok orang yang agar hubungannya dengan tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas, nilai-nilai kehidupan yang perlu dimaknai dan dipegang serta diberlakukan (http://www. Indoskripsi.com / pendidikan / kodes1. pend. 13. html). Pada dasarnya setiap agama mempunyai tujuan yang sama yaitu selalu melindungi, menjaga serta merawat agamanya, menjaga kehidupan dengan sesama dan juga lingkungan sekitarnya. Tujuan ini merupakan tujuan utama untuk menciptakan kehidupan yang harmonis antar sesama dan juga lingkungan. Meskipun negara kita merupakan negara yang plural dalam hal suku, bahasa, budaya, agama dan kepercayaan, namun apabila kita dapat menjaga hubungan yang baik antar sesama dan lingkungan maka kehidupanpun akan baik pula. Hubungan yang baik tidak hanya diciptakan antar sesama saja namun harus memperhatikan keadaan lingkungan kita sehingga ada keseimbangan antara
kehidupan sesama dengan kehidupan lingkungan.
Jika kita dapat memelihara lingkungan kita dengan baik, maka kehidupan akan tetap berlangsung, namun apabila lingkungan kita musnah maka kehidupanpun akan musnah bahkan agamapun juga akan musnah. Setiap agama mengajarkan tentang kedamaian dan kebersamaan antar sesama manusia. Hubungan antar agama dapat menimbulkan suatu konflik tetapi dapat juga menimbulkan suatu hubungan yang harmonis
32
karena tidak dapat kita pungkiri bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural dengan perbedaan agama, suku, ras, dan juga budaya. Untuk menghindari adanya perpecahan antar agama diperlukan adanya starategi-strategi yang tepat. Kebudayaan merupakan strategi yang tepat untuk mewujudkan suatu kehidupan yang harmonis antar pemeluk agama yang berbeda. Strategi kebudayaan harus mengacu pada nilai-nilai agama dimana dalam ajaran agama selalu mengajarkan untuk hidup berdampingan dengan sesamanya dan juga lingkungannya. Budaya dalam masyarakat Indonesia terdiri dari 5 lapisan yaitu: a. Lapisan pertama adalah agama yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada. b. Lapisan kedua adalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradaban yang menekankan pembebasan rohani. c. Lapisan ketiga adalah agama Buddha, yang telah mewarisi nilai-nilai yang menjauhi ketamakan dan keserakahan. d. Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata tertib kehidupan. e. Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik katholik maupun protestan yang menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia (http://www. Indoskripsi.com/pendidikan/kodes1.pend.13.html).
33
Kehidupan masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari unsur budaya karena setiap masyarakat pasti mempunyai budaya tersendi untuk mengungkapkan identitas mereka. Budaya yang ada dalam masyarakatpun berbeda-beda karena mereka juga mempunyai cara pengungkapan
yang
berbeda. Di pandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras. Agama-agama telah mengembangkan budaya-budaya material seperti candi-candi dan wihara sebagai
peninggalan
hindu
dan
Buddha,
Budaya
Kristen
telah
mempelopori pendidikan seni bernyanyi, budaya Islam telah mewariskan masjid agung Demak dan lain lain (http://www. Indoskripsi.com / pendidikan / kodes1.pend.13.html).
C. Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama 1. Arti Kerukunan Yaitu perihal hidup rukun, rasa rukun, kesempatan bersama; bisa berarti bentuk terikat, (antara) di lingkungan atau hubungan yang satu dengan yang lain (Departemen P dan K, 1989: 757). Yang dimaksud di sini adalah hubungan timbal balik / adanya keterkaitan untuk menjalin hidup rukun dengan sesama umat beragama meskipun kepercayaan yang dianut berbeda-beda.
34
Kerukunan
hidup
sangat
diperlukan
bagi
manusia
dalam
mempertahankan hidupnya baik untuk dirinya sendiri, kelompok ataupun untuk berbangsa. Manusia itu sendiri akan membentuk kelompok dan menentukan corak masyarakat yang diinginkan.Agar keinginan dapat terwujud, maka setiap kelompok masyarakat harus dapat memelihara keberagaman dan kerukunan tersebut. Karena keberagamam dan kerukunan merupakan suatu kenyataan yang telah ditetapkan oleh Allah swt dan kita sebagai hambaNya tidak dapat menolak kenyataan tersebut. Apabila ada yang menolak, maka akan menemui kesulitan karena berhadapan dengan kenyataan yang telah ditetapkan dan dapat merugikan diri sendiri, orang lain bahkan dapat merugikan bangsa itu sendiri. Keberagaman merupakan realitas sosial dan ketentuan dari Allah.Sebagai manusia kita tidak tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima dan memelihara keberagaman dan kerukunan tersebut dengan mengarahkan tujuan untuk kepentingan bersama. Kerukunan antar umat beragama merupakan hubungan antara golongan umat beragama dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan kerukunan diharapkan dapat terbina dan terjalin hubungan baik dan harmonis antara warga yang berlainan agama. Dalam mewujudakan kerukunan antar umat beragama diperlukan beberapa unsur sebagai penunjang utama. Unsur yang terkandung dalam pengertian umat beragama adalah:
35
a. Adanya beberapa subyek sebagai unsur agama Subyek disini adalah golongan umat beragama. Golongan umat beragama merupakan unsur utama dalam kerukunan. Untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama, tergantung pada usaha hubungan antar subyek. Langgeng tidaknya kerukunan sangat ditentukan oleh kesadaran masing masing subyek tersebut. b. Tiap subyek berpegang kepada agama masing masing. c. Tiap subyek harus menyadari bahwa perbedaan agama bukan sebagai sarana persaingan.Dengan berpegang pada agama masing masing dan memahami makna kerukunan, maka kerukunan antar umat beragama tidak lagi ada masalah. d. Tiap subyek menyatakan diri sebagai partner Yang dimaksud dengan menyatakan diri sebagai partner adalah tiap tiap subyek saling pengertian tidak menekan dan ditekan oleh kemauan masing masing subyek (Al Munawar, 2003: 7).
Membangun kerukunan antar umat beragama merupakan suatu kewajiban bagi setiap pemeluk agama karena ajaran agama sendiri tidak mengajarkan penganutnya untuk bermusuhan dengan agama yang lain meskipun tidak menyepakati atau tidak sejalan dengan ajaran agama yang lain itu. Untuk membangun sebuah kerukunan hendaknya masing masing penganut agama rela hidup berdampingan dan bekerjasama untuk membangun masyarakat. Membangun masyarakat merupakan kepentingan bersama, maka bentuk kerjasama hendaknya dimulai dari hal hal yang
36
kongrit yang dapat dirasakan oleh semua orang tanpa memandang latar belakang agama dan budayanya. Sebagai contoh kegiatan gotong royong kebersihan, membangun fasilitas umum, karang taruna dan sebagainya. Dengan diadakanya kegiatan tersebut akan membantu terbinanya sikap saling menghargai satu dengan lainnya dan kerukunan antar umat beragama dapat terwujud. 2. Semangat Toleransi Menuju Kerukunan Dalam kehidupan sehari hari seolah olah tidak ada perbedaan antara kerukunan dan toleransi. Senarnya antara kerukunan dan toleransi terdapat perbedaan namun diantara keduanya saling memerlukan. Kerukunan merupakan mempertemukan dua unsur yang berbeda. Sedangkan toleransi merupakan sikap atau refleksi dari kerukunan. Tanpa kerukunan, toleransi tidak akan pernah ada, sedangkan toleransi tidak akan terwujud bila kerukunan juga belum terwujud. Istilah toleransi berasal dari bahasa inggris yaitu “tolerance” berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Sedangkan dalam bahasa Arab, toleransi diterjemahkan dengan “tasamuh” yang berate saling mengizinkan, saling memudahkan. Dalam percakapan sehari hari, disamping kata toleransi juga dipakai kata “tolerer”. Kata ini berasal dari bahasa Belanda yang berarti membolehkan, membiarkan, dengan pengertian membolehkan atau membiarkan yang pada prinsipnya tidak perlu terjadi. Jadi toleransi mengandung konsesi, artinya konsesi adalah pemberian yang hanya
37
didasarkan kepada hak. Jelas bahwa toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain itu tanpa mengorbankan prinsip sendiri (Al Munawar, 2003: 13). Toleransi dalam pergaulan hidup masyarakat antar umat beragama merupakan tanggung jawab pemeluk agama itu sendiri. Bentuk toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama bukanlah bentuk toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama, melainkan toleransi dalam sikap keberagaman pemeluk agama dalam bergaul antar orang yang tidak seagama yaitu dalam masalah masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. Toleransi antar umat baragama ditumbuhkan oleh kesadaran masyarakat itu sendiri, kesadaran yang bebas dari segala macam bentuk tekanan yang dapat mengganggu ketentraman hidup umat beragama yang lain. Toleransi antar umat beragama memerlukan kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan serta tanggung jawab masyarakat sehingga dapat menumbuhkan rasa solidaritas dan mengurangi rasa egoistis golongan. Dengan toleransi antar umat beragama akan terwujud ketenangan, saling menghargai serta dapat terwujud kerukunan antar umat beragama yang harmonis. Dalam penanaman toleransi dikalangan masyarakat Indonesia yang majemuk, Harun nasution memberikan tujuh point utama sebagai modal dasar penyusunan konsep teologi kerukunan yaitu: a. Mencoba melihat kebenaran yang ada diantara agama agama. b. Memperkecil perbedaan yang ada diantara agama agama
38
c. Menonjol persamaan persamaan yang ada dalam agama. d. Memupuk rasa se Tuhan e. Memusatkan usaha pada pembinaan individu dan masyarakat manusia yang baik, yang menjadi tujuan beragama dari semua agama monoteis. f. Mengutamakan pelaksanaan ajaran ajaran yang membawa kepada toleransi beragama. g. Menjauhi praktik serang menyerang antar agama (Nasution 1995: 275). 3. Hidup Rukun dalam Masyarakat Islam Setiap umat Islam meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir. Islam juga meyakini nabi nabi sebelum Muhammad saw serta agama agama yang diturunkan melalui nabi nabi itu. Oleh karena itu didalam Islam adanya keberagaman agama dan golongan telah dengan jelas dan tegas diatur, bahkan dalam Al-Quran. Dalam surat Al-Hujurat ayat 13, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kamu beberapa bangsa dan beberapa suku bangsa supaya kamu saling kenal mengenal satu sama lain”. Dari firman Allah swt tersebut jelas bahwa asal usul manusia sesungguhnya dari seorang laki laki dan perempuan yaitu Adam dan Hawa. Apabila kita menyadari kenyataan ini maka sesungguhnya sesame mnusia adalah bersaudara. Selain itu didalam Islam juga diajarkan
39
pengakuan terhadap nabi nabi dan agama agama sebelum Islam dank arena itu, sebagai umat Islam kita juga harus menghargai agama agama sebelum Islam yang dibawa oleh nabi-nabi (Muhaimin, 2004: 117). Allah SWT juga berfirman di dalam surat Al-Kafirun ayat 6:
Artinya : “Untuk kamu adalah agamamu dan untuk aku adalah agamaku” (Muhaimin, 2004:117). Di dalam firman ini ditegaskan bahwa agama Islam tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama. Seseorang diperbolehkan untuk memeluk agama apapun sesuai dengan keyakinannya. Dengan adanya keberagaman suku, agama, ras, bahasa, bangsa, warna kulit, tidak menghalangi seseorang untuk saling bersilaturrahmi satu sama lain. Seseorang dapat berbuat kebaikan tidak terbatas pada orang yang mempunyai ikatan darah atau seagama saja tetapi dapat berhubungan dengan siapa saja, dari berbagai bangsa, suku, agama, dan ras manapun. Melalui budi pekerti yang luhur, umat Islam dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya dan bagi seluruh umat manisia. Islam merupakan rahmat bagi seluruh umat manusia tanpa memandang identitasnya. Islam tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam saja tapi bermanfaat juga bagi umat yang lain dengan sikap umat Islam yang berakhlak mulia. Apabila umat Islam berakhlak mulia, niscaya dapat terbangun masyarakat yang damai dengan segala perbedaan yang ada pada
40
umat manusia. Dengan demikian setiap umat Islam dapat hidup rukun berdampingan dengan masyarakat yang plural. Islam adalah rahmat bagi seluruh umat manusia. Setiap umat Islam mampu hidup didalam masyarakat yang plural dan itu merupakan rahmat yang diberikan oleh tuhan Yang Maha Esa. Namun kenyataan tidak selalu begitu. Umat Islam selalu memperoleh gambaran bahwa umat Islam tidak toleran, sering mudah geram, dan sering menang sendiri. Sesungguhnya sikap sikap seperti itu tidak dikehendaki dalam ajaran Islam dan tidak sesuai dengan firman Allah dan hadis nabi. Dalam masyarakat Islam, sesungguhnya adalah masyarakat yang demokratis dan mengakui perbedaan. Untuk membentuk masyarakat Islam yang damai, diperlukan pembentukan akhlak dan budi pekerti yang baik. Namun dalam membentuk akhlak dan budi pekerti yang baiktdak mudah. Dalam pembentukanbudi pekerti dan akhlak tersebut perlu difokuskan pada pembentukan watak. Faktor lingkungan juga memberikan sumbangan yang besar terhadap pembentukan watak tersebut. Apabila semua itu dapat dirancang dengan baik, maka Islam dapat memberikan sumbangan terbentuknya perdamaian masyarakat yang demokratis dan mengakui perbedaan. Budaya perdamaian dikalangan masyarakat Islam sebenarnya memiliki landasan yang kuat karena ayat ayat al quran dan hadis nabi Muhammad saw yang jelas memberi petunjuk tentang budaya perdamaian.
41
Namun perdamaian untuk saat ini perlu ditingkatkan lagi melalui pendidikan agama sejak dini sehingga dapat membentuk perilaku yang baik sehingga perdamaian antar umat beragama dan sesame anggota masyarakat pada umumnya dapat tercapai. Allah menyatakan jaminan atas kebebasan memilih beragama atau tidak beragama. Dalam sebuah ayat dinyatakan:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberi manusia suatu jalan, ia dapat memilih beriman maupun kufur” (Q.S Al Insan 76: 3). Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah memberi dua macam petunjuk kepada jalan lurus dan kesesatan atau kebaikan dan keburukan. Manusia dengan otonomi akalnya diperkenankan untuk m,emilih. Jika ia menhendaki untuk beriman dan beragama, maka jadilah ia tidak beriman dan beragama (Baidhawi, 2006: 38). Agama Islam mendukung kerukunan hidup beragama. Setiap pribadi muslim telah tertanam sikap kerukunan hidup antar sesamanya dan sikap tersebut didasarkan atas al Quran dan sunah. Dalam berdakwah pun orang Islam tidak dibenarkan melakukan paksaan untuk menarik orang yang berlainan agama menjadi penganut Islam. 4. Hidup Rukun pada Masyarakat Kristen dan Katolik Yesus adalah tokoh anti kekerasan dan cinta damai. Karena itu dia diberi gelar raja damai. Tidak ada satupun ayat dalam al kitab yang mengindikasikan bahwa yesus pernah mengajak orang untuk berperang.
42
Dia juga tidak memegang senjata yang mematikan. Satu satunya cerita yang menceritakan Yesus pernah marah adalah ketika Yesus mengambil cambuk dari tali mengusir pedagang pedagang dan penukar uang dihalaman bait Allah (Yohannes, 2:13-25). Tindakan Yesus ini sama sekali tidak membahayakan nyawa siapapun kecuali nyawa sendiri. Karena Yesus adalah pembawa damai, maka umat kristiani juga terpanggil untuk menjadi pembawa damai. Yesus berkata “ Berbahagialah orang yang membawa damai karena akan disebut anak Allah” (Baidhawi, 2006: 135) Damai itu bukan hanya merupakan damai antara manusia dengan tuhan, tetapi juga damai dengan masyarakat sekitarnya. Usaha untuk mengembangkan perdamaian itu menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari kehidupan setiap umat. Damai dengan tuhan, damai dengan diri sendiri, dan juga damai dengan sesamanya. Hidup damai diantara sesame perlu dikembangkan melalui usaha bergaul dengan masyarakat sekitar, rela hidup berdampingan tanpa memandang perbedaan agama, ras, suku, dan bangsa serta warna kulit. Damai tidak hanya berarti bahwa tidak ada perang, tidak ada pertikaian, atau kekacauan, tetapi suasana hati dan linhkungan masyarakat dimana hubungan manusia dengan sesame, dengan lingkungan dan dengan diri sendiri. Agama menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa hidup damai dan rukun dalam hidup dan kehidupan sehari hari. Agama protestan beranggapan bahwa aspek kerukunan hidup antar umat beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan
43
norma dan pedoman hidup yang terdapat dalam al kitab. Hukum kasih tersebut ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia (Mat 22: 37: Rum 13:4-7, dan 13). Kerukunan hidup antar agama menurut ajaran Kristen katolik sebagaimana tercantum dalam Deklarasi konsili Vatikan 11 tentang sikap gereja terhadap agama agama bukan Kristen didasarkan asal kisah rosul rosul 17:26. “Adapun segala bangsa itu merupakan satu masyarakat, dan asalnya pun satu juga, karena Allah menjadikan seluruh bangsa manusia untuk menghuni seluruh dunia dalam bagian lain dari muqadimah deklarasi tersebut disebutkan: Dalam zaman kita ini, dimana bangsa manusia makin hari makin erat bersatu, hubungan antara bangsa menjadi kokoh, gereja lebih seksama mempertimbangkan bagaimana hubunganya dengan agama Kristen lain. Karena tugasnya memelihara persatuan dan perdamaian diantara manusia dan juga diantara para bangsa, maka didalam deklarasi ini gereja mempertimbangkan secara istimewa apa kesamaan manusia dan apa yang menarik mereka untuk hidup berkawan. Gereja katolik lebih lanjut menegaskan suatu rumusan sebagai berikut: “oleh karena itu gereja mengajak putranya, supaya melalui dialog dan kerjasama dengan para penganut agama agama lainnya, yang dilakukan secara bijaksana dan dengan cinta kasih serta dalam kesaksian agama dan hidup kristiani yang mereka akui memelihara dan mengembangkan hal hal baik, spiritual dan moral, maupun nilai nilai rasio cultural yang terdapat dikalangan orang orang itu” (Daradjat, 1996: 140).
D. Probkematika dalam Kehidupan Umat Beragama 1. Pluralisme Agama Pluralitas adalah kemajemukan yang didasari oleh keutamaan (keunikan) dan kekhasan. Karena itu pluralitas tidak dapat terwujud atau
44
diadakan atau terbayangkan keberadaannya kecuali sebagai antitesis dan sebagai obyek komparatif dari keseragaman dan kesatuan yang merangkum seluruh dimensinya. Pluralitas tidak dapat diterapkan kepada situasi cerai berai dan permusuhan yang tidak mempunyai tali persatuan yang mengikat semua pihal, tidak ada juga kepada kondisi cerai berai yang sama sekali tidak memiliki hubungan antar masing masing pihak (Imarah, 1999: 9). Pluralitas masyarakat ditandai dengan adanya perbedaan ras, klasifikasi sosial, seperti budaya dan agama, stratifikasi seperti kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah adalah bagian dari sistem masyarakat. Hal ini dipandang sebagai bagian yang utuh yang memberi warna dalam masyarakat itu sendiri, baik masyarakat dalam lingkup yang sederhana maupun lingkup yang kompleks. Pluralitas tercipta agar setiap individu, suku dan bangsa lebih mudah melakukan ikatan sosial dan saling mengenal antara yang satu dengan yang lain. Seluruh manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau atas kebersihan dan kejernihan yang asli, serta telah dirancang dan terpasang dalam dirinya untuk beriman secara fitrah kepada penciptanya. Manusia tidak akan pernah menjadi satu tipe tertentu saja, tetapi mereka akan terus berbeda beda satu sama lain. Firman Allah dalam surat Al Hud 118119:
45
Artinya: “Jika tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang orang yang diberi rahmat oleh tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka….” (Imarah, 1999: 52) Pluralitas dan kemajemukan bersifat alami dalam diri manusia dan mereka diciptakan dengan kesiapan, serta pluralitas dan kemajemukan ditakdirkan untuknya. Pluralitas dan kemajemukan adalah ciptaan illahi, bukan sekedar sesuatu yang dibolehkan atau satu macam hak dari hak hak asasi manusia. Pluralitas dan kemajemukan yang telah difitrahkan bagi manusia merupakan faktor yang membuahkan perbedaan, maka seharusnya faktor perbedaan itu dapat menjadi ikatan persatuan bagi manusia. Pluralitas dan perbedaan dapat menjadi motivator untuk berkompetisi, saling mendorong dalam kebaikan, serta berlomba dan setiap pihak berjuang untuk memenangkan apa yang menjadi kekhasan mereka, dan yang membuat mereka berbeda dengan yang lainnya. Secara etimologis, pluralisme beragama berasal dari dua kata yaitu pluralisme dan agama. Dalam bahasa Arab diterjemahkan al ta’addudiyyah al dinniyah dan dalam bahasa inggris Religious pluralism. Pluralisme berarti jama‟ atau lebih dari satu. Dalam kamus bahasa inggris memepunyai tiga pengertian: Pertama pengertian kegerejaan:
46
a. Sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan. b. Memegang dua jabatan atau lebih secara bersamaan, baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan. Kedua, pengertian filosofis yang berarti sistem pemikiran yang mengakui adanya landasan pemikiran yang mendasar yang lebih dari satu. Ketiga, pengertian sosiopolitis adalah suatu sistem yang mengakui koeksistensi keberagaman kelompok, baik yang bercorak ras, suku, aliran, maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi aspek aspek perbedaan yang sangat karakteristik diantara kelompok kelompok tersebut. Ketiga, pengertian tersebut bisa bisa disederhanakan dalam satu makna yaitu koeksistensi berbagai kelompok atau keyakinan disuatu waktu dengan tetap terpeliharanya perbedaan perbedaan dan karakteristik masing masing. Sementara itu definisi agama yang paling tepat adalah yang mencakup semua jenis agama, kepercayaan, sekte, maupun berbagai jenis ideology
modern
seperti
komunisme,
humanisme,
sekularisme,
nasionalisme. Dan jika pluralisme dirangkai dengan agama maka pengertian pluralisme agama adalah kondisi hidup bersama (koeksistensi) antar agama yang berbeda beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri-ciri spesifik atau ajaran masing masing agama (Toha, 2005: 14).
47
Pluralisme agama merupakan realita yang tidak bisa dipungkiri dan merupakn fakta kehidupan sehari hari dalam masyarakat. Keragaman merupakan sunnatullah pada kehidupan umat manusia, karena itu kita tidak
bisa
menolak pluralisme
dalam
bermasyarakat.
Pluralisme
keagamaan merupakan tantangan khusus yang dihadapi umat beragama. Ada lima pandangan tentang pluralisme agama: Pertama, eksklusifisme absolute, yang melihat bahwa kebenaran hanya ada pada agamanya sendiri. Agama orang lain salah “agama setan”. Pandangan ini merupakan cara pandang mayoriyas umat beragama didunia, termasuk negeri ini. Kedua, Relativisme absolute, Cara pandang yang melihat bahwa setiap agama memiliki kebenaran, tetapi tidak bisa diperbandingkan. Pengakuan akan adanya kebenaran pada agama yang dianut harus dipertahankan. Tapi poengakuan semacam ini juga harus diberikan kepada agama lain yang diakui secara mutlak oleh pemeluknya. Ketiga, Pluralisme Hegemonik, cara pandang yang menyatakan bahwa terdapat kebenaran dalam setiap agama, tetapi kebenaran hanya ada pada agamanya sendiri. Sikap pluralisme semacam ini disebut sebagai pluralisme standar ganda, yang menganggap ada banyak kebenaran, tetapi kebenaran mutlak hanya pada agamanya. Keempat, Pluralisme realistik, yaitu cara pandang yang menyatakan bahwa semua agama memiliki posisi yang sama dalam kebenaran. Masing masing memiliki kebenaran dengan kadarnya sendiri sendiri.
48
Kelima, Pluralisme regulatif, suatu cara pandang tentang kebenaran agama, yang terdapat pada tiap tiap agama yang pada suatu saat akan bersatu mengalami evolusi. (www.indoskripsi .com, diakses 2009) Dari kelima cara pandang atas pluralisme agama, dalam perkembangannya masyarakat agama barangkali cenderung menempatkan diri pada posisi pluralisme hegemonic, bahkan ekslusivisme absolute yang bukan saja belum melihat pluralisme agama sebagai bagian agama agama yang memiliki kebenaran, tetapi tidak sempurna, melainkan kenenaran hanya ada pada dirinya. 2. Masalah yang Mempengaruhi Hubungan Antar Agama Ajaran agama selalu mengajarkan dan menginginkan kedamain dan kesejahteraan bagi setiap manusia, baik kehidupan didunia maupun kehidupan akhirat. Masalah kerukunan umat beragama di Indonesia menjadi hal biasa yang menyedot banyak tenaga dan pikiran. Ketidakharmonisan antar umat beragama ditandai dengan pertentangan antar kelompok umat
beragama, khususnya
Kristen dan Islam.
Ketidakharmonisan antar umat beragama dilatar belakangi oleh beberapa faktor antara lain paham keagamaan yang salah terhadap ajaran agamanya. Sikap kesalahpahaman terhadap ajaran agama sendiri dapat mengancam pemeluk agama lain dan dapat menjadi masalah yang berkepanjangan. Menurut Aripinsyah, faktor terciptanya konflik keagamaan di Indonesia adalah:
49
a. Stratifikasi sosial Pelapisan sosial kehidupan dalam masyarakat
seperti
perbedaan tingkat / status sosial dan ekonomi antar pemeluk agama maupun para pemempinnya, yang antara lain dapat melahirkan kecemburuan sosial. b. Kepentingan politik dan ekonomi Kepentingan kepemtingan nyata setiap kelompok masyarakat termasuk para pemeluk agama dan para pemimpin setiap kelompok agama yang sama dalam memperebutkan sumber sumber kehidupan ekonomi dan politik sebagai kebutuhan sosial yang penting. c. Faham / Penafsiran Agama Perbedaan pemahaman atau penafsiran terhadap ajaran agama yang antara kain melahirkan sikap fanatisme berlebihan terhadap madzab atau faham keagamaan yang dianut oleh setiap kelompok agama dilingkungan intern agama yang sama, baik pada level umat / jamaah maupun pemimpinnya. Perbedaan paham ini terkait dengan kondisi stratifikasi sosial dan kepentingan ekonomi serta politik antar kelompok maupun pemimpin agama dilingkungan intern yang agama sama. d. Mobilitas kegiatan dakwah / umat Usaha untuk mempertahankan atau memperluas jumlah jamaah yang menjadi pengikut paham maupun gerakan dakwah yang dilakukan oleh setiap kelompok agama dilingkungan umat beragama
50
yang sama, termasuk dalam melakukan mobilitas sosial kelompok terutama para elit pemimpinnya. Kualitas dan kuantitas maupun jenis mobilitas ini dipengaruhi oleh faktor stratifikasi sosial, kepentingan ekonomi dan politik, serta paham keagamaan pada setiap kelompok keagamaan. e. Keyakinan Agama Kepercayaan yang mendasar dan dianggap mutlak yang menyangkut komitmen utama keberagaman yang bersifat sakral dan fundamental bagi setiap pemeluk agama (Munawar, 2003: 124-125)
Kerusuhan bernuansa suku, agama, ras dan antar golongan disejumlah tanah air tidak terlepas dari rekayasa oleh pihak pihak anti kedamaian. Hal ini dilatarbelakangi oleh kepentingan kepentingan tertentu dengan cara menyebar fitnah dan kebencian dengan melakukan manipulasi keagamaan untuk menciptakan konflik konflik disejumlah wilayah. Pertentangan dan pertarungan atas nama agama merupakan salah satu politik adu domba yang dilakukan oleh kelompok kelompok tertentu untuk menciptakan kerusuhan. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya konflik, antara lain sebagai berikut : a. Eksklusifitas dari pemimpen dan penganut agama Watak setiap pemeluk agama adalah bersikap eksklusif dalam melihat agama lain. Hal ini jelas pada agama Yahudi. Bagi mereka tidak ada nabi setelah Musa. Segala jenis canon telah selesai tersurat
51
dan tersusun 500 thn SM. Inilah awal persengketaan agama. Isa maupun Muhammad bagi mereka hanyalah sekedar tokoh sejarah bukan tokoh spiritual. b. Sikap tertutup dan saling curiga antar agama. Agama yang sasarannya adalah untuk menciptakan keserasian hidup antar hamba tuhan. Tetapi dengan adanya ketertutupan dan saling mencurigai maka sasaran agama tidak mungkin tercapai. Karena sikap saling curiga itu, maka setiap kegiatan agama dianggap sebagai suatu ancaman bagi agama lain. Pendirian rumah ibadah yang seharusnya
dipandang
sebagai
suatu
sumber
kebaikan
dan
kemaslahatan, menjadi sumber sengketa dan pertentangan. c. Keterkaitan yang berlebih lebihan terhadap symbol agama Masjid dan gereja bukan lagi sebagai tempat ibadah, tetapi lebih sebagai simbol agama, bukan lagi sebagai sebuah tempat sakral tapi menjadi sesuatu untuk dibanggakan. Kebanggaan adalah sesuatu yang identik dengan kesombongan, maka konflik fisik tidak dapat dihindari bila kesombongan ternodai. d. Agama adalah tujuan yang dapat berubah menjadi alat, realitas menjadi sekedar kebijaksanaan. Rumah adat beralih menjadi perlambang keangkuhan manusia. Tuhan bukan lagi menjadi tujuan peribadatan karena agama telah dijadikan alat untuk mencapai tujuan, tetapi semata mata untuk mencapai kuantitas pemeluk dan alat pengemban kekuasaan. Karena
52
tujuan
agama
terselewnhkan,
terselewengkan dari
maka
penyebaran
membangun kualitas
iman
agamapun
menjadi
alat
pengumpul dan pembangunan kekuatan. Agama berlangsung sesuai dengan irama penguasa dan tuntutan nafsu. Akibat perlakuan dan penghayatan agama yang demikian, manusia menjadi mudah terprovokasi yang akan berakhir dengan konflik yang pada hakekatnya menantang agama. e. Kondisi politik, sosial dan ekonomi Ketidakstabilan politik, kegoncangan disektor sector sosial dan ekonomi telah melemahkan kekuasaan hukum, sebagai akibat dari ketidak stabilan ini, merupakan faktor pendorong konflik dimana para perusuh yang ingin memanfaatkan situasi, menjadi era informasi sebagai arena pelampiasan demokrasi secara tidak bertanggung jawab (Sumarta, dkk, 2005: 33-36). 3. Upaya penyelesaian konflik antar umat baragama. Peristiwa ketegangan intra umat baragama dan antar umat beragama senantiasa menghiasi bangsa Indonesia. Banyak konflik terjadi antar umat beragama. Konflik terjadi karena ketidakharmonisan antar pemeluk agama. Faktor ketidakharmonisan perlu diteliti dalam kaitannya dengan hubungan antar umat beragama. Salah satu untuk meredam konflik adalah mengetahui mengetahui sumber sumber konflik itu sendiri. Sikap tertutup akan menyebabkan ketidakharmonisan dan ketidak tentraman dalam masyarakat. Untuk itu perlu dibangun secara bersama
53
sama sikap keterbukaan bagi sesame pemeluk agama dengan tidak menghilangkan identitas ajaran agama yang dianut. Seseorang mampu menghargai
agama
orang
lain
jika
ia
menghargai
agamanya
sendiri.Kesadaran akan keagungan tuhanya akan memberikan kesadaran bahwa pemeluk agama lain juga mengagungkan tuhanya sendiri.Ketika ia tidak ingin agamanya di hina dilecehkan, dia juga harus sadar bahwa ia jgu tidak akan menghina dan melecehkan agama orang lain. Kalau agama menjunjung tinggi penyelamatan dan keselamatan manusia,maka seharusnya para pemeluk agama bahu membahu untuk menghadapi persoalan bersama yakni menjaga umat manusia dan lingkunganya dari kerusakan dan pengrusakan. Ada banyak hal yang dapat diajukan seperti contoh, antara lain sebagai berikut: a. Pertikaian antar pemeluk agama yang berbeda merupakan salah satu dari ancaman yang mesti di hadapi oleh umat beragama. b. Kehidupan moderen yang menawarkan banyak fasilitas, terutama hiburan sering kali dirasakan tidak membawa orang kepada kebahagiaan. c. Kebodohan, kemiskinan, kesempitan Pandangan, kebenaran, ketidakberadapan dan sebagainya sudah lama di sadari dan di usahakan penanggulangan. Umat beragama, disamping menjadi pelaku semestinya melakukan sesuatu untuk mengurangi semua itu.
54
d. Ketik adilan, kesewenang wenangan,kemampuan dan sebagainya dari pihak atasan kepda pihak bawahan juga di rasakan masih saja belum dapat di tanggulangi dengan baik.Agama mempunyai potensi untuk mencegahnya dengan ajaran-ajaran agama. e. Pemanfaatan atau penyalah gunaan sentiment keagamaan oleh orang atau kelompok tertentu untuk tujuan-tujuan yang kurang sesuai dengan tujuan sendiri.Pelurusan ini menjadi tanggung jawab setiap individu pemeluk agama (Sumarta, dkk, 2005: 9-10). Ajaran agama selalu mengajarkan dan menginginkan kedamaian dan kesejahteraan bagi setiap umat manusia,baik kehidupan didunia maupun kehidupan akhirat.Namun pada realitanya,sering di temukan sikap kontra kedamaian dan kesejahteraan.Ajaran agama hanya di gunakan untuk sebatas wacana dan pemahaman saja sehingga perilaku umat beragama jauh dari ajaran agama sehingga kedamaian dan kesejahteraan sulit untuk di wujudkan. Bila ingin melanggengkan kehidupan yang beragam dalam konteks Indonesia yang sedang dilanda banyak masalah sosial ekonomi dan politik, ada 4 hal yang bisa di kerjakan umat beragama: a. Harus mau melakukan dialog imani (dialog dikerjakan oleh sesama warga Negara yang se iman atau sering di katakana sebagai dialog seagama).Artinya dialog di kerjakan dalam rangka memberikan pemahaman kembali pada umatnya untuk memberikan ruang pada agama lain, dengan mempertebal keyakinan agamanya.
55
b. Dialog komunitas imani (dialog di kerjakan pada masyarakat yang sama-sama memiliki iman), dengan saling memberikan ruang toleransi, sehingga perlu di pikirkan tentang perspektif teologi inklusif dan puralis. c. Dialog antar iman (dialog antar orang-orang yang beriman pada tuhan) sekalipun agama formalnya berbeda-beda dalam kaitannya dengan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat sehari-hari bukan masalah teologis. d. Dialog karya (aksi) yakni membawa dialog pada kasih bersama yang didasarkan pada pemahaman iman baru, yakni iman yang transformatif sehingga masyarakat dapat turut serta menikmati keimanan orangorang yang beragama. (www.indoskripsi.com: diakses tahun 2009)
SARA merupakan basis yang paling dasar dari kehidupan masyarakat Indonesia. Identitas asli bangsa Indonesia tidak lepas dari kenyataan adanya keberagaman suku, komunitas agama, ras dan antar golongan. SARA merupakan sebuah kenyataan kemajemukan, akan tetapi tidak menjamin apakah dalam wujudnya yang nyata benar-benar dapat melahirkan kebijakan dalam masyarakat. SARA pada dasarnya berisi kenyataan tentang pluralisme masyarakat dan kesadaran masyarakat tentang pluralisme tersebut. Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa konflik yang terjadi di Indonesia tidak lepas dari konflik SARA.
56
Upaya mencari solusi konflik SARA: a. Perbincangan atau wacana tentang SARA yang dikembangkan oleh rezim orde baru harus ditolak sebagai paradigma yang salah memahami masyarakat Indonesia. Perlu dilahirkan pemahaman baru tentang SARA yang lebih realistis terhadap SARA itu sendiri. Tabu SARA yang dibela oleh pemerintah orde baru harus dihapus dan digantikan dengan politik SARA yang lebih terbuka. Politik SARA orde baru berbeda dengan politik kolonial. Yang mengisolasi dan menumbuhkan kecurigaan antar suku dan agama. Sebagai hasil dari politik SARA ini adalah fregmentasi sosial, diskriminasi dan prasangka antar golongan yang merakyat dimasyarakat. b. Perlu digiatkan dialog dan komunikasi yang lahir dari inisiatif dibawah. Pemerintah harus memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berinisiatif. Ada beberapa dialog dan pemahaman tentang tingkat dialog. c. Menindaklanjuti dialog pada tingkat elit dan tingkat gagasan, maka perlu diusahakan kerjasama praktis dan tingkat bawah. Orientasi agama harus diarahkan ke bawah dan mengajar pada umatnya agar lebih menghargai pluralisme (www.indoskripsi.com: diakses pada tahun 2009).
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Paparan Informasi Observasi 1. Sejarah Desa Deyangan Desa Deyangan terletak di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa tengah. Desa Deyangan terdiri dari 11 dusun, 17 RW, 38 RT. Adapun nama-nama dusun tersebut adalah: a. Dusun Ngroto b. Dusun Klodran c. Dusun Deyangan d. Dusun Jangkungan e. Dusun Carikan f. Dusun Banar g. Dusun Pangonan h. Dusun Kuto Pandeyan i.
Dusun Serak
j.
Dusun Gintungan
k. Dusun Nglerep Sejarah nama Dusun-dusun di Desa Deyangan diambil dari nama tokoh Dusun tersebut. Nama dusun Ngroto diambil dari nama Kyai Ngroto, Dusun Klodran dari nama Kyai Nglodro joyo, Dusun Deyangan dari nama Kyai Deyang, Dusun Jangkungan dari nama Kyai Jangkung,
57
58
Dusun Carikan dari nama Kyai Carik, Dusun Banar diambil dari nama mbah Banar, Dusun Pangonan diambil dari Nama Mbah Pangon, sedang nama Dusun Koto Pandeyan diambil dari kisah Mbah Pande yang mana apabila diajak bepergian selalu berkata “Engko tho (basa jawa)” dalam bahasa Indonesia berarti “nanti dulu” sehingga sering dijuluki Koto Pandeyan, nama Dusun Serak diambil dari kisah masyarakat yang dahulu bersuara serak, nama Dusun Gintungan diambil dari nama mbah Gintung, nama Nglerep diambil dari nama mbah Lekor. Para tokoh dusun tersebut berkumpul disuatu tempat untuk menetapkan nama desa. Akhirnya nama desa itu disepakati oleh tokoh setempat dengan nama Deyangan. Letak geografis desa Deyangan : Utara
: Desa Pasuruhan
Selatan dan Barat
: Bumiharjo kecamatan Borobudur
Timur
: Sawitan dan Rambeanak
2. Organisasi Desa Deyangan Organisasi Desa Deyangan terdiri dari : a. Kepala Desa
: H. Yasmedi
b. Sekretaris Desa
: Singgih wardoyo
c. BPD Ketua
: H. Muh suhud
Sekretaris
: Nurkholis
Seksi Keamanan
: Sukimin
Seksi Kesejahteraan Masyarakat : Bs. Iryanto
59
Pembangunan
: Mujiman
Anggota
: 1). Sudarmaja 2). Ir. Iskandar 3). Saparudin 4). Ashuri
d. Kaur
: 1). Abdul mukti 2). Hartono 3). Suwono 4). Djarot Ps
e. Kadus Dusun Ngroto
: Sumedi
Dusun Klodran
: Sujono slamet
Dusun Deyangan
: Slamet taufik
Dusun Jangkungan
: Hardani
Dusun Carikan
: Solikin
Dusun Banar
: Marjuki
Dusun pangonan
: Rohmat
Dusun Koto Pandeyan
: Sobiri
Dusun Serak
: Afian Arifin
Dusun Gintungan
: Sukahar
Dusun Nglerep
: Asrarodin
60
3. Potensi Sumber Daya Manusia a. Umur >1 tahun 135 0rang
30 tahun 60 Orang
2 tahu
133 Orang
31 tahun 60 Orang
3 tahun
133 Orang
32 tahun 60 Orang
4 tahun
133 Orang
33 tahun 60 Orang
5 tahun
87 Orang
34 tahun 59 Orang
6 tahun
80 Orang
35 tahun 59 Orang
7 tahun
88 Orang
36 tahun 59 Orang
8 tahun
88 Orang
37 tahun 59 Orang
9 tahun
88 Orang
38 tahun 59 Orang
10 tahun 81 Orang
39 tahun 59 Orang
11 tahun 82 Orang
40 tahun 60 Orang
12 tahun 82 Orang
41 tahun 60 Orang
13 tahun 82 Orang
42 tahun 60 Orang
14 tahun 82 Orang
43 tahun 60 Orang
15 tahun 82 Orang
44 tahun 60 Orang
16 tahun 25 Orang
45 tahun 60 Orang
17 tahun 86 Orang
46 tahun 60 Orang
18 tahun 86 Orang
47 tahun 60 Orang
19 tahun 86 Orang
48 tahun 60 Orang
20 tahun 90 Orang
49 tahun 59 Orang
21 tahun 90 Orang
50 tahun 57 Orang
22 tahun
90 orang
51 tahun 57 Orang
23 tahun 90 Orang
52 tahun 57 Orang
24 tahun 90 Orang
53 tahun 57 Orang
25 tahun 82 Orang
54 tahun 57 Orang
26 tahun 81 Orang
56 tahun 57 Orang
27 tahun 81 Orang
55 tahun 57 Orang
28 tahun 81 Orang
56 tahun 57 Orang
29 tahun 81 Orang
58 tahun 57 Orang Lebih dari 58 tahun 420 Orang
61
b. Jumlah Jumlah total
………..4867…….orang
Jumlah laki-laki
..………2396…… orang
Jumlah Perempuan
……….2476……. orang
Jumlah Kepala Keluarga
.………1363……….KK
c. Pendidikan Belum sekolah Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah
……….667……orang .......….-………orang
Pernah sekolah SD tapi tidak tamat
……….42……..orang
Tamat SD/sederajat
………1875…..orang
SLTP/sederajat
………892……orang
SLTA/sederajat
………498……orang
D-1
………32……..orang
D-2
………28……..orang
D-3
………30……..orang
S-1
………60……..orang
S-2
……….7………orang
S-3
………-……….orang
d. Mata Pencaharian Pokok Petani
……….1034….orang
Buruh tani
.………..953…..orang
Buruh/swasta
………..306…..orang
62
Pegawai negeri
………..326…...orang
Pengrajin
…………-…….orang
Pedagang
………..145…...orang
Peternak
…………3…….orang
Nelayan
………….- ……orang
Montir
………….2…….orang
Dokter
………….3…….orang
e. Agama Islam
………4585…. orang
Kristen
………10….
Katholik
………364…. orang
Hindu
………-……. orang
Budha
………-……. orang
orang
f. Tempat Ibadah Masjid
……...12……...buah
Langgar
……...16……...buah
Gereja
……....1……….buah
Wihara
……….-………buah
Pura
……….-………buah
63
g. Cacat Mental Fisik Cacat Fisik Tuna rungu
…….22……….orang
Tuna wicara
…….1…………orang
Tuna netra
…….4…………orang
Lumpuh
…….5…………orang
Sumbing
…….-…………orang
Invalid lainnya
……-…………orang
Cacat Mental Idiot
……3………… orang
Gila
……3………… orang
Stress
……1………… orang
h. Tenaga Kerja ……2042….orang
1. Penduduk usia 15-55 tahun 2. Penduduk usia 15-55 tahun ibu rumah
……1051….orang
tangga 3. Penduduk
usia
sekolah 4. Tenaga kerja
15-55
tahun
masih ……1567…. orang ……4620…. orang
64
B. Paparan Informasi Wawancara 1. Pola Pendidikan Islam Desa
Deyangan
merupakan
sebuah
desa
yang
memiliki
keanekaragaman agama, dimana agama Islam merupakan agama yang mendominasi dalam desa tersebut. Meskipun agama Islam merupakan agama yang paling banyak mendominasi, tetapi warga yang bergama Islam tetap dapat membaur dengan warga yang beragama Kristen maupun Katholik tanpa memandang adanya perbedaan. Terciptanya kerukunan antar umat beragama tidak lepas dari pendidikan yang ditanamkan oleh orang tua atau keluarga. Masyarakat desa Deyangan menyadari bahwa dalam lingkungan yang mempunyai keanekaragaman agama sangat rentan terhadap konflik atau masalah yang berhubungan dengan agama. Banyak yang mengatakan bahwa agama adalah sumber konflik, tetapi masyarakat desa Deyangan menganggap bahwa perbedaan agama di desa mereka merupakan suatu berkah karena dengan perbedaan tersebut masyarakat dapat mengetahui adat-adat yang ada dalam agama lain dan mereka menganggap bahwa setiap agama mengajarkan tentang kebaikan dan juga kebersamaan. Pendidikan yang ditanamkan oleh keluarga di desa Deyangan merupakan salah satu faktor pendukung dalam terwujudnya kerukunan. Hal ini terbukti dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada warga desa Deyangan, ketika ditanya “Apakah pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam mewujudkan kerukunan?”, warga
65
menjawab bahwa pendidikan dalam keluarga mempunyai peranan penting dalam terwujudnya kerukunan. Karena mereka menganggap bahwa setiap agama mengajarkan tentang kebaikan, dan agama Islampun mengajarkan untuk saling hidup berdampingan dan saling mengenal dengan sesama manusia. Dengan anggapan itu para orang tua di desa Deyangan membiarkan anak mereka bergaul dengan siapa saja tanpa memandang adanya perbedaan, diharpkan anak-anak dapat bersosialisasi dengan semua anak di desa itu tanpa memilih-milih teman yang beragama Kristen atau yang beragama Islam saja. Dengan begitu anak akan bergaul tanpa membuat kelompok-kelompok antara Kristen atau Islam, sehingga sejak dari usia dini anak-anak telah terbiasa untuk bergaul dengan siapa saja. Selain
menanamkan
pendidikan
dalam
keluarga,
lembaga
pendidikan di desa Deyangan juga sangat berperan dalam terwujudnya kerukunan antar umat beragama. Lembaga pendidikan di desa Deyangan sbenarnya kurang memadai bila dilihat dari segi banyaknya warga, karena di desa Deyangan sendiri terdapat 11 dusun tetapi lembaga pendidikan di desa Deyangan hanya terdapat 5 lembaga pendidikan berupa TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) dan di sebagian dusun kegiatan TPA masih dilakukan di masjid. Lembaga-lembaga pendidikan lain seperti pesantren atau sekolah berbasis Islam di lingkungan desa Deyangan belum ada, hanya terdapat sekolah-sekolah umum saja. Dalam pengajaran TPA tersebut anak-anak diajarkan tentang membaca Al-Qur'an dan ilmu-ilmu yang mengajarkan tentang pendidikan
66
keislaman.
Selain
itu
anak-anak
TPA
diajarkan
tentang
hidup
berdampingan dan kasih sayang dengan sesamanya. Hal ini diungkapkan oleh responden kepada peneliti ketika peneliti bertanya : “Apa saja yang diajarkan dalam TPA?”, dan respondenpun menjawab bahwa yang ditekankan dalam kegiatan TPA ini adalah membaca Al-Qur'an, tetapi selain membaca Al-Qur'an anak-anak juga diajarkan tentang ilmu tentang pendidikan Islam. Selain itu anak-anak juga diajarkan tentang hal-hal yang menyangkut tentang kerukunan antar umat beragama karena kita sendiri menyadari bahwa kita hidup dalam keberagaman agama. Pendidikan keluarga dan TPA adalah pendidikan yang ditujukan untuk anak-anak, sehingga anak-anak dapat mengerti dan memahami tentang ilmu-ilmu pendidikan Islam dan kebersamaan antar sesama. Selain pendidikan untuk anak-anak, pendidikan keislaman untuk kalangan orang dewasa maupun orang tua juga ada. Kegiatan tersebut dilakukan secara rutin oleh masyarakat desa Deyangan misalnya saja di dusun Serak, setiap malam Jum’at sering diadakan kegiatan Yasinan. Dalam acara tersebut sering disisipi acara santapan rohani. Bnegitu juga dengan acara untuk kaum ibu-ibu yaitu acara berjanjen yang dilakukan setiap malam Minggu dan kegiatan tersebut juga sering diberikan ajaran-ajaran tentang pengajian atau keilsmanan. Untuk para remaja sendiri, kegiatan pengajian rutin sebulan sekali yang dilakukan di dusun Deyangan, dan kegiatan ini dilakukan secara bergilir. Kegiatan pengajian dilakukan Minggu pagi di masjid dan diikuti oleh remaja-remaja dusun Deyangan. Pengajian ini
67
hanya berlangsung sekitar 1 jam, karena kegiatan pengajian ini bersifat santapan rohani bagi remaja desa. Dengan adanya kegiatan pengajian tersebut masyarakat berharap agar remaja di dusun mereka mempunyai kepribadian dan akhlak yang baik sehingga meskipun berada dalam daerah yang mempunyai keanekaragaman agama pada remaja dapat hidup berdampingan dengan agama lain. Melihat fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat desa Deyangan sangat beragam. Warga desa Deyangan mendidik anak mereka untuk dapat bersosialisasi dengan masyarakat lain yang berbeda agama. Selain pendidikan keluarga, kegiatan yang mendidik dalam masyarakat desa Deyangan adalah kegiatan TPA dan santapan rohani bagi kalangan orang tua dan juga remaja. Sehingga pendidikan keislmanan tidak hanya didapatkan oleh anak-anak saja tetapi juga para orang tua dan remaja. Dengan adanya kegiatan-kegiatan keislaman tersebut masyarakat dapat mewujudkan kerukunan antar umat beragama. 2. Keadaan Sosiokultural Masyarakat a. Kehidupan Sosial Masyarakat Hubungan antar umat Islam dan umat kristen maupun katholik di Desa Deyangan terjalin dengan baik dan harmonis. Meskipun mereka menyadari adanya perbedaan ajaran agama, mereka dapat hidup bersama dengan tidak memandang perbedaan agama. Hal ini terlihat dengan kehidupan bermasyarakat Desa Deyangan, warga dapat
68
bergaul dengan siapa saja tanpa peduli dengan status agama yang ada dalam lingkungan mereka. Masyarakat dapat membaur dengan semua warga tanpa membentuk suatu kelompok komunitas seperti umat Islam bergaul dengan umat Islam saja, atau umat kristen bergaul dengan orang kristen saja, tetapi mereka dapat menyatu dan membaur dengan semua warga. Masyarakat Islam dapat bersosialisasi dengan warga kristen maupun
katholik.
Meskipun
agama
kristen
maupun
merupakan agama minoritas, namun mereka dapat
katholik merasakan
indahnya kebersamaan. Hubungan antar umat beragama tidak hanya beragama tidak hanya sekedar hubungan pergaulan saja, tetapi telah masuk dalam hal sikap kebersamaan dan kekeluargaan. Hal ini terbukti dengan sikap warga dalam membantu tetangganya saat warganya membutuhkan pertolongan. Meskipun agama kristen merupakan agama minoritas, mereka tidak merasa canggung untuk meminta pertolongan kepada warga yang beragama Islam. Untuk hidup sebagai anggota masyarakat, warga Desa Deyangan menciptakan suatu persaudaraan, yang mana setiap anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sama. Masyarakat dapat menerapkan sikap saling menghormati dan toleransi antar umat beragama. Meskipun berada dalam kelompok mayoritas yang beragama kristen maupun katholik mendapatkan hak mereka untuk menjalankan kegiatan keagamaanmereka dengan rasa aman dan
69
nyaman. Nilai solidaritas, keadilan dan kedamaian dapat diwujudkan masyarakat Desa Deyangan karena kesadaran masyarakat itu sendiri tentang pentingnya hidup berdampingan antar pemeluk agama lain. Bila masyarakat dapat menikmati indahnya perbedaan itu, maka kerukunan antar wargapun terwujud. Masyarakat juga sadar pentingnya sikap saling menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Misal masyarakat tidak merasa terganggu dengan kegiatan keagamaan lain karena mereka sadar bahwa ajaran agama merekapun berbeda, maka cara dan kegiatan keagamaan merekapun juga berbeda. Mayarakat juga sadar, apabila mereka ingin agamanya dihormati, maka merekapun harus menghormati agama lain, dan apabila mereka tidak ingin agamanya dilecehkan maka jangan melecehkan agama lain. Pergaulan dan persaudaraan antar masyarakat yang berbeda agama tidak memandang adanya perbedaan tingkat status sosial dan ekonomi antar pemeluk agama. Hal ini terbukti dengan sikap warga yang selalu bergaul dengan masyarakat sekitar tanpa memandang miskin maupun kaya. Mereka selalu rukun dan saling tolong menolong saat membutuhkan pertolongan. Dalam masyarakat Desa Deyangan, seseorang yang memiliki kedudukan dalam Desa tersebut atau seseorang yang mempunyai kekayaan sangat disegani oleh warga dan sangatlah dihormati, namun meskipun seseorang tersebut sangat dihargai dan dihormati mereka dapat bergaul dengan masyarakat sekitar dengan baik.
70
Fenomena diatas menunjukkan bahwa warga Desa Deyangan dapat bersosialisasi dengan masyarakat sekitar tanpa memandang status agama, sosial dan juga ekonomi. Mereka semua dapat berbaur dengan siapa saja sehingga semua masyarakat merasakan nyaman tinggal dilingkungan mereka. b. Kultural Masyarakat Desa Deyangan adalah Desa yang mempunyai keragaman agama dimana ajaran dan kegiatan keagamaan pemeluk agama sangat berbeda. Dengan perbedaan ajaran agama, maka tradisi serta budaya yang dimiliki oleh umat beragama berbeda pula. Tradisi dan budaya dalam masyarakat Desa Deyangan sangat beragam karena setiap agama mempunyai tradisi yang berbeda. Tradisi Islam yang masih melekat dalam masyarakat Desa Deyangan adalah yasinan, selapanan, sadranan, berjanjen, tahlilan. Sedangkan tradisi yang melekat pada agama katholik maupun kristen adalah sembahyangan yang dilakukan setiap sebulan sekali. Meskipun mempunyai tradisi yang berbeda, namun masyarakat Desa Deyangan mempunyai tradisi yang mengikat antara keduanya yaitu
tradisi
sedekahan.
Tradisi
sedekahan
dilaksanakan
oleh
masyarakat setiap tanggal 12 Robi’ul awal. Adat istiadat seperti ini sangat berperan dan berpengaruh dalam menjalankan kerukunan hidup antar umat beragama karena adat istiadat dalam masyarakat Deyangan
71
merupakan adat turun temurun dan mengandung pesan moral agar masyarakat selalu menjaga kerukunan antar tetangga. Meskipun adat sedekahan merupakan adat yang bernuansakan Islam,namun kegiatan ini dilakukan oleh semua masyarakat, umat yang beragama katholik maupun kristen tetap menjalankan kegiatan tersebut. Dalam kegiatan terdapat sebuah pesan agar warganya selalu menjaga kerukunan antar umatnya. Diungkapkan oleh responden kepada peneliti beberapa waktu lalu. Berikut jawaban dari beberapa pertanyaan yang diberikan peneliti kepada responden. Jawaban responden dengan inisial S dengan pertanyaan seputar sosiokultural masyarakat. “Peranan adat istiadat di Deyangan sebagai salah satu jalan untuk merukunkan warga karena adat ini sudah ada dari dulu. Budaya itu berupa sedekahan tiap tanggal 12 Robiul awal dan tiap dusun mengikuti acara itu. Tiap dusun diberi jatah 5 orang untuk membuat ambeng atau tumpeng. Dan semua masyarakat mengikuti acara tersebut. Dalam kegiatan tersebut diisi dengan ceramah yang mengandung pesan agar semua warga menjaga kerukunan antar sesamanya. Kegiatan sedekahan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam merukunkan warga karena warga sering bertemu dan ada ceramah tentang kerukunan sehingga secara otomatis warga saling rukun.” (hasil wawancara peneliti pada tanggal 18 november 2009)
72
Dengan adanya kegiatan sedekahan tersebut, masyarakat dapat mengambil hikmah tentang pesan-pesan yang disampaikan oleh sang pemuka agama bahwa mereka harus selalu menjaga kebersamaan mereka.
Kegiatan masyarakat seperti ini sangat berperan dalam
terbentuknya kerukunan antar warga. Adat istiadat di Desa Deyangan, masih sangat dijunjung oleh masyarakat dan kegiatan tersebut sudah ada sejak dahulu. Sedekahan merupakan kegiatan turun temurun yang sering dilakukan oleh masyarakat desa Deyangan yang dilakukan setahun sekali. Dan kegiatan seperti ini sangat memberikan pengaruh dalam menjalankan kerukunan antar umat beragama. 3. Kerukunan antar Umat Beragama a. Bentuk Kerukunan Hidup Desa Deyangan adalah desa yang mempunyai keragaman agama dengan agama yang berbeda-beda, sebagian besar beragama Islam dan sebagian penduduk beragama kristen dan katholik. Adanya keragaman agama dalam masyarakat sangatlah rentan terhadap terjadinya konflik atau masalah yang berhubungan dengan agama. Banyak orang yang berpendapat bahwa agama merupakan sumber konflik. Tapi dalam masyarakat Desa Deyangan hal tersebut tidak berlaku karena menurut masyarakat Desa Deyangan dengan adanya keragaman
tersebut
justru
mereka
dapat
hidup
rukun
dan
berdampingan dengan warga yang berbeda agama tanpa menimbulkan konflik. Dalam catatan keamanan dan ketertiban Desa tahun 2009,
73
tidak pernah ada kasus konflik antar agama yang terjadi di Desa Deyangan. Masyarakat
Desa
Deyangan sangat
menghargai
adanya
perbedaan agama yang ada dalam lingkungan mereka karena masyarakat sadar bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang berbeda agama tidak hanya sekali ini saja namun warga sejak dahulu sudah terbiasa hidup dengan perbedaan agama. Dalam hal ini masyarakat sudah dapat mengatur dan mengelola keragaman agama tersebut dan dapat memastikan bahwa agama tidak saling bertentangan satu sama lain. Warga Deyangan percaya bahwa semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan menolak kejahatan. Dengan
mengamalkan
mewujudkan kerukunan antar
ajaran
agama,
pemeluk
masyarakat
agama
yang
dapat
berbeda.
Kerukunan di Desa Deyangan dapat terlihat dalam keseharian dan kegiatan masyarakat sekitar. Dalam wawancara peneliti dengan seorang warga pada tanggal 27 September 2009 ketika peneliti bertanya :” kegiatan yang sering dilakukan oleh masyarakat untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama?”, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah: “Kegiatan yang sering dilakukan adalah melakukan gotong royong bersih Desa, organisasi, RT, kegiatan mingguan seperti yasinan, berjanjen dan lain-lain”. Pernyataan diatas merupakan sebuah bukti bahwa masyarakat Desa Deyangan saling hidup rukun dengan aktif berpartisipasi dalam
74
kegiatan-kegiatan Masyarakat selain itu mereka juga aktif dalam organisasi
Desa.
Desa
Deyangan
tercatat
adanya
lembaga
kemasyarakatan seperti organisasi perempuan seperti PKK, Posyandu, Dasawisma, sealin itu terdapat organisasi kepemudaan karang taruna yang beranggotakan pemuda-pemuda Desa, ada juga organisasi masyarakat Tani Sudi Rumekso yang beranggotakan petani-petani Desa karena sebagian dari mata pencaharian warga adalah bertani. Dalam kegiatan seperti ini masyarakat dapat menciptakan suatu kebersamaan seperti dalam hal bersih desa, masyarakat dapat merasakan
indahnya
kebersamaan
tanpa
memandang
adanya
perbedaan dan adanya kelompok minoritas maupun mayoritas. Dimata mereka semuanya adalah sama. Bentuk lain dari kerukunan hidup antar umat beragama di Desa Deyangan adalah adanya sikap saling tolong menolong dan sikap saling peduli terhadap sesamanya. Contoh dari sikap tolong menolong warga adalah ketika tetangga mengalami kesusahan atau bantuan seperti ada salah satu warga yang meninggal, maka dengan kesadaran warga itu sendiri datang untuk menolong tanpa diminta. Bahkan warga yang beragama kristen maupun katolik mengikuti acara yasinan. Berikut wawancara peneliti dengan salah seorang warga yang beragam katholik pada tanggal 27 September 2009 pada pukul 16.45, ketika peneliti bertanya: “ Bagaimana bentuk kegotong royongan masyarakat Desa Deyangan?”, jawaban dari seorang warga, “Banyak sekali bentuk
75
kegotong royongan warga disini, salah satunya adalah ketika ada warga yang meninggal, pasti semua warga dengan penuh kesadaran membantu warga tersebut, dalam acara pernikahanpun warga ikut membantu”. Adanya kesadaran warga tentang sikap saling tolong menolong dapat menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama. Selain itu dapat menciptakan kesejahteraan antar warga karena dengan sikap gotong royong tersebut warga dapat merasakan kehidupan yang lebih baik dengan adanya kebersamaan. Menerapkan sikap toleransi antar umat beragama sangatlah penting bagi terbentuknya kerukunan antar umat beragama yang berbeda. Hubungan antara umat kristen atau katolik dengan umat isalam dalam masyarakat Desa Deyangan sangatlah harmonis. Dalam mewujudkan keharmonisan antar pemeluk agama yang berbeda sangatlah dipengaruhi sikap toleransi warga. Sikap toleransi tidaklah datang dengan sendirinya tetapi harus melalui kesadaran yang mendalam dari pribadinya sendiri. Kesadarn warga akan adanya perbedaan
agama
dalam
lingkungannya
dan
kesadaran
akan
pentingnya hidup berdampingan dapat menimbulkan suatu sikap toleransi antar sesama. Toleransi di Desa Deyangan terwujud dengan adanya kebebasan beragama, berkhotbah, dan melakukan kegiatan keagamaan yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing tanpa ada rasa takut
76
akan adanya gangguan dalam menjalankan kegiatan keagamaan mereka. Meskipun berada dalam lingkungan yang mayoritas beragama Islam,
namun
agama
minoritas
dapat
melaksanakan
kegiatan
keagamaan dengan rasa aman dan nyaman karena warga memiliki sikap toleransi yang tinggi. Warga Desa Deyangan mempunyai kesadaran tentang adanya perbedaan cara dan kegiatan dalam menjalankan ajaran agama mereka sehingga dengan adanya kesadaran tentang perbedaan ajaran agama warga merasa tidak terganggu dengan acara kegiatan tersebut. Sikap toleransi antar umat beragama sudah tertanam sejak mereka tinggal dilingkungan mereka. Dengan kebiasaan melihat bahkan mendengar bahkan membantu dalam kegiatan keagamaan membuat warga merasa bahwa itu adalah hal yang biasa dan tidak mengganggu aktifitas mereka. Misal dalam kegiatan yasinan yang dilakukan tiap malam jum’at, warga yang beragama lain merasa tidak terganggu, begitu juga dengan warga yang beragama Islam tidak terganggu dengan acara keagamaan warga katholik maupun kristen. Adanya
sikap
toleransi
antar
umat
beragama
dapat
menghilangkan adanya diskriminasi agama sehingga setiap pemeluk agama kristen maupun katholik dapat melaksanakan ibadah atau ajaran agama mereka dengan rasa aman dan nyaman meskipun berada dalam lingkungan yang mayoritas beragama Islam begitu juga sebaliknya.
77
Fenomena masyarakat
yang
diatas
menunjukkan
berada
dalam
makna
keragaman
toleransi agama.
dalam Dengan
menanamkan sikap toleransi, masyarakat Desa Deyangan juga dapat menciptakan sikap saling menghormati antar sesama pemeluk agama. Bila ada warga atau seseorang yang merasa terpanggil untuk mengikuti ajaran agama lain dan agama tersebut menerima dia dengan baik, maka keputusannya dihormati. Dalam kasus di Desa Deyangan, warga berpindah agama bukan karena hasutan atau paksaan dari pihak manapun melainkan berpindah agama karena adanya unsur pernikahan dan kesadaran mereka sendiri. b. Dasar dalam Mewujudkan Kerukunan Masyarakat Desa Deyangan menyadari bahwa Desa mereka mempunyai keragaman agama dengan perbedaan agama dan kegiatan ibadah yang berbeda pula. Untuk itu masyarakat harus mempunyai dasar-dasar dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama agar kerukunan tetap terjaga. Dasar dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Desa Deyangan adalah : 1) Sikap kekeluargaan Masyarakat
Desa
Deyangan
menerapkan
sikap
kekeluargaan dalam menjalin hubungan dengan tetangga karena masyarakat sadar bahwa mereka tidak bisa hidup sendiri. Mereka mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar tanpa memandang perbedaan agama. Hal ini terbukti dengan sikap warga saat salah
78
satu warga atau tetangga
mengalami musibah, warga datanmg
untuk menjenguk dan menolongnya. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa warga Deyangan peduli dengan sesamanya. Menurut pengakuan salah seorang warga, mereka hidup di Desa Deyangan seperti layaknya sebuah keluarga, bila ada salah satu warga yang sakit merekapun ikut merasakan prihatin dan berusaha untuk menolong dan peduli terhadap tetangganya. Hal seperti ini mereka lakukan untuk menunjukkan rasa kepedulian mereka terhadap sesamanya. 2) Saling membantu dan membutuhkan satu sama lain Dalam
kehidupan
bermasyarakat,
kita
harus
dapat
bersosialisasi dengan sesamanya, saling membantu karena manusia akan selalu membutuhkan satu sama lain. Inilah yang dirasakan masyarakat Desa Deyangan. Mereka hidup dalam masyarakat dengan saling membantu dan membutuhkan satu sama lain. Misal dalam pembuatan sebuah rumah, sangat membutuhkan pertolongan warga untuk membantu membangun rumah tersebut. Sikap warga yang demikian dapat menciptakan kehidupan yang harmonis dan kerukunan antar umat beragama dapat terjalin dan wargapun dapat hidup sejahtera. 3) Kewajiban bertetangga Menurut pengakuan salah seorang warga ketika ditanya tentang dasar-dasar dalam mewujudkan kerukunan antar umat
79
beragama yang paling utama adalah menerapkan kewajiban bertetangga.
Apabila
warga
dapat
menerapkan
kewajiban
bertetangga, maka kerukunan antar umat beragama dapat terwujud. Kewajiban bertetangga itu antara lain sikap toleransi, saling menghormati, membantu sesama, dapat bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, tidak saling curiga dan berprasangka buruk antar warga, dan saling peduli terhadap sesama. Bila ada warga yang membutuhkan bantuan, maka warga membantu dengan semampu mereka. 4) Kesadaran masyarakat untuk hidup lebih baik Setiap orang menginginkan untuk hidup damai dan sejahtera dengan sesamanya. Begitu juga dengan masyarakat Desa Deyangan, mereka menginginkan kehidupan yang damai dan aman dalam lingkungan mereka meskipun berada dalam lingkungan yang mempunyai keragaman agama. Dengan adanya keinginan untuk hidup
lebih
baik
tersebut,
masyarakat
berusaha
untuk
mewujudkannya dengan menumbuhkan kesadaran mereka sendiri untuk hidup lebih baik. Bila warga dapat mewujudkan kerukunan tersebut maka mereka dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk sesama dan juga lingkungan sekitarnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, warga saling bekerjasama untuk mensejahterakan sesamanya dan juga lingkungan sekitar. Dengan kesadaran inilah masyarakat dapat hidup lebih baik. Misal,
80
setiap hari warga diwajibkan membayarkan kas atau jimpitan Rp 100. Pengambilan kas ini dilakukan secara bergiliran. Apabila kas tersebut telah terkumpul, hasil tersebut digunakan oleh masyarakat untuk kasejahteraan dusun mereka sendiri seperti pemasangan lampu jalan disetiap dusun. Adanya lampu jalan tersebut mempermudah masyarakat untuk melakukan aktifitas dimalam hari dan keamanan Desapun semakin meningkat. 5) Saling menjaga. Berada dalam lingkungan yang mempunyai keragaman agama diperlukan adanya antisipasi untuk mencegah terjadinya konflik antar umat beragama. Menciptakan kerukunan antar pengikut agama yang berbeda-beda harus melalui kesadaran masyarakat itu sendiri untuk menjaga keharmonisan tersebut dengan
bersosialisasi
dengan
lingkungan
sekitar,
saling
menghormati, saling peduli dengan tetangga tanpa memandang perbedaan. Apabila masyarakat menjaga kerukunan dan menjaga hubungan yang baik dengan sesamanya, maka kehidupan yang harmonis dapat tercipta sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada dalam lingkungan mereka yang mempunyai keragaman agama. 4. Sebab Tidak Adanya Konflik antar Umat Beragama Pada tahun 2009 Desa Deyangan tercatat sebagai desa yang aman tanpa terjadi konflik antar umat beragama. Dalam rangka menciptakan
81
kerukunan hidup antar umat beragama yang berbeda-beda, masyarakat Desa Deyangan sering mengadakan dialog antar umat beragama. Dialog merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Deyangan untuk menghindari terjadinya konflik antar umat beragama dan dialog memberikan isyarat bahwa kehidupan masyarakat Desa Deyangan hidup rukun termasuk kehidupan dalam mengamalkan ajaran agama. Dialog antar umat beragama dilakukan oleh masyarakat setiap sebulan sekali.. Dialog tersebut dilakukan dalam sebuah forum organisasi LPMD (Lembaga Permusyawarahan Masyarakat Desa). Sebenarnya LPMD ini dilakukan untuk acara musyawarah desa, namun selain digunakan untuk musyawarah desa, LPMD juga difungsikan oleh masyarakat untuk forum dialog antar umat beragama. Disinilah fungsi lain dari LPMD dimana para pemuka agama dapat saling berdialog, berdiskusi, dan bertukar pendapat tentang masalah-masalah keagamaan sehingga dalam dialog tersebut diharapkan dapat menghasilkan sebuah kesepakatan dan penyelesaian dari permasalahan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat Desa Deyangan mengakui bahwa dalam setiap kehidupan bernasyarakat terdapat permasalahan kehidupan apalagi berada dalam
lingkungan
yang
mempunyai
keragaman
agama,
dimana
permasalahan agama sangat rentan terhadap terjadinya konflik. Bahkan ada yang mengatakan bahwa agama adalah sumber dari segala konflik. Adanya prasangka dan kecurigaan antara orang Islam dan orang kristen maupun katholik apabila dibiarkan secara terus menerus tanpa ada upaya
82
penyelesaian
dapat
mengakibatkan
konflik
yang
membahayakan
kerukunan antar umat beragama. Contoh kecil dalam forum organisasi sering terjadi adanya perbedaan pendapat, dimana warga kristen atau katholik merasa dirugikan dalam sebuah keputusan sehingga menimbulkan kecurigaaan, maka cara penyelesaiannya adalah dengan musyawarah antar warga sehingga ditemukan sebuah kesepakatan bersama yang tidak merugikan dan memihak pada salah satu pihak. Diadakannya dialog antar pemuka agama dalam LPMD dapat mempersempit kemungkinan terjadinya konflik antar umat beragama. Dalam dialog antar pemuka agama dibutuhkan keterbukaan tentang masalah-masalah yang terjadi sehingga mereka dapat berdiskusi dan bertukar pendapat tentang cara penyelesaian masalah tersebut sehingga konflik dapat terhindarkan. Forum dialog antar umat beragama di Desa Deyangan hanya diikuti oleh pemuka agama dan warga yang berkepentingan saja, karena dialog tersebut hanya bersifat perwakilan saja sebab tidak mungkin mengundang
seluruh
warga
masyarakat
untuk
melakukan
dialog
mengingat dana dan ketersediaan tempat karena dialog merupakan dialog ini bersifat rutin. Para pemuka agama di Desa Deyangan masih sangat disegani dan mereka sangat mempercayai dan menghormatinya karena menurut mereka pemuka adalah pembimbing kehidupan mereka. Pemuka agama berfungsi untuk mengarahkan umatnya untuk saling hidup rukun, dapat hidup berdampingan dengan warga yang berbeda agama, dan saling
83
peduli terhadap sesama. Pengarahan-pengarahan tersebut dapat dilakukan dalam acara keagamaan seperti saat sholat jumat, pengajian, atau acara sembahyangan bagi yang beragama kristen dan acara-acara lain. Terjadinya konflik antar umat beragama bukan karena ajaran agama itu melainkan ulah masyarakat itu sendiri yang mengatasnamakan agama melakukan hal yang dapat membahayakan kerukunan antar umat beragama. Misal adanya sebuah misi seseorang untuk meningkatkan jumlah
pemeluk
agama
dan
mengembangkan
agamanya
dengan
menghasut atau menjelekkan agama lain. Ini merupakan faktor yang sangat membahayakan yang dapat menyebabkan terjadinya konflik antar umat beragama karena warga dapat merasa terganggu. Kasus di Dusun Deyangan, pernah terjadi ketegangan yang disebabkan oleh seseorang warga yang sering mengolok warga yang beragama Islam seperti saat melaksanakan sholat magrib, warga tersebut menghasut orang Islam agar jangan melakukan solat magrib di masjid lagi karena menurut mereka apalah gunanya sholat hanya membuat capek saja. Karena pengaruh warga tersebut, banyak orang Islam yang merasa terganggu dan melaporkan hal tersebut kepada pemerintahan desa. Setelah dilakukan peringatan dan pendekatan melalui bimbingan rohani, orang tersebut tidak lagi melakukan kebiasaannya menghasut orang Islam. Dilihat dari kasus diatas menunjukkan bahwa sangat berperannya dialog antar umat beragama dan perannya pemerintah Desa itu sendiri untuk menjaga kerukunan warganya agar tidak terjadi konflik antar umat
84
beragama. Keterlibatan masyarakat desa dalam menghadapi kasus-kasus yang terjadi dapat mencegah terjadinya ketegangan antar masyarakat Desa Deyangan. Pengawasan terhadap masyarakat sangat diperlukan agar tidak timbul sikap saling memprovokasi terhadap agama lain dan kebijakankebijakan pemerintahan dalam menghadapi masalah tentang ketegangan masyarakat sangatlah diperhatikan dan dilakukan dengan hati-hati agar masyarakat dapat merasakan keadilan dan kerukunan antar umat beragama pun terwujud. Terwujudnya kerukunan antar umat beragama di Desa Deyangan selain dipengaruhi oleh peran pemerintah Desa, peran masyarakat juga sangat mempengaruhi. Dengan dibekali sikap saling menghormati dan toleransi antar umat beragama menjadi salah satu penyebab tidak adanya konflik antar umat beragama. Salah satu contoh kecil sikap saling menghormati dan toleransi antar umat beragama adalah dalam hari raya idul fitri ataupun natal, warga berpartisipasi dalam perayaan tersebut dengan mengikuti perayaan tersebut. Misal dalam hari raya Idul Fitri, warga yang beragama
kristen maupun katholik ikut
melakukan
silaturrahmi sesama warganya begitu juga sebaliknya namun mereka hanya mengikuti kegiatan silaturrahmi saja. Dengan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, bukan berarti mengikuti ajaran agama lain tapi kegiatan tersebut bertujuan untuk menghormati agama lain. Fenomena yang
terjadi dalam masyarakat
desa
Deyangan
menunjukkan secara jelas adanya keterbukaan masyarakat terhadap
85
pemeluk agama lain. Tanpa memandang status perbedaan agama, mereka dapat hidup berdampingan dan mereka dapat menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama. Ini merupakan bukti nyata bahwa perbedaan agama tidak menghalangi seseorang untuk hidup bermasyarakat dengan sesama tanpa kekhawatiran terjadinya konflik dan mereka dapat hidup dengan rasa aman dan nyaman.
C. Paparan Informasi Dokumentasi 1. Potensi Kelembagaan a. Lembaga Pemerintahan Pemerintah desa Deyangan
..…26……orang
Jumlah aparat
…..SD……
Pendidikan Kepala Desa
..…SLTA…
Pendidikan Sekertaris Desa
…RW
Jumlah RW/dusun/taparu/lainnya
(17)/Dusun (11)
Jumlah RT/sebutan lain
..…38 RT……
Badan Perwakilan Desa
…..Deyangan
Jumlah anggota
…13……orang
Pendidikan ketua BPD
…SLTA……
b. Lembaga Kemasyarakatan ORGANISASI KEPEREMPUAN Jumlah anggota
…PKK……… …20………… orang
86
ORGANISASI PEREMPUAN Jumlah anggota ORGANISASI PEMUDA Jumlah anggota ORGANISASI KARANG TARUNA Jumlah anggota ORGANISASI PROFESI
…PKK………… …20………… orang …LPP………… …11………… …11………… …Semua pemuda …Kelompok Tani
Sudi Rumekso Jumlah anggota
…50…………
2. Keamanan Dan Ketertiban a. Kerukunan Kasus konflik etnis pada tahun ini
..…-……kasus
Kasus konflik agama pada tahun ini
..…-……kasus
Jumlah sarana ibadah yang rusak/terbakar ..…-……kasus
akibat konflik Sara Jumlah rumah penduduk yang rusak/terbakar akibat konflik Sara
.…-…… kasus
Jumlah korban luka akibat konflik Sara
.…-…… kasus
Jumlah korban meninggal akibat konflik Sara
….-…… kasus
Jumlah janda akibat konflik Sara
…-……. kasus
Jumlah anak yatim akibat konflik Sara Kasus
.
…-…….
87
b. Perkelahian Kasus perkelahian yang terjadi pada tahun ini
…-..…. kasus
Kasus perkelahian yang menimbulkan korban jiwa
…-..…. kasus
Kasus perkelahian yang menimbulkan luka parah
…-..…. kasus
c. Pencurian Kasus pencurian, perampokan yang terjadi pada tahun ini
…-…… kasus
Kasus pencurian atau perampokan yang korbannya penduduk desa
…-…… kasus
Kasus pencurian atau perampokan yang pelakunya Penduduk
…2…… kasus
d. Penjarahan Jumlah kasus penjarahan yang korban dan pelakunya penduduk setempat
…-…..…kasus
Jumlah kasus penjarahan yang korban penduduk setempat tetapi pelakunya bukan penduduk setempat
…-…..…kasus
Jumlah kasus penjarahan yang korban bukan penduduk setempat tetapi pelakunya penduduk setempat
…-.....…kasus
e. Perjudian Jumlah penduduk yang memiliki kebiasaan berjudi
…-.....…kasus
Jenis perjudian yang ada di desa
…-.....…kasus
f. Pemakaian Miras dan Narkoba Jumlah warung/toko yang menyediakan miras
…-…..…buah
88
Jumlah penduduk yang mengkonsumsi miras
…-…....orang
Jumlah penduduk yang mengkonsumsi narkoba
…-…….orang
g. Prostitusi Jumlah penduduk pekerja pramu nikmat Lokalisasi prostitusi
…-…….orang tidak ada
Jumlah tempat yang menyediakan wanita pramunikmat secara terselubung (warung remang remang, panti pijat, hotel dll)
…-……buah
h. Pembunuhan Jumlah kasus pembunuhan pada tahun ini
..…-......orang
Jumlah kasus pembunuhan dengan korban penduduk setempat
…-……kasus
Jumlah kasus pembunuhan dengan pelaku penduduk setempat i.
j.
…-….…kasus
Kejahatan seksual Jumlah kasus perkosaan pada tahun ini
…-…….kasus
Jumlah kasus perkosaan anak pada tahun ini
…-…….kasus
Jumlah kasus kehamilan diluar nikah
…-…….kasus
Jumlah kasus kehamilan ditinggal pacar
…-…….kasus
Pelembagaan Keamanan Semesta Siskamling
ada
Hansip
ada
89
3. Kepribadian Kebangsaan Masyarakat a. Kegotong royongan penduduk Jumlah kelompok arisan
11buah
Jumlah penduduk menjadi orang tua asuh
-
Ada tidaknya dana sehat
ada
Ada tidaknya kegiatan gotong royong atau sambatan/sejenisnya dalam pembangunan rumah
ada
Ada tidaknya kegiatan gotong royong atau sambatan/ sejenisnya dalam pengolahan tanah
ada
Ada tidaknya gotong royong menjaga kebersihan desa
ada
Ada tidaknya gotong royong membangun jalan/jembatan
ada
b. Adat istiadat Adat istiadat dalam perkawinan
ada
Adat istiadat dalam kelahiran anak
ada
Adat istiadat dalam upacara perkawinan
ada
Adat istiadat dalam pengelolaan hutan
tidak
Adat istiadat dalam pengelolaan tanah pertanian
ada
Adat istiadat dalam pengelolaan pantai
tidak
Adat istiadat dalam memecahkan konflik warga
ada
c. Sikap Mental Aparat desa/RT/Rw atau sebutan lain yang dipecat karena
penyelewengan
tidak
90
Aparat desa/RT/RW yang diberhentikan dengan hormat karena
penyelewengan
tidak
d. Etos Kerja Penduduk Luas desa
365,55 Ha
Luas lahan terlantar
-
Luas lahan pekarangan
83, 265 Ha
Luas lahan pekarangan yang tidak dimanfaatkan
-
Kegiatan petani pada musim kemarau
Bertani, Buruh jasa
Kegiatan nelayan pada musi tidak melaut
-
4. Kedaulatan Politik Masyarakat a. Jumlah Partai Politik dan Pemilihan Umum 1) Jumlah penduduk memiliki hak pilih dalam pemilu yang lalu 2) Jumlah penduduk memilih pada pemilu yang lalu
3177orang 2404orang
3) Jumlah partai politik yang memiliki pengurus sampai desa 6 orang b. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan 1) Jumlah musyawarah desa dilakukan pada tahun ini
12 orang
2) Jumlah BPD melakukan musyawarah tahun ini
10 orang
3) Jumlah peraturan desa yang ditetapkan tahun ini
9 keputusan
4) Pemilikan Rencana Pembangunan Tahunan Desa (RPTD) tahun ini
ada
5) Pemilikan Rencana Pembangunan Jangka menengah Desa (RPJMD)
ada
91
c. Penentuan kepala desa 1) Penentuan kepala desa/ sejenisnya
dipilih
2) Masa jabatan kepala desa saat ini
1,2tahun
d. Pemilihan kepala RW atau sebutan lainnya 1) Jumlah RW atau sebutan lainnya
117 RW/dusun
2) Penentuan ketua RW atau sebutan lainnya
dipilih dari RT
3) Masa jabatn kepala RW atau sebutan lainnya
5 tahun
e. Pembayaran pajak 1) Jumlah wajib pajak
2439 orang
2) Target penerimaan PBB
Rp 40.776.404
3) Realisasi penerimaan tahun ini
.Rp33.771.490
f. Keswadayaan 1) Jumlah
anggaran
belanja
dan
Rp 166.523.450
penerimaan desa tahun ini 2) Bantuan Kabupaten
Rp 82. 969.500
3) Pendapatan pusat
-
4) Pendapatan asli desa
Rp 45.553.950
5) Swadaya
Rp 38.000.000
g. Pemilihan BPD 1) Jumlah anggota BPD 2) Penentuan anggota BPD
13 orang dipilih masyarakat
92
3) Pemilikan kantor BPD
ada
4) Anggaran untuk BPD
ada
5) Produk keputusan BPD tahun ini
Persetujuan APB desa Peremajaan Perangkat desa
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pola Pendidikan Islam Islam adalah agama yang mengatur tentang pola kehidupan muslim, bagaimana mengatur keluarga dan bagaimana mengatur rumah tangga yang baik. Orang tua diharapkan menjadi suri tauladan yang baik dan juga memahami kewajibannya sebagai seorang pendidik di dalam rumah. Maka apabila anak telah terdidik oleh orang tuanya dengan baik, maka terciptalah seseorang yang mempunyai akhlak dan juga moral baik di tengah masyarakat. Begitu pula sebaliknya, apabila anak dibiasakan untuk melakukan kejahatan maka anak tersebut akan terjurumus dalam keburukan itu. Anak merupakan amanat bagi orang tua, karena setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci sehingga kedua orang tuanyalah yang memiliki kewajiban penuh dalam mempersiapkan serta mengarahkan anaknya agar tumbuh dewasa dengan memiliki akhlak dan tingkah laku yang mulia. Pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anaknya. Maka keharusan bagi orang tua untuk berjuang keras dan tekun dalam memperbaiki kesalahan anak serta membiasakan mereka untuk selalu melakukan kebaikan. Begitu besarnya pengaruh lingkungan keluarga dalam pembentukan akhlak anak, untuk itu perlu diadakan adanya pengawasan terhadap tingah laku anak dalam kehidupan sehari-hari agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan, karena penyimpangan-
93
94
penyimpangan yang dilakukan oleh anak banyak disebabkan oleh ketidak waspadaan orang tua terhadap perkembangan anak. Untuk menjalin hubungan yang
baik dengan anggota masyarakat,
seseorang harus menciptakan sikap saling membutuhkan antar sesama. Kita harus mampu bersosialisasi dan membaur dengan dengan baik dalam masyarakat tanpa memandang perbedaan. Sikap seperti ini harus ditanamkan dalam kehidupan anak agar anak dapat dengan mudah bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan masyarakat sekitar, baik dengan orang dewasa maupun dengan anak seusianya.dengan pendidikan seperti ini diharapkan anak tidak rendah diri saat bergaul dengan temannya. Tetapi dalam pergaulan tersebut perlu diadakan pengawasan terhadap tingkah laku anak sehingga anak dapat bersikap benar dalam pergaulannya baik dalam pergaulan antar sesama dan juga adab sopan santun terhadap orang yang lebih dewasa. Pola pendidikan keluarga dalam masyarakat desa Deyangan dapat dilihat dalam kegiatan sehari-hari. Warga membiasakan anaknya untuk bergaul dengan siapapun tanpa memandang sebuah status keagamaan. Sehingga dengan pembiasaan tersebut anak-anak dan remaja dapat bergaul dengan baik seperti dalam kegiatan karang taruna dan majelis atau pertemuan-pertemuan lainnya. Dari pergaulan tersebut anak-anak dan remaja dapat mengambil banyak pelajaran serta memahami apa yang kurang dalam dirinya seperti cara bergaul yang baik, adab sopan santun terhadap orang yang yang lebih dewasa dan lain-lain, sehingga mereka siap untuk terjun dalam
95
kehidupan masyarakat yang mempunyai keanekaragaman agama dengan tidak membentuk kelompok-kelompok berteman antara umat Kristen dan Islam yang dapat menimbulkan suatu konflik. Dianatra hal-hal penting yang membantu pembinaan anak dalam bermasyarakat adalah membiasakan anak peduli terhadap sesamanya. Dengan peduli terhadap sesama dapat menumbuhkan jiwa sosial terhadap anak, sehingga anak dapat merasakan indahnya persahabatan. Apabila anak telah memiliki jiwa kebersamaan, maka kehidupan dalam masyarakat akan rukun dan damai. Dalam perkembangan anak menjadi sesosok orang dewasa tidaklah cukup hanya dengan pendidikan keluarga saja. Karena dalam pendidikan keluarga hanya diberikan pendidikan untuk membentuk akhlak dan moral. Untuk itu diperlukan adanya pendidikan di luar rumah yang bersifat formal maupun non formal. Pendidikan yang bersifat format seperti pendidikan sekolah sehingga anak dapat mengetahui ilmu pendidikan secara luas dan lebih mendalam. Sedangkan pendidikan non formal dapat diperoleh melalui lembaga-lemaga pendidikan seperti TPA, pesantren, dan lain-lain. Adanya pendidikan yang diberikan di luar rumah dapat membantu meringankan beban orang tua dalam mendidik putra-putrinya. Anak-anak mendapatkan pengetahuan yang tidak mereka dapatkan dalam keluarganya sehingga anak-anak mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Di desa Deyangan sendiri terdapat lembaga pendidikan non formal seperti TPA dimana dalam lembaga tersebut diajarkan tentang ilmu pendidikan keislaman.
96
Kegiatan TPA dapat membantu anak dalam pembinaan akal karena pembinaan akal sangat penting dalam membentuk pola pikir anak hingga beranjak dewasa nanti. Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, karena itu usia kanak-kanak merupakan masa yang paling subur dalam pembinaan akal karena pada usia kecil tingkat kecerdasan dan daya ingat lebih kuat dan meresap dibandingkan dengan usia dewasa. Untuk itu lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti TPA dalam masyarakat sangat membantu dalam pembentukan akal anak sehingga anak akan tumbuh dewasa dengan memiliki akhlak dan tingkah laku yang mulia dan kerukunan antar umat beragamapun dapat terwujud. Pendidikan
kegamaan
juga
bisa
didapatkan
dala
kegiatan
kemasyarakatan di desa Deyangan terdapat kegiatan keagamaan seperti yasinan, berjanjen, dan kegiatan pengajian rutin untuk kalangan remaja dan orang tua. Dalam kegiatan tersebut diisi santapan rohani yang mengajarkan tentang pendidikan keislaman. Dengan adanya kegiatan seperti ini para orang tua dan juga remaja dapat mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
B. Sosio Kultural Masyarakat Hubungan antar umat beragama, khususnya dalam masyarakat yang berada dalam keragaman agama tidak selamanya dapat hidup harmonis. Meskipun ajaran agama mengajarkan tentang pentingnya kerukunan,
97
kedamaian, saling menghormati, dan mengajarkan pentingnya hidup berdampingan sesama pemeluk agama yang berbeda tetapi factor-factor kecurigaan dan prasangka buruk terhadap ajaran agama dapat menyebabkan perpecahan antar warga. Untuk
hidup
sebagai
anggota
masyarakat,
seseorang
harus
menciptakan sikap saling membutuhkan satu sama lain tanpa memandang sebuah kedudukan, karena setiap anggota masyarakat mempunyai kedudukan yang sama kecuali dalam hal ketakwaan terhadap ajaran agama masingmasing. Menciptakan suatu persaudaraan antar sesama sangat diperlukan untuk mewujudkan suatu kehidupan yang lebih baik. Selain itu diperlukan adanya sikap solidaritas antar pemeluk agama lain untuk mempertahankan hubungan yang baik antar sesama. Apabila seseorang dapat bersosialisasi dengan masyarakat, maka kerukunanpun akan terwujud. Sikap solidaritas warga masyarakat Desa Deyangan dapat dilihat dalam hal kegiatan keagamaan seperti acara kematian orang Islam, warga yang beragama Kristen mengikuti upacara kematian tersebut seperti tahlilan begitu juga dengan orang Islam selalu mengikuti kegiatan upacara kematian orang Kristen maupun katholik. Begitu juga dalam hal upacara perayaan hari besar Islam seperti hari raya idul fitri maupun perayaan hari besar katholik/Kristen seperti natal, warga mengikuti kegiatan hari besar tersebut secara bersama-sama dengan mendatangi rumah-rumah warga dengan tujuan bersilaturrahmi. Hal ini menunjukkan rasa solidaritas antara masyarakat Islam dan kristen.
98
Setiap agama pasti mengajarkan tentang kedamaian dan kebersamaan serta hidup berdampingan dengan sesamanya meskipun terdapat perbedaan suku, ras, maupun agama. Adanya perpecahan antar umat beragama bukan terjadi karena ajaran agama, tetapi karena permasalahan-permasalahan yang berasal dari seseorang atau kelompok tertentu kemudian berkembang menjadi permasalahan agama. Untuk itu perlu adanya antisipasi agar perpecahan antar sesama tidak terjadi diantaranya dengan mempersatukan kebudayaan tanpa melihat perbedaan yang ada. Kegiatan adat istiadat dalam masyarakat desa Deyangan sangat berpengaruh dalam terbentuknya kerukunan hidup antar umat beragama. Adat yang ada dalam masyarakat merupakan adat turun temurun dan dalam adat tersebut terdapat pesan agar masyarakat menjaga kerukunan antar umat beragama. Dalam kegiatan adat ini mengandung nilai solidaritas yaitu kerjasama antara manusia dengan sesama manusia. Nilai ini berfungsi untuk mempersatukan masyarakat dalam membina persatuan dalam kehidupan bersama dalam lingkungan mereka. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain. Hal ini terlihat dengan adanya kerjasama warga dalam persiapan mengadakan acara adat ini seperti bersih-bersih desa, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan lain-lain. Tujuan diadakannya kegiatan adat adalah untuk mengatasi adanya ketegangan
dalam
masyarakat
tentang
masalah-masalah
perbedaan
99
keagamaan. Masyarakat harus berpartisipasi dan melibatkan diri dalam kegiatan ini seperti keikutsertaan semua masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan adat ini. Dalam hubungan antara orang Islam dan Kristen maupun katholik dalam masyarakat desa Deyangan terdapat unsur cultural. Hal itu dapat dilihat dari kegiatan masyarakat yang mempunyai kebiasaan untuk melakukan syukuran yang dinamakan sedekahan. Kegiatan ini dilakukan setiap tanggal 12 robi’ul awal yang diikuti oleh seluruh masyarakat desa Deyangan. Tiap dusun diharuskan untuk membuat 5 tumpeng, dan bagi warga yang tidak mendapat bagian membuat tumpeng diwajibkan untuk membayar iuran untuk sarana dan prasarana dalam kegiatan sedekahan tersebut. Meskipun kegiatan ini bernuansakan Islam, namun warga yang beragama kristen maupun katholik mengikuti kegiatan ini dan hal ini merupakan wujud dari kegiatan kebersamaan antara umat Islam, kristen dan katholik. Kegiatan seperti itu memberikan pengaruh terhadap kelancaran dalam berhubungan dengan masyarakat sekitar karena dalam kegiatan tersebut semua warga berpartisipasi untuk kegiatan adat tersebut. Yang lebih penting adalah adat sedekahan itu mengandung pesan bahwa warga harus menjaga kerukunan antar umat beragama.
C. Pola Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Berdasarkan hasil data yang diperoleh, peneliti menganalisis pola kerukunan hidup antar umat beragama didesa Deyangan, kecamatan
100
Mertoyudan Kabupaten Magelang. Pola kerukunan hidup antar umat beragama meliputi bentuk kerukunan hidup antar umat beragama dan dasar dalam mewujudkan kerukunan. Dari sinilah peneliti menemukan fakta bahwa masyarakat desa Deyangan pada tahun 2009 yang sebagian besar penduduknya beragama Islam dan sebagian besar beragama Kristen dan beragama katholik pada hakekatnya saling hidup rukun, berdampingan tanpa ada konflik, dan tolong menolong antar warganya tanpa memandang status keagamaan. Hal ini terbukti dengan sikap warga yang peduli terhadap tetangga dengan tidak bergaul dalam satu komunitas agama saja tetapi warga saling berkumpul tanpa memandang agama. Selain itu warga saling tolong menolong misalnya: ketika warga sedang ditimpa musibah seperti ada tetangga yang meninggal, dengan penuh kesadaran warga sekitar datang untuk menolong bahkan warga yang berbeda agama sering mengikuti kegiatan upacara kematian, hal itu dilakukan untuk menghormati tetangga. Bukti lain masyarakat desa Deyangan hidup rukun adalah adanya kegiatan gotong royong bersih desa, warga mengikuti kegiatan tersebut secara bersama sama selain itu warga adanya kegiatan organisasi masyarakat seperti organisasi kepemudaan, organisasi wanita ataupun organisasi lainnya semua warga mengikuti kegiatan organisasi tersebut. Hal ini merupakan suatu wujud dari partisipasi warga dalam mewujudkan kerukunan hidup antar pemeluk agama yang berbeda.
101
Kegiatan-kegiatan masyarakat ini dapat mengembangkan kerjasama antar umat beragama dengan tetap berpegang teguh pada keyakinan ajaran agama masing-masing sehingga kerukunan antar umat beragama tetap terjaga. Dengan sikap toleransi yang positif terhadap agama lain dan kesadaran tentang keragaman yang ada dalam masyarakat dapat mewujudkan kebersamaan yang harmonis antar masyarakat. Masyarakat menginginkan adanya kedamaian dan hidup tenang dalam lingkungan mereka tanpa ada rasa khawatir tentang keselamatan dan ketentraman hidup mereka. Hubungan yang baik antar umat beragama dapat dimulai dengan sikap saling menjaga, toleransi antar umat beragama dan menghilangkan sikap saling curiga atau berprasangka terhadap orang lain Harus disadari bahwa menumbuhkan sikap keragaman agama dan menumbuhkan sikap toleransi dalam masyarakat sangat sulit dan tidak datang dengan sendirinya. Kita harus dapat melibatkan diri untuk dapat belajar menerima orang lain dalam perbedaan tersebut. Kita harus dapat menghormati dan dapat bertoleransi untuk dapat tinggal bersama dengan masyarakat yang memiliki keyakinan dan kegiatan keagamaan yang berbeda. Sikap toleransi diwujudkan dengan sikap menerima dengan tulus akan keberadaan agama lain dalam lingkungan mereka. Dengan menyadari adanya perbedaan keyakinan ajaran agama, masyarakat dapat bersilaturrahmi dan dapat merasakan aman dan mudah dalam melaksanakan ibadah mereka. Sikap semacam ini menjadi penyebab terwujudnya kerukunan hidup antar umat beragama. Masyarakat mendapatkan hak mereka sebagai pemeluk agama
102
yang berada dalam lingkungan yang majemuk dengan agama yang beragam. Sementara itu konflik antar agama dapat dihindari dan masyarakat dapat hidup berdampingan dengan keragaman agama yang ada dalam lingkungan mereka. Dalam ajaran Islam dikatakan bahwa agama Islam adalah agama yang membawa perdamaian dan sangat mendukung adanya kerukunan hidup antar umat beragama dan Islam tidak memandang adanya perbedaan yang ada pada umat manusia. Begitu juga dengan ajaran agama Kristen maupun katholik, menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa hidup damai dan rukun dalam kehidupan bermasyarakat tanpa memandang adanya perbedaan. Berdasarkan pengertian diatas sebagian besar masyarakat desa Deyangan yang diamati oleh peneliti sudah cukup melaksanakan ajaran agama mereka seperti yang tercantum dalam pengertian diatas. Ajaran agama menjadi dasar untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama sehingga masyarakat merasakan rasa aman, nyaman, tentram barada dilingkungan mereka tanpa ada rasa khawatir akan terjadinya konflik atau kerusuhan dalam lingkungan yang ditempati. Selain melaksanakan ajaran agama, yang menjadi dasar mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama adalah adanya sifat kekeluargaan, saling membutuhkan satu sama lain, kesadaran akan kewajiban bertetangga yaitu tolong menolong dan saling membantu sesama manusia tanpa memandang perbedaan, dan sikap saling menjaga antar sesamanya serta kesadaran masyarakat itu sendiri untuk hidup lebih baik.
103
Dengan demikian keyakinan terhadap ajaran agama dan menanamkan kesadaran akan pentingnya hidup rukun menjadi tolok ukur terhadap terbentuknya
kerukunan
hidup
beragama.
Dengan
memiliki
dasar
mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama, masyarakat meyakini dapat memperkokoh tradisi hidup berdampingan dengan perbedaan yang ada dalam lingkungan mereka. Tetapi hubungan yang baik antar umat beragama dibutuhkan sikap untuk saling menjaga antar sesama warga. Setiap pemeluk agama mempunyai hak untuk melakukan kegiatan agama mereka dengan rasa aman dan nyaman tanpa adanya masalah-masalah yang membuat kegiatan keagamaan mereka terganggu. Setiap agama harus menjaga hak asasi manusia, menerapkan keadilan tanpa memandang perbedaan agama, dan menerapkan kebebasan beragama tanpa memaksakan kehendak orang lain untuk melaksanakan suatu ajaran agamanya. Dengan sikap saling menjaga kerukunan dan kebebasan serta keadilan terhadap masyarakat dapat menjadi dasar dalam mewujudkan kerukunan. Apabila masyarakat tidak dapat menjaga kebersamaan tersebut, maka lingkungan yang harmonis sulit terwujud dan masyarakat merasa tidak aman lagi tinggal dilingkungannya sendiri. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya kewajiban bertetangga dan hidup saling membutuhkan satu sama lain merupakan penghambat terjadinya konflik antar umat beragama. Sikap tersebut harus ditumbuh kembangkan dalam masyarakat yang mempunyai keragaman agama. Dengan situasi seperti
104
ini dapat menciptakan hubungan yang positif antar kelompok yang berbeda agama sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar umat beragama. Selain itu juga dapat memperkokoh tradisi untuk hidup berdampingan yang sudah berlangsung sejak dahulu.
D. Sebab Tidak Adanya Konflik dalam Kehidupan Antar Umat Beragama Berdasarkan hasil data yang diperoleh, peneliti menganallisis penyebab tidak adanya konflik dalam kehidupan antar umat beragama di masyarakat desa Deyangan tahun 2009. Dari jawaban responden mengenai sebab-sebab tidak adanya konflik dalam kehidupan antar umat beragama menunjukkan bahwa masyarakat dapat hidup rukun tanpa ada konflik dikarenakan adanya dialog antar pemuka agama yang dilakukan dalam sebuah forum organisasi LPMD (Lembaga Permusyawarahan Masyarakat Desa) dan kegiatan dialog tersebut dilakukan setiap sebulan sekali. Para pemuka agama berkumpul, berdiskusi dan saling bertukar pendapat tentang masalah keagamaan. Dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang berbeda agama, tidak bisa dipungkiri bahwa akan selalu ada masalah karena setiap manusia mempunyai prasangka dan saling curiga. Suatu konflik dapat terjadi bukan karena ajaran agama melainkan adanya ketegangan, perpecahan, dan perbedaan pendapat antar anggota masyarakat. Penyebab adanya konflik dalam masyarakat bisa juga terjadi karena kesalahpahaman, saling tidak percaya dan adanya kebencian dan lain-lain.
105
Adanya sikap tertutup antar umat beragama dapat menyebabkan ketidak harmonisan dan ketidak tentraman antar warga. Untuk itu diperlukan adanya sikap keterbukaan bagi sesama pemeluk agama yang berbeda dengan tidak melihat perbedaan agama tersebut. Setiap orang ingin selalu dihargai dan dihormati, apabila kita dapat menghormati orang lain maka kita juga akan dihargai dan dihormati oleh orang lain. Apabila kita tidak ingin dilecehkan oleh agama lain maka kita juga jangan melecehkan agama lain. Ketidak adilan dan kesewenang-wenangan terhadap kelompok minoritas dapat menjadi sebuah pertikaian antar pemeluk agama dimana kelompok minoritas merasa haknya dirampas oleh kelompok mayoritas. Dengan situasi seperti ini perlu diadakan adanya peningkatan komunikasi dan dialog-dialog antar pemuka agama untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi oleh sekelompok masyarakat sehingga masalah yang dihadapi oleh sekelompok masyarakat tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah tanpa menimbulkan konflik yang tidak diinginkan. Dan yang lebih penting adalah membangun kepercayaan antar pemuka agama agar masalah-masalah yang penting dapat dibicarakan dalam dialog antar agama. Komunikasi antar pemuka agama dapat mencegah terjadinya konflik antar pemeluk agama selain itu pengarahan terhadap pemeluk agama untuk menjaga kerukunan hidup antar sesama dapat menjadi salah satu pencegah teradinya konflik antar agama. Dialog dapat diartikan sebagai isyarat untuk menciptakan sebuah kerukunan. Untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama yang
106
berbeda-beda perlu diadakannya dialog atau komunikasi secara terus menerus dan diharapkan mendapatkan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat dalam lingkungan mereka. Dengan diadakanya dialog antar umat beragama yang berbeda bukan berarti mencampur adukkan ajaran agama tetapi tetap meyakini ajaran mereka sendiri. Masalah keagamaan dapat muncul ketika suatu agama berusaha untuk menghasut orang lain untuk masuk dalam agama mereka. Ketika seseorang mulai menuntut orang lain untuk berpindah agama khususnya memaksakan kehendak orang lain untuk pindah agama, maka akan terdapat masalah dalam masyarakat
tersebut.
Sikap
semacam
ini
harus
dihilangkan
untuk
mempertahankan kerukunan antar umat beragama. Apabila seseorang telah mengubah suatu ajaran agama menjadi sebuah misi untuk meningkatkan jumlah pemeluk agamanya, maka warga yang berada dalam lingkungan tersebut akan merasa terganggu dengan keberadaan warga tersebut. Maka sikap semacam ini dapat menimbulkan suatu kecurigaan dan prasangka yang dapat merusak kerukunan yang telah lama terjalin. Apabila sikap semacam ini dibiarkan terus menerus dan tidak segera diatasi dapat menimbulkan konflik antar umat beragama. Inilah fungsi dari dialog antar pemeluk agama yang berbeda sehingga mereka dapat bertukar pendapat, saling berdiskusi sehingga menghasilkan sebuah pandangan dan kesepakatan tentang ajaran agama mereka. Kegiatan dialog antar umat beragama hendaknya dilakukan oleh pemuka agama karena orang yang memiliki ajaran agama yang lebih dalam mempunyai sifat yang
107
bijak dan sabar dalam menghadapi masalah. Dan para pemuka agama biasanya sangat disegani dan sangat dihormati serta sangat dipercaya oleh masyarakat. Orang yang berada dalam keragaman agama harus dapat mengatur dan mengelola karagaman tersebut bahwa agama tidak saling bertentangan satu sama lain bahkan agama menganjurkan untuk saling menolong satu sama lain. Kesadaran masyarakat akan adanya keragaman agama dalam lingkungan mereka dapat mengikis sikap keegoisan mereka tentang minoritas dan mayoritas dalam lingkungan mereka. Dengan hidup dalam lingkungan yang beragam tersebut mereka tetap leluasa untuk melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan tanpa rasa khawatir akan adanya masalah atau kerusuhan dalam menjalankan ajaran agama mereka. Selain diadakannya komunikasi antar umat beragama, silaturrahmi dengan pemeluk agama lain dapat mencegah terjadinya konflik. Dengan memiliki sikap saling menghormati dan bertoleransi antar umat beragama dapat mengantisipasi terjadinya permasalahan yang dapat membahayakan kerukunan. Hal itu terbukti dengan kegiatan warga yang sering mengikuti kegiatan keagamaan pemeluk lain seperti mengikuti kegiatan hari raya dengan mendatangi rumah-rumah warga dengan maksud silaturrahmi dan mempererat rasa persaudaraan antar sesama warga. Hal seperti ini sering dilakukan oleh warga untuk menunjukkan rasa hormat mereka terhadap pemeluk agama lain sehingga mereka dapat menikmati rasa kebahagiaan yang dialami oleh pemeluk lain.
108
Mereka dapat meyakini bahwa agama lain juga mengajarkan tentang kerukunan dan kedamaian antar sesama manusia. Akan tetapi meskipun mereka mengikuti kegiatan keagamaan pemeluk lain, mereka tetap pada keyakinan mereka dan tidak mencampur adukkan ajaran agama mereka. Sikap yang demikian dapat dilakukan untuk menghormati dan menunjukkan sikap toleransi antar pemeluk agama lain. Kebiasaan masyarakat seperti ini dapat menghambat timbulnya prasangka buruk dan kebencian terhadap agama lain. Sementara itu, konflik antar agama yang terjadi dalam masyarakat dapat dihindari. Suatu agama tidak dapat merampas hak suatu agama untuk menentukan cara mereka melakukan kegiatan keagamaan mereka. Kebebasan beragama merupakan hak setiap pemeluk agama dan perlu dipahami bahwa kebebasan beragama merupakan suatu wujud dari saling menghormati antar sesama. Agama tidak dapat memaksakan seseorang untuk berpindah agama dan melaksakan ajaran agamanya. Ketika ada suatu agama telah berusaha untuk menuntut orang lain berpindah agama apalagi dengan memaksanya, maka akan mendapatkan masalah ditengah masyarakat dan juga pemeluk agama lain yang terlibat didalamnya. Jika ada seseorang yang meyakini sebuah agama lain dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dan agama tersebut menerimanya dengan baik maka kita harus menghormati keputusannya untuk pindah agama. Dengan saling menjaga hak dan keadilan masyarakat kita sudah berusaha untuk mencegah
109
terjadinya konflik antar umat beragama dan dapat mewujudkan suatu kerukunan antar sesama pemeluk agama yang berbeda. Kerukunan antar umat beragama di desa Deyangan juga terwujud karena peran pemerintah desa itu sendiri. Keterlibatan pemerintahan desa dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat khususnya permasalahan keagamaan dapat menjadi peran yang sangat penting dalam terciptanya kehidupan yang harmonis dan kedamaian antar warga. Menerapkan keadilan tanpa memihak salah satu pihak menjadi kunci pemerintahan desa untuk memecahkan suatu masalah tanpa menimbulkan konflik. Sebenarnya konflik yang terjadi dalam masyarakat berasal dari permasalahan-permasalahan kecil antar orang perorang, apabila hal ini dibiarkan tanpa ada sebuah penyelesaian dapat menjadi permasalahan yang lebih besar. Adanya permasalahan yang tidak segera masyarakat
membuat
masyarakat
mudah
diselesaikan dalam
terprovokasi
dan
dapat
menimbulkan tindakan anarkis yang dapat meluas menjadi sebuah konflik yang mengatasnamakan agama. Disinilah peran pemerintah desa dalam menghadapi suatu masalah keagamaan yang sangat rentan terhadap konflik. Mereka harus mampu menghasilkan suatu keputusan yang bijak yang tidak merugikan salah satu pihak. Diperlukan adanya kehati-hatian dalam mengambil sebuah keputusan agar dapat diterima oleh semua pihak Harus disadari bahwa keragaman merupakan suatu anugerah dari Tuhan yang harus kita terima. Dengan adanya keragaman tersebut kita
110
mestinya dapat menikmati indahnya perbedaan tersebut dan kita juga harus sadar bahwa kita hidup dengan sesama untuk saling tolong menolong karena kita tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Sebagai masyarakat yang hidup dalam keragaman, kita harus dapat menjaga kedamaian karena semua ajaran mengajarkan tentang kedamaian hidup. Kita harus dapat mengantisipasi terjadinya konflik dengan kesadaran kita akan indahnya hidup bersama.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan-pembahasan yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan antara lain: 1. Bentuk pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat desa Deyangan mempunyai peranan penting dalam terwujudnya kerukunan antar umat beragama. Selain pendidikan keluarga, kegiatan keagamaan juga berpengaruh terhadap terciptanya kerukunan antar umat beragama. Warga desa Deyangan mendidik anak-anak mereka untuk dapat bersosialisasi dengan masyarakat lain yang berbeda agama. Pendidikan keislaman tidak hanya
didapatkan
dari
keluarga
saja
tetapi
melalui
kegiatan
kemasyarakatan seperti kegiatan yasinan, pengajian remaja, TPA dan lainlain, karena dalam kegiatan tersebut selalu diisi dengan acara santapan rohani. 2. Adat istiadat sangat berperan dalam terbentuknya kerukunan hidup antar umat beragama karena adat istiadat di desa Deyangan masih sangat dijunjung oleh masyarakat sekitar dan merupakan adat turun temurun yang masih dilakukan oleh masyarakat. Adat istiadat didesa mengandung pesan moral bahwa masyarakat harus menjaga kerukunan antar sesama warganya.
111
112
3. Kerukunan hidup antar umat beragama di desa Deyangan terwujud dengan tidak adanya konflik antar pemeluk agama yang berbeda dan hidup saling tolong menolong antar sesama warganya tanpa memandang perbedaan agama. Dasar dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama adalah : a. Sikap kekeluargaan b. Saling membantu dan membutuhkan satu sama lain. c. Kewajiban bertetangga. d. Kesadaran masyarakat untuk hidup lebih baik. e. Saling menjaga 4. Sebab-sebab tidak adanya konflik antar pemeluk agama di desa Deyangan adalah : a. Adanya dialog antar umat beragama yang dilakukan dalam forum LPMD. b. Peran pemerintah desa dalam mewujudkan kerukunan warganya c. Saling menghormati dan toleransi antar umat beragama. d. Adanya keyakinan masyarakat sendiri tentang keyakinan agamanya dan tidak menghasut seseorang untuk masuk kedalam agamanya.
B. Saran 1.
Untuk masyarakat desa Deyangan agar mempertahankan kerukunan hidup antar warganya. Walaupun sering mengikuti kegiatan keagamaan yang berbeda tapi tetap pada keyakinan agama masing-masing. Mengikuti
113
kegiatan keagamaan agama lain bukan bararti ikut dalam ajaran agama tersebut tapi hanya untuk menghormati tetangga. 2. Saran untuk umum agar mencontoh sikap warga masyarakat desa Deyangan yang hidup rukun tanpa ada konflik meskipun hidup dengan keberagaman agama. Perbedaan pendapat dapat dapat diselesaikan secara musyawarah tanpa menimbulkan konflik yang berkepanjangan. 3. Bagi kelurahan desa Deyangan perlu adanya peningkatan kegiatankegiatan dialog antar sesama pemuka agama sehingga dapat mempererat kerukunan antar pemeluk agama yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hajaj, Imam Abu Husain. tt., Shahih Muslim Juz. IV, Al-Qona’ah. Ali, Mukti. 2006, Pluralisme Agama di Persimpangan Menuju Tuhan, STAIN Salatiga Press: Salatiga. Al-Munawar, Said Agil Husain. 2003, Fiqih Hubungan Antar Umat Beragama, Ciputat Press: Jakarta. Al-Nahlawi, Abdurrahman. 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Gema Insani Press: Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta: Jakarta. Baidlawi, Zakiyudin. 2006, Kredo Kebebasan Beragama, Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP): Jakarta. Darajat, Zakiyah, dkk., 1996, Perbandingan Agama, Bumi Aksara: Jakarta. Departemen P dan K. 1986, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta. Dly, Hamdan. 2002, Membangun Kerukunan Berpolitik dan Beragama di Indonesia, Depag RI: Jakarta. Durkheim, Emil. 1990, Pendidikan Moral; Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Erlangga: Jakarta. Hadi, Sutrisno. 1995, Metodologi Research Jilid II, Andi Offset: Yogyakarta. Hendroppuspito, OC., D., 1994, Sosiologi Agama, Kanisius: Yogyakarta. http: //www.indoskripsi.com/Pendidikan/Kode S1. http: //www.indoskripso.com/Pendidikan/Kode I Pendidikan B. Imarah, Muhammad, 1999, Islam dan Pluralitas, Gema Insani Press: Jakarta. Madjid, Nurcholis. 2006, Ensiklopedi, Mizan, Bandung. Malik Toha, Anis. 2005, Tren Pluralitas Agama, Gema Insani Press, Jakarta. Muhaimin. 2004, Damai di Dunia; Damai untuk Semua Perspektif Berbagai Agama, Depag RI: Jakarta.
Nasution, Harun. 1995, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Mizan: Bandung. Nur Abdul Hafizh, Muhammad. 1997, Mendidik Anak bersama Rasulullah, AlBazan: Bandung. Rahim, Faqih Aunur. 2001, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII Press: Yogyakarta. Rasyid, M. Amin. 1986, Islam di Indonesia, Rajawali: Jakarta. Soelaiman, Joseof dan Slamet Santoso. 1979, Pendidikan Luar Sekolah, Usaha Nasional: Surabaya. Subagyo, P., 1997 Metodologi Penelitian (Dalam Teori dan Praktek), Rineka Cipta: Jakarta. Sumartono, dkk., 2005, Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Suryabrata, Sumadi. 1995, Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Tafsir, Ahmad. 1991, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. _____. 1995, Pendidikan Agama dalam Keluarga, PT. Remaja Rosda Karya: Bandung.