perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh Astaufi Herpi Perdana C0905004
JURUSAN KRIYA SENI/TEKSTIL FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN Skripsi Berjudul POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009 Dipersiapkan dan disusun oleh: ASTAUFI HERPI PERDANA NIM. C0905004
Telah disetujui oleh pembimbing Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret Surakarta untuk di uji Surakarta, 19 September 2012, Pembimbing I
Ratna Endah Santoso, S. Sn, M. Sn. NIP. 197610112003122001 Pembimbing II
Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. NIP. 195907091986012001 Mengetahui, Ketua Jurusan Kriya Seni atau Tekstil
Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. NIP. 195907091986012001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN Skripsi POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009 Dipersiapkan dan disusun oleh ASTAUFI HERPI PERDANA NIM. C0905004 Telah disajikan dan dipertanggungjawabkan di hadapan dewan penguji Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada tanggal, 28 September 2012 Dinyatakan telah memenuhi syarat Jabatan Ketua sidang
Nama : Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. NIP. 195907091986012001
Tanda tangan ......................
Sekretaris sidang
: Ratna Endah Santoso, S. Sn, M. Sn . NIP. 197610112003122001
......................
Penguji I
: Dra. Sarah Rum Handayani, M. Hum. NIP. 195212081981032001
......................
Penguji II
: Dra. Th, Widyastuti, M. Sn. NIP. 195909231986012001
......................
Mengetahui, Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D. NIP. 1956003281986011001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “POLA BATIK LASEM PASCA PENETAPAN UNESCO TENTANG BATIK TAHUN 2009” ini beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak yang lain terhadap keaslian karya saya ini.
Surakarta, 23 September 2012, Yang membuat pernyataan,
Astaufi Herpi Perdana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAKSI Batik Lasem sangat terkenal karena cirinya sebagai batik Pesisir yang indah dengan pewarnaan yang berani, dan Kota Lasem merupakan Sentra Batik Tulis yang pernah terkenal dan menjadi salah satu kota penting penghasil batik tulis di Pesisir Utara Jawa. Sejak ditetapkan sebagai daftar budaya tak benda warisan manusia Representative List of Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) tahun 2009 dan jenis batik yang ditetapkan sebagai World Heritage adalah batik tulis dan bukan batik Printing. Kemudian banyak perkembangan yang terjadi pada batik. Dengan semakin banyaknya permintaan pasar, maka semakin banyak juga perubahan motif yang terjadi pada batik tulis Lasem untuk memenuhi tuntutan pasar. Muncul beberapa permasalahan yaitu bagaimanakah perkembangan pola dan makna estetis yang terkandung di dalam Batik Tulis Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sumber data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Untuk menjamin validitas data, dengan menggunakan teknik trianggulasi data. Secara garis besar batik lasem dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batik dengan selera cina yang oleh umum dinamakan batik Laseman dan batik selera pribumi yang sering disebut batik rakyat yang kemudian di pilah lagi menjadi dua golongan besar masing-masing jenis pola tersebut. Penggolongan tersebut adalah golongan Geometris dan Non geometris. Batik Lasem saat ini memiliki berbagai macam perubahan dari mulai bentuk pola, motif, dan warna yang sudah tidak lagi sesuai pola pakem Batik Lasem. Secara struktural pola batik Lasem tersebut disusun dengan susunan geometris (Lereng dan Ceplok) dan non geometris (Semenan dan Buketan). Struktur susunan motif seringkali dilakukan tidak dengan sistem pengulangan pola kecuali pada pola Lereng dan Ceplokan. Corak yang terjadi pada batik Lasem merupakan mimesis dari kehidupan masyarakat Lasem itu sendiri. Bentuk-bentuk motifnya yang dulu memiliki makna filosofi yang mendalam, sekarang sudah berubah karena persaingan pasar yang begitu ketat. Penamaan batik Lasem yang dulu sesuai dengan warna yang diterapkan, sekarang berubah sesuai jenis motif yang ada didalamnya. Kata kunci: pola, batik, Lasem, UNESCO, 2009, estetis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan karunia-Nya, penulis dapat melaksanakan Tugas Akhir dan menyelesaikan penulisan Skripsi untuk memenuhi persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Program Studi Kriya Seni. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : Drs. Riyadi Santosa, M. Ed, Ph. D. Selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak fasilitas baik tempat maupun peralatan serta perlengkapan dalam proses maupun pelaksanaan ujian Tugas Akhir Skripsi. Dra. Tiwi Bina Affanti, M. Sn. Selaku Ketua Jurusan Studi Kriya Seni dan Pembimbing II yang selalu sabar sepenuh hati telah mengijinkan dan menyetujui penulis menempuh Ujian Tugas Akhir Skripsi.. Ratna Endah Santoso, S. Sn, M. Sn. Selaku pembimbing I yang selalu membimbing, memberi dukungan, dan mengarahkan dengan sepenuh hati sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. Drs. Sarwono, M. Sn. Selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dari awal semester hingga sekarang. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff Karyawan Jurusan Kriya Seni atau Tekstil yang telah memberi pengarahan demi kelancaran proses Tugas Akhir dan yang telah memberi syarat untuk menempuh Ujian Tugas Akhir Skripsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada : H. Santosa Doellah, selaku Pemilik Perusahaan Batik Danar Hadi dan salah satu pakar Batik di Indonesia yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam memberikan bantuan materi dan pengarahan serta bimbingan dari awal proses proses penelitian hingga ujian Tugas Akhir Skripsi. Sigit Witjaksono, selaku Pemilik Rumah Produksi Kerajinan Batik Laseman yang memberikan pengalaman serta nasehat. Prof. Dr. Wiliam Cant. M. Hum, selaku Pemerhati dan Peneliti Etnis Cina IPI yang telah memberikan kontirbusi besar dalam penelitian ini hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.. H. Umy Jazilah Salim, selaku Ketua Deskaranasda Rembang yang memberi perijinan selama penelitian. Jeng Ida, selaku Pemilik Sentra Batik Lasem dan pengurus paguyuban pengusaha Batik di kota Lasem yang telah meluangkan waltu dan tenaga dalam proses penelitian Tugas Akhir Skripsi.. Rekan-rekan wartawan dan pendukung penelitian, petugas perpustakaan serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih pula kepada beberapa nara sumber yang telah memberikan dukungan sepenuh hati dan informasi untuk melengkapi Tugas Akhir Skripsi. diantaranya : Wahyu Santosa Prabawa, M. Kar. Alm. Nora Kustantina Dewi, M. Sn. Sunarno Purwalelana, M. Sn.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Didik Bambang Wahyudi, M. Kar.
Terima kasih juga kepada bapak, ibuku tercinta serta kakak, adik dan calon pendamping hidupku yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil yang sangat berarti bagi penulis. Ucapan terima kasih penyaji sampaikan juga kepada teman-teman antara lain Imam, Beni, Bagus, Wahid, Ronald, Andreas, Bani, Veni, Paulus, Dhanis, Isna, Usman, Widyantoro, Bangun, Puput, Novia, Niken, Sigit, serta teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Dalam penulisan Tugas Akhir Skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun selalu penulis harapkan.
Surakarta, 23 September 2012,
Astaufi Herpi Perdana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Kebenaran meninggikan derajat Bangsa, tetapi dosa adalah noda Bangsa”
AMSAL 14:34
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
HALAMAN PERNYATAAN
iv
ABSTRAKSI
v
KATA PENGANTAR
vi
MOTTO
ix
DAFTAR ISI
x
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Perumusan Masalah
3
C. Tujuan Penelitian
3
D. Manfaat Penelitian
3
E. Sistematika Penulisan
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
5
A. Tinjauan Pustaka
5
B. Akulturasi Budaya di Dalam Batik Tulis Lasem
7
1. Faktor Internal
8
a. Pengaruh Keraton
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengaruh Budaya Lokal Pesisir Utara 2. Faktor Eksternal
9 9
a. Pengaruh Cina
9
b. Pengaruh Belanda
11
C. Perkembangan Budaya di Dalam Industri Batik Tulis Lasem
12
1. Periode Rintisan (1157-1349)
13
2. Periode Pengaruh Budaya Majapahit (1350-1500)
13
3. Periode Pengaruh Budaya Cina (1500-1799)
13
4. Periode Awal Industrialisasi Batik Lasem (1800-1890)
13
5. Periode Pengaruh Budaya Belanda (1901-1941)
14
6. Periode Stagnasi (1942-1945)
14
7. Periode Pengaruh Budaya Lokal (1946-1950)
14
8. Periode Revitalisasi Industri I (1951-1970)
15
9. Periode Kemerosotan Industri (1970-2004)
15
10. Periode Revitalisasi Industri II (2004-2012)
15
D. Motif Batik Lasem
16
1. Batik Lasem Selera Rakyat (Pribumi)
19
2. Batik Lasem Selera Cina (Laseman)
19
a. Motif Fauna Cina dan Motif Jawa
20
b. Motif Flora Cina dan Motif Jawa
21
c. Motif Cina Selain Flora-Fauna dan Motif Batik Jawa
21
d. Motif kombinasi Cina dan Motif Batik Jawa
22
E. Situasi Batik Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik 2009
23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Kerangka Teoritis
29
BAB III METODE PENELITIAN
31
A. Jenis Penelitian
31
B. Lokasi Penelitian
31
C. Teknik Pengammbilan Sampel
31
D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
32
1. Sumber Data
32
a. Informan atau Nara Sumber
32
b. Tempat dan Aktifitas Pembatikan
33
c. Karya Batik
34
d. Dokumen atau Arsip
34
2. Teknik Pengumpulan Data
34
a. Teknik Wawancara
35
b. Teknik Observasi
35
c. Teknik Pengkajian Dokumen atau Arsip
36
E. Validitas Data
36
F. Teknik Analisis Data
37
BAB IV POLA DAN MOTIF BATIK LASEM
39
A. Situasi Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009
39
B. Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009
48
1. Batik Tulis Lasem Pola Selera Rakyat
49
2. Batik Tulis Lasem Pola Selera Cina
51
3. Batik Tulis Lasem Pola Lainnya
51
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kajian Estetika Pola Batik Lasem
55
1. Wujud atau Rupa (appearance)
55
2. Bobot atau Isi (substance)
55
3. Penampilan atau Penyajian (presentation)
55
a. Batik Selera Rakyat
59
1) Batik Golongan Geometris
59
2) Batik Golongan Non Geometris
63
b. Batik Selera Cina atau Laseman
66
1) Batik Golongan Geometris
66
2) Batik Golongan Non Geometris
70
c. Batik Pola Lainnya
74
1) Batik Pola Kontemporer
74
2) Batik Pola Pesisiran
76
BAB V PENUTUP
81
A. Kesimpulan
81
B. Saran
82
DAFTAR PUSTAKA
84
MEDIA SURAT KABAR
85
MEDIA INTERNET BROWSING
85
DAFTAR WAWANCARA
86
GLOSARIUM
87
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pikir
30
Bagan 2. Teknik Analisis Data
38
Bagan 3. Pendekatan Estetika A. A. M. Djelantik
58
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Batik Pola Bang-Biru dan Bang-bangan
19
Gambar 2. Batik Pola Liong dan Burung Hong
21
Gambar 3. Batik Pola Kendoro-Kendiri
21
Gambar 4. Batik Pola Banji
22
Gambar 5. Pola Sekar Jagad, karya Sigit Witjaksono
49
Gambar 6. Pola Tiga Negri, karya Sigit Witjaksono
49
Gambar 7. Pola Krecak Peksi, karya Jeng Ida
50
Gambar 8. Pola Sekar Krecak, karya Jeng Ida
50
Gambar 9. Pola Lerek Latohan, karya Sigit Witjaksono
50
Gambar 10. Pola Sekar Aseman, karya Sigit Witjaksono
50
Gambar 11. Pola Lerek Aseman, karya Jeng Ida
50
Gambar 12. Pola Lerek Puspa, karya Jeng Ida
50
Gambar 13. Pola Lok Can, karya Jeng Ida
51
Gambar 14. Pola Lerek Sisik Naga, karya Jeng Ida
51
Gambar 15. Pola Banji Tambal, karya Sigit Witjaksono
52
Gambar 16. Pola Terate, karya Sigit Witjaksono
52
Gambar 17. Pola Naga, karya Sigit Witjaksono
52
Gambar 18. Pola Tok Wi, karya Sigit Witjaksono
52
Gambar 19. Pola Bambu, karya Sigit Witjaksono
52
Gambar 20. Pola burung Hong, karya Sigit Witjaksono
52
Gambar 21. Pola Sekar Peksi Gunung Ringgit, karya Sigit Witjaksono
53
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 22. Pola Latohan, karya Sigit Witjaksono
53
Gambar 23. Pola Sekar Gunung Ringgit, karya Jeng Ida
53
Gambar 24. Pola Banji Kawung, karya Jeng Ida
53
Gambar 25. Pola Bledak Sarimbit, karya Sigit Witjaksono
54
Gambar 26. Pola Selo Karang, karya Sigit Witjaksono
54
Gambar 27. Pola Nice Umbrella, karya Sigit Witjaksono
54
Gambar 28. Pola Romantic Birds, karya Jeng Ida
54
Gambar 29. Batik Pola Lerek Blarakan
59
Gambar 30. Pola dasar Lerek Blarakan
60
Gambar 31. Detail Pola Lerek Blarakan
61
Gambar 32. Pola Sekar Aseman
63
Gambar 33. Detail Motif Sekar Aseman
64
Gambar 34. Batik Pola Bola Dunia
66
Gambar 35. Pola Dasar Bola Dunia
67
Gambar 36. Detail Pola Bola Dunia
68
Gambar 37. Batik Pola Kupu-kupu Beruang
71
Gambar 38. Detail Pola Kupu-kupu Beruang
72
Gambar 39. Batik Pola Sekar Sarimbit
74
Gambar 40. Detail Pola Sekar Sarimbit
75
Gambar 41. Batik Pola Iwak-iwakan
77
Gambar 42. Detail Pola Iwak-iwakan
78
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. Lasem adalah sentra batik tulis yang pernah terkenal dan menjadi sala h satu kota penting penghasil batik tulis di Pesisir Utara Jawa. Batik tulis Lasem begitu terkenal pada pertengahan abad ke-19 hingga tahun 1970-an sampai produknya diperdagangkan ke luar Negeri. Situasi berubah sejak lebih dari 30 tahun terakhir. Batik tulis Lasem tidak lagi menjadi primadona bersama dengan Batik dari Cirebon, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, dan Banyumas. Sebelum tahun 2005, ada ratusan pembatik Tulis di Lasem. Setelah tahun 2005 tinggal delapan pengusaha, (Ferdyanto, 2005 : 7). Pengaruh batik Cina tersebut dapat disaksikan pada pola-pola batik tulis Lasem baik motif maupun warnanya. Be ntuk pola batik tulis Lasem dilihat dari motifnya terjadi karena adanya akulturasi budaya Jawa yang muncul di Keraton (Parang atau Lerek), Pesisir, Belanda (Vorsch Landen), Cina (Hong dan Banji), dan India (Sembagi). Pasar batik tulis Lasem mengalami pasang surut. Pada masa penjajahan Belanda 1596-1945, batik tulis Lasem menga lami keja ya an. Namun ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia 1942, batik tulis Lasem menjadi terpuruk. Setelah tentara Jepang meninggalkan Indonesia 1945, batik tulis Lasem mulai bangkit la gi. Tahun 2005, pemasaran batik tulis Lasem mulai surut kembali. Akibatnya, banyak pengusaha batik yang gulung tikar dan yang bertahan hanya beberapa orang saja. Batik tulis Lasem mulai menggeliat kembali, puncaknya ketika terjadi polemik tahun 2008 batik diakui sebagai milik Negara M alaysia dan sempat 1
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengusik hubungan bilateral kedua Negara. Pemerintah tidak tinggal diam, berawal pada tiga September 2008 dengan proses nominasi batik Indonesia yang akan yang akan didaftarkan ke dalam jajaran daftar budaya tak benda warisan manusia atau Representative List of Intangible Cultural Heritage oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization), kemudian pada sembilan Januari 2009 nominasi tersebut diterima oleh UNESCO, dan akhirnya pada dua Oktober 2009 secara resmi diakui oleh UNESCO dalam sidang ke empat antar-pemerintah di Abu Dhabi. Sejak diakui sebagai warisa n budaya tak benda oleh UNESCO, batik Indonesia makin populer. Setiap hari bisa dilihat kaum tua, muda hingga anak-anak mengenakan batik dan sudah tidak lagi hanya menjadi busana yang dikenakan pada upacara tertentu (Antara news). Pasca penetapan UNESCO Tentang Batik tahun 2009, pada tahun 2010 kondisi batik tulis di Lasem terjadi peningkatan jumlah produksi. Pola-pola batik yang baru mulai bermunculan. Berdasarkan hasil observasi terakhir tahun 2012, motif khas batik tulis Lasem (Krecak, Dewa-dewi, Uang Kepeng) dan beberapa motif lainnya sulit dijumpai serta banyak ditemukan motif baru hasil ciptaan masyarakat Lasem misalnya Blarak, Geblak Kasur, dan Coral. Kondisi ini terjadi karena harus memenuhi permintaan pasar dan selera konsumen. Berdasar tulisan tersebut, maka hal-hal yang terkait dengan perkembangan pola dan estetika pada batik tulis Lasem yang ada saat ini cukup menarik untuk dikaji karena guna memahami perubahan yang terjadi pada batik tulis Lasem dan konsep penggarapan atau perancangan pada pola dan motif batik tulis Lasem, yang tidak menutup kemungkinan bahwa memiliki ciri khas yang membedakan batik tulis Lasem dengan batik tulis daerah lain di Indonesia. 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah. 1. Bagaimanakah Pola Batik Tulis Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009? 2. Bagaimana makna estetis yang terkandung di dalam Pola Batik Tulis Lasem pada masa Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009? C. Tujuan Penelitian. 1. Mengetahui Pola Batik Tulis Lasem yang muncul Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. 2. Mengetahui makna estetis yang terkandung di dalam Pola Batik Tulis Lasem D. Manfaat Penelitian. 1. Lembaga. a. Diharapka n adanya penelitian ini dapat memberikan sumbanga n pengetahuan baru yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu di kampus Universitas Sebelas Maret, khususnya J urusan Kriya Tekstil. b. Diharapka n dengan penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa Universitas Sebelas Maret, khususnya bagi mahasiswa Jurusan Kriya Tekstil tentang perkembangan M otif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. 2. Masyarakat. a. Diharapka n penelitian ini menambah pengetahuan bagi masyarakat umum mengenai Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009.
3
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Diharapka n dengan adanya tulisan ini membuat masyarakat menjadi tertarik dan mengenal Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. 3. Penulis. c. M ampu memberikan pengetahuan pada penulis terhadap Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. a. M ampu memberikan pengalaman dan pengetahuan yang lebih dalam bidang pertekstilan khusunya mengenai Batik Lasem . E. Sistematika Penulisan. Laporan penelitian ini di susun dan dibagi menjadi beberapa bab sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan, pada bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaaat peniltian. Bab. II. Kajian pustaka, pada bab ini membahas tenta ng informasi dan data Batik Lasem mulai dari sejarah, Motif, perkembangan Motif. Bab III. Metode penelitian, pada bab ini berisi tentang jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber dan teknik pengumpulan data, validitas data, dan teknik anilisis data. Bab IV. Pengumpulan data dan anilisis data, pada bab ini memaparka n semua hasil penlitian observasi, wawancara, dan visual tentang perkembanga n Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009. Bab V. M erupakan bagian akhir dari sksipsi berisi kesimpulan dan saran.
4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II Kajian Pustaka
A. Tinjauan Pustaka. Cukup banyak tulisan tentang batik berupa hasil penelitian, disertasi, thesis ataupun literatur, namun sejauh ini belum ditemui tulisan yang membahas secara khusus tentang Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tahun 2009. Sebuah buku yang ditulis oleh Sewan Susanto (1980) dengan judul “Seni Kerajinan Batik Indonesia,” memaparkan tentang penggolongan batik menjadi dua golongan yaitu geometris dan non geometris. Djoemena (1990) dalam bukunya ungkapan sehelai Batik “Its Mystery and Meaning,” memaparkan secara garis besar batik tulis Lasem dibedakan menjadi dua jenis, yaitu batik selera rakyat atau pribumi, dan batik selera Cina yang oleh umum dinamakan batik Laseman. Santoesa Doellah (2002) dalam bukunya “Batik Pengaruh Jaman dan Lingkungan,” memaparkan tentang kesenian tradisi batik dan pengaruhnya terhadap masyarakat Indonesia. Sebuah penelitian yang dilakukan Tiwi Bina Affanti (2009) dengan judul “Keberadaan Batik Kliwonan di Kabupaten Sragen Kemunculannya, dinamika Kehidupannya, dan Visual Pola Batiknya,” dalam tesisnya memaparkan mengenai pengklasifikasian pola-pola batik Kliwonan menjadi beberapa pola. Buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), ditulis ulang oleh R. Panji Kamzah tahun 1858, memaparkan
commit5 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tentang fenomena yang terjadi pada kota Lasem mulai dari Kerajaan Majapahit, kedatangan Belanda, Jepang, dan Cina yang memberi pengruh besar terhadap kebudayaan di Lasem. Soedarsono, dalam bukunya “Aspek Ritual dan Kreativitas Dalam Perkembangan Seni di Jawa” (2005), memaparkan perdagangan batik Lasem yang dilakukan oleh bangsa Portugal dan Belanda dari Nusantara hingga Mancanegara. Jurnalistik yang dilakukan oleh Nias di dalam harian Kompas (2003), menuliskan tentang pengaruh Cina di dalam batik tulis Lasem dan perkembangan industri pada tahun 2003 yang terjadi pada batik tulis Lasem serta eksistensinya terhadap persaingan pasar. Tien dalam bukunya, “Rich of Batik” (1997), menuliskan tentang ciri khas pewarnaan batik tulis Lasem yang begitu terkenal karena ciri khas warna merahnya yang tidak bisa ditiru oleh batik tulis daerah lain.. Melly. G. Dalam bukunya yang berjudul “Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. Suatu masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa”, tahun 1878, memaparkan mengenai macam-macam motif batik tulis Lasem dan kehidupan masyarakat etnis Tiongha di Indonesia. Rahayu di dalam jurnalistik pada harian Kompas (2009), menuliskan Penetapan UNESCO terhadap dan mengenai perkembangan yang terjadi pada industri batik di Indonesia. Widhiarso seorang jurnalis harian Kompas (2010), pada artikelnya menuliskan tentang perkembangan Batik Pekalongan, Yogya, dan Solo Pasca Penetapan
commit6 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UNESCO dilihat dari segi industri, pemasaran, dan tanggapan pemerintah terhadap batik Indonesia. Soepardi dalam karya jurnalistiknya pada harian Kompas (2009), menuliskan data jumlah batik yang berkembang pada di Indonesia, dan mengenai perkembangan industri yang terjadi pada batik Indonesia. Karya jurnalis Hartono pada harian Kompas (2011), menuliskan munculnya kegiatan-kegiatan masyarakat dalam melestarikan batik setelah dikukuhkan oleh UNESCO 2009, dan mengenai antusias masyarakat terhadap perkembangan batik Indonesia. Tulisan-tulisan yang terkait tentang batik Lasem di atas, ternyata tidak ditemukan adanya pembahasan tentang pola dan motif batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009. Dengan demikian penelitian ini cukup otentik untuk dilaksanakan. B. Akulturasi Budaya di Dalam Batik Tulis Lasem. Batik tulis Lasem merupakan suatu peningggalan budaya yang memiliki sejarah panjang, dimana dalam perjalanannya mengalami banyak peristiwa yang berpengaruh pada bentuk dan perkembangan motif. Ada banyak faktor yang mempengaruhi akulturasi budaya di dalam batik tulis Lasem, yang petama adalah faktor internal antara lain pengaruh Keraton dan pengaruh budaya lokal masyarakat Pesisiran. Sedangkan, yang kedua adalah faktor eksternal yang merupakan pengaruh budaya asing yang terserap di dalam batik tulis Lasem, yaitu pengaruh Cina dan pengaruh Belanda. Untuk mengetahui lebih jelas apa, bagaimana, dan mengapa faktor internal kemudian faktor eksternal bisa menjadi akulturasi budaya pada batik tulis Lasem, akan dijelaskan seperti di bawah ini:
commit7 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Faktor Internal. Pengaruh budaya Keraton dan pengaruh lokal Pesisiran masyarakat Lasem merupakan faktor internal yang seringkali tercermin ke dalam batik tulis Lasem. Penjelasannya sebagai berikut: a. Pengaruh Keraton. Buku Serat “Badra Santri Babad Tanah Lasem” menceritakan, pada awal abad ke-14, kota kecil Lasem merupakan salah satu kekuasaan Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Timur (Mpu Santri, 1401:377). Pada tahun 1351, Lasem diperintah oleh Ratu Dewi Indu yang berperan sebagai Adipati (Perdana menteri bagi wilayah yang bersangkutan) di bawah Kerajaan Majapahit. Suaminya Radjasa Wardhana merupakan seorang saudagar besar yang terkenal yang pada saat itu mempunyai relasi dagang yang meliputi wilayah di Asia Tenggara. Dewi Indu meninggal pada tahun 1382, dan jasadnya dibakar di Gunung Argopuro di sebelah timur Kuil Ganapati (Keberadaan Kuil tersebut belum ditemukan). Suaminya Radjasa Wardhana meninggal setahun kemudian dan dibakar pada tempat yang sama. Kekuasaan di Lasem diambil alih oleh anak mereka yang bernama Badra Wardhana. Kerajaan ini telah ada di Indonesia sejak abad ke-13 sampai abad ke-15 dan mulai runtuh ketika Islam datang ke Indonesia. Setelah memerintah selama 30 tahun, Badra Wardhana memberikan kekuasaannya kepada putranya yang bernama Wijaya Badra pada tahun 1413. Pada periode ini ada seorang saudagar bernama Bi Nang Un dari luar Lasem yang
commit8 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
meletakkan kapalnya di sepanjang Pantai Bonang (sekarang menjadi Binangun), adalah salah seorang anggota dari rombongan Laksamana Cheng Ho yang bepergian dari China ke Asia Tenggara pada masa Dinasti Ming. b. Pengaruh Budaya Lokal Pesisir Utara. Lasem terletak di Pesisir Pantai Utara Jawa, pengaruh Pesisiran terlihat jelas di dalam motif batik tulis Lasem. Sebagai contoh Motif Latohan atau Rumput Laut, Motif Iwak atau Ikan. Secara teknis pewarnaan batik tulis Lasem memiliki seperti umumnya penampilan batik Pesisiran dengan banyak warna merah, biru, dan hijau (Tien, 1997:144). Hal tersebut merupakan suatu pengaruh masyarakat Lasem dengan ciri khas Pesisiran pada umumnya. Dengan pewarnaan khas Pesisiran, tentu saja memiliki dampak pada motif dan corak yang ada di dalam pola batik tulis Lasem. 2. Faktor Eksternal. Faktor eksternal merupakan pengaruh dari budaya asing yang ada di dalam motif batik tulis Lasem. Akulturasi dengan budaya asing terjadi karena disebabkan oleh dua hal, yang pertama adalah hubungan dagang dimana bangsa Cina melakukan pelayaran antar Benua yang bertujuan untuk melakukan perdagangan. Kemudian, yang kedua adalah penjajahan yang terjadi di Indonesia oleh bangsa Eropa yaitu negara Belanda, yang memiliki tujuan untuk merampas kekayaan alam yang tidak lain adalah rempah-rempah. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut: a. Pengaruh Cina. Menurut buku “Badra Santri Babad Tanah Lasem” karangan Mpu Santri Badra di tahun 1401 Saka (1479 M), ditulis ulang oleh R Panji Kamzah tahun 1858
commit9 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyebutkan Penemuan keramik Cina di Caruban Lasem, mengindikasikan bahwa paling tidak antara abad VIII-X Masehi pengaruh budaya Cina sudah terdapat pada masyarakat Lasem Hal ini berarti pertama, sudah adanya penduduk etnis Cina bermukim di Lasem, dan kedua, sudah adanya perdagangan barang-barang buatan Cina di Lasem. Buku tersebut juga menuliskan tentang keberadaan Batik Cina di Lasem bermula dari kedatangan Laksamana Cheng Ho pada tahun 1413 Masehi. Anak buah Cheng Ho bernama Bi Nang Un turut menetap di Lasem bersama istrinya, Na Li Ni. Bi Nang Un adalah anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Negara Tiong Hwa, setelah melihat keindahan alam Jawa, memilih menetap di Bonang bersama dengan istrinya Na Li Ni. Berawal dari keterampilan tangan Na Li Ni kemudian tercipta berbagai kain batik yang menjadi cikal-bakal keberadaan batik tulis Lasem. Kedatangan Laksamana Cheng Ho, bertujuan untuk mendatangi Kerajaan Majapahit. Bi Nang Un ingin tinggal di Lasem untuk menyebarkan Agama Islam diantara penduduk asli. Akhirnya niat Bi Nang Un tersebut dipersilahkan oleh Wijaya Badra, dan memberinya wilayah Kemandung untuk tempat bermukim. Dari tulisan di atas dapat diketahui bahwa hubungan antara etnis Cina yang ada di Indonesia sudah berlangsung sejak jaman dahulu. Hubungan ini berawal dari kekuatan dalam diri etnis Cina dalam hal perdagangan. Na Li Ni menyusupkan motif Burung Hong, Liong, Bunga Seruni, Banji, dan Mata Uang Kepeng dengan warna merah darah ayam khas Tiong Hoa dalam batik. Karena ciri khas yang unik ini, batik tulis Lasem mendapat tempat penting di dunia perdagangan. Pedagang antar pulau dengan menggunakan kapal kemudian mengirim batik tulis Lasem ke seluruh wilayah Nusantara. Masa 10to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kejayaan batik tulis Lasem terjadi pada abad ke-19. Pada masa itu, hampir setiap orang keturunan Tionghoa menjadi pengusaha batik. Tempat produksi terletak di rumah mereka dan merekrut penduduk sekitar untuk menjadi pengrajin (Mpu santri, 1401:579-677). Pengrajin batik semakin kreatif menciptakan Motif-motif baru. Mereka merespon situasi yang terjadi. Misalnya, ketika Daendels memperkerjakan rakyat untuk membuat jalan raya, terciptalah motif Krecak, atau Watu Pecah. Namun, masa kejayaan tersebut mulai pudar di era 1950-an. Karena kondisi politik yang tidak berpihak pada etnis Tionghoa membuat banyak pengusaha batik gulung tikar. b. Pengaruh Belanda. Menurut Soedarsono, dalam bukunya “Aspek Ritual dan Kreativitas Dalam Perkembangan Seni di Jawa”, tahun 2005. Pada tahun 1519, para pedagang bangsa Portugal telah menjadikan batik tulis Lasem sebagai dagangan mereka Hal ini berarti menandakan bahwa, pada saat itu batik Tulis Lasem sudah dijual ke berbagai pelosok Nusantara, baik ke barat sampai Aceh, atau ke timur sampai ke Ambon. Batik tersebut dibeli dari Jawa Tengah (Surakarta, Ngayogyakarta, Lasem) dijual lagi ke nusantara atau ke Manca Negara. Tahun 1603, para pedagang Belanda kemudian mengikuti jejak para pedagang Portugal, menyebarluaskan dagangan batik Jawa Tengah ke berbagai daerah di dalam maupun di luar Nusantara. Sehingga pada abad 17 dan abad 18, busana batik (Sinjang atau kain panjang) buatan Jawa Tengah telah banyak tersebar di daerah Aceh maupun kepulauan Maluku (2005:47-70). Sejak Belanda
masuk ke Indonesia tahun 1596 dan menjajah untuk
mengambil kekayaan Bangsa Indonesia, para perajin batik tulis Lasem menuangkan 11to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kejadian-kejadian pada masa penjajahan Belanda (1596-1945) ke dalam batik tulis Lasem. Motif batik tulis Lasem merupakan sebuah gambaran mengenai kehidupan realita yang terjadi di Lasem. Menurut “Serat Badra Santri Babad Tanah Lasem”, Berkembangnya batik tulis Lasem tidak terlepas dari posisi strategis daerah Lasem yang dahulu dikenal sebagai salah satu daerah penting di Utara Pulau Jawa. Lasem memiliki pelabuhan besar yang telah digunakan sebagai tempat transaksi antar pedagang dari berbagai tempat pada masa Kerajaan Majapahit dan menjadi salah satu pelabuhan besar Kerajaan Majapahit di samping Juwana dan Tuban. Posisi strategis pelabuhan Lasem tersebut masih diakui dan terus dimanfaatkan sampai akhir masa pendudukan Jepang. Pada daerah Caruban, Lasem sudah merupakan sebuah tempat pemukiman pada masa Majapahit dan transisi ke periode Kerajaan Mataram Islam abad XIV-XVII Masehi (Mpu santri, 1401:788). C. Perkembangan Budaya di Dalam Industri Batik Tulis Lasem. Buku Serat Badra Santi (Babad Tanah Lasem) yang ditulis pada tahun 1401 menjelaskan bahwa kota Lasem pernah disinggahi salah seorang nahkoda kapal dari rombongan Laksamana Ceng Ho. Puteri Na Li Ni, istri Bi Nang Un anak buah Ceng Ho, merupakan salah seorang perintis dunia perbatikan Lasem. Tradisi itu kini diwarisi oleh pengrajin Batik di Rembang khususnya Lasem, Pancur, dan Pamotan (Mpu santri, 1401: 377-379). Berdasarkan bukti-bukti yang terdapat di dalam buku tersebut, maka perkembangan budaya dan industri Batik Lasem diperkirakan melampaui beberapa periode sebagai berikut: 12to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Periode rintisan (1157-1349). Pada awal abad 14, Lasem merupakan daerah dibawah naungan kekuasaan Kerajaan Majapahit. Merupakan periode dimana batik mulai diperkenalkan kepada masyarakat Lasem oleh pihak Kerajaan. 2. Periode pengaruh budaya Majapahit (1350-1500). Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Budha di Indonesia. Pada periode ini penyebaran agama Hindu-Budha mulai merambah ke dalam seni dan budaya termasuk batik. 3. Periode pengaruh budaya Cina (1500-1799). Pada periode ini, ada seorang saudagar dari Cina yang meletakkan kapalnya di sepanjang Pantai Bonang bernama Laksamana Ceng Ho bersama anak buahnya bernama Bi Nang Un, dan turut menetap di Lasem bersama istrinya Na Li Ni, yang memiliki tujuan untuk berdagang. Na Li Ni yang memiliki keahlian di bidang melukis dan kesusastraan sangat tertarik pada batik dan mulai mengembangkan kerajinan batik. Pada tahun 1596, bangsa Belanda datang dan menjajah Indonesia. Dalam perang melawan Belanda, Laksamana Ceng Ho ikut andil berperang melawan Belanda dengan mendatangkan armada laut dari Cina. 4. Periode awal industrialisasi Batik Lasem (1800-1890). Setelah Na Li Ni yang dibantu suaminya Bi Nang Un berhasil mengembangkan batik, kemudian mulai melakukan pemasaran dan membuka 13to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
industri batik di daerah Lasem. Pada tahun 1877, Laksamana Ceng Ho melakukan kunjungan ke India dengan membawa batik tulis Lasem sebagai cinderamata untuk saudagar di India. Setelah itu, saudagar tersebut tertarik dengan keunikan Batik Tulis Lasem, kemudian datang untuk membuka industri di Lasem dan bekerja sama dengan Kerajaan Majapahit dan laksamana Ceng Ho. Berawal dari industri kain, bangsa India mulai memberikan pengaruh agama di Kerajaan Majapahit. 5. Periode pengaruh budaya Belanda (1901-1941). Batik tulis Lasem mengalami kejayaan dan menjadi primadona pada periode ini. Penjajah Belanda mulai memberikan konstribusi kapal dagang terhadap budaya di daerah jajahannya. 6. Periode stagnasi (1942-1945). Pada tahun 1942. Jepang datang ke Indonesia dan melakukan penjajahan. Periode ini penjajah Jepang menghancurkan semua industri di Lasem dan semua daerah jajahan Jepang harus membuat perkebunan rempahrempah dan pertambangan. Tahun 1945, Jepang meninggalkan Indonesia dan proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Setelah Indonesia merdeka, masyarakat Lasem yang menjadi budak kemudian kembali lagi membuka industri Batik. 7. Periode pengaruh budaya lokal (1946-1950). Pada
periode
ini,
Indonesia
masih
melakukan pembentukan
pemerintahan. Tahun 1947, pemerintah Indonesia melakukan pengembangan budaya di setiap daerah Indonesia. Lasem terletak di daerah Pesisir Pantai 14to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Utara Jawa, sehingga pengaruh budaya Pesisir terlihat jelas di dalam motif batik tulis Lasem.
8. Periode revitalisasi industri I (1951-1970). Pada periode ini, industri batik tulis Lasem mulai melakukan kebangkitan secara menyeluruh di daerah Lasem. Karena para pengusaha kembali lagi memproduksi Batik Lasem. 9. Periode kemerosotan industri (1970-2004). Tahun 1970, Indonesia mulai melakukan kerja sama perdagangan dengan Negara asing yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku batik tulis Lasem, dan timbul kesenjangan sosial dimana bangsa pendatang tidak boleh ikut dalam dunia politik. Pada tahun 1997, terjadi krisis moneter dimana hal ini membuat banyak pengusaha batik tulis Lasem yang gulung tikar. 10. Periode revitalisasi industri II (2004-2012). Tahun 2004, batik tulis Lasem mulai bangkit kembali. Tahun 2008, terjadi polemik dengan diakuinya batik sebagai budaya Negara Malaysia, yang kemudian memicu industri batik tulis Lasem untuk semakin bersinar dan batik menjadi fenomenal. Lasem terkenal sebagai salah satu Sentra batik penting di Jawa pada akhir abad ke-19. Warna merah batik tulis Lasem sangat khas yang dipercaya karena pengaruh air tanah dan iklim setempat. Invasi Jepang pada 1942-1945 membuat
15to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
semua usaha Batik tutup. Daerah Pekalongan lahir corak Hokokai, tetapi di Lasem tak tampak pengaruh Jepang (Jeng ida, 2008:15-17). Setelah itu, batik tulis Lasem mengalami keterlambatan untuk bangkit kembali, karena pemakai kain batik tinggal para perempuan Tionghoa lanjut usia, sementara pasar yang dulu sampai ke Sumatera Barat (motif Lokcan) dan Suriname berubah selera. Pemilik usaha batik tulis Lasem juga berubah. Tahun 1990-an semua usaha batik milik keturunan Tionghoa, setelah krisis ekonomi tahun 1998, muncul pengusaha batik suku Jawa. Tahun 2004, ada 14 pengusaha Tionghoa dan 4 Jawa. Tahun 2009, dari 32 pengusaha batik di Lasem, kira-kira dua pertiganya suku Jawa. D. Motif Batik Lasem. Kehadiran ornamen tetap memiliki makna yang mendalam, dan merupakan ungkapan-ungkapan idealisasi atau gagasan-gagasan si pencipta dalam mewujudkan suatu karya seni dengan memanfaatkan ornamen sebagai sumber ciptaannya. Bentuk Ornamen dan Komposisinya Secara garis besar struktur ornamen dapat dibedakan menjadi tiga hal utama yaitu : Pertama, garis-garis berkesinambungan dengan segala variasinya, yaitu berupa garis-garis lurus, garis patah, garis lengkung, garis bergelombang, dan juga garis-garis yang berfungsi sebagai garis batas. Kedua, berupa bentuk-bentuk figure yang berkelompok. Ketiga, bentuk hiasan yang menyeluruh dan utuh, menutup seluruh wujud dari bentuk yang dikenai, dengan jalinan yang saling mengikat terpadu, berhubungan antara satu dengan bentuk lainnya, saling berdekatan secara berulang-ulang. Sebenarnya garis yang berkesinambungan, garis lurus,
16to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
monochrome yang biasa digunakan untuk membuat garis pembatas, seperti garisgaris tegak lurus, adalah termasuk dalam unsur-unsur desain (UNIMED, 2009:17) Sedangkan Adi Irwanto di dalam bukunya “Motif dan Pola” menuliskan, Pada awalnya garis-garis semacam ini telah ada dengan berbagai variasinya. Misalnya : garis putus-putus, garis patah, garis zig-zag, garis berlika-liku, dan sebagainya. Kemudian pada dekade berikutnya muncul berbagai macam bentuk motif yang berasal dari garis saja. Kita beranggapan bahwa garis pembatas adalah garis yang sederhana, namun apabila garis-garis tersebut disusun secara berulang-ulang dan berurutan akan menjadi sebuah desain yang sudah jadi. Selain dari pada itu ada upaya untuk membuat susunan motif naturalis dengan cara meniru alam atau alam sebagai sumber inspirasinya. Yang dalam pembuataanya tidak harus sama persis seperti yang ada di alam melainkan sudah melalui proses stelisasi secara kreatif dan inovatif. Gubahan unsur alam ini biasanya di ambil dari bentuk pohon, buah-buahan, tumbuhtumbuhan, awan, dan lain sebagainya (2007:37). Mendengar kata batik Jawa Tengah, tentu kebanyakan orang segera menyebut Solo, Jogja, Pekalongan dan Banyumas sebagai sentra pengrajin Batik. Padahal selain empat daerah tadi masih ada daerah lain yang juga menghasilkan batik tulis yang tidak kalah indahnya, yaitu Lasem. Saat ini yang bisa disaksikan dari Kota Lasem adalah tetap terpeliharanya warisan budaya etnis Cina dengan koleksi rumah kunonya berjajar berhadap-hadapan di seluruh pelosok kota. Kota ini juga terdapat sentra industri batik walaupun tidak setenar batik produksi Solo, Jogja atau Pekalongan. Namun kehadiran batik tulis Lasem merupakan kebanggaan sendiri bagi penduduk kota nelayan ini. Batik produksi Lasem bercorak khas dengan warna merah darah 17to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ayam yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain. Kekhasan lain batik tulis Lasem terletak pada coraknya yang merupakan gabungan pengaruh budaya Tionghoa, budaya lokal masyarakat Pesisir Utara Jawa Tengah serta budaya Keraton Solo dan Yogyakarta. Konon para pedagang Tionghoa perantauan yang datang ke Lasem memberi pengaruh terhadap corak batik di daerah ini. Bahkan banyak pedagang ini yang kemudian beralih menjadi pengusaha batik di Kota Lasem (Nias, 2003:7). Menurut harian Kompas tahun 2005,
menuliskan tentang sejarah industri
batik Nusantara, dan disinggung bahwa kehadiran batik tulis Lasem sudah ada sejak berabad silam dan sempat menjadi komoditi di Asia yang kemudian mengharumkan Kota Rembang (Wawan, 2005:10). Awalnya batik Lasem menjadi batik Encim, batik yang dipakai oleh wanita keturunan Tionghoa yang berusia lanjut. Pengaruh Keraton juga ikut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem. Terbukti dengan adanya motif atau ornamen Kawung dan sejarah batik Lasem Parang. Pengaruh budaya Cina terasa kental di sini, sedangkan pengaruh masyarakat Pesisir Utara terlihat pada kombinasi warna cerah merah, biru, kuning dan hijau. Ketika membuat desain motif batik tulis para pengusaha batik tulis Lasem sangat dipengaruhi budaya leluhur mereka seperti kepercayaan dan legendanya. Misalnya terdapat corak ragam hias burung Hong dan binatang legendaris Kilin atau Singa. Bahkan cerita klasik Tiongkok seperti Sam Pek Eng Tey pernah menjadi motif batik tulis Lasem dan bisa bersaing dengan Batik Solo karena motifnya yang unik dan pernah di ekspor Mancanegara.
18to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hastini Ari dalam bukunya
“Batik Laseman”, memaparkan bahwa pada
zaman Kerajaan Majapahit, kota Lasem merupakan salah satu dari tiga kota pelabuhan terbesar, batik tulis Lasem mempunyai ciri khas multikultural JawaTionghoa yang kental, berarti batik tulis Lasem memiliki pesona tampak pada warnawarni yang cerah serta motifnya yang khas (2009:8).
Pembagian motif sebagai berikut: 1. Batik Lasem Selera Rakyat (Pribumi). Batik Rakyat adalah batik Sogan dengan tata warna merah biru dan hijau yang dibuat di daerah Kauman dan Suditan. Batik Sogan disebut dengan Kendoro Kendiri. Terdapat juga daerah pembatik lain yaitu Baganan, yang mempunyai ragam hias khas yang disebut Tutul. Sejumlah motif dan warna batik tulis Lasem mengingatkan pada batik daerah Indramayu, Jambi, Cirebon dan Madura, tentu saja tidak mengherankan karena ramainya hubungan dagang antar daerah tersebut dahulu. Ragam hias SoloYogya seperti Kawung dan Parang juga terdapat baik pada batik rakyat maupun batik tulis Lasem, meskipun tidak terlihat utuh. Pemberian nama pada batik tulis Lasem selera rakyat pada umumnya berdasarkan tata warna bukan menurut ragam hias. Maka dari itu terdapat istilah Bang-bangan, Kelengan, Bang-biru, dan Bang-biru-ijo.
19to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 1. Batik Pola Bang-Biru dan Bang-bangan.
2. Batik Lasem Selera Cina (Laseman). Nian. S. Djoemena di dalam bukunya “Ungkapan Sehelai Batik Its Mistery and Meaning” , membedakan batik tulis Lasem menjadi dua jenis, yaitu batik dengan selera Cina dan batik selera Pribumi. Batik Lasem selera Cina memiliki tata warna yang mengingatkan pada Dinasti Ming; merah, biru, merah-biru, dan merah-biruhijau di atas warna putih porselin. Batik selera Cina juga disebut batik Laseman. Pemberian nama pada batik Lasem pada umumnya berdasarkan tata warna dan bukan dari ragam hias, karena alasan ini maka muncul beberapa istilah nama untuk batik Lasem yaitu; Bang-bangan yang memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias merah atau sebaliknya, Kelengan memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias biru atau sebaliknya, Bang biru memiliki warna latar putih (Ecru) dan ragam hias merah atau biru, dan yang terakhir Bang biru ijo memiliki wrna latar putih (Ecru) dan ragam hias merah, biru, hijau (Djoemena, 1990:71-72). Sedangkan, Melly. G. Dalam bukunya yang berjudul “Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia. Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa”, tahun 1878, menegaskan bahwa motif khas Tionghoa itu bisa terlihat dalam gambar burung Hong, Kilin, Liong, Ikan Mas, dan Ayam Hutan. Ada juga motif bunga seperti Seruni, Delima, Magnolia, dan Peoni. Ciri khas motif Tionghoa lainnya bisa dilihat dalam motif geometris seperti Swastika, Banji, Bulan, Awan, Gunung, Mata Uang, dan 20to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gulungan Surat. Motif Tionghoa berpadu dengan motif Jawa yang umum terdapat dalam batik khas Jogjakarta dan Solo, seperti Parang, Lereng, Kawung, dan Udan Riris. Warna dominan batik Lasem adalah Merah, Biru, Sogan, Hijau, Ungu, Hitam, Krem, dan Putih. Warna-warna ini adalah juga pengaruh dari silang budaya. Warna merah dalam batik Lasem adalah pengaruh dari budaya Tionghoa. Beberapa jenis batik tulis Lasem Motif Cina, diantaranya: a. Motif Fauna Cina dan Motif Jawa. Contoh Motif Fauna Cina : Motif burung Phoenix yang dikenal sebagai Hong, Naga (Liong), Kilin, Ayam Hutan, Ikan Emas, Kijang, Kelelawar, Kupu-kupu, Kura-kura, Ular, Udang, dan Kepiting. Motif Fauna Cina ini sering berkolaborasi dengan motif batik Jawa, seperti Parang, Udan Riris, dan Kawung.
Gambar 2. Batik Pola Liong dan Burung Hong.
b. Motif Flora Cina dan Motif Jawa. Motif Flora Cina misalnya bunga Seruni (chrysanthemum), Magnolia, dan peoni (Cherry Blossom). Motif Flora Cina ini juga sering bersimbiosis mutualisme dengan motif Batik Jawa.
21to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3. Batik Pola Kendoro-Kendiri.
c. Motif Cina Selain Flora-Fauna dan Motif Batik Jawa. Contoh motif lain (non Flora-fauna Cina) adalah Kipas, Banji, Delapan Dewa (Pat Sian), Dewa Bulan, Koin (Uang Kepeng).
Gambar 4. Batik Pola Banji.
d. Motif Kombinasi Cina dan Motif Batik Jawa. Maksud kombinasi motif adalah dalam satu batik tulis Lasem keeleganan motif Fauna dan Flora Cina berbaur dengan keindahan motif batik Jawa seperti Udan Riris, Parang, Krecak (Melly. G, 1878:17-22).
22to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adanya keempat jenis kategori motif batik tulis Lasem tersebut, memberikan kebebasan kepada para pembatik Lasem dalam berkreasi. Mereka tidak terpaku pada Pola Motif baku (Pakem). Hal terpenting, improvisasi dan kreativitas pembatik Lasem selalu tertantang untuk membuat Batik yang bermotif unik dan khas, sehingga bernilai estetik yang tinggi. Batik tulis Lasem motif burung Phoenix atau sering juga disebut burung Hong merupakan salah satu motif yang terkenal karena berupa stylisasi Motif burung Phoenix (Prabowo, 2007:37). Dituliskan juga bahwa batik tulis Lasem merupakan seni batik Tulis gaya Pesisiran yang kaya warna dan memiliki ciri multikultural, sebagai akibat akulturasi banyak budaya, khususnya budaya Cina dan budaya Jawa. Dalam batik Lasem mudah dikenali perpaduan warna dan motif hasil silang budaya. Misalnya, motif Fauna khas Cina (burung Hong atau Phoenix, Kilin, Liong atau Naga, dan Ikan Mas) atau motif Flora (Bunga Seruni, Delima, Magnolia, dan Peoni) dikombinasikan dengan motif geometris khas batik Pedalaman seperti Parang, Kawung, dan Jereng. Silang budaya dalam bentuk kombinasi warna, misal pada batik Tiga Negeri yang merupakan kombinasi warna khas merah marun (pengaruh budaya Cina), biru (pengaruh budaya Belanda atau Eropa) dan Sogan (pengaruh budaya Jawa). E. Situasi Batik Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009. Setelah batik dikukuhkan sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia oleh UNESCO, mendorong banyak perusahaan melakukan beragam cara untuk merayakannya. Ada yang mengharuskan seluruh karyawannya mengenakan batik, ada yang membuatkan seragam untuk perusahaan. Jenis batik yang akan dikukuhkan sebagai World Heritage adalah batik tulis dan bukan batik Printing. Hal 23to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
itu karena jenis batik Printing juga diproduksi di beberapa negara lain. (http//:vivanews/budaya/batik). Batik sudah menjadi warisan budaya yang diakui UNESCO. Ada hasil yang cukup signifikan dengan penetapan tersebut. Tetapi ada tantangan yang menghadang para pengajin batik (Rahayu, 2009:17). Setelah penetapan UNESCO, berbagai kalangan mulai menaruh perhatian lebih terhadap batik. Beberapa Event pameran ramai digelar. Orang dari sejumlah daerah juga berburu batik hingga ke Lasem. Bahkan ada yang menjadi agen penjualan di Jakarta, Bogor hingga Papua. Tantangan perkembangan batik ke depan adalah melonjaknya bahan baku kain. Setahun ini, harga kain mori sebagai bahan utama batik terus mengalami kenaikan. Untuk kain katun jenis prima yang semula harga per yard hanya Rp 5.400, naik menjadi Rp 6.400. Jenis primis dari Rp 8.750 menjadi Rp 9.250. Jenis kereta kencana, dari Rp 14.864 menjadi Rp 16.486. Kenaikan bahan utama batik mencapai 10 persen. Kenaikan kain mori ini dikarenakan bahan baku kain dari negara penghasil kapas seperti India sudah dikontrak Cina (Widji, 2009:7) Masyarakat sendiri juga sudah membentuk organisasi berupa Paguyuban Pencinta
Batik
yang
selalu
menyelenggarakan
berbagai
kegiatan
dalam
mempertahankan batik. Dengan demikian, batik bisa berkembang di Pekalongan dan sekitarnya. Untuk upaya melestarikan batik, tidak hanya dibebankan pada pemerintah saja, tetapi juga masyarakat dan pengrajin itu sendiri, sehingga batik tetap berkembang di Pekalongan. (Wibowo, 2009:7) Motif batik dari Pekalongan, diakui sudah berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman. Pengrajin sudah tidak mempedulikan motif batik dengan 24to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pakem Kerajaan, tetapi yang dikembangkan adalah motif yang memiliki nilai bisnis tinggi. Pada prinsipnya, pengrajin Pekalongan hanya memproduksi sesuai dengan selera masyarakat. Batik yang dibuat masyarakat Pekalongan berbeda dengan daerah lain. Adapun ciri-ciri batik Pekalongan, adalah memiliki warna yang mencolok, dan motifnya kontemporer (mengikuti perkembangan zaman). Karena berkembang kekinian, maka para pengrajin berusaha bisa membatik dengan motif apa pun. Motif Belanda, Jepang, Cina, Jawa atau motif dari dalam Negeri seperti batik Papua, batik Banyumasan, Cirebon, batik Yogya, dan batik Solo, semuanya bisa dibuat di Pekalongan. Agar batik tetap lestari, maka semua pihak harus ikut berperan dalam melestarikan budaya batik. Kenyataannya perkembangan batik juga akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat mengingat industri batik bisa menyerap tenaga kerja (Fatchurohman, 2009:10). Pendirian Museum batik sudah dilakukan di Pekalongan. Penerapan muatan lokal batik mulai dari SD, SMP, bahkan membuka Jurusan Batik di SMK Negeri Tiga Pekalongan dan dilanjutkan dengan pembukaan Jurusan Batik di Politeknik Pusmanu Pekalongan. Kemudian juga dilakukannya kegiatan tahunan berupa Pekan Batik Nusantara dan berbagai kegiatan yang mendorong makin dikenalnya batik di tingkat Nasional maupun Internasional (Noor, 2009:7). Lain halnya dengan batik Bakaran asal Juwana, Kabupaten Pati. Perkembangan batik tulis Bakaran, cenderung stagnan. Setelah kebangkitannya pada tahun 2000 hingga saat ini grafik pergerakan produksi, dan pemasarannya menurun pada titik yang bisa jadi belum maksimal dibanding era puncak kebangkitan, empat tahun lalu. Keberadaan batik tulis khas Pati terangkat sejak “tertidur” sekian lama. 25to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Batik Tulis Bakaran dulunya dipasarkan keliling dari pasar ke pasar di seputaran Bumi Minta Tani. Seiring perkembangannya, warisan budaya leluhur itu mampu menembus berbagai kalangan hingga menaikkan produksinya (Nias, 2008:3-5). Kebijakan
Pemkab
Pati
memberi
dorongan
tersendiri
bagi
geliat
perkembangan batik tulis Bakaran. Dengan diwajibkannya Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Pati diwajibkan mengenakan pakaian batik dua kali sepekan, menjadi angin segar bagi perkembangannya. Pergerakan usaha batik tulis yang tersentral di Kecamatan Juwana, khususnya Desa Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon, setelah sekian lama tidak banyak berubah. Meskipun terangkat dengan pasar PNS, minim sekali pengrajin yang mau bergelut dengan Canthing. Potensi tambak dan hasil laut yang dianggap lebih menjanjikan penghasilan masyarakat Pesisir Juwana tampaknya berpengaruh pada ketertarikan mereka mewarisi karya budaya leluhur. Pada perkembangannya, batik tulis Bakaran tidak lepas dari kondisi daerah Bumi Mina Tani. Tergambar dari motif yang terbentuk, baik yang orisinil maupun modifikasi. Bukan hanya hasil bumi (kopi dan kedelai) yang terpola dalam kain batik, torehan lilin seakan juga mengekspresikan hasil laut, seperti udang, dan ikan. Semuanya tergambar dari sejumlah Motif asli dan hasil kreasi perajin. Ada 21 motif batik tulis Bakaran yang selama ini diklaim asli oleh pelaku batik di Juwana. Aneka Motif tersebut delapan di antaranya telah mendapat pengakuan dari Depkum HAM Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen Haki), tahun lalu adalah Blebak Kopi, Rawan, Riris, Kopi Pecah, Truntum, Gringsing, Sidomukti, Sidorukun, dan Limaran. Pengajuan tersebut untuk perorangan, tetapi Haki mencatatnya sebagai hak cipta Pemkab Pati karena dinilai milik bersama. 26to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun 13 motif lainnya yang masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut dari pihak terkait antara lain, Manggaran, Adas Gempal, Bregat Ireng, Kedele Kecer, Merak Ngigel, Magel Ati, Blebak Urang, Blebak Lung, Nam Tikar, Truntum, Blebak Duri, Ungker Cantel, dan Puspo Baskoro (Pramanti, 2010:5-7). Kota Solo, yang memiliki puluhan Home Industry batik. Kawasan industri batik, terletak di Kampung Batik Laweyan pada Kota Bengawan yang paling terkenal sejak abad ke-18. Kampung Batik Laweyan merupakan sentra industri batik tertua di Indonesia memiliki runtutan sejarah yang panjang. Sejak tahun 1900-an, terdapat ratusan industri rumah tangga di Kampung Batik Laweyan yang bertahan dari masa ke masa. Hingga saat ini, tersisa 70 hingga 80 industri batik rumahan yang masih bertahan di terpa krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada tahun 1998 dan di tengah terpaan industri batik Printing yang lebih digemari masyarakat karena harganya yang murah. Pada masa itu, Usaha Kecil Menengah (UKM) semakin berkembang dan pembatik menghilang karena ketidakberdayaan ekonomi. Sekarang, industri batik Indonesia semakin menggeliat sejalan dengan penetapan batik Indonesia sebagai kekayaan budaya milik Negeri Khatulistiwa, di tambah dengan diundang-undangkannya Laweyan sebagai Cagar Budaya Borderless (tanpa batas) dan dibentuknya FPKBL yang bertujuan menyelamatkan lingkungan budaya termasuk batik didalamya, semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai Negeri Batik (Fauzi, 2011:7-8). Meskipun Kota Yogyakarta, Pekalongan, dan kota-kota lain memiliki kain corak yang bernama batik, akan tetapi batik yang diproduksi tiap daerah di Indonesia berbeda satu sama lain. Letak perbedaan batik Solo dengan batik dari daerah lain, 27to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terletak pada pewarnaannya, yang menyimbolkan sejarah masa lampau dari masingmasing batik yang menggambarkan kehidupan di daerah tersebut. Batik Indonesia dibedakan menjadi dua, yakni batik Vosch Laden dan batik Pesisir. Batik Solo atau disebut Vosch Laden bersifat natural dan dominan memakai warna gelap seperti cokelat, hitam, dan putih. Sedangkan Batik lain misalnya Batik Cirebon, memiliki warna yang lebih cerah dan mencolok, antara lain dengan menggunakan warna merah (Widhiarso, 2010:7-8). Saat ini pengusaha batik mengejar pasar dan keinginan konsumen, sehingga wajar saja batik asli Solo memakai warna terang, dan sebaliknya. Sedangkan untuk membedakan antara batik dan bukan batik, caranya lebih mudah. Batik asli bahannya pasti dari serat alam, sehingga bahan pewarna bisa menyerap. Bisa dipastikan pada batik asli, sulit membedakan mana kain bagian depan dan mana kain bagian belakang (Putri, 2009:5). Mengenai rencana pengumuman penetapan batik Indonesia dalam daftar representatif budaya tak benda warisan manusia mengungkapkan, motif batik semakin berkembang dengan adanya hasil karya desainer yang terus bertambah jumlahnya. Hingga kini terdapat sekitar 2.500 motif batik, dan itu yang baru terdaftar. Dengan berkembangnya produk desainer, motif atau ragam batik juga akan berkembang terus (Soepardi, 2009:8). Pemerintah akan mengembangkan pengakuan, membantu untuk memperkuat promosi, dari sentra-sentra batik kita perkenalkan sehingga di setiap daerah memacu memunculkan keunikan-keunikan dalam kreasi batik. Selain itu, pemerintah akan membantu supaya batik mudah mendapat lisensi atau hak paten. (Nuh, 2011:17). 28to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembuatan kain batik merupakan kerajinan tradisional di Jawa dan beberapa daerah lain secara turun temurun sejak beberapa abad lalu, dan terus menyebar ke berbagai daerah sebagai busana adat dan kelengkapan pokok tradisi. Apabila hal tersebut bisa direalisasikan secepatnya, pertumbuhan angka penjualan perajin batik baik Industri Kecil Menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM) kian meningkat. Sampai sekarang, di provinsi ini ada 191 sentra IKM. Sementara di sektor batik dan bordir ada 5.926 unit. Secara total, penyerapan tenaga kerja di keduanya sekitar 21.000 pekerja (Hartono, 2011:4-7). Cukup tingginya kepedulian pemerintah dalam memperjuangkan batik Indonesia ini tidak terlepas dari esensi kultural dan historis Batik Indonesia. Nilai budaya tak benda dari batik antara lain terkait dengan ritual pembuatan, ekspresi seni, simbolisme ragam hias, dan identitas budaya daerah. Batik dihasilkan dengan tangan melalui proses pemberian garis dan titik-titik dengan malam panas pada kain menggunakan Canthing tulis atau Canthing cap. Pola dan ragam batik tradisional dan modern memiliki simbolisme yang mendalam, di antaranya terkait dengan status sosial, komunitas daerah, alam dan juga perkembangan sejarah. F. Kerangka Teoritis. Batik tulis Lasem merupakan batik yang memiliki perpaduan multi budaya. Dalam perjalanannya terdapat berbagai pengaruh yang di bagi menjadi dua faktor yaitu faktor internal antara lain adalah pengaruh Keraton dimana pada saat itu Lasem merupakan daerah naungan Kerajaan Majapahit yang kemudian memberikan budaya batik ke dalam Lasem. Setelah itu, pengaruh masyarakat lokal Pesisiran yang tidak
29to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
lepas dari kehidupan maritim mempengaruhi budaya di dalam batik tulis Lasem yang kemudian munculah batik Rakyat. Sedangkan faktor eksternal antara lain hubungan dagang antar daerah dimana setiap daerah memiliki budaya masing-masing yang akhirnya memberi perubahan terhadap batik Lasem. Disamping itu ada pengaruh dari luar yaitu Cina pada saat itu memperluas hubungan antar negara. Dengan masuknya Cina ke Lasem tentu saja mempengaruhi batik tulis Lasem, kemudian pada saat itu juga penjajahan Bangsa Eropa sudah merambah ke dalam Nusantara dimana pada saat itu Belanda mencanangkan sistem kerja paksa pada masyarakat Lasem. Berawal dari Cina yang memberikan budaya oriental ke dalam motif batik tulis Lasem, lalu muncul batik Laseman. Batik Laseman dan Batik Rakyat merupakan satu kesatuan dari batik tulis Lasem. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 2008 terjadi polemik bahwa batik diakui sebagai milik Malaysia, kemudian mendorong pemerintah Indonesia untuk mendaftarkan batik kepada lembaga budaya dunia yaitu UNESCO dan ditetapkanlah batik sebagai budaya dunia milik Indonesia pada tahun 2009. Setelah penetapan UNESCO, batik menjadi fenomenal dan banyak sekali perkembangan motif batik tulis Lasem. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada bagan berikut:
30to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Eksternal
Hubungan dagang antar daerah
Batik tulis Lasem
-Belanda -Cina
Batik Laseman
Internal
Budaya keraton
Motif batik Lasem
Budaya masyarakat lokal pesisiran
Batik rakyat
Pasca penetapan tentang batik oleh UNESCO tahun 2009
Pola batik tulis Lasem
Batik Laseman
Batik rakyat
Makna estetis
Bagan 1. Kerangka Pikir
31to user commit
Batik pola lainnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III Metode Penelitian A. Jenis Penelitian. Berdasarkan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini, maka bentuk penelitian yang dipakai adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Karena, jenis penelitian ini akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi teliti dan penuh nuansa, yang lebih berharga. Strategi yang digunakan adalah studi kasus, dan karena lokasi studi ini terletak di satu kecamatan yang memiliki satu kota dengan kekhususan tersendiri, yang merupakan unit analisis tersendiri, kemudian selanjutnya akan disatukan dalam anilisis antar kasus untuk menemukan simpulan studi secara lengkap. Selain itu, karena peneliti terjun dan menggali permasalahan di lapangan, maka jenis strategi penelitian ini bisa disebut sebagai studi kasus terperancang. B. Lokasi Penelitian. Lokasi penelitian di Kabupaten Rembang, khususnya kota Lasem. Pada kabupaten tersebut, terdapat sentra batik Lasem yang terletak di bekas kantor kecamatan Lasem, Jl. Ra ya Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Penelitia n dilakukan pada kurun waktu antara bulan April 2012 hingga Juni 2012 denga n fokus pola-pola batik tulis Lasem beserta makna estetis yang terkandung didalamnya. C. Teknik Pengambilan Sampel. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Dalam penelitian ini di ambil sampel dengan asumsi dedikasi, pengalaman, dan pengetahuan para pengusaha dan pakar batik tulis Lasem. 32
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pihak yang menjadi nara sumber dalam penelitian ini adalah para pengusaha dan pakar batik tulis Lasem yang sudah lama mendalami dan memiliki banyak pengalaman tentang batik tulis Lasem. D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data. 1. Sumber Data. Sumber data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Data yang digunakan berasal dari nara sumber, dokumen atau arsip, data visual karya batik. Untuk lebih jelasnya seperti di bawah ini: a. Informan atau Nara Sumber. Informan atau nara sumber yang akan diminati terdiri dari pengusaha dan pakar batik tulis Lasem yang terkait denga n permasalahan dan dipilih atas dasar rekomendasi dari nara sumber sebelumnya. Pemilihan nara sumber dengan menggunakan teknik purposive sampling hal ini dikarenakan nara sumber mengetahui secara mendalam dan dipercaya. Nara sumber utama dalam penelitian ini, sebagai berikut : -
H. Santosa Doellah, Pemilik perusahaan batik danar hadi dan salah satu pakar batik di Indonesia, beliau memiliki dedikasi, pengalam an, dan pengetahuan yang tinggi di dalam dunia perbatikan dan sudah mengenal tentang batik sekian lama.
-
Sigit W itjaksono, Pemilik Rumah produksi kerajinan batik Laseman, beliau memiliki sejarah, dedikasi, pengalaman, dan pengetahuan yang tinggi mengenai batik tulis Lasem.
33
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
-
Prof. Dr. Wiliam Cant. M. Hum, pemerhati dan peneliti etnis Cina (IPI). Beliau juga merupakan salah satu pakar batik tulis Lasem di Indonesia.
-
Musa Djamal a Garhan, pengusaha dan perancang mode (APMPI). Beliau juga merupakan pemerhati dan pengamat batik tulis Lasem.
-
H. Um y Jazilah Salim, Ketua Deskaranasda Rembang. Beliau mengetahui perkembangan dan lokasi industri batik tulis Lasem.
-
Jeng ida, Pemilik Sentra batik lasem dan pengurus paguyuban pengusaha batik di kota Lasem.
-
Cahyo Arjuna Wiwaha, M anajer rumah produksi kerjainan batik tulis Lasem. Beliau seseorang yang dipercaya untuk mengurus dokumen dan arsip tentang batik tulis Lasem.
b. Tempat dan Aktivitas Pembatikan. Tempat yang dimaksud adalah suatu tempat yang didalamnya terdapat aktifitas pembatikan. Aktivitas pembatikan dilakukan dalam lingkungan perusahaan ataupun dalam rumah pembatik sendiri. Tempat-tempat untuk proses membatik terletak di beberapa lokasi. Tempat dan aktivitas pembatikan ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena saling terkait untuk keberhasilan visualisasi ka in Batik. Aktifitas pembatikan disini (termasuk sarana dan prasarana pendukungya) adalah kegiatan mulai dari saaat mengolah kain sampai menjadi kain batik. Termasuk di dalamnya adalah show room. Tempat 34
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan aktifitas pembatikan difokuskan pada usaha batik Sentra Batik Lasem, dan Padi Boloe. Alat yang digunakan dalam melakuka n pengamatan ini adalah kamera. c. Karya Batik. Karya batik disini berupa kain hasil pembatikan yang masih bisa dilihat keberadaannya di beberapa usaha pembatikan. Para pembatik tidak menginventaris kain produksinya, sehingga ketika penelitian ini dilakukan, tidak bisa dijumpai wujud kain batik yang telah dibuat beberapa tahun yang lalu. Hanya ada beberapa kain batik Lawasan yang disimpan untuk koleksi. Untuk keperluan penelitian, beberapa kain batik dikumpulkan, diseleksi dan diklasifikasi. Kain-kain batik tersebut kemudian di foto, untuk keperluan analisisnya. d. Dokumen atau Arsip. Dokumen dan Arsip adalah bahan tertulis yang mengenai peristiwa atau aktivitas pembatikan pada batik tulis Lasem. Serta catatan yang diperoleh dari berbagai pihak yang dapat menunjang penelitian ini, seperti dokumentasi berupa foto motif batik tulis Lasem dan tulisan mengenai batik tulis Lasem. 2. Teknik Pengumpulan Data. Sumber data dalam penelitian kualitatif berupa informan dari nara sumber, arsip kuno, dokumentasi berbagai motif batik Lasem. Sumber data tersebut menuntut cara tertentu guna mendapat data, maka strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini dikelompokan ke dalam dua cara, yaitu interaktif dan non-interaktif. 35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
Metode
digilib.uns.ac.id
interaktif
meliputi
wawancara
mendalam
dan
observasi,
sedangkan metode non-interaktif meliputi observasi tak berperan, dan mencatat dokumen atau arsip. Adapun teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Teknik Wawancara. W awancara dilakukan dengan informan atau
narasumber
dengan topik wawancara sejarah, perkembangan, dan makna estetis yang terkandung di dalam motif batik tulis Lasem dengan mengunaka n pendekatan interaktif, guna mengetahui data yang sesuai dengan permasalahan yang di angkat. W awancara mendalam dimaksudkan dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat, guna mendapatkan data yang dirinci juga mendalam serta dapat dila kukan berkali-kali sesuai denga n keperluan peneliti berka itan dengan kejelasan masalah yang sedang di gali. b. Teknik Observasi. Dalam
observasi penelitian
ini, peneliti hanya
sebagai
pengamat tanpa terlihat berperan apapun, sehingga peneliti melakuka n observasi tak berperan, yaitu perilaku yang bergayutan dan kondisi lingkungan yang tersedia di lokasi penelitian dapat diamati secara formal maupun tidak formal. Observasi dilakukan untuk memperoleh data yang berupa pengamatan terhadap situasi, peristiwa, tempat dan lokasi, benda, beserta dokumentasi gambar yang terkait tentang batik tulis Lasem. 36
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lokasi , benda, dan dokumentasi gambar terkait yang dimaksud adalah perusahaan Batik Danar Hadi dan Kota Sentra Industri Batik Tulis Lasem, karena lokasi tersebut merupakan tempat yang sesuai untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. c. Teknik Pengkajian Dokumen atau Arsip. Pengumpulan data dengan teknik pengkajian dokumen dan arsip, membutuhkan bantuan dan kerja sama dengan dinas pariwisata, perusahaan Batik Tulis di Lasem, Surakarta, dan lembaga-lembaga yang terkait. Dokumen atau arsip sangat diperlukan, karena mengara h pada latar bela kang atau peristiwa yang ada keterkaitan dengan Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009. Data dokumen yang diperoleh kemudian di olah sedemikian rupa untuk menguji kebenarannya baik secara eksternal (keaslian dokumen) maupun secara internal (kebenaran isi dokumen atau pernyataan yang ada). E. Validitas Data. Untuk menjamin validitas data, dengan menggunakan teknik trianggulasi data. Peneliti bisa memperoleh dari narasumber (manusia) yang berbeda-beda dengan teknik wawancara yang mendalam, sehingga informasi dari nara sumber yang satu bisa dibandingkan dengan informasi dari nara sumber yang lainnya. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu bisa lebih teruji kebenarannya bila mana dibandingkan dengan sejenis data yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik sumber sejenis atau sumber yang berbeda je nisnya. Hal ini merupakan suatu cara supaya data-data yang telah diperoleh 37
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
merupakan data asli dan tidak menjadi plagiat bagi pihak yang akan melakukan suatu tindakan yang merugikan. Trianggulasi data yaitu mengumpulkan data yang sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda misalnya sumber data berupa informan, arsip, dan peristiwa. Dengan demikian data yang diperoleh dari sumber yang satu teruji dengan data yang sama dari sumber yang berbeda. F. Teknik Analisis Data. Analisis interaktif diterapkan untuk mengka ji data yang terutama berkaita n dengan permasala han yang di angkat, yaitu pertama mengenai Jenis Pola Batik Tulis Lasem yang berkembang pada Masa Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik tahun 2009. Setelah dilakukan anilisis interaktif pada permasalahan yang pertama, kemudian dihasilkan penghubung makna estetis pada pengelompokan pola batik tulis Lasem sebagai hasil anilisis interaktif, kemudian dilakukan proses anilisis dengan pendekatan menggunakan teori estetika A. A. M . Djelantik, yaitu untuk mengkaji visual pola-pola batik Lasem. Lebih jelasnya dalam bagan berikut:
38
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Data 1
Analisis interaktif
Sumber data
Data 2
Data 3
Analisis interpretatif Dengan pendekatan estetika A. A. M. Djelantik
Pola 1,2,3,4,5
Data pengelompokan batik tulis Lasem
M akna estetis pola batik tulis Lasem
Bagan 2. Teknik Analisis Data.
39
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV POLA DAN MOTIF BATIK LASEM
A. Situasi Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009. Menurut sejarah industri batik Nusantara, kehadiran batik tulis Lasem sudah ada sejak berabad silam dan sempat menjadi komoditi ekspor di Asia, dengan prestasi tersebut juga turut mengharumkan nama kota Rembang di kancah Internasional. Pada awal permunculannya batik tulis Lasem disebut sebagai batik Encim, dalam pengertiannya adalah batik yang dipakai oleh wanita berusia lanjut keturunan Tionghoa. Dalam perjalanannya pengaruh Keraton juga ikut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem. Hal ini Terbukti dengan adanya motif Kawung dan sejarah batik Lasem Parang. Pengaruh budaya Cina terasa kental di dalam goresan motifnya. Sedangkan pengaruh masyarakat Pesisir Utara terlihat pada kombinasi warna cerah merah, biru, kuning dan hijau. Dalam proses pembuatan desain motif batik tulis Lasem, para pengusaha batik Lasem memasukkan pengaruh unsur budaya leluhur mereka seperti kepercayaan dan legendanya. Misalnya terdapat corak ragam hias burung Hong dan binatang legendaris Kilin atau Singa. Bahkan cerita klasik Tiongkok seperti Sam Pek Eng Tey pernah menjadi motif batik tulis Lasem. Oleh karena itu, batik tulis Lasem kemudian dikenal sebagai batik Encim. Dengan keunikan goresan motif dan pernah menjadi komoditi ekspor ke Manca Negara, batik tulis Lasem bisa bersaing dengan
39
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
batik tulis Solo. Saat ini mencari batik tulis Lasem bisa mengalami kesulitan bagaikan mencari barang antik saja. Sentra industri batik Lasem agak lesu mengingat pengusaha batik yang masih bertahan tinggal 12 orang saja. Pada masa kejayaan batik tulis Lasem, setiap masyarakat Lasem keturunan Tionghoa mengusahakan pembatikan dengan merekrut tenaga pembatik dari daerah desa sekitar Lasem, seperti Sarang dan Pamotan. Tenaga kerja tersebut melakukan pekerjaannya hanya sebagai sambilan saja, untuk mengisi waktu luang sembari menunggu musim panen dan musim tanam padi di sawah. Karena tenaga kerja yang direkut adalah petani desa sekitar Lasem, pada saat musim tanam dan panen padi mereka kembali pulang ke desa. Akibatnya tenaga pembatik berkurang dan dengan sendirinya proses produksi batik menjadi terganggu. Fakta yang lebih mengejutkan lagi, ternyata rata-rata anak pengusaha batik tulis Lasem lebih memilih bekerja sebagai pegawai kantor dan merantau keluar kota Lasem. Menurut Sigit Wicaksono yang juga pengusaha dan pemerhati batik tulis Lasem, saat diwawancarai salah satu surat kabar mengatakan, ”Teknologi sablon ikut andil mematikan batik tulis Lasem. Batik sablon harganya sekitar Rp. 25.000,- per lembar jauh lebih murah dari batik tulis yang harganya ratusan ribu rupiah per lembar,” demikian penuturan beliau sambil terus bertahan menjadi pengusaha batik demi menghidupi karyawannya yang hanya tinggal beberapa orang. “Kasihan kalau saya tutup pabrik ini, mereka akan bekerja di mana?” jelas beliau (Wawancara, 7/03/2012). Dari hasil wawancara tersebut bisa di lihat kekhawatiran beliau terhadap masa depan batik tulis Lasem, harapan akan kejayaan batik tulis Lasem akan tetap 40
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bertahan kemudian bangkit menjadi besar kembali seperti jaman dulu, mengingat generasi penerus para pengusaha batik tulis Lasem sudah tidak lagi tertarik untuk meneruskan usaha tersebut. Batik tulis Lasem mempunyai ciri khas multikultural Jawa-Tionghoa yang kental. Tampak pada pesona warna-warni yang cerah serta motifnya yang khas, tradisi tersebut saat ini diwarisi oleh pengrajin batik di Rembang khususnya Lasem, Pancur, dan Pamotan. Motif khas Tionghoa itu bisa terlihat dalam gambar burung Hong, Kilin, Liong, Ikan mas, dan Ayam Hutan. Ada juga Motif bunga seperti Seruni, Delima, Magnolia, Peoni atau Sakura. Ciri khas motif Tionghoa lainnya bisa di lihat dalam motif geometris seperti Swastika, Banji, Bulan, Awan, Gunung, Mata Uang dan Gulungan Surat. Motif Tionghoa yang berpadu dengan motif Jawa pada umumnya terdapat di dalam batik khas Jogjakarta dan Solo, seperti Parang, Lereng, Kawung, dan Udan Riris. Warna dominan batik Lasem adalah merah, biru, sogan, hijau, ungu, hitam, krem, dan putih. Warna-warna ini adalah pengaruh dari silang budaya. Warna merah dalam batik Lasem adalah pengaruh dari budaya Tionghoa. Warna biru berasal dari pengaruh budaya Eropa (Belanda). Warna Sogan berasal dari pengaruh budaya Jawa, diambil dari warna batik Solo. Sedangkan hijau akibat pengaruh komunitas muslim. Contoh jelas kombinasi warna ini bisa dilihat dari “Batik Tiga Negeri” khas Lasem. Batik yang dikembangkan pada zaman Hindia Belanda ini mempunyai tiga warna khas yang di buat pada tiga wilayah produksi. Merah diproduksi di Lasem, Biru diproduksi di Pekalongan dan Sogan diproduksi di Solo. Warna biru bisa diganti dengan hijau atau 41
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ungu berdasarkan selera pemesan. Tapi warna Merah dan Sogan terdapat di semua batik Tiga Negeri. Sejak abad ke-19, pemasaran batik tulis Lasem sudah menembus seluruh pulau Jawa, Sumatera, Semenanjung Malaka (termasuk Singapura dan Malaysia), Bali, Sulawesi, wilayah Asia Timur (Jepang), Suriname dan Eropa. Pengaruh penyebaran batik Lasem di zaman itu masih bisa dilihat di daerah Bali, Lombok, Sumbawa dan Sumatera Barat. Daerah Bali, kain batik tulis Lasem bermotif Lok Can dipakai sebagai selendang atau ikat pinggang pada berbagai upacara Agama. Daerah Lombok dan Sumbawa, batik tulis Lasem digunakan sebagai syal para pria. Sedangkan wanita di Sumatera barat menggunakan batik Lasem sebagai selendang. Budaya-budaya lokal tersebut pada gilirannya juga memberi pengaruh pada batik tulis Lasem, yang menginspirasi dimensi ukuran, motif, warna dan jenis kain menjadi lebih beragam. Corak (gambar) dan proses pewarnaan dibuat dengan detail dan cukup rumit. Sementara itu bahan-bahan yang digunakan tidak sembarangan karena dipilih dari barang yang berkualitas tinggi. Karena itu, batik tulis Lasem mempunyai beberapa kelebihan, salah satunya adalah menyangkut daya tahan warna yang tidak mudah luntur. Satu ciri khas batik tulis Lasem yang belum bisa ditiru daerah lain adalah corak yang menonjolkan warna merah khas Pesisiran. Bahkan menurut penuturan beberapa pengusaha batik di Lasem, rahasia proses pewarnaan itu pernah ditawar hingga puluhan juta rupiah oleh pengusaha batik asal Surakarta dan Pekalongan, tetapi penawaran itu ditolaknya, karena hal tersebut batik tulis Lasem dikenal banyak 42
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang. Tidak hanya masyarakat di Pulau Jawa yang menyukai batik tulis Lasem. Masyarakat di luar pulau Jawa, bahkan di luar negeri, terutama orang Belanda, Jepang, dan Amerika menyukai batik tulis Lasem. Siti Romlah, seorang pengrajin batik tulis Lasem mengatakan, ”mungkin, tidak banyak orang yang tahu mengenai proses pembuatan batik tulis Lasem. Karena itu harga batik tulis Lasem cukup mahal, sebab proses pengerjaannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Membuat satu potong batik saja bisa menghabiskan waktu enam bulan sehingga wajar bila harga batik tulis Lasem ada yang mencapai tiga juta rupiah per potong. Harga umum Rp 75.00- per potong. Percaya atau tidak, ternyata pasar batik tulis Lasem mengalami pasang surut” (Wawancara, 7/03/2012). Sigit Witjaksono, pengusaha batik tulis Lasem mengatakan, “Dulu, pada masa penjajahan Belanda, batik tulis Lasem mengalami kejayaan. Namun ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia, batik tulis Lasem menjadi terpuruk. Setelah tentara Jepang meninggalkan negara kita, batik Lasem mulai bangkit lagi. Sekarang, pemasaran batik tulis Lasem terasa seret lagi. Akibatnya, banyak pengusaha batik yang ambruk. Sekarang ini yang bisa bertahan cuma beberapa orang” (Wawancara, 7/03/2012). Menyikapi masalah tersebut, Pemkab melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindakop) bekerja sama dengan Kantor Pariwisata, pada bulan april tahun 2012, mengadakan seminar tentang batik tulis di Aula Klenteng Utara, Lasem.
43
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Narasumber yang hadir dalam acara itu cukup berbobot, yaitu pemerhati dan peneliti budaya etnis Cina dari Institut Pluralisme Indonesia (IPI) Wiliam Cant, Musa dari Asosiasi Perancang Mode Pengusaha Indonesia (APMPI), dan Tamtana dari Asosiasi Mebel dan Perajin Indonesia (AMPI). Wiliam Cant berpendapat, untuk bisa menggairahkan pasar batik tulis Lasem ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, kita harus bisa melestarikan budaya, tujuannya adalah untuk menghasilkan produk batik tulis khas Lasem yang sudah memiliki nama. Untuk bisa memenuhi order, seorang pengusaha harus mempunyai cukup modal. Selain itu, pengusaha batik dituntut menguasai pemasaran dan mampu mencari peluang pasar. Dengan demikian, pengembangan ekonomi bisa lancar. Akan tetapi Musa yang berprofesi sebagai perancang mode berpendapat, sekarang sudah saatnya para pengusaha batik tulis Lasem melakukan kerja sama dengan para perancang mode (Wawancara, 17/03/2012). Batik Pesisiran dipengaruhi oleh budaya asing, hal ini disebabkan karena banyaknya orang asing yang singgah dipelabuhan. Golongan yang ke dua adalah batik dari Kerajaan, contohnya adalah batik Solo, Jogja, dan Banyumas. Batik Keraton tidak mendapat pengaruh dari asing, demikian menurut Sigit Witjaksono salah seorang pengusaha dan pengamat batik Lasem. Menurutnya, kebudayaan Cina paling banyak berpengaruh pada batik Lasem. Sebagai contoh motif yang dipengaruhi oleh kebudayaan Cina adalah Motif yang menggunakan gambar burung Hong dan pokok – pokok Pohon Bambu.
44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Menurut kepercayaan Cina Pohon Bambu melambangkan kerukunan keluarga yang kuat. Selain itu beliau menjelaskan batik Lasem mempunyai dua corak khas yaitu : Latohan dan Watu Pecah. Motif Latohan terinspirasi dari tanaman Latoh (sejenis rumput laut) yang menjadi makanan khas masyarakat Lasem sedangkan motif Watu Pecah menggambarkan kejengkelan masyarakat Lasem sewaktu pembuatan jalan Daendeles yang memakan banyak korban.
Hal senada juga
diungkapkan oleh ibu H. Umy Jazilah Salim selaku ketua Dekranasda Rembang. Beliau mengatakan motif batik tulis Lasem banyak dipengaruhi oleh motif kebudayaan cina dengan motif burung Hong, dan Naga. Salah satu contohnya, mitologi Cina mengenal beberapa hewan legenda di kehidupan zaman dahulu, seperti burung Hong atau disebut juga burung Fenghuang. Feng sebutan untuk spesies jantan, sedangkan Huang sebutan untuk betina. Burung Hong menjadi hewan legendaris kedua setelah Naga. Biasanya, burung Hong disandingkan bersama Naga melambangkan keindahan dan keabadian. Legenda burung Hong juga dikenal di beberapa negara lain. Negara Mesir misalnya, dikenal dengan nama burung Phoenix. Dalam mitologi Mesir, burung Phoenix memiliki arti keabadian, lambang siklus kehidupan setelah mati dan simbol dari kebangkitan tubuh setelah mati (Wawancara, 15/04/2012). Burung Hong mempunyai bentuk seperti burung merak. Bulu burung Hong memiliki beberapa warna dan terlihat sangat indah. Dari kebanyakan lukisan atau Motif yang menggambarkan burung Hong, burung ini mempunyai bentuk yang bercampur antara beberapa jenis hewan unggas, namun satu yang pasti adalah, 45
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
burung Hong selalu terlihat berwibawa dan anggun di setiap goresan bentuknya. Orang Tionghoa percaya simbol kebahagiaan lekat dengan keberadaan burung Hong. Mitos burung Hong sangat lekat dengan kehidupan warga Tionghoa. Burung Hong sering dijadikan sebagai hiasan pada dekorasi pernikahan, yang biasanya disandingkan bersama hewan Naga. Mereka percaya bahwa dalam mitologi Cina, jika burung Hong dipasangkan dengan Naga, dapat menjadi simbol hubungan mesra antara suami dan istri. Permaisuri Kaisar Cina dan putri-putri Istana pun turut menggunakan burung Hong sebagai Motif utama di pakaian untuk perayaan hari besar Cina. Batik motif Cina mempunyai daya tarik tersendiri. Goresan yang terlahir dari tangan pengrajin Tionghoa yang mengikuti budaya Jawa ini, hingga sekarang masih turun temurun diproduksi oleh warga keturunan Cina dan juga masyarakat pribumi Jawa. Kehadiran batik yang bermotif budaya Cina, banyak digandrungi pecinta batik Indonesia. September 2010, salah satu bank swasta ternama di Indonesia bersama Santoso mulai mempersiapkan program Batik Village Areas di Desa Sumber Girang dan Ngropoh. Dengan program tersebut, diharapkan kesejahteraan pengrajin batik di Lasem akan terangkat. “Saya dapat untung sedikit tidak apa, yang penting mereka bekerja. Sebagai pengusaha saya tahu kalau upah mereka layak, pekerjaan batik mereka juga memiliki kualitas baik. Kalau upah mereka kecil, mereka akan bekerja tidak rela dan batiknya bisa dikatakan rusak,” jelas Santoso (Wawancara, 17/04/2012). Batik Village Areas menawarkan empat kegiatan, yaitu pelatihan, perbaikan sarana umum, pameran, dan kemitraan. Pelatihan meliputi tingkat dasar 46
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan lanjutan. Melalui pelatihan tingkat dasar, pengrajin Batik dapat memiliki keahlian berkualitas. Pelatihan tingkat lanjutan ditujukan agar pengrajin tidak sekadar menghasilkan batik untuk dijual tetapi juga mempunyai nilai seni yang tinggi. Peresmian Pelatihan Batik Tulis Lasem telah dilaksanakan pada Februari 2011. Bank swasta tersebut kemudian akan mengikutsertakan produk batik Lasem di pameran kerajinan khas Indonesia dalam skala Nasional maupun Internasional. Hal itu untuk mempermudah pemasaran batik Lasem. melihat kesulitan terbesar para pengrajin batik adalah tidak memiliki modal kerja yang mencukupi untuk membeli bahan baku batik. Akibatnya mereka hanya mengharapkan imbalan jasa dari pengusaha batik. Untuk itu pihak Bank khususnya Kantor Cabang Rembang akan menyediakan pinjaman kemitraan maksimal lima juta rupiah untuk setiap keluarga pengrajin. Djarot menyebutkan pinjaman kemitraan juga bisa digunakan bagi perajin untuk melakukan usaha lainnya seperti memelihara sapi. Dalam kemitraan tersebut, Bank swasta yang memiliki Cabang di Rembang menggandeng Koperasi Karyawan Batik Tulis Lasem untuk mengumpulkan angsuran setiap harinya dan menyetorkannya kepada Bank tersebut setiap bulannya. Pada kesempatan peresmian Pelatihan Batik Tulis Lasem, Bupati Rembang Mochamad Salim menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Bank tersebut atas prakarsa dan upaya dalam pelaksanaan program Batik Village Areas. "Dengan program tersebut produksi batik Lasem akan meningkat 10%-20% setiap tahunnya seiring peningkatan permintaan," demikian penjelasan Djarot (Wawancara, 17/04/2012). 47
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan menurut Kepala Dinas Indakop dan UMKM bapak Drs. H. Waluyo M. M, pihaknya akan terus mengupayakan untuk melestarikan batik Lasem. Deprindakop dan UMKM bekerjasama dengan Dekranasda memfasilitasi para pengrajin untuk mengikuti event batik nasional, seperti event yang diselenggarakan oleh Yayasan Batik Indonesia (YBI) belum lama ini dan pameran yang diselenggarakan oleh UNESCO awal bulan Oktober. Waluyo juga menjelaskan pihaknya akan mengadakan pameran Batik Tulis Lasem setiap beberapa tahun sekali di kota–kota besar Indonesia (Wawancara, 20/04/2012). B. Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO Tentang Batik Tahun 2009. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa muncul pola baru batik tulis Lasem yang sudah tidak lagi mengikuti pola Pakem dari batik Lasem itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan mengikuti permintaan pasar ketika batik menjadi fenomenal setelah ditetapkan oleh UNESCO sebagai budaya tak benda warisan Indonesia pada tahun 2009 lalu. Pola batik tulis Lasem menjadi beragam dengan memunculkan motif dan warna baru. Walaupun sangat beragamnya pola dan warna, tetapi masih bisa ditemukan beberapa pola batik tulis Lasem klasik atau masyarakat biasa menyebutnya Lawasan disimpan hanya sebagai dokumen seperti Lok Can Dewa- dewi, Tiga Negri, Sekar Jagad, Sekar Krecak Peksi, dan Kawung Rawana. Berikut ini adalah batik tulis Lasem Selera Rakyat dan selera Cina pola Lawasan yang berhasil ditemukan dalam penelitian ini:
48
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Batik Tulis Lasem Selera Rakyat. Batik pola selera rakyat merupakan batik rakyat yang menjadi bagian dari tradisi budaya masyarakat Lasem dan sudah menjadi ciri khas daerah Lasem, sehingga pada beberapa motif dan warna merupakan cerminan dari kondisi alam lingkungan sekitar sebagai simbol tradisi hingga sekarang. Bentuk motif mengadopsi dari alam lingkungan sekitar seperti flora (Latohan, Aseman, Puspa, Sekar Jagad, Tiga Negri) dan fauna seperti Peksi. Warna yang diterapkan sangat bervariatif seperti merah, kuning, jingga, ungu biru, hijau, dan putih. Sebagian besar susunan struktur adalah non geometris, juga dijumpai pola Lawasan yang dibuat hanya untuk memenuhi pesanan saja, karena peminat pola Lawasan saat ini dikategorikan tidak ada. Maka kelanjutan untuk memproduksi batik tulis Lasem selera rakyat pola Lawasan tidak diwujudkan dan hanya sebagai koleksi saja. Maksud dari pola Lawasan adalah warna yang diterapkan merupakan warna pudar untuk memunculkan kesan batik yang sudah lama. Untuk golongan geometris menggunakan pengulangan pola pada pola Lerek, sedangkan untuk non geometris tidak menggunakan pengulangan pola.
Gambar 5. Pola Sekar Jagad, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 6. Pola Tiga Negri, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
49
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 7. Pola Krecak Peksi, karya Jeng Ida (Astaufi, 2012)
Gambar 8. Pola Sekar Krecak, karya Jeng Ida (Astaufi, 2012)
Gambar 9. Pola Lerek Latohan, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 10. Pola Sekar Aseman, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Lerek Aseman, karya Jeng 2.Gambar 11. Pola Ida (Astaufi, 2012)
Gambar 12. Pola Lerek Puspa, karya Jeng Ida (Astau fi, 2012)
50
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Batik Tulis Lasem Selera Cina Batik tulis Lasem Selera Cina adalah Batik yang memiliki pola hias dengan goresan motif Cina. Beberapa pola selera Cina tersebut, yaitu motif Lok Can, Sisik Naga, Banji Tambal, Terate, Tok Wi, Hong, dan lainnya. Motif selera Cina mengambil dari tradisi kepercayaan Cina yang banyak dikenal oleh masyarakat. Penggarapan polanya dengan mengubah dan menggabungkan motif dari yang satu dengan yang lainnya dan tidak menghilangkan ciri khas atau karakter dasarnya. Perpaduan pola dilakukan sesuai dengan keinginan pengrajinnya. Pemberian nama disesuaikan dengan nama motif yang dipakai seperti Lerek Naga yang pada wujudnya pola Lerek sebagai latar dan pola Sisik Naga sebagai motif utama. Motif latar pada umumnya disebutkan pada bagian awal kalimat kemudian kalimat berikutnya adalah pola yang menjadi motif utama atau motif selingan. Sebagian besar susunan strukturnya adalah non geometris. Penerapan warna memakai variasi yang yang beragam seperti biru, krem, merah, hijau, jingga, dan putih.
Gambar 14. Pola Lerek Sisik Naga, karya Jeng Ida (Astau fi, 2012)
Gambar 13. Pola Lok Can, karya Jeng Ida (Astau fi, 2012)
51
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 15. Pola Banji Tambal, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 16. Pola Terate, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 17. Pola Naga, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 18. Pola Tok Wi, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 19. Pola Bambu, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 20. Pola burung Hong , karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
52
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Batik Tulis Lasem Pola Lainnya. Batik tulis Lasem pola lainnya merupakan batik Lasem yang memiliki motif gabungan antara selera rakyat dan selera Cina, dan juga merupakan motif kontemporer. Penyusunan motif seperti motif Banji dipadukan dengan Kawung, motif latohan dipadukan dengan Gunung Ringgit, motif tumbuhan dipadukan dengan Gunung Ringgit, dan perpaduannya sesuai selera pengrajin dan keinginan konsumen. Permainan warna yang diterapkan sangat berwarna-warni antara lain warna, ungu, merah muda, krem, dan jingga. Motifnya antara lain Sekar Peksi Gunung Ringgit, latohan, Sekar Gunung Ringgit, Banji Kawung, Bledak Sarimbit, Selo Karang, Nice Umbrella, dan Romantic Bird. Susunan strukturnya sebagian besar merupakan non geometris dan tanpa menggunakan pengulangan pola. Motif kontemporer merupakan pengembangan dari bermacam-macam motif yang disusun sesuai kreatifitas para pengrajin, penggarapan warna juga menggunakan warna-warna yang cerah dengan perpaduan yang menarik.
Gambar 21. Pola Sekar Peksi Gunung Ringgit, karya Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012)
Gambar 22. Pola Latohan , karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
53
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 24. Pola Banji Kawung, karya Jeng Ida (Astaufi, 2012)
Gambar 23. Pola Sekar Gunung Ringgit, karya Jeng Ida (Astaufi, 2012)
Gambar 25. Pola Bledak Sarimbit, karya Sigit Witjaksono (Astaufi, 2012)
Gambar 26. Pola Selo Karang , karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 27. Pola Nice Umbrella, karya Sigit Witjak sono (Astau fi, 2012)
Gambar 28. Pola Romantic Birds, karya Jeng Ida (Astaufi, 2012)
54
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kajian Estetika Pola Batik Lasem. Motif Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tahun 2009, dititikberatkan pada motif dan pola batik tulis Lasem sehingga akan diperoleh pengertian tentang karakteristik yang terdapat pada batik tulis Lasem. Telah dijelaskan dalam bab terdahulu , bahwa pola batik tulis Lasem dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu, Batik Selera Rakyat, dan Batik Selera Cina. Terkait dengan kajian estetika pola batik Lasem, digunakan teori yang diutarakan oleh A. A. M. Djelantik dalam bukunya “Estetika Sebuah Pengantar”, Beliau menuliskan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek dasar, seperti berikut: 1. Wujud atau rupa (appearance). Semua jenis kesenian, visual atau akustik, baik yang kongkrit maupun yang abstrak, wujud yang ditampilkan dan dinikmati mengandung dua unsure yang mendasar yaitu bentuk dan struktur. 2. Bobot atau isi (substance). Isi atau bobot dari benda atau peristiwa kesenian bukan hanya dilihat belaka tetapi juga meliputi apa yang bisa dirasakan atau dihayati sebagai makna dari wujud kesenian itu. Bobot kesenian mengandung tiga aspek yaitu, suasana (mood), gagasan (idea), atau pesan (message). 3. Penampilan atau penyajian (presentation). dalam hal ini mengacu pengertian bagaimana kesenian disajikan atau disuguhkan kepada penikmatnya. Penampilan ini menyangkut wujud dari 55
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sesuatu , entah itu wujud kongkrit maupunj abstrak. Untuk penampilan kesenian ada tiga unsur yang berperan, yaitu ; bakat (talent), ketrampilan (skill), dan sarana atau media. Semua jenis kesenian, visual maupun akustik, wujud yang ditampilkan dan dapat dinikmati oleh penikmat mengandung dua unsur mendasar yaitu: bentuk atau form, struktur atau tatanan (Structure). Bentuk dapat disederhanakan menjadi titik, garis, bidang dan ukuran atau Volume. Setiap bentuk memiliki raut yaitu ciri khas sehingga memunculkan karakter dai bentuk tersebut dan memiliki ukuran, arah, warna, value, dan tekstur. Bentuk raut pasti menempati ruang dan memiliki kedudukan, jumlah, jarak, dan gerak (Sanyoto, 2005:115-116). Struktur atau susunan karya seni adalah aspek yang menyangkut keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam keseluruhannya. Kata struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu terdapat suatu pengorganisasian, penataan; ada hubungan tertentuantara bagian-bagian yang tersusun itu (Djelantik, 2005:37). Pada karya batik, struktur berkaitan dengan penyusunan atau penataan unsurunsur pembentuk visual atau pola hias batik tersebut. Struktur batik merupakan paduan motif atau pola yang terdiri dari motif utama, motif pengisi (selingan) dan motif isen-isen (Susanto, 1980:212). Motif utama adalah suatu motif yang biasanya berperan besar menentukan pola hias batik. Motif pengisi ataun motif tambahan atau motif selingan berperan sebagai pelengkap. Motif isen-isen adalah motif yang terkecil dan digunakan untuk mengisi bidang-bidang motif yang ada atau mengisi bidang56
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bidang di antara motif-motif, misalnya titik-titik atau atau cecek, garis-garis, gabungan dari titik dan garis, dan banyak lagi yang lainnya. Hasanudin menuliskan bahwa motif batik adalah bentuk baku yang merupakan pola terkecil dan sebagai elemen ragam hias, misalnya motif bunga, daun, segitiga lar atau garuda, burung dan seterusnya (2001:173). Pada buku yang ditulis Nian. S. Djoemena, secara garis besar batik lasem dapat dibedakan menjadi dua yaitu batik dengan selera cina yang oleh umum dinamakan batik laseman dan batik selera pribumi yang sering disebut batik rakyat (Djoemena, I990:35) yang kemudian di pilah lagi menjadi dua golongan besar masing-masing jenis pola tersebut. Penggolongan tersebut adalah golongan Geometris dan Non geometris. Hal tersebut mengacu pada tulisan S.K.Sewan Susanto di dalam bukunya “Seni Kerajinan Batik Indonesia”, bahwa motif batik digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu golongan Geometris dan Non geometris (1980:215-231). Untuk lebih jelasnya sketsa uraian kajian estetis pola batik Lasem, dapat di lihat pada bagan sebagai berikut: .
57
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pola Batik Tulis Lasem
Pola selera Rakyat
Pola selera Cina
Golongan non geometris
Pola lainnya
Golongan geometris
Penggolongan pola menurut Sewan Susanto
Pendekatan estetika A. A. M. Djelantik
Bobot
Wujud
Struktur
Sajian
Bakat
Bentuk
Ide
Suasana
Media
Ketrampilan
Pesan
Bagan 3. Pendekatan Estetika A. A. M. Djelantik.
58
commit to user
Pengelompokan pola menurut Nian S. djoemena
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kajian Estetika Pola Batik Lasem difokuskan pada motif dan pola Batik Tulis Lasem. Pada bab III telah dijelaskan bahwa Pola Batik Lasem dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu, pertama Batik Lasem Pola Selera Rakyat, kedua Batik Lasem Pola Selera Cina, dan yang ketiga Batik lasem Pola lainnya. Akan tetapi di dalam menganalisis di pilih enam jenis pola yang sedang populer saaat ini, agar lebih mudah diketahui ciri khas dan karaakternya. Masing-masing jenis Pola Batik akan di analisa Motif hiasnya. 1. Batik Selera Rakyat. a. Batik Golongan Geometris. Batik Pola Lerek Blarakan.
Gambar 29. Batik Pola Lerek Blarakan, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi 2012).
59
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Batik Pola Lerek Blarakan di bangun dari tiga motif yaitu motif Blarakan sebagai motif utama, kemudian ada dua motif selingan yaitu motif Latohan dan Aseman.
Susunan
pola
motifnya
berselang-seling
menggunakan
beberapa
pengulangan pola. Penataan selang-seling dari motif utama Blarakan kemudian motif selingan Aseman selanjutnya motif utama kemudian motif selingan Latohan dan kembali lagi pada motif utama, begitu seterusnya. Struktur geometris pada Lerek Blarakan memiliki rapor diagonal miring sejajar dengan kerapatan yang konsisten antara bidang hias satu dengan yang lainnya.
Pola motif selingan Latohan
Pola motif utama Blarakan
Pola motif selingan Aseman
Gambar 30. Pola Dasar Lerek Blarakan.
Lereng pola Lerek Blarakan motifnya disusun melalui satu pola dasar dengan rangkaian memanjang sepanjang garis lereng diagonal. Motif tulang daun ditebar 60
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sejajar sepanjang Lereng dengan kerapatan yang konsisten. Pada bagian tepi diberi motif pinggiran Lung-lungan tumbuhan mengikuti arah lereng secara stabil. Bagian atas dan bawah diberi susunan motif Latohan dan Aseman yang ditata berselangseling secara continue. Motif Isenisen Cecek
Motif tulang daun
Motif Isenisen Sawut
Gambar 31. Detail Pola Lerek Blarakan, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi, 2012).
Motif Isen-isen yang digunakan pada Lerek Blarakan diantaranya pada motif utama Blarakan digunakan motif Sawut Cecek. Pada Lereng pola Blarakan tersusun motif tulang daun sebagai pengisi yang terletak ditengah sepanjang Lereng diagonal, kemudian pada bagian tepi lereng tersusun motif Lung-lungan tumbuhan dengan lengkungan-lengkungan
yang
memiliki
tempo
menggunakan motif Isen-isen Cecek. 61
commit to user
konsisten.
Motif
selingan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Batik pola Lerek Blarakan memiliki warna latar hitam. Corak warna merah dan dominan putih terdapat di dalam motif utama Blarakan. Untuk corak warna motif selingan digunakan warna coklat muda dan putih. Lerek Blarakan merupakan mimesis dari daun pohon kelapa yang di stylisasi dengan bentuk-bentuk stilasi dari motif batik. Blarak adalah nama lain dari daun kelapa di dalam bahasa jawa. Kehidupan masyarakat pesisir Lasem memang tidak lepas dari tanaman kelapa. Kegunaan dari tanaman kelapa sebagai minuman, bahan masakan, mebel, dan hiasan dekorasi pernikahan. Semua bagian pohon kelapa dari daun hingga batang kayu memiliki daya jual yang cukup tinggi, terbukti dengan banyak sekali produk yang dihasilkan masyarakat mulai dari minuman, makanan, asesoris, dan perabotan setiap tahunnya. Keharmonisan penyusunan motif menimbulkan kesan natural dengan kelembutan dari bentuk Lung-lungan pada pinggiran motif utama yang meliuk-liuk secara konstan. Perpaduan warna yang ada di dalam batik pola Lerek Blarakan mengingatkan pada harmonisasi alam yang memiliki kesatuan yang terkait. Lerek Blarakan memiliki tingkat kerumitan yang cukup rumit dilihat dari banyaknya motif Isen-isen,
Cecek,
dan Sawut yang
memiliki karakter bentuk kecil-kecil.
Penggambaran garis motif disajikan dengan jelas dan tegas dalam hal ini hanya pengrajin batik berpengalaman yang bisa melakukannya. Jika dilihat dari dekat penggarapan Lerek Blarakan cukup halus karena keretakan malam hanya sedikit. Corak warna yang ditampilkan tidak ada 62
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
percampuran warna antara warna yang satu dengan yang lain, karena kehalusan dalam pencelupan, jadi tidak ada kasus kesalahan penumpukan warna di dalamnya. Tersaji dalam dua produk yaitu setengah jadi berupa media kain primisima dan sutra tergantung dari pesanan pasar. Kemudian produk jadi berupa kemeja, selendang, dan jarit. b. Batik Golongan Non Geometris. Batik Pola Sekar Aseman.
Gambar 32. Pola Sekar Aseman, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi 2012).
63
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara struktur Sekar Aseman memiliki pola non-geometris, karena tertata secara bebas tanpa repetisi dan termasuk ke dalam batik golongan flora, disebabkan pola yang ada di dalamnya menggambarkan motif tumbuhan saja. Pola ini disusun dari motif Lung dan Asem yang tiap Lung ditata secara konsisten. Terdapat dua motif pada Sekar Aseman yaitu motif Aseman sebagai motif utama dan motif Latohan sebagai motif selingan yang susunan polanya mengikuti alur dari motif utama. Pola motif selingan yaitu motif Latohan mengikuti alur pola dari motif utama yaitu motif Aseman. Motif utama Aseman
Motif selingan Latohan
Motif Isen-isen tulang daun
Gambar 33. Detail Motif Sekar Aseman.
64
commit to user
Motif Isen-isen Cecek
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pola Sekar Aseman yang dimaksudkan adalah tumbuhan asem yang diambil ranting dan daunnya sebagai inspirasi di dalam batik. Pada pola utama Lung Aseman disusun dari garis lengkung yang ditumbuhi daun-daun kecil pada kanan-kiri garis tersebut. Masing-masing daun kecil tersebut diberi Isen-isen sebuah garis semacam tulang daun. Bentuk penataan Lung Aseman cukup memiliki kerapatan yang saling berhadap-hadapan dengan tidak beraturan. Pada bagian latar diberi Isen-isen Cecek Telu. Penyusunan motif selingan Latohan mengikuti alur dari Lung Aseman yang saling terkait satu sama lain. Batik pola Sekar Aseman memiliki warna latar hitam yang diterapkan pada seluruh permukaan kain. Corak warna merah difokuskan di dalam motif utama dan corak warna putih dominan di dalam motif selingan dan motif Isen-isen. Penggambaran garis motif juga diterapkan warna putih. Kesan Unity (kesatuan) pada pola Sekar Aseman tergarap melalui warna yang ditorehkan sama pada masing-masing motif batik (motif utama, selingan, dan isenisen). Sedangkan latar dihiasi juga dengan karakater motif yang memanfaatkan garis lengkung. Keharmonisan pola batik Sekar Aseman dirasakan melalui komposisi warna merah pada motif lung aseman, putih pada motif selingan latohan, dan hitam pada latar. Walaupun terasa pula kesan statis yang dipengaruhi oleh bentuk dan motif pendukungya dengan ukuran dan arah yang sama.
65
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Batik pola Sekar Aseman merupakan batik yang masih bertahan sampai saat ini. Hal ini karena bentuk motifnya yang sangat khas dengan lekukan Ukel mengalir natural sehingga terkesan muncul keindahannya. Konsep natural yang ada di dalam batik pola Sekar Aseman, Perpaduan bentuk dan warna yang simple menjadi ciri khas dari batik pola Sekar Aseman. Penggarapan Sekar Aseman dilakukan dengan garis motif yang menonjolkan lengkungan-lengkungan secara berlanjut. Batik ini digarap oleh perajin tanpa maksud dan makna tertentu, hanya sekedar membuat gambar batik. 2. Batik Selera Cina atau Laseman. a. Batik Golongan Geometris Batik Pola Bola Dunia.
Gambar 34. Batik Pola Bola Dunia, Karya Jeng Ida (Foto: Sentra Batik Lasem, Astaufi, 2012).
66
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ada dua bidang hias yang terdapat pada batik pola bola dunia yang pertama adalah rapor Kawung segi empat dan yang kedua rapor diagonal miring Lereng. Dengan melihat rapor yang ada di dalam batik pola bola dunia maka struktur secara keseluruhan adalah geometris. Tersusun dari tujuh pola yaitu pola Latohan, Kawung, Peoni, Kembang Jati, Gunung Ringgit, Aseman, dan Ceplok. Penyusunan lingkaranlingkaran motif diterapkan secara berselang-seling diagonal sehingga membentuk sebuah bidang Lereng diselingi dengan Lereng yang memiliki beberapa macam pola batik. Motif Kembang Jati
Motif Kawung
Motif Latohan
Motif Peoni
Motif Gunung Ringgit
Motif Aseman
Motif Ceplok Gambar 35. Pola Dasar Bola Dunia.
Motif-motif yang disusun secara diagonal diletakkan ke dalam lingkaranlingkaran padat yang memiliki kerapatan dengan konsistensi secara berkala sehingga 67
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membentuk pola Lereng. Motif pada Lereng pola Ceplok disusun melalui satu pola dasar dengan rangkaian tampak seperti rantai memanjang sepanjang susunan diagonal lingkaran. Disampingnya diterapkan Lereng pola Aseman dengan penyusunan sama seperti pola Ceplok, kemudian diselingi dengan pola Latohan, pada selingan berikutnya diterapkan pola Kawung diteruskan dengan pola Peoni, dilanjutkan dengan pola Gunung Ringgit, dan seterusnya diselingi pola Kembang Jati, kemudian kembali lagi pada pola Ceplok.
Motif Isen-isen Kembang Cengkeh
v
Motif Isen-isen Cecek Telu
Gambar 36. Detail Pola Bola Dunia.
68
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Motif Isen-isen Cecek Telu ditebarkan disepanjang batik pola dunia. Pada pola Kawung dan Ceplok, motif Kembang Cengkeh sebagai motif selingan, tetapi pada latar motif Kembang Cengkeh diterapkan sebagai Isen-isen. Penerapan warna merah ditorehkan pada pola Latohan, Ceplok, Aseman, Kawung, Kembang Jati, dan Gunung Ringgit. Sedangkan warna putih diterapkan pada satu pola saja yaitu Peoni. Untuk garis motifnya juga diterapkan warna putih. Pada latar diterapkan warna hitam secara menyeluruh sepanjang kain batik. Perpaduan warna yang terdapat pada batik pola dunia memiliki kesan keutuhan yang dinamis. Penerapan warna putih pada satu pola saja yaitu pola Peoni berfungsi untuk menghilangkan kebosanan karena dominasi warna merah memang sangat kental pada pola-pola keseluruhannya. Bentuk-bentuk lingkaran yang memiliki rapor bujur sangkar membuat suatu atmosfir yang memiliki suatu kerapatan secara konsisten, dipadukan dengan peletakan pola yang berbeda-beda secara berselangseling di dalam lingkaran yang sangat membantu menghilangkan kesan statis, karena penggarapan pola batik dunia dipengaruhi oleh bentuk-bentuk lingkaran dengan ukuran dan arah yang sama. Ide yang diambil dari batik pola bola dunia mengadopsi dari rapor batik pola Kawung yang mengakami perubahan dengan menggunakan lingkaran sebagai rapornya. Selain itu, juga merupakan simbol dari uang Kepeng masyarakat Cina yang dipercaya sebagai simbol rejeki. Pengambilan ide uang kepeng yang diwujudkan
69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam pola kawung ini cukup menarik, karena hanya perajin yang sudah memiliki pengalaman untuk bisa menciptakan ide seperti ini. Suasana ramai sangat terasa di dalam batik pola bola dunia, terlihat dari banyaknya variasi motif yang dipakai dialamnya. Jika dilihat pola rapornya terkesan membosankan karena hanya berbentuk lingkaran dimana ukuran dan bentuknya sama semua. Bila melihat ragam hiasnya terkesan bervariatif dipadukan dengan beberapa penerapan warna yang bervariasi dari setiap polanya. Kesatuan (Unity) tampak pada pola hias dan rapornya yang saling berkaitan satu sama lain didukung dengan pewarnaan yang menarik. Penyajian dari batik pola bola dunia diwujudkan dalam bentuk Bed Cover, hiasan dinding, dan jarit. Pada umumnya menuruti pesanan pasar tergantung dari minat para konsumen yang memesannya. b. Batik Golongan Non Geometris. Batik Pola Kupu-kupu Beruang. Kupu-kupu merupakan salah binatang dari golongan serangga yang memiliki keunikan yaitu warna dari sayap dan motif khas tersendiri dari fauna tersebut. Batik kupu-kupu beruang mengadopsi dari bentuk kupu-kupu besar yang masyarakat Lasem menyebutnya dengan kupu-kupu beruang, karena memiliki wujud besar dibandingkan dengan kupu-kupu biasa.
70
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 37. Batik Pola Kupu-kupu Beruang, Karya Sigit Witjaksono (Foto: Padi Boloe, Astaufi, 2012).
Secara keseluruhan batik pola kupu-kupu beruang memiliki struktur nongeometris. Hal ini terlihat dari keseluruhan motifnya adalah fauna kupu-kupu yang mendominasi seluruh permukaan kain dan motif flora atau tumbuhan yang menghiasi setiap bidang kain. Penataan pola pada kupu-kupu beruang diterapkan secara bebas tanpa adanya pengulangan pola. Tersusun dari dua motif dasar yaitu motif kupu-kupu sebagai pola motif utama dan motif tumbuhan sebagai pola motif selingan.
71
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Motif utama kupu-kupu
Motif flora bunga dan daun
Motif isen-isen sawut Motif isen-isen sawut cecek
Motif isen-isen cecek pitu
Gambar 38. Detail Pola Kupu-kupu Beruang.
Penataan bentuk pola kupu-kupu beruang memiliki susunan yang berbedabeda pada tiap pola. Pada pola motif utama disusun secara acak dengan teknik rotasi kemudian diletakkan motif kupu-kupu kecil disekeliling motif utama dan disellingi dengan motif tumbuhan pada setiap pola. Motif Isen-isen tulang daun diterapkan pada badan kupu-kupu motif utama dengan diberi Isen-isen Cecek pada samping kanan dan kiri. Pada sayap kupu-kupu ditebarkan motif Isen-isen cecek pitu dan lung-lungan. Penebaran Isen-isen Sawut, tulang daun, Cecek, dan Sawut Cecek disajikan pada motif selingan tumbuhan. 72
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perwujudan batik pola kupu-kupu beruang disajikan dengan warna latar putih di seluruh permukaan kain. Warna hijau tua, merah, dan biru ditorehkan pada beberapa keseluruhan bagian motif yaitu pada sayap dan badan kupu-kupu, bunga, dan daun. Sedangkan motif isen-isen digoreskan warna putih saja. Perpaduan warna hijau tua, merah, dan biru tampak memiliki kesatuan dengan motif utama dan motif selingan ditambah lagi dengan penorehan warna latar putih pada seluruh permukaan kain. Harmonisasi pada komposisi bentuk dan peletakan motif memiliki karakter yang ceria karena ditunjang dengan penorehan warna yang disajikan secara berselang-seling sehingga memiliki kesan yang ramai. Goresan-goresan pada garis motif batik pola kupu-kupu beruang memiliki karakter yang tegas. Komposisi bentuk motif yang berbeda-beda pada tiap pola dan disusun secara acak menimbulkan kesan dinamis. Nuansa ramai akan harmonisasi alam tampak pada penorehan warna tiap motif dan perbedaan volume bentuk besar kecil dari perpaduan motif. Penggarapan batik pola kupu-kupu beruang dilakukan oleh tangan-tangan terampil, ini terlihat pada goresan-goresan motifnya yang cukup banyak dengan kerapatan saling berkelanjutan antara motif yang satu dengan motif yang lainnya. Penataan motif dengan ukuran bervariasi dipadukan dengan warna latar yang lembut menimbulkan kesan saling menyatu. Pengambilan ide kupu-kupu dengan variasi bentuk yang atraktif cukup menarik. Penggarapannya cukup halus karena didukung permainan warnanya dan hanya orang terampil yang mampu menggarap 73
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
batik pola Kupu-kupu Beruang. Penyajian untuk Show Room cukup menarik dengan meletakkan kain pada Gawangan. 3. Batik Pola Lainnya. a. Batik Pola Kontemporer. Batik Pola Sekar Sarimbit.
Gambar 39. Batik Pola Sekar Sarimbit, Karya Sigit Witjaksono (Foto: Padi Boloe, Astaufi, 2012).
Batik
pola
Sekar
Sarimbit
merupakan
batik
yang dimana
dalam
penggambaran motifnya dilakukan secara bebas sesuai dengan ekspresi yang diinginkan pembuatnya. Sarimbit berasal dari bahasa jawa yang memiliki arti serupa, 74
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jadi dalam proses pembuatannya hal pertama yang dilakukan adalah membuat satu jenis pola batik kemudian pola batik tersebut dibuat ulang mirip dengan yang aslinya menggunakan teknik yang sama, yaitu menggambar langsung di atas kain.
Motif Isen-isen Cecek Motif flora abstrak Motif Latohan abstrak Motif Isen-isen tulang daun Motif Isen-isen Cecek Pitu Motif Isen-isen Sawut Cecek
Gambar 40. Detail Pola Sekar Sarimbit.
Keseluruhan struktur yang dimiliki batik pola Sekar Sarimbit ekspresionisme adalah non geometris, terlihat dari pola-pola abstrak dengan susunan bebas tanpa adanya pengulangan. Terdiri dari dua motif dasar yaitu motif latohan abstrak sebagai motif utama dan motif flora atau tumbuhan abstrak sebagai motif selingan.
75
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komposisi keseluruhan bentuk pola dari Sekar Sarimbit adalah abstrak. Pola Latohan sebagai motif utama digambarkan secara tidak beraturan dan memiliki susunan motif yang berbeda-beda. Begitu juga dengan motif tumbuhan dengan penggambaran yang tidak teratur serta komposisi pola yang berbeda-beda dari setiap motif. Memiliki beberapa variasi motif isen-isen yaitu Cecek, Cecek Pitu, tulang daun, dan Sawut Cecek yang ditebarkan pada motif selingan Latohan abstrak. Warna biru tua diterapkan pada latar kain dipadukan dengan warna ungu pada motif tumbuhan abstrak. Penerapan warna putih ditorehkan pada motif utama Latohan abstrak dan motif Isen-isen. Warna putih terkesan mendominasi karena penorehan warna pada netuk motif utama Latohan dengan teknik Blocking. Perpaduan warna dan bentuk pada pola Sekar Sarimbit memiliki kesan menyatu satu sama lain. Harmonisasi bentuk abstrak motif Latohan dengan motif tumbuhan seakan memiliki kesan mengalir lugas dengan goresan motifnya. Kesan statis muncul karena keseluruhan bentuk motif adalah abstrak. Pemunculan warna putih dan ungu berfungsi untuk menghilangkan kebosanan dari abstraksi motif. Dalam penggarapannya menonjolkan permainan warna yang hanya bisa digarap oleh perajin yang berpengalaman. b. Batik Pola Pesisiran. Batik pola pesisiran merupakan Batik yang coraknya menggambarkan tentang kehidupan masyarakat pesisir pantai Lasem. Motif-motif yang terdapat didalamnya adalah motif Iwak-iwakan, motif batu karang, dan motif Latohan atau rumput laut. 76
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pola-pola motif yang digambarkan adalah kehidupan yang ada di dalam laut. Biasanya pola yang tergarap memiliki susunan pola yang bebas tanpa adanya pengulangan. Perwujudan warna dan motifnya berbeda-beda sesuai dengan keinginan perajin. Batik pola pesisiran Lasem memiliki digolongkan menjadi dua jenis yaitu geometris dan non geometris. Pada umumnya pola geometris diterapkan pada pola batu-batuan seperti pola batu karang, sedangkan pola non geometris diterapkan pada pola flora dan fauna laut. Jenis pola batik yang berhasil ditemukan sebagai berikut: Batik Pola Iwak-iwakan. Iwak merupakan bahasa Jawa yang berarti ikan. Batik pola Iwak-iwakan merupakan gambaran dari kehidupan biota laut yang diaplikasikan kedalam kain Batik. Sebagian masyarakat Pesisir Lasem bermatapencaharian sebagai nelayan. Mereka memanfaatkan kekayaan laut untuk kehidupan sehari-sehari. Umumnya setiap warga masyarakat Pesisir Lasem memiliki tambak yang berisi berbagai macam binatang laut yang nantinya akan di panen jika sudah tiba waktunya.
Gambar 41. Batik Pola Iwak-iwakan, Karya Sigit Witjaksono (Foto: Padi Boloe, Astaufi, 2012).
77
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Batik Pola Iwak-iwakan memiliki struktur non geometris. Pola yang dibentuk keseluruhannya merupakan bentuk fauna dan flora. Penggarapan Batik Pola Iwakiwakan mengalami beberapa pengulangan pola yang disusun secara urut. Susunan polanya terdiri dari pengulangan beberapa rapor yang tersusun searah tanpa adanya perubahan letak dari setiap rapor. Disusun dari empat motif, yaitu motif utama, motif selingan, motif Latar, dan motif Isen-isen. Motif Iwak berperan sebagai motif utama terdiri dari beberapa motif Iwak yang memiliki volume berbeda-beda dari setiap motif Iwak. Motif selingan yang diterapkan pada Batik Pola Iwak-iwakan adalah terdiri dari beberapa motif tumbuhan yaitu, motif Latohan dan motif coral atau batu karang. Pada motif latar yang diterapkan adalah motif Krecak yang lebih terlihat seperti buih-buih udara di dalam air, sedangkan untuk motif Isen-isen dipakai motif Cecek, Sawut, Sawut Cecek, Sisik, dan Mata Deruk. Motif isen-isen sawut cecek Motif isen-isen cecek
Motif isen-isen Sisik
Motif isen-isen mata deruk
Motif Selingan Coral atau batu Karang Motif isen-isen Krecak Motif Selingan Latohan Motif Utama Iwak
Gambar 42. Detail Pola Iwak-iwakan.
78
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada motif utama yaitu motif Iwak terdapat motif Isen-isen Sawut dan Sawut Cecek yang diletakkan pada sirip, kemudian motif Cecek dan Sisik yang diletakkan pada badan ikan. Pada motif selingan Latohan terdapat motif Isen-isen seperti tulang daun, dan pada motif selingan Coral atau batu karang diterapkan motif Isen-isen Cecek dan Mata Deruk. Motif latar Krecak ditebar pada seluruh permukaan kain berdampingan dengan motif Isen-isen Cecek di sela-sela motif Krecak. Batik pola Iwak-iwakan memiliki tiga susunan warna, yaitu warna biru tua, biru muda, dan putih. Pada warna latar menggunakan warna biru tua yang ditorehkan pada seluruh bidang kain. Untuk warna biru muda diterapkan pada motif utama dan motif selingan, sedangkan warna untuk motif Isen-isen ditorehkan warna putih yang juga sebagai warna garis motif. Secara keseluruhan batik pola Iwak-iwakan tampak memiliki kesan dinamis. Hal ini terlihat dari perbedaan besar kecilnya volume dari setiap motif dan susunan letak motif yang memiliki beberapa variasi. Beberapa variasi motif utama terlihat dari letak susunan motifnya yang memiliki bentuk dan letak yang berbeda pada tiap motif Iwak. Motif selingan juga memiliki beberapa variasi bentuk motif yang beerbeda dilihat dari goresan motifnya dan bentuk dari motif selingan itu sendiri, kemudian dipadukan variasi motif Isen-isen yang memiliki beberapa jenis motif yang diterapkan pada
setiap rapor sehingga kesan membosankan tidak terlalu
mendominasi.
79
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perpaduan warna latar biru tua dengan warna motif biru muda sangat mencerminkan suasana laut. Warna putih pada motif Isen-isen dan garis motif menambah ramai suasana laut sehingga terkesan memiliki arus dari ombak laut yang bergelombang. Kesatuan atau Unity batik pola Iwak-iwakan terlihat pada susunan motifnya yang terdidiri dari flora dan fauna biota laut berpadu dengan penorehan warna latar biru tua pada seluruh bidang kain dan biru muda pada motif berdampingan dengan warna putih yang ditorehkan pada motif Isen-isen dan garis motif. Dilhat dari keseluruhan corak dan warnanya mengandung pesan bahwa Lasem memiliki kekayaan laut yang begitu beragam. Motif dan warnanya mengadopsi kehidupan biota laut sebagai inspirasi batik pola Iwak-iwakan. Goresan garis motif pada batik pola Iwak-iwakan terkesan lugas, terlihat dari ukuran garisnya yang lebar dan tebal. Penggarapan goresan garis motif cukup halus dan melihat dari banyaknya motif batik pola Iwak-iwakan digarap oleh para pengrajin yang sudah berpengalaman. Produk akhir dari batik pola Iwak-iwakan tersaji dalam berbagai versi diantaranya baju santai, Bed Cover, dan hiasan dinding.
80
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. Perkembangan Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009, memiliki berbagai macam perubahan dari mulai bentuk pola, motif, dan warna yang sudah tidak lagi sesuai pola Pakem batik Lasem. Perubahan yang terjadi karena menuruti permintaan pasar sehingga para pengrajin batik Lasem berlomba-lomba untuk menciptakan motif-motif baru untuk menarik minat pasar. Pola tersebut secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu pola selera cina atau Laseman, pola selera rakyat, dan pola lainnya. Berbagai macam pola selera rakyat yang ditemukan antara lain adalah, Blarakan, Bledak Sarimbit, Sekar Jagad, Tiga Negri, Lerek Latohan, Sekar Aseman, dan beberapa pola lainnya. Pola selera Cina antara lain Pola Bola Dunia, Kupu-kupu Beruang, Lok Can, Lerek Sisik Naga, Banji Tambal, Naga, Tok Wi, dan beberapa pola lainnya. Pola lainnya antara lain Sekar Sarimbit, Selo Karang, Bledak Sarimbit, Nice umbrella, dan beberapa pola lainnya. Pola tersebut sudah berkembang menjadi seni kontemporer yang memadukan antara gaya kekinian dan masa lampau. Motif yang diciptakan semakin beragam dengan mengambil ide dari tumbuhan dan binatang yang menjadi ekosistem di daerah Lasem. Pola Batik Lasem Pasca Penetapan UNESCO tentang Batik tahun 2009, sebagian besar diwujudkan dengan teknik batik tulis, dengan motif yang sangat bervariatif. Motif khas Lasem masih juga dijumpai walaupun tidak mendominasai (Krecak, 81
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hong, Banji, Latohan, Dewa-dewi, dan Naga). Secara struktural pola batik Lasem tersebut disusun dengan susunan geometris (Lereng dan Ceplok) dan non geometris (Semenan dan Buketan). Struktur susunan motif seringkali dilakukan tidak dengan sistem pengulangan pola kecuali pada pola Lereng dan Ceplokan. Karena para pengrajin lebih senang ketika dalam membatik langsung menggoreskan pada kain, sehingga batik Lasem diproduksi dengan berbagai macam versi dan ekspresi dari para pengrajin. Corak yang terjadi pada batik Lasem merupakan mimesis dari kehidupan masyarakat Lasem itu sendiri. Bentuk-bentuk motifnya yang dulu memiliki makna filosofi yang mendalam, sekarang sudah tidak lagi memiliki makna filosofis karena motif yang dibuat hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar saja. Penamaan batik Lasem yang dulu sesuai dengan warna yang diterapkan sepertti Bang-bangan, Bangbiru, dan Bang-biru-ijo, sekarang berubah penamaan sesuai jenis motif yang ada di dalamnya. Kolaborasi yang terjadi pada pewarnaan batik Lasem sungguh sangat bervariatif dengan memunculkan berbagai macam warna. Komposisi permainan warna sangat terlihat pada batik Lasem dengan pola kontemporer. Goresan yang diciptakan para pengrajin tergolong lugas dan memiliki ketebalan yang terkesan tegas. B. Saran. Setelah melakukan penelitian ada beberapa temuan yang menarik untuk lebih ditindak lanjuti:
82
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
1.
digilib.uns.ac.id
Karena menurunnya jumlah pengusaha batik Lasem, pihak terkait (akademisi,
pemerintah, dan swasta) bisa melakukan pembinaan pada pelaku pembatikan di Lasem dan masyarakat untuk turut berpartisispasi dalam mengembangkan batik Lasem dan menjaga kelestariannya, mengingat batik Lasem pernah menjadi primadona mengadopsi kepopuleran batik Solo, Jogja, dan Pekalongan. 2.
Penelitian mengenai pewarnaan khas batik Lasem yaitu warna merah yang
masyarakat batik biasa menyebutnya Abang Getih Pitik atau dalam bahasa Indonesia merah darah ayam, sangat menarik untuk dilakukan.
83
commit to user